Teologi

  • Uploaded by: james
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Teologi as PDF for free.

More details

  • Words: 12,073
  • Pages: 25
Loading documents preview...
Bab I: Definisi dan Metode Sejak tahun 1933, teologi alkitabiah telah mendapat tempat yang sangat penting di dalam pelajaran teologi, yang sering kita kenal sebagai Gerakan Teologi Alkitabiah. Dalam perkembangannya sering terjadi benturan antara pandangan modern dengan pandangan konservatif. Von Rad mengatakan bahwa “obyek” dari teologi Perjanjian Lama adalah apa yang diakui Israel mengenai Yahweh. Pengakuan itu adalah tindakan yang dengannya bangsa tersebut menyatakan kesadaran mereka tentang hubungan mereka dengan Allah. Saat ini sangat diperlukan solusi atas masalah-masalah yang belum terpecahkan tentang definisi, metode, dan obyek teologi Perjanjian Lama. Pemecahan masalah-masalah ini akan membebaskan disiplin ilmu tersebut dari perbudakan secara berkala pada keisengan filsfat yang merajalela, dan mencegahnya agar tidak segera dikuasai oleh historisisme yang kembali tumbuh Sifat Teologi Perjanjian Lama Hubungan hakiki yang sangat penting antara Perjanjian Lama dan Baru boleh dikatakan telah berkurang menjadi seutas benang halus berupa hubungan dikurangi menjadi sekumpulan periode yang terpisah dengan sedikit atau tanpa kesatuan sama sekali. Kapan saja kepentingan sejarah mulai mendominasi, maka disipin ilmu itu menjadi kehampaan yang sama dengan yang pernah coba dihindarkan pada tahun 1933. Eichrodt beranggapan bahwa tidak mungkin ada teologi, apabila tidak ada konsep yang tetap atau normatif sepanjang sejarah. Oleh karena itu memang sangat diperlukan untuk mempekenalkan suatu pola normatif. Pencarian akan suatu pusat, suatu konsep tulisan yang mempersatukan, merupakan inti perhatian para penerima Firman Tuhan serta orang-orang yang semula ikut dalam rangkaian peristiwa di dalam Perjanjian Lama. Bagi mereka persoalan pentingnya fakta tidaklah sepenting persoaan arti. Bagaimanapun juga, dalam banyak hal mereka adalah peserta yang sebenarnya dalam berbagai peristiwa di dalam Perjanjian Lama. Yang jauh lebih penting adalah arti dan korelasi di antara fakta-fakta ini dengan apa yang mereka telah ketahui atau yang mereka tidak berhasil pahami dari semua peristiwa atau pengertian terdahulu yang dengannya peristiwa baru ini mungkin sekarang berkaitan. Bagi kita, kita percaya bahwa semua teks dalam Alkitab seharusnya bebas dari semua tuduhan kepalsuan, kecuali teks itu terbukti salah oleh kesaksian yang jelas dari luar. Pandangan editorial bukan berasal dari sumber-sumber yang sebenarnya, melainkan lebih merupakan kesimpulan dari pandangan sosiologi dan filsafat yang luas terhadap teks tersebut. Teologi alkitabiah akan selalu merupakan jenis yang membahayakan sebelum metodologi yang kaku tentang penelitian sumber imajiner, sejarah tradisi, dan tipe-tipe tertentu dari penelitian bentuk ditahan perkembangannya. Manusia dan waktu bukan yang menentukan pentingnya teologi, juga mereka bukan merupakan ukuran kemampuan ilahi! Karena itu ketelitian harus digunakan dalam bidang ini, kalau tidak, semacam positivism teologi bisa muncul, yang kan mendikte apa yang dapat terjadi di dalam kemajuan penyataan Allah. Allah tetaplah Tuhan yang berdaulat bahkan dalam bidang ini sekalipun. Karena itu, mendadaknya pemunculan gambaran Penciptaan, Jatuhnya pasangan manusia pertama, jangkauan universal dari janji kepada Abraham, keimaman semua orang Israel, atau ramalan Yesaya tentang langit baru dan bumi baru, tidak perlu mengejutkan kita dan tidak perlu dinilai sebagai hal yang tidak mungkin. Sifat teologi Perjanjian Lama seperti yang dipahami di sini bukanlah semata-mata suatu teologi yang sesuai dengan keseluruhan Alkitab, tetapi itulah teologi yang digambarkan dan dimuat di dalam Alkitab. (subyektif genetif) dan secara sadar berhubungan dari zaman ke zaman sebagai

keseluruhan konteks anteseden sebelumnya, menjadi dasar bagi teologi yang menyusul pada setiap zaman. Strukturnya disusun secara historis dan isinya diperiksa dari segi eksegesis. Pusat dan konseptualisasinya yang menyatu bisa ditemukan dalam berbagai gambaran, penjelasan dan hubungan teksnya. Metode Teologi Perjanjian Lama. Empat tipe utama teologi muncul dalam tahun-tahun terakhir ini. 1. Tipe struktural menggambarkan skema dasar dari pemikiran dan kepercayaan Perjanjian Lama dalam unit-unit yang dipinjam dari teologi sistematika, sosiologi, atau prinsip-prinsip teologi pilihan, dan kemudian merunut hubungannya dengan konsep-konsep sekunder. 2. Tipe diakronis mengemukakan teologi tentang jangka waktu dan stratifikasi sejarah bangsa Israel secara berturut-turut. Sayangnya, penekanan diberikan pada tradisi-tradisi yang menyangkut pengalaman dan kepercayaan masyarakat agama secarat berturut-turut. 3. Tipe leksikografis membatasi alkitabiah dan kosa kata teologi khusus mereka 4. Tipe tema alkitabiah menekankan penyelidikannya di luar kosa kata istilah utama tunggal untuk mencakup seluruh konstelasi kata-kata di sekitar tema utama. Jika nilai pengkajian, penafsiran, dan penilaian yang diberikan untuk kejadian-kejadian pokok dan orang-orang utama di dalam teks ini dihapus, dihilangkan, diabaikan atau diganti dengan pendapat kita sendiri, maka kita jangan menyalahkan siapa pun selain diri kita sendiri apabila otoritas Alkitab tampaknya juga lenyap di bawah berbagai usaha ilmiah terbaik yang kita lakukan. Para penulis tersebut menyatakan bahwa mereka adalah penerima penyataan ilahi dalam seleksi dan evaluasi dari apa yang telah dicatat. Di tengah-tengah semua materi, kejadian, dan masalah yang bermacam-macam dan beraneka segi itu, kami berpendapat bahwa memang ada yang merencanakan semburan dalam kegiatan ini. Titik permualaan itu diberikan dan ditegaskan di dalam teks sebagai harapan utama kanon, perhatian yang ada di mana-mana, dan ukuran tentang apa yang penting atau normatif secara teologi. Sementara Perjanjian Baru akhirnya menyebut titik pokok ajaran Perjanjian Lama ini sebagai janji, Perjanjian Lama mengenalnya dalam kumpulan kata-kata seperti janji, sumpah, berkat, kelegaan dan benih. Dalam susunannya, janji berisi aneka ragam hal, yaitu meliputi 1) berkat materi bagi bagi seluruh umat manusia dan hewan; 2) benih yang special bagi manusia; 3) tanah bagi bangsa pilihan; 4) berkat rohani bagi segala bangsa; 5) pembebasan satu bangsa dari perbudakan; 6) dinasti dan kerajaan yang abadi yang suatu hari nanti akan meliputi suatu dominion yang universal; 7) pengampunan dosa, dan seterusnya. Ruang Lingkup Teologi Perjanjian Lama. Menurut pendapat penulis lingkup studi ini benarbenar terbatas pada kitab-kitab kanon dalam koleksi orang Yahudi. Yang lebih menentukan lagi ialah pandangan Kristus sendiri, karena Ia dengan tegas menunjuk pada koleksi kitab Bangsa Yahudi yang dikenal pada zamannya dan menegaskan bahwa inilah kitab-kitab yang berbicara tentang Dia. Teologi Perjanjian Lama adalah sebuah disiplin ilmu yang sah dan berbeda dengan teologi Perjanjian Baru. Tentu saja, teologi Perjanjian Lama wajib untuk menunjuk pada mata rantai penghubung dengan teologi Perjanjian Baru, demikian juga teologi Perjanjian Baru wajib merunut berbagai sumber penghubungnya dengan Perjanjian Lama. Bab II : Identifikasi Inti Teologi Kanon Teologi alkitabiah Perjanjian lama gagal memenuhi misi utamanya yaitu membuat suatu

kesatuan yang hakiki yang bisa mengikat bermacam-macam kitab, konsep dan tema Perjanjian Lama. Dari literature yang tersedia, sepertinya kesatuan hakiki atau konsep utama itu tinggal tersembunyi, dan mungkin terkubur di bawah semua keberagaman dan perbedaan bentuk serta isi dalam Perjanjian Lama. Teologi alkitabiah harus bertujuan untuk menghasilkan kembali berbagai maksud dan kebenaran sang penulis dalam isi dan bentuk teologi umumnya, agar generasi tersebut tidak menderita kehilangan otoritas dari firman itu dan kematian kepercayaan dari keturunan mereka dalam bidang teologi. Dalam studi-studi Perjanjian Lama yang lebih baru, suara-suara berwibawa dari G. Ernest Sright dan Gerhard Von Rad telah menambahkan pengaruh mereka pada kelompok suara yang telah memutuskan bahwa tidak ada inti pemersatu pada Perjanjian Lama. Gerhard Hasel juga mengatakan bahwa teolog alkitabiah “tidak dapat dan tidak boleh menggunakan satu konsep, suatu ide dasar, atau suatu formula sebagai sebuah prinsip untuk menyusun dan menata secara sistematis pesan kerugmatik Perjanjian Lama, serta sebagai kunci yang menentukan sejak permulaannya bagaimana ia akan menyajikan isi kesaksian-kesaksian Perjanjian Lama. Sampai dengan dekade tujuh puluhan, prinsip yang dipegang dan paling dihormati di antara sebagian besar teolog alkitabiah adalah bahwa sejarah merupakan perantara utama bagi penyataan ilahi di dalam Perjanjian Lama. Apa yang dapat diketahui mengenai Allah, haruslah diketahui lebih dulu melalui sejarah. Kelompok pakar yang lain menyokong alternative yang lain, yaitu kepercayaan pada kejadiankejadian sejarah yang direkonstruksi melalui penelitian sumber. Franz Hesse menolak argument von Rad untuk membuat tingkat pengakuan dalam sejarah sebagai obyek iman. Iman harus bersandar pada apa yang terjadi, dan hanya kritikus serta sejarawan modern yang bisa mengatakan kepada kita apa yang sesungguhnya terjadi atau tidak terjadi dalam tradisi Perjanjian Lama. Sejarah bisa kembali dijadikan sumber keterangan dalam keterangan keseluruhan konteksnya tentang waktu dan konteks penafsirannya. Dengan cara ini, sejarah dapat kembali menjadi perantara untuk memperoleh pengertian bersama dengan kesatuan konteksnya. Berbagai pernyataan Allah bukanlan komentar acak-acakan yang hanya sebagai basa-basi tentang ini atau itu, di sana-sini. Pernyataan-pernyataan tersebut mengikuti suatu rencana yang dipersiapkan terlebih dahulu yang mencakup permulaan dan akhir dari bagian-bagian dan dari keseluruhan. Semuanya akan terjadi seperti yang dikatakan-Nya. Allah mempunyai rencana dimana Abraham dipilih sebagai alat-Nya untuk membawa berkat ilahi dan dengannya Allah akan menjangkau semua bangsa di bumi. Bagian-Bagian Penting Mengenai Janji dalam Perjanjian Lama. Tidak diragukan lagi bahwa dua tokoh yang sangat penting adalah Abraham dan Daud. Perjanjian masing-masing mereka semula dicatat di dalam Kejadian 12:1-3 dan II Samuel 7:11-16. Kejadian 3:15, nas ini dimaksudkan sebagai tafsiran yang sangat penting tentang krisis manusia yang pertama. Ada permusuhan yang ditanamkan oleh Tuhan: “Aku akan mengadakan permusuhan” – satu permusuhan antara ular dan si perempuan – “antara keturunanmu dan keturunannya”. Bagian yang paling penting adalah “Keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya”. Lebih jauh lagi menurut Kej. 4:1, jika kita memahami kalimatnya, Hawa mengira ia telah menemukan juruselamat ketika ia melahirkan Kain. Dari sejarah berikutnya tentang penyataan Allah kepada Sem, Abraham, Ishak, Yakub, dan keturunan mereka bahwa seorang anak yang khusus sifatnya terus merupakan jaminan nyata Allah untuk masa kini dan suatu janji bagi masa

depan. Kejadian 12:1-3, “Keturunan” tetap merupakan pusat perhatian. Fakta bahwa frasa tersebut begitu sering diulang-ulang dan diperbaharui di dalam Kejadian 13, 15, 17, 22, 24, 26 dan 28, juga menjadi alasan lain mengapa para teolog Perjanjian Lama seharusnya melihat frasa itu sebagai sesuatu yang besar artinya. Janji ilahi yang menunjuk pada suatu berkat yang proporsinya adalah universal – semuanya dijamin, menurut Kej. 17, bersifat abadi dan kekal. Bab 3 : Perkembangan Garis Besar Teologi Perjanjian Lama Ada satu prinsip, satu pemahaman tentang semua penyataan Allah, yang menyortir berbagai hal bagi para penulis. Hal tersebut adalah “janji” yang dinyatakan Allah, yang melaluinya Ia akan menjadi harapan semua manusia dan Ia akan mempengaruhi pekerjaan ilahi yang mempunyai bermacam-macam implikasi universal. Periode sejarah dalam teologi perjanjian lama dimulai dalam sejarah-sejarah yang nyata – dengan geografi, orang-orang dan peristiwa-peristiwa yang menyertainya. Bentuk yang muncul bagi Teologi PL dengan dasar diakronis yang panjang dan implikasi normatif untuk teologi eksegesis atau pemberitaan dalam bentuk paparan adalah sebagai berikut: I. Pengantar kepada Janji Allah: Zaman sebelum Para Bapak Leluhur A. Firman tentang Penciptaan B. Firman tentang Berkat C. Firman Pertama tentang Janji: Keturunan D. Firman Kedua tentang Janji: Allah Sem E. Firman Ketiga tentang Janji: Berkat bagi Seluruh Bangsa II. Perlengkapan di Dalam Janji Allah: Zaman Bapak Leluhur A. Firman tentang Penyataan Allah B. Firman tentang Janji 1. Seorang Ahli Waris 2. Suatu Warisan 3. Suatu Milik Pusaka C. Firman tentang Jaminan D. Penguasa Atas Janji E. Allah Atas Janji III. Orang-orang yang Berkaitan dengan Janji: Zaman Musa A. Anak-Ku, Anak Sulung-Ku B. Umat-Ku, Milik-Ku C. Imamat yang Rajani D. Suatu Bangsa yang Kudus E. Hukum Allah F. Allah Dalam Kemah Suci IV. Tempat yang Berkaitan dengan Janji Allah: Zaman sebelum Kerajaan A. Warisan Berupa Tanah B. Perhentian di Tanah Itu C. Tempat Pilihan di Tanah Tersebut D. Nama yang Diam di Tanah Itu E. Penaklukan Tanah Tersebut F. Sejarah Nabi-nabi di Tanah Tersebut 1. Pertobatan dan Berkat

2. Firman Nubuat dan Peristiwa Penggenapan 3. Seorang Nabi Seperti Musa V. Raja yang Berkaitan dengan Janji Allah: Zaman Daud A. Seorang Raja yang Dijanjikan 1. Penguasa yang Merebut Kekuasaan 2. Penguasa yang Ditolak 3. Penguasa yang Diurapi B. Sebuah Dinasti yang Dijanjikan 1. Satu Keturunan Raja 2. Suatu Keturunan 3. Sebuah Kerajaan 4. Seorang Anak Allah C. Sebuah Piagam untuk kemanusiaan D. Suatu Kerajaan yang Dijanjikan 1. Tabut Perjanjian dan Kerajaan 2. Mazmur tentang Raja dan Kerajaan 3. Narasi tentang Suksesi dan Kerajaan VI. Kehidupan di Dalam Janji Allah: Zaman Sastra Hikmat A. Takut Akan Tuhan B. Hidup di Dalam Tuhan C. Integrasi Kehidupan dan Kebenaran di Dalam Tuhan D. Hikmat dari Tuhan E. Eudemonisme dan Tuhan VII. Hari Janji Allah: Abad Kesembilan A. Para Nabi dan Janji Itu B. Janji Itu pada Abad Kesembilan C. Edom dan Janji Tersebut: Obaja D. Hari Tuhan: Yoel VIII. Hamba Dalam Janji Allah: Abad Kedelapan A. Membangun kembali Pondok Daud yang Roboh: Amos B. Mengasihi Israel dengan Limpah: Hosea C. Misi kepada Bangsa Bukan Yahudi: Yunus D. Penguasa Israel: Mikha E. Ahli Teologi tentang Janji itu: Yesaya IX. Pembaharuan Janji: Abad Ketujuh A. Misi kepada Bangsa Bukan Yahudi yang Dikunjungi Ulang: Nahum B. Hari Tuhan: Zefanya C. Orang Benar Akan Hidup oleh Percaya: Habakuk D. Firman Tuhan: Yeremia X. Kerajaan yang Berkaitan dengan Janji Allah: Masa Pembuangan A. Pemerintahan Gembala yang Baik: Yehezkiel B. Keberhasilan Kerajaan yang Dijanjikan: Daniel XI. Kemenangan Janji Allah: Masa Sesudah Pembuangan A. Cincin Meterai Allah: Hagai B. Pahlawan Penakluk dari Allah: Zakharia

C. Utusan Allah Pembawa Berita tentang Perjanjian: Maleakhi D. Kerajaan Itu Adalah Milik Tuhan: Tawarikh, Esra-Nehemia, Ester. Bab 4. Hubungan-Hubungan Melintasi Berbagai Zaman Sejarah dari Tema-Tema yang Muncul Dalam Teologi Perjanjian Lama. “Berkat” pada zaman sebelum para bapak leluhur dan “Janji” pada zaman para bapak leluhur. Tidak diragukan bahwa motif utama dari cerita-cerita tentang penciptaan adalah “berkat” Allah atas segaka makhluk yang hidup di laut dan di udara (Kej. 1:22) dan atas manusia laki-laki dan perempuan (ay. 28). Juga penjelasan tentang berkat tersebut tidak sulit; keduanya merupakan kapasitas dan hasil. Ciptaan Allah harus mudah berkembang biak dan melimpah di bumi. Firman Allah yang sangat banyak itu direalisasikan di dalam “berkat”-Nya kepada manusia dalam kedua zaman: “Beranakcuculah dan bertambah banyaklah serta penuhilah bumi” (Kej. 1:28; 9:1, 7; 12:1-3; 35:11), dan dalam janji-Nya serta berbagai gambaran tentang penyelamatan (Heilsschilderungen) pada kedua zaman, juga: keturunan, suku bangsa, tanah, berkat bagi semua bangsa, raja-raja, dan sebagainya (Kej. 3:15; 9:27; 12:2-3; 15; 17). Sebaliknya, beberapa protes secara ilmiah hanyalah membuktikan bahwa hubungan ini secara umum bisa dipercaya. “Janji” zaman para bapak leluhur dan “Hukum Taurat” zaman Musa. Betapa pun, perintah mendahului janji dan berkat. Di Sinai perintah merupakan implikasi dan tanggapan wajar terhadap kasih karunia Allah yang dimanifestasikan dalam janji, terutama gambaran mengenai penyelamatan di dalam Kitab Keluaran sendiri. Karena ketaatan Abraham bukanlah syarat dari perjanjian. Namun kewajiban untuk taat terutama ditekankan dalam Kej. 22:18 dan 26:5. Iman harus digabungkan dengan perbutan untuk menunjukkan keefektifan dan kebenarannya. Hendaknya juga ditegaskan bahwa jika janji adalah anugerah dari Allah, demikian juga halnya hukum Taurat. Musa menyatakan hal ini, ketika ia menanyakan Israel secara retorik, “Bangsa besar manakah yang mempunyai allah yang demikian dekat kepadanya seperti Tuhan Allah kita?” atau “Bangsa besar manakah yang mempunyai ketetapan dan peraturan demikian adil seperti seluruh hukum ini?” (Ul. 4:7-8). Jawaban Israel diulang tiga kali: “Segala yang difirmankan Tuhan akan kami lakukan.” (Kel. 19:8; 24:3, 7). “Deuteronomisme” pada zaman sebelum kerajaan dan janji pada zaman Daud. Baik hukum maupun janji termasuk di dalam sejarah ini. Sebetulnya, ada persyratan yang diajukan, bahkan juga dalam II Samuel 7:11-16 dan I Raj. 2:4 seperti yang sudah ada dalam Ulangan 17:18-19. Janji tersebut memang kokoh, dan keturunan Daud melalui siapa janji itu akan datang merupakan hal yang pasti; tetapi apakah Daud dan keturunannya hanya pembawa ataukah ikut serta secara pribadi di dalam hal-hal indah yang dijanjikan tersebut sebagaimana direalisasikan di dalam zaman mereka tidaklah pasti, hanya kehidupan iman dan ketaatan mereka yang dapat menentukan hal itu. Kesimpulannya bahwa tidak ada penyimpangan atau pun perbedaan teologi dalam narasi zaman Daud dengan narasi sejarah dari kitab nabi-nabi terdahulu yaitu Yosua, Hakim-Hakim, Samuel, dan Raja-Raja. Narasi-narasi tersebut berasal dari sekitar ucapan-ucapan Musa dalam kitab Ulangan, dan sebagaimana ditunjukkan oleh Noth dan pakar-pakar lainnya berbagai narasi itu dimulai dengan ucapan-ucapan pokok dalam Yosua 1, 12, 23; Hakim-Hakim 2; I Sam. 12; dan mencapai klimaknya dalam II Sam. 7 serta jawaban-jawabannya di dalam I Raj. 8 dan II Raj. 17. “Teologi penciptaan” pada zaman sastra hikmat dan “janji” pada zaman para nabi. Kesimpulan yang didapat bahwa bisa saja orang melihat bahwa para penulis Alkitab itu sendiri yang membuat hubungan antara berbagai kelompok materi dan bagian-bagian dari sejarah Israel. Sering keterkaitan tersebut dibuat dengan pernyataan, ucapan mengkritik, atau dengan refrain

yang diulang-ulang yang mendukung seluruh bagian. Jadi, ada pokok-pokok utama yang berkesinambungan; namun ada pokok-pokok baru yang terkait yaitu yang lazim mengacu kepada berkat dan janji akan keturunan, tanah, berkat yang meliputi seluruh dunia, perhentian, raja, dinasti, dan Allah yang tinggal bersama-sama dengan umat-Nya. Semuanya dapat dipadukan di bawah satu berkat yang luas yang dinamakan janji. Lebih jauh, Alkitab menyajikan kuncinya sendiri tentang organisasi. Perjanjian Lama memang memiliki kesatuan hakikinya sendiri secara kanonik yang menyatukan bermacam-macam penekanan dengan tema-tema longitudinal. Ini bukanlah kesatuan hakiki yang tersembunyi. Ia terbuka dan siap untuk semua: Janji Allah. Bagian II : Materi Untuk Teologi Perjanjian Lama Bab 5. Pengantar kepada Janji Allah: Zaman Sebelum Para Bapak Leluhur Firman tentang penciptaan. Sebagaimana teologi bagian ini dimulai, demikian juga dunia – yaitu oleh firman ilahi dari Allah yang bersifat pribadi dan suka bersekutu. Jadi, ciptaan digambarkan sebagai hasil dari firman Allah yang dinamis. Penciptaan dengan firman menekankan lebih dari sekedar metodenya, juga menekankan bahwa penciptaan itu sesuai dengan pengetahuan lebih dahulu Allah tentang dunia, karena Ia berfirman tentang apa yang sebelumnya telah Ia pikirkan dan rencanakan. “Hari-hari” penciptaan mencapai puncaknya pada penciptaan manusia laki-laki dan wanita. Mereka ini pusat perhatian sang penulis kita. Keduanya sama-sama mendapat anugerah tertinggi yang diberikan kepada tatanan penciptaan, yaitu: gambar Allah. Firman tentang berkat. Firman penciptaan diikuti dengan firman tentang berkat. Dengan demikian, semua makhluk di laut dan diudara dilimpahi dengan kemampuan untuk berkembang biak dan diberi suatu misi ilahi: “berkembangbiaklah dan bertambah banyaklah serta penuhilah air di dalam laut; dan hendaklah burung-burung di bumi bertambah banyak.” Kej. 1:22. Namun satu bagian tambahan dari berkat kita tampaknya jelas berasal dari anugerah untuk gambar Allah. Allah dengan murah hati memberkati pasangan pertama tersebut; mereka akan menaklukkan dan mempunyai kekuasaan atas semua ciptaan (ay. 28). Tentu saja misi ilahi untuk “menaklukkan” dan “berkuasa” bukanlah surat izin bagi manusia untuk menyalahgunakan tatanan yang sudah tercipta. Ciptaan harus berguna bagi manusia, tetapi manusia harus berguna bagi Allah. Janji pertama: Keturunan. Setelah kejatuhan manusia ke dalam dosa, tanah akan menghasilkan onak dan duri seperti halnya manusia mengeluarkan keringat. Sementara itu anak-anak akan dilahirkan dengan kesakitan dan “perhatian” perempuan, akan “berahi”, kepada suaminya akan menghasilkan fakta bahwa suami akan “berkuasa” atas istrinya. Si ular, karena peranannya, akan menghadapi keadaan memalukan dari kekalahan yang pasti. Tetapi di tengah-tengah lagu penguburan yang sarat dengan kesuraman dan teguran, datang firman yang mengejutkan dari Allah tentang harapan yang bersifat nubuat (Kej. 3:15). Suatu permusuhan yang dikobarkan oleh Tuhan (“Aku akan mengadakan permusuhan”) di antara pribadi ular dan perempuan itu, antara “keturunan”nya dan “keturunan” perempuan itu, mencapai puncaknya dengan pemunculan “keturunannya” – yang pasti menunjukkan keturunan perempuan itu. Ia (she) akan meremukkan kepala Iblis, sementara hal yang terbaik yang akan dapat dilakukan atau bahkan diizinkan untuk dilakukan oleh ular adalah meremukkan tumit keturunan laki-laki (he) dari si perempuan. Laki-laki keturunan dari perempuan itu adalah Kain. Ia menamakan anak laki-lakinya Kain dengan mengatakan bahwa ia telah “mendapatkan seorang anak laki-laki dengan pertolongan Tuhan” (Kej. 4:1). Perempuan itu salah, dan teks Alkitab hanya mencatat kerinduannya serta

mungkin gambaran tentang pemahaman yang jelas yang dipunyai perempuan itu mengenai Kej. 3:15. Tetapi Allah tidak tinggal diam. Ia telah berfirman, dan fiman-Nya menubuatkan suatu masa yang lain ketika perebutan kekuasaan sementara oleh ular akan mengalami kebalikan total sebagai akibat dari satu oknum yang telah berbicara dengan penuh kuasa. Lebih jauh lagi, berkat yang telah dijanjikan Allah kepada umat manusia terus berlanjut. Silsilah kesepuluh orang laki-laki paling penting pada masa sebelum air bah yang tercatat dalam Kejadian 5 merupakan satu bukti dari berkat tersebut. Mereka memang “berkembangbiak” dan mereka “bertambah banyak” seperti ditegaskan kembali dalam Kejadian 5:2 dengan mengatakan, “Laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. Ia memberkati mereka.” Maka mereka mempunyai “anak-anak lelaki dan perempuan” Janji kedua: Allah Sem. Di tengah-tengah berkat Allah – “manusia itu mulai bertambah banyak jumlahnya di muka bumi” (Kej. 6:1) – muncullah timbunan kejahatan. Dengan marah Allah meninggalkan umat manusia. Roh-Nya tidak akan selalu terus berjuang dengan manusia (Kej. 6:3). Berkat ilahi, “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi,” diulang lagi; kali ini kepada Nuh, istrinya, anak laki-lakinya dan istri-istri mereka, serta segala yang hidup di bumi, di udara, dan di laut (Kej. 8:17; 9:1, 7). Di sini Allah menambahkan perjanjian khusus-Nya dengan alam. Ia akan memelihara “musim menabur dan menuai, dingin dan panas, kemarau dan hujan, siang dan malam” tanpa henti selama bumi masih ada (8:22). Isi dari janji-janji ini membentuk suatu “perjanjian kekal antara Allah dan segala makhluk hidup” (9:8, 11, 16) sebagaimana ditunjukkan dengan pelangi di langit. Firman tentang penghukuman dan penyelamatan mencapai titik tertingginya dalam masa yang ditinggalkan oleh krisis kedua di bumi. Keadaan tersebut datang melalui Nuh setelah ia mengetahui apa yang telah dilakukan Ham, anaknya, kepadanya ketika ia sedang tidur lelap karena kebanyakan minum anggur. Allah menjanjikan berkat khusus kepada Sem. Allah akan tinggal bersama-sama dengan orang Semit. Kata “tinggal” berhubungan dengan konsep yang belakangan dari teologi Musa mengenai Syekina kemuliaan Allah di mana kehadiran Allah di atas kemah suci ditunjukkan dengan tiang awan pada waktu siang, dan tiang api pada waktu malam. Sebab itu, laki-laki Sem mungkin adalah orang melalui siapa “keturunan” yang dijanjikan sebelumnya sekarang akan datang. bukankah Allah berfirman, “Terpujilah Allah Sem” (Kej. 9:26)? Janji Ketiga: Berkat bagi segala bangsa. Krisis ketiga dan terakhir yang menimpa bumi pada periode yang mencampurkan berkat dengan kutukan ini adalah usaha bersama oleh umat manusia untuk mengorganisasi dan memelihara kesatuan mereka di sekeliling sebuah lambang arsitektur. Meskipun berkat Allah terus nyata dalam bertambah banyaknya mereka (Kej. 11:1032), dan pemenuhan bumi oleh mereka dengan tujuh puluh bangsa, pikiran hati mereka kembali menjauh dari kemuliaan Allah atau pemeliharaan-Nya. Penghukuman Allah datang dalam bentuk ganda, yakni pengacauan bahasa mereka dan penyerahan orang-orang itu ke seluruh muka bumi. Namun lagi-lagi tema kutukan dan dosa sangat berimbang dengan tema berkat dan kasih karunia ilahi. Berbagai kegagalan seperti ketidaktaatan pertama manusia, penyimpangan dalam bentuk tirani kekuasaan politik, dan aspirasi yang angkuh untuk bersatu atas dasar humanism mendatangkan penghukuman berupa Kejatuhan dalam dosa, air bah, dan penyerahan umat manusia. Faktorfaktor teologi dalam setiap krisis yang mendatangkan penghukuman Allah adalah pikiranpikiran, imajinasi, dan rencana-rencana hati yang jahat. Tetapi firman keselamatan Allah

memadai dengan setiap kegagalan. Bersama dengan tema penghukuman dosa datang firman baru tentang keturunan (3:15), suatu bangsa yang di antara mereka Allah akan tinggal (9:27), dan berkat dari kabar baik yang disampaikan kepada setiap bangsa di muka bumi (12:3). Bab 6. Persyaratan dalam Janji Allah: Zaman Para Bapak Leluhur Firman menyangkut penyataan. Sifat agung yang diberikan bagi firman Tuhan pada zaman sebelum para bapak leluhur tidak lenyap pada zaman para bapak leluhur; malah bertembah. Secara berulang-ulang para bapak leluhur diberitakan sebagai orang-orang yang sering langsung menerima berbagai macam bentuk penyataan ilahi. Allah juga bersabda selama zaman ini melalui mimpi-mimpi dan penglihatan-penglihatan. Mimpi-mimpi lebih banyak diberikan kepada orang-orang seperti raja Filistin Abimelek, paman Yakub, Laban, juru minum dan juru roti raja Mesir yang dipenjara, Firaun, dan Yusuf muda yang tidak berpengalaman. Firman tentang janji. Dari mulai Kejadian 12-50, penekanannya jatuh pada firman Allah tentang berkat dan janji. Isi dari janji tersebut pada dasarnya rangkap tiga, yaitu: keturunan, tanah pusaka, dan berkat bagi seluruh bangsa di bumi. Lima kali Allah menjanjikan berkat-Nya secara singkat dalam dua ayat, tetapi Abraham menjadi fokus perhatian: ia akan menjadi bangsa yang bensar, namanya akan masyur, dan ia akan diberkati oleh Allah dan oleh semua umat manusi. Ketika Yahweh menampakkan diri kepada Abraham setelah bapak leluhur itu tiba di sikhem, firman lama tentang “keturunan” diulangi lagi dan sekarang ditujukan kepada Abraham (Kej. 12:7). Mulai dari situ pentingnya pemberian seorang anak yang akan mewarisi berbagai janji dan berkat ini menjadi salah satu tema yang dominan di dalam cerita tentang bapak leluhur. Janji akan negeri Kanan kepada Abraham, Ishak dan Yakub, serta keturunan mereka terdapat di sepanjang cerita ini sebagai tema pokok kedua dari ketiga tema pokok. Sejak saat pertama Allah memanggil Abraham, Ia telah berbicara mengenai “tanah” atau “negeri” yang ke sana Ia mengutus Abraham (Kej. 12:1) Unsur yang ketiga dan yang bersejarah dalam janji itu adalah bahwa Abraham dan setiap anak laki-laki perjanjian berikutnya akan menjadi sumber berkat; memang mereka harus menjadi patokan berkat untuk semua orang. Seluruh bangsa di bumi akan diberkati melalui mereka, karena masing-masing mereka merupakan mediator kehidupan bagi bangsa-bangsa. Tugas untuk taat (hukum, jika mau) erat terkait dengan janji sebagai suatu tindak lanjut yang dikehendaki. Oleh karena itu, transisi ke waktu datangnya hukum Musa tidak seharusnya menjadi begitu sulit bagi siapa pun yang benar-benar sudah mendengarkan secara memadai penyataan penuh tentang janji pada zaman para bapak leluhur itu. Firman tentang jaminan. Dari berbagai cerita zaman para bapak leluhur itu, satu tema lagi muncul sebagai bagian lain dari berkat yang dijanjikan. Tema tersebut adalah: “Aku akan menyertaimu.” Kehadiran aktif Allah menunjukkan karakter, kuasa, dan kemampuan-Nya untuk menggenapi firman tentang janji yang berulang kali Ia sampaikan. Firman itu terutama merupakan firman tentang hubungan pribadi. Tentu saja, kehadiran Tuhan telah dirasakan oleh Abraham sebelum firman tersebut dijadikan formula teologi tentang janji. Allah yang berdaulat atas seluruh alam semesta sekarang akan berkenan merendahkan diri dan menyebut diri-Nya Allah Abraham dan Allah keturunannya. Di dalamnya terletak inti dari hubungan pribadi mereka. Tidak heran kalau Yakobus mengatakan bahwa Abraham “disebut: Sahabat Allah” (Yakobus 2:23). Hubungan mereka merupakan hubungan yang menyangkut kasih (18:19), tindakan (19:29), dan berkat dalam segala sesuatu yang dilakukan Abraham (21:22).

Penguasa berdasarkan janji. Sebagai mana berkat yang diterima Abraham dalam Kejadian 12:13; 15; dan 17 diberikan kepada Ishak dalam 26:3-6 dan kemudian kepada Yakub dalam suatu mimpi di Betel dalam 28:13-14 dan terutama di Padan-Aram (35:9-12; bandingkan 46:1-4), demikian juga Yehuda, anak keempat dari bapak leluhur, menerimanya dari berkat Yakub dalam 49:8-12. Kisah Yehezkiel dalam 21:27, “Sampai ia datang yang berhak atasnya, dan kepadanya akan Kuberikan itu”, tidak di luar batas. Manusia dalam janji itu akan berhasil secara luar biasa; Ia akan memerintah seluruh bangsa di bumi, karena adalah hak dan kuasa-Nya untuk berbuat demikian. Lebih lanjut, Ia akan berasal dari suku Yehuda di Israel. Allah pemberi janji. Dalam cerita tentang para bapak leluhur ada serangkaian nama bagi Allah. Tetapi nama yang paling sering dan penting adalah El Shaddai, biasa diterjemahkan dengan “Allah yang Mahakuasa”. Nama tersebut menekankan kuasa dan keperkasaan Allah. Karena Ia memberi kuasa pada alam dan memaksa alam untuk menyampaikan rencana-Nya tentang penyelamatan, El Shaddai menunjukkan kemampuan Allah untuk menguasai alam. Dengan demikian nama ini menghubungkan dengan erat pekerjaan-Nya dalam sejarah untuk menyempurnakan rencana-Nya. Bab 7. Bangsa yang Memiliki Janji Allah: Zaman Musa Keturunan yang dijanjikan sekarang lebih dari sekedar keluarga; keturunan itu sudah menjadi bangsa. Di situlah terletak definisi baru bagi zaman ini. Dan pengalaman mereka tentang tindakan agung Allah bukanlah sekedar kumpulan intervensi pribadi Allah terhadap beberapa indibidu pilihan. Di sini, sebagaimana pengakuan mereka, tindakan-tindakan Allah akan ditegaskan lagi oleh seluruh bangsa itu: “Yahweh membebaskan umat-Nya dari tanah Mesir.” Penulis Kitab Keluaran menghubungkan para bapak leluhur dengan berbagai periode dalam Kitab Keluaran secara langsung; baginya perjanjian Sianai secara teologi dan secara historis merupakan suatu kesinambungan dari janji Allah kepada Abraham. Bukannya membicarakan Mesir dan Sinai sebagai penyelaan terhadap janji-janji sebelumnya, kebutuhan mereka menjadi suatu kesempatan baru bagi satu lagi manifestasi loyalitas agung Allah bagi janji-Nya yang sering diulang-ulang. Anak-Ku, Anak-Ku yang Sulung. Keturunan Yakub dan dua anak Yusuf berlipat ganda sampai mereka menjadi bangsa yang besar selama berada dalam perbudakan di Mesir. Setelah empat ratus tiga puluh tahun dalam perbudakan, anak-anak Yakub tidak tahan lagi; mereka berseru minta tolong kepada Allah. Pertolongan datang melalui Musa dan melalui berbagi intervensi serta firman yang ajaib dari Tuhan Tuhan sekarang dilihat sebagai “Bapa” karena apa yang diperbuat-Nya: Ia membawa Israel menjadi satu bangsa; Ia memelihara bangsa itu dan memimpinnya. Itulah arti dari menjadi bapak. Sebagai anak-anak sejati, Israel harus meniru perkataan Bapanya. Anak harus benar-benar ingin menjadi seperti Bapa dalam segala hal. Anak juga harus menghargai kehendak Bapa dan menunjukkan rasa hormat dan terima kasihnya dengan melakukan apa yang diperintahkan Bapa kepadanya. Sebaliknya, sang Bapa akan menunjukkan kasih-Nya dengan berhubungan secara lembut dan loyal dengan anak-Nya. Di lain pihak, sebutan “anak sulung” biasanya berarti anak yang dilahirkan pertama (Kej. 25:25) atau “yang lahir terdahulu dari kandungan”. Dengan begitu ada hak-hak dan kehormatan yang dilimpahkan kepada orang yang diberi sebutan tersebut. Hak-hak kesulungan digantikan apabila anak yang lain ditentukan sebagai “anak sulung”. Apa yang dahulu didasarkan pada posisi, sekarang diganti dan didasarkan pada anugerah.

Umat-Ku, Milik-Ku. Israel bukan sekedar keluarga atau anak Allah; Israel juga telah menjadi suatu “bangsa” (Kel. 19:6). Mereka adalah suatu kelompok sosial etnik dengan kekuatan yang cukup dan kesatuan yang cukup untuk dipandang sebagai suatu keutuhan kelompok. Sekalipun demikian mereka begitu erat terkait dengan Yahweh sehingga Ia menyebut mereka “umat-Ku” Setelah Israel melihat apa yang akhirnya dilakukan Allah melawan orang-orang Mesir yang keras kepala itu, mereka pun “takut” kepada Tuhan dan percaya kepada Tuhan dan kepada Musa hamba-Nya” (Kel. 14:31). Semua kebebasan Israel adalah karena kasih setia Tuhan kepada umat-Nya. Bangsa lain mendengar dan gemetar namun umat Allah yang telah Ia tebus melihat “keselamatan dari Tuhan”. Jelas tidak ada manipulasi manusia; Allah sendiri yang “membebaskan”. Dia adalah “penebus anak laki-laki” Israel yang dengan keajaiban dan dengan “tangan yang teracung” mengangkat mereka dan menyebut mereka “umat-Ku”. Belakangan di dalam Ulangan, Israel juga disebut “kudus” dan “umat kesayangan”. Allah telah memilih dan memanggilnya, bukan secara individu, melainkan secara kolektif, yang memberikan arti lengkap bagi keadaan Israel sebagai umat dan sebagai bangsa. Kerajaan Imam. Harta kesayangan yang dimiliki secara unik ini ditentukan untuk menjadi imamat yang rajani yang terdiri atas seluruh jemaat. Israel, sebagai anak sulung di antara bangsabangsa, diberi status sebagai anak, dibebaskan dari tanah mesir seolah-olah mereka telah dipikul di atas sayap burung rajawali dan telah dijadikan pelayan-pelayan Allah atas nama mereka sendiri beserta bangsa-bangsa. Peran sebagi perantara ini diberitakan Dalam Keluaran 19:3-6. Istilah “kerajaan imam” artinya adalah bahwa Israel merupakan raja-raja dan juga imam-imam rajani sekaligus. Hal tersebut berlaku bagi setiap orang dari bangsa tersebut sebagai keseluruhan karena semua mereka telah termasuk dalam status sebagai anak. Sifat yang berbeda dan kedudukan khusus yang diberikan kepda bangsa ini, yaitu harta milik Allah sendiri, terbungkus dalam keimaman universal mereka. Mereka harus menjadi mediator kasih karunia Allah bagi bangsa-bangsa di bumi seperti halnya oleh Abraham “segala bangsa di bumi akan mendapat berkat”. Sayangnya bagi bangsa itu, mereka menolak hak istimewa untuk menjadi imamat secara nasional dengan lebih memilih untuk mewakilkan kepada Musa dan Harun (Kel. 19:16-25; 20:18-21). Oleh sebab itu, tujuan pertama Allah tertunda (tidak dibatalkan atau dihilangkan selamanya) sampai masa PB ketika keimaman semua orang percaya dinyatakan kembali. Meskipun demikian, peran Israel sebagai alat yang dipilih oleh Allah untuk melayani kebutuhan bangsabangsa tidak dibatalkan. Jabatan imam diberikan kepada Harun dalam suatu “ketetapan untuk selama-lamanya” (Kel. 29:9) dan diperbaharui lagi kepada Pinehas (Bil. 25:13). Adalah penting untuk diperhatikan bahwa jabatan imam diperoleh untuk selamanya, bukan untuk individu atau keluarga tertentu. Jadi jabatan itu tidak dicabut ketika belakangan beralih sementara dari keturunan Pinehas kepada keturunan Itamar. Sekali lagi kesimpulannya sama yaitu: janji itu tinggal tetap, tetapi yang menerima berkat bergantung pada kondisi spiritual individu. Bangsa yang kudus. Sebuah nama lain diberikan untuk Israel dalam Keluaran 19:6. Akan ada satu bangsa, tetapi tidak seperti bangsa-bangsa pada umumnya yang tidak mengenal Allah. Israel akan merupakan suatu bangsa yang kudus. Namun janji ini harus dikaitkan dengan tanggapan dan persiapan bangsa tersebut terhadap teofani. Persyaratan itu menurut Keluaran 20:20 merupakan “ujian”. Syarat disini konteksnya adalah agar Israel memiliki kedudukan khusus di antara segala bangsa di bumi, bagi perannya sebagai mediator dan statusnya sebagai bangsa yang kudus. Hendaknya diperhatikan baik-baik bahwa perjanjian Sinai pun dimulai oleh kasih, kemurahan,

dan anugerah Yahweh. Ketika Israel melanggar hukum Allah, ia tidak kehilangan warisannya berupa janji, dan penerusan janji tertentunya kepada anak-anaknya sama dengan yang berlaku bagi para bapak leluhur atau bagi keturunan Raja Daud belakangan. Bahkan keterlibatan Israel dalam kejadian anak lembu emas tidaklah menghentikan kesetiaan Allah (Kel. 32). Hal itu hanya menyoroti perlunya kepatuhan bagi orang-orang yang menyatakan telah mengalami kasih karunia Allah berupa pembebasan melalui Keluaran dan kebenaran bahwa Tuhan Allah itu “penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya” (Kel. 34:6) Hukum Allah. Untuk menolong bangsa muda yang baru saja dilepaskan dari perbudakan selama berabad-abad dan yang menuju ke suatu kebebasan yang penuh dengan berbagai hal dan kewajiban, Allah memberikan hukum-Nya. Hukum yang tunggal tersebut mempunyai tiga bagian atau aspek, yaitu hukum tentang moral, hukum tentang hak-hak sipil, dan hukum tentang upacara. Konteks tentang tuntutan moral Allah ada dua bagian, yakni: “Akulah Tuhan Allahmu,” dan “Aku yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dan tempat perbudakan” (Kel. 20:2), Karena itu, standar ukuran moral untuk memutuskan apa yang benar atau yang salah, yang baik atau yang jahat, ditentukan menurut karakter kudus yang teguh dan tanpa cela dari Yahweh, Allah Israel. Bentuk hukum moral seperti yang terutama terdapat di dalam Sepuluh Perintah Allah (Kel. 20:217) sangat negative. Meskipun demikian, ini tidak ada hubungannya dengan sifat dan tujuan hukum tersebut. Bagaimanapun, Sepuluh Perintah Allah berisi tiga pernyataan positif, yaitu: “Akulah Tuhan, Allahmu (Kel. 20:2); “Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat” (ay. 8); serta “hormatilah ayahmu dan ibumu” (ay. 12). Hukum yang sama yang membuat tuntutan yang begitu tinggi atas umat manusia juga menyediakan suatu system persembahan kurban yang terperinci seandainya ada kegagalan manusia untuk mencapai standar tersebut. Tetapi itu hanyalah salah satu dari tiga untaian yang termasuk Hukum tentang upacara. Orang harus memperhatikan kemah suci dengan teologinya tentang membuat Allah “berkemah” dan teologi tentang kenajisan dan penyucian. Orang yang melanggar hukum tidaklah dibiarkan begitu saja tanpa ditolong. Jika persekutuan kita dengan Allah putus karena dosa, maka akan diperbaiki melalui pengampunan Allah atas dasar tebusan yang ditetapkan oleh Allah. Cara untuk menghapus dosa disediakan oleh Allah sendiri dengan system persembahan kurban. Pengampunan tidaklah murah dan tidak mungkin murah. Pengampunan oleh manusia saja mengharuskan orang membayar jika ingin agar realisasi pengampunan itu tidak sekedar klise. Demikian pula pengampunan ilahi akan mengharuskan hal yang sama. Sebenarnya, dosa manusia secara obyektif masih belum ditanggulangi. Darah anak lembu dan kambing jantang tidak pernah dapat menghapuskan dosa, dan Perjanjian Lama juga tidak mengatakan bahwa darah hewan dapat menghapus dosa (Ibr. 10:4)! Itu adalah hewan-hewan pengganti, bukan orang; dengan demikian, hewan-hewan tersebut hanyalah sebagai lambing dari kurban yang sesungguhnya yang akan datang. Jadi, untuk sementara ada tindakan “membiarkan” dosa-dosa PL berdasarkan Firman Allah sebelum Ia kemudian memberi pengganti final-Nya sendiri yang adalah benar-benar manusia, tetapi seorang yang tidak berdosa. Allah yang diam dalam kemah suci. Satu-satunya fakta yang paling penting dalam pengalaman bangsa Israel yang baru ini ialah bahwa Allah datang untuk “tinggal”, atau “diam” di tengahtengah mereka. Salah satu formula janji yang sangat sering diualng-ulang ialah: Aku akan menjadi Allahmu (mereka);

Kamu (mereka) akan menjadi umat-Ku. Dan Aku akan diam di antara kamu (mereka Teologi pada masa itu berkisar seputar tiga konsep yang mendominasi, yakni: penebusan (dari tanah Mesir), moralitas, dan ibadah. Sebagaimana dinyatakan oleh Bernard Ramm: orang yang ditebus diminta supaya bermoral; orang yang bermoral diminta untuk beribadah. Orang yang telah ditebus menunjukkan pertobatannya melalui kualitas kehidupan moralnya; ia menunjukkan rasa syukurnya melalui ibadahnya. Bab 8. Tempat Janji: Zaman Sebelum Monarki Kitab Ulangan berfungsi sebagai pengantar untuk sebagian besar tulisan para nabi yang terdahulu seperti: Yosua, Hakim-Hakim, Samuel, Raja-Raja. Dalam kitab-kitab ini, tradisi perjanjian Abraham-Daud akan dikaitkan dengan perjanjian Sinai-Musa. Warisan Tanah Perjanjian. Penulis kitab Ulangan mengulang sebanyak enam puluh sembilan kali janji bahwa pada suatu saat nanti Israel akan “memiliki” dan “mewarisi” tanah yang dijanjikan kepadanya. Tanah Kanaan dan bangsa Israel sama-sama disebut “milik pusaka Yahweh”. Sejak Keluaran 19:5 menyebut Israel sebagai “harga kesayangan” Yahweh, mereka telah menjadi “bangsa kesayangan” dari segala bangsa di bumi (Ul. 7:6; 14:2; 26:18) dan “bangsa kepunyaan” (Ul. 9:26, 29). Maka Israel menjadi bangsa perjanjian dan Kanaan menjadi tanah perjanjian. Sebelumnya, para bapak leluhur hanya memiliki sebagian kecil dari tanah tersebut, suatu tempat pemakaman, sebagai cicilan pertama untuk jaminan tentang penggenapan yang akan datang. Jadi, realitasnya, Kanaan merupakan “negeri penumpangan mereka” (Kej. 17:8; 28:4; 36:7; 37:1; 47:1; Kel. 6:4). Para bapak leluhur terutama memiliki janji, tetapi bukan realitas penuhnya. Negeri itu adalah pemberian, tetapi Israel harus “mengambil”-nya; jadi pemberian itu diperoleh dengan suatu tindakan yang sesuai, suatu tindakan militer. Kekuasaan ilahi dan tanggung jawab manusia merupakan ide yang saling melengkapi dan bukan pasangan yang bertentangan. Di negeri ini, Israel akan diberkati, tetapi penekanan khusus diberikan pada berkat atas tanah (Ul. 28:8). Demikianlah “berkat” Allah kembali menjadi salah satu konsep penghubung, yang menyatukan teologi periode terdahulu dengan teologi zaman sebelum monarki. Perhentian di negeri itu. Salah satu ketetapan baru yang ditambahkan pada penyataan yang berkembang tentang janji, adalah ketetapan tentang “perhentian” bagi Israel. Begitu istimewanya perhentian ini, sehingga Yahweh mau menyebutnya perhentian-Ku (Mzm. 95:11; Yes. 66:1). “Perhentian” ini adalah suatu “tempat” di mana Yahweh akan “menanamkan” umat-Nya di mana mereka dapat hidup tanpa terganggu lagi. Perhentian bukanlah cek kosong di mana generasi mendatang dapat berjalan mulus melewati berbagai standar Allah berdasarkan kemenangan para leluhur mereka. Janji ini akan menjadi milik mereka, hanya apabila mereka menghayatinya dengan iman – itulah manfaat rohani dan manfaat langsung dari “perhentian”. Penaklukan tanah itu. Yahweh dikenal sebagai “Pahlawan perang” setelah kemenangan-Nya yang terkenal di Laut Merah (Kel. 15:3). Bahkan sebelum ada seorang raja untuk memimpinnya, Tuhan berjalan di depan tentara Israel (Hak. 5:5, 13, 20, 23). Dan berbagai peraturan untuk perang semacam itu diberikan dalam undang yang legal secara eksplisit di dalam Kitab Ulangan. Pertobatan dan berkat. “Sepanjang zaman Yosua,” ceritanya sama yaitu: “Orang Israel melakukan apa yang jahat di mana Tuhan, . . . Mereka meninggalkan Tuhan . . . lalu mengikuti allah lain . . . [sehingga] bangkitlah murka Tuhan terhadap Israel. Ia . . . menjual mereka kepada musuh di sekeliling mereka”. Lalu “berserulah orang Israel kepada Tuhan” – dan terjadilah

demikian. Kesengsaraan akhirnya bersuara dalam keputusasaan, Israel akan “berbalik” kepada Tuhan. Firman nubuat dan peristiwa penggenapan. Para nabi penulis sejarah Israel yang terutama mendapati bahwa firman Allah “baik”. Firman-Nya digenapi di dalam sejarah – “Dari segala yang baik yang dijanjikan Tuhan kepada kaum Israel, tidak ada yang tidak dipenuhi; semuanya terpenuhi”. Karena firman itu bukanlah firman yang “kosong” atau firman yang “hampa” dari kuasa (Ul. 32:47); begitu firman itu diucapkan, maka firman itu mencapai sasarannya. Janji Allah terus bertahan dalam keturunan Daud tanpa menghiraukan ada tindakan yang tidak pantas oleh setiap orang. Bab 9. Raja yang Dijanjikan Allah: Zaman Daud Raja yang dijanjikan (Ul. 17:14-20). Pangkat raja tidaklah di luar rencana Allah. Hanya harus menunggu waktu yang tepat dan pilihan Allah. Ada beberapa permulaan yang salah. Gideon telah ditawarankan untuk “memerintah” orang Israel. Bukan hanya dia akan dijadikan penguasa mereka, tetapi tawaran itu adalah tawaran untuk berkuasa turun-temurun. Untuk semua ini Gideon menolak tanpa syarat dan sebaliknya menegaskan prinsip, “Tuhan yang memerintah kamu” Generasi Samuel tidak lebih bijak ketika mereka pun sebelum waktunya meminta seorang raja (I Sam. 8:4-6) dengan asumsi yang salah bahwa Allah tidak berdaya untuk menolong mereka sejak Samuel telah semakin tua dan anak-anaknya secara moral rusak. Itu juga merupakan penolakan pemerintahan Tuhan sebagai raja. Seluruh keadaan itu membuat Samuel berdukacita tanpa akhir. Dengan penuh kemarahan, Allah mengabulkan permintaan bangsa itu setelah Samuel mengerjakan segala sesuatu yang dapat dilakukannya, untuk menyadarkan mereka tentang tanggung jawab mereka kalau diperintah oleh seorang raja (I Sam. 8:10-19). Mereka mendapatkan apa yang mereka minta, yaitu: Saul. Dan Saul melaksanakan tugas yang diberikan Allah kepadanya. Bangsa Israel akhirnya menyesali kesalahan mereka karena meminta diangkatnya seorang raja menurut syarat-syarat diniawi mereka. Maksud Tuhan dalam hal ini agar nyata kepada semua orang yang mempunyai mata untuk melihat dan yang bertelinga untuk mendengar, Tuhan membiarkan pilihan jatuh pertama-tama kepada seorang yang melambangkan kegagahan dan hikmat duniawi dari bangsa itu. Penguasa yang diurapi. Ketika Saul ditoak, Tuhan mencari “seorang yang berkenan di hati-Nya” (I Sam. 13:14) dan Daud anak Isai adalah pilihan-Nya. Daud “diurapi” dan “sejak hari itu dan seterusnya berkuasalah Roh Tuhan atas Daud” (I Sam. 16:13). Minyak untuk mengurapi, apabila digunakan dalam ibadah, merupakan simbol Roh Tuhan; tetapi dalam penabisan raja, minyak itu menandakan bahwa Allah memberikan Roh-Nya untuk membantu raja Israel dalam melaksanakan pemerintahannya. Dinasti yang dijanjikan: 1) Rumah, Allah berjanji untuk memberikan “keturunan” (bayit) kepada Daud. Bait juga berarti tempat tinggal; juga keluarga yakni orang-tua, anak-anak, dan juga keluarga. Untuk II Sam. 7, arti “dinasti” yang tepat, terutama karena ungkapan “keluarga dan kerajaanmu akan kokoh untuk selam-lamanya” hanya dapat berarti bahwa “dinasti” Daud akan memerintah selama-lamanya. 2) Keturunan, mempunyai arti koletif seperti halnya di dalam Kejadian 3:15; 12:7; 13:15. Tetapi keturunan menunjuk satu oknum yang mewakili seluruh kelompok dan yang merupakan jaminan satu garis keturunan yang akan datang. Jadi, “keturunan” Daud akan membangun Bait Suci yang dimaksud (II Sam. 7:13), artinya adalah Salomo. 3) Kerajaan, janji selama zaman para bapak leluhur dan Kitab Keluaran adalah bahwa

Israel akan mempunyai “raja-raja”, termasuk sebuah “kerajaan” dan “kekuasaan” (Bil. 24:19). 4) Anak Allah, pernyataan ilahi, “Aku akan menjadi Bapanya, dan ia akan menjadi anak-Ku” (II Sam. 7:14). Kerajaan yang dijanjikan. Kerajaan Daud enam kali dinyatakan sebagai kerajaan kekal (II Sam. 7:13, 16, 24, 25, 26, 29). Pemberian “tanah” atau dinasti bisa ditunda atau disita secara individu; tetapi pemberian tanah tersebut harus tetap diteruskan kepada garis keturunan berikutnya, dan bukan diberikan kepada seseorang di luar keluarga yang ditentukan. Begitu juga dalam situasi yang dialami Daud: mungkin ada bajingan-bajingan, tetapi berkatnya tidak akan pernah dicabut dari keluarga tersebut; jadi perjanjian itu merupakan “perjanjian kekal. Tabut Tuhan dan kerajaan. Tidak ada yang lebih erat berkaitan dengan kehadiran dan kuasa Yahweh daripada tabut perjanjian. Pada dasarnya, tabut itu adalah janji akan kehadiran-Nya, karena kehadiran tersebut tidaklah secara otomatis atau pun secara mekanis. Kehadiran itu hanya terjadi bila diterima dengan percaya. Hal ini juga bukan semata-mata kekudusan lahiriah. Tuhan tidak senang dengan hanya lahiriah atau hanya batiniah. Kedua aspek tersebut penting: aspek batiniah dan aspek lahiriah. Bab 10. Kehidupan Dalam Janji Allah: Zaman Sastra Hikmat Hikmat secara konseptual maupun teologis tidak terputus dari materi-materi yang kita anggap berasal dari masa sebelum masa sastra hikmat. Pengaruh hikmat juga meluas melampaui zamannya ke zaman para nabi. Tak perduli seberapa jauh atau kemana pengaruh tersebut menyebar, kuncinya adalah: Rubrik teologi atau istilah khusus apa yang menyatukan janji dan hukum dengan hikmat adalah “takut akan Allah/Tuhan.” Rasa takut ini bukanlah perasaan gentar karena suatu kekaguman pada sifat adikodrati Allah, melainkan merupakan hasil dari mendengar, memperhatikan dan menaggapi Firman Allah. Dalam kitab Ulangan, takut akan Tuhan berjalan bersama dengan “berpegang pada perintahNya”, “hidup menurut jalan-Nya”, melayani Dia”, “mengasihi Dia”, dan “beribadah kepadaNya”. Jadi, takut akan Tuhan berarti melayani Dia (10:20; 13:4-5). Jika kita sampai pada kitabkitab hikmat dan Mazmur hikmat, takut akan Tuhan telah menjadi inti dari pengetahuan dan hikmat Allah. Jadi dengan yakin dapat dikatakan bahwa takut akan Tuhan adalah konsep yang dominan dan prinsip teologi yang menentukan dalam sastra hikmat. Takut akan Tuhan adalah tanggapan iman terhadap janji dan berkat Tuhan sebagaimana fungsinya pada masa Abraham dan Musa. Akan tetapi, yang terkandung di sini jauh lebih banyak daripada sekedar tanggapan iman, kepercayaan, kepatuhan, serta ibadah. Takut akan Tuhan merupakan tanda masuk untuk memahami dan menikmati alam semesta yang tercipta. Hidup dalam Tuhan. Kitab-kitab hikmat menyatakan bahwa, (1) ketaatan adalah “jalan kehidupan”; (2) ajaran hikmat dan takut akan Tuhan adalah “sumber kehidupan”; dan (3) hikmat, keadilan, dan ucapan yang lembut, masing-masing adalah “pohon kehidupan”. Manusia dengan kekuatannya sendiri, tidak mampu menyusun potongan-potongan teka-teki kehidupan menjadi satu – baik yang sekular atau pun yang kudus. Kesia-siaan atas kesia-siaan dalam Pengkhotbah bukan berarti kehidupan itu membosankan, penuh dengan kegagalan, kehampaan, atau kesimpulan yang mengecewakan bahwa hidup sama sekali tidak berharga. Bukan! Justru “kesia-siaan” hanya berarti bahwa kehidupan itu saja tidak dapat memberikan kunci tentang artinya sendiri, juga tidak dapat benar-benar membebaskan manusianya. Tidak ada bagian dari alam semesta, ciptaan Allah yang baik ini yang dapat memberikan suatu solusi

mencakup semua sehingga dapat memadukan kebenaran, pengetahuan dan hidup. Hikmat dari Tuhan. Hikmat tidak mungkin ada terpisah dari sumber hikmat; karena itu, hikmat tidak dapat diketahui atau diterapkan terpisah dari “takut akan Tuhan”. Takut akan Tuhan membuat manusia menyukai hikmat dan didikan, menerima nasihat dan teguran dan memperhatikan hikmat, pengertian dan pengenalan akan Allah. Eudemonisme dan Tuhan. Kemakmuran dan berkat sendiri tidaklah dicari sebagai tujuan. Kemalangan atau penderitaan tidak selalu atau belum tentu merupakan hal yang jahat (Pkh. 7:115), seperti halnya kemakmuran dan keberhasilan materi juga tidak selalu atau belum tentu merupakan hal baik (6:1-12). Bab 11. Hari Janji Allah: Abad Kesembilan Para nabi dan janji Allah. sekarang para nabi dapat mengarahkan fokus mereka pada rencana dan kerajaan Allah yang meliputi seluruh dunia. Para nabi adalah pemberita kebenaran yang memberitakan baik hukum maupun janji, untuk mendorong orang-orang agar bertobat, dan hidup taat dalam kehendak dan rencana Allah. Prediksi mereka sering diberikan sebagai dorongan bagi orang-orang sezaman mereka untuk hidup suci pada masa itu, dengan melihat bahwa masa depan adalah milik Allah mereka dan termasuk dalam pemerintahan-Nya yang adil. Janji Allah itu bersifat nasional dan kosmopolitan. Israel masih akan menerima apa yang telah dijanjikan Allah tanpa syarat, yaitu: kedudukan sebagai negara merdeka, raja dari keturunan Daud, tanah, dan kekayaan. Tetapi begitu juga bangsa-bangsa di bumi akan menerima berkat yang dijanjikan dalam keturunan Abraham. Tentu saja, ujung-unjung bumi akan berpaling kepada Tuhan (Mzm. 72:11, 17). Janji Allah pada abad kesembilanbelas. Perpecahan kerajaan setelah masa-masa Daud dan Salomo merupakan yang pertama dari rangkain krisis yang akan dihadapi Israel sebagai akibat pengaruh dosa yang bersifat menghancurkan. Yahweh akan membuktikan kebenaran diri-Nya melalui karya luar biasa-Nya yang akan dikenali oleh semua manusia sebagai buatan Tuhan. Penghakiman akan bersifat universal, mutlak dan merupakan ganjaran. Edom dan janji Allah: Obaja. Untuk pertama kalinya di dalam tulisan para nabi, dijumpai frasa “hari Tuhan” di dalam Obaja. Edom menggambarkan kerajaan manusia. Edom merupakan “contoh murni dari penyembahan berhala”. Edom mengolok-olok dan bersukacita atas “milik pusaka” Yahweh, yaitu keturunan Israel, berarti mengolok-olok dan menantang Yahweh sendiri, karena Ia telah mengikatkan diri-Nya kepada satu bangsa dan satu negara (Ul. 4:33), dengan tujuan untuk menyelamatkan semuanya. Edom tidak akan lolos dari penghukuman ilahi yang sudah dekat itu yang juga akan menimpa semua bangsa. Hari Tuhan: Yoel. Nubuat Yoel adalah bencana mengerikan berupa serangan belalang yang diikuti dengan kekeringan yang parah. Keduanya merupakan pertanda dari hari Tuhan yang dahsyat dan menakutkan. Meskipun hampir terlambat, tetap masih ada kesempatan untuk bertobat. Ketika bangsa itu menanggapi dengan berpuasa, menangis, dan berdoa, maka “Tuhan menjadi cemburu karena tanah-Nya, dan Ia belas kasihan kepada umat-Nya. Tuhan menjawab “doa mereka. Nada kitab ini menjadi terbalik dengan adanya ayat 18. Sementara penghukuman telah berlaku sejak 1:1-2:17, sekarang berkat dan harapan akan mendominasi sisa kitab ini. Perubahan semacam itu dapat dihubungkan dengan dua fakta yaitu: (1) Tuhan, Allah mereka “pengasih dan penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia” dan (2) bangsa itu bertobat dengan mengoyakkan “hati (mereka) dan jangan pakaian. Menanggapi pertobatan mereka, Allah berjanji untuk memberkati mereka. anugerah Allah

terbagi dalam dua kelompok: (1) berkat yang segera terjadi berupa tanah yang produktif dan (2) janji akan pencurahan Roh Allah atas semua manusia pada waktu yang akan datang. jadi, berkat akan merupakan bagian dari isi “hari” tersebut. Bab 12. Hamba Dalam Janji Allah : Abad kedelapan Pada abad ini banyak bermunculan nubuat tentang kerajaan utara yang akan hancur kalau tidak bertobat dan mengubah cara hidupnya. Kesepuluh suku di utara langsung terjerumus ke dalam kehancuran dan akhirnya tahun 722 SM ibu kota mereka, Samaria, jatuh tak lama sesudah kota utama di Siria, yaitu Damsyik, jatuh pada tahun 732 sM. Empat dekade Allah telah memberikan nubuat tentang bencana ini melalui nabi Amos, Hosea, Yunus, Mikha, dan yang terbesar dari mereka semua adalah, Yesaya, tetapi tidak ada gunanya. Bangsa ini terlena dengan kemakmuran, kemewahan. Orang kaya memangsa orang miskin dan membela kesalahan kelompok mereka di pengadilan. Mereka hidup secara sinkretik dengan Baal dan Yahweh. Dosa mereka yaitu kedursilaan, ketidak adilan, dan percabulan yang mereka lakukan dibayar dengan praktik keagaman. Harus ada hukuman atau pertobatan, jika tidak Allah tidak akan percaya lagi. Membangun Kembali Pondok Daud yang Roboh : Amos. Catatan pelayanan Amos disusun dalam tiga bagian : 1) mencela Israel yang hidup tidak benar terhadap sesama dan Allah. 2) memerintahkan Israel mencari Allah. 3) tawaran kelepasan terhadap malapetaka. Daftar keluhan Tuhan terhadap bangsa-bangsa ini disebutkan Amos : tindakan barbar dalam perang oleh Damsyik (1:3-5) dan bani Amon (ay. 13-15); pembersihan budak dan perdagangan budak oleh orang Filistin; permusuhan Edom terhadap Yakub saudaranya; penajisan Moab dengan membakar tulang-tulang raja Edom yang menyembah berhala (2:1-3); penolakan hukum Allah oleh Yehuda; dan penyimpangan moral dari sepuluh suku di utara. Tuhan dalam sejarah adalah Penguasa yang berdaulat menurut hukum Penciptaan. Ia juga pengendali sejarah dan nasib manusia. Tindakan-Nya mendatangkan kelaparan, kekeringan, tulah, wabah dan perang bisa mempunyai maksud penebusan kalau saja manusia mau memperhatikan; karena apabila manusia gagal untuk mendengarkan perintah para hamba-Nya, yakni para nabi, mungkin mereka mau memperhatikan hukuman-Nya – bukan sebagai retribusi atas dosa-dosa mereka tetapi lebih sebagai alat untuk menangkap perhatian mereka. Israel dan Yehuda sudah diperingatkan bahwa itulah cara Allah berurusan dengan manusia dan bangsabangsa. Segala keterlibatan kita yang didorong oleh kesombongan dalam pertemuan-pertemuan yang khidmat, perayaan, persembahan kurban, dan nyanyian-anyian adalah melukai hati Allah yang menyelidiki lebih dahulu hati manusia. Syarat yang lebih diperlukan dalam ibadah agama adalah kebenaran dan keadilan (5:21-24). Kalau tidak maka semua praktik agama dipandang rendah dan ditolak oleh Tuhan. Meskipun demikian, masih ada harapan di balik malapetaka jatuhnya Samaria. Allah berjanji membangun kembali pondok Daud, yang dalam kondisi bobroknya hanya dapat disamakan dengan suatu “stan yang runtuh” atau “pondok” (sukkah). Dinasti Daud akan menderita, tetapi Allah akan memulihkannya dari kondisinya yang hancur, karena ia sudah menjanjikan kepada Daud bahwa rumah-Nya adalan tempat kediaman yang kekal. Mengasihi Israel Dengan Umpat: Hosea. Pengajaran perkawinannya merupakan kunci, baik untuk pelayanannya maupun untuk ajaran teologinya. Itu merupakan gambaran tentang kekudusan Allah yang secara adil berdiri teguh sementara hati Allah mengasihi secara lembut orang-orang yang sama sekali menjijikkan.

Gomer seperti Israel yang meninggalkan keamanan perkawinannya dan mengejar kekasihkekasih lain. Ketika Allah memerintahkan Hosea, “Pergilah lagi, cintailah perempuan (Gomer) yang berzinah” (3:1). Ini ditujukan kepada persundalan fisik dan rohani bangsa Israel; karena seperti yang Allah perintahkan, Hosea menamai anak-anaknya Yizreel, “Allah akan membubarkan,” Lo-Ruhama, “tidak menyayangi,” dan Lo-Ami, “bukan umat-Ku”. Hanya kasih Tuhan yang tidak berkesudahan yang dapat mengubah hukuman atas generasi itu, karena akan datang satu hari ketika sesuai dengan janji pada zaman dahulu, jumlah orang Israel akan tak terhitung banyaknya seperti pasir di laut (Hos. 1:10). Kasih Allah akan tetap tulus sekalipun Israel tidak setia (3:1), karena setelah diberi hukuman yang pantas, Israel akan kembali dijadikan tunangan-Nya. (2:18). Beberapa dari panggilan yang paling ramah untuk bertobat di dalam seluruh Alkitab terdapat dalam 6:1-3 dan 14:1-3. Jadi penghukuman tidak mungkin menjadi penentu; kasih karunia Allah sendirilah yang akan menentukan. “Sesudah itu orang Israel akan berbalik dan akan mencari Tuhan, Allah mereka, dan Daud, raja mereka . . . pada hari-hari yang terakhir” (3:5). Ini tentu bukan raja keturunan Daud yang dikembalikan, tetapi Mesias dari keturunan Daud yang dijanjikan itu (II Sam. 7; Amos 9:11-12). Misi Kepada Bangsa Bukan Yahudi: Yunus. Teologi dari kitab ini berkisar pada perluasan kasih karunia Allah kepada bangsa-bangsa non-Yahudi. Yunus yang tidak suka ketika Allah menunda hukuman-Nya dan memberikan kesempatan bagi Niniwe untuk bertobat karena Asyur adalah musuh Israel yang sangat agresif. Yunus diingatkan dalam Yunus 4:2, Tuhan itu pengasih, penyayang, panjang sabar dan berlimpah kasih setia. Yahweh adalan Pencipta segala sesuatu dan Penguasa seluruh masalah kehidupan sebagaimana terlihat pada penguasaan-Nya atas laut (ay. 15), dan pada penentuanpenentuan khusus-Nya akan seekor ikan besar (ay. 17), sebatang tumbuhan (4:6), seekor ulat (ay. 7), dan angina timur yang panas terik (ay. 8). Kekuasaan-Nya sama sekali tidak terbatas; Ia adalah Hakim segenap bumi (Kej. 18:25). Ia adalah pemeran utama dalam kitab ini: dan Ialah yang menentukan permulaan serta akhir dari segala peristiwa (Yn. 1:2; 4:11) Menyelamatkan orang-orang non-Yahudi bukanlah baru dalam rencana Tuhan. Allah sudah melakukannya sejak lama mulai dari kasus Melkisedek, orang banyak dari Mesir, Yitro, Rahab, Rut, dan hal-hal lain sejenisnya. Mereka juga adalah sasaran kemurahan Tuhan. Penguasa Israel: Mikha. Mikha menekankan sifat Allah yakni tidak ada bandingan-Nya. Mikha mengutuk dosa Israel dan Yakub. Dosa-dosa mereka meliputi seluruh kejahatan termasuk pemujaan berhala (1:7a), persundalan (ay. 7b), keserakahan (2:1-2), penyimpangan dari ajaran dan agama yang benar, nabi-nabi palsu, ilmu gaib, dan kesombongan (3:9-11). Mikha mengakhiri masing-masing dari ketiga bagiannya dengan pandangan sekilas tentang harapan gemilangnya yang berkilauan dengan unsur-unsur zaman dulu mengenai janji Allah. Inti dari pesan harapan yang disampaikan oleh Mikha tercantum dalam pasal 4-5. Di sini ia bergerak dalam tiga tahap. Mula-mula dia meyakinkan Yerusalem bahwa walalupun ada fakta bahwa “Yerusalem akan menjadi timbunan puing” (3:12), namun seperti yang telah dikatakan oleh Yesaya (2:2-4), “gunung rumah Tuhan akan berdiri tegak mengatasi gunung-gunung”. Tahap kedua (Mi. 4:6-13), meyakinkan Sion bahwa ia akan menang pada akhirnya atas semua bangsa walaupun “menara” Daud akan hilang untuk sementara “pemerintahan yang dahulu” dan “putri Sion” akan mengalami masa kesakitan melahirkan selama beberapa waktu. Tetapi nubuat yang paling hebat melihat bahwa semua kesengsaraan selama bertahun-tahun itu digantikan dengan seorang penguasa bernama “Damai Sejahtera”, yang akan dilahirkan di sebuah kota kecil Betlehem sebagai penggenapan atas janji zaman dahulu (5:1-15).

Lingkup kekuasaan penguasa keturunan Daud yang baru ini kan meliputi seluruh dunia. Ia akan membela Israel (5:4-6), memungkinkan mereka mengalahkan musuh-musuh mereka (ay. 7-9), dan Ia secara pribadi melenyapkan seluruh perlengkapan perang (ay. 9-15). Sementara itu yang diminta Allah dari manusia (6:6) adalah: 1) bertindak adil dan benar kepada sesama manusia dan 2) hidup beriman teguh yang dijalani dalam persekutuan erat dengan Allah (ay. 8). Itu adalah ringkasan dan inti dari hukum Taurat. Menjadikan ketepatan, menjalankan upacara agama sebagai tujuan dipandang rendah oleh Allah dan tidak bermanfaat bagi para pesertanya. Ahli Teologi tentang Janji Allah : Yesaya. Yesaya adalah nabi terhebat dari semua nabi-nabi dalam Perjanjian Lama, karena pemikiran dan doktrinnya meliputi berbagi topik yang luas sama seperti panjangnya jangka waktu pelayanannya. Tulisannya dibagi menjadi dua bagian, pasal 139 yang terutama berkisar pada hukuman dan bab 40-66 yang terutama merupakan penghiburan. Bagian kedua dari karya Yesaya itu sendiri adalah benar-benar sebuah teologi alkitabiah Perjanjian Lama. Bagian itu bisa disebut “Kitab Roma Perjanjian Lama” atau “Perjanjian Baru dalam Perjanjian Lama”. Tema kitab Yesaya adalah kekudusan dan kemuliaan Tuhan. Tuhan adalah trinitas Allah Mahakudus yang keunikan-Nya, kekhususan-Nya, dan transenden-Nya segera terlihat dengan begitu jelas bahkan bagi sang nabi sehingga ia berseru, “Celakalah aku! Aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir” (Yes. 6:5). Tunas yang ditumbuhkan Tuhan. Hampir tidak ada yang meragukan bahwa Oknum yang kemudian disebut “Tunas” itu adalah Mesias. Dalam Yesaya 4:2 “Tunas yang ditumbuhkan Tuhan” adalah dinasti Daud baik dalam sifat manusianya maupun dalam sifat ilahinya. Dalam hal ini “Tunas” bisa merupakan istilah yang sama dengan “Yang Diurapi” atau “Yang Mahakudus”. Tuhan yang menciptakan sejarah. Tujuan dan rencana Tuhan meliputi seluruh bumi dengan semua bangsa di dalamnya. Bangsa-bangsa bangkit dan jatuh sesuai dengan rencana tersebut (Yes. 14:24-27). Ia sendiri akan menjadi raja kendati mereka semua menganggap memiliki kedaulatan. Ia juga pada akhirnya akan menang atas mereka semua. Proses mengguncang bangsa-bangsa ini secara dramatis diceritakan dalam “Wahyu Kecil” dari Yesaya 24-27. Batu penjuru utama. Adonai, Tuhan yang berkuasa, meletakkan sebuah batu landasan di Sion. Ayat utama yang memberitahukan teologi teks ini adalah Kejadian 49:24 di mana “Yang Mahakuat pelindung Yakub” disebut sebagi “Gunung Batu Israel.” Demikan juga, Ulangan 32:4 menyebut Allah sebagai Gunung Batu, dan Yesaya 8:14 menyebut Allah sebagai batu sentuhan dan batu sandungan. Teologi singkat tentang Perjanjian Lama. (1) Allah di atas semua Allah (Yes. 40-48); (2) Juruselamat bagi semua (Yes. 49-57); (3) Akhir dari sejarah (Yes. 58-66). Bab 13. Pembaharuan Janji: Abad Ketujuh Abad ketujuh menandai salah satu periode paling penting dalam keseluruhan sejarah bangsa Israel, karena abad ini Israel berada di ambang kehancuran bangsa dan penawanan oleh bangsa Babel yang sudah lama diramalkan. Allah mengutus nabi-nabi, kali ini untuk memperingatkan Yehuda. Pokok pemberitaan mereka adalah penghakiman Tuhan yang akan datang sebentar lagi. Misi berikutnya kepada bangsa bukan Yahudi: Nahum. Nubuat Nahum adalah pelengkap untuk nubuat Yunus, karena ketika Yunus memberitahukan kemurahan Allah, Nahum menunjukkan barisan penghukuman tanpa belas kasihan dari Allah terhadap semua orang berdosa di seluruh dunia. Sekalipun begitu, dalam kitab tentang penghukuman ini pun kemurahan Allah tidak sama sekali

hilang. Nahum mengumumkan bahwa Tuhan itu “panjang sabar”, “baik” dan “Ia adalah tempat pengungsian pada waktu kesusahan”. Firman tentang berkat atau janji juga ditemukan dalam Nahum. Allah tetap “mengenal orang-orang yang berlindung kepada-Nya,” dan Ia akan merupakan “tempat pengungsian pada waktu kesusahan” (1:7). Jadi sementara musuh-musuh Allah akan menderita kehangatan amarah-Nya, umat perjanjianNya sendiri akan diselamatkan dalam tempat pengungsian, yakni diri-Nya. Hari Tuhan: Zefanya. Ia memulai nubuatnya dengan sebuah pengumuman tentang suatu penghukuman yang universal atas segalanya di “atas muka bumi” dan “manusia”. Hari Tuhan “sudah dekat” (Zef. 1:7). Itu akan merupakan “Hari perjamuan kurban Tuhan”, “hari Tuhan yang hebat,” “hari Tuhan yang pahit,” “hari kesusahan dan kesulitan”, “hari kemusnahan dan pemusnahan,” “hari kegelapan dan kesuraman,” “hari berawan dan kelam,” “hari peniupan sangkakala dan pekik tempur”. Sementara secara mengejutkan ia juga meramalkan pertobatan bangsa-bangsa sebagai salah satu hasil dari penghukuman tersebut. Hukuman lebih dahulu akan dimulai terhadap Yehuda, karena hukuman yang demikian selalu dimulai pada rumah Allah. Di balik hari Tuhan yang dahsyat dan mengerikan, Zefanya melihat suatu era baru muncul. Ilahilah di bumi akan lenyap; dan dari negeri-negeri yang jauh di bumi, semua akan berdoa kepada Tuhan. Orang benar akan hidup oleh percayanya: Habakuk. Ia menekankan iman sebagai prasyarat yang paling diperlukan untuk ambil bagian dalam manfaat persekutuan orang percaya. Ia sangat sedih karena Allah menggunakan perantara orang yang lebih jahat untuk menghukum orang-orang yang kurang jahat. Habakuk 2:4a menggambarkan karakter orang Kasdim: “Sesungguhnya orang yang membusungkan dada, tidak lurus hatinya. “Pandangan tinggi tentang dirinya sendiri dan tentang prestasi-prestasinya adalah sangat bertentangan dengan orang percaya yang rendah hati dan miskin rohani dari Zefanya. Ayat 4b: “Tetapi orang yang benar itu akan hidup oleh percayanya.” Jadi, orang yang benar “tidak akan mati”, sebagaimana dijanjikan dalam Habakuk 1:12b, tetapi merka “akan hidup” walaupun ada kengerian akan penghakiman yang akan datang. Firman Tuhan: Yeremia. Nubuat-nubuat Yeremia dapat dibagi menjadi tiga bagian, tidak termasuk pasal pendahuluan dan pasal penutup yang berisi sejarah: (1) pesan-pesan awalnya kepada Yehuda (2-24); (2) nubuat-nubuatannya tentang penghakiman dan penghiburan (25-45); dan (3) berbagai pesannya kepada bangsa-bangsa (46-51). Setiap bagian memberi sumbangan khusus kepada teologi Perjanjian Lama. Yeremia mengumumkan tiga soal pokok. (1) Hadir di rumah Allah bukanlah pengganti pertobatan yang sesungguhnya. (2) Menjalankan tindakan-tindakan keagamaan bukanlah pengganti kepatuhan kepada Tuhan. (3) Menguasai firman Allah bukanlah pengganti tindakan menanggapi apa yang firman itu katakan. “Tunas adil” yang sudah diberitakan dalam Yesaya 4:2 adalah keturunan Dud yang sama yang dinubuatkan dalam Yeremia 23:5-7 dan 33:14-22. Nama khusus yang diberikan kepada “Tunas” mesianis ini adalah “Tuhan keadilan kita (YHWH), sebuah nama yang mengingatkan kita kepada sebutan Yesaya “Immanuel,” “Allah menyertai kita.” Perjanjian Baru. Inti dari teologi PL dan pemberitaan Yeremia adalah pengajarannya tentang Perjanjian yang baru dalam Yeremia 31:31-34. Mengapa menyebut perjanjian ini suatu “perjanjian Baru” terutama karena kebanyakan isi yang dikemukakan dalam yang “Baru” hanyalah pengulangan janji-janji yang diketahui sudah ada sejak perjanjian zaman AbrahamDaud. Abad ketujuh adalah saat terhebat dari penghancuran yang akan datang bagi bangsa itu: namun

di tengah-tengah peringatan dari para hamba Allah muncul salah satu rangkaian janji pengharapan yang paling spektakular. Bab 14. Kerajaan yang Berkaitan dengan Janji Allah: Nabi-Nabi Masa Pembuangan. Yang terburuk sudah terjadi. Yerusalem jatuh pada 586 sM, dan sebagian besar warganya menjalani 70 tahun penawanan di Babel. Berbagai nada ancaman yang tak menyenangkan akan segera berakhir, dan penekanan baru dari teologi para nabi akan berupa kelepasan serta kelahiran baru dari umat Allah yakni Israel. Yehezkiel dari tempat pembuangan meneruskan memperingatkan Yehuda pada bagian pertama kitabnya (Yeh. 3:22-24:27). Dalam nubuat-nubuatnya yang diberi tanggal secara cermat, ia mulai memperingatkan bangsa-bangsa selama masa-masa kelam yaitu pengepungan dan kejatuhan Yerusalem (Yeh. 25-32). Sesudah itu, firman tentang pengharapan dan janji mengambil alih dalam Yehezkiel 33-48. Dengan urutan keturunan Daud yang lama pada satu ujungnya, hanya ada satu tempat tujuan: ke Daud yang baru, takhta-Nya, dan kerajaan-Nya. Ini menjadi suatu harapan yang menyokong bagi umat yang sudah kehilangan semua simbol harapan yang lahiriah; itu juga yang merupakan fokus dari Yehezkiel dan Daniel. Pemerintahan Gembala yang baik: Yehezkiel. Ia merupakan penjaga Israel. Sejak awalnya Yehezkiel menjelaskan bahwa betapa pun dalamnya dosa Israel, Tuhan akan mengingat perjanjian-Nya dengan bangsa itu tepat sebagaimana yang Ia berjanji untuk lakukan pada masa muda bangsa itu (Yeh. 16:60). Janji dan berkat itu akan berlanjut. Kemuliaan Tuhan. Yang mendominasi setiap gambaran dan perkataan dalam kitab Yehezkiel adalah takhta Allah. Penglihatan akan takhta ini merupakan panggilan Yehezkiel saat ia duduk di tepi “sungai” Kebar. Bagi Yehezkiel di atas cakrawala ada yang “menyerupai” takhta yang kelihatannya seperti permata lazurit; dan di atas yang menyerupai takhta itu ada yang kelihatan “seperti rupa manusia” (1:26). Jelas figur utamanya tak lain daripada oknum yang di atas takhta; seorang tokoh mengagumkan yang penampilannya memancarkan api dan kecemerlangan. Hubungan antara api dan kehadiran Tuhan sudah lama dikenal di Israel. Musa mengalaminya dalam panggilannya di semak yang terbakar, Israel di padang gurun melihat tiang api, Elia di atas Gunung Karmel mengalami kehadiran kuasa Allah; sesungguhnya, hanya Daniel (7:9 dst.) yang dapat melukiskan dengan rinci pertemuannya dengan “Yang Lanjut Usianya.” Allah akan Berjaya meskipun Israel mengalami kegagalan paling tragis. Janji-Nya tidak akan mati; tetapi akan terus berlanjut. Tuhan tempat kudus. Selama masa pembuangan itu, Tuhan sendiri akan menjadi Bait Suci sejati bagi orang-orang yang benar-benar percaya: “Walaupun Aku membawa mereka jauh-jauh di antara bangsa-bangsa dan menyerakkan mereka di negeri-negeri itu dan Aku menjadi tempat kudus. Manusia akan mengetahui bahwa Tuhan sendiri lebih penting daripada bangunan dan segala hiasannya. Di samping itu, suatu hari Ia akan memulihkan umat itu ke tanah perjanjian, membawa mereka dari setiap negeri kemana mereka sudah diserakkan. Kerajaan Daud yang baru. Sisa-sisa bangsa itu akan mewarisi semua janji zaman dulu yang diberikan kepada Daud dan Abraham, dan kerajaan Allah akan berjaya atas segala bangsa; sebetulnya, di bawah naungan kerajaan itu akan berdiam segala macam bangsa. Gembala yang baik. Bagian inti sumbangan Yehezkiel bagi janji yang berlangsung tanpa henti adalah Yehezkiel 34:11-31: “Aku sendiri akan memperhatikan domba-domba-Ku dan akan mencarinya, . . . Aku akan menjadi hakim di antara domba dengan domba.” Gambaran tentang gembala itu, tentu saja,menunjuk pada Sang Penguasa penuh kebaikan yang bisa diandalkan dalam memegang peran pemimpin.

Israel yang dipulihkan dan dipersatukan kembali. Sebagaimana Anda mendapat hembusan napas kehidupan ke dalam hidungnya dan ia menjadi “hidup,” begitu juga Israel akan dipulihkan. Dua bersaudara yang terpisah, sepuluh suku Yususf atau Efraim di utara dan dua suku Yehuda dan Benyamin di selatan akan disatukan lagi di bawah Daud yang baru pada hari kebangkitan bangsa menurut Yehezkiel 37:16-28. Dan negara ini akan ada “selama-lamanya, sebagai bagian dari “perjanjian yang kekal” dari Allah (ay. 26). Dengan tema pokok tersebut, Yehezkiel meneruskan memberi rincian gambaran tentang tanah Israel yang dipulihkan sesudah ia membicarakan pertempuran dengan Gog di tanah Magog dalam pasal 38-39. Di tanah itu sebuah Bait Suci akan kembali merupakan bagian arsitektur yang dominan. Akan ada sebuah Bait Suci yang secara nyata ditempatkan lagi di tengah-tengah negeri itu. Di situ penyembahan kepada Allah yang hidup akan berlanjut sebagaimana digambarkan di sini dengan ciri-ciri ibadah bersama yang dikenal pada masa Yehezkiel menulis kitabnya. Keberhasilan kerajaan yang dijanjikan: Daniel. Teologi Daniel jelas merupakan antithesis dari berbagai kerajaan umat manusia berturut-turut. Berbeda dengan kerajaan-kerajaan ini adalah kerajaan Allah yang kekal dan yang akhirnya menang. Daniel, seorang buangan lain bersamasama dengan Yehezkiel, melihat di balik bencana besar kejatuhan Yerusalem serta di balik keturunan Daud pada kerajaan kekal yang dijanjikan Allah. Batu dan kerajaan Allah. Mimpi Nebukadnezar yang dicatat dalam Daniel 2. Dalam mimpi itu digambarkan suatu patung yang sangat besar terbuat dari empat logam berharga yang makin berkurang nilainya dengan bagian yang makin lemah jika orang melihatnya mulai dari kepala sampai ujung kaki. Patung ini melambangkan alternatif bagi manusia selain “Batu” itu yang jatuh di kaki patung itu dan meremukkan keseluruhannya berkeping-keping. Sesudah ini, “Batu” itu menjadi suatu kerajaan besar yang memenuhi seluruh bumi. “Batu” itu mengingatkan orang pada “Batu penjuru” Yesaya (Yes. 28:16) sedangkan logam-logamnya jelas menunjukkan empat kerajaan dimulai dengan Babel, diikuti oleh kerajaan yang terpecah yaitu Medo-Persia, YunaniMakedonia, dan Romawi atau kerajaan-kerajaan Barat. Yang lanjut usianya. Dalam Daniel 7, empat kerajaan dunia yang sama muncul, hanya kali ini berturut-turut keluar dari laut yang berbadai. Akan tetapi, lagi-lagi, ketika waktu mereka habis dan penguasa yang datang dari antara sepuluh tanduk dari keempat binatang buas sudah melakukan kejahatannya terhadap Allah surgawi dan orang-orang kudus-Nya, “Yang Lanjut Usianya” tiba dengan penghakiman. Tanduk kecil yang sombong. Daniel menggambarkan munculnya seorang yang ternyata adalah Antiokus (Epiphani) IV. Tindakannya menajiskan mezbah di tempat kudus dengan mempersembahkan bagi di atasnya (11:31) dan tindakannya melanggar perjanjiannya adalah bagian yang tak terpisahkan dari Antikristus terakhir yang akan datang sebagai “binatang” (Why. 13), “manusia durhaka” (II Tes. 2), atau “tanduk . . . kecil” dari Daniel. Kebangkitan yang akan datang. “Pada waktu itu, “suatu waktu kesesakan yang besar, seperti yang belum pernah terjadi sejak ada bangsa-bangsa,” Allah akan membebaskan umat-Nya dan memperkenalkan kerajaan kekal-Nya (12:1). Penggenapan yang sudah diperhitungkan dari janji itu beserta kerajaan, takhta, dan pemerintahannhya akan terlaksana dengan baik. Sebagai mana dalam Yesaya 26:19, Allah akan menghidupkan kumpulan orang percaya yang saleh dengan cara kebangkitan tubuh dari kematian. Ayub diyakinkan bahwa seperti sebatang pohon akan bertunas kembali sekalipun ditebang, demikian juga seorang manusia akan hidup kembali (Ay. 14:7, 14). Bab 15. Kemenangan Janji Allah: Masa Sesudah Pembuangan Sebagian kecil dari bangsa Israel yang dibuang kembali ke Yerusalem di bawah Zerubabel,

seorang wakil keluarga Raja Daud, dan Imam besar Yosua. Mereka juga bekerja keras untuk meletakkan lagi fondasi dari simbol terpenting mengenai kehadiran Allah, yakni tempat ibadah mereka yang berhenti sama sekali selama 16 tahun (Ezr. 4:24). Segala sesuatu tidak beres, bahkan tidak mampu untuk membangun Bait Suci itu. Dengan penuh kemurahan Allah menolong dengan mengutus nabi-nabi Hagai dan Zakaria (Ezr. 5:1). Cincin Metarai Allah: Hagai. Enam belas tahun pengabaian terhadap pembangunan rumah Allah itu ternyata merugikan, tidak hanya bagi perkembangan rohani Israel, tetapi juga dalam bidang materi mereka. Fakta bahwa Bait Suci tetap berupa “reruntuhan” begitu mengganggu Tuhan sehingga Ia membuat kekeringan atas hasil panen mereka. sekali lagi kalau perintah Allah tidak diperhatikan, maka hukuman Allah akan digunakan untuk menangkap perhatian bangsa itu. Mengherankan umat itu menaggapi serta mematuhi firman Tuhan dan suara Hagai sang nabi (1:12). Bukti bahwa Allah tetap tinggal bersama Israel, menurut janji zaman dahulu yang diberikan berkaitan dengan kemah suci dan formula tritunggal, dapat terlihat pada fakta bahwa Ia membuat Roh-Nya tinggal bersama mereka (2:5). Lalu Tuhan dengan tegas menyatakan, “Aku akan menggoncangkan segala bangsa, sehingga barang yang indah-indah kepunyaan segala bangsa datang mengalir, maka Aku akan memenuhi Rumah ini dengan kemegahan, firman Tuhan semesta alam.” “Cincin meterai” adalah tanda kekuasaan yang diambil dengan kasar dari Yoyakim, sebab Allah sudah menolak kepemimpinannya. Penggunaan materai untuk menandai harta benda dan dokumen-dokumen sangat dikenal pada zaman dulu di Timur Dekat. Keturunan Daud yang baru ini akan merupakan tanda Allah bagi dunia bahwa Ia bermaksud untuk terus memenuhi janji-Nya zaman dahulu. “Kasih setia . . . kepada Daud” bersifat “abadi” atau “teguh” (Yes. 55:3). Pahlawan penakluk dari Allah: Zakharia. Bekerja bersama-sama dengan Nabi Hagai, Zakharia menyampaikan panggilan bertobat yang paling kuat yang pernah diberikan oleh nabi-nabi PL (Za. 1:1-6) pada November, 520 sM. Hambaku – Sang Tunas, Batu. “Sang-Tunas” dalam Zak. 3:8 dan 6:12 adalah nama lain untuk keturunan Daud yang terakhir. “Hamba-Tunas” menunjukkan kedatangan pertama Mesias, maka “Batu” seperti dalam Daniel 2:34-35 menunjukkan kedatangan kedua Mesias. Raja yang rendah hati dan adil. Zakharia memulai dua pemberitaan pokoknya, yang pertama ia meramalkan kemajuan yang penuh kemenangan dari Aleksander Agung (Za. 9:1 dst.). kedua, Raja sejati Israel akan datang dan pelantikan-Nya untuk menduduki jabatan-Nya akan dilambangkan dengan masuknya Ia ke kota Yerusalem dengan menaiki seekor keledai. Sifat-Nya “adil,” gambaran yang sama yang dipakai oleh Yesaya. Namun Ia juga telah “dilepaskan” dan karena itu menang sebagai tanda kasih karunia Allah kepada-Nya. Ia “rendah hati,” atau bahkan “menderita,” yaitu konsep serupa yang dihubungkan dengan “Hamba Tuhan” di Yesaya 53:7. Walaupun demikian inilah Raja baru Israel. Ia lembut hati namun Ia menang. Gembala yang dibunuh. Gembala yang baik mula-mula diterima, kemudian ditolak serta dijual untuk tiga puluh keeping perak (Za. 11:7-14). Selama Ia memerintah mereka pada masa lalu, Ia menggunakan dua tongkat bernama “Kemurahan” dan “Ikatan”. Tiga puluh keping perak! Demikianlah Sang Gembala menjadi Gembala-Martir (Za. 13:7-9) bagi domba yang sudah menolak kepemimpinan-Nya. Hari terakhir penuh kemenangan. Masih ada satu pertempuran menentukan yang harus dilakukan oleh Tuhan. Pada hari itu, Ia akan mengumpulkan semua bangsa yang ada di bumi. Dengan ledakan-ledakan besar pada alam, Tuhan Yang Mahamulia akan turun dengan awan-awan. (Dan 7:13) bersama dengan semua orang kudus-Nya (Za. 14:5) dan menjejakkan kaki-Nya di Bukit Zaitun. Lalu sejarah dan aspek pertama dari rencana besar Allah dalam janji keselamatan akan

digenapi dalam kemenangan paling menentukan yang pernah ada. Dia juga akan tetap menjadi pemenang atas semua manusia, bangsa-bangsa dan alam. Utusan Allah pembawa berita tentang perjanjian: Maleakhi. Nabi Maleakhi menjawab ejekan yang tak masuk akal dan menghina Tuhan dari orang-orang yang muncul dari kesengsaraan mereka sendiri dan yang mengeluh, “Di manakah Allah yang menghukum?” (Mal. 2:17). Jawaban Maleakhi sederhana: “Tuhan yang kamu cari itu akan datang” (3:1). Namun, sebelum Ia datang, Tuhan akan mengutus seorang pendahulu untuk mempersiapkan jalan bagi-Nya, sama seperti yang telah dirmalkan oleh Yesaya (40:1 dst.), karena umat manusia perlu siap secara moral untuk menyambut kedatangan semacam itu. Ia tidak lain adalah Mesias yang dijanjikan, sebab hari kedatangan-Nya adalah juga hari Tuhan yang begitu sering disebut oleh para nabi. Generasi Maleakhi, sama seperti pendengar Amos pada abad ke-8, keliru waktu merindukan hari Tuhan itu seolah-olah hari tersebut akan serba menyembuhkan bagi semua orang yang tak siap. Kehadiran Tuhan dapat berarti bahwa mereka semua akan dihabiskan, karena kekudusan-Nya tidak mungkin bergaul dengan cara-cara tegar tengkuk mereka. Tetapi Maleakhi yakin bahwa tidak semua akan berakhir denagn muram dan berputus asa. Kerajaan itu adalah milik Tuhan: Tawarikh, Ezra-Nehemia, Ester. Para penulis riwayat historis mendapat penglihatan tentang Israel yang dipersatukan kembali pada suatu masa yang akan datang dengan ibu kotanya di Yerusalem. Kerajaan menurut janji Allah. Janji Allah kepada Daud diulangi lagi dalam I Tawarikh 17:14. “Dan Aku akan menegakkan Dia dalam rumah-Ku dan dalam kerajaan-Ku untuk selamalamanya.” Maka Daud memuji Tuhan dalam doa ucapan syukurnya atas berbagai pemberian sukarela yang diberikan dengan begitu berlimpah-limpah dan dengan begitu murah hati oleh orang Israel sebagai tanggapan atas kebutuhan akan sebuah Bait Suci yang akan dibangun Salomo. “Kerajaan Tuhan” ini yang “dipegang keturunan Daud” adalah milik Tuhan. Raja Israel hanyalah wakil Allah yang menerima jabatan dari Allah dan yang secara simbolis melanjutkan pemerintahan itu sebagai pendahulu dari kedudukan penuh kemenangan Allah di takhta itu. Bagian III: Hubungannya Dengan Teologi Perjanjian Baru Bab 16: Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru Willis J. Beecher menyimpulkan bahwa hubungan PL dan PB adalah: topik bahwa PL memuat sejumlah besar ramalan mengenai Mesias yang akan datang dan bahwa, hal tersebut digenapi dalam Yesus Kristus. Allah memberikan janji kepada Abraham, dan melalui dia kepada seluruh umat manusia; suatu janji yang selamanya memenuhi dan digenapi dalam sejarah Israel; dan terutama digenapi dalam Yesus Kristus, ia adalah yang utama dalam sejarah Israel Kata semboyan PB untuk PL. Para penulis PB menyebut perkembangan atau rencana tunggal ini “janji” (epangelia). Sekitar 40 ayat dalam PB yang memuat kata “janji” ini sebagai inti pengajaran PL. Bagi para penulis PB, janji Allah yang satu ini melambangkan semua yang Allah sudah mulai lakukan dan firmankan dalam PL dan yang Ia terus lakukan dalam era baru mereka masing-masing. Di antara berbagai segi yang dicakup oleh janji tunggal ini adalah firman tentang berkat dari Injil bagi bangsa-bangsa non-Yahudi; doktrin tentang kebangkitan dari antara orang mati; janji tentang Roh Kudus dengan kepenuhan baru; doktrin tentang penebusan dari dosa dan semua akibatnya; dan yang paling hebat dari semua, janji mengenai Yesus Sang Mesias. Kesatuan PL dan PB. Berbagai perbedaan yang tak berharga di antara kedua kitab perjanjian sama melimpahnya dengan pendapat salah orang tentang keduanya. Orang-orang PL yakin sekali kalau mereka adalah bagian dari satu tradisi tunggal. Tetapi, begitu pula hubungan-hubungan PB adalah lebih dari sekedar kesinambungan kronologis-historis, kutipan-kutipan dari para penulis

terdahulu, atau warisan etnis dan budaya yang dibagi. Akan tidak mungkin untuk menggambarkan pesan dari seorang penulis PB tanpa mengacu pada Keturunan, umat Allah, kerajaan Allah, berkata Allah kepada segala bangsa, hari Tuhan, dan sebagainya. Perjanjian yang lebih mulia. Kunci untuk mengerti “perjanjian yang lebih mulia” pada Ibrani 8:6 adalah dengan mengamati persamaan yang ada di antara janji kepada Abraham (Ibr. 6:13; 7:19, 22) dengan perjanjian yang Baru (8:6-13). Karena perjanjian Musa adalah yang pertama yang akan sepenuhnya dilaksanakan dan dialami oleh bangsa itu, maka janji kepada Abraham bukan yang pertama menurut perhitungan penulis itu. Perjanjian Musa memang ada cacatnya, tetapi itu bakan karena suatu kekurangan pada pihak Allah yang membuat perjanjian itu; sebaliknya, banyak dari ketetapan-ketetapan itu memiliki keusangan yang direncanakan dan melekat pdanya dengan sengaja. Ketika Allah memperbaharui janji kepda para bapak leluhur zaman dulu, yang selanjutnya muncul dalam perjanjian Sinai dan dalam janji kepada Daud, taka da yang dihilangkan, dibatalkan, dibuang, atau diganti kecuali hal yang dengan jelas begitu dibatasi dari pemunculannya yang pertama. Jadi Yesus dengan kematian-Nya memperbaharui janji itu, tetapi Ia tidak mengadakan suatu perjanjian yang sama sekali “baru”. Di tengah-tengah persatuan “umat Allah” dan “anggota keluarga yang seiman” masih tetap ada pengharapan akan warisan pada masa yang akan datang yang akan mengakhiri janji Allah dengan suatu bangsa Israel, yang hidup kembali, kerajaan Allah, dan langit baru serta bumi baru. Sekali lagi, jelas bahwa kita sudah ikut menerima sebahagian dari berkat-berkat masa yang akan datang itu; namun bagian terbesar dari rencana penyatuan yang sama tersebut masih menantikan penggenapan kekalnya.

Related Documents

Teologi
February 2021 2
Teologi
January 2021 2
Teologi Pb
January 2021 3
Teologi Pb
January 2021 1
Teologi Pb.doc.doc
January 2021 2
Teologi Yudas
February 2021 0

More Documents from "Chlemenci Dutu"