Ckd

  • Uploaded by: Kusumadewi Widiarsa
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Ckd as PDF for free.

More details

  • Words: 6,377
  • Pages: 37
Loading documents preview...
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PENYAKIT CKD (CHRONIC KIDNEY DISEASE)

OLEH: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

KADEK MAHENDRA PRASETIA ADINATA P07120217023 KETUT HERMAWAN P07120217024 NI LUH GEDE DIPA LINDAYANI P07120217025 I PUTU YOAN SUGIANTARA P07120217026 KADEK MEGA ASRINI P07120217027 I GEDE JUMENEK ARTA YASA P07120217028 PIA PERMATASARI P07120217029 TINGKAT III.A / D IV KEPERAWATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR JURUSAN KEPERAWATAN 2019

A. KONSEP DASAR PENYAKIT 1. DEFINISI Secara definisi, gagal ginjal kronis juga disebut sebagai Chronic Kidney Disease (CKD). Perbedaan kata kronis disini dibanding dengan akut adalah kronologis waktu dan

tingkat fisiologis filtrasi. Berdasarkan Mc Clellan (2006) dijelaskan bahwa gagal ginjal kronis merupakan kondisi penyakit pada ginjal yang persisten (keberlangsungan ≥ 3 bulan) dengan kerusakan ginjal dan kerusakan Glomerular Filtration Rae (GFR)≤ 60ml/menit/1.73 m2. Berdasarkan analisa definisi di atas, jelas bahwa gagal ginjal kronis merupakan gagal ginjal akut yang sudah berlangsung lama, sehingga mengakibatkan gangguan yang persisten dan dampak yang bersifat continue. Sedangkan National Kidney Foundation (NKF) mendefinisikan dampak dari kerusakan ginjal adalah sebagai kondisi mikroalbuminuria/ overproteinuria, abnormalitas sedimentasi, dan abnormalitas gambaran ginjal. Oleh karena itu, perlu diketahui klasifikasi dari derajat gagal ginjal kronis untuk mengetahui tempat prognosanya.

Stage

Deskripsi

GFR (ml/menit/1.73 m2

1

Kidnet damage with normal or

≥ 90

increase of GFR 2

Kidney damage with with mild

60-89

decrease of GFR 3

Moderate decrease of GFR

30-59

4

Severe decrease of GFR

15-29

5

Kidney Failure

< 15 ( or dialysis )

Sumber: Mc Clellan (2006), Clinical Management of Chroni Kidney Disease Chronic Kidney Disease (CKD) adalah kemunduran fungsi ginjal yang progresif dan ireversibel dimana terjadi kegagalan kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbanganmetabolik, cairan, dan elektrolit yang mengakibatkan uremia atau azotemia (peningkatan BUN dan kreatinin serum) (Brunner & Suddarth, 2002) 2. PENYEBAB/ FAKTOR PREDISPOSISI Gagal ginjal kronis sering kali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit lainnya, sehingga merupakan penyakit sekunder (secondary illness). Penyebab yang sering adalah DM dan Hipertensi. Selain itu ada beberapa penyebab lainnya dari gagal ginjal kronis yaitu(Robinson, 2013): a. Penyakit glomerular kronis (glomerulonefritis) b. Infeksi kronis (pyelonefritis kronis, tuberculosis) c. Kelainan congenital (polikistik ginjal) d. Penyakit vaskuler (renal nephrosclerosis)

e. Obstruksi saluran kemih (nephrolithisis) f. Penyakit kolagen (Systemik Lupus Erythematosus) g. Obat-obatan nefrotoksik (aminoglikosida)

3. POHON MASALAH

Glomerulonefritis 4.

Infeksi Kronis Kelainan Kongenital

Gagal Ginjal Kronis

Penyakit Vaskuler

Nephrolithiasis SLE

Gangguan reabsorbsi

Obat Nefrotoksik

hiponatremia

Hypernatremia

Rentensi Cairan

Produksi urine turun Gangguan Eliminasi Urine

Vol. vaskuler Gangguan Intoleransi Proses hemodialisa Gangguan integritas Vol. Vaskuler Defisiensi meningkat Pertukaran Gas Pola Nafas ParuTurun Tidak Stagnansi Efektif aktivitas kontinyu kulit /jaringan Oedema Tindakan Invasif Berulang Asidosis CO2 Perfusi vena Retensi Injury jaringan Perfusi periferturun tidak efektif hipotensi energy sel Ekspansi Informasi Inadekuat turun RisikoInfeksi Ansietas Oedema Dyspnea Pulmonal Infiltrasi

Permeabilitas kapiler meningkat

Sumber : (Madara, 2008) 4. KLASIFIKASI Gagal ginjal kronis dibagi 3 stadium: 1. Stadium 1: penurunan cadangan ginjal, ditandai dengan kehilangan fungsi nefron 40 – 75%. Pasien biasanya tidak mempunyai gejala, karena sisa nefron yang ada dapat membawa fungsi-fungsi normal ginjal. 2. Stadium 2: insufisiensi ginjal, kehilangan fungsi ginjal 75 – 90%. Pada tingkat ini terjadi kreatinin serum dan nitrogen urea darah, ginjal kehilangan kemampuannya untuk mengembangkan urin pekat dan azotemia. Pasien mungkin melaporkan poliuri dan nokturia. 3. Stadium 3: gagal ginjal stadium akhir atau uremia. Tingkat renal dari gagal ginjal kronis yaitu sisa nefron yang berfungsi < 10%. Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan menyolok sekali sebagai respon terhadap

GFR (Glomerular Filtration Rate) yang mengalami penurunan sehingga terjadi ketidakseimbangan kadar ureum nitrogen darah dan elektrolit, pasien diindikasikan untuk dialysis. Pembagian CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG: Stage

Deskripsi

GFR

1

Kidney damage with normal or

(ml/menit/1.73m2) ≥90 ml/menit/1,73m2

2

increase of GFR Kidney damage

60-89 ml/menit/1,73 m2

3 4 5

decrease of GFR Moderate decrease of GFR Severe decrease of GFR Kidney failure

with

mild

30-59 ml/menit/1,73 m2 15-29 ml/menit/1,73 m2 < 15 ml/menit/1,73 m2or dialysis

Sumber: Mc Clellan (2006), Clinical Managemen of Chronic Kidney Disease. Dikutip dari Andi Eka Pranata (2014), Buku ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.

TAHAPAN PENYAKIT CKD Tahapan CKD dapat ditunjukan dari laju filtrasi glomerulus (LFG), adalah sebagai berikut : a. Tahap I adalah kerusakan ginjal dengan LFG normal atatu meningkat > 90 ml/menit/1,73 m2. b. Tahap II adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG ringan yaitu 60 - 89 ml/menit/1,73 m2. c. Tahap III adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG sedang yaitu 30-59 ml/menit/1,73 m2. d. Tahap IV adalah kerusakan ginjal dengan penurunan LFG berat yaitu 15-29 ml/menit/1,73 m2. e. Tahap V adalah gagal ginjal dengan LFG < 15 ml/menit/1,73 m2. 5. GEJALA KLINIS Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan gangguan yang bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi memiliki fungsi yang banyak, sehingga kerusakan kronis secara fisiologis ginjal akan mengakibatkan

gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh gagal ginjal kronis (Robinson, 2013; Judith, 2006) 1. Ginjal dan gastrointestinal Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering, penurunan turgor kulit, kelemahan, fatigue, dan mual. Kemudian terjadi penurunan kesadaran (somnolen) dan nyeri kepala yang hebat. Dampak dari peningkatan kalium adalah peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya otot mengalami kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak terkompensasi akan mengakibatkan asidosis metabolik. Tanda paling khas adalah terjadinya penurunan urin output dengan sedimentasi yang tinggi. 2. Kardiovaskuler Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremic pericarditis, effusi pericardial (kemungkinan bisa terjadi tamponade jantung), gagal jantung, edema periorbital dan edema perifer. 3. Sistem respirasi Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, efusi pleura, crackles, sputum yang kental, uremic pleuritic dan uremic lung, dan sesak napas. 4. Gastrointestinal Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi, dan kemungkinan juga disertai parotitis, esophagitis, gastritis, ulseratif duodenal, lesi pada usus halus/usus besar, colitis, dan pankreatitis. Kejadian sekunder biasanya mengikuti seperti anoreksia, nausea, dan vomiting. 5. Integumen Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering dan ada scalp. Selain itu, biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis, petechiae, dan timbunan urea pada kulit. 6. Neurologis Biasanya ditunjukkan dengan neuropati perifer, nyeri, gatal pada lengan dan kaki. Selain itu juga adanya kram pada otot dan refleks kedutan, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat, iritabilitas, pusing, koma, dan kejang. Dari hasil EEG menunjukkan adanya perubahan metabolic encephalophaty. 7. Endokrin Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorrhea dan gangguan siklus menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekresi sperma, peningkatan sekresi aldosterone, dan kerusakan metabolisme karbohidrat.

8. Hematopoitiec Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah, trombositopenia (dampak dari dialysis), dan kerusakan platelet. Biasanya masalah yang serius pada system hematologi ditunjukkan dengan adanya perdarahan (purpura, ekimosis, dan petechiae). 9. Musculoskeletal Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fraktur patologis, dan kalsifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard). 6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik adalah : 1) Urine a. Volume, biasanya kurang dari 500 ml/24 jam (oliguria) atauurine tidak ada (anuria). b. Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkanoleh pus, bakteri, lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat. c. Berat jenis urine, kurang dari 1,003 – 1,030 (menetap pada 1,010 menunjukkan kerusakan ginjal berat) d. Klirens kreatinin, mungkin menurun e. Natrium, lebih besar dari 135-142 meq/L karena ginjal tidak mampu mereabsobsi natrium. f. Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuatmenunjukkan kerusakan glomerulus. 2) Darah a. BUN dan serum kreatinin digunakan untuk mengevaluasi fungsi ginjal dan menilai perkembangan kerusakan ginjal. Nilai BUN 20-50 mg/dl menandakan azotemia ringan; level lebih besar dari 100 mg/dl mengindikasikan kerusakan ginjal berat; level BUN berkisar ≥200 mg/dl menjadi gejala uremia. Nilai serum kreatinin ≥ 4 mg/dl mengindikasikan kerusakan ginjal serius. Nilai dan rujukan kadar ureum Spesimen Plasma atau serum Urine 24 jam

Nilai rujukan 7-20 mg/dl 12-20 g/hari

2,1-7,1 mmol urea/hari 0,43-0,71 mmol urea/hari

Nilai rujukan kadar kreatinin

Populasi

Sampel

Metode Jaffe

Metode Enzimatik

Pria dewasa

Wanita dewasa

Anak

Pria dewasa

Plasma atau

0,6-1,2 mg/dL

0,6-1,1 mg/dL

serum

(80-115 µmol/L) (55-96 µmol/L)

Plasma atau

0,6-1,1 mg/dL

0,5-0,8 mg/dL

serum

(53-97 µmol/L)

(40-66 µmol/L)

Plasma atau

0,3-0,7 mg/dL

0,0-0,6 mg/dL

serum

(27-62 µmol/L)

(0-52 µmol/L)

Urin 24 jam

800-2000 mg/hari (7,117,7 mmol/hari)

Wanita dewasa

Utin 24 jam

600-1.800 mg/hari (5,315,9 mmol/hari)

Sumber :Jurnal Artikel oleh Verdiansah ( 2016 ), Pemeriksaan Fungsi Ginjal b. Hitung darah lengkap, MCV menurun pada adaya anemia c. Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin sepertiazotemia. d. GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2)terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme prtein, bikarbonat menurun, PaCO2 menurun.

pH: <7,35 HCO3 < 22 PCO2 < 35 e. Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan) f. Magnesium fosfat meningkat g. Kalsium menurun

h. Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan atau sintesa karena kurang asam amino esensial. i. Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urin. 3) Pemeriksaan radiologi a. Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan bladder/KUB) BOF, BNO: menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih, dan adanya obstruksi (batu). b. Pielogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler, masa c. Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks kedalam ureter dan retensi. d. Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa, kista, obstruksi pada saluran perkemuhan bagian atas. e. Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untuk menentukan seljaringan untuk diagnosis hostologis. f. Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk menentukan pelis ginjal (keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif). g. Elektrokardiografi (EKG): mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa. h. Fotokaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapat menunjukkan demineralisasi, kalsifikasi. i. Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan posisi ginjal, ukuran dan bentuk ginjal. j. CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti penyebararn tumor). Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mendeteksi struktur ginjal, luasnya lesi invasif ginjal. 7. PENATALAKSANAAN MEDIS Adapun penatalaksanaan medis yang diberikan pada penderita gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut: a. Dialisis (cuci darah) Ada 2 jenis dialysis yaitu hemodialisis dan dialysis peritoneal. Hemodialisis (HD) adalah jenis dialysis yang paling banyak dilakukan dengan saat ini, dilakukan

dengan cara memasukan jarum ke pembuluh darah kemudian dihubungkan melalui selang ke tabung mesin atau alat cuci darah yang befungsi sebagai ginjal buatan. Mesin tersebut disebut hemodyalizer yang memiliki fungsi mirip dengan ginjal. Darah ditransfer dari tubuh ke mesin dialysis, yang akan menyaring produk limbah dan kelebihan cairan. Darah yang telah disaring kemudian dikembalikan lagi ke dalam tubuh. Dialisis peritoneal merupakan jenis uci darah yang kurang terkenal metode ini menggunakan lapisan perut (Peritoneum) sebagai filter. Seperti ginjal peritoneum berisi ribuan pembuluh darah kecil, membuatnya menjadi perangkat peyaring yang berguna. Selama dialysis peritoneal, selang fleksibel kecil yang disebut kateter terpasang di perut yang disebut cairan dialysis dipompa keruang sekitar peritoneum b. Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium, furosemid (membantu berkemih) c. Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat Untuk pasien yang mengalami cuci darah, maka asupan sumber protein yang harus dikonsumsi adalah sebesar 1-1,2 gram/kg BB. Ini berarti, misalnya saja kita memiliki berat badan 60kg, maka dalam satu hari protein yang harus didapatkan adalah sebanyak 60-72 gram. d. Transfusi darah e. Transplantasi ginjal

8. KOMPLIKASI Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis : 1. Asidosis metabolik Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolik seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam H+ yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk menyekresi amonia (NH3) dan mengabsorbsi natrium bikarbonat (HCO3). (Brunner & Suddarth). 2. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat Abnormalitas utama yang lain pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki

hubungan saling timbal balik: jika satunya meningkat, yang lain akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun demikian, pada gagal ginjal, tubuh tidak berespons secara normal terhadap peningkatan sekresi parathormon, dan akibatnya, kalsium di tulang menurun, menyebabkan perubahan pada tulang dan penyakit tulang. Selain itu, metabolit aktif vitamin D (1,25dihidrokolekalsiferol) yang dibuat di ginjal juga menurun akibat berkembangnya gagal ginjal. (Brunner & Suddarth) 3. Penyakit tulang Penyakit tulang uremik, sering disebut osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan kompleks kalsium, fosfat, dan kesimbangan parathormon. Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan

gangguan yang

mendasari, sekresi protein dalam urine, dan adanya hipertensi. Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung akan mengakibatkan dekalsifikasi matriks tulang, sehingga tulang akan menjadi rapuh (osteoporosis) dan jika berlangsung lama akan menyebabkan fraktur patologis. 4. Penyakit kardiovaskuler Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak secara sistemik berupa hipertensi, kelainan lipid, intoleransi glukosa, dan kelainan hemodinamik (sering terjadi hipertrofi ventrikel kiri). 5. Anemia Anemia terjadi pada 80-90% penderita gagal ginjal kronik. Anemia pada gagal ginjal kronik disebabkan oleh defisiensi eritropoitin. Hal-hal lain yang ikut berperan terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan darah (misal, hematuria), masa hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut maupun kronik (Ketut Suwitra, 2009) 6. Disfungsi seksual Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering mengalami penurunan dan terjadi impotensi pada pria. Pada wanita, dapat terjadi hiperprolaktinemia.

B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN 1. PENGKAJIAN Pengkajian pada klien gagal ginjal kronis sebenarnya hampir sama dengan klien gagal ginjal akut, namun disini pengkajian lebih penekanan pada support system untuk mempertahankan

kondisi

keseimbangan

dalam

tubuh.

Dengan

tidak

optimalnya/gagalnya fungsi ginjal, maka tubuh akan melakukan upaya kompensasi selagi dalam batas ambang kewajaran. Tetapi jika kondisi ini berlanjut (kronis), maka akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis yang menandakan gangguan sistem tersebut. Berikut ini adalah pengkajian keperawatan pada klien dengan gagal ginjal kronis. 1. Biodata a. Usia Gagal ginjal menyerang semua golongan usia, tidak ada spesifikasi khusus pada usia penderita gagal ginjal kronis. b. Jenis Kelamin Laki-lai sering memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola hidup sehat. Gagal ginjal kronis merupakan periode lanjut dari penyakit gagal ginjal akut, sehingga tidak berdiri sendiri.Keluhan Utama Keluhan bisa berupa urine output yang menurun (oliguria) sampai pada anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada sistem sirkulasi-ventilasi, anoreksia, mual dan muntah, diaphoresis, fatigue, napas berbau urea, dan pruritus. Kondisi ini dipicu oleh karena penumpukan (akumulasi) zat sisa metabolisme toksin dalam tubuh karena ginjal mengalami kegagalan filtrasi. 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pada klien dengan gagal ginjal kronis biasanya terjadi penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola napas karena komplikasi dari gangguan sistem

ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit, bau urea pada napas. Selain itu karena berdampak pada proses metabolisme (sekunder karena intoksikasi), maka akan terjadi anoreksia, nausea dan vomit sehingga berisiko untuk terjadinya gangguan nutrisi. 3. Riwayat Penyakit Dahulu Penyakit ginjal kronis dimulai dengan periode gagal ginjal akut dengan berbagai penyebab. Oleh karena itu, informasi penyakit terdahulu akan menegaskan untuk penegakan masalah. Kaji riwayat penyakit ISK, payah jantung, penggunaan obat berlebihan (overdosis) khususnya obat yang bersifat nefrotoksik, BPH dan lain sebagainya yang mampu mempengaruhi kerja ginjal. Selain itu ada beberapa penyakit yang langsung menyebabkan penyakit ginjal kronis yaitu diabetes mellitus, hipertensi, batu saluran kemih (urolithiasis). 4. Riwayat Kesehatan Keluarga Penyakit ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun, sehingga silsilah keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun, pencetus sekunder seperti DM dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit ginjal kronis, karena penyakit tersebut bersifat herediter. Kaji pola kesehatan keluarga yang diterapkan jika ada anggota keluarga yang sakit, misalnya minum jamu sakit. 5. Fisiologis : a. Respirasi  Gejala : Dispnea, Pusing, pengelihatan Kabur  Tanda : PCO2 meningkat/menurun, PO2 menurun, Takikardia, pH arteri meningkat/menurun, Sianosis, Diaforesis, Gelisah, Napas cuping hidung, Pola napas abnormal (cepat/lambat, regular/iregular, dalam/dangkal), Warna kulit abnormal (mis. pucat, kebiruan), Kesadaran menurun, bunyi napas tambahan. b. Sirkulasi  Gejala : Parastesia, Nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten)  Tanda : Pengisian kapiler > 3 detik, Nadi perifer menurun atau tidak teraba, Akral teraba dingin, Warna kulit pucat, Turgor kulit menurun, Edema, Penyembuhan luka lambat, Indeks ankie-brachial <0,90, Bruit femoral

c. Nutrisi dan Cairan  Gejala : Peningkatan BB cepat (edema), penurunan BB (malnutrisi), anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tidak nyaman 

pada mulut (pernafasan ammonia) Tanda : Distensi abdomen/ansietas, pembesaran hati (tahap akhir), perubahan turgor kulit/kelembapak, edema (umum/tergantung), ulserasi gusi, perdarahan gusi/lidah, penurunan otot, penurunan

lemak subkutan, penampilan tidak bertenaga. d. Eliminasi  Gejala : Desakan berkemih (urgensi), Urin menetes (dribbling), 

Sering buang air kecil, Nokturia, Mengompol, Enuresis Tanda : Distensi kandung kemih, Berkemih tidak tuntas (hesitancy),

Volume residu urin meningkat e. Aktivitas dan Istirahat  Gejala : Merasa kurang tenaga, mengeluh lelah, merasa energy tidak 

pulih. Tanda : tidak mampu mempertahankan aktivitas secara rutin, tampak

lesu, kebutuhan istirahat meningkat f. Neurosensori  Gejala : Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, raasa terbakar pada kaki, kebas/kesemutan dan kelemaham khusunya 

ekstermitas bawah (neuropati perifer Tanda : Gangguan status mental, contohnya : penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan konsentrasi kehilangan memoro, kacau,

penurunan tingkat kesadaran, stupor, koma, kejang, faskulasi otot. g. Reproduksi dan seksual Gejala : Penurunan libido, amenorea, infertilitas.

7. Psikologis a. Nyeri dan Keamanan  Gejala : Sakit kepala, kram otot/nyeri kaki  Tanda : perilaku berhati-hati.

b. Integritas Ego  Gejala : Faktor stres contoh financial, hubungan dengan orang lain, 

perasaan tak berdaya, tak ada harapan , tak ada kekakuan perasaan Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,

perubahan kepribadian. c. Pertumbuhan & perkembangan 8. Perilaku a. Kebersihan diri Kebersihan diri dibantu karena kekuatan otot menurun b. Penyuluhan dan pembelajaran Klien dan keluarga di berikan edukasi mengenai terapi cairan dan hal-hal yang berkaitan dengan metode penyembuhan. Klien dan keluarga juga di edukasi mengenai penyakit yang di derita. 9. Relasional a. Interaksi Sosial Tidak mengalami gangguan, dapat berbicara dengan lancar, mengikuti instruksi dengan tepat. 10. Lingkungan a. Keamanan dan Proteksi Lingkungan Klien bersih dan safety bed terpasang dengan baik dan keluarga klien mengerti cara menjaga keselamatan pasien 11. Observasi dan pemeriksaan fisik Dilakukan dengan pemeriksaan Head To Toe dengan pendekatan IPPA (Inspeksi, Palpasi, Perkusi, Auskultasi). Data yang paling menonjol pada pemeriksaan fisik adalah pada thorax yang meliputi jantung dan paru-paru : a. Inspeksi : frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya bernafas antara lain : takipnea, dispnea progresif, kussmaul, pernapasan dangkal b. Palpasi : adanya nyeri tekan, peningkatan fokal fremitus pada daerah yang mengalami gangguan. c. Perkusi : pekak apabila terisi cairan pada paru, normalnya timpani (terisi udara) resonansi d. Auskultasi : terdapat suara nafas tambahan apabila paru-paru terisi cairan, anatara lain crackles, ronchi. (Padila (2012) dan Muttaqin, A & Sari, K. (2014)

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Adapun diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan pada klien dengan gagal ginjal kronis adalah: 1. Intoleran aktivitas a. Definisi Ketidakcukupan energy untuk melakukan aktivitas sehari-hari b. Penyebab 1. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen 2. Tirah baring 3. Kelemahan 4. Imobilitas 5. Gaya hidup monoton c. Gejala dan tanda Mayor Subjektif Mengeluh lelah Objektif Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat d. Gejala dan Tanda Minor Subjektif 1. Dyspnea saat/setelah aktivitas 2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas 3. Merasa lemah Objektif 1. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat 2. Gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah aktivitas 3. Gambaran EKG menunjukan iskemia 4. Sianosis 2. Gangguan Pertukaran Gas a. Definisi Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida pada membranalveolus-kapiler. b. Penyebab 1. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi 2. Perubahan membran alveolus-kapiler c. Gejala dan Tanda Mayor Subjektif 1. Dispnea Objektif 1. PCO2 meningkat/menurun 2. PO2 menurun 3. Takikardia 4. pH arteri meningkat/menurun 5. Bunyi napas tambahan. d. Gejala dan Tanda Minor

Subjektif 1. Pusing 2. Penglihatan kabur Objektif 1. Sianosis 2. Diaforesis 3. Gelisah 4. Napas cuping hidung 5. Pola napas abnormal (cepat/lambat, regular/iregular, dalam/dangkal) 6. Warna kulit abnormal (mis. pucat, kebiruan) 7. Kesadaran menurun. e. Kondisi Klinis Terkait 1. Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) 2. Gagal jantung kongestif 3. Asma 4. Pneumonia 5. Tuberkolosis paru 6. Penyakit membran hilain 7. Asfiksia 8. Persistent pulmonary hypertension of newborn (PPHN) 9. Prematuritas 10. Infeksi saluran napas. 3. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan a. Definisi Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membran mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligamen). b. Penyebab 1. Perubahan

sirkulasi

perubahan

status

nutrisi

(kelebihan

atau

kekurangan) 2. Kekurangan/kelebihan volume cairan 3. Penurunan mobilitas 4. Bahan kimia iritatif 5. Suhu lingkungan yang ekstrem 6. Faktor mekanis (miss penekanan pada tonjolan tulang,gesekan) atau faktor elektris (elektrodiatermi, energi listrik bertegangan tinggi) 7. Efek samping terapi radiasi 8. Kelembaban

9. Proses penuaan 10. Neuropati perifer 11. Perubahan pigmentasi 12. Perubahan hormonal 13. Kurang terpapar informasi tentang upaya mempertahankan/melindungi integritas jaringan c. Gejala dan Tanda Mayor Subjektif (Tidak tersedia) Objektif Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit d. Gejala dan Tanda Minor Subjektif (Tidak tersedia) Objektif 1. Nyeri 2. Perdarahan 3. Kemerahan 4. Hematoma e. Kondisi klinis terkait 1.

Imobilisasi

2. Gagal jantung kongestif 3. Gagal ginjal 4. Diabetes melitus 5. Imunodefisiensi (mis. AIDS) Keterangan : •

Dispesifikan menjadi kulit atau jaringan Kulit hanya terbatas pada dermis dan epidermis, sedangkan jaringan meliputi tidak hanya kulit tetapi mukosa, kornea, fasia, otot,tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi, dan atau ligamen

4. Perfusi Perifer Tidak Efektif

a. Definisi Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat mengganggu metabolisme tubuh. b. Penyebab 1. Hiperglikemia 2. Penurunan konsentrasi hemoglobin 3. Peningkatan tekanan darah 4. Kekurangan volume cairan 5. Penurunan aliran arteri/vena 6. Kurang terpapar informasi tentang faktor pemberat (mis. Merokok, gaya hidup monoton, trauma, obesitas, asupan garam, imobilitas) 7. Kurang terpapar informasi tentang proses penyakit (mis. Diabetes mellitus, hyperlipidemia) 8. Kurang aktivitas fisik c. Gejala dan tanda mayor Subjektif (tidak tersedia) Objektif 1. Pengisian kapiler > 3 detik 2. Nadi perifer menurun atau tidak teraba 3. Akral teraba dingin 4. Warna kulit pucat 5. Turgor kulit menurun d. Gejala dan Tanda Minor Subjektif 1. Parastesia 2. Nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten) Objektif 1. Edema 2. Penyembuhan luka lambat 3. Indeks ankie-brachial <0,90 4. Bruit femoral e. Kondisi Klinis terkait 1. Tromboflebitis 2. Diabetes mellitus 3. Anemia 4. Gagal jantung kongestif 5. Kelainan jantung kongenital 6. Thrombosis arteri 7. Varises 8. Trombosisi vena dalam 9. Sindrom kompartemen 5. Pola Nafas Tidak Efektif

a. Definisi Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat. b. Penyebab 1. Depresi pusat pernapasan 2. Hambatan upaya nafas (mis. Nyeri saat bernapas, kelemahan otot 3. 4. 5. 6.

pernapasan) Deformitas dinding dada Deformitas tulang dada Gangguan neuromuscular Gangguan neurologi (mis. Elektroensefalogram [EEG] positif, cedera

kepala, gangguan kejang) 7. Imaturitas neurolohis 8. Penurunan energi 9. Obesitas 10. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru 11. Sindrom hipoventilasi 12. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas) 13. Cedera pada medulla spinalis 14. Efek agen farmakologis 15. Kecemasan c. Gejala dan Tanda Mayor Subjektif 1. dispnea Objektif 1. penggunaan obat bantu pernapasan\ 2. fase ekspirasi memanjang 3. pola nafas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes) d. Gejala dan Tanda Minor Subjektif 1. ortopnea Objektif 1. pernapasan pursed-lip 2. pernapasan cuping hidung 3. diameter thoraks anterior-posterior meningkat 4. ventilasi semenit menurun 5. kapasitas vital menurun 6. tekanan ekspirasi menurun 7. tekanan inspirasi menurun 8. ekskursi dada berubah e. Kondisi Klinis Terkait 1. Depresi sistem saraf pusat 2. Cedera kepala 3. Trauma thoraks 4. Gullian barre syndrome

5. 6. 7. 8. 9.

Multiple sclerosis Myasthenia gravis Stroke Kuadriplegia Intoksikasi alcohol

6. Ansitas a. Definisi Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang tidak jelaas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman. b. Penyebab 1. Krisis situasional 2. Kebutuhan tidak terpenuhi 3. Krisis maturasional 4. Ancaman terhadap konsep diri 5. Ancaman terhadap kematian 6. Kekhawatiran mengalamai kegagalan 7. Disfungsi sistem keluarga 8. Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan 9. Faktor keturunan (temperamen mudah teragitasi sejak lahir) 10. Penyalahgunaan zat 11. Terpapar bahaya lingkungan (mis. Toksin, polutan, dan lain-lain0 12. Kurang terpapar informasi c. Gejala dan tanda Mayor Subjektif 1. Merasa bingung 2. Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi 3. Sulit berkonsentrasi Objektif 1. Tampak gelisah 2. Tampak tegang 3. Sulit tidur d. Gejala dan tanda Minor Subjektif 1. Mengeluh pusing 2. Anoreksia 3. Palpitasi 4. Merasa tidak berdaya Objektif 1. Frekuensi napas meningkat 2. Frekuensi nadi meningkat 3. Tekanan darah meningkat 4. Diaphoresis 5. Tremor 6. Muka tampak pucat

7. Suara bergetar 8. Kontak mata buruk 9. Sering berkemih 10. Berorientasi pada masa lalu e. Kondisi Klinis terkait 1. Penyakit kronis progresif (mis. Kanker, penyakit autoimun) 2. Penyakit akut 3. Hospitalisasi 4. Rencana operasi 5. Kondisi diagnosis penyakit belum jelas 6. Penyakit neurologis 7. Tahap tumbuh kembang 7. Risiko Infeksi a. Definisi Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik. b. Faktor Risiko 1. Penyakit kronis (mis. diabetes mellitus) 2. Efek prosedur invasive 3. Malnutrisi 4. Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan 5. Ketikadekuatan pertahanan tubuh primer: 1. Gangguan perisyaltik 2. Kerusakan integritas kulit 3. Perubahan sekresi pH 4. Penurunan kerja siliaris 5. Ketuban pecah lama 6. Ketuban pecah sebelum waktunya 7. Merokok 8. Statis cairan tubuh 6. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder : 1) Penurunan hemoglobin 2) Imununosupresi 3) Leukopenia 4) Supresi respon inflamasi 5) Vaksinasi tidak adekuat c. Kondisi Klinis Terkait 1. AIDS 2. Luka bakar 3. Penyakit paru obstruktif kronis 4. Diabetes mellitus 5. Tindakan invasif 6. Kondisi penggunaan terapi steroid 7. Penyalahgunaan obat 8. Ketuban Pecah sebelum waktunya (KPSW) 9. Kanker 10. Gagal ginjal

11. Imunosupresi 12. Lymphedema 13. Leukositopenia 14. Gangguan fungsi hati 8. Gangguan Eliminasi urin a. Definisi Disfungsi eliminasi urin b. Penyebab 1. Penurunan kapasitas kandung kemih 2. Iritasi kandung kemih 3. Penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan kandung kemih 4. Efek tindakan medis dan diagnostic (mis. Operasi ginjal, operasi 5. 6. 7. 8. 9.

saluran kemih, anestesi, dan obat-obatan) Kelemahan oto pelvis Ketidakmampuan mengakses toilet (mis. Imobilisasi) Hambatan lingkungan Ketikdakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan eliminasi Outlet kandung kemih tidak lengkap (mis. Anomaly saluran kemih

kongenital) 10. Imaturitas (pada anak usia < 3 tahun) c. Gejala dan Tanda Mayor Subjektif 1. Desakan berkemih (urgensi) 2. Urin menetes (dribbling) 3. Sering buang air kecil 4. Nokturia 5. Mengompol 6. Enuresis Objektif 1. Distensi kandung kemih 2. Berkemih tidak tuntas (hesitancy) 3. Volume residu urin meningkat d. Gejala dan Tanda Minor Subjektif (tidak tersedia) Objektif (tidak tersedia) e. Kondisi Klinis Terkait 1. Infeksi ginjal dan saluran kemih 2. Hiperglikemi 3. Trauma 4. Kanker 5. Cedera/tumor/infeksi medulla spinalis 6. Neuropati diabetikum

7. Neuropati alkoholik 8. Stroke 9. Parkinson 10. Skeloris multiple 11. obat alpha adrenergic f. Keterangan Diagnosis ini masih bersifat umum untuk ditegakkan di klinik, sebaiknya penegakan diagnosis ini lebih spesifik pada inkontinensia atau retensi. Namun diagnosis ini dapat dipergunakan jika perawat belum berhasil mengidentifikasi faktor penyebab inkontinensia atau retensi urin

3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN Diagnosis keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan intervensi Manajemen Energy berhubungan imobilitas dengan

dengan keperawatan selama ...x 24 jam, Observasi dibuktikan maka

mengeluh

Toleransi

Aktivitas

lelah, Meningkat,dengan

kriteria

frekuensi jantung meningkat hasil : >20% dari kondisi istirahat, merasa lemah. Gejala dan tanda Mayor Subjektif

1. Identufikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan

1. Frekuensi Nadi 5 (meningkat) 2. Kekuatan tubuh bagian atas 5 3. Kekuatan tubuh bagian bawah

5

kelelahan 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional 3. Monitor pola dan jam tidur 4. Monitor lokasi dan

1. Mengeluh lelah Objektif 1. Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat Gejala dan Tanda Minor Subjektif 1. Dyspnea saat/setelah aktivitas 2. Merasa tidak nyaman

setelah

beraktivitas 3. Merasa lemah

4. Keluhan lelah kenyamanan selama 5 (menurun) melakukan aktivitas 5. Dyspnea saat aktivitas 5 6. Dyspneas setelah Terapeutik aktivitas 5 7. Aritmia saat aktivitas 5 8. Aritmia setelah aktivitas 5 9. Sianosis 5 10. Warna kulit 5 (membaik) 11. Tekanan darah 5 12. Frekuensi nafas 5 13. EKG iskemia 5

Objektif 1. Tekanan

1. Sediakan lingkungan yang nyama dan rendah stimulus 2. Lakukan latihanrentang gerak pasif dan/atau aktif 3. Berikan aktifitas distraksi yang menenangkan 4. Fasilitasi duduk disamping tempat tidur,

darah

jika tidak dapat

berubah >20% dari

perpindah atau berjalan

kondisi istirahat 2. Gambaran EKG

Edukasi 1. Anjurkan tirah baring 2. Anjurkan melakukan

menunjukan aritmia saat/setelah aktivitas 3. Gambaran EKG

aktivitas secara bertahap 3. Anjurkan menghubungi

menunjukan iskemia 4. Sianosis

perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang 4. Ajarkan strategi koping untk mengurangi kelelahan Kolaborasi Kolaborasi dengan ahli gizi tetang cara meningkatkan asupan makanan.

Gangguan pertukaran gas Setelah berhubungan

dilakukan

intervensi Pemantauan Respirasi

dengan keperawatan selama ...x24 jam, Observasi

ketidakseimbangan ventilasi- maka perfusi dibuktikan dengan Meningkat,

Pertukaran

Gas

dengan

kriteria

dyspnea, takikardia, bunyi hasil : nafas tambahan, gelisah. Gejala dan Tanda Mayor Subjektif 1. Dispnea Objektif 1. PCO2 meningkat/menurun 2. PO2 menurun 3. Takikardia 4. pH arteri meningkat/menurun 5. Bunyi napas tambahan. Gejala dan Tanda Minor Subjektif 1. Pusing 2. Penglihatan kabur Objektif 1. 2. 3. 4. 5.

1. Dispnea menurun 5 2. Bunyi napas tambahan menurun 5 3. Pusing menurun 5 4. Penglihatan kabur menurun 5 5. Diaforesis menurun 5 6. Napas cuping hidung menurun 5 7. PCO2 membaik 5 8. PO2 membaik 5 9. Takikardia membaik 5 10. pH arteri membaik 5 11. Sianosis membaik 5 12. Pola napas membaik 5 13. Warna kulit membaik 5

1. Monitor

frekuensi,

irama, kedalaman dan upaya napas 2. Monitor pola (seperti

napas

bradipnea,

takipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes, Biot, ataksik) 3. Monitor kemampuan batuk efektif 4. Monitor adanya produksi sputum 5. Monitor adanya sunbatan jalan napas 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru 7. Aukultasi bunyi napas 8. Monitor saturasi oksigen 9. Monitor nilai GDA 10. Monitor hasil x-ray thorak. Terapeutik

Sianosis Diaforesis Gelisah Napas cuping hidung Pola napas abnormal (cepat/lambat, regular/iregular,

dalam/dangkal) 6. Warna kulit abnormal (mis. pucat, kebiruan) 7. Kesadaran menurun.

1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien 2. Dokumentasikan

hasil

pemantauan. Edukasi 1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan 2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu. Terapi Oksigen Observasi 1. Monitor kecepatan aliran

oksigen 2. Monitor posisi alat terapi Oksigen 3. Monitor aliran oksigen secar periodik dan pastikan

fraksi

yang

diberikan cukup. 4. Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. oksimetri, analisa gas darah), jika perlu 5. Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan 6. Monitor tanda - tanda hipeventilasi 7. Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelectasis 8. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen 9. Monitor

integritas

mukosa hidung akibatn pemasangan oksigen Terapeutik 1. Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea, jika perlu 2. Pertahankan kepatenan jalan napas 3. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen 4. Berikan oksigen tambahan, jika perlu 5. Tetap berikan oksigen

saat pasien ditranspostasi 6. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas pasien Edukasi 1. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen di rumah Kolaborasi 1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen 2. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur

Gangguan

integritas Setelah

kulit/jaringan

dilakukan

berhubungan keperawatan

intervensi Intervensi utama :

selama

…..x24 Perawatan Integritas Kulit

dengan penurunan mobilitas jam, maka keutuhan jaringan Observasi dibuktikan dengan kerusakan dan jaringan

dan/atau

kulit

meningkat, 1.

lapisan dengan kriteria hasil :

kulit, nyeri

Gejala dan Tanda Mayor Subjektif (Tidak tersedia) Objektif

atau

Identifikasi

penyebab

gangguan integritas kulit

1.

Elastisitas 5 (meningkat)

(mis. Perubahan sirkulasi,

2.

Hidrasi 5 (meningkat)

perubahan

3.

Perfusi

jaringan

5

penurunan

(meningkat) 4. 5.

Kerusakan jaringan dan/atau 6. lapisan kulit 7. 8.

Kerusakan

status

nutrisi,

kelembaban,

suhu lingkungan ekstrem, jaringan

dan

dan penurunan mobilitas).

lapisan kulit 1 (meningkat)

Terapeutik

Nyeri 5 (menurun)

1.

Kemerahan 5 (menurun)

tirah baring

Hematoma 5 (menurun) Pigmentasi abnormal

Ubah posisi tiap 2 jam jika

2. 5

Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang, jika

Gejala dan Tanda Minor Subjektif (Tidak tersedia) Objektif 1. Nyeri

(menurun) 9.

perlu

Nekrosis 5 (menurun)

Bersihkan perinial dengan

10. Suhu kulit 5 (membaik)

air hangat, terutama selama

11. Tekstur 5 (membaik)

periode diare

12. Pertumbuhan

2. Perdarahan

3.

rambut

5 4.

(membaik)

Gunakan produk berbahan petroleum

3. Kemerahan

atau

minyak

pada kulit kering

4. Hematoma

5.

Gunakan produk berbahan ringan/alami

dan

hipoalergik

pada

kulit

sensitif 6.

Hindari produk berbahan dasar alkohol pada kulit kering

Edukasi 1.

Anjurkan

menggunakan

pelembab 2.

Anjurkan minum air putih

3.

Anjurkan

meningkatkan

asupan nutrisi 4.

Anjurkan

meningkatkan

asupan buah dan sayur 5.

Anjurkan

menghindari

terpapar suhu ekstrem 6.

Anjurkan

mandi

menggunakan

dan sabun

secukupnya Pola

nafas

tidak

efektif Setelah

dilakukan

berhubungan dengan depresi keperawatan

selama

intervensi Intervensi utama : …..x24

pusat pernapasan dibuktikan jam, maka pola nafas membaik,

1.

Manajemen jalan nafas

Observasi

dengan dispnea, fase ekspirasi dengan kriteria hasil : memanjang,

pola

napas

1.

abnormal,pernapasan cuping

Ventilassi semenit 5

hidung. Gejala dan Tanda Mayor Subjektif 1. dispnea Objektif 1. penggunaan obat bantu pernapasan\ 2. fase ekspirasi memanjang 3. pola nafas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea, hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes) Gejala dan Tanda Minor Subjektif 1. ortopnea Objektif 1. pernapasan pursed-lip 2. pernapasan cuping hidung 3. diameter thoraks anterior-posterior

(meningkat) Kapasits vital 5 Tekanan ekspirasi 5 Tekanan inspirasi 5 Dispnea 5 (menurun) Penggunaan Otot bantu

2. 3. 4. 5. 6.

nafas 5 7. Frekuensi nafas 5 (membaik) 8. Kedalaman nafas 5

 Observasi pola nafas (frekuensi, kedalaman , usaha nafas)  Monitor bunyi nafas tambahan (mis. Gurgling, Mengi, Wheezing, Ronkhi kering)  Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) Terapeutik  Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan head – tilt dan chin – lift (jaw-thrust jika curiga trauma servikal  Posisikan semi – fowler atau fowler  Berikan minum hangat  Lakukan fisiotrapi dada, jika perlu  Lakukan penghisapan lender kurang dari 15 detik  Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotrakeal  Keluarkan sumbatan benda

meningkat 4. ventilasi semenit

padat dengan fosep McGill  Berikan oksigenasi, jika perlu

menurun 5. kapasitas vital menurun 6. tekanan ekspirasi

Edukasi

menurun 7. tekanan inspirasi menurun 8. ekskursi dada berubah

 Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak ada kontraindikasi  Ajarkan teknik batuk efektif Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspetoran, mukolitik, jika perlu Ansietas dengan

berhubungan Setelah ancaman

konsep

diri

dengan

merasa

dilakukan

terhadap keperawatan dibuktikan jam,

maka

intervensi Intervensi utama :

selama

…..x24 1. Reduksi Ansietas

tingkat

ansietas Observasi

khawatir menurun, dengan kriteria hasil :

dengan akibat dari kondisi

1.

yang

5 (menurun) 2. Verbalisasi khawatir

dihadapi,sulit

berkonsentrasi,

tampak

gelisah, tampak tegang. Gejala dan tanda Mayor Subjektif 1. Merasa bingung 2. Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi 3. Sulit berkonsentrasi 4. Objektif 5. Tampak gelisah 6. Tampak tegang 7. Sulit tidur Gejala dan tanda Minor Subjektif 1. Mengeluh pusing 2. Anoreksia 3. Palpitasi 4. Merasa tidak berdaya 5. Objektif 6. Frekuensi napas meningkat 7. Frekuensi nadi meningkat 8. Tekanan darah meningkat

1. Identifikasi saat tingkat

Verbalisasi kebingungan

ansietas berubah (mis. Kondisi, waktu, stressor) 2. Identifikasi kemampuan

akibat kondisi dihadapi 5

mengambil keputusan

(menurun) 3. Perilaku gelisah 5 4. Perilaku tegang 5 5. Konsentrasi 5 6. Pola tidur 5

3. Monitor tanda – tanda ansietas (verbal dan non 1.

verbal) Terapeutik 1. Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan 2. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan 3. Pahami situasi yang membuat ansietas 4. Dengarkan dengan penuh perhatian 5. Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan

9. Diaphoresis 10. Tremor 11. Muka tampak pucat 12. Suara bergetar 13. Kontak mata buruk 14. Sering berkemih 15. 1Berorientasi pada masa lalu

6. Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan 7. Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan 8. Diskusikan perencanaan realitas tentang peristiwa yang akan datang Edukasi 1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mungkin dialami 2. Informasikan secara factual mengenai diagnosis, pengobatan dan prognosis 3. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu 4. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi 5. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan 6. Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat

7. Latih teknis relaksasi Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian obat antiansietas , jika perlu. Gangguan

Eliminasi

berhubungan penurunan

Urine Setelah

dilakukan

dengan keperawatan kapasitas jam,

maka

intervensi Intervensi utama :

selama

…..x24 1. Manajemen eleminasi urine

eleminasi

urin Observasi :

kandung kemih dibuktikan membaik, dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi tanda dan gejala dengan

urin

menetes 1. Sensasi berkemih 5

(dribbling), distensi kandung kemih.

2. Desakan berkemih 5 3. Hesitancy 5 4. Volume residu urine 5

Gejala dan Tanda Mayor Subjektif 1. Desakan berkemih (urgensi) 2. Urin menetes (dribbling) 3. Sering buang air kecil 4. Nokturia 5. Mengompol 6. Enuresis Objektif 1. Distensi kandung kemih 2. Berkemih tidak tuntas (hesitancy) 3. Volume residu urin meningkat Gejala dan Tanda Minor Subjektif (tidak tersedia) Objektif

5. Urine menetes (dribbling) 5 6. Nokturia 5 7. Mengompol 5 8. Enuresis 5

retensi atau inkontinensia urine 2. Identifikasi factor yang menyebabkan retensi atau inkontinensia urine 3. Monitor eleminasi urine (mis. Frekuensi, konsistensi, aroma, volume dan warna Terapeutik 1. Catat waktu – waktu dan haluaran berkemih 2. Batasi asupan cairan, jika perlu 3. Ambil sampel urine tengah atau kultur Edukasi 1. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih 2. Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine

(tidak tersedia)

3. Ajarkan mengambil specimen urine tengah 4. Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat untuk berkemih 5. Ajarkan terapi modalitas penguatan otot – otot panggul 6. Anjurkan minum yang cukup , jika tidak ada kontraindikasi 7. Anjurkan mengurangi minum sebelum tidur Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian obat supositoria uretra , jika perlu

Risiko infeksi berhubungan Setelah dnegan penyakit kronis Faktor Risiko 1. Penyakit kronis (mis. diabetes mellitus) 2. Efek prosedur invasive 3. Malnutrisi 4. Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan 5. Ketikadekuatan pertahanan tubuh primer: 1. Gangguan perisyaltik 2. Kerusakan integritas kulit 3. Perubahan sekresi

dilakukan

intervensi Intervensi utama :

keperawatan

selama

…..x24 1. Pencegahan Infeksi

jam,

tingkat

infeksi Observasi

maka

menurun, dengan kriteria hasil : 1. Demam 5 2. Kemerahan 5 3. Nyeri 5 4. Bengkak 5

1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik Terapeutik 1. Batasi jumlah pengunjung 2. Berikan perawatan kulit pada daerah edema 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien 4. Pertahankan teknik aseptic

pH 4. Penurunan kerja siliaris 5. Ketuban pecah lama 6. Ketuban pecah sebelum waktunya 7. Merokok 8. Statis cairan tubuh 6. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder: 1. Penurunan hemoglobin 2. Imununosupresi 3. Leukopenia 4. Supresi respon inflamasi 5. Vaksinasi tidak adekuat

pada pasien beresiko tinggi Edukasi 1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 2. Ajarkan cara mencuci tangan 3. Ajarkan etika batuk 4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi 5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi 6. Anjurkan Meningkatkan asupan cairan Kolaborasi 1.

Kolaborasi

imunisasi , jika perlu

pemberian

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: ECG. Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC. Judith. 2006. Managing Chronic Disorder. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins Madara, B, Denino VP. 2008. Pathophysiology Second Edition. London: Jones and Bartlett Publishers Inc. McClellan WM, Shoolwert AC, Gehr T. 2006. Management of Chronic Kidney Disease First Edition. USA : Professional Comunication Inc. Prabowo, Eko dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Jogjakarta: Nuha Medika. Robinson JM. 2013. Professional Guide to Disease Tenth Edition. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins SDKI. 2016 . Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi I. Jakarta : DPP PPNI SLKI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi I. Jakarta : DPP PPNI SIKI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi I. Jakarta : DPP

LEMBAR PENGESAHAN Denpasar,

September 2019

Mengetahui, Pembimbing Klinik / CI

Mahasiswa

...................................................

...................................................

NIP.

NIM.

Clinical Teacher/ CT

...................................................... NIP.

Related Documents

Ckd
January 2021 7
Ckd Ncp
February 2021 2
Lp Ckd
March 2021 0
Lp Ckd
January 2021 2
Lp Ckd
January 2021 2
Woc Ckd
January 2021 4

More Documents from "Sintha Pratiwi"

Ckd
January 2021 7
Renpra Sdki Dm-2
January 2021 0