Akhir Zaman Menurut Lukas 21.pdf

  • Uploaded by: Norman
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Akhir Zaman Menurut Lukas 21.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 3,290
  • Pages: 84
Loading documents preview...
PEMBINAAN TEOLOGIS GKI Kelapa Cengkir, 23 Juni 2019 Pdt. Daniel K. Listijabudi, Ph.D (UKDW Yogyakarta)

AKHIR ZAMAN (REFLEKSI LUKAS 21 : (25)34-36)

▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪

25

"Dan akan ada tanda-tanda pada matahari dan bulan dan bintangbintang, dan di bumi bangsa-bangsa akan takut dan bingung menghadapi deru dan gelora laut. 26 Orang akan mati ketakutan karena kecemasan berhubung dengan segala apa yang menimpa bumi ini, sebab kuasa-kuasa langit akan goncang. 27 Pada waktu itu orang akan melihat Anak Manusia datang dalam awan dengan segala kekuasaan dan kemuliaan-Nya. 28 Apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat." 29 Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: "Perhatikanlah pohon ara atau pohon apa saja. 30 Apabila kamu melihat pohon-pohon itu sudah bertunas, kamu tahu dengan sendirinya bahwa musim panas sudah dekat.

▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪ ▪

31

Demikian juga, jika kamu melihat hal-hal itu terjadi, ketahuilah, bahwa Kerajaan Allah sudah dekat. 32 Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya angkatan ini tidak akan berlalu, sebelum semuanya terjadi. 33 Langit dan bumi akan berlalu, tetapi perkataan-Ku tidak akan berlalu." 34 "Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat. 35 Sebab ia akan menimpa semua penduduk bumi ini. 36 Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan supaya kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia." (Lk. 21:25-36 ITB)

Sebab musabab kegairahan ▪ Grath mensinyalir bahwa orang kristen

memang gemar membicarakan tentang awal dan akhir segala sesuatu ▪ Debat tentang topik eskatologis (tentang hal-

hal akhir) tertentu mengemuka di kalangan Kristen Protestan Amerika pada abad 19.

Topik-Topik Klasik ▪ Menurut Grath, teologi Kristen tentang

eskatologi kerap merujuk ke tema-tema klasik: Penghakiman terakhir, Surga-Neraka, dan diskusi tentang Kerajaan 1000 tahun (Millenium). ▪ Tema yang sering dikaitkan dengan eskatologi

adalah : Tanda-tanda akhir zaman dan Pengangkatan (Rapture)

M : relatif paling debatable

▪ Kebanyakan debat itu berpusat pada gagasan

“Millennium” (M) atau lazim disebut dengan istilah Kerajaan 1000 Tahun. ▪ Ide “M” ini disebutkan dalam kitab Wahyu 20:

2-5. ▪ (Tapi fokus kita kali ini bukan hal ini, melainkan pada Lukas 21)

Tahun 2012 ? ▪ Dulu, ada masanya, orang

memperbincangkan kemungkinan terjadinya sesuatu yang luar biasa pada tahun 2012, tepatnya pada tanggal 21/12/2012 pukul 23.11 malam.

▪ Pada saat yang sudah lama diramalkan oleh

para astronom suku Maya Kuno itu, disebutkan bahwa untuk pertama kalinya akan terjadi bahwa energi yang mengalir ke bumi dari titik pusat galaksi Bimasakti akan sangat terganggu sehingga akan merusak keseimbangan mekanisme vital bumi dan tubuh semua makhluk hidup termasuk manusia.

▪ Cukup banyak buku yang ditulis orang

mengenai tahun 2012 ini, dari yang bernuansa ilmiah sampai yang agak berbau klenik, dari pendekatan astronomi (ilmu perbintangan) hingga astrologi (ramalan bintang)! ▪

▪ Orang mulai bereaksi. Macam-macam reaksinya.

Ada yang meyakini tanggal 21/12/2012 itu sebagai hari “kiamat”. Ada yang cuek abis. Ada juga yang hatinya malah habis. Ada yang tetap mantap, dingin dan rasional. Namun banyak juga yang cemas dan dirundung sembilu dalam tanda tanya yang menganga...... ▪

▪ Dalam situasi semacam ini, waktu itu

(mungkin) cukup banyak orang menjadi berbeda. Bukan berbeda dalam penampilan fisik, namun berbeda dalam olah batin, dalam gerak hati. Entah bagaimana, situasi ”harapharap cemas” semacam ini membuat orang lebih mewaspadai kehidupan.

▪ Hidup menjadi penuh kesadaran, lebih

mendalam, karena sadar akan adanya krisis besar yang sedang datang. Nah, nanti kalau semua sudah lewat, orang baru bisa menarik dan menghela nafas panjang . ▪ Setelah itu? Hidup menjadi tenang dan biasa lagi, malah tak jarang mendangkal. Bukan begitu?

▪ Hal pokok yang ingin saya kemukakan

melalui kisah di atas ialah bahwa hidup kita menjadi penuh penghayatan manakala kita sadar bahwa hidup ini dapat direnggut dari kita, manakala hidup disadari kerentanannya.

▪ Saat-saat semacam ini di satu pihak

membuat kita hidup sedemikian mendalam, namun di pihak lain dapat membuat kita dicengkeram oleh rasa cemas dan takut yang mengiris serta membekukan hati.

▪ Oleh karena itu, kita perlu memiliki Teologi Eskatologi

(Teologi tentang hal-hal akhir/eskhata yang benar dan sesuai dengan kesaksian Alkitab). Beberapa tema yang muncul di sekitar tema Estatologi, misalnya : Tanda-Tanda Zaman Akhir, Hari Tuhan, Kiamat, Kerajaan 1000 tahun, Tubuh Kebangkitan, Surga-Neraka, dll.

(catatan: Kitab-kitab PB, yang sering dirujuk untuk menggali dimensi eskatologi antara lain: Kitab Wahyu, 1 Tesalonika, Kisah 2, dll selain beberapa ucapan Yesus dalam Injil)

▪ Salah satu gagasan teologis yang penting

dipahami dengan bening dan komprehensif adalah tentang bagaimana kita menyiapkan diri menghadapi apa yang disebut sebagai “eskatologi” itu. Hal ini terkait dengan kewaspadaan dan pengharapan sekaligus. ▪

▪ Hendaknya kita meletakkan kewaspadaan

dan pengharapan itu dalam terang kesaksian Kitab Suci, agar kita tidak menjadi orang bingung yang disorientasi secara teologis. Atas kepentingan itulah, maka tulisan ini disajikan. Umat Kristen perlu memiliki dan membangun teologinya di atas dasar yang kokoh, agar dari situ pengharapan dan keyakinan dapat dibangun dengan teguh.

Menanti.......... ▪

Samuel Beckett (1906-1989), penyair kelahiran Irlandia, sekaligus novelis dan penulis naskah drama memenangkan penghargaan internasional melalui naskah drama berjudul Waiting for Godot alias “Menunggu Godot” yang pertama kali dipentaskan di Théâtre Babylone di Paris pada bulan January 1953.

▪ Drama ini menyajikan penampilan musikal,

komedi dan gagasan filsafati tentang eksistensi manusia. Singkat cerita, drama ini hendak menunjukkan bagaimanakah manusia dalam hal menunggu (si Godot) yang sampai akhir kisah tak kunjung datang.

▪ Rupanya sang penulis memang hendak

menjelaskan kepada kita bahwa dalam hal menunggu, siapa dan bagaimana gerak batin, pikiran dan perasaan manusia menjadi arena yang menarik untuk didalami. Penantian mengandung pengharapan. Keduanya memang selalu berhubungan dengan sesuatu yang belum datang.

▪ Kalau penantian sudah menjadi kenyataan

maka hal itu bukan lagi pengharapan melainkan pengalaman yang lalu menjadi kenangan. Kalau begitu bagaimanakah mestinya kita berharap? Apa dasar pengharapan kita? Iman macam apa yang harusnya menyala-nyala dalam “ketegangan” menanti apa yang belum tiba?

▪ Tentu saja bukan iman gampangan yang

mudah terpesona oleh apa-apa yang serba spontan, instan dan heboh. ▪

MASUK KE TEKS ▪ Teks yang kita telaah pada edisi bergerak di

seputar diskusi mengenai eskatologi dan hari Tuhan, terkait dengan itu adalah bagaimana signifikansi doa dalam diri umat sehingga umat dapat menanti (menunggu) hari H dengan kewaspadaan, kekuatan dan ketegaran juga ketika …

▪ pada akhirnya umat akan berdiri dalam suasana

persidangan di hadapan Anak Manusia – salah satu gelar Yesus yang mengandung dimensi eskatologi (hal-hal tentang masa akhir/ eskaton).

▪ Apa pentingnya doa dalam masa menanti dan

menghadapi realitas ekskatologis itu? Inilah pertanyaan kunci!



Konteks Teks ▪

Suasana eskatologis sebagaimana dilaporkan penginjil Lukas dalam teks Lukas 21 : 25-36 ini diawali dengan pembicaraan Yesus dengan para murid yang tadinya bertanya tentang tanda menjelang keruntuhan Bait Allah ( 21 : 5-7). Berawal dari pertanyaan seorang murid tentang Bait Allah, pokok pembicaraan yang disampaikan oleh Yesus bergerak ke topik eskatologi, yakni topik mengenai hal-hal yang akan terjadi di eskhaton, di masa akhir dunia ini.

▪ Dalam hal menghadapi masa akhir ini kepada

para pendengar Yesus menyiapkan mereka agar menghadapi masa akhir itu dengan tegar dan mantap :”apabila semuanya itu mulai terjadi, bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat” (21 : 28).

▪ Dengan bahasa lain, para pendengar digugah

oleh Yesus untuk menunggu masa akhir itu dengan kesiapan hati, ditengah-tengah ”ketakutan, kebingungan dan kecemasan bangsa-bangsa” karena heboh dan goncangnya situasi yang ditandai dengan akan ada berbagai tanda: mesias palsu, perang, gempa bumi, penyakit, kelaparan, tanda mengejutkan di langit (21 : 8-11).

▪ Kita dapat bertanya, apakah yang

dimaksudkan Yesus dengan ”hari Tuhan” itu adalah kejatuhan Yerusalem atau akhir dunia ini? Agaknya ada kandungan makna yang berlapis-lapis di sini.

▪ Terkadang dengan jelas kita mendapatkan

pelaporan Lukas bahwa urusannya adalah dengan kejatuhan Yerusalem secara spesifik : ”apabila kamu melihat Yerusalem dikepung oleh tentara-tentara...sehingga orang yang di Yudea harus melarikan diri ke gunung, yang di dalam kota harus mengungsi, yang di dusun jangan masuk ke dalam kota....

▪ Yerusalem akan diinjak oleh bangsa-bangsa

yang tidak mengenal Allah ...”(21:20-24). Namun di sana sini kita ”membaui” suasana kosmis (semesta) – yang melebihi suasana lokalitas Yerusalem!

▪ Boleh jadi memang Lukas menggunakan

suasana kehancuran Yerusalem dalam rangka memberikan lapisan teologi eskatologis yang bersuasana kosmis. Hal yang amat terasa adalah bahwa hari itu akan segera datang : suasananya adalah menanti apa yang sudah dekat :

▪ ”Sesungguhnya angkatan ini tidak akan

berlalu sebelum semuanya terjadi” (21:32). Yesus mengingatkan para murid agar menanti, menunggu bahkan dalam bahasa lagu Krisdayanti ”menghitung hari detik-demi detik” bukan dengan keheranan namun dengan kesiapan, bukan dengan nol tetapi dengan penuh.

▪ Dalam sejarah hal itu terjadi pada tahun 70M ketika Jendral Titus membumihanguskan

Yerusalem, dilaporkan oleh sejarawan Yahudi kondang bernama Flavius Josephus dalam bukunya The Jewish War alias Perang Yahudi

Teks ayat 34-36 ▪

Dalam Perikop kita ( ay 34 – 36), ada 4 kali kata “supaya” digunakan. Supaya, adalah kata hubung yang dimaksudkan sebagai peringatan terhadap apa yang (mungkin) menyusuli suatu tindakan/peristiwa terdahulu.

▪ Pengulangan kata ”supaya” bukan hanya

hendak menunjuk kepada suatu yang penting, namun juga menunjuk pada keterkaitan setiap segi dari peringatan yang diminta untuk disigapi plus diwaspadai itu.

▪ Bila menjaga diri, maka hati terkontrol dari

kemungkinan digenangi oleh pesta, kemabukan dan kepentingan duniawi. Bila menjaga diri, para murid akan siap menanti bahkan menyambut bila he heemera/Yunani itu tiba.

▪ Alkitab versi Bahasa Indonesia Sehari-hari

menterjemahkan istilah Yunani itu secara harfiah sebagai ”Hari itu” (dengan H kapital).

▪ Alkitab Terjemahan Baru TB LAI menafsirkan

istilah he heemera itu sebagai ”hari Tuhan”. Mungkin sekali TB LAI mau segera menghubungkan ”hari” yang disebutkan oleh Yesus dalam Lukas dengan kengerian ”hari Tuhan” dalam Amos yang digambarkan sebagai ”kegelapan dan bukan terang, kelam kabut dan tak bercahaya” (Amos 5 : 18).

▪ Yang pasti ”hari itu” bukanlah ”hari-nya

Tuhan” sebagaimana yang dimaksudkan ketika umat gereja menyanyi lagu ”Hari ini harinya Tuhan...mari kita bersukaria”. Hmm.....suasananya amat berbeda. Jelas bedanya!

▪ Dalam Lukas, ”hari itu” dekat ke ”hari Tuhan”

menurut versi Amos ketimbang ”hari Tuhan” menurut lagu gerejawi masa sekarang. Bagi narator Lukas dan pembacanya waktu itu tanpa ditambah dengan kata ”Tuhan”, makna dan suasana dari ”hari itu” alias he heemera tadi sudah jelas.

▪ ”Hari itu” memang akan menimpa semua penduduk

bumi (ay 35). Namun itu tidak berarti bahwa ”hari itu” merunyamkan semua penduduk bumi. Bagi kebanyakan orang yang tidak bersiap hari itu dapat dianggap sebagai suatu jerat yang tiba-tiba memerangkap. Namun bagi yang senantiasa ”berjaga sambil berdoa” beroleh kekuatan untuk : A. luput ▪ B. tahan berdiri di hadapan Anak Manusia ▪

▪ Frase ”tahan berdiri di hadapan Anak

Manusia” jelas-jelas membawa imajinasi kita ke dalam suasana pengadilan eskatologis sehingga asumsinya adalah si orang yang berjaga dan berdoa itu sampai pada akhir hidupnya (mati) karena mengalami kegelapan ”Hari itu” (BIS), ”hari Tuhan” itu (TB LAI).

▪ Sedangkan kata ”luput” agaknya memang

masih bisa diperdebatkan. Apakah itu berarti mereka yang berjaga dan berdoa tidak akan mengalami kengerian yang dihadirkan oleh si ”hari itu”?

▪ Ataukah mereka tetap mengalami kengerian dari si

”hari itu” namun alih-alih mengalaminya dalam keterkejutan, dalam ketidaksiapan, dalam suasana terperangkap, mereka yang berdoa dan berjaga mengalaminya dalam kesiapan, terutama kesiapan hati yang tidak digenangi oleh ”pesta pora, kemabukan, dan kepentingan duniawi” (ay 34), sehingga ketika maut menjemput mereka tetap berani mempertanggungjawabkan hidupNya di hadapan tahta pengadilan?

▪ Betapapun demikian, pokok soal yang

dikemukakan oleh Yesus dalam Lukas adalah agar para murid menjaga kehidupan doa dan kehidupan moral bersama-sama : ”berjagalah sambil berdoa”. Jangan yang satu dipisahkan dari yang satunya lagi, karena akibatnya adalah kerapuhan hati dan hidup baik dalam menghadapi ”kegelapan” realitas maupun dalam menghadapi ”keterangbenderangan” pengadilan!

Minta apa sebaiknya? ▪

Tahukah anda lagu religius yang pernah menjadi populer beberapa tahun lalu melalui dakwah AA Gym : ”Jagalah hati jangan kau nodai......lentera hidup ini” ?

▪ Jauh sebelum itu Yesus sudah pernah

mengingatkan para murid (jadi bukan sembarang pengikut) untuk menjaga diri dengan menjaga hati melalui doa dan praksis hidup yang senantiasa aware, sadar. ▪

▪ Topik kita terhisap ke dalam diskusi tentang

teologi Pengharapan. Apa dasar dari teologi ini?

▪ Jawabnya adalah iman kepada Allah yang

menampak dan meneguh di dalam doa. Jika teks ditanya mengapa kita berdoa, apa alasannya? Jawabnya tentu adalah karena kita semua – walau murid Yesus – adalah manusia rentan belaka..

▪ Dengan doa, kita tidak kemudian menjadi

superman-superwoman yang kebal petaka, namun setidaknya menjadi orang yang sadar akan kerentanan sendiri

▪ Pula sadar akan pentingnya membangun diri dan

komunitas di atas dasar penjagaan diri (moraletis) dan kesiapan hati (spiritualitas) dalam rangka perjumpaan dengan ”Anak Manusia” yang tetap berjaya hingga di eskhaton, hari akhir dan yang dengan demikian sekaligus menyatakan keyakinan iman bahwa IA melampaui kerentanan diri manusia, komunitas manusia, bahkan melampaui kerentanan kosmis ini

▪ Itulah inti sari pengharapan iman kita.

Bukankah demikian, semestinya? Sikap batin dan sikap hidup kita (anda dan saya) adalah jawaban yang paling nyata. Ya, jawaban yang senyata-nyatanya.

▪ Iman yang selalu minta sadar ini jauh lebih

penting daripada kecenderungan untuk menghitung-hitung kapan ”kiamat” tiba. Juga lebih berguna daripada hidup bergelimang kecemasan akibat mempercayai segala macam ramalan, prediksi dan hitunghitungan.

▪ Tak seorang pun tahu kapan waktu-nya bukan (kecuali Bapa di surga)? ▪ Jangan Cemas…..berjaga jauh lebih

baik…bersama dengan naungan kasih Tuhan…

▪ Jangan BERJAGA “palsu” (kisah 1983) ▪ BERJAGA-lah secara sejati, at any cost...at any time, at any place, at any reality.

▪ BONUS: MILENIUM

▪ Milenium merujuk pada pengharapan akan

pemulihan Kerajaan Allah di bumi yang berlangsung selama periode 1000 tahun, lalu hadirlah kedatangan Kristus yang kedua, dan diteruskan dengan didirikanna tata pemerintahan semesta yang baru.

Teks: Wahyu 20: 2-5 ▪ ▪



▪ ▪

2 ia menangkap naga, si ular tua itu, yaitu Iblis dan Satan. Dan ia mengikatnya seribu tahun lamanya, 3 lalu melemparkannya ke dalam jurang maut, dan menutup jurang maut itu dan memeteraikannya di atasnya, supaya ia jangan lagi menyesatkan bangsa-bangsa, sebelum berakhir masa seribu tahun itu; kemudian dari pada itu ia akan dilepaskan untuk sedikit waktu lamanya. 4 Lalu aku melihat takhta-takhta dan orang-orang yang duduk di atasnya; kepada mereka diserahkan kuasa untuk menghakimi. Aku juga melihat jiwajiwa mereka, yang telah dipenggal kepalanya karena kesaksian tentang Yesus dan karena firman Allah; yang tidak menyembah binatang itu dan patungnya dan yang tidak juga menerima tandanya pada dahi dan tangan mereka; dan mereka hidup kembali dan memerintah sebagai raja bersamasama dengan Kristus untuk masa seribu tahun. 5 Tetapi orang-orang mati yang lain tidak bangkit sebelum berakhir masa yang seribu tahun itu. Inilah kebangkitan pertama.

Sejarah Penafsiran ▪ Mewakili penulis-penulis Kristen awal,

Irenaeus dari Lyons (130-200 CE) menafsirkan ayat-ayat ini secara literal/harfiah. ▪ Namun dalam perkembangannya ada konsensus bahwa semestinya hal ini mesti dipahami secara figuratif (sebagai gambaran/kiasan).

▪ Rujukan atas istilah 1000 tahun jangan

dipahami sebagai sesuatu yang harfiah yakni sebagai rentang waktu sebanyak 1000 tahun berdirinya Kerajaan itu di bumi, namun lebih sebagai petunjuk alegoris mengenai kemegahan Kerajaan surgawi.

Perkembangan ▪ Sejak abad 19 gagasan Kerajaan 1000 tahun

ini telah kembali meramaikan dunia kekristenan terutama di kelompok Protestantisme populer di Amerika Utara. ▪ Bahkan ramainya kembali topik ini menjadi

ciri paling menonjol dari kelompok Protestan Konservatif.

Tiga pandangan utama ▪

Di kelompok Protestan Amerika Utara setidaknya ada 3 pandangan utama yang berbeda-beda tentang topik Kerajaan 1000 Tahun/Milenium ini: 1. Amillennial 2. Postmillennial 3. Premillennial

Pandangan Amillennial ▪ Posisi pandangan ini adalah menolak terlibat

dalam spekulasi tentang zaman akhir. Spekulasi semacam ini dapat mengalihkan perhatian orang dari urusan yang lebih penting yakni mengarahkan orang Kristen mengelola permasalahan dan pergumulan hidup di dunia ini.

▪ Sikap ini dapat ditemui pada pemikiran

Protestantisme arus utama di sepanjang abad 16. ▪ Luther dan Calvin, misalnya, menolak terlibat dalam debat yang tak berguna ini. ▪ Meskipun kelompok Anabaptis waktu itu gemar mengharapkan adanya revolusi sosial sebgai buah dari intervensi apokaliptik illahi, namun sebagian besar orang Protestan di zaman itu tak terlalu menaruh perhatian tentang pokok ini, hingga pada pertengahan abad 19 ketika minat baru mengenai

Postmillennial ▪ Pandangan ini amat berpengaruh di kalangan

Protestantisme Amerika abad 19. ▪ Postmillenial meyakini bahwa kedatangan Kristus akan muncul segera dalam suatu masa panjang yang penuh damai dan kebenaran. Masa ini disebut sebagai Kerajaan 1000 tahun. ▪ Di masa ini Allah menegakkan kehendakNya dengan cara meneguhkan kemenangan manusia atas kejahatan, yang memuncak pada dunia yang terkristenkan.

▪ Menurut pandangan ini gereja memainkan

peran yang penting dalam mentransformasi seluruh struktur sosial SEBELUM Kedatangan Kristus yang kedua dan berikhtiar menghadirkan masa keemasan dari perdamaian dan kemakmuran yang berdampak hebat pada pendidikan, seni, ilmu pengetahuan dan pengobatan.

▪ Selama proses ini, gereja akan semakin

memiliki pengaruh dalam mengemban tugas sebagai pembawa Kerajaan Allah yang akan datang itu di dunia. ▪ (Namun) kredibilitas gereja benar-benar dirusak oleh penderitaan dan kehancuran yang dibawa oleh ke dua Perang Dunia, yang kemudian menimbulkan munculnya pendekatan PreMillenniallis, terutama di Amerika Utara.

PreMillennialis ▪ Pandangan ini menegaskan akan datangnya figur “Antikris” di dunia ini, yang akan menghantarkan suatu masa tujuh penderitaan tahun yang disebut dengan “Tribulation” (Masa Kesengsaraan). ▪ Masa kehancuran besar-besaran, perang dan bencana di dunia ini pada akhirnya akan dihentikan oleh Allah dengan mengalahkan si Jahat dalam peperangan Harmageddon.

▪ Setelah itu, Kristus akan datang kembali ke

bumi untuk memerintah dalam periode 1000 tahun (millennium), dan selama ini daya-daya kejahatan akan benar-benar ditundukkan dan dipatahkan. ▪

▪ Premillennium menawarkan pandangan yang

amat pesimis terhadap dunia ini, dengan meyakini bahwa segala sesuatu akan memburuk di dunia dan akan tetap sedemikian hingga Allah menghantar sejarah ini sampai pada kesudahannya.

▪ Pandangan ini dengan kuat menggemakan

suatu pengasingan budaya di dalam tubuh Protentantisme konservatif di Amerika, terutama dalam hal keyakinannya bahwa daya-daya anti Kristen sedang menang angin di Amerika sebagaimana terjadi di banyak belahan dunia lain secara umum.

▪ Degenerasi dunia ini dilihat sebagai tanda

bahwa akhir dunia ini sudah dekat, dan dengan demikian membolehkan perkembangan negatif ini dipahami sebagai suatu penanda dari sesuatu yang positif.

▪ Eugene Boring memahami bahwa Millennium

dan juga hal Kedatangan Yesus yang Kedua (keduanya hanya mendapatkan porsi kecil dalam kitab Wahyu) adalah hanya salah satu dari banyak cara yang dipakai penulis Wahyu (Yohanes) memikirkan tentang akhir zaman.

 Dalam galeri lukisan eskatologi Yohanes,

peristiwa Kerajaan 1000 tahun terjadi di dunia ini. Langit baru dan bumi yang baru muncul di 21: 122:5, juga bersetting di dunia ini sebagai akhir dan pemenuhan dari sejarah dunia.  Inilah cara Yohanes menegaskan bahwa dunia ini adalah ciptaan Allah yang baik, yang tak selamanya terpenjara oleh kekuatan asing namun yang pada akhirnya menjadi milik Allah.

Lalu, bagaimana dengan posisi-posisi tadi ? ▪ E. Boring menunjukkan bahwa banyak

penafsir menyalahpahami bahasa figuratif Yohanes sebagai sesuatu yang objektif, proporsional dan kronologis.

▪ Para penafsir inilah yang mengembangkan

istilah “Pre-millenial (Kedatangan Kristus yang ke 2 di dunia terjadi sebelum millenium), “post-millennium” (Kedatangan Kristus/parousia itu terjadi setelah kejayaan Kerajaan Allah di dumi selama 1000 tahun) dan “a-millenial” (tak akan ada Kerajaan 1000 tahun yang harfiah, baik setelah maupun sebelum kedatangan Kristus).

Yohanes ada di posisi mana? ▪

Bila dipaksa masuk ke skema, maka Yohanes dapat dimasukkan ke : Pre-millenial sebab Parousia/Kedatangan Yesus muncul dalam 19: 11-16 sementara Kerajaan 1000 tahun baru di pasal 20.

Posisi Boring jika dipaksa masuk ke skema ini adalah “a-millenial”.

INGAT! ▪ Namun, yang harus diingat adalah bahwa

pemaksaaan 3 posisi ini bisa salah kaprah dan tidak fair terhadap maksud Yohanes dalam Wahyu. ▪ Alasan : Bahasa Yohanes adalah bahasa yang

hakikatnya adalah bersifat figuratifeskatologis.

INTI KITAB WAHU ▪ Konteks sosial : Penganiayaan jemaat di

masa Dometianus. ▪ Simbol-simbol “perlawanan-peneguhan” iman muncul di sana sini. Contoh : Wahyu 4 : 1-11

INTI TEOLOGI-NYA: HUPOMONE ▪ Hupomone berarti : Ketabahan, Endurance. ▪ Pesan: TABAHLAH (Hupomone) dalam penderitaan yang sekarang dialami (oleh gereja

waktu itu dan sepanjang zaman), mungkin kamu menderita dan bahkan mati, tapi siapa yang setia akan Menang, sebab pada akhirnya TUHAN adalah Ia yang JAYA dan Menjadikan Langit Baru dan Bumi baru….TABAHLAH dalam segala realitas ini.

Tabahlah..”.at the end, then....” “Barangsiapa menang....., ia akan....... - memperoleh -....(Beragam:) - Makan dengan Aku - Mahkota kehidupan. - Jubah Putih,..dll...

Salam,

DKL

Related Documents


More Documents from "Faisal Sandy"