Budidaya Lahan Kering Kepulauan Dan Pari

  • Uploaded by: IyanDd FebRi PraTama
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Budidaya Lahan Kering Kepulauan Dan Pari as PDF for free.

More details

  • Words: 1,514
  • Pages: 9
Loading documents preview...
BUDAYA LAHAN KERING KEPULAUAN DAN PARIWISATA

POLA – POLA KEARIFAN LOKAL PENGELOLAAN LAHAN DI PULAU ROTE

OLEH :

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA KUPANG 2016

KATA PENGANTAR Puji dan Syukur Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan hikmat dan karunia-Nya, sehingga penyusunan “Pola – Pola Kearifan Lokal Pengelolaan Lahan di Pulau Rote” ini, dapat terselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan. Pada kesempatan ini kami menyampaikan terimakasih kepada segala pihak yang telah mendukung baik dalam bantuan moril maupun materil demi terselesaikannya laporan ini. Dalam laporan ini membahas tentang kegiatan pengelolaan lahan dengan berlandaskan kearifan lokal oleh masyarakat di pulau Rote. Sebelumnya, kami memohon maaf apabila dalam penyusunan laporan ini terdapat kesalahan dan kekurangan, baik dari kesalahan penulisan maupun hal lainnya yang tidak berkenan di hati, karena kami juga manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan. Akhir kata, kami berharap semoga laporan ini dapat berguna bagi perkuliahan mata kuliah Budaya Lahan Kering Kepulauan dan Pariwisata ini diwaktu yang akan datang.

Kupang,

Penyusun

ii2

September 2016

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................. DAFTAR ISI ............................................................................................... BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................... 1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1.2. Rumusan Masalah ................................................................................. 1.3. Tujuan ................................................................................................... BAB II. PEMBAHASAN ............................................................................ 2.1. Kerarifan Lokal ..................................................................................... 2.2. Potensi Lahan ....................................................................................... 2.3. Pola Kearifan Lokal yang Diterapkan dalam Penggunaan Lahan di Pulau Rote ............................................................................................ BAB III. PENUTUP .................................................................................... 3.1. Kesimpulan ........................................................................................... 3.2. Saran ..................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................

3 iii

ii iii 4 4 4 4 5 5 5 6 8 8 8 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pulau Rote adalah salah satu pulau paling selatan dalam jajaran kepulauan Nusantara Indonesia. Pulau dengan luas sekitar 1200 km2 ini sangat terkenal dengan kekhasan budaya lontar, wisata bahari, musik sasando, serta topi adat ti’i langga. Dalam hal pengelolaan lahan sendiri kabupaten Rote Ndao sebagian besar dipakai sebagai daerah pertanian padi gogo, bawang merah, kacang tanah, jagung, lombok, maupun sorgum; perkebunan lontar, kelapa, dan jambu mente; peternakan sapi, kerbau, babi, dan kuda; serta sektor lainnya seperti perikanan, kelautan, maupun pariwisata. Kearifan lokal atau tradisional merupakan bagian dari etika dan morolitas yang membantu manusia untuk menjawab pertanyaan moral apa yang harus dilakukan, bagaimana harus bertindak khususnya dibidang pengelolaan lingkungan dan sumberdaya alam. Bahasan ini sangat membantu masyarakat dalam hal mengembangkan perilaku, baik secara individu maupun secara kelompok dalam kaitan dengan lingkungan dan upaya pengelolaan sumberdaya alam. Selain itu, kearifan lokal juga membantu masyarakat dalam hal mengembangkan sistem sosial politik yang ramah terhadap lingkungan serta mengambil keputusan dan kebijakan yang berdampak terhadap lingkungan atau sumberdaya alam. Setiap wilayah di Indonesia pasti memiliki kearifan lokalnya masing – masing. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas bagaimana masyarakat di Pulau Rote memanfaatkan lahan dengan berlandaskan kearifan lokal yang ada 1.2. RUMUSAN MASALAH 1. Apa itu kearifan lokal? 2. Apa saja potensi lahan yang ada di Pulau Rote? 3. Apa saja pola kearifan lokal yang diterapkan dalam penggunaan lahan di Pulau Rote? 1.3. TUJUAN Mengetahui pengertian kearifan penggunaan lahan di Pulau Rote.

4

lokal

serta

penerapannya

dalam

BAB II PEMBAHASAN 2.1. KERARIFAN LOKAL Pengertian keraifan lokal (tradisional) menurut Keraf (2002) adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Dijelaskan pula bahwa kearifan lokal/tradisional bukan hanya menyangkut pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang manusia dan bagaimana relasi yang baik di antara manusia, melainkan juga menyangkut pengetahuan, pemahaman dan adat kebiasaan tentang manusia, alam dan bagaimana relasi di antara penghuni komunitas ekologis ini harus dibangun. Pengertian di atas memberikan cara pandang bahwa manusia sebagai makhluk integral dan merupakan satu kesatuan dari alam semesta serta perilaku penuh tanggung jawab, penuh sikap hormat dan peduli terhadap kelangsungan semua kehidupan di alam semesta serta mengubah cara pandang antroposentrisme ke cara pandang biosentrisme dan ekosentrisme. Nilai-nilai kerarifan lokal yang terkandung dalam suatu sistem sosial masyarakat, dapat dihayati, dipraktekkan, diajarkan dan diwariskan dari satu generasi ke genarasi lainnya yang sekaligus membentuk dan menuntun pola perilaku manusia sehari-hari, baik terhadap alam maupun terhadap alam. Menurut Nababan (2003), mengatakan bahwa masyarakat adat umumnya memiliki sistem pengetahuan dan pengelolaan lokal yang diwariskan dan itumbuh-kembangkan terus-menerus secara turun temurun. Pengertian masyarakat adat disini adalah mereka yang secara tradisional tergantung dan memiliki ikatan sosio-kultural dan religius yang erat dengan lingkungan lokalnya. 2.2. POTENSI LAHAN Sebagian besar penduduk yang mendiami pulau/kabupaten Rote Ndao menurut tradisi tertua adalah suku-suku kecil Rote Nes, Bara Nes, Keo Nes, Pilo Nes, dan Fole Nes. Suku-suku tersebut mendiami wilayah kesatuan adat yang disebut Nusak. Semua Nusak yang ada dipulau Rote Ndao tersebut kemudian disatukan dalam wilayah kecamatan.Pulau Rote terletak di lepas pantai ujung barat daya Pulau Timor di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Sebagaimana kondisi alam NTT pada umumnya, Rote adalah sebuah pulau yang gersang, tandus, dan miskin sumber daya alamnya dengan musim penghujan yang pendek dan musim kemarau yang panjang. Kabupaten Rote Ndao pada umumnya beriklim tropis dengan musim kemarau atau kering yang berlangsung lebih lama yakni dari bulan April sampai Oktober dan musim hujan berlangsung dari bulan Nopember sampai bulan Maret. Kondisi ini menyebabkan jumlah curah sangat sedikit, tidak menentu dan tidak merata. Selama musim kemarau berlangsung angin bertiup dari tenggara (southeast monsoon wind) yang kering sebaliknya pada musim hujan, angin bertiup dari barat laut (northwest monsoon wind) yang basah, dan sangat mempengaruhi keadaan cuaca dan iklim di wilayah Kabupaten Rote Ndao.

5

Keadaan ini hampir tidak pernah berubah dari tahun ke tahun sehingga hasil komoditas unggulan dari pertanian lahan kering belum dapat diharapkan. Sebagian besar wilayah Kabupaten Rote Ndao merupakan daerah pegunungan dan berbukit-bukit. Wilayah yang berupa dataran relatif sangat sedikit sekali. Dari seluruh desa/kelurahan terdapat 92 desa (79%) yang topografinya berbukit-bukit dan 25 desa (21%) merupakan wilayah yang datar. Tidak ditemukan sungai besar atau kecil yang dapat mengaliri sepanjang tahun. Mata pencaharian penduduknya cukup beragam, mulai dari berkebun, beternak, dan nelayan lepas pantai. Akan tetapi perekonomian masyarakatnya lebih berpusat pada pohon lontar dan pembuatan gula nira, yang mampu memberikan keuntungan ekonomis lebih besar daripada apa yang diperoleh sukusuku lain di sekitarnya 2.3. POLA KEARIFAN LOKAL YANG DITERAPKAN DALAM PENGGUNAAN LAHAN DI PULAU ROTE Filosofi kehidupan orang Rote yakni mao tua do lefe bafi yang artinya kehidupan dapat bersumber cukup dari mengiris tuak dan memelihara babi. Dan memang secara tradisonal orang-orang Rote memulai perkampungan melalui pengelompokan keluarga dari pekerjaan mengiris tuak. Dengan demikian pada mulanya ketika ada sekelompok tanaman lontar yang berada pada suatu kawasan tertentu, maka tempat itu jugalah menjadi pusat pemukiman pertama orang-orang Rote. Pohon Lontar sendiri telah menjadi pohon seribu manfaat bagi masyarakat Rote karena selain mudah di temukan di pulau ini, budidaya pohon lontar juga tergolong mudah. Sebagian besar masyarakat Rote terutama pada musim kemarau, hanya akan mengandalkan pohon lontar dan segala manfaatnya demi keberlangsungan kehidupan masyarakat Pulau Rote. Nira Lontar dapat di olah menjadi Gula Lontar yang sudah terkenal sebagai komoditi yang dapat diandalkan. Selain itu, daun lontar juga dimanfaatkan masyarakat sebagai pembuatan topi khas, alat musik sasando, dll yang memiliki nilai jual yang tinggi. Dalam bidang pertanian sendiri, masyarakat di Pulau Rote mengenal istilah Papadak atau Hoholok. Papadak atau Hoholok ini adalah konsep pengelolaan sumberdaya alam pada wilayah pertanian sawah, mamar (tanaman produksi jangka panjang berupa kelapa, pinang, rambutan, nangka, pisang, kenari, lontar, dan sebagainya), dan wilayah mata air untuk pengairan sawah dan air minum masyarakat. Pengelolaan berbasis Papadak/Hoholok sendiri merupakan warisan leluhur masyarakat adat dalam wilayah bekas Kerajaan Rote Ndao (Nusak).

Gambar 1. Papadak atau Hoholok di Pulau Rote

6

Secara harfiah Papadak atau Hoholok merupakan dua kata yang pengertiannya sama. Penggunaan kata ‘Papadak’ diterapkan oleh masyarakat adat dari Rote Tengah mulai Kecamatan Rote Tengah ke wilayah Timur (Pantai Baru, Rote Timur dan Landuleko). Sedangkan penamaan ‘Hoholok’ diberikan oleh masyarakat Kecamatan Lobalain ke wilayah Barat (Rote Selatan, Rote Barat Laut, Rote Barat dan Rote Barat Daya). Penerapan Papadak/Hoholok ini bertujuan mencegah timbulnya konflik di kalangan petani dan peternak, rusaknya sumber air mengatasi pencurian hasil perkebunan dan persawahan, membangun etika dan nilai-nilai kebersamaan, membedakan mana yang boleh atau tidak boleh, serta mengelola hasil pertanian sehingga terjalin hubungan harmonis antara sesama pengguna sumberdaya alam.

7

BAB III PENUTUP 3.1. KESIMPULAN 1. Keraifan lokal (tradisional) menurut Keraf (2002) adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. 2. Kabupaten Rote Ndao pada umumnya beriklim tropis dengan musim kemarau atau kering yang berlangsung lebih lama. Sebagian besar wilayah Kabupaten Rote Ndao merupakan daerah pegunungan dan berbukit-bukit. Mata pencaharian penduduk Pulau Rote cukup beragam, mulai dari berkebun, beternak, dan nelayan lepas pantai. Akan tetapi perekonomian masyarakatnya lebih berpusat pada pohon lontar dan pembuatan gula nira, yang mampu memberikan keuntungan ekonomis lebih besar daripada apa yang diperoleh suku-suku lain di sekitarnya 3. Filosofi kehidupan orang Rote yakni mao tua do lefe bafi yang artinya kehidupan dapat bersumber cukup dari mengiris tuak dan memelihara babi. Dalam bidang pertanian, masyarakat di Pulau Rote mengenal istilah Papadak atau Hoholok yang adalah warisan leluhur mengenai konsep pengelolaan sumberdaya alam pada wilayah pertanian sawah, mamar (tanaman produksi jangka panjang berupa kelapa, pinang, rambutan, nangka, pisang, kenari, lontar, dan sebagainya), dan wilayah mata air untuk pengairan sawah dan air minum masyarakat. 3.2. SARAN

8

DAFTAR PUSTAKA https://id.www.wikipedia.org/wiki/Kepulauan_Rote https://www.vbook.pub.com/mobile/doc/87199452/Pengelolaan-SumberdayaPesisir-Dan-Laut-Melalui www.nature.or.id/ruang-media/berita-terbaru/inisiasi-kearifan-lokalhoholokpapadak.xml

9

Related Documents


More Documents from "Romitisam"