Referat Mielitis

  • Uploaded by: Tia Utami
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Mielitis as PDF for free.

More details

  • Words: 3,521
  • Pages: 19
Loading documents preview...
REFERAT MYELITIS

PEMBIMBING : Dr. Edi Prasetyo, Sp.S

PEMBIMBING: dr. Edi Prasetyo, Sp.S

DISUSUN OLEH Muhammad Siddik (1102008349) Akmal Nugraha (1102009018) Annisa Abadia (1102010026) Dahlia Ardhyagarini Poernomo (1102010062) Fitria Rizka Utami (1102010106)

BAGIAN ILMU PENYAKIT SYARAF RSUD SUBANG PERIODE AGUSTUS 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pada abad 19, hampir semua penyakit pada medula spinalis disebut mielitis. Dalam Dercum’s Of Nervous Diseases pada 1895, Morton Prince menulis tentang mielitis trumatik, mielitis kompresif dan sebagainya. Dengan bertambah majunya pengetahuan neuropatologi, satu persatu penyakit di atas dapat diseleksi hingga yang tergolong benar-benar karena radang saja yang masih tertinggal. Dewasa ini istilah yang digunakan untuk dapat menunjukkan proses radang pada medulla spinalis adalah mielitis. Bila mengenai substansia grisea disebut poliomielitis, bila mengenai substansia alba disebut leukomielitis, dan bila seluruh potongan melintang medula spinalis terserang proses radang maka disebut mielitis transversa. Lesi yang multipleks dan tersebar sepanjang sumbu vertikel disebut mielitis diseminata atau difusa. Sedang istilah meningomielitis menunjukkan adanya proses radang baik pada meninges maupun medula spinalis, demikian pula denagn meningoradikulitis (meninges dan radiks). Proses radang yang hanya terbatas pada durameter spinalis disebut pakimeningitis dan bahan infeksi yang terkumpul dalam ruang epidural disebut abses epidural atau granuloma. Pembagian mielitis akut, subakut dan kronis berdasarkan perjalanan klinis penyakit yang berlangsung dengan, untuk akut beralngsung untuk sehari, 2 sampai 6 miggu dikatakan subakut serta lebih dari 6 minggu dikatakan sebagai kronik. Diagnosa dapat dilakukan dengan pemeriksaan secara Dilakukan pungsi lumbal , CT scan atau MRI, mielogram serta pemeriksaan darah. Penatalaksanaan hanyalah diberikan terrapin kortikosteroid dosis tinggi selama 10 hari dan penatalaksanaan penyebab mielitis. B. Tujuan Penulisan Mengetahui definisi, epidemiologi, gambaran klinis, dan tatalaksana pada mielitis terutama mielitis transversa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI Pada abad 19, hampir semua penyakit pada medula spinalis disebut mielitis. Dalam Dercum’s Of Nervous Diseases pada 1895, Morton Prince menulis tentang mielitis trumatik, mielitis kompresif dan sebagainya, yaang agak memberikan kejelasan tentang arti terminologi tersebut. Dengan bertambah majunya pengetahuan neuropatologi, satu persatu penyakit di atas dapat diseleksi hingga yang tergolong benar-benar karena radang saja yang masih tertinggal. Menurut Plum dan Olsen (1981) serta Banister (1978) mielitis adalah terminologi nonspesifik, yang artinya tidak lebih dari radang medula spinalis. Tetapi Adams dan Victor (1985) menulis bahwa mielitis adalah proses radang infektif maupun non-infektif yang menyebabkan kerusakan pada nekrosis pada substansia grisea dan alba. Menurut perjalanan klinis antar awitan hingga munculnya gejala klinis mielitis dibedakan atas : 1. Akut : Simtom berkembang dengan cepat dan mencapai puncaknya dalam tempo beberapa hari saja. 2. Sub Akut : Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu 2-6 minggu. 3. Kronik : Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu lebih dari 6 minggu. Beberapa istilah lain digunakan untuk dapat menunjukkan dengan tepat, distribusi proses radang tersebut. Bila mengenai substansia grisea disebut poliomielitis, bila mengenai substansia alba disebut leukomielitis. Dan bila seluruh potongan melintang medula spinalis terserang proses radang maka disebut mielitis transversa.

alba disebut leukomielitis. Dan bila seluruh potongan melintang medula spinalis terserang proses radang maka disebut mielitis transversa. Bila lesinya multipleks dan tersebar sepanjang sumbu vertikel disebut mielitis diseminata atau difusa. Sedang istilah meningomielitis menunjukkan adanya proses radang baik pada meninges maupun medula spinalis, demikian pula denagn meningoradikulitis (meninges dan radiks). Proses radang yang hanya terbatas pada durameter spinalis disebut pakimeningitis dan bahan infeksi yang terkumpul dalam ruang epidural disebut abses epidural atau granuloma. Istilah mielopati digunakan bagi proses noninflamasi medula spinalis misalnya yang disebabkan proses toksis, nutrisional, metabolik dan nekrosis.

2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI Medulla Spinalis Dari batang otak berjalan suatu silinder jaringan saraf panjang dan ramping, yaitu medulla spinalis, dengan ukuran panjang 45 cm (18 inci) dan garis tengah 2 cm (seukuran kelingking). Medulla spinalis, yang keluar dari sebuah lubang besar di dasar tengkorak, dilindungi oleh kolumna vertebralis sewaktu turun melalui kanalis vertebralis. Dari medulla spinalis spinalis keluar saraf-saraf spinalis berpasangan melalui ruang-ruang yang dibentuk oleh lengkung-lengkung tulang mirip sayap vertebra yang berdekatan. Saraf spinal berjumlah 31 pasang dapat diperinci sebagai berikut : 8 pasang saraf servikal (C), 12 pasang saraf thorakal (T), 5 pasang saraf lumbal (L), 5 pasang saraf sakral (S), dan 1 pasang saraf koksigeal (Co). Selama perkembangan, kolumna vertebra tumbuh sekitar 25 cm lebih panjang daripada medulla spinalis. Karena perbedaan pertumbuhan tersebut, segmen-segmen medulla spinalis yang merupakan pangkal dari saraf-saraf spinal tidak bersatu dengan ruang-ruang antar vertebra yang sesuai. Sebagian besar akar saraf spinalis harus turun bersama medulla spinalis sebelum keluar dari kolumna vertebralis di lubang yang sesuai. Medulla spinalis itu sendiri hanya berjalan sampai setinggi vertebra lumbal pertama atau kedua (setinggi sekitar pinggang), sehingga akar-

akar saraf sisanya sangat memanjang untuk dapat keluar dari kolumna vertebralis di lubang yang sesuai. Berkas tebal akar-akar saraf yang memanjang di dalam kanalis vertebralis yang lebih bawah itu dikenal sebagai kauda ekuina ”ekor kuda” karena penampakannya. Walaupun terdapat variasi regional ringan, anatomi potongan melintang dari medulla spinalis umumnya sama di seluruh panjangnya. Substansia grisea di medulla spinalis membentuk daerah seperti kupu-kupu di bagian dalam dan dikelilingi oleh substansia alba di sebelah luar. Seperti di otak, substansia grisea medulla spinalis terutama terdiri dari badan-badan sel saraf serta dendritnya antarneuron pendek, dan sel-sel glia. Substansia alba tersusun menjadi traktus (jaras), yaitu berkas serat-serat saraf (akson-akson dari antarneuron yang panjang) dengan fungsi serupa. Berkas-berkas itu dikelompokkan menjadi kolumna yang berjalan di sepanjang medulla spinalis. Setiap traktus ini berawal atau berakhir di dalam daerah tertentu di otak, dan masingmasing memiliki kekhususan dalam mengenai informasi yang disampaikannya. Perlu diketahui bahwa di dalam medulla spinalis berbagai jenis sinyal dipisahkan, dengan demikian kerusakan daerah tertentu di medulla spinalis dapat mengganggu sebagian fungsi tetapi fungsi lain tetap utuh. Substansia grisea yang terletak di bagian tengah secara fungsional juga mengalami organisasi. Kanalis sentralis, yang terisi oleh cairan serebrospinal, terletak di tengah substansia grisea. Tiap-tiap belahan substansia grisea dibagi menjadi kornu dorsalis (posterior), kornu ventralis (anterior), dan kornu lateralis. Kornu dorsalis mengandung badan-badan sel antarneuron tempat berakhirnya neuron aferen. Kornu ventralis mengandung badan sel neuron motorik eferen yang mempersarafi otot rangka. Serat-serat otonom yang mempersarafi otot jantung dan otot polos serta kelenjar eksokrin berasal dari badan-badan sel yang terletak di tanduk lateralis. Saraf-saraf spinalis berkaitan dengan tiap-tiap sisi medulla spinalis melalui akar spinalis dan akar ventral. Serat-serat aferen membawa sinyal datang masuk ke medulla spinalis melalui akar dorsal; serat-serat eferen membawa sinyal keluar meninggalkan medulla melalui akar ventral. Badan-badan sel untuk neuron-neuronaferen pada setiap tingkat berkelompok bersama di dalam ganglion akar dorsal. Badan-badan sel untuk neuron-neuron eferen berpangkal di substansia grisea dan mengirim akson ke luar melalui akar ventral.

Akar ventral dan dorsal di setiap tingkat menyatu membentuk sebuah saraf spinalis yang keluar dari kolumna vertebralis. Sebuah saraf spinalis mengandung serat-serat aferen dan eferen yang berjalan diantara bagian tubuh tertentu dan medulla spinalis spinalis. Sebuah saraf adalah berkas akson neuron perifer, sebagian aferen dan sebagian eferen, yang dibungkus oleh suatu selaput jaringan ikat dan mengikuti jalur yang sama. Sebagaian saraf tidak mengandung sel saraf secara utuh, hanya bagian-bagian akson dari banyak neuron. Tiap-tiap serat di dalam sebuah saraf umumnya tidak memiliki pengaruh satu sama lain. Mereka berjalan bersama untuk kemudahan, seperti banyak sambungan telepon yang berjalan dalam satu kabel, nemun tiap-tiap sambungan telepon dapat bersifat pribadi dan tidak mengganggu atau mempengaruhi sambungan yang lain dalam kabel yang sama. Dalam medulla spinalis lewat dua traktus dengan fungsi tertentu, yaitu traktus desenden dan asenden. Traktus desenden berfungsi membawa sensasi yang bersifat perintah yang akan berlanjut ke perifer. Sedangkan traktus asenden secara umum berfungsi untuk mengantarkan informasi aferen yang dapat atau tidak dapat mencapai kesadaran. Informasi ini dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu (1) informasi eksteroseptif, yang berasal dari luar tubuh, seperti rasa nyeri, suhu, dan raba, dan (2) informasi proprioseptif, yang berasal dari dalam tubuh, misalnya otot dan sendi Traktus desenden yang melewati medulla spinalis terdiri dari: 1. Traktus kortikospinalis, merupakan lintasan yang berkaitan dengan gerakan-gerakan terlatih, berbatas jelas, volunter, terutama pada bagian distal anggota gerak. 2. Traktus retikulospinalis, dapat mempermudah atau menghambat aktivitas neuron motorik alpha dan gamma pada columna grisea anterior dan karena itu, kemungkinan mempermudah atau menghambat gerakan volunter atau aktivitas refleks. 3. Traktus spinotektalis, berkaitan dengan gerakan-gerakan refleks postural sebagai respon terhadap stimulus verbal.

4. Traktus rubrospinalis bertidak baik pada neuron-neuron motorik alpha dan gamma pada columna grisea anterior dan mempermudah aktivitas otot-otot ekstensor atau otot-otot antigravitasi. 5. Traktus vestibulospinalis, akan mempermudah otot-otot ekstensor, menghambat aktivitas otototot fleksor, dan berkaitan dengan aktivitas postural yang berhubungan dengan keseimbangan. 6. Traktus olivospinalis, berperan dalam aktivitas muskuler.

Traktus asenden yang melewati medulla spinalis terdiri dari: 1. Kolumna dorsalis, berfungsi dalam membawa sensasi raba, proprioseptif, dan berperan dalam diskriminasi lokasi. 2. Traktus spinotalamikus anterior berfungsi membawa sensasi raba dan tekanan ringan. 3. Traktus spinotalamikus lateral berfungsi membawa sensasi nyeri dan suhu.

4. Traktus spinoserebellaris ventralis berperan dalam menentukan posisi dan perpindahan, traktus spinoserebellaris dorsalis berperan dalam menentukan posisi dan perpindahan. 5. Traktus spinoretikularis berfungsi membawa sensasi nyeri yang dalam dan lama.

Gambar medulla spinalis

2.3 EPIDEMIOLOGI 1,4 Mielitis transversa adalah suatu sindrom yang jarang terjadi. Insidensi di dunia diperkirakan terdapat 4 kasus per 100.000 penduduk di setiap tahunnya. Meskipun gangguan ini dapat terjadi pada usia berapapun, kasus terbanyak terjadi pada usia 10-19 tahun dan 30-39 tahun. Insidensi meningkat sebanyak 24,6 juta kasus pertahunnya jika penyebabnya merupakan proses demielinisasi yang didapat khususnya multiple sklerosis. Tidak ada pola khusus dari myelitis transversa berdasarkan seks, distribusi geografi atau riwayat penyakit dalam keluarga.

Pada 75-90% kasus myelitis transversa bersifat monofasik, namun pada beberapa persen kasus terjadi rekurensi terutama yang didasari oleh penyakit pencetus. 2.4 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO 2 Para peneliti tidak dapat menemukan secara pasti etiologi mielitis transversa. Inflamasi yang menyebabkan kerusakan yang luas pada serabut saraf medula spinalis dapat disebabkan oleh infeksi viral, reaksi auto imun yang abnormal atau menurunnya aliran darah melalui pembuluh darah yang terletak pada medulla spinalis. 30-60% pasien mielitis transversa dilaporkan menderita infeksi dalam 3-8 minggu sebelumnya dan bukti serologis infeksi akut oleh rubella, campak infeksi mononucleosis, influenza, enterovirus, mikoplasma atau hepatitis A, B, C,. Patogen lainnya yaitu virus herpes (CMV, VZV, HSV1, HSV2, HHV6, EBV, HTLV-1, HIV-1) yang langsung menginfeksi medula spinalis dan menimbulkan gejala klini mielitis transversa. Bordelia burgdorferi (Lyme neurobrreliosis) dan Treponema palidum (sifilis) juga dikaitkan dengan infeksi mieliti transversa. Mielitis transversa telah dihubungkan dengan penyakit autoimmune sistemik seperti LES. Beberapa pasien dilaporkan mempunyai vaskulitis spinal fokal yang berhubungan dengan gejala LES yang aktif.

2.5 KLASIFIKASI 1.

Mielitis yang disebabkan oleh virus.

a.

Poliomielitis, group A dan B Coxsackie virus, echovirus

b.

Herpes zoster c. Rabies d. Virus B

2. Mielitis yang merupakan akibat sekunder akibat sekunder dari penyakit pada meningens dan medula spinals. a. Mielitis sifilitika 

Meningoradikulitis kronik (tabes dorsalis)



Meningomielitis kronik



Sifilis meningovaskular



Meningitis gumatosa termasuk pakimeningitis spinal kronik

b. Mielitis piogenik atau supurativa 

Meningomielitis subakut



Abses epidural akut dan granuloma



Abses medula spinalis

c. Mielitis tuberkulosa 

Penyakit pott dengan kompresi medula spinalis



Meningomielitis tuberkulosa



Tuberkuloma medula spinalis

d. Infeksi parasit dan fungus yang menimbulkan granuloma epidural, meningitis lokalisata atau meningomielitis dan abses. 3. Mielitis (mielopati) yang penyebabnya tidak diketahui. a. Pasca infeksiosa dan pasca vaksinasi b. Kekambuhan sklerosis multipleks akut dan kronik c. Degeneratif atau nekrotik.

2.6 PATOFISIOLOGI Mielitis biasanya melibatkan medulla spinalis saja, tetapi bisa juga mielitis merupakan bagian dari inflamasi serebrispinali yang umum misalnya pada ensefalomielitis. Pada stadium akut medulla spinalis biasanya membengkak dan pada potongan melintang bisa menunjukan perdarahan. Gambaran patologi yang penting adalah degenerasi medulla spinalis yang sifatnya destruktif mielin dan musnahnya aksis silinder. Elemen inflamasi misalnya limfosit dan sel

plasma, berada di jaringan medulla spinalis dan di sekeliling pembuluh darah disertai infiltrasi ke meningen. Pada beberapa bentuk bisa dijumpai nekroisi yang lengkap dari medulla spinalis, dengan respon fagositik yang ekstensif dan ploriferasi mesodermal. Sel-sel neuron dalam substansia grisea bisa mengalami degenerasi berat. Reaksi mesodermal biasanya hebat disertai dengan dilatasi, proliferasi atau infiltrasi pembuluh darah. Pembentukan parut sel-sel glia didapatkan pada beberapa bentuk. Kelainan patologik ini bisa terjadi disetipa tingkat : sevikal, torakal, atau lumbal. Tapi paliing sering terletak di regio torakal karena bagian medulla spinalis ini paling panjang dan pemasokan darahnya paling jelek. 2.7 MANIFESTASI KLINIS 1. Motorik Mielitis merupakan gangguan gerak yang berupa kelumpuhan, disamping gangguan sensorik dan vegetatif. Onset dan perjalanan gambaran klinisnya sampai tingkat tertentu dipengaruhi oleh karakter proses patologiknya. Namun untuk menentukan simtomatologinya yang lebih penting adalah topik patologiknya di medulla spinalis atau tingkat medulla spinalis disamping intensitas dan luasnya proses patologik. Jika prose topik mielitasi ada di segmen servikal atau medulla spinalis dapat terjadi tetraparesis atau tetraplegi yang bersifat spastik atau UMN. Kalo topiknya ada di tingkat servikal bawah dari medulla spinalis akan menimbulkan tetraparesia atau tetraplegi yang pada anggota atas bersifat flaksid atau LMN dan pada anggota bawah bersifat spastik atau UMN. Bila topiknya ada di semen lumbal dan sakral medulla spinalis akan berakibat sebagai paraparesis atau paraplegi inferior yang bersifat flaksid atau LMN. Namun yang paling sering topiknya terletak pada segmen torakal sehingga akan menimbulkan paraparesis atau paraplegi inferior yang bersifat spastik atau UMN. Kelumpuhannya juga dapat mengambil bentuk monoparesis atau monoplegi yang bersifat flaksid atau LMN jika topiknya ada dibagian ventral subtansia grisea misalnya poliomielitis. Pada mielitis dissreminata ataupun pada mielitis transversa parsialis kelumpuhan dapat bersifat tidak simetris. Riwayat adanya infeksi sebelumnya, yang mengesankan suatu infeksi virus atau bakteri bisa didapatkan sepertiga penderita, yang paling sering adalah infeksi traktus respiratorus bagian atas

atau suatu penyakit flu dan kadang-kadang berupa gangguan gastrointestinal. Gejala lainnya demam dengan derajat ringan, ruam atau eksantem, nyeri kepala, kaku kuduk bisa ada atau tidak. Onset atau awitan penyakit ini dapat berlangsung akut sub akut atau khronis. Periode syok spinal dapat berlangsung selama tiga sampai empat minggu. Periode ini terjadi berhubungan dengan awitan mielitis transversa yang mendadak. Dibawah tingkat lesinya bersifat flaksid, disertai hilangnya semua jenis sensorik, hilangnya fungsi otonom dan arefleksia. Tetapi jika ditumpangi suatu infeksi saluran kemi yang berat atau ulkus dekubitus periode syok spinal akan memanjang. Pada saat yang sama terjadi paresis atau paralisis kandung kemih dan rektum, suatu periode syok spinal mula-mula akan timbul retensio urine dan alvi. Pada periode ini dapat terjadi kemudian suatu over-flow incontinesia. Pada mielitis tranversa dengan toppik di segmen torakal, setelah periode syok spinal lewat akan terjadi kandung kemih otomatik atau neurogenik. Fekal inkontinensia kurang sering dijumpai. 2. Sensoris pada awitan penyakit dapat timbul parestesi dan nyeri. Parestesi sering digambarkan seperti rasa tebal, kesemutan, jimpe biasanya dimulai dari ibu jari atau kaki kemudian naik ke tungkai, badan dan bahkan mencapau anggota gerak atas. Nyeri dirasakan dipunggung menjalar kebawah ke tungkai atau ke sekeliling badan, (rasa seperti sabuk). Ganguan sensoris terpenting adalah defisit semua modalitas sensorik dibawah level tertentu yang merupakan topik dari proses patologik (mielitisanya) dan berpola inervasi segmental. Modalitas sensorik yang terkena dapat mencakup rasa raba, rasa nyeri, vibrasi dan propiosepsi. Ulkus dekubitus timbul akibat hilangnya sensasi, gangguan trofik dan kurang kebersihan. Tempat predileksi ulkus dekubitus adalah diatas sakrum, tumit dan trokanter mayor. Gejala lain : priapisme, ilius paralitikus, atrofi testis, ginekomastia, hipotensu, paralisis diafragma.

Pada penyakit yang berlangsung lama terjadi perubahan-perubahan metabolik. Ekskresi protein meningkat dan protein serum menurun. Kalium darah meningkat tapi natrium dan klorida menurun serta terjadi hiperkalsiuri dan osteoporosis. Pemeriksaan Liquor Serebro Spinalis (LSS) menunjukan pleiositosis pada 50% penderita. Jumlah sel-sel LSS meningkat menjadi 20-300 sel (jarang sampai setinggi 1000 sel) per mm kubik. Jenis selnya adalah mononuklear, poliomorfonuklear atau campuran namun terutama adalah limfosit. Kadar protein LSS meningkat pada 40% penderita sedangkan kadar gulukosanya normal. Tes queckensted biasanya menunjukan tidak adanya obstruksi pada ruang subarakhnoid, kecuali pada keadaan tertentu seperti edema medulla spinalis yang berat, arakhnoiditis khornis adhevisa dan abses ekstradural. 2.8 DIAGNOSIS Mielitis transversa harus dibedakan dari mielopati komprensi medula spinalis baik karena proses neoplasma medula spinalis intrinsik maupun ekstrensik, ruptur diskus intervertebralis akut, infeksi epidural dan polineuritis pasca infeksi akut (Sindrom Guillain Barre). Pungsi lumbal dapat dilakukan pada mielitis transversa biasanya tidak didapati blokade aliran likuor, pleositosis moderat (antara 20-200 sel/mm3) terutama jenis limfosit, protein sedikit meninggi (50-120 mg/100 ml) dan kadar glukosa normal. Berbeda dengan sindrom Guillain Barre di mana dijumpai peningkatan kadar protein tanpa disertai pleositosis. Dan pada sindrom Guillain Barre, jenis kelumpuhannya adalah flaksid serta pola gangguan sensibilitasnya di samping mengenai kedua tungkai juga terdapat pada kedua lengan. Lesi kompresi medula spinalis dapat dibedakan dari mielitis karena perjalanan penyakitnya tidak akut sering didahului dengan nyeri segmental sebelum timbulnya lesi parenkim medula spinalis. Selain itu pada pungsi lumbal dijumpai blokade aliran likuor dengan kadar protein yang meningkat tanpa disertai adanya sel. Dilakukan pungsi lumbal , CT scan atau MRI, mielogram serta pemeriksaan darah. 

MRI spinal

Evaluasi awal untuk pasien mielopati harus dapat menentukan apakah ada penyebab struktural (HNP, fraktur vertebra patologis, metastasis tumor, atau spodilositesis) atau tidak. Pada kasus myelitis MRI merupakan pemeriksaan penunjang utama. Gambaran hasil MRI pada kasus mielitis transversa berupa hiperintensitas yang menempati lebih dari 2/3 area medula spinalis yang terkadang diikuti oleh pembesaran segmen medula spinalis. 

Lumbal pungsi Pada mielitis transversa hasil pemeriksaan CSF yang diharapkan berupa  Terjadi leukositosis dari hasil hitung jenis sel  Peningkatan level albumin  Peningkatan imunoglobulin

2.9 DIAGNOSIS BANDING 3,7 Diagnosis banding myelitis transversa antara lain : a. Penyakit tumor medula spinalis Pada tumor medula spinalis keluhan yang terjadi berupa paraparesis secara progresif lambat dan tidak bersamaan antara kiri dan kanan., dimana pada pasien ini paresis dimulai pada kaki kanan menjalar ke kaki kiri, tetapi hal ini dapat disingkirkan dengan pemeriksaan MRI, dimana hasilnya tidak didapatkan SOL karena tumor medula spinalis b.

Guillain Barre Syndrome

Sifat paraparesis pada penyakit ini bersifat ascenden, dimulai dari kaki kemudian naik ke lutut lalu bisa sampai ketinggi dada. Tetapi hal ini disingkirkan karena pasien sebelumnya tidak menderita ISPA maupun operasi. Pemeriksaan MRI yang dilakukan menyingkirkan hal ini. Jenis kelumpuhan flakid serta pola gangguan sensibilitasnya di samping mengenai kedua tungkai juga terdapat pada kedua lengan ( glove and stocking ). c. Spondilitis TB paraparesis tipe UMN terutama di daerah torakal juga dapat disebabkan oleh spondilitis TB. Pada pasien ini dapat disingkirkan karena tidak adanya riwayat batuk lama. Pasien tidak memiliki riwayat TB paru.

2.10 PENATALAKSANAAN Pemberian glukokortikoid atau ACTH, biasanya diberikan pada penderita yang datang dengan gejala awitanya sedang berlangsung dalam waktu 10 hari pertama atau bila terjadi progresivitas defesit neurologik. Glukokortikoid dapat diberikan dalam bentuk prednison oral 1 mg/kg berat badan/hari sebagai dosis tunggal selama 2 minggu lalu secara bertahap dan dihentikan setelah 7 hari. Bila tidak dapat diberikan per oral dapat pula diberikan metil prednisolon intravena dengan dosis 0,8 mg/kg/hari dalam waktu 30 menit. Selain itu ACTH dapat diberikan secara intramuskular denagn dosis 40 unit dua kali per hari (selama 7 hari), lalu 20 unit dua kali per hari (selama 4hari) dan 20 unit dua kali per hari (selama 3 hari). Untuk mencegah efek samping kortikosteroid, penderita diberi diet rendah garam dan simetidin 300 mg 4 kali/hari atau ranitidin 150 mg 2kali/hari. Selain itu sebagai alternatif dapat diberikan antasid per oral. Pemasangan kateter diperlukan karena adanya retensi urin, dan untuk mencegah terjadinya infeksi traktus urinarius dilakukan irigasi dengan antiseptik dan pemberian antibiotik

sebagai prolifilaksis (trimetroprim-sulfametoksasol, 1 gram tiap malam). Konstipasi dengan pemberian laksan. Pencegahan dekubitus dilakukan dengan alih baring tiap 2 jam. Bila terjadi hiperhidrosis dapat diberikan propantilinbromid 15 mg sebelum tidur. Disamping terapi medikamentosa maka diet nutrisi juga harus diperhatikan, 125 gram protein, vitamin dosis tinggi dan cairan sebanyak 3 liter per hari diperlukan. Setelah masa akut berlalu maka tonus otot mulai meninggi sehingga sering menimbulkan spasme kedua tungkai, hal ini dapat diatasi dengan pemberian Baclofen 15-80 mg/hari, atau diazepam 3-4 kali 5 mg/hari. Rehabilitas harus dimulai sedini mungkin untuk mengurangi kontraktur dan mencegah komplikasi tromboemboli.

2.11 PROGNOSIS 1,2 Pemulihan harus dimulai dalam enam bulan dan kebanyakan pasien menunjukkan pemulihan fungsi neurologinya dalam 8 minggu. Pemulihan mungkin terjadi cepat selama 3 - 6 minggu setelah onset dan dapat berlanjut walaupun dapat berlangsung dengan lebih lambat sampai 2 tahun. Pada penderita ini kemajuan pengobatan tampak pada 2 minggu terapi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Krishnan C, Kaplin AI, Deshpande DM, Pardo CA, Kerr DA. Transverse myelitis: patogenesis, diagnosis and treatment. Bioscience 2004; 9: 1483–1499. 2. Kerr D. Transverse Myelitis. In: Johnson RT, Griffin JW, Mc Arthur JC. Editors. Current Theraphy in Neurologic Disease. 6th Ed. Mosby. Philadelphia. p 176–180. 3. Kerr D. The history of transverse myelitis: The origin of the name and the identification of disease.

The

Transverse

Myelitis

Association.

2006.

available

in

www.myelitis.org/history.htm. 4. Transverse myelitis Fact Sheet. National Intitute of Neurological Disorders and Stroke 2006. Available in www.ninds. nih.gov/ 5. Lynn J. Transverse Myelitis: Symptom, Cause and Diagnosis. The Transverse Myelitis Association. 2006. Available in www.myelitis.org/tm.htm. 6. Transverse Myelitis Consortium Working Group. Proposed diagnostic criteria and nosology of acute transverse myelitis. Neurology 2002; 59: 499–505.

7. Ropper AH, Brown RH, Adams and Victor’s. Principles of Neurology, 8th ed. New york: Mc Grw-Hill; 2005. 8. Sebire G, Hollenberg H, Meyer L, Huault G, Landrieu P, Tardieu M. High Doses Methylprednisolone in Severe Akut Transverse Myelopathy. Archieves of Disease in the childhood 1997; 76: 167– 168. 9. Defresne P, Meyer L, Tardieu M, Scalais E, Nuttin C, De Bont B et al. Efficacy of High Dos Steroid Therapy in Children with Severe Acute Transverse Myelitis. Journal of Neurology Neurosurgery Psychiatry 2001; 71: 272–27. 10.Morrison L. Spasticity in Transverse Myelitis. The Transverse Myelitis Association. 2006. available in www.myelitis.org 11. Levy C. Transverse Myelitis: Medical and Rehabilitation Treatment. The Transverse Myelitis Association. 2006. Available www.myelitis.org/treatment.htm. 12.Levy C. Transverse Myelitis: Medical Specialists. The Transverse Myelitis Association. 2006 Available www. myelitis.org/doctors.htm.

Related Documents

Referat Mielitis
March 2021 0
Referat
February 2021 2
Referat
February 2021 2
Referat Bppv
January 2021 1
Referat: Culturism
January 2021 1

More Documents from "Carmina Maxim"

Referat Mielitis
March 2021 0
04_hpp2.doc
February 2021 0
Ekstraksi Tembaga
January 2021 2
Tipuri De Preturi
January 2021 3