Referat Tumor Serebri

  • Uploaded by: talitha
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Tumor Serebri as PDF for free.

More details

  • Words: 6,440
  • Pages: 40
Loading documents preview...
REFERAT TUMOR SEREBRI

Disusun oleh: Talitha Azalia 030.14.188

Pembimbing: dr. Desi Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU SARAF RUMAH SAKIT UMUM KARDINAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI PERIODE 25 Maret –29 April 2019 TEGAL

i

KATA PENGANTAR Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga referat dengan judul “Tumor Serebri” dapat selesai pada waktunya. Referat ini dibuat oleh dokter muda Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti demi memenuhi tugas dalam menempuh kepaniteraan di bagian Ilmu Saraf Rumah Sakit Umum Kardinah . Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. dr. Desi Sp.S, dokter pembimbing yang telah memberikan saran dan koreksi dalam penyusunan referat ini. 2. Teman-teman dokter muda dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan referat ini. Penulis menyadari bahwa referat ini tidak luput dari kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Maka dari itu, penulis memohon maaf kepada para pembaca atas kekurangan yang ada. Atas semua keterbatasan yang dimiliki, maka semua kritik dan saran yang membangun akan diterima dengan lapang hati agar ke depannya menjadi lebih baik. Akhir kata, demikian yang penulis dapat sampaikan. Semoga referat ini bermanfaat dalam bidang kedokteran, kususnya bidang ilmu penyakit dalam.

Tegal,30 Maret 2019

Talitha Azalia

ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

PERSETUJUAN

Referat Judul: TUMOR SEREBRI

Nama: Talitha Azlia NIM: 030.14.188

Telah disetujui untuk dipresentasikan Pada Hari …………, Tanggal ……………… 2019

Pembimbing,

dr. Desi Sp.S

iii

DAFTAR ISI HALAMAN KATA PENGANTAR ......................................................................................... i LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ...................................................... ii DAFTAR ISI …................................................................................................... iii

BAB I

PENDAHULUAN ............................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 2 2.1 Anatomi Otak .............................................................................. 2 2.2 Definisi ......................................................................................... 4 2.3 Epidemiologi ................................................................................. 5 2.4 Etiologi ......................................................................................... 6 2.4.1 Radiasi Ionisasi ................................................................... 7 2.4.2 Telepon Genggam dan Bidang Radiofrekuensi Elektromagnet ..................................................................... 7 2.4.3 Paparan Pekerjaan ............................................................... 8 2.4.5 Alergi .................................................................................. 8 2.4.6 Sindrom Herediter dan Agregasi Familial ......................... 9 2.5 Klasifikasi .................................................................................... 9 2.5.1 Diffuse Astrocytic and Oligodendroglial Tumor .............. 11 2.5.2 Other Astrocytic Tumors .................................................. 15 2.5.3 Ependymal Tumor ............................................................ 17 2.5.4 Other Gliomas................................................................... 17 2.5.5 Choroid Plexus Tumor...................................................... 18 2.5.6 Meningiomas ................................................................... 18 2.5.7 Mesenchymal Non-Meningothelial Tumor ...................... 19

iv

2.5.8 Neuronal and Mixed Neuronal Glial Tumor .................... 19 2.5.9 Tumor of The Pineal Region ............................................ 19 2.5.10 Embryonal Tumor ........................................................... 19 2.5.11 Tumor pada cranium dan saraf paraspinalis ..................... 20 2.5.12 Lymphoma ........................................................................ 20 2.5.13 Tumor Germ Sel ............................................................... 21 2.5.14 Tumor Regio Sellar .......................................................... 21 2.5.15 Metastatic Tumor .............................................................. 22 2.6 Penegakan Diagnosis ................................................................. 23 2.6.1 Manifestasi Klinis ............................................................ 24 2.6.2 Pemeriksaan Penunjang ................................................... 25 2.7 Tatalaksana ................................................................................ 27 2.7.1 Pembedahan ..................................................................... 28 2.7.2 Radioterapi ....................................................................... 28 2.7.3 Kemoterapi ...................................................................... 29 2.8 Prognosis ................................................................................... 29

BAB III KESIMPULAN ................................................................................. 32

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 33

v

BAB I PENDAHULUAN Tumor serebri diartikan sebagai pertumbuhan jaringan serebri yang bersifat abnormal dan dapat mengganggu fungsi otak. Pada dasarnya, diagnosis tumor disertai dengan diagnosa topis dimana sel tumor tumbuh disertai dengan sifat sel tumor (malignan atau benigna). Seluruh jenis tumor serebri dapat berkembang hingga merusak area jaringan otak jika tidak ditatalaksana dengan benar, sehingga menyebabkan manifestasi yang fatal. Tumor serebri dapat terbentuk di berbagai area berbeda, berkembang dari tipe sel yang berbeda, dan ditatalaksana dengan cara yang berbeda-beda.1 Kanker otak meliputi sekitar 85-90% dari seluruh kanker susunan saraf pusat. Angka insidens untuk kanker otak ganas di seluruh dunia berdasarkan angka standar populasi dunia dalah 3.4 per 100.000 penduduk. Angka mortalitas adalah 4.25 per 100.000 penduduk per tahun.3 Meskipun angka kejadian tumor serebri primer relatif lebih rendah dibandingkan jenis kanker lainnya, tumor serebri primer memberikan dampak morbiditas dan mortalitas yang tinggi, sering kali menyebabkan gangguan motorik dan berbicara.2 Penanganan kasus ini bersifat multidisiplin, sementara belum terdapat keseragaman dalam pendekatan terapi. Selain itu, terdapat kesenjangan dalam fasilitas sumber daya manusia dan sumber daya alat atau sistem dari berbagai fasilitas atau institusi layanan kesehatan, baik untuk skrining, diagnostik, maupun terapi, sehingga diperlukan kebijakan standar yang profesional agar masingmasing fasilitas tersebut dapat berperan optimal dalam penanganan tumor serebri di Indonesia.1 Maka dari itu, pengetahuan lebih mendalam mengenai tumor serebri amat dibutuhkan oleh klinisi.

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1

Anatomi Otak25 Komponen esensial dari susunan saraf pusat terdiri dari otak dan medulla

spinalis. Otak merupakan jaringan spongiosa yang terdiri dari sel saraf dan jaringan ikat yang menghubungkan dengan medulla spinalis. Massa otak dewasa berkisar tiga pon. Di tengah otak terdapat empat ventrikel yang mengandung cairan serebrospinal yang bersirkulasi di susunan saraf pusat. Otak bertanggung jawab untuk mengontrol seluruh panca indra, pikiran, bicara, koordinasi motorik, dan sensasi. Medulla spinalis sendiri merupakan silinder panjang yang terdiri dari sejumlah sel saraf dari batang otak hingga akhir. Medulla spinalis bertanggung jawab terhadap motorik dan sensorik. Susunan saraf pusat dilindungi oleh tengkorak dan meningen.

Gambar 1. Anatomi Otak.25

2

Tengkorak terdiri dari tulang cranial dan tulang wajah yang bertujuan untuk melindungi otak dari trauma. Cranium, bagian utama tengkorak yang menutupi otak, terdiri dari empat tulang utama, yaitu os frontalis, os occipitalis, os sphenoidalis, dan os ethmoidalis. Terdapat empat tulang lain pada cranium, yaitu dua os temporal yang terletak dari samping hingga basis cranium dan dua os parietal di bagian atas tengkorak. Area dimana tulang-tulang ini bertemu disebut sebagai sutura. Selain itu, terdapat tiga membran yang disebut sebagai meningen yang menutupi otak dan medulla spinalis. Bagian terluar disebut sebagai duramater, lapisan tengah disebut sebagai arachnoid, dan bagian terdalam adalah piamater. Ketiganya dibatasi oleh ruangan. Ruangan di antara tengkorak dan duramater disebut sebagai epidural, antara duramater dan arachnoid disebut sebagai subdural, dan antara arachnoid dan piamater disebut sebagai subaracnoid. Bagian utama dari otak adalah serebrum yang terbagi menjadi hemisfer kanan dan hemisfer kiri. Hemisfer kanan umumnya mengontrol sisi kiri tubuh, sedangkan hemisfer kiri mengontrol sisi kanan tubuh. Setiap hemisfer dibagi menjadi empat lobus, yaitu lobus frontalis, parietalis, temporalis, dan occipitalis. Setiap lobus berfungsi mengatur berbagai komponen. Lapisan terluar otak disebut sebagai korteks yang terdiri dari gray matter, sedangkan lapisan dalam serebri terdiri dari akson atau white matter. White matter merupakan komponen sel saraf yang dapat menjalankan komunikasi antara otak dengan berbagai bagian tubuh.

3

Gambar 2. Anatomi Serebri.25 Lobus frontalis terletak di bagian depan hemisfer serebri. Lobus frontalis mengontrol berbagai aktivitas otak meliputi atensi, pemikiran abstrak, pemecahan masalah, reasoning, pengambilan keputusan, inisiatif, memori, berbicara, suasa perasaan, motorik tubuh, dan kontrol saluran pencernaan dan saluran kemih. Lobus parietal terletak di bagian atas kedua hemisfer serebri. Lobus parietal berfungsi memproses seluruh sinyal yang dikirimkan dari dan ke otak, membaca, menulis, berhitung, interpretasi sensasi fisik, dan orientasi. Lobus temporal membentuk bagian bwah hemisfer serebri yang mengatur aktivitas auditorik di serebri, serta mengontrol bahasa secara komprehensif. Lobus occipital terletak di bagian belakang kedua hemisfer serebri yang secara garis besar mengontrol sensoris persepsi atau penglihatan. 2.2

Definisi1 Tumor serebri diartikan sebagai pertumbuhan jaringan serebri yang

bersifat abnormal dan dapat mengganggu fungsi otak. Pada dasarnya, diagnosis tumor disertai dengan diagnosa topis dimana sel tumor tumbuh disertai dengan sifat sel tumor (malignan atau benigna). Seluruh jenis tumor serebri dapat

4

berkembang hingga merusak area jaringan otak jika tidak ditatalaksana dengan benar, sehingga menyebabkan manifestasi yang fatal. Tumor serebri dapat terbentuk di berbagai area berbeda, berkembang dari tipe sel yang berbeda, dan ditatalaksana dengan cara yang berbeda-beda. Tumor serebri benigna merupakan jenis tumor serebri yang paling jinak. Jenis tumor ini berasal dari sel di otak atau di sekitar otak, tidak mengandung sel kanker, tumbuh perlahan, dan umumnya memiliki batasan yang jelas dan tidak menyebar ke jaringan lain. Tumor serebri benigna dapat berkembang hingga berukuran besar sebelum menimbulkan adanya gejala apapun. Jika tumor ini dapat diangkat seluruhnya, kemungkinan terjadinya pertumbuhan tumor kembali sangat minimal. Tetapi, tumor serebri benigna dapat menyebabkan gejala neurologi

yang

signifikan

berdasarkan

dari

ukurannya

dan

lokasi

pertumbuhannya. Beberapa tumor serebri benigna dapat berkembang menjadi malignan. Tumor serebri malignan memiliki sel kanker dan umumnya tidak memiliki batas yang jelas. Hal ini menyebabkan tumor jenis ini dipertimbangkan bersifat mengancam nyawa akibat perkembangan yang cepat dan dapat menginvasi jaringan otak sekitar. Walaupun tumor serebri malignant sangat jarang dapat menyebar ke lokasi tubuh lain, tumor ini dapat menyebar melalui otak hingga ke medulla spinalis. Tumor serebri malignan dapat diatasi dengan pembedahan, kemoterapi dan radiasi, tetapi memiliki kemungkinan rekurensi yang tinggi. Di samping jenis tumor serebri, tumor yang sedari awal berkembang di sel serebri disebut sebagai tumor serebri primer. Tumor ini mampu menyebar ke bagian lain. Selain itu, terdapat adanya tumor serebri sekunder atau metastatis, yaitu tumor serebri yang berkembang sedari awal di bagian tubuh lain dan menyebar hingga ke jaringan serebri. Tumor jenis ini ditatalaksana berdasarkan topis awalnya, seperti paru-paru, payudara, colon, atau kulit. 2.3

Epidemiologi Kanker otak meliputi sekitar 85-90% dari seluruh kanker susunan saraf

pusat. Angka insidens untuk kanker otak ganas di seluruh dunia berdasarkan

5

angka standar populasi dunia dalah 3.4 per 100.000 penduduk. Angka mortalitas adalah 4.25 per 100.000 penduduk per tahun. Mortalitas lebih tinggi pada pria.3 Meskipun angka kejadian tumor serebri primer relatif lebih rendah dibandingkan jenis kanker lainnya, tumor serebri primer memberikan dampak morbiditas dan mortalitas yang tinggi, sering kali menyebabkan gangguan motorik dan berbicara.2 Dari seluruh tumor primer susunan saraf pusat, astrositoma anaplastik dan glioblastoma multiforme (GBM) meliputi sekitar 38% dari jumlah keseluruhan, sedangkan meningioma dan tumor mesenkim lainnya 27%. Sisanya terdiri dari tumor otak primer yang bervariasi, meliputi tumor hipofisis, schannoma, limfoma SSP,

oligodendroglioma,

ependimoma,

astrositoma

derajat

rendah,

dan

meduloblastoma.3,4 Di sisi lain, metastasis berjumlah empat kali lipat melebihi jumlah tumor serebri primer. Tumor primer dapat berasal dari kanker paru (50%), payudara (1525%), melanoma (5-20%), kolorektal dan ginjal. Sebanyak 15% pasien metastasis tidak diketahui lokasi tumor primernya.4 2.4

Etiologi Penyebab tumor susunan saraf pusat bersifat multifaktor dan berbeda

berdasarkan jenis dan lokasi berkembangnya tumor yang ada. Walaupun beberapa faktor risiko telah ditelusuri lebih lanjut untuk memberikan data mengenai hubungan antara faktor-faktor risiko dengan tumor susunan saraf pusat, penelitian epidemiologi terhambar oleh keberagaman dan kelangkaan tumor ini. Beberapa pekerjaan seperti petani, pemadam kebakaran, ilmu anatomi, ilmu patologi, tenaga medis dan paparan akibat kerja seperti penggunaan plastik, produk karet, formaldehid, vinyl chloride, arsenik, merkuri, dan produk petroleum memiliki korelasi dengan risiko tumor susunan saraf pusat. Sejumlah agen lingkungan diduga turut berperan dalam perkembangan tumor, tetapi peranan agen tersebut belum diketahui dengan pasti.5,6

6

2.4.1

Radiasi Ionisasi Radiasi ionisasi (sinar X dan sinar gamma) telah diklasifikasikan

oleh International Agency for Research on Cancer (IARC) sebagai agen dengan cukup bukti menyebabkan karsinogenisitas pada manusia, yaitu tumor susunan saraf pusat. Dosis terapeutik iradiasi ionisasi juga memiliki kaitan dengan peningkatan risiko kejadian tumor susunan saraf pusat.7,8 Beberapa studi menemukan bahwa anak-anak yang diobati dengan dosis rendah radiasi ionisasi untuk tinea capitis (infeksi jamur kulit kepala) atau hemangioma kulit memiliki risiko risiko 1.98 kali lebih tinggi dapat terjadi perkembangan tumor serebri malignan saat 40 tahun setelah pengobatan dengan radiasi.9 Pada sebuah systematic review terbaru mengenai delapan studi kohort (7 penelitian tentang penggunaan terapeutik dan 1 penelitian tentang korban bom atom), Braganza et al10 mengungkapkan bahwa paparan terhadap radiasi ionisasi pada riwayat dahulu memiliki korelasi dengan peningkatan risiko segala jenis tumor susunan saraf pusat. Dikarenakan peningkatan penggunaan diagnostik pencitraan di seluruh dunia, terutama computerized tomography scans untuk kepala, risiko potensi paparan kumulatif terhadap radiasi ionisasi perlu dievaluasi lebih lanjut.11 Anak-anak lebih sensitif terhadap kanker yang diinduksi oleh radiasi. Dutch Paediatric CT Study, sebuah studi kohort retrospektif nasional, bertuuan untuk menunjukkan risiko leukemia dan tumor serebri pada anak-anak setelah terkena paparan radiasi dari computerized tomography scans.12 2.4.2

Telepon Genggam dan Bidang Radiofrekuensi Elektromagnet Gelombang radiofrekuensi, yaitu bidang elektomagnet (termasuk

dari telepon tanpa kabel), telah diklasifikasikan sebagai agen dengan bukti terbatas menyebabkan karsinogenisitas pada manusia.13 Studi epidemiologi mengenai hubungan antara telepon genggam dan tumor serebri sulit dilakukan dikarenakan ketiadaan data tentang frekuensi dan pengunaan

7

telepon genggan jangka panjang, demikian juga tentang penurunan kadar radiasi non-ionisasi dari telepon genggam seiring waktu.8 Di samping bukti yang mengindikasikan bahwa peningkatan risiko beberapa jenis tumor serebri berhubungan dengan penggunaan telepon genggam, hubungan yang didapat bersifat tidak konsisten, dan bukti teru menunjukkan tidak dapat disimpulkan dengan pasti.14,15 Penggunaan telepon genggam diklasifikasikan oleh IARC pada tahun 2011 sebagai ‘possibly carcinogenic to humas’.16 Sebuah studi terbaru menunjukkan bahwa meskipun penggunaan telepon genggam emningkat dari 2% di tahun 2980 menjadi 79% di tahun 2002, kejadian glioma tetap konstan sejak tahun 2979 di seluruuh negara.17 2.4.3

Paparan Pekerjaan Bertani dan paparan pekerjaan terhadap pestisida merupakan faktor

risiko lainnya yang telah menjadi obyek studi dan menunjukkan hasil yang bersifat kontradiksi dan inkonklusif.18 Sebuah studi yang dilaksanakan di Rio de Janiero, Brazil, mengungkapkan adanya peningkatan risiko mortalitas akibat kanker susunan saraf pusat pada petani yang dapat dihubungkan dengan paparan terhadap pestisida.19 Dalam meta-analisis terbaru dari 21 studi (dilakukan terutama di Eropa dan Amerika Utara), Van Maele-Fabry et al20 mengungkapkan bahwa paparan pekertajaan parental terhadap pestisida berhubungan dengan peningkatan risiko tumor serebri sebesar 30-50% pada anak-anak dan remaja. 2.4.4

Alergi Kondisi alergi seperti asma, alergi makanan, dan eksema telah

diketahui berhubungan dengan risiko tumor serebri yang lebih rendah. Sebuah meta-analisis terbaru dari 20 studi (17 case-control dan 3 kohort) menyatakan bahwa kondisi alergi (atopik, asma, ekzema) menurunkan risiko terjangkitnya glioma sebesar 22%.21

8

2.4.5

Sindrom Herediter dan Agregasi Familial Kelainan genetik, terutama sindrom herediter yang berkaitan

dengan mutasi, merupakan faktor predisposisi terhadinya tumor susunan saraf pusat. Faktor predisposisi yang dimaksud adalah penyakit von Hipperl-Landau, sindrom Li-Fraumeni, tuberosclerosis, neufibromatosis tipe 1 dan 2, dan sindrom terkait dengan polip adenomatosa. Neurofibromatosis tipe 1 atau penyakit von Recklinghausen merupakan penyakit terkait glioma saraf optik dan hamartoma yang paling umum terjadi, sedangkan neurofibromatosis tipe 2, sebuah penyakit autosom, dicirikan

dengan

perkembangan

schwannoma,

meningioma,

dan

ependymoma.22,23 2.5

Klasifikasi2,26,29 Klasifikasi tumor susunan saraf pusat dari World Health Organization

tahun 2016 bersifat konseptual dan praktikal. Untuk pertama kalinya, klasifikasi WHO mengenai tumor susunan saraf pusat menggunakan parameter molekuler (histologi)

untuk

mendefinisikan

berbagai

jenis

tumor,

sehingga

cara

mendiagnosis tumor menjadi lebih terstruktur. Hingga ini, klasifikasi ini menjadi pedoman yang digunakan dalam praktik sehari-hari. Tabel 1. Klasifikasi Tumor Susunan Saraf Pusat.26

9

10

2.5.1 Diffuse Astrocytic and Oligodendroglial Tumor •

Astrocytoma Tumor astrocytoma merupakan tumor yang paling sering untuk intra axial brain tumor. Penyebab tersering untuk tumor ini adalah faktor genetik dan pasca terapi radiasi. Klasifikasi untuk astrocytoma, adalah : o Klasifikasi secara umum : -

Circumscribed vs Diffuse

-

Non-Infiltrative vs Infiltrative

-

Special vs Ordinary

o Klasifikasi secara detail : -

Infiltrating astrocytoma, terdiri dari : a) Diffuse astrocytoma, secara histologi dapat dibagi menjadi fibrillary (tipe yang paling sering), gem istocytic, dan protoplasmic (tipe yang paling jarang). b) Mixed oligoastrocytoma

11

c) Anaplastic astrocytoma d) Anaplastic oligoastrocytoma e) Glioblastome multiforme -

Non-Infiltrative astrocytoma, terdiri dari : a) Juvenile Pilocytic Astrocytoma b) Subependymal giant cell astrocytoma c) Desmoplastic infantile astrocytoma d) Pilomyxoid astrocytoma

-

Unique

astrocytoma,

terdiri

dari

:

a) Pielomorphic xanthoastrocytoma b) Gem istocytic astrocytoma Untuk menentukan derajat tumor astrocytoma dapat menggunakan beberapa derajat klasifikasi, yaitu : Tabel 2. Derajat Klasfisikasi Astrocytoma29 Modified

Kernohan

St.Anne Mayo

WHO 2007

Ringertz Grade 1 Astrocytoma

I&II

(Low Grade) Anaplastic

Astrocytoma 1 Grade 2 &2

III

Astrocytoma 3

Grade 3

IV

Astrocytoma 4

Grade 4

Astrocytoma Glioblastoma Multiforme *Keterangan : WHO 2007 -

Grade 1 (Pilocytic Astrocytoma) : Makroskopik: Umumnya berbentuk kista dengan

batas

deskrit.

Mikroskopik:

Sel

neoplasma bipolar dengan procesus berbentuk seperti rambut yang tersusun secara paralel. Serat rosental sering ditemukan.

12

-

Grade 2 (Diffuse Astrocytoma) : Makroskopik: Astrositoma serebri meluas secara difus melalui white matter, terkadang hingga gray matter. Mikroskopik: Sel neoplasma menunjuka atipia ringan. Astrositoma fibrilar dapat tampak seperti nukleus yang terlihat. Astrositoma menunjukkan beragam derajat diferensiasi astrositik. Tumor ini dapat menunjukkan rantai fibilar dengan sitoplasma eosinofilia atau badan sel plump di nukleus yang telah digantikan oleh sitoplasma eosinofilik homogen yang sering disebut sebagai fenotipe gemistositik.

-

Grade 3 (Anaplastic Astrocytoma) : Makroskopik: Transformasi anaplastik dapat berkaitan dengan perubahan makroskopik dari astrositoma. Meskipun menggunakan MRI, area yang terjangkit kerap kali menunjukkan adanya kontras. Mikroskopik: nuklear

Pleomorfisme

dapat

sitoplasma menjadikan

sitologis

ditemukan.

meningkat. astrositoma

dan

Rasio

nuklear-

Aktivitas

mitotik

anaplastik

dari

astrositoma difus. Meskipun demikian, nekrosis tidak ditemukan -

Grade 4 (Glioblastoma / GBM)

13

:

Makroskopik: GBM mengubah struktur

anatomi otak normal. Pembentukan kista Foci, nekrosis, dan perdarahan bergabung dengan jaringan

neoplasma

abu

mukoid.

GBM

umumnya tampak seperti massa sferis dengan nekrosis di tengahnya yang dapat terlihat dengan jelas pada MRI sebagai massa berbentuk cincin. Pertumbuhannya tidak terbatas pada satu hemisfer. Terkadang GBM dapat berkembang ke hemisfer kontralateral. Hal ini disebut sebagai glioma butterfly. Mikroskopik: Proliferasi mikrovaskular dan nekrosis merupakan pembeda utama GBM dari neoplasma astrositik dufis lainnya. Thrombus dapat ditemukan pada pembuluh darah ini dan merupakan

penyebab

dari

nekrosis.

Pleomorfisme seluler lebih berat dibandingkan pada astrositoma anaplastik. Kumparan sel seperti pagar mengitari area nekrosis sering ditemukan. Glioblastoma merupakan tumor yang sangat malignant

diantara

seluruh

jenir

tumor

astrocytoma.Terbentuknya glioblastoma terbagi menjadi mekanisme, yaitu : 1. Terjadinya

disregulasi

dari

pensignalan

factor pertumbuhan melalui mutasi dari pengaktifan reseptor tyrosine kinase (RTK Genes)

14

2. Terjadi aktivasi dari phosphatidylinositol-3OH kinase (P13K)/AKT/m TOR, yang berfungsi untuk regulasi pertahanan sel. 3. Terjadinya

inaktivasi

dari

p53

dan

retinoblastoma(Rb) yang merupakan tumor superrosor.



Oligodendroglioma Secara ditemukan

histologi,

sebanyak

gambaran 73%.

kalsifikasi

Analisis

dapat

histopatologi

menunjukkan gambaran halo perinuclear lusen yang sering disebut sebagai gambaran “fried egg” disertai dengan pola vaskular “chicken-wire”. Meskipun kedua gambaran ini sering ditemukan pada oligodendroglioma, gambaran tersebut

bukan

oligodendroglioma

patognomonik. memiliki

Sebagian

mikrotubuli

besar

dan

tidak

menunjukkan adanya reaksi terhadap Glial Fibrilary Acidic Protein. Tindakan pembedahan biasanya dilakukan pada kasus ringan. Terapi radiasi untuk kasus ini tidak begitu memberikan hasil yang jelas. Kehadiran kalsifikasi pada pemeriksaan pencitraan merupakan faktor prognosis yang harus tetap dievaluasi secara berkala. Selain itu, telah diketahui bahwa hilangnya gen kromosom 1p dan 19q berhubungan dengan rerata keselamat yang lebih lama. 2.5.2 Other Astrocytic Tumors Pada klasifikasi ini masih merupakan bagian dari astrocytoma namun dengan prognosis yang lebih baik. Prognosis yang lebih baik ini dapat terjadi karena pada klasifikasi ini merupakan derajat astrocytoma grade 1 jika disesuaikan dengan derajat klasifikasi astrocytoma menurut world health

15

organization (WHO) tahun 2007 untuk derajat tumor cerebri. Other astrocytic tumors dibagi menjadi beberapa sub-klasifikasi menurut WHO 2016,diantaranya adalah : •

Pilocytic astrocytomas (PCA) Pilocytic astrocytoma merupakan klasifikasi terbaru yang menggantikan

klasifikasi

sebelumnya

seperti,

cystic

cerebellar astrocytomas, juvenile pilocytic astrocytomas, optic gliomas, dan hypothalamic gliomas. Usia tersering untuk klasifikasi ini terdapat pada usia 10-20 tahun, dimana 75% terjadi pada uisa < 20 tahun. Ciri gambaran radiografi pada PCA adalah terdapat gambaran diskret, lesi yang terisi kontras, dan kista dengan nodule mural. Ciri gambaran patologik pada PCA adalah tekstur astrosit yang kompak dengan rosenthial fibers disertai atau tidak disertai badan granular eosinophil. Pada PCA klasifikasi dapat ditentukan sesuai lokasi tumor itu sendiri, dimana lokasi yang biasanya terjadi terdapat di:



-

Saraf optic (optic gliomas)

-

Kiasma optikum (hypothalamic gliomas)

-

Cerebral Hemispheres

-

Brainstem Gliomas

-

Cerebellum Gliomas

-

Spinal Cord

Pilomyxoid Astrocytoma (PMA) Pilomyxoid astrocytoma masih memiliki berhubungan dengan PCA perbedaannya adalah jenis PMA memiliki onset lebih sering pada usia 10 bulan, memiliki potensi lebih besar untuk menyebar ke cairan serebrospinal dan pada gambaran patologis tidak terdapat rosenthial fibers.

16



Pleomorphic Xanthoastrocytoma (PXA) Pleomorphic Xanthoastrocytoma berasal dari subpial astrocytes yang berlokasi superficial dimana >90% berada si supratentorial dan predileksi tersering pada lobus temporal (50%) dan sisanya pada lobus lainnya. Onset tersering pada usia <18 tahun. Ciri gambaran klinisnya sering terjadi kejang atau terdapat deficit lesi fokal atau peningkatan

tekanan

intracranial.

Ciri

gambaran

patologiknya berupa pleomorphic cells (xanthomatous/lipid laden) dan giant multinucleated astrosit.

2.5.3 Ependymal Tumor Ependymal tumor merupakan tipe tumor glia yang paling jaring ditemukan. Tumor ini diduga berasal dari sel ependymal yang membatasi ventrikel serebri hingga sepanjang kanal sentral medulla spinalis. Tumor ini paling sering terjadi di dasar ventrikel ke 4 dan memberikan gambaran klinis hidrosefalus atau penigkatan tekanan intra kranial atau parase nervus kranial VI & VII. Untuk evaluasi keadaan pasien menggunakan MRI Cervical, thorak, lumbal, dan otak. Seperti tumor serebri lainnya, diagnosis ependymoma membutuhkan konfirmasi histologi. Umumnya ependymoma dicirikan dengan adanya nukleus kecil berwarna kehitaman disertai dengan pseudoroset perivaskular dan roset sejati. Pseudoroset perivaskular adalah sel neoplasma yang melingkari pembuluh darah, sedangkan roset sejati merupakan area tubuli ependymal melingkari pembuluh darah sentral. 2.5.4 Other Gliomas Chordoid gliomas of the third ventrickle merupakan salah satu contoh dari tumor lain glioma. Glioma chordoid memiliki entitas histopatologis unik yang baru-baru ini dijelaskan yang telah ditambahkan ke skema klasifikasi glioma

17

WHO dan harus dimasukkan dalam diagnosis diferensial massa suprasellar. Fitur pencitraan khas adalah lokasi, bentuk ovoid, hiperlensitas pada CT scan, dan peningkatan kontras intens yang seragam. Massa ovoid, dibatasi dengan baik, terletak di wilayah hipotalamus / ventrikel ketiga anterior, dan meningkat secara seragam dan intens. Tumor yang hyperdense di gray matter pada CT scan dan isointense pada gambar MR T1-weighted dan sedikit hyperintense pada gambar MR Long-TR. 2.5.5 Choroid Plexus Tumor Choroid Plexus Tumor merupakan tumor yang pada orang dewasa berlokasi infratentorial dan pada anak terdapat di supratentorial pada ventrikel lateral dengan predileksi pada sisi kiri.Tumor jenis ini dibagi menjadi 3 derajat menurut WHO. Derajat 1 disebut juga choroid plexus papilloma (CPP), derajat 2 disebut juga atypical choroid plexus papilloma, dan derajat 3 disebut juga choroid plexus carcinoma (CPC). Presentasi klinis pada pasien dengan kategori tumor ini dapat berupa hydrocephalus, peningkatan tekanan intracranial, kejang, dan deficit neurologis fokal. Ciri gambaran tumor ini dapat dilihat dengan pemeriksaan MRI / CT-Scan dimana terdapat peningkatan massa multilobul intraventikel dengan proyeksi seperti “fronds”. 2.5.6 Meningiomas Meningioma merupakan extra axial tumor berasal dari selaput jaringan pembungkus otak dan medulla spinalis, yaitu meningen tepatnya pada lapisan arachnoid. Meningioma merupakan tumor intracranial benigna yang paling umum. Sebagian besar meningioma terletak intrakranial, tetapi meningioma spinal juga dapat terjadi sekitar 7.5-12.7% dibanding meningioma lainnya. Menurut lokasinya, meningioma dapat dibagi menjadi parasagital meningioma, falx meningioma, olfactory groove meningioma, planum splenoidale meningioma, tubercullum sellae meningioma, foramen magnum meningioma, lateral ventrikel meningioma,

tentorial

meningioma,

middle

fossa

meningioma,

orbital

meningioma, spinal meningioma, intrasylvian meningioma, extracalvarial

18

meningioma, dan multiple meningioma. Dikarenakan lokasi dari tumor meningioma yang dapat terjadi pada banyak tempat, maka presentasi klinis pasien dengan tumor meningioma juga bergantung pada lokasi tumor tersebut atau bahkan asimtomatik. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk keadaan ini dapat berupa MRI, dimana akan didapatkan gambaran khas berupa “Dural Tail”. 2.5.7 Mesenchymal Non-Meningothelial Tumor Hemangiopericytoma merupakan salah satu contoh dari mesenchymal non-meningoethelial tumor. Hemangiopericytoma merupakan sarcoma yang berasal dari pericytes. Tumor jenis ini dapat bermestastesi ke tulang, paru, atau liver. Tumor jenis ini dapat terjadi di intracranial atau di spinal. 2.5.8 Neuronal and Mixed Neuronal Glial Tumor Neuronal and Mixed Neuronal Glial tumor jarang terjadi dan hampir semua tumor ini merupakan jenis tumor jinak. 2.5.9 Tumor of The Pineal Region Regio pineal merupakan area di otak yang terhubung bagian dorsal dengan splenium dari corpus collasum dan tela choroidea, bagian ventral dengan quadrigeminal plate dan midbrain, bagian posterior dari ventrikel 3, dan kaudal dari cerebellar vermis. Tumor jenis ini memiliki beberapa grading klasifikasi menurut WHO, yaitu : pineocytoma (WHO grade I), pineal parenchyma tumor of intermediate differentiation (WHO II/III), penioblastoma (WHO IV), papillary tumor of the pineal region (WHO II/III). Grading klasifikasi tumor jenis ini menurut WHO berdasarkan aktifitas mitosis, ada atau tidaknya nekrosis, dan derajat eksperi yang dihasilkan oleh neurofilament protein. 2.5.10 Embryonal Tumor Pada awalnya embryonal tumor disebut neurorectodermal tumor (PNET) yang mencakup variasi dari tumor yang memiliki kesamaan fitur patologis yaitu

19

mempunyai origin sel yang sama disebut progenitor sel pada matrix subependymal. Embryonal tumor termasuk kategori dari jenis tumor : medulloblastoma, retinoblastoma, pineoblastoma, dan neuroblastoma. Embryonal tumor paling sering berasal dari cerebellar vermis, namun dapat juga berasal dari cerebrum, pineal, batang otak, atau spinal cord. Pada pemeriksaan fisik, dapat dijumpai papiledema, nistagmus, dan diplopia akibat paresis nervus IV dan VI. Selain itu, dapat terjadi ataksia, disdiadukokinesia, hipotonia, dismetria. Pada bayi, keluhan klinis dapat berupa letargi, irritable, dan dapat terjadi makrosefali yang progresif dengan fontanella anterior yang membonjol. 2.5.11 Tumor pada cranium dan saraf paraspinalis. Vestibular schwannoma merupakan salah satu contoh dari kategori tumor ini khususnya tumor cranium. Secara histologi, tumor ini merupakan tumor jinak dari saraf cranial VIII yang berlokasi di cerebellopontine angle (CPA). Tumor jenis ini memiliki 3 ciri khas utama, yaitu penurunan pendengaran, tinnitus, dan kehilangan keseimbangan. Pada gambaran histologi, tumor terdiri dari serat Antoni A (sel bipolar yang sempit dan memanjang) dan serat Antoni B (loose reticulated). Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa MRI dan audiometri. Tumor pada saraf paraspinal atau disebut juga Perineurioma merupakan tumor yang terdapat pada pembungkus saraf dan dibagi menjadi 2 varian, yaitu intraneural perineurioma, biasanya berupa lesi soliter, pseudo-onion bulb formasi dengan pembesaran silindris dari saraf sampai dengan 2-10cm dan mempengaruhi saraf perifer. Varian kedua adalah soft tissue perineurioma, salah satu jenis yang jarang terjadi dan lebih sering mengenai wanita disbanding pria dengan perbandingan 4 : 1. 2.5.12 Lymphoma Lymphoma dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu primer central nerves system lymphoma (PCNSL) dan sekunder central nerves system lymphoma. Kategori primer merupakan lymphoma yang berasal dari system saraf pusat dan 20

dapat bermestastase keluar dari system saraf pusat. Kategori sekunder merupakan lymphoma yang berasal dari sistemik dan bukan dari system saraf pusat. Kategori sekunder ini merupakan penyebab ke 5 kematian akibat keganasan di Amerika. Kategori sekunder ini dapat bermestastase dari sistemik menuju parenkim cerebral. Faktor resiko yang dapat meningkatkan kejadian PCNSL seperti penyakit kolagen vascular (SLE, Sjorgen Sindrome, Rheumatoid Arthritis), imunosupresi, dan penyakit Epstein-barr virus. Gejala klinis pada tumor kategori ini sebanyak 50% gejala non-focal non-specific symptom seperti perubahan status mental, gejala tanda peningkatan tekanan intracranial, dan kejang generalisata. Gejala klinis juga dapat disertai gejala focal symptom seperti deficit motoric atau sensorik, kejang parsial, dan palsi saraf kranial. Permeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa CT Scan, MRI, CSF, dan Angiografi. 2.5.13 Tumor Germ Sel Tumor ini mempunyai gambaran histopatologis yang mirip dengan tumor germ cell yang berada pada traktus urinarius. Bentuk yang paling umum dari tumor germ cell intracranial adalah pineal germinoma. Selain pineal germinoma, embryonal carcinoma, yolk sac tumor, choriocaarcinoma, teratoma dan mixed germ cell tumor termasuk dalam kategori ini 2.5.14 Tumor Regio Sellar Craniopharyngoma, granular cell tumor, pituicytoma, dan spindle cell oncocytoma of the adenohypophysis termasuk dalam kategori tumor di area sellar. Craniopharyngoma termasuk jenis tumor yang tumbuh lambat dan merupakan tumor epithelial jinak region sellar. Secara embriologi, tumor ini berasal dari sisa sel epitel squamosa duktus kraniofaringeal. Pada minggu keempat gestasi, divertikulum stomadeum yang berasal dari atap kavum oral akan membentuk kantung rathke (Rathke Pouche) yang akan bermigrasi ke arah cranial membentuk vesikel Rathke dan bersatu dengan infundibulum. Vesikel Rathke ini akan membentuk adenohipofisis yang terdiri dari pars distalasis, tuberalis, dan 21

intermedia pada jalur sepanjang lintasan migrasinya akan terbentuk duktus kraniofaringeal. Tumor ini cukup banyak ditemukan. Bahkan ada yang menyatakan sebagai jenis tumor ketiga terbanyak setelah glioma dan mengioma. Granular cell tumor atau disebut sebagai atypical granular cel tumor merupakan tumor jinak dengan indeks mitosis lebih dari 5 atau 10 per lapang pandang. Pituicytoma merupakan tumor yang berasal dari neurohypophysis. Gambaran histopatologis menunjukkan longgarnya susunan sel spindle. Tumor ini memberikan gambaran mirip dengan low grade gliomas dan perlu dibedakan terutama pilocytic astrocytoma. Spindle cell oncocytoma of the adenohypophysis tumbuh dari sel folikulo-stelar di pituitary anterior. Gambaran histologis menunjukkan tumor ini terdiri dari sel spindle dan epitel. 2.5.15 Metastatic Tumor Tumor otak mestastasis adalah tumor otak yang paling sering ditemukan. Tumor jenis ini didahului oleh tumor pada bagian tubuh lain. Penyebaran tumor otak ini dapat secara hematogen atau melalui cairan serebrospinal. Tumor metastase ini 75% pada parenkim serebri atau dapat mengenai leptomeningens pada carcinomatous meningitis. Insiden tertinggi parenkimal mestastse terdapat pada posterior fisura Sylvian dekan dengan lobus temporo junction, parietal, dan oksipital. Sumber mestastase dari tumor otak tersering adalah Tumor Paru (44%), disusul dengan tumor payudara (10%), tumor renal (7%), tumor gastrointestinal (6%), dan melanoma (3%).

22

Tabel 3. Derajat Tumor Susunan Saraf Pusat.26

2.6

Penegakan Diagnosis Dalam menegakan diagnosis, diperlukan pemeriksaan yang bersifat

komprehensif dan terintegrasi dengan mengumpulkan data dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang berdasarkan uji pencitraan, dan dapat dikonfirmasi lebih lanjut dengan pemeriksaan mikroskopis.

23

Gambar 3. Algoritma Penegakan Diagnosis.27 2.6.1

Manifestasi Klinis25 Tumor serebri umumnya menyebabkan sumbatan pada aliran

cairan serebrospinal di antara ventrikel, sehingga terjadi penumpukan cairan serebrospinal dan pembengkakan, disebut sebagai edema serebri. Edema dapat menyebabkan gejala berupa nyeri kepala, kerjang atau defisit fokal. Defisit fokal yang dimaksud meliputi kelainan sensoris atau morotik, permasalahan dalam mengolah informasi, perubahan kepribadian, dan gangguan berbicara. Di sisi lain, tumor pada medulla spinalis dapat menghambat komunikasi antara otak dengan saraf sekitar, sehingga terjadi

24

gangguan motorik atau sensasi fisik. Gangguan yang terjadi juga tergantung berdasarkan lokasi perkembangan tumor. Pemeriksaan neurologi dan status mental perlu dilakukan untuk memastikan kondisi pasien, seperti pemeriksaan saraf kranial, refleks fisiologis dan patologis, koordinasi dan keseimbangan, memori jangka pendek dan panjang, pemeriksaan motorik, bahasa, berhitung, dan sebagainya. Jika ditemukan kelainan pada pemeriksaan tersebut, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan penunjang. Tabel 4. Manifestasi Klinis Berdasarkan Letak Tumor.27

2.6.2

Pemeriksaan Penunjang Menegakan diagnosis penderita suspek tumor tergantung dari

konfirmasi pemeriksaan pencitraan dan histopatologi. Gadoliniumenhanced magnetic resonance imaging (MRI) merupakan alat utama yang digunakan untuk dilakukan pemeriksaan dikarenakan resolusi gambar yang baik dengan agen kontras. Jika MRI tidak dapat digunakan (seperti pada pasien dengan implan metal, alat tanam, atau claustrophobia), kepala dan medulla spinalis dan diperiksa dengan computed tomography (CT), meskipun resolusi yang diberikan tidak sebaik MRI.27

25

Gambar 4. MRI Glioblastoma.28 (a,b) Multifocal IDH-wild-type GBM dengan keterlibatan corpus callosum (c,d) IDH-mutant GBM lobus frontalis kanan.

Gambar 5. MRI Oligodendroglioma.28 (a,b) Tumor dengan heterogenesitas interna dan batas yang tidak tegas.

26

(c,d) Tumor dengan batas yang tegas dan homogenisitas interna.

Gambar 6. CT Oligodendroglioma Pada Dua Pasien Dewasa Biasa.28 (a) Kalsifikasi berbentuk pita melibatkan lobus fronto-temporal kanan, dan (b) kiri.

Gambar 7. MRI Glioma Difus.28 (a) Tumor setinggi pons mengelilingi vertebrobasilar yang melibatkan struktur midline, juga pons dan serebelum (panah); (b) midbrain , lobus temporal medial bilateral, lobus frontal posteroinferior, dan hipotalamus bilateral; dan (c) talamus (panah). 2.7

Tatalaksana27 Pemilihan penatalaksanaan yang akan diberikan merupakan keputusan

multidisiplin dari bidang onkologi medis, onkologi radiasi, dan bedah saraf. Keputusan pilihan tatalaksana berdasarkan jenis dan lokasi tumor, potensi

27

keganasan, usia pasien, dan kondisi fisik pasien. Penatalaksanaan mungkin membutuhkan pembedahan, radioterapi, kemoterapi, atau kombinasi dari beberapa pilihan tatalaksana. 2.7.1

Pembedahan Tindakan pembedahan merupakan pilihan tatalaksana utama pada

tumor serebri primer, dan dapat diikuti dengan radioterapi atau kemoterapi. Keuntungan yang didapatkan dari melakukan tindakan ini adalah menurunkan efek tekanan oleh massa, menurunkan beban akibat tumor,

memperbaiki

kondisi,

dan

memperpanjang

rerata

waktu

keselamatan. Pengobatan yang dapat diberikan setelah dilakukan kraniotomi bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi perioperatif (21 hari pertama post-operasi). Komplikasi yang paling umum ditemukan adalah deep vein thrombosis, emboli pulmonal, perdarahan intrakranial, infeksi pada luka, infeksi sistemik, kejang, depresi, perburukan status neurologi, dan efek samping pengobatan. Untuk mengatasinya, pemeriksaan MRI berulang dengan atau tanpa media kontras dapat dilakukan selama tiga hari setelah operasi untuk menentukan kondisi umum pasien. Glukokortikoid dapat membantu menurunkan edema vasogenik akibat tumor dan mencegah edema post-operasi dan edema terkait radiasi. Dikarenakan penggunaan glukokortikoid jangka panjang perlu dipantau, pasien harus dimonitor untuk mengevaluasi adanya efek samping yang terjadi seperti hiperglikemia, peningkatan berat badan, imunosupresi, gastritis, perforasi saluran pencernaan, insomnia, dan gangguan psikologis. 2.7.2

Radioterapi Radioterapi dapat digunakan sebagai tatalaksana primer atau

adjuvant mengikuti pembedahan. Radioterapi standard fractionated external beam merupakan pendekatan yang paling umum dilakukan walaupun pilihan lain seperti brachytherapy, fractionated stereotactic

28

radiotherapy, dan stereotactic radiosurgery juga tersedia. Radioterapi hipofraksionasi dapat dipertimbangkan untuk pasien usia lanjut atau penderita imunodefisiensi. Radioterapi dipercaya dapat memperbaiki angka keselamatan pasien dengan glioma risiko tinggi dari segala kelompok usia. 2.7.3

Kemoterapi Kemoterapi dapat diberikan sebagai kombinasi dengan radiasi

(radioterapi) dan telah menunjukkan perbaikan yang cukup baik. Sebagai contoh, temozolamide atau carmustine wafers pada pasien berusia muda diberikan selama pembedahan. Hal ini berujung pada perbaikan kondisi yang sangat baik pada kasus glioma derajat tinggi. 2.8

Prognosis24 Untuk memilih tatalaksana terbaik yang dapat diberikan pada berbagai

kasus, jenis dan derajat tumor perlu ditentukan terlebih dahulu. Terdapat beberapa faktor prognostik untuk kasus tumor serebri, yaitu: • Histologi tumor Pemeriksaan yang dilakukan meliputi jenis tumor, derajat keparahan, dan fitur molekular lainnya yang dapat memprediksi seberapa cepat tumor terkait akan berkembang. Semakin rendah derajat keparahan tumor, maka semakin baik prognosis yang didapat. Grade I: Tumor berkembang perlahan dan memiliki tendensi untuk tidak menyebar. Dapat ditatalaksana dengan pembedahan. Grade II: Tumor kurang memiliki tendensi untuk berkembang dan menyebar, tetapi lebih memungkinkan untuk terjadi rekurensi setelah penatalaksanaan. Grade III: Tumor mengalami pembelahan sel yang cepat tanpa adanya jaringan yang mati.

29

Grade IV: Tumor mengalami pembelahan sel yang sangat aktif, disertai dengan adanya neovaskularisasi dan area jaringan otak yang telah mati. • Usia Status fungsional ditentukan berdasarkan usia dan kemampuan diri melakukan aktivitas sehari-hari. Pemeriksaan ini berupaya untuk mempredisiksi prognosis pasien. Pada umumnya, pasien yang berusia lebih muda memiliki prognosis yang lebih baik. • Gejala Sejumlah manifestasi klinis yang timbul beserta durasinya juga membantu dalam menetapkan prognosis seorang pasien. Misalkan, kejang dan adanya gejala lain yang telah timbul dalam jangka waktu lama berhubungan dengan prognosis yang lebih baik. • Lokasi tumor Sebuah tumor dapat tumbuh di berbagai lokasi. Beberapa lokasi dapat menyebabkan kerusakan yang lebih parah dibandingkan di tempat lain. Di sisi lain, beberapa lokasi tumor menghambat penatalaksanaan pembedahan yang akan dilakukan akibat keterbatasan tempat. • Status fungsi neurologi Pemeriksaan status fungsi neuologi seperti Karnofsky Performance Scale dibutuhkan untuk mengetahui adanya gangguan neurologis yang dapat membatasi aktivitas atau kegiatan sehari-hari. Skor yang lebih tinggi menandakan status fungsi neurologi yang lebih baik. Pada umumnya, seseorang yang mampu berjalan dan mengurus diri sendiri memiliki prognosis yang lebih baik.

30

• Metastasis Tumor yang berkembang sedari awal di jaringan otak atau medulla spinalis jarang menyebar ke bagian tubuh lain, tetapi mungkin dapat terus berkembang di bagian-bagian susunan saraf pusat. Sebuah tumor yang menyebar ke bagian susunan saraf pusat lainnya memiliki prognosis yang lebih buruk. • Rekurensi tumor Kejadian ini disebut sebagai kembalinya tumor yang telah diberikan penatalaksanaan. Jika tumor betul kembali, maka berbagai uji perlu dilakukan untuk mengetahui tingkat rekurensi. Uji diagnostik yang dapat dilakukan sesuai dengan pemeriksaan penunjang pada umumnya.

31

BAB III KESIMPULAN Tumor serebri diartikan sebagai pertumbuhan jaringan serebri yang bersifat abnormal dan dapat mengganggu fungsi otak. Pada dasarnya, diagnosis tumor disertai dengan diagnosa topis dimana sel tumor tumbuh disertai dengan sifat sel tumor (malignan atau benigna). Seluruh jenis tumor serebri dapat berkembang hingga merusak area jaringan otak jika tidak ditatalaksana dengan benar, sehingga menyebabkan manifestasi yang fatal. Tumor serebri dapat terbentuk di berbagai area berbeda, berkembang dari tipe sel yang berbeda, dan ditatalaksana dengan cara yang berbeda-beda. Dalam menegakan diagnosis, diperlukan pemeriksaan yang bersifat komprehensif dan terintegrasi dengan mengumpulkan data dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang berdasarkan uji pencitraan, dan dapat dikonfirmasi lebih lanjut dengan pemeriksaan mikroskopis. Tumor serebri umumnya menyebabkan sumbatan pada aliran cairan serebrospinal di antara ventrikel, sehingga terjadi penumpukan cairan serebrospinal dan pembengkakan, disebut sebagai edema serebri. Edema dapat menyebabkan gejala berupa nyeri kepala, kerjang atau defisit fokal. Defisit fokal yang dimaksud meliputi kelainan sensoris atau morotik, permasalahan dalam mengolah informasi, perubahan kepribadian, dan gangguan berbicara. Pemeriksaan neurologi dan status mental perlu dilakukan untuk memastikan kondisi pasien, seperti pemeriksaan saraf kranial, refleks fisiologis dan patologis, koordinasi dan keseimbangan, memori jangka pendek dan panjang, pemeriksaan motorik, bahasa, berhitung, dan sebagainya. Pemilihan penatalaksanaan yang akan diberikan merupakan keputusan multidisiplin dari bidang onkologi medis, onkologi radiasi, dan bedah saraf. Keputusan pilihan tatalaksana berdasarkan jenis dan lokasi tumor, potensi keganasan, usia pasien, dan kondisi fisik pasien. Penatalaksanaan mungkin membutuhkan pembedahan, radioterapi, kemoterapi, atau kombinasi dari beberapa pilihan tatalaksana.

32

DAFTAR PUSTAKA 1.

National Brain Tumor Society. Frankly Speaking About Cacner: Brain Tumors. 2017. p.7.

2.

Strong MJ, et al. Brain Tumors: Epidemiology and Current Trends in Treatment. J Brain Tumors Neurooncol. 2015; 1(1):1-21.

3.

Ostrom QT, et al. CBTRUS Statistical Report: Primary Brain and Central Nervous System Tumors Diagnosed in the United States in 2007-2011. Neuro Oncol. 2014;16.

4.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tumor Otak. 2017. p.1-48.

5.

Bondy ML, et al. Brain Tumor Epidemiology Consortium. Cancer. 2008; 113(7):1953-68.

6.

Ohgaki H. Epidemiology of brain tumors. Methods Mol Biol. 2009; 472:32342.

7.

Dorsey JF, et al. Cancer of th ecentral nervous system. In: Niederhuber JE, Armitage JO, Doroshow JH, Kastan MB, Tepper JE, editors. Abeloff’s clinical oncology, 5th ed. Philadelphia: Saunders. 2014. p.938-1001.

8.

Kleihues P, Barnholtz-Sloan JS, Ohgaki H. Tumours of the nervous system. In: Stewart BW, Wild CP, editors. World cancer report 23014. Lyon: International Agency for Research on Cancer. 2014. p.511-21.

9.

Pineros M, Sierra MS, Izarzugaza MI, Forman D. Etiology of brain and central nervous system cancer (C70-72) in Central and South America. Lyon: International Agency for Research on Cancer. 2016. p.1-6.

10. Braganza MZ, et al. Ionizing radiation and the risk of brain and central nervous system tumors: a systematic review. Neuro Oncol. 2012; 14(11):1316-24. 11. Ostrom QT, et al. The epidemiology of glioma in adults: a ‘state of science’ review. Neuro Oncol. 2014; 16()7): 896-913.

33

12. Meulepas JM, et al. Leukemia and brain tumors among children after radiation exposure from CT scans: design and methodological opportunities of the Dutch Paediatric CT Study. Eur J Epidemiol. 2014;29(4):293-301. 13. IARC. Non-ionizing radiation, Part 2: radiofrequency Electromagnetic Fields. IARC Monogr Eval Carcinog Risks Hum. 2013; 102:1-460. 14. Ahlbom A, et al. Epidemiologic evidence on mobile phones and tumor risk: a review. Epidemiology. 2009; 20(5):639-52. 15. Hardell L, Calberg M, Soderqvist F, Mild KH. Case-control study of the association between malignant brain tumors diagnosed between 2007 and 2009 and mobile and cordless phone use. Int J Oncol. 2013; 43(6):1833-45. 16. Baan R, et al. Carcinogenicity of radiofrequency electromagnetic fields. Lancet Oncol. 2011; 12(7): 624-6. 17. Deltour I, et al. Mobile phone use and incidence of glioma in th eNordic countries 1979-2008: consistency check. Epidemiology. 2012; 23(2):301-7. 18. Yin AA, Cheng JX, Zhang X, Liu BL. The treatment of glioblastomas: a systematic update on clinical Phase III trials. Crit Rev Oncol Hematol. 2013;87(3):256-82. 19. Miranda-Filo Al, Monteiro GT, Meyer A. Brain cancer mortality among farm workers of the State of Rio de Janiero, Brazil: a population-based casecontrol study, 1996-2005. Int J Hyg Environ Int. 2012;215(5):496-501. 20. Van Maele-Fabry G, Hoet P, Lison D. Parental occupational exposure to pesticides as risk factor for brain tumors in children and young adults: a systemic review and meta-analysis. Environ Int. 2013;56:19-31. 21. Zhao H, et al. Allergic conditions reduce the risk of glioma: a meta-analysis based on 128,936 subjects. Tumour Biol. 2014;35(4):3875-80. 22. Ferrer M, et al. Neurofibromatosis type 2: molecular and clinical analyses in Argentine sporadic and familial cases. Neurosci Lett. 2010;480(1):49-54. 23. Sadetzki S, et al. Gliogene Consortium. Descripstion of selected characteristics of familial glioma patients – result from the Gliogene Consortium. Eur J Cancer. 2013;49(6):1335-45.

34

24. Cancer.Net. BrainTumor: Grades and Prognostic Factors. Accessed on December

15th,

2018.

Available

at:

https://www.cancer.net/cancer-

types/brain-tumor/grades-and-prognostic-factors. 25. National Brain Tumor Foundation. The Essential Guide to Brain Tumor. 2016. p.9-11. 26. Louis DN, et al. The 2016 World Health Organization Classificiation of Tumors of the Central Nervous System: a summary. Acta Neuropathol 2016;3-18. 27. Perkins A, Liu G. Primary Brain Tumors in Adult: Diagnosis and Treatment. American Family Physician 2016;3(93):2-9. 28. Johnson DR, et al. 2016 Updates to the WHO Brain Tumor Classification System:

What

the

Radiologist

Needs

to

Know.

RadioGraphics

2017;37(7):2164-80. 29. Greenberg

M.

Handbook

of

Neurosurgery.

8thED:Thieme

Medical

Publisher:New York;2016.

35

Related Documents

Referat Tumor Serebri
February 2021 1
Tumor Serebri
February 2021 4
Tumor Serebri
February 2021 4
Laporan Kasus-tumor Serebri
February 2021 1
Tumor Otak: Referat
February 2021 1
Referat Tumor Otak
February 2021 1

More Documents from "GabriellaCarolineAbdinegaraPutri"

Referat Tumor Serebri
February 2021 1
Skenario 1 Edited
February 2021 0
Skenario 2
February 2021 0