Askep Dislokasi Hip Joint Kel 4.docx

  • Uploaded by: Intan Wahyu Dhamayanti
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Askep Dislokasi Hip Joint Kel 4.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,705
  • Pages: 31
Loading documents preview...
MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN PADA DISLOKASI HIP JOINT

Di Susun Oleh : 1. Anita Yuliastuti

(S17004)

2. Asri Bekti Wuryandari

(S17008)

3. Dhea Fienda Ferani

(S17015)

4. Ega Saputra

(S17018)

5. Ken Sholawatut T.P

(S17027)

6. Leni Kuswati

(S17029)

7. Rini Kusuma

(S17042)

8. Sandra Dara P

(S17044)

9. Teka Dewi Evita S

(S17049)

10. Widi Astuti Wahyu L

(S17052)

11. Intan Wahyu D

(S17182)

PRODI SARJANA KEPERAWATAN STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA TAHUN AJARAN 2019/2020

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Dislokasi Hip Joint” ini dapat terselesaikan. Pembuatan makalah ini bermaksud untuk memenuhi persyaratan mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah III. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan terhadap kesulitan mahasiswa dalam menyelesaikan tugas perkuliahan, penulis berkeyakinan bahwa bacaan seperti ini sangat diperlukan,. Kelengkapan bahasan seluruh materi dalam tulisan ini dapat menjadi pedoman praktis bagi mahasiswa program studi sarjana keperawatan dalam menyelesaikan tugas perkuliahan. Dalam penyusunan makalah ini saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan baik dalam bentuk penyajian, kelengkapan isi, dan lain-lainnya. Untuk itu dengan senang hati kami akan menerima segala saran, kritik dari para pembaca guna memperbaiki makalah ini di kemudian hari. Pembuatan makalah ini diharapkan dapat berguna bagi para mahasiswa yang ingin mempelajari tentang Dislokasi Hip Joint. Kami mengharapkan partisipasi dari para pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat dan berguna bagi setiap orang yang membacanya

Surakarta, 16 Mei 2019

Penulis

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dislokasi panggul adalah suatu keadaan dimana terjadi perpindahan permukaan caput femoris terhadap acetabulum. Dislokasi terjadi ketika caput femoris keluar dari acetabulum. Dislokasi Hip lebih sering terjadi pada laki-laki muda dari pada orang yang karena cedera yang berhubungan dengan perilaku berisiko. Hip dislokasi akibat cedera lebih umum pada mereka yang lebih muda dari 35 tahun dibandingkan orang tua. Hip dislokasi akibat jatuh lebih umum pada mereka dari 65 tahun lebih tua. Seringkali cedera panggul disertai dengan cedera berat yang membutuhkan tatalaksana segera. Cedera panggul harus segera direduksi karena semakin lama caput femoris berada di luar acetabulum, maka semakin tinggi angka kejadian nekrosis avaskular. Hanya sedikit caput femoris yang dapat bertahan jika tetap mengalami dislokasi selama lebih dari 24 jam. B. Rumusan Masalah 1. Apa yang dimaksud dengan Dislokasi Hip Joint? 2. Apa saja etiologi dari Dislokasi Hip Joint? 3. Apa saja klasifikasi,Patofisiologi Dan Gejala klinis Dislokasi Hip Joint? 4. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk dislokasi Hip Joint? 5. Bagaimana penatalaksanaan pada Dislokasi Hip Joint? 6. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Dislokasi Hip Joint?

C. Tujuan 1. Untuk mengetahui pengertian dari Dislokasi Hip Joint. 2. Untuk mengetahui etiologi dari Dislokasi Hip Joint. 3. Untuk mengetahui klasifikasi,Patofisiologi dan Gejala klinis Dislokasi Hip Joint 4. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dislokasi hip joint. 5. Untuk mengetahui penatalaksanaan Dislokasi Hip Joint. 6. Untuk mengetahui asuhan keperawatan untuk Dislokasi Hip Joint

BAB II PEMBAHASAN A. Definisi Dislokasi Hip Kata dislokasi merupakan gabungan dari kata dis dan lokasi yang berarti kedudukan yang salah. Dislokasi sendi adalah keadaan dimana terjadi pergeseran total permukaan tulang yang membentuk persendian. Dislokasi sendi merupakan keadaan gawat darurat di bidang ortopedi yang memerlukan penanganan segera. Dislokasi adalah keadaan di mana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan secara anatomis (tulang lepas dari sendi). Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Dislokasi panggul adalah suatu keadaan dimana terjadi perpindahan permukaan caput femoris terhadap acetabulum. Dislokasi terjadi ketika caput femoris keluar dari acetabulum. Kondisi ini dapat kongenital atau didapat (acquired). Dislokasi yang paling sering ditemukan adalah dislokasi panggul yang didapat akibat trauma (dislokasi panggul traumatika). Dislokasi panggul traumatika ini dapat terjadi pada semua kelompok usia dan angka kejadiannya meningkat seiring dengan meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas dan dislokasi panggul ini merupakan suatu kegawatdaruratan ortopedi yang membutuhkan tatalaksana segera. B. Etiologi 1. Cedera Olah raga Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olahraga yang beresiko jatuh misalnya: terperosok akibat bermain ski, senam, volley,. pemain basket dan pemain sepak bola sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain. 2. Trauma Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi. 3. Terjatuh Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin.

4. Patologis Terjadi ‘tear’ ligament dan capsul articuler yang merupakan komponen vital penghubung tulang.

C. Klasifikasi Berdasarkan arah dislokasi, dislokasi panggul dibagi menjadi 3, yaitu dislokasi posterior, dislokasi anterior, dan dislokasi pusat (central). 1. Dislokasi Posterior a. Mekanisme Cedera Caput femoris keluar dari acetabulum melalui suatu trauma yang dihantarkan pada diaphisis femur dimana sendi panggul dalam posisi flexi atau semiflexi. Trauma biasanya terjadi karena kecelakaan lalu lintas dimana lutut penumpang dalam keadaan flexi dan menabrak dengan keras benda yang ada di depan lutut. Mekanisme khas untuk dislokasi posterior adalah perlambatan dimana lutut penderita mengenai dashboard dengan menekuk lutut dan panggul. Dislokasi posterior sendi panggul biasa disebabkan oleh trauma. Ini terjadi pada axis longitudinal pada femur saat femur dalam keadaan flexi 90 derajat dan sedikit adduksi.

Mekanisme cedera pada dislokasi panggul posterior b. Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik Penderita biasanya datang setelah trauma yang hebat disertai nyeri dan deformitas pada daerah sendi panggul juga tidak bisa menggerakan anggota gerak bawah. Sendi panggul teraba menonjol ke belakang dalam posisi adduksi, flexi, dan rotasi interna. Terdapat pemendekan anggota gerak bawah dan teraba caput femur pada panggul. rasa nyeri diakibatkan spasme otot disekitar panggul. Caput femoris dapat berada di posisi yang tinggi (iliac) atau rendah (ischiatic), tergantung dari posisi flexi paha ketika terjadi dislokasi.





Dislokasi tipe iliac: - Panggul flexi, adduksi, endorotasi - Extremitas yang terkena tampak memendek - Trochanter major dan bokong di daerah yang mengalami dislokasi terlihat menonjol - Lutut extremitas yang mengalami dislokasi tampak menumpang di paha sebelahnya Dislokasi tipe ischiatic: - Panggul flexi - Panggul sangat beradduksi sehingga lutut di extremitas yang mengalami dislokasi tampak menindih di paha sebelahnya - Extremitas bawah tampak dalam posisi endorotasi yang ekstrim - Trochanter major dan bokong di daerah yang mengalami dislokasi terlihat menonjol

Posisi sendi pada dislokasi pinggul posterior Jika salah satu tulang panjang mengalami fraktur (biasanya femur), dislokasi panggul seringkali tidak terdiagnosis. Pedoman yang baik adalah dengan pemeriksaan pelvis dengan pemeriksaan radiologis. Tungkai bawah juga harus diperiksa untuk mencari apakah terjadi cedera syaraf ischiadicus. Cedera neurovaskular pada dislokasi panggul posterior dapat memberikan gambaran sebagai berikut:  Nyeri di panggul, bokong, dan tungkai bawah bagian posterior  Hilangnya sensasi di tungkai bawah dan kaki  Hilangnya kemampuan dorsoflexi (cabang peroneal) atau plantarflexi (cabang tibial)  Hilangnya deep tendon reflex di pergelangan kaki  Hematoma lokal c. Klasifikasi Epstein dan Thompson menganjurkan suatu klasifikasi yang dapat membantu perencanaan tatalaksana. Klasifikasi ini dibuat sebelum ditemukannya CT-scan.

Berikut ini adalah klasifikasi dislokasi panggul posterior menurut Epstein dan Thompson: -

Tipe I : Dislokasi sederhana, dengan atau tanpa fragmen di dinding posterior acetabulum Tipe II : Dislokasi dengan fragmen besar di dinding posterior acetabulum Tipe III : Dislokasi dengan kominusi dinding posterior acetabulum Tipe IV : Dislokasi dengan fraktur dasar (lantai) acetabulum Tipe V : Dislokasi dengan fraktur caput femoris, yang diklasifikasikan menurut Pipkin

Klasifikasi FractureCaput Femoris Menurut Pipkin A) Tipe I: Garis fracture berada di bawah fovea, B) Fragmen fracture meliputi fovea, C) Sama seperti tipe I dan II, namun disertai dengan fracture collum femoris, D) Fracture caput femoris dan acetabulum dalam bentuk apapun. 2. Dislokasi Anterior Dislokasi anterior jarang terjadi jika dibandingkan dengan dislokasi posterior. Dislokasi ini terjadi sebanyak 10-12 % dari keseluruhan kejadian dislokasi panggul traumatik. Penyebab yang lazim adalah kecelakaan lalu lintas atau kecelakaan penerbangan. Caput femoris didorong dengan paksa ke arah anteroinferior dan berpindah ke foramen obturatorium atau pubis. 1. Mekanisme Cedera Dislokasi ini dapat terjadi dalam kecelakaan lalu lintas ketika lutut terbentur dashboard ketika paha dalam posisi abduksi. Dislokasi pada satu atau bahkan kedua panggul dapat terjadi jika seseorang tertimpa benda berat pada punggungnya saat posisi kaki merentang, lutut lurus dan punggung ke depan. Caput femoris didorong dengan paksa ke arah anteroinferior acetabuli dan berpindah ke foramen obturatorium atau pubis.

2. Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik Kaki berada dalam posisi exorotasi, abduksi, dan sedikit flexi. Kaki tidak memendek karena perlekatan rektus femoris mencegah caput femoris bergeser ke atas. Bila dilihat dari samping, tonjolan anterior pada caput yang mengalami dislokasi tampak jelas. Kadang-kadang kaki berabduksi hampir membentuk sudut siku-siku. Caput yang menonjol mudah diraba. Gerakan panggul tidak dapat dilakukan.

Posisi sendi pada dislokasi panggul anterior Cedera neurovaskular dapat terjadi. Berikut ini adalah tanda-tanda terjadinya cedera neurovaskular pada dislokasi panggul anterior: a) Paresis di extremitas bawah b) Rasa nyeri tumpul di extremitas bawah c) Refleks patella melemah atau hilang d) Extremitas bawah tampak pucat dan dingin e) Parestesia di extremitas bawah Dislokasi panggul anterior dideskripsikan oleh klasifikasi Epstein: Type I – Dislokasi superior (lokasi pubis dan subspinous) a) Tidak ada fraktur yang terkait b) Fraktur terkait atau impact caput femur c) Fraktur terkait acetabuli Type II – Dislokasi inferior (lokasi obturator dan perineal) a) Tidak ada fraktur terkait b) Fraktur terkait atau impact caput femur c) Fraktur terkait acetabuli 3. Dislokasi Sentral (Pusat) a. Mekanisme Cedera

Dislokasi Sentral terjadi apabila kaput femur terdorong ke medial acetabulum pada rongga pangguk. Disini kapsul tetap utuh. Fraktur acetabulum terjadi karena dorongan yang kuat dari lateral atau jatuh dari ketinggian pada satu sisi atau suatu tekanan yang melalui femur dimana panggul dalam kedaan abduksi. b. Gambaran Klinis dan Pemeriksaan Fisik Terdapat luka lecet atau memar pada paha, namun kaki terletak pada posisi normal. Trochanter dan daerah panggul terasa nyeri. Gerakan minimal masih dapat dilakukan. Pasien harus diperiksa dengan cermat untuk mencari ada tidaknya cedera pelvis dan abdomen.

D. Patofisiologi

E. Manifestasi klinis 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Nyeri akut Perubahan kontur sendi Perubahan panjang ekstremitas Kehilangan mobilitas normal Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi Gangguan gerakan Kekakuan Pembengkakan Deformitas pada persendian

F. Pemeriksaan Penunjang 1. Dengan cara pemeriksaan Sinar–X ( pemeriksaan X-Rays ) Pada bagian anteroposterior akan memperlihatkan bayangan yang tumpah-tindih antarakaput humerus dan fossa Glenoid, Kaput biasanya terletak di bawah danmedial terhadap terhadap mangkuk sendi. 2. Pemeriksaan radiologi

Tampak tulang lepas dari sendi. 3. Pemeriksaan laboratorium

Untuk menilai apakah ada infeksi dengan peningkatan leukosit. 4. CT Scan

CT-Scan yaitu pemeriksaan sinar-X yang lebih canggih dengan bantuan komputer, sehingga memperoleh gambar yang lebih detail dan dapat dibuat gambaran secara 3 dimensi. Pada psien dislokasi ditemukan gambar 3 dimensi dimana sendi tidak berada pada tempatnya. 5. MRI

MRI merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang magnet dan frekuensi radio tanpa menggunakan sinar-X atau bahan radio aktif, sehingga dapat diperoleh gambaran tubuh (terutama jaringan lunak) dengan lebih detail. Seperti halnya CT-Scan, pada pemeriksaan MRI ditemukan adanya pergeseran sendi dari mangkuk sendi.

G. Penatalaksanaan 1. Tatalaksana Dislokasi Posterior Dislokasi harus direduksi secepat mungkin di bawah anestesi umum. Reduksi harus dilakukan dalam waktu 12 jam sejak terjadinya dislokasi. Pada sebagian besar kasus dilakukan reduksi tertutup, namun jika reduksi tertutup gagal sebanyak 2 kali maka harus dilakukan reduksi terbuka untuk mencegah kerusakan caput femoris lebih lanjut. Sebelum melakukan reduksi, sebaiknya dilakukan pemeriksaan neurovaskular. a. Indikasi reduksi tertutup: - Dislokasi dengan atau tanpa defisit neurologis jika tidak ada fraktur - Dislokasi yang disertai fraktur jika tidak terdapat defisit neurologis b. Kontraindikasi reduksi tertutup: - Dislokasi panggul terbuka Berikut ini adalah beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mereduksi dislokasi panggul posterior sederhana.  Manuver Allis

Manuver Allis 1.Pasien 2. Seorang 3. Operator berbaring asisten memegang dalam menekan spina tungkai yang posisi iliaca anterior mengalami dislokasi pada supine. superior. pergelangan kaki menggunakan satu tangan.

4. Lengan 5. Paha dalam 6.Setelah bawah operator posisi adduksi traksi diletakkan di dan endorotasi , dipertahankan, bawah lutut, lalu lalu difleksikan caput femoris lakukan traksi 900. Tindakan ini diungkit ke longitudinal merelaksasikan dalam sejajar ligamen acetabulum dengan deformitas. iliofemoral. abduksi, rotasi eksternal, dan ekstensi pinggul.



Manuver Stimson Menggunakan berat tungkai bawah dan gravitasi untuk mengurangi dislokasi

Manuver stimson 1. 2. 3. 4. 5.

-

Pasien ditempatkan di atas meja dalam posisi telungkup Tungkai yang mengalami dislokasi digantungkan ke bawah dan lutut difleksikan Seorang asisten memegang tungkai yang sehat secara horizontal Operator memberi tekanan ke bawah secara mantap pada lutut yang fleksi Posisi ini tetap dipertahankan hingga otot-otot relaksasi dan caput femoris turun ke acetabulum

Dislokasi Panggul yang Tidak Tereduksi Kadang-kadang dislokasi panggul posterior tanpa fraktur acetabulum atau caput femoris tidak dapat direduksi dengan metode reduksi tertutup. Pada dislokasi posterior, caput femoris keluar ke arah posteroinferior dari kapsul dan dapat menembus otot-otot exorotasi. Jaringan lunak yang mengelilingi collum femoris dapat mencegah relokasi dari caput femoris. Tata laksana untuk dislokasi yang tidak tereduksi ini adalah dengan reduksi operatif (terbuka).

2. Tatalaksana Dislokasi Anterior Dislokasi harus direduksi secepat mungkin di bawah anestesi umum. Reduksi harus dilakukan dalam waktu 12 jam sejak terjadinya dislokasi. Sebelum melakukan reduksi, sebaiknya dilakukan pemeriksaan neurovaskular. Manuver yang digunakan hampir sama dengan yang digunakan untuk mereduksi dislokasi posterior, kecuali bahwa ketika paha yang berflexi ditarik ke atas, paha harus diadduksi. Tata laksana berikutnya mirip dengan tata laksana pada dislokasi posterior.

Manuver Reduksi Tertutup Dislocasi Panggul Anterior Setelah reduksi, panggul diistirahatkan dengan pemasangan skin traction selama tiga minggu. Beberapa hari setelah reduksi, gerakan aktif dan pasif sendi panggul dapat dimulai. Pada akhir minggu ketiga, pasien diperbolehkan jalan menggunakan kruk penopang tanpa bertumpu pada sisi yang mengalami dislokasi. Selama periode ini dapat dilakukan latihan aktif terkontrol untuk mengembalikan fungsi sendi dan perkembangan tonus dan kekuatan otot. Kerja ringan dapat dilanjutkan pada minggu ke 14-16 dan aktivitas penuh dapat dilakukan 6-10 bulan setelah cedera. Ikuti perkembangan pasien selama minimal 2 tahun, setiap pemeriksaan rekam perkembangan range of motion dari sendi panggul dan lakukan pemeriksaan X-ray setiap 4-6 bulan untuk mengetahui ada tidaknya nekrosis avaskular dari caput femoris. -

Dislokasi Panggul yang Tidak Tereduksi Pada kasus yang jarang, manuver reduksi tertutup dapat gagal dalam mereduksi dislokasi panggul anterior. Jika hal ini terjadi, maka reduksi tertutup tidak boleh dipaksakan dan hal ini merupakan indikasi untuk dilakukannya reduksi terbuka. Kegagalan reduksi tertutup ini dapat disebabkan oleh : a. Penetrasi caput femoris ke dalam otot iliopsoas b. Ekstrusi caput femoris ke dalam lubang (buttonhole) di kapsul anterior 3. Tatalaksana Dislokasi Sentral Pada kasus dislokasi panggul sentral tetap harus diusahakan untuk melakukan reduksi dan memulihkan bentuk lazim panggul. Meskipun osteoartritis sekunder tidak dapat dielakkan, paling tidak anatomi yang normal akan memudahkan pembedahan rekonstruktif. Dislokasi sentral yang disertai dengan fraktur kominusi pada lantai acetabulum kadang-kadang dapat direduksi dengan manipulasi di bawah anestesi umum. Ahli bedah menarik paha dengan kuat dan kemudian mencoba mengungkit keluar caput dengan mengadduksi paha, menggunakan bantalan keras sebagai titik tumpu. Jika cara ini berhasil, traksi longitudinal dipertahankan selama 4-6 minggu dengan pemeriksaan X-ray untuk memastikan bahwa caput femoris tetap berada di bawah bagian acetabulum yang menahan beban. Jika manipulasi gagal, kombinasi traksi longitudinal dan lateral dapat mereduksi dislokasi selama 2-3 minggu. Pada semua metode ini, gerakan perlu dimulai secepat

mungkin. Bila traksi dilepas, pasien diperbolehkan bangun dengan kruk penopang. Penahanan beban diperbolehkan setelah 8 minggu. Hasilnya terhadap fungsi lebih baik daripada yang ditunjukkan pada penampilan X-ray, tetapi semua gerakan kecuali flexi dan extensi tetap sangat terbatas, dan pada akhirnya terjadi artritis degeneratif, kecuali jika pergeseran hanya terjadi sedikit.

-

Indikasi Operasi Fraktur acetabulum dengan pergeseran > 2 mm di dalam kubah acetabulum Fraktur dinding posterior dengan > 50% keterlibatan permukaan artikulasi sendi pada dinding posterior Ketidakstabilan klinis pada flexi 900 Fragmen yang terjebak di dalam acetabulum setelah reduksi tertutup Beberapa penulis menganjurkan operasi dilakukan 2-3 hari setelah cedera untuk menunggu kondisi pasien agar stabil. Idealnya reduksi terbuka dan fiksasi internal fraktur acetabulum seharusnya dilakukan dalam 5-7 hari setelah cedera. Reduksi anatomis akan menjadi lebih sulit setelah melewati waktu tersebut karena pembentukan hematoma, kontraktur jaringan lunak, dan pembentukan callus awal. Setelah dilakukan reduksi terbuka, dilakukan pemasangan skeletal traction. Pemasangan ini dilakukan dengan cara: 1. Masukkan threaded wire di bawah tibial tubercle. 2. Pasang bebat Thomas dengan Pearson attachment balanced dari rangka di atas kepala. 3. Panggul dan lutut sedikit diflexikan 4. Berikan beban seberat 20-25 lbs

Skeletal Traction

ASUHAN KEPERAWATAN PADA DISLOKASI HIP

Tanggal/Jam MRS

: 16 Mei 2019/ 09.00 pagi

Tanggal/Jam Pengkajian : 16 Mei 2019/10.00 pagi Metode Pengkajian

:-

Diagnosa Medis

: Dislokasi hip joint

No. Registrasi

: 00xxxx

A. PENGKAJIAN A. Biodata 1. Identitas Pasien Nama Klien

: Tn. C

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Surakarta

Umur

: 42 tahun

Agama

: Islam

Status Perkawinan

: menikah

Pendidikan

: SMP

Pekerjaan

: Buruh bangunan

2. Identitas Penanggung Jawab Nama

: Tn. D

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Umur

: 56 tahun

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Swasta

Alamat

: Surakarta

Hubungan dengan Klien

: Kakak

II. Riwayat Kesehatan 1. Keluhan Utama Nyeri di area panggul 2. Riwayat Penyakit Sekarang

Saat dilakukan pegkajian pasien mengatakan dibawa ke Rumah sakit karena setelah terjatuh dari ketinggian saat bekerja rasa sakit di panggul tak kunjung mereda malah semakin nyeri. 3. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak memiliki riwayat tertentu. 4. Riwayat Kesehatan Keluarga Keluarga pasien tidak ada yang memiliki riwayat gangguan muskuloskeletal

Genogram

Keterangan :

: Laki-laki : Perempuan : Pasien : Suami-Istri : Tinggal serumah : Keturunan

III.

PENGKAJIAN KEBUTUHAN DASAR GORDON

1. Persepsi sehat/Pola manajemen kesehatan -

Frekuensi kunjungan ke pelayanan kesehatan

: pertama kali kunjungan

-

Kepatuhan terapi di rumah

-

Pengetahuan tentang penyakit yang dialami : Pasien mengira bahwa cidera yang dialaminya hanya sekedar kesleo biasa

: Belum melakukan terapi tertentu

2. Pola nutrisi/Metabolik Frekuensi makan : 3 x Sehari BB/TB : 61kg/169cm BB dalam 1 bulan terakhir: BB tetap Jenis makanan : Nasi,lauk,sayur buah dan air putih Makanan yang disukai : Sayuran Makanan pantang : Daging merah Alergi : Sea Food Nafsu makan Masalah pencernaan : Mual ( Ya/Tidak) Muntah ( Ya/Tidak) Kesulitan menelan ( Ya/Tidak) Sariawan (Ya/Tidak) Riwayat operasi/trauma GI : tidak ada riwayat operasi Diit RS : Tidak ada DIIT RS Kebutuhan ADL makan : Tidak ada IMT/Z-score : BB TB² = TB² 3. Pola eliminasi -

BAB Frekuensi

: 1x sehari

Waktu : Pagi hari Warna : kuning kecoklatan Gangguan eliminasi bowel : Konsitipasi ( Ya/Tidak) Diare ( Ya/Tidak) Inkontinensia bowel (Ya/Tidak) Kebutuhan pemenuhan ADL Bowel: BAK Frekuensi : 6-8x sehari

Warna : Kuning pucat Gangguan eliminasi bowel : Nyeri saat BAAK (Ya/Tidak) Burning Sensation (Ya/Tidak) Bladder terasa penuh setelah BAK (Ya/Tidak) Riwayat dahulu : Penyakit ginjal (Ya/Tidak) Batu ginjal (Ya/Tidak) Injuri/trauma (Ya/Tidak) Penggunaan kateter : tidak menggunakan kateter Kebutuhan pemenuhan ADL bladder : -

4. Pola aktivitas/latihan Pekerjaan : buruh Olahraga rutin : jarang olahraga Alat bantu : walker (Ya/Tidak) Kruk (Ya/Tidak) Kursi roda (Ya/Tidak) Tongkat (Ya/Tidak) Terapi : Traksi, (Ya/Tidak) Gips (Ya/Tidak) Kemampuan melakukan ROM : Tidak bisa menggerakkan pinggang Kemampuan ambulasi : 5. Pola tidur-istirahat Lama tidur

: 6-7 jam

Kesulitan tidur di RS

: ya

Kesulitan tidur

: Menjelang tidur (Ya/Tidak) Mudah/sering terbangun (Ya/Tidak) Merasa tidak segar saat bangun (Ya/Tidak)

6. Pola kognitif/persepsi Gangguan penglihatan

: Tidak mengalami gangguan penglihatan

Gangguan pendengaran : Tidak mengalami gangguan pendengaran Gangguan penciuman

: Tidak mengalami gangguan Penciuman

Gangguan sensasi taktil : Tidak mengalami gangguan sensasi taktil Gangguan pengecapan

: Tidak mengalami gangguan pengecapan

Riwayat penyakit

: eye surgery

(Ya/Tidak)

Otitis media

(Ya/Tidak)

Luka sulit sembuh

(Ya/Tidak)

Persepsi klien terhadap penyakitnya : -

Pasien mengeluhkan kesulitan beraktivitas

-

Pasien mengeluhkan tidk bisa mengangguk sama sekali dan jika dipaksakan terasa sakit Pasien mengeluh nyeri saat mencoba mengangguk, dengan persepsi :

-

P → Paliatif

Nyeri saat mencobaberdiri tegak

Q → Quality

Seperti ditusuk-tusuk

R → Regio

Di pnggul

S → Skala

6

T → Time

Terus-menerus timbul

7. Pola persepsi diri/konsep diri -

Identitas diri : Harapan pasien setelah menjalani perawatan yaitu pasien ingin segera sembuh dan dapat beraktivitas normal kembali.

-

Gambaran diri : Keadaan sakitnya saat ini sangat mempengaruhi kebiasaan hidup pasien, pasien jadi tidak dapat braktivitas, karena ada gangguan dengan fungsi geraknya.

-

Peran diri : Sebelum sakit pasien berperan sebagai kepala kelurga dan,saat pasien sakit, pasien tidak dapat menjalankan perannya dengan maksimal.

8. Pola peran/hubungan -

Hubungan dengan keluarga : Pasien dekat dengan anggota keluarganya dan mereka-lah yang paling berpengaruh dalam hidup pasien dan pasien meminta bantuan pada keluarga terdekatnya jika memiliki masalah

-

Hubungan dengan teman/orang lain : Pasien dapat berkomunikasi dengan relevan, jelas, mampu mengekspresikan dan mampu memahami orang lain.

9. Pola seksualitas/reproduksi - Pola reproduksi

: Pasien tidak memiliki masalah reproduksi dan seksual

- Pre menopause

:-

- Post menopause

:-

10. Pola koping/toleransi stress -

Koping yang ditunjukkan selalu

bermusyawarah

:. Dalam mengambil keputusan, pasien dan

meminta

pendapat

dengan

anggota

keluarganya. Pasien menyelesaikan masalahnya dengan berbicara kepada anggota keluarganya. -

Sumber dukungan

: Keluarga adalah sumber dukungan

utama bagi pasien. 11. Pola nilai/keyakinan - Kepercayaan pasien

: Islam

- Aktivitas keagamaan : Selama keadaan sakitnya, pasien tidak dapat melaksanakan ibadahnya sebagai seorang muslim dengan baik.

IV. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan umum

:

a. Kesadaran : Compos Mentis b. Tanda – tanda vital 1) Tekanan darah : 110/90 mmHg 2) Nadi - Frekuensi : 60x/menit - Irama : teratur 3) Pernafasan - Frekuensi : 16x/menit - Irama : teratur 4) Suhu : 36,6°C 5) Nyeri : - P : Nyeri saat berdiri tegak - Q : Nyeri seperti ditusuk-tusuk - R : Panggul belakang - S :6 - T : terus-menerus terasa nyeri

2. Pemeriksaan Head To Toe a. Kepala 1) Bentuk dan ukuran kepala

: Bentuk simetris dan tidak ada luka

2) Pertumbuhan rambut

: Warna hitam, bergelombang, tebal, dan

agak kotor 3) Kulit kepala

: bersih tidak ada ketombe

b. Muka 1) Mata - Kebersihan : Bersih - Fungsi penglihatan : normal - Palpebral : normal - Konjungtiva : merah muda - Sclera : putih - Pupil : normal - Diameter ki/ka : 14,2mm - Reflek terhadap cahaya : pupil mengecil saat terkena cahaya - Penggunaan alat bantu penglihatan : tidak menggunakan alat bantu penglihatan 2) Hidung - Fungsi penghidung - Secret - Nyeri sinus - Polip - Napas cuping hidung

: normal : tidak terdapat secret : tidak nyeri sinus : tidak ada polip : normal

3) Mulut - Kemampuan bicara - Keadaan bibir - Selaput mukosa - Warna lidah - Keadaan gigi - Bau nafas - Dahak

: mampu bicara normal : bibir merah muda : normal : merah muda : gigi bersih tidak terdapat flek : tidak bau nafas : tidak terdapat dahak

4) Gigi - Jumlah - Kebersihan - Masalah

: 32 buah : bersih : tidak ada masalah

5) Telinga - Fungsi pendengaran - Bentuk

: mampu mendengar dengan baik : simetris

c. Leher -

Kebersihan Serumen Nyeri telinga

: bersih : tidak terdapat serumen : tidak mengalami nyeri telinga

Bentuk Pembesaran Tyroid Kelenjar getah bening Nyeri waktu menelan menelan

: normal : tidak trdapat pembesaran tiroid : tidak ada pembengkakan : pasien tidak mengalami nyeri saat

d. Dada (thorax) 1) Paru – paru - Inspeksi

: Bentuk simetris, pergerakan simetris, tidak ada luka

-

Palpasi

-

Perkusi : Terdapat bunyi sonor Auskultasi : Tidak ada suara tambahan, terdapat bunyi vesikuler

2) Jantung - Inspeksi -

: Tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan

: Bentuk simetris, ictus cardis, tidak ada jaringan parut

Palpasi : tidak ada benjolan, tidak ada nyeri tekan Perkusi : Tidak ada pelebaran jantung, suara jantung redup Auskultasi : Reguler, S1, S2, suara jantung resonan

e. Abdomen -

Inspeksi

-

Auskultasi : Bising usus hipoaktif

-

Perkusi

: Terdengar suara hipertimpani di kwadran kiri bawah

-

Palpasi

: Terdapat nyeri tekan di kwadran atas.

f. Genetalia

: Bentuk simetris, tidak ada luka

: Daerah genital bersih, tidak ada luka, tidak ada tanda

infeksi,tidak terpasang kateter. g. Anus dan rectum : dan tidak ada hemoroid. h. Ekstremitas a. Atas Skala kekuatan otot pada ekstremitas atas sinistra dan dextra yaitu masing-masing 5,ditandai dengan mampu menggenggam kuat.

b. Bawah Skala kekuatan pada ekstremitas bawah sinistra dan dextra yaitu masingmasing 5,ditandai dengan bisa berjalan dengan normal c. Inspeksi kuku : Warna merah muda pucat, panjang, bersih, tidak ada edema, dan utuh. d. Capillary refill : Cepat

i. Integumen : a. Kulit pasien warna sawo matang, lembab, turgor sedang, tidak ada edema. b. Terdapat luka lecet di kaki yang masih basah dan tidak ada tanda infeksi

Kasus : Tn.C datang ke RS bersama keluarga nya untuk memeriksakan area panggul karena saat berkerja ia terjatuh dari ketinggian 4 meter.saat dikaji pasien mengatakan nyeri di area panggul,pasien kesulitan membolak-balikan posisi dan pasien merintih kesakitan. V. Analisa Data

NO 1.

Data Fokus DS=pasien mengatakan nyeri di area panggul DO=pasien tampak kesakitan

Problem Nyeri akut(00132)

2.

Etiologi Agent cidera fisik

Intoleransi aktivitas DS=pasien mengatakan kesulitan membolakbalikkan posisi tubuh DO=pasien tampak kesulitan bergerak

Hambatan mobilitas fisik(00085)

ttd

VI. Diagnosa Keperawatan 1. Nyeri akut berhubungan dengan agent cidera fisik 2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan intoleransi akivitas VII. N O 1

Rencana keperawatan Diagnosa Nyeri akut b.d agent cidera fisik

Tujuan dan kriteria hasil Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam pasien diharapakan 1.Tingkat nyeri(2102) -nyeri yang dilakukan dari skala 1(berat )menjadi skala 2(sedang) -menggosok area yang terkena dampak dari skala 1(berat)menjadi skala 2(sedang) -mengerang dan menangis dari skala 1(berat)menjadi skala 2(ringan) 2.kontrol nyeri(1605) -menggambarkan faktor penyebab dari skala 1(tidak pernah menunjukan)menjad i skala 4(sering menunjuakn) -mengenai apa yang terkait dengan gejala nyeri dari skala 2(jarang menunjukan)menjad i skala 4(sering menunjukan) -menggunakan analgesik yang direkomendasikan dari skala 1(tidak

Intervensi Pemberian analgesik(2210) - tentukan lokasi,karakteristik,kualit as dan keparahan nyeri sebelum mengobati pasien - pilih analgesik atau kombinasi analgesil yang sesuai ketika lebih dari satu diberikan - ajarkan tentang penggunaan analgesik,strategi untuk menurunkan efek samping dan harapan terkait dengan keterlibatan dalam keputusan pengurangan nyeri - kolaborasikan dengan dokter apakah obat,dosis,rute,pemberia n /perubahan interval dibutuhkan,buat rekomendasi khusus berdasarkan prinsip analgesik

Tt d

2

Hambatan mobilitas fisik b.d intolerans i aktivitas

pernah menunjukan)menjad i skala 4(sering menunjukan) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam pasien diharapkan 1.pergerakan (0208) - cara berjalan dari skala 1(sangat terganggu)menjad i skala 3(cukup terganggu) - gerakan sendi dari skala 1(sangat terganggu)menjad i skala 3(cukup terganggu) - berjalan dari skala 1(sangat terganggu)menjad i skala 3(cukup terganggu) 2. akses hemodealisis (1105) - sensasi dari skala 1(sangat terganggu)menjad i skala 3(cukup terganggu) - hematoma pada akses dealisis dari skala 2(cukuo berat)menjadi skala 4(ringan) - edema pada perifer distal dari skala 1(berat)menjadi skala 3(sedang)

Terapi latihan: Ambulasi (0221) - monitor penggunaan kruk pasien atau alat bantu pasien berjalan lainya - bantu pasien untuk perpindahan,sesuai kebutuhan - intruksikan atau caregiver mengenal pemindahan dan teknik ambulasi yang aman - konsultasikan pada ahli terapi fisik mengenai rencana ambulasi,sesuai kebutuhan

VIII. Implementasi Dx Keperawatan 1.nyeri akut b.d agent cidera fisik

Tanggal/jam

Implementasi

Respon Pasien

-menentukan lokasi,karakteristik ,kualitas dan keparahan nyeri sebelum mengobati pasien

S: O:

S: -memilih analgesik atau kombinasi analgesik yang sesuai ketika lebih dari satu diberikan -mengajarkan tentang penggunaan analgesik,strategi untuk menurunkan efek samping dan harapan terkait dengan keterlibatan dalam keputusan pengurangan nyeri mengkolaborasikan dengan dokter apakah obat,dosis,rute pemberian atau perubahan internal dibutuhkan buat rekomendasi khusus berdasarkan prinsip analgesik 2.hambatan mobilitas fisik b.d toleransi aktifitas

-memonitor penggunaan kruk pasien atau alat bantu berjalan lainya

-membantu pasien untuk perpindahan,sesuai

O:

S:pasien mengatakan paham apa yang perawat ajarkan O:pasien tampak sudah mengerti yang diajarkan

S:

O;

S:pasien mengatakan sudah mulai bisa menggunakan kruk O:pasien tampak bisa menggunakan kruk

TTD

kebutuhan

-mengintruksikan pasien atau caregiver mengenai perpindahan dan teknik ambulasi yang aman

mengkonsultasikan pada ahli terapi fisik mengenai rencana ambulasi,sesuai kebutuhan

S:pasien mengatakan bersedia dibantu untuk perpindahan O:pasien tampak bersedia untuk perpindahan S:pasien mengatakan bersedia menerapkan teknik ambulasi O:pasien tampak mengikuti arahan yang diberikan oleh perawat S: O:

IX.

Evaluasi

Dx Keperawatan

Hari, tanggal/jam

Respon Pasien

1. nyeri akut b.d agent cidera fisik

S=pasien mengatakan sudah paham apa yang perawat ajarkan O=pasien tampak paham A=masalah teratasi P=masalah teratasi

2. hambatan mobilitas fisik b.d toleransi aktifitas fisik

S=pasien mengatakan sudah bisa menggunakan alat bantu gerak O=pasien sudah bisa menggunakan alat bantu gerak A=masalah teratasi P=hentikan intervensi

TTD

BAB III PENUTUP

Kesimpulan Dislokasi panggul adalah suatu keadaan dimana terjadi perpindahan permukaan caput femoris terhadap acetabulum. Dislokasi terjadi ketika caput femoris keluar dari acetabulum. Kondisi ini dapat kongenital atau didapat (acquired). Dislokasi yang paling sering ditemukan adalah dislokasi panggul yang didapat akibat trauma (dislokasi panggul traumatika). Dislokasi panggul traumatika ini dapat terjadi pada semua kelompok usia dan angka kejadiannya meningkat seiring dengan meningkatnya angka kecelakaan lalu lintas dan dislokasi panggul ini merupakan suatu kegawatdaruratan ortopedi yang membutuhkan tatalaksana segera. Penyebab dislokasi panggul bisa karena cedera,trauma,terjatuh dan juga secara patologis, Berdasarkan arah dislokasi, dislokasi panggul dibagi menjadi 3, yaitu dislokasi posterior, dislokasi anterior, dan dislokasi pusat (central).

DAFTAR PUSTAKA

Swearingen. (2000). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC. Henderson, MA. (1989). Ilmu Bedah Untuk Keperawatan. Jogyakarta. Buku-buku Ilmiah Kedokteran Doengoes, Mariliynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC

Related Documents


More Documents from "Jade"