Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN
Paru-paru merupakan unsur elastis yang akan mengempis seperti balon dan mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk mempertahankan pengembangannya. Paru-paru sebenarnya mengapung dalam rongga toraks, dikelilingi oleh suatu lapisan tipis cairan pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan paru-paru di dalam rongga. Jadi pada keadaan normal rongga pleura berisi sedikit cairan dengan tekanan negatif yang ringan.
Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan
maksimal
sebagaimana biasanya ketika
bernapas.
Pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik. Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering daripada wanita, dengan perbandingan 5 : 1.
1
BAB II LAPORAN KASUS
2.1. IDENTITAS 2.1.1. Identitas Pasien Nama
: Tn.R
Tanggal Lahir/Usia
: 15 October 1994/ 23 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Pekerjaan
: swasta
Alamat
: Jl. Kebun Geran Kota Bengkulu.
No. MR
: 767582
Tanggal MRS
: 24 Maret 2018, 01.30 WIB
Ruangan
: Flamboyan
2.2. ANAMNESIS 2.2.1. Keluhan Utama Sesak napas setalah ditusuk pisau sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. 2.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien merupakan rujukan dari Rumah Sakit Kota dengan keluhan sesak napas setalah ditusuk pisau di bagian dada kanan dan punggung kiri sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
2.3. Pemeriksaan Fisik 2.3.1. Primary Survei Airway
: Bersih
Breathing
: 32x/menit, abdominal thorakal, vesikuler (+/+) menurun, rhonki (-), wheezing (-).
Circulation : Tekanan darah 130/80 mmHg. Nadi 113x/menit. Disability
: GCS 15 (E=4, M=6, V=5)
2
2.3.2. Status Generalis a. Kepala
: Dalam batas normal
b. Mata
: Dalam batas normal
c. Hidung
: Dalam batas normal
d. Leher
: Dalam batas normal
e. Thorax Inspeksi
: Gerakan dada simetris, retraksi dinding dada (-/-). ketinggalan saat bernapas (-), 2 luka tusuk regioa thorax anterior dextra yang telah di jahit dan 1 luka tusuk regio thorax posterior sinistra.
Palpasi
: stem fremitus dextra sinistra melemah, nyeri tekan bagian luka.
Perkusi
: hipersonor pada apeks paru sinistra dan dextra, redup bagian basal paru dextra sampai ICS VI.
Auskultasi
: vesikuler (+/+) menurun, wheezing(-/-), rhonki (-/-). Bunyi jantung 1 dan 2 normal, tidak terdengar murmur
m
maupun gallop. f. Abdomen
: Datar, lemas, supel, bising usus positif .
g. Ekstremitas
: Dalam batas normal.
2.3.3. Status Lokalis Regio Thorax Dextra Inspeksi : Terlihat 2 luka tusuk di thorax dextra anterior, 1 terletak di ICS 2 linea midclavikula 5 cm diatas papila mamae dijahit 3 jahitan dan 1 terletak di linea axilaris anterior dijahit 4 jahitan. Gerakan dada simetris, retraksi dinding dada (-/-). ketinggalan saat bernapas (-). Palpasi: nyeri tekan bagian luka. Perkusi: Redup bagian basal paru dextra sampai ICS VI dan hipersonor bagian apeks paru dextra. Auskultasi : vesikuler (+) menurun, wheezing(-/-), rhonki (-/-).
3
Regio Thorax Sinistra Inspeksi: Terlihat 1 luka tusuk di thorak sinistra posterior linea midskapularis sejajar dengan vertebra thoracalis 3, Gerakan dada simetris, retraksi dinding dada (-/-), ketinggalan saat bernapas (-). Palpasi: nyeri tekan bagian luka. Perkusi : hipersonor pada apeks paru sinistra. Auskultasi : vesikuler (+/+) menurun, wheezing(-/-), rhonki (-/-).
2.4. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium Tanggal: 24-03-2018 Jenis Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
Hematokrit
: 25 %
Lk = 37-47% Pr = 40-54%
HB
: 7,3 gr/dl
Lk : 13.0-18.0 g/dL, Pr : 12.0-16.0 g/dL
Leukosit
: 18.500 mm3
4000-21.000 mm3
Trombosit
: 362.000 sel/mm3
150.000-450.000 sel/mm3
Gula Darah Sewaktu : 115
70-120mg/dL
Ureum
: 15
20-40mg/dL
Creatinin
: 0,7
0,5-1,2mg/dL
4
b. Foto Rontgen
22 Maret 2018
24 Maret 2018
26 Maret 2018
2.5. DIAGNOSIS KERJA Hemopneumothorax dextra Et.Causa vulnus punctum Pneumothorax sinistra Et.Causa vulnus punctum
5
2.6. PENATAKSANAAN IVFD RL ggt XX/menit Oksigen 3 liter per menit Ceftriaxone 2x1 gr Ketorolac 3x 30 mg Pemasangan Water Seal Drainage (WSD) Laporan Operasi tanggal 24 Maret 2018 1. Operasi dimulai pukul 11.00 WIB. 2. Pasien dengan posisi semi-erect dengan lokal anestesi. 3. Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik. 4. Lapangan operasi dipersempit dengan duk steril. 5. Dilakukan insisi linier di atas costae VI dextra. 6. Dilakukan pemasangan chest tube dengan menggunakan Endo Tracheal Tube (ETT) nomor 7 pada ICS V sejajar anterior dari linea midaxilaris dextra. 7. Chest tube difiksasi dengan silk nomor 1. 8. Kemudian dihubungkan dengan Water Seal Drainage (WSD). 9. Tindakan yang sama dilakukan pada bagian sinistra. 10. Didapatkan cairan sanguinis ±400cc,undulasi (+), forced respiratory bubble (+), dan continous bubble (-).
2.7. PROGNOSIS
Quo ad vitam
: dubia ad bonam
Quo ad sanam
: dubia ad bonam
Quo ad sanationem
: dubia ad bonam
6
2.8. FOLLOW UP No. 25 Maret 2018
Follow up
1
Sesak (+) menurun, nyeri pada bagian luka.
S: O: Keadaan umum
Sakit sedang
Sens
Compos mentis (GCS= 15)
TD
120/70 mmHg
Nadi
97x/menit
Pernafasan
24x/menit
Suhu
36,8° C
Kepala
Dalam batas normal
Leher
Dalam batas normal
Thorax
Cor: BJ I, II reguler, murmur (-), gallop (-) Pulmo: Inspeksi
: Gerakan dada simetris, retraksi dinding
dada (-/-). Palpasi
: stem fremitus dextra sinistra simetris.
Perkusi
: sonor semua lapangan paru.
Auskultasi : vesikuler (+/+) normal, wheezing(-/-), rhonki (-/-)
WSD dextra : Undulasi (+),forced respiratory bubble (-), continous bubble (-), dan produksi cairan sanguinis 400 cc WSD Sinistra: Undulasi (+),forced respiratory bubble (), continous bubble (-), dan produksicairan sanguinis tidak.
Abdomen
Datar, simetris, nyeri tekan (-), bising usus (+) 6
Ekstremitas
Dalam batas normal.
7
A:
Hemopneumothorax dextra, pneumothorax sinistra et causa vulnus punctum perawatan H +1
P:
IVFD RL xx gtt/menit Inj. Ketorolac 3x1 ampul Inj. Ceftriaxone 2x1gr Transfusi PRC 3x 250 cc Cek hemoglobin setelah transfusi Rontgen thorax posisi PA.
No. 26 Maret 2018
Follow up
2
Sesak tidak ada , nyeri pada bagian luka.
S: O: Keadaan umum
Tampak Sakit Sedang
Sens
Compos mentis (GCS= 15)
TD
120/80 mmHg
Nadi
90x/menit
Pernafasan
22x/menit
Suhu
36,6° C
Kepala
Dalam batas normal
Leher
Dalam batas normal
Thorax
Cor: BJ I, II reguler, murmur (-), gallop (-) Pulmo: Inspeksi
: Gerakan dada simetris, retraksi dinding
dada (-/-). Palpasi
: stem fremitus dextra sinistra simetris.
Perkusi
: sonor semua lapangan paru.
Auskultasi : vesikuler (+/+) normal, wheezing(-/-), rhonki (-/-)
8
WSD dextra : Undulasi (+),forced respiratory bubble (-), continous bubble (-), dan cairan sanguinis 100 cc WSD Sinistra: Undulasi (+), respiratory bubble (-), Air bubble (-), dan cairan sanguinis (-)
Abdomen
Datar, simetris, nyeri tekan (-), bising usus 5 kali per menit
Ekstremitas
Dalam batas normal.
A:
Hemopneumothorax dextra, pneumothorax sinistra et causa vulnus punctum perawatan H +2
P:
IVFD RL xx gtt/menit Inj. Ketorolac 3x1 ampul Inj. Ceftriaxone 2x1gr Pencabutan water seal drainage sinistra
No. 27 Maret 2018
Follow up
3
Sesak tidak ada , nyeri pada bagian luka.
S: O: Keadaan umum
Tampak sakit ringan
Sens
Compos mentis (GCS= 15)
TD
120/80 mmHg
Nadi
92x/menit
Pernafasan
20x/menit
Suhu
36,8° C
Kepala
Dalam batas normal
Leher
Dalam batas normal
Thorax
Cor: BJ I, II reguler, murmur (-), gallop (-) Pulmo:
9
Inspeksi
: Gerakan dada simetris, retraksi dinding
dada (-/-). Palpasi
: stem fremitus dextra sinistra simetris.
Perkusi
: sonor semua lapangan paru.
Auskultasi : vesikuler (+/+) normal, wheezing(-/-), rhonki (-/-)
WSD dextra : Undulasi (+), respiratory bubble (-), Air bubble (-), dan cairan sanguinis (-) Abdomen
Datar, simetris, nyeri tekan (-), bising usus (+) 5
Ekstremitas
Dalam batas normal.
A:
Hemopneumothorax dextra, pneumothorax sinistra et causa vulnus punctum perawatan H+3
P:
Ciprofloxacin 2x 500mg asam mefenamat 3x 500mg Pencabutan water seal drainage dextra
10
BAB III PEMBAHASAN 3.1. Anatomi Thorax Thorax adalah bagian atas batang tubuh yang terletak antara leher dan abdomen. Cavitas thoracis yang dibatasi oleh dinding thorax, berisi thymus, jantung, paru-paru, bagian distal trachea dan bagian besar oesophagus.
3.1.2. Dinding Thorax Dinding thorax terdiri dari kulit, fascia, otot, saraf, dan tulang.
3.1.3. Kerangka Dinding Thorax Kerangka dinding thorax membentuk sangkar dada osteokartilaginosa yang melindungi jantung, paru-paru, dan beberapa organ abdomen (misalnya hepar). kerangka thoraks terdiri dari -
Vertebra thoracica (12) dan discus intervertebralis
-
Costa (12 pasang) dan cartilago costalis
-
Sternum Sifat khusus vertebra thoracica mencakup :
Fovea costalis pada corpus vertebra untuk bersendi dengan caput costae.
Fovea costalis pada processus transversus untuk bersendi dengan tuberculum costae, kecuali pada dua atau tiga costae terkaudal.
Processus spinosus yang panjang.
11
Gambar 1. Lapisan thoraks
3.1.4. Costae Costae adalah tulang pipih yang sempit dan lengkung membatasi bagian terbesar sangkar dada.
Ketujuh (kadang-kadang delapan) costae pertama disebut costa sejati (vertebrosternal) karena menghubungakn vertebra dengan sternum melalui cartilago costalisnya.
Costa VIII sampai costa X adalah costa tak sejati (vertebrokondral) karena cartilafo masing-masing costa melekat kepada cartilago costalis tepat di atasnya.
12
Costa XI dan XII adalah costa bebas atau costa melayang karena ujung cartilago costalis masing-masing costa berakhir dalam susunan otot abdomen dorsal. Cartilago costalis memperpanjang costa ke arah ventral dan turut menambah
kelenturan dinding thorax. Cartilago costalis VII sampai cartilago costalis X terarah ke kranial dan bersatu untuk membentuk angulus infrasternalis dan arcus costarum pada kedua sisi. Costa berikut carilago costalisnya terpisah satu sama lain oleh spatium intercostalis yang berisi musculus intercostalis, arteria intercostalis, vena intercostalis, dan nervus intercostalis.
3.1.5. Permukaan Dinding Thoraks Kedua clavicula terletak subkutan pada pertemuan thorax dan leher. Kedua tulang itu teraba dengan mudah, terutama pada tempat persendian dengan manubrium sterni. Sternum juga terletak subkutan dan teraba seluruh panjangnya. Incisura jugularis pada manubrium mudah teraba antara ujung medial kedua clavicula yang menonjol. Angulus sterni Ludovici pada symphisis, manubriosternalis dapat diraba dan seringkali dapat diamati karena symphisis manubriosternalis antara manubrium sterni dan corpus sterni bergerak pada pernapasan. Angulus sterni yang merupakan patokan penting, terletak setinggi pasangan cartilago costalis II. Untuk menghitung costae dan spatia intercostalis, ikutilah angulus sterni dengan jari tangan ke arah lateral sampai pada cartilago costalis II, lalu hitunglah costae dan spatia intercostalis sambil menggeserkan jari ke arah laterokaudal. Spatium intercostale I terletak kaudal dari costa I, demikian pula spatia intercostalis yang lain terletak kaudal terhadap costa dengan nomor urut yang sama. Processus xyphoideus terdapat dalam lekuk yang dangkal, tempat bertau arcus costalis dexter dengan arcus costalis sinister untuk membentuk angulus infrasternalis. Angulus infrasternalis dimanfaatkan pada resusitasi kardiopulmoner untuk menempatkan tangan secara tepat pada corpus sterni. Kedua struktur ini terentang dari synchondrosis xiphosternalis ke arah sternokaudal. Bagian kranial arcus costae
13
dibentuk oleh cartilago costalis VII, dan bagian kaudal oleh cartilago costalis VII sampai cartilago costalis X.
Gambar 3. Topografi Paru-Paru
3.1.6. Pleura dan Paru-Paru Pleura Paru-paru masing-masing diliputi oleh sebuah kantong pleura yang terdiri dari dua selaput serosa yang disebut pleura, yakni : pleura parietalis melapisi dinding thoraks, dan pleura visceralis meliputi paru-paru, termasuk permukaannya dalam fisura. Cavitas pleuralis adalah ruang potensial antara kedua lembar pleura dan berisi selapis kapiler cairan pleura serosa yang melumas permukaan pleura menggeser secara lancar satu terhadap yang lain pada pernapasan.
14
Pleura parietalis melekat pada dinding thorax, mediastinum dan diaphragma. Pleura parietalis mencakup bagian-bagian berikut :
Pleura kostal menutupi permukaan dalam dinding thoraks (sternum, cartilago costalis, costa, musculus intercostalis, dan sisi vertebra thoracica)
Pleura mediastinal menutupi mediastinum
Pleura diafragmatik menutupi permukaan torakal diafragma
Pleura servikal (cupula pleurae) menjulang sekitar 3 cm ke dalam leher, dan puncaknya membentuk kubah seperti mangkuk di atas apex pulmonis. Pleura parietalis beralih menjadi pleura visceralis dengan membentuk sudut
tajam menurut garis yang disebut garis refleksi pleural. Ini terjadi pada peralihan pleura kostal menjadi pleura mediastinal di sebelah ventral dan dorsal, dan pada peralihan pleura kostal menjadi pleura difragmatik di sebelah kaudal. Pada radix pulmonis terjadi peralihan pula antara lembar pleura visceralis dan pleura parietalis; sebuah duplikatur pleura parietalis yang dikenal sebagai ligamentum pulmonale tergantung ke arah kaudal di daerah ini.
Gambar 4. Pleura dan Paru-paru 15
Paru-Paru Paru-paru normal bersifat ringan, lunak, dan menyerupai spons. Paru-paru juga kenyal dan dapat mengisut sampai sekitar sepertiga besarnya, jika cavitas thoracis dibuka. Paru-paru kanan dan kiri terpisah oleh jantung dan pembuluh darah besar dalam mediastinum medius. Paru-paru berhubungan dengan jantung dan trachea melalui struktur dalam radix pulmonis. Radix pulmonis adalah daerah peralihan pelura visceralis ke pleura parietalis yang menguhubungkan fascies mediastinalis paru-paru dengan jantung dan trachea. Hilum pulmonis berisi brinchus principalis, pembuluh pulmonal, pembuluh bronkial, pembuluh limfe dan saraf yang menuju ke paru-paru atau sebaliknya. Fissura horizontalis dan fissura obliqua pada pleura visceralis membagi paru-paru menjadi lobus-lobus. Masing-masing paru-paru memiliki puncak (apex), tiga permukaan (fascies costalis, fascies mediastinalis, dan fascies diaphragmatica), dan tiga tepi (margo superior, margo inferior, dan margo anterior). Apex pulmonis ialah ujung kranial yang tumpul dan tertutup oleh pleura servikal. Apex pulmonis dan pleura servikal menonjol ke kranial (2-3 cm) melalui apertura thoracis superior ke dalam pangkal leher. Karenanya, bagian-bagian ini dapat mengalami cedera karena luka pada leher, sehingga terjadi pneumothorax.
3.2. Pneumothoraks 3.2.1 Definisi Pneumothorax adalah terperangkapnya udara dalam ruang pleura yang menyebabkan kolaps paru sebagian atau seluruhnya. Pneumothorax dapat terjadi spontan atau sebagai akibat dari trauma atau prosedur medis. Diagnosa berdasarkan klinis dan x-ray dada.
3.2.2. Etiologi a. Primary spontaneous pneumothorax Terjadi pada pasien tanpa penyakit paru yang mendasari, biasanya pada lakilaki muda tinggi, kurus usia remaja dan usia sekitar 20. Diperkirakan disebabkan oleh ruptur spontan dari subpleural apical blebs atau bulla yang
16
diakibatkan dari merokok atau keturunan. Primary spontaneous pneumothorax juga terjadi selama penyelaman dan penerbangan di ketinggian karena perubahan tekanan dalam paru yang tidak merata. b. Secondary spontaneous pneumothorax Terjadi pada pasien dengan penyakit paru yang mendasari. Paling sering disebabkan oleh rupturnya bleb atau bulla pada pasien dengan COPD berat, infeksi Pneumocytis jirovecii yang berkaitan dengan HIV, cystic fibrosis, atau penyakit parenkim paru lain yang mendasari. Secondary spontaneous pneumothorax lebih serius daripada primary spontaneous pneumothorax karena terjadi pada pasien di mana penyakit paru yang mendasari menurunkan pulmonary reservenya. c. Iatrogenic pneumothorax Disebabkan oleh intervensi medis, termasuk aspirasi jarum transthoracic, torakosintesis, pemasangan central venous catheter, ventilasi mekanik, dan resusitasi kardiopulmonari. d. Traumatic pneumothorax Bisa disebabkan oleh trauma tembus atau tumpul, banyak pasien juga mengalami hemothorax (hemopneumothorax). Pada pasien dengan luka tembus yang melewati mediastinum atau pada trauma tumpul berat, pneumothorax dapat disebabkan oleh gangguan pada tracheobronchial tree. Udara dari pneumothorax dapat memasuki jaringan lunak pada dada dan/atau leher (emfisema subkutan), atau mediastinum (pneumomediastinum). Pneumothorax simple unilateral, walau besar, dapat ditoleransi baik oleh sebagian besar pasien kecuali bila mereka mempunyai penyakit paru mendasar yang signifikan. Namun, tension pneumothorax dapat menyebabkan hipotensi, dan open pneumothorax dapat membahayakan ventilasi.
Open Pneumothorax Pada beberapa pasien dengan traumatic pneumothorax terdapat pembukaan tidak tertutup pada dinding dada. Ketika pasien dengan open pneumothorax menarik napas, tekanan intratoraks yang negatif menyebabkan udara mengalir
17
masuk ke dalam paru melalui trakea dan secara bersamaan juga ke dalam ruang intrapleura melalui defek dinding dada. Pada defek dinding dada yang kecil aliran udara yang masuk sedikit sehingga efek yang tidak diinginkan sedikit. Namun jika pembukaan di dinding dada cukup besar (sekitar dua pertiga diameter trakea atau lebih besar), lebih banyak udara yang masuk melalui defek dinding dada daripada yang melalui trakea ke dalam paru. Defek yang lebih besar dapat menghilangkan ventilasi pada sisi yang terkena. Ketidakmampuan ventilasi paru menyebabkan kesulitan napas dan gagal napas. Pada pasien yang sadar, luka dada nyeri dan pasien mengalami kesulitan napas serta manifestasi pneumotoraks lainnya. Udara yang masuk melalui luka membuat suara menghisap yang khas (sucking sound). 3.2.3. Tanda dan Gejala : Pasien umumnya mengalami nyeri dada pleuritis, dyspnea, takipneu, dan takikardia. Suara nafas dapat berkurang dan perkusi hipersonor pada hemitoraks yang terkena. Emfisema subkutis menimbulkan suara crackle dan crunch ketika di palpasi, dapat ditemukan lokal pada area yang kecil atau melibatkan sebagian besar dinding dada dan/atau meluas sampai ke leher, keterlibatan
yang
banyak
menunjukkan
adanya
gangguan
pada
tracheobronchial tree. Udara dalam mediastinum dapay menimbulkan suara crunching khas yang seirama dengan detak jantung (Hamman sign atau Hamman crunch), tetapi temuan ini tidak selalu muncul dan kadang juga disebaban oleh trauma pada esofagus. 3.2.4. Diagnosa : 1. Evaluasi klinis Diagnosa open pneumothorax dibuat secara klinis dan membutuhkan inspeksi seluruh permukaan dinding dada. 2. X-ray dada Diagnosa biasanya dibuat dengan x-ray, namun pada pneumothorax kecil USG (dllakukan pada saat resusitasi awal) dan CT lebih sensitif daripada x-ray dada. Ukuran pneumothorax, disebutkan sebagai persen dari hemithorax yang kosong, dapat diperkirakan dengan x-ray.
18
3.2.5. Penatalaksanaan : 1. Plester 3 sisi Penanganan segera untuk open pneumothorax adalah dengan menutup luka terbuka menggunakan occlusive dressing (kedap air dan udara) steril berbentuk segi empat yang ditutup rapat dengan plester pada 3 sisi saja. Dengan demikian, akan mencegah udara luar memasuki dinding dada saat inspirasi namun bisa mengeluarkan udara intrapleura yang keluar saat ekspirasi. Saat pasien stabil perlu dilakukan tube thoracostomy.
2. Tube thoracostomy Penanganan untuk sebagian besar pneumothorax adalah dengan insersi thoracostomy tube ke dalam ruang interkosta anterior garis midaxillary ke 5 atau 6. Pada pasien dengan pneumothorax kecil dan tidak ada gejala respirasi dapat diobservasi dengan x-ray dada serial hingga paru mengembang kembali. Jika kebocoran udara besar masih tetap ada setelah tube thoracostomy, perlu dicurigai adanya trauma tracheobronchial tree dan perlu dilakukan bronkoskopi atau konsultasi bedah secepatnya.
3.3. Hemothorax 3.3.1. Definisi Hemothorax adalah akumulasi darah dalam ruang pleura. Volume perdarahan bervariasi mulai dari minimal sampai masif. Hemothorax masif seringkali didefinisikan sebagai akumulasi cepat darah 1500 ml dalam 24 jam atau .
19
3.3.2. Etiologi Penyebab yang biasa terjadi adalah laserasi paru, pembuluh interkosta, atau arteri mammary internal. Dapat disebabkan oleh trauma tembus atau tumpul. Hemothorax seringkali disertai oleh pneumothorax.
3.3.3. Tanda dan gejala Pasien dengan volume perdarahan besar seringkali sesak dan mengalami penurunan suara napas serta perkusi redup. Temuan mungkin kurang bermakna pada pasien dengan hemothorax yang kecil. Shock umum terjadi pada hemothorax masif.
3.3.4. Diagnosa Hemothorax dicurigai berdasarkan gejalan dan temuan fisik. Diagnosa khususnya dikonfirmasi dengan X-ray dada. 3.3.5. Penatalaksanaan 1. Resusitasi cairan sesuai kebutuhan Pasien dengan hipovolemi (takikardia, hipotensi) diberikan larutan kristaloid intravena dan kadang transfusi darah. 2.
Tube thoracostomy Jika volume darah cukup untuk tampak pada x-ray dada (biasanya sekitar 500 ml), atau jika terdapat pneumothorax, chest tube ukuran besar (32 hingga 38 Fr) dimasukkan dalam ruang interkosta 5 atau 6 di midaxillary line. Drainase selang meningkatkan ventilasi, mengurangi resiko pembekuan hemothorax (yang bisa menjadi empyema atau fibrothorax), dan
memfasilitasi
penilaian
kehilangan
darah
dan
intergritas
diafragmatika. Darah yang dikumpulkan dari tube thoracostomy dapat ditransfusikan, mengurangi kebutuhan kristaloid dan darah eksogen. 3. Kadang dibutuhkan thoracostomy Thoracotomy segera diindikasikan jika terjadi situasi ini : -
perdarahan awal > 1500 ml
20
-
perdarahan > 200 ml/jam selama lebih dari 2-4 jam dan menimbulkan gangguan respirasi atau hemodinamik atau butuh transfusi darah berulang.
3.4.Water Seal Drainage (WSD) 3.4.1. Definisi WSD merupakan tindakan invasif yang dilakukan untuk mengeluarkan udara, cairan (darah,pus) dari rongga pleura, rongga thorax; dan mediastinum dengan menggunakan pipa penghubung.
3.4.2. Indikasi a. Pneumothoraks : - Spontan > 20% oleh karena ruptur - Luka tusuk tembus - Klem dada yang terlalu lama - Kerusakan selang dada pada sistem drainase b. Hemothoraks : - Robekan pleura - Kelebihan antikoagulan - Pasca bedah thoraks c. Thorakotomy : - Lobektomy - Pneumoktomy d. Efusi pleura e. Empiema : - Penyakit paru serius - Kondisi inflamasi
21
3.4.2. Tujuan • Mengeluarkan cairan atau darah, dan udara dari rongga pleura dan rongga thorak • Mengembalikan tekanan negatif pada rongga pleura • Mengembangkan kembali paru yang kolaps • Mencegah refluks drainage kembali ke dalam rongga dada
3.4.3. Tempat Pemasangan WSD a. Bagian apex paru (apical) - anterolateral interkosta ke 1-2 - fungsi : untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura b. Bagian basal - postero lateral interkosta ke 5-6 - fungsi : untuk mengeluarkan cairan (darah, pus) dari rongga pleura
Gambar 5. Lokasi penusukan WSD
22
3.4.4. Jenis-jenis WSD a. WSD dengan sistem satu botol -
Sistem yang paling sederhana dan sering digunakan pada pasien simple pneumothoraks
-
Terdiri dari botol dengan penutup segel yang mempunyai 2 lubang selang yaitu 1 untuk ventilasi dan 1 lagi masuk ke dalam botol
-
Air steril dimasukan ke dalam botol sampai ujung selang terendam 2cm untuk mencegah masuknya udara ke dalam tabung yang menyebabkan kolaps paru
-
Selang untuk ventilasi dalam botol dibiarkan terbuka untuk memfasilitasi udara dari rongga pleura keluar
-
Drainage tergantung dari mekanisme pernafasan dan gravitasi
-
Undulasi pada selang cairan mengikuti irama pernafasan : •
Inspirasi akan meningkat
•
Ekpirasi menurun
b. WSD dengan sistem 2 botol -
Digunakan 2 botol ; 1 botol mengumpulkan cairan drainage dan botol ke-2 botol water seal
-
Botol 1 dihubungkan dengan selang drainage yang awalnya kosong dan hampa udara, selang pendek pada botol 1 dihubungkan dengan selang di botol 2 yang berisi water seal
-
Cairan drainase dari rongga pleura masuk ke botol 1 dan udara dari rongga pleura masuk ke water seal botol 2
-
Prinsip kerjasama dengan sistem 1 botol yaitu udara dan cairan mengalir dari rongga pleura ke botol WSD dan udara dipompakan keluar melalui selang masuk ke WSD
-
Bisasanya
digunakan
untuk
hemopneumothoraks, efusi pleural
23
mengatasi
hemothoraks,
c. WSD dengan sistem 3 botol -
Sama dengan sistem 2 botol, ditambah 1 botol untuk mengontrol jumlah hisapan yang digunakan
-
Paling aman untuk mengatur jumlah hisapan
-
Yang terpenting adalah kedalaman selang di bawah air pada botol ke-3. Jumlah hisapan tergantung pada kedalaman ujung selang yang tertanam dalam air botol WSD
-
Drainage
tergantung
gravitasi
dan
jumlah
hisapan
yang
ditambahkan -
Botol ke-3 mempunyai 3 selang : •
Tube pendek diatas batas air dihubungkan dengan tube pada botol ke dua
•
Tube pendek lain dihubungkan dengan suction
•
Tube di tengah yang panjang sampai di batas permukaan air dan terbuka ke atmosfer
24
Gambar 6. Macam-macam WSD
3.4.5. Komplikasi Pemasangan WSD a. Komplikasi primer : perdarahan, edema paru, tension pneumothoraks, atrial aritmia b. Komplikasi sekunder : infeksi, empiema
3.4.6. Prosedur pemasangan WSD a. Persiapan pasien -
Siapkan pasien
-
Memberi penjelasan kepada pasien mencakup : •
Tujuan tindakan
25
•
Posisi tubuh saat tindakan dan selama terpasang WSD. Posisi klien dapat duduk atau berbaring
•
Upaya-upaya untuk mengurangi rangsangan nyeri seperti nafas dalam, distraksi
•
Latihan rentang sendi (ROM) pada sendi bahu sisi yang terkena
c. Persiapan alat -
Sistem drainage tertutup
-
Motor suction
-
Slang penghubung steril
-
Botol berwarna putih/bening dengan kapasitas 2 liter, gas, pisau jaringan/silet, trokart, cairan antiseptic, benang catgut dan jarumnya, duk bolong, sarung tangan , spuit 10cc dan 50cc, kassa, NACl 0,9%, konektor, set balutan, obat anestesi (lidokain, xylokain), masker
d. Pelaksanaan -
Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea aksillaris anterior dan media.
-
Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan.
-
Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai muskulus interkostalis.
-
Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan. Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai rongga pleura / menyentuh paru.
-
Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat dengan menggunakan Kelly forceps
-
Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke dinding dada
-
Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan.
-
Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan.
26
Gambar 7. Pemasangan WSD e. Tindakan setelah prosedur -
Perhatikan undulasi pada slang WSD
-
Bila undulasi tidak ada, berbagai kondisi dapat terjadi antara lain : o Motor suction tidak berjalan o Slang tersumbat o Slang terlipat o Paru-paru telah mengembang
-
Oleh karena itu, yakinkan apa yang menjadi penyebab, segera periksa kondisi sistem drainage, amati tanda-tanda kesulitan bernafas
-
Cek ruang control suction untuk mengetahui jumlah cairan yang keluar
27
-
Cek batas cairan dari botol WSD, pertahankan dan tentukan batas yang telah ditetapkan serta pastikan ujung pipa berada 2cm di bawah air
-
Catat jumlah cairan yang keluar dari botol WSD tiap jam untuk mengetahui jumlah cairan yang keluar
-
Observasi pernafasan, nadi setiap 15 menit pada 1 jam pertama
-
Perhatikan balutan pada insisi, apakah ada perdarahan
-
Anjurkan pasien memilih posisi yang nyaman dengan memperhatikan jangan sampai slang terlipat
-
Anjurkan pasien untuk memegang slang apabila akan merubah posisi
-
Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu
-
Ganti botol WSD setiap 3 hari dan bila sudah penuh. Catat jumlah cairan yang dibuang
-
Lakukan pemijatan pada slang untuk melancarkan aliran
-
Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, sianosis, emphysema subkutan •
Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan bimbing cara batuk efektif
•
Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh
•
Yakinkan bahwa selang tidak kaku dan menggantung di atas WSD
•
Latih dan anjurkan pasien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan latihan gerak pada persendian bahu daerah pemasangan WSD
• 3.4.7. Pencabutan selang WSD Indikasi pengangkatan WSD adalah bila : a. Paru-paru sudah reekspansi yang ditandai dengan : i. ada undulasi ii. Cairan yang keluar tidak ada iii. Tidak ada gelembung udara yang keluar iv. Kesulitan bernafas tidak ada
28
v. Dari rontgen foto tidak ada cairan atau udara vi. Dari pemeriksaan tidak ada cairan atau udara b. Slang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan spooling atau pengurutan pada slang
29
BAB IV KESIMPULAN
1.
Pasien datang dengan keluhan sesak napas setalah ditusuk pisau di bagian dada kanan dan punggung kiri sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
2.
Terdapat Terlihat 2 luka tusuk di thorak dextra anterior, 1 terletak di ICS 2 linea midclavikula dijahit dan 1 terletak di axilaris anterior.
3.
Terdapat 1 luka tusuk di thorak sinistra posterior.
4.
Pasien didiagnosa hemopneumothorax dextra dan pneumothorax sinistra et cause vulnus punctum.
5.
Pasien dilakukan tindakan pemasangan WSD dan terapi farmakologi.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Advanced Trauma Life Support (ATLS) For Doctors. (2009). Edisi 8. Jakarta : IKABI. 2. Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated: 2010
May
27;
cited
2018
Maret
24.
Available
from http://emedicine.medscape.com/article/827551 3. Netter FH.2011. Atlas of Human Anatomy. 5th ed. Philadelphia, PA: Saunders/Elsevier. 4. R. Sjamsuhidjat. 2017. Buku ajar ilmu bedah Ed 4 vol. 2. Jakarta : EGC. 5. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed Lung).
Cited
:
2018
Maret
24.
Available
: http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm
31
from