Teori Pmt

  • Uploaded by: Hartina Fattah
  • 0
  • 0
  • March 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Teori Pmt as PDF for free.

More details

  • Words: 1,822
  • Pages: 10
Loading documents preview...
2018

Tugas Riset Manajemen SDM : Motivation Theory PROTECTION MOTIVATION THEORY (TEORI MOTIVASI PERLINDUNGAN)

A. Sejarah Protection Motivation Theory Pentingnya

faktor

psikososial

dalam

kesehatan

telah

meningkatkan

pemahaman tentang model-model perilaku promosi kesehatan dan pencegahan terhadap penyakit. Berkaitan dengan itu pula penelitian tentang Promosi Kesehatan dan Pencegahan Penyakit ikut menentukan berbagai metode untuk mempengaruhi orang-orang dalam mengadopsi perilaku kesehatan. Banyak teori yang menjelaskan perilaku dan perubahan perilaku (Weinstein,1993). Protection Motivation Theory (PMT) atau teori motivasi perlindungan adalah salah satu yang paling populer dari teori-teori ini karena secara eksplisit menggabungkan peran pesan kesehatan yang terkait dalam mempengaruhi perubahan perilaku. Menurut PMT, pesan yang berhubungan dengan kesehatan akan menimbulkan dorongan bagi seorang individu untuk menilai keparahan suatu kejadian, kemungkinan terjadinya peristiwa, kepercayaan kemanjuran dari rekomendasi yang diberikan, dan keyakinan bahwa seseorang memiliki kemampuan untuk melakukan perilaku yang direkomendasikan. Persepsi tentang keempat faktor yang membangkitkan motivasi akan memberikan pengaruh untuk berperilaku sehat (Rogers, 1975,1983). Teori Motivasi Perlindungan (Prevention Motivation Theory atau disingkat PMT) pada awalnya dikembangkan oleh Rogers (1975, 1983, 1985) yang memperluas Teori Health Belief Model (HBM) dengan melibatkan faktor-faktor tambahan dan penekanannya pada proses kognitif mediasi perubahan sikap dan perilaku untuk memberikan kejelasan konseptual untuk memahami rasa takut (Prentice-Dunn

&

Rogers,

1986;

Rogers,

1975).

PMT

pada

awalnya

dikembangkan oleh Dr RW Rogers pada tahun 1975 dalam rangka untuk lebih memahami rasa ketakutan dan bagaimana orang mengatasi rasa takut mereka. Namun Dr Rogers kemudian memperluas teori pada tahun 1983 di mana ia diperpanjang teori ke teori yang lebih umum dari komunikasi persuasif. Teori ini awalnya didasarkan pada karya Richard Lazarus yang menghabiskan sebagian besar waktunya meneliti bagaimana orang berperilaku dan mengatasi situasi selama stres. Dalam bukunya, "Stress, Appraisal, and Coping”, Richard Lazarus membahas ide proses penilaian kognitif dan bagaimana mereka berhubungan dengan cara mengatasi stres. Dia menyatakan bahwa orang-orang, "berbeda

Hartina A013171021

Page 1

Tugas Riset Manajemen SDM : Motivation Theory

2018

dalam sensitivitas dan kerentanan, serta interpretasi dan reaksi mereka terhadap beberapa jenis kegiatan ". Sementara Richard Lazarus mengemukakan banyak ide dasar yang digunakan dalam perkembangan teori PMT, Dr Rogers adalah orang pertama yang menerapkan terminologi ini ketika membahas rasa ketakutan. PMT ini terutama digunakan ketika membahas suatu masalah kesehatan dan bagaimana orang bereaksi ketika didiagnosis dengan penyakit kesehatan yang terkait. B. Komponen Protection Motivation Theory Pada tahun 1983 PMT direvisi sebagai deskripsi lengkap dari teori, yang terdiri dari tiga proses kognitif: sumber informasi, proses mediasi kognitif, dan mode koping. Karena PMT memiliki tiga proses kognitif dengan banyak konstruksi, sebagian besar penelitian sebelumnya hanya menggunakan sebagian dari konstruksi (Prentice-Dunn & Rogers 1986). Boer & Seydel (1996) menjelaskan konstruksi utama dari teori ini: keparahan, kerentanan, responefficacy, self-efficacy, motivasi perlindungan (niat), dan perilaku perlindungan.

Figure 1. Originality of Protection Motivation Theory concept.

(Source: Rogers, 1983)

Hartina A013171021

Page 2

Menurut teori PMT, ada dua sumber informasi: (1) lingkungan atau environmental (misalnya persuasi verbal, pembelajaran observasional) dan (2) intrapersonal (misalnya pengalaman sebelumnya dan variabel-variabel personal). Informasi ini mempengaruhi komponen-komponen PMT (self efficacy, efektivitas respon, keparahan, kerentanan, rasa takut), yang kemudian menimbulkan baik respon koping adaptif (yaitu niat perilaku) atau respons koping 'maladaptif' (misalnya penghindaran atau penolakan) Dalam Protection Motivation Theory, Rogers menyatakan bahwa perilakuperilaku yang berhubungan dengan kesehatan adalah karena individu memiliki niat berperilaku, sedangkan niat perilaku dipengaruhi oleh 4 (empat) komponen yaitu :

Severity Vulnerability Behavioural

intentions

Behaviour

Respon effectiveness Self-efficacy

Figure 2. Komponen dasar Protection Motivation Theory (Source: Ogden, 1996)

1. Self efficacy Adalah kemampuan diri sendiri. Orang yang memiliki self-efficacy yang tinggi yakin bahwa dia akan berhasil merubah perilaku dirinya sendiri. Contoh: “saya percaya bahwa saya dapat merubah pola diet saya”. Sedangkan orang dengan self-efficacy yang rendah maka yakin bahwa dirinya akan gagal, sehingga akan mecoba menghindarinya dengan berbagai cara. Perceived self-efficacy adalah keyakinan seseorang bahwa ia memiliki kemampuan untuk melakukan perilaku yang direkomendasikan ia dapat mengatasi cost). Semakin tinggi efektivitas diri, semakin positif responnya.

2. Respon efektivitas Merupakan

keyakinan

seseorang

bahwa

perilaku

yang

direkomendasikan akan efektif dalam mengurangi atau menghilangkan bahaya. Respon ini secara efektif akan mempengaruhi seseorang untuk merubah perilaku sesuai anjuran. Contoh: “perubahan pada pola diet saya akan meningkatkan kesehatan saya”. Dalam hal ini, rekomendasi untuk menjauhkan diri dari mengemudi dalam keadaan mabuk secara signifikan akan mengurangi peluang seseorang untuk terjadi kecelakaan. Semakin positif respon efektivitas, maka semakin positif responnya. Di sini kita menggunakan 'tanggapan positif' sebagai ungkapan untuk menyebut berbagai variabel termasuk sikap, niat, dan adopsi yang sebenarnya dari perilaku kesehatan yang direkomendasikan (yang persuasif dari rekomendasi kesehatan). Respon lebih rendah mungkin dialami ketika seseorang mengikuti diet dengan tujuan kehilangan berat badan tapi tidak yakin tentang hasilnya. 3. Vulnerability Adalah kerentanan yang dianggap sebagai hasil yang tidak diinginkan mengacu pada persepsi subjektif seseorang tentang risiko kejadian negatif yang terjadi kepada mereka atau kerawanan terserang suatu penyakit. Kerentanan ini yang dirasakan sebagai ancaman. Contoh: “kemungkinan saya terkena kanker usus sangat tinggi”. Semakin tinggi seseorang menganggap kerentanan, maka semakin tinggi niat seseorang untuk mengikuti hal yang direkomendasikan. Dalam contoh di atas, tingkat kerentanan tinggi mungkin akan dirasakan ketika dokter menyediakan data statistik tentang jumlah orang yang menderita kanker usus pada orang yang tidak mengkonsumsi pengaturan diet tinggi serat. 4. Severity Adalah tingkat kegawatan atau cara pandang seseorang terhadap bahaya dan tidaknya suatu penyakit. Contoh: “kanker usus adalah penyakit yang serius”. Keparahan dianggap peristiwa negatif mencakup perasaan tentang keseriusan menyebabkan kecelakaan saat mengemudi di bawah pengaruh alkohol. Dimensi ini meliputi evaluasi baik konsekuensi medis (misalnya, kematian, cacat, dan nyeri) dan konsekuensi sosial yang mungkin terjadi (misalnya, dampak kondisi pada pekerjaan, kehidupan

keluarga, dan hubungan sosial). Keseriusan juga bervariasi dari orang ke orang. Semakin menganggap tinggi tingkat keparahan dari suatu kondisi kesehatan, atau hasil negatif lainnya, maka semakin tinggi niat seseorang untuk mengikuti rekomendasi. Keempat komponen tersebut dapat memprediksi niat perilaku (misal, “saya ingin merubah perilaku saya”) yang berhubungan dengan perilaku seseorang. Rogers juga meyakini ada peran dari komponen lain yaitu perasaan takut (fear) sebagai respon emosional dalam pendidikan atau informasi. PMT ini menggambarkan 4 komponen tersebut dalam dua kategori. Kategori pertama berkaitan dengan penilaian ancaman (threat appraisal), terdiri dari keparahan, kerentanan, dan ketakutan (yaitu menilai ancaman dari luar). Keparahan mengacu pada tingkat bahaya dari perilaku yang tidak sehat. Kerentanan adalah probabilitas bahwa seseorang akan mengalami bahaya. Kategori kedua adalah yang berkaitan dengan penilaian koping (coping appraisal) seperti respon efektivitas dan self efficacy (yaitu penilaian atas keyakinan dalam individu sendiri). Respon efektivitas adalah efektivitas dari perilaku yang dianjurkan dalam menghilangkan atau mencegah bahaya yang mungkin terjadi. Self-efficacy adalah keyakinan bahwa seseorang mampu dan sanggup menetapkan perilaku yang direkomendasikan. Selanjutnya, informasi akan mempengaruhi komponen-komponen teori PMT, yang kemudian dapat mendatangkan respon koping, baik respon koping yang adaptif (niat berperilaku) atau respon koping yang maladaptif (menghindar, menolak), yang semua ini disebut sebagai proses mediasi kognitif (cognitive mediating processes)

Figure 3. Proses Mediasi Kognitif (Source: Rogers, 1983; Fry & Prentice-Dunn, 2005, 2006)

Teori

PMT

menyatakan

bahwa

niat

berperilaku

adalah

sebuah

konsekuensi dari penilaian terhadap ancaman dan penilaian terhadap sumber-sumber koping individu. Penilaian ini menimbulkan suatu keadaan yang disebut “protection motivation” yang memelihara aktifitas respon untuk mengatasi ancaman. Berdasarkan teori Protection Motivation Theory yang dikemukakan Rogers dan Prentice Dunn (1997) tentang Proses Mediasi Kognitif tersebut diatas, pada tahun 2003 Wu et. al mengembangkan skema Protection Motivation Theory menjadi berikut:

Figure 4. Protection Motivation Theory based on Cognitive Mediating Processes (Source: Wu et-al, 2003)

Dalam perkembangan teori Protection Motivatin Theory selanjutnya, informasi yang dapat menimbulkan perilaku yang diharapkan tidak muncul serta merta namun ada proses komunikasi dalam diri individu yang menyebabkan individu memutuskan untuk berespon adaptif atau maladaptif. Witte (1992), menerapkan PMT dengan menganalisis pesan (informasi) melalui komunikasi persuasi sebagai berikut : INCOMING MESSAGE PERCEIVED THREAT

Analisa dari suatu pesan: Perceived Vulnerability Am I at risk for this problem?

NO

YES

No response

Perceived Severity Is this problem serious?

YES

NO

PERCEIVED EFFICACY

Perceived Response Efficacy Do I believe the recommanded action would effectively avert the danger?

NO Fear Control Response

YES Self-efficacy Do I believe I am capable of performing the recommanded action ? YES

NO

Avoidance, denial, anger, mocking, or boomerang effect.

EFFICACY/THREAT COMPARISON

Perceived Efficacy Higher than Perceived Threat ? YES

NO

Danger Control response : Adopt recommanded action

(Adapted from Witte (1992), cited by the centre for Health Promotion University of Toronto, 2000)

Figure 5. Message analysis (Source: Witte,1992)

C. Penggunaan teori PMT Roger (1985), mengaplikasikan teori PMT pada individu yang menderita penyakit jantung koroner dengan memberikan informasi tentang perubahan diet, sehingga teori PMT akan memprediksi perilaku sebagai berikut : informasi tentang pengaruh diit tinggi lemak pada penyakit jantung koroner akan meningkatkan perasaan takut (fear), meningkatkan persepsi individu tentang bahayanya penyakit jantung koroner (perceived severity) dan meningkatkan keyakinan mereka bahwa mereka memiliki risiko mudah terkena serangan jantung (perceived vulnerebility). Jika individu juga merasa percaya diri bahwa mereka dapat merubah pola diit mereka (self-efficacy) dan perubahan ini akan memberikan manfaat (response effectiveness), maka mereka akan menunjukkan niat yang tinggi untuk merubah perilaku mereka (behavioral intentions). Keaadaan tersebut akan muncul sebagai respon koping yang adaptif terhadap informasi (Roger,1985).

Figure 6. Contoh Penerapan Protection Motivation theory

PMT juga dapat diaplikasikan dalam memprediksi atau merubah perilaku seseorang yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi, HIV/AIDS. Misalnya, informasi tentang perilaku sex yang tidak aman dengan tidak menggunakan kondom dapat terserang HIV/AIDS, hal ini dapat meningkatkan rasa kekhawatiran, yang selanjutnya akan meningkatkan persepsi individu tentang bahayanya HIV/AIDS (perceived severity) dan meningkatkan keyakinan mereka bahwa mereka memiliki risiko/rentan tertular HIV/AIDS (perceived vulnerability). Jika individu juga merasa percaya diri bahwa mereka dapat merubah perilaku hubungan seks mereka menjadi perilaku seks yang aman (self-efficacy) maka hal ini akan memberikan kesadaran terhadap perubahan perilaku (response effectiveness), yang pada akhirnya mereka akan menunjukkan niat yang tinggi (behavioral intentions) untuk merubah perilaku mereka (behaviour/action). Keadaan tersebut muncul sebagai respon koping yang adaptif terhadap informasi yang telah diberikan. D. Dukungan terhadap teori PMT Rippetoe dan Rogers (1987), memberikan informasi terhadap wanita tentang kanker payudara kemudian menguji efek informasi tersebut sebagai komponen teori PMT dan hubungannya dengan niat wanita tersebut untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri (Breast self-examination/BSE). Hasilnya menunjukkan bahwa prediktor terbaik dari niat untuk melakukan BSE adalah response efectiveness, severity and self-efficacy. Dalam studi selanjutnya, efek permintaan persuasif untuk melakukan olahraga terhadap niat untuk melakukan olahraga telah dievaluasi dengan menggunakan komponen teori PMT. Hasil menunjukkan bahwa vurnerability dan self efficacy memprediksi

niat

berolahraga

tetapi

tidak

satupun

variabel-variabel

berhubungan dengan self-reports dari perilaku aktual. Pada studi selanjutnya, Beck dan Lund (1981), memanipulasi keyakinan mahasiswa kedokteran gigi tentang kerusakan gigi (tooth decay) dengan menggunakan komunikasi persuasif. Hasilnya menunjukkan bahwa informasi telah

meningkatkan

rasa

takut,

kemudian

severity

dan

self-efficacy

berhubungan dengan niat perilaku (floosing dan sikat gigi secara teratur terutama setelah makan dapat mencegah kerusakan gigi). E. Kritikan terhadap teori PMT Teori PMT lebih sedikit mendapat kritikan dibanding teori HBM. Bagaimanapun banyaknya kritikan terhadap teori HBM juga berhubungan

dengan teori PMT. Sebagai contoh, Teori PMT mengangggap bahwa individuindividu dapat mengelola informasi secara rasional (meskipun tidak termasuk elemen irrasional dalam komponen rasa takut), ini tidak melaporkan perilaku kebiasaan, juga tidak termasuk peran dari faktor-faktor sosial dan lingkungan. Schwarzer (1992), juga mengkritik teori PMT yang tidak secara explisit menguji perillaku selama waktu proses dan perubahan.

Related Documents

Teori Pmt
March 2021 0
Juknis Pmt 2020.pdf
January 2021 1
Teori Hukum
February 2021 2
Teori Pasar
February 2021 2

More Documents from "Rahmad Deniz"

Teori Pmt
March 2021 0
Lp Combustio
January 2021 0
Hobbit
January 2021 3