Kelompok 3 (gigi Tiruan Penuh)

  • Uploaded by: Amalia Virgita
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Kelompok 3 (gigi Tiruan Penuh) as PDF for free.

More details

  • Words: 5,924
  • Pages: 32
Loading documents preview...
TUGAS ITMKG-5 Material yang digunakan dalam Pembuatan Gigi Tiruan Penuh

Disusun oleh: Aisyah Widya Manurung Leo Saputra Adi Nugroho Seftria Devita S. Venny Dwi Jayanti Ummul Fitri Widya Anggraini Reisha Mersita Febrisally Purba Fadlun Karimah Amalia Virgita Atika Samy K Khairunnisa Eka Wahyuni Putri Ajri Mawadara Essya Nova R. R Atieka Ulli Sandra Maria Sandika Putri Fitriah Eko Setiawan Riki Agung Santosa

(04111004048) (04111004049) (04111004050) (04111004051) (04111004052) (04111004054) (04111004055) (04111004056) (04111004057) (04111004058) (04111004059) (04111004060) (04111004061) (04111004062) (04111004063) (04111004065) (04111004066) (04111004067) (04111004068) (04111004069) (04091004020) (04101004010) (04101004088)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER GIGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2014 GIGI TIRUAN PENUH

Gigi Tiruan Penuh (GTP) adalah gigi tiruan yang menggantikan seluruh gigi asli dan struktur di sekitarnya yang hilang pada rahang atas atau rahang bawah. Tujuan pemakaian atau perawatan dengan GTP antara lain: 1) Untuk mengembalikan fungsi mastikasi. 2) Untuk memperbaiki dimensi wajah dan kontur yang terganggu dengan memperhatikan segi estetik. 3) Untuk memulihkan fungsi bicara (fonetik) yang diakibatkan oleh kehilangan sebagian atau seluruh gigi. GTP perlu digunakan untuk mencegah pengkerutan tulang alveolar, berkurangnya dimensi vertikal disebabkan turunnya otot-otot pipi karena tidak adanya penyangga, dan hilangnya oklusi sentrik. Pada orang yang kehilangan seluruh giginya, dimensi vertikal oklusi alami akan hilang dan mulut cendurung overclosure. Hal ini akan menyebabkan pipi berkerut dan masuk ke dalam serta membentuk commisure. Selain itu, lidah sebagai kumpulan otot yang sangat dinamis karena hilangnya gigi akan mengisi ruang selebar mungkin sehingga lidah akan membesar dan nantinya dapat menyulitkan proses pembuatan gigi tiruan penuh. Selama berfungsi, rahang bawah berusaha berkontak dengan rahang atas sehingga dengan tidak adanya gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah akan menyebabkan hilangnya oklusi sentrik sehingga mandibula menjadi protrusi dan hal ini menyebabkan malposisi TMJ. Pada makalah ini akan dijelaskan mengenai tahapan-tahapan dalam pembuatan GTP beserta material yang digunakan pada tiap tahapan. Dimulai dari pencetakan rahang, penentuan dimensi vertikal dan oklusi sentris, memilih dan menyusun anasir gigi tiruan, wax contouring, proses pembuatan laboratorium dari gigi tiruan penuh, remounting, pengasahan selektif, hingga pemasangan gigi tiruan penuh pada pasien. Proses tersebut harus secara berurutan dan sesuai untuk meminimalkan kesalahan pada pembuatan gigi tiruan penuh yang berakibat pada ketidaknyamanan pasien saat pemakaian. 1.

MEMBUAT MODEL RAHANG

Untuk mendapatkan model rahang, pertama-tama kita lakukan : Cetakan Rahang 1 Cetakan rahang adalah bentuk negatif dari seluruh jaringan pendukung geligi tiruan. Setelah dicor maka akan didapatkan bentuk positif dari rahang yang lazim disebut model rahang. Hasil cetakan rahang harus memberikan kekokohan, kemantapan dan dukungan pada geligi tiruan, oleh karena itu rahang harus dicetak seakurat mungkin sehingga landasan geligi tiruan dapat mempertahankan kesehatan jaringan pendukungnya. Setiap tahap yang mempengaruhi kemantapan geligi tiruan lengkap dari hasil cetakan yang baik adalah : a. adhesi/kohesi b. daya atmosfir c. tegangan permukaan d. daya otot 

Macam cetakan 1 Macam cetakan rahang untuk pasien tidak bergigi ialah: a. Cetakan awal/cetakan pertama/cetakan anatomis Hasil cetakan lazim disebut study model/model diagnostik/model anatomis, dimana kita akan mempelajari masalah yang mungkin akan timbul selama pembuatan geligi tiruan dan digunakan sebagai penunjang diagnostik. Pada model anatomis kita buat sendok cetak pribadi pasien yang akan dipakai untuk mencetak cetakan akhir. b. Cetakan akhir/cetakan fisiologis Hasil cetakannya lazim disebut model kerja, yang digunakan untuk membuat geligi tiruan.



Cara Mencetak 1

a. Cara mencetak cetakan awal Pilih sendok jadi yang bentuk dan ukurannya sesuai dengan rahang pasien. Pada hasil cetakan harus dicatat: 

Seluruh jaringan pendukung



Bentuk anatomis sekitar jaringan pendukung



Bentuk normal dan perluasan fisiologik dari jaringan rongga mulut

Gambar 1. Teknik penempatan sendok cetak untuk mencetak RB

Gambar 2. Teknik penempatan sendok cetak untuk mencetak RA

Gambar 3. Hasil cetakan rahang atas dan rahang bawah dengan bahan alginat

b. Cara mencetak cetakan akhir 1 

Buatlah sendok khusus yang dibuat pada model anatomis.

Gambar 4. Model rahang digambar untuk sendok cetak pribadi rahang atas. A = notch hamular B = fovea palatinus C = frenulum bukal D = frenulum labial

Gambar 5. Model rahang digambar untuk sendok cetak pribadi rahang bawah. A = garis distal dan distromolarpad B = oblique ridge external C = frenulum bukal D = frenulum labial E = tuberositas lingual F = lingir milohioid



Lakukan pemotongan “base plate” sesuai dengan batas jaringan gerak dan tidak gerak, bila dikehendaki dapat 1-2 mm lebih rendah untuk memberi tempat pada bahan cetak asal jangan mudah lepas dari rahang pasien. Pengurangan biasanya dilakukan pada rahang berlinggir tinggi dan mempunyai daerah gerok berlebihan. Hasilnya adalah “baseplate trimming”.



Kemudian lakukan “muscle trimming” yaitu pembentukan pinggir sekitar rongga mulut dan batas posterior untuk rahang atas. Hasilnya kebocoran.

harus

membentuk

“seal”

yang

dapat

mencegah



Buatlah pegangan sendok cetak pribadi dan buat pula lubang dengan bor bundar No. 3 didaerah langit-langit, berjarak 4-5 mm. Kegunaan lubang ini untuk mengalirkan bahan cetak yang berlebihan, karena bila tertahan akan menyebabkan tekanan yang berlebihan dari geligi tiruan pada jaringan pendukungnya. Gambar 6. Landasan sendok cetak pribadi bagian tepi dipotong 3-4 mm dari buccal fold demikian juga tepi bagian lingual

Gambar 7. Tepi sendok cetak yang sudah bebas dari greenstick compound untuk mendapatkan cetakan dengan peripheral seal yang baik

 Bahan cetak Alginat Alginat terdiri dari komponen aktif (natrium, kalium, atau alginat trietanolamin), pengisi (tanah diatoma), reaktor (kalsium sulfat), dan bahan yang mempercepat pengerasan bahan cor (kalium titanium florid). Bila alginat dicampur dengan air bahan tersebut membentuk sol.2 Semakin besar berat molekul, semakin kental sol yang terjadi.3 Dengan adanya bahan pengisi, sol yang telah terbentuk meningkat kekuatan dan kekerasannya, teksturnya lebih halus, serta permukaannya padat dan tidak bergelombang.4 Kelebihan alginat: 5 

Manipulasi mudah

  

Nyaman bagi pasien Relatif tidak mahal karena tidak memerlukan banyak peralatan Nontoksik dan noniritan

Kekurangan alginat : 2,5 

Kurang akurat



Stabilitas dimensi kurang stabil

Elastomer Pada pembuatan gigi tiruan penuh, bahan cetak polieter digunakan untuk mendapatkan cetakan fisiologis agar mendapatkan model kerja yang akurat sehingga didapat retensi dan stabilitas yang baik. 6 Bahan ini digunakan karena dapat menyebar luas dan merata pada setiap bagian yang harus dicetak tanpa adanya tekanan pada jaringan mukosa.6,7 Polieter adalah bahan cetak sistem dua pasta, yaitu pasta base dan pasta katalis.7 Tabel 1. Komposisi Polieter Pasta

Komponen

Base

Polieter berujung imine Filler: koloidal silika Plasticizer: glikoeter atau phthalate

Katalis

Derivat ester dari asam sulfonat aromatis Filler: koloidal silika Plasticizer: glikoeter atau phthalate

 Membuat model kerja Setelah cetakan rahang dikeluarkan dari mulut pasien, langsung dicuci pada kran air yang mengalir. Seringkali air liur kental yang sukar hilang bila hanya disiram dengan air yang mengalir, untuk ini cetakan disiram dengan

larutan gips encer, lalu disiram dengan air kran yang mengalir kemudian keringkan dengan semprotan udara kering. Sebaiknya sebelum dicor dengan dental stone, dibuat dinding dari lembaran malam sekeliling cetakan (boxing). Tujuan dari boxing yaitu agar bentuk/batas tepi tetap dipertahankan. 1 Cara boxing: 

Sekeliling tepi batas cetakan diberi utility/bedding wax yang tebalnya 5 mm, dengan jarak antara batas tepi cetakan dengan utility wax ± 3 mm.



Pada bagian posterior rahang atas tak terdapat batas tepi maka sebagai gantinya garis “A” kita anggap sebagai batas tepi cetakan. Yang penting untuk semua bagian jarak antara batas tepi cetakan dengan utility wax harus tetap dipertahankan.



Jarak antara tepi cetakan dengan batas dinding atas lempeng malam boxing paling tinggi 13 mm sehingga gips dibatasi dan pekerjaan mengecor lebih mudah.

Gambar 8. Penampang melintang yang menunjukan: A = utility wax/gips; B = sendok cetak; C = lempeng malam boxing; D = cetakan rahang

Gambar 9. Penampang melintang yang menunjukan: A = utility wax; B = sendok cetak C = lempeng malam boxing; D = cetakan rahang E = model gips

Kemudian cetakan akhir di cor dengan gips menggunakan gips tipe III.

Gips Tipe III Pada tahun 1930, α-gipsum ditemukan dan diperkenalkan dalam kedokteran gigi.2 Dikombinasikan dengan bahan cetak hidrokoloid, αgipsum yang diperbarui kekerasannya membuat die stone dapat digunakan dan pembuatan model tidak langsung dapat dilakukan.8 Stone ini memiliki kekuatan kompresi minimal 1 jam sebesar 20,7 Mpa (3000 psi), tetapi tidak melebihi 34,5 Mpa (5000 psi).2 Bahan ini digunakan untuk pengecoran dalam membentuk gigi tiruan penuh.9

Gambar 10. Model studi RA dan RB

2. PENENTUAN DIMENSI VERTIKAL DAN OKLUSI SENTRIS 1. Penentuan Dimensi Vertikal Terdapat 4 cara dalam penentuan dimensi vertikal secara fisiologis, yaitu: 10 a. Physiological Rest Position Pencatatan

rahang

dalam

keadaan

physiological

rest

position

menunjukan suatu indikasi untuk dimensi vertikal relatif yang benar. Cara yang dianjurkan adalah: 1) Saat tanggul gigitan ditempatkan, badan pasien diposisikan dalam keadaan tegak dan kepala tidak didukung apapun. 2) Pasien kemudian diminta untuk menelan dan posisikan rahang dalam keadaan istirahat. 3) Saat terjadi relaksasi, dengan perlahan bibir agak dibuka untuk melihat besarnya jarak antara kedua tanggul gigitan.

Gambar 11. Lempeng dan Galangan Gigit RA dan RB

Jarak inter-oklusal pada saat posisi istirahat hendaknya berkisar antara 24 mm bila dilihat dari regio premolar. Interpretasi dari hasil pengukuran dimensi vertikal menggunakan metode ini yaitu: 

Perbedaan jarak > 4 mm : Dimensi vertikal saat oklusi terlalu kecil



Perbedaan jarak < 2 mm : Dimensi vertikal saat oklusi terlalu besar

b. Fonetik Dan Estetik Uji Fonetik dengan cara:  Mendengarkan suara yang dihasilkan  Melalui produksi suara ch, s dan j  Gigi anterior bersentuhan saat suara dihasilkan : DV terlalu besar  Gigi anterior mengunci bersama saat berbicara : DV terlalu besar Uji Estetik dengan cara:  Melihat perubahan tonus kulit  Membuat kontur permukaan labial tanggul gigitan Panduan :  Pilih gigi yang ukurannya hampir sama dengan gigi asli  Perkirakan dengan tepat jumlah kehilangan jaringan dari linggir alveolar (dilihat dari riwayat gigi geligi dan lamanya gigi telah hilang) c. Ambang Batas Penelanan Posisi rahang bawah pada permulaan tindakan penelanan telah digunakan sebagai bimbingan untuk dimensi vertikal saat oklusi. Teorinya adalah, ketika seseorang menelan, gigi geligi bertemu dengan kontak yang sangat ringan pada awal dari siklus penelanan. Jika oklusi gigi tiruan terus hilang selama penelanan, dimensi vertikal oklusi dapat menjadi tidak memadai (terlalu rendah). Berdasarkan hal inilah, catatan relasi kedua rahang pada tahap siklus penelanan ini digunakan sebagai dimensi vertikal saat oklusi.

d. Sensasi Taktil dan Kenyamanan Pasien Sensasi taktil pasien digunakan sebagai pemandu untuk penentuan dimensi vertikal oklusal yang benar. Adjustable central bearing screw dilekatkan pada palatal gigi tiruan rahang atas atau tepian oklusi, dan central bearing plate dilekatkan pada tepian tanggul gigitan rahang bawah atau basis gigi tiruan percobaan. Central bearing screw, pertama-tama disesuaikan sehingga terlihat jelas sangat panjang. Kemudian, dalam langkah progresif, screw kemudian disesuaikan ke bawah hingga pasien mengindikasikan bahwa rahang terlalu menutup. Prosedur ini diulangi dalam arah yang berlawanan hingga pasien merasa giginya terasa terlalu panjang. Screw kemudian disesuaikan ke bawah hingga pasien merasa panjangnya telah tepat, dan penyesuaian dilakukan berulang-ulang hingga tinggi kontak terasa benar.

2. Penentuan Oklusi Sentrik Oklusi sentrik adalah posisi kontak maksimal dari gigi geligi pada waktu mandibula dalam keadaan sentrik, yaitu kedua kondisi berada dalam posisi bilateral simetris di dalam fossanya. Oklusi sentrik dapat ditentukan dengan alat Gothic Arch Tracer. Tanpa alat tersebut, Anda juga dapat memperoleh oklusi sentrik dari pasien dengan cara: 11 1. Oklusikan gigi sambil menelan ludah.

2. Dorong dagu pasien ke belakang saat pasien mengoklusikan giginya. Kepala pasien dalam keadaan bersandar pada head rest kursi. 3. Instruksikan pasien untuk menyentuh bagian palatum paling posterior dengan menggunakan lidahnya, lalu oklusikan gigi. 4. Instruksikan pasien untuk mendongakkan kepalanya sejauh mungkin, lalu secara perlahan oklusikan gigi.

3.

PEMILIHAN DAN PENYUSUNAN GIGI TIRUAN Anasir gigi tiruan merupakan bagian dari GTP yang berfungsi menggantikan

gigi asli yang hilang. Dalam pemilihan dan penyusunan anasir gigi tiruan, ada faktor-faktor yang harus diperhatikan yaitu mengenai ukuran, bentuk, warna, bahan, serta inklinasi dari anasir gigi tiruan. Bentuk wajah, usia dan jenis kelamin pasien juga menjadi pertimbangan dalam memilih dan menyusun anasir gigi tiruan. Dalam pemilihan warna, biasanya digunakan shade guide, yang terdiri dari berbagai nomor dan bentuk gigi dengan tingkat hue, valeu dan chroma yang bervariasi..3

Gambar 12. Shade guide Sumber: Textbook of Complete Denture. People’s Medical Publishing House: USA.

Anasir gigi tiruan ada yang terbuat dari porselen, ada juga yang terbuat dari akrilik.  Porselen

Porselen adalah material yang sewarna dengan gigi yang tersusun atas kristal, alumunia dan silica yang dileburkan secara bersama pada high temperatures, untuk membentuk kekuatan, keseragaman, dan material glass-like.12 Dalam laboratorium kedokteran gigi, porselen untuk restorasi menggunakan bentuk sediaan fine powder (serbuk halus). Pembuatan dari powder porselen sangat kompleks. Porselen terbuat dari bahan-bahan dasar berupa: silika (SiO2), feldspar (K2O.Al2O3.6SiO2), dan alumina (Al2O3). Bahan-bahan crystalline ini dipanaskan bersamaan dengan fluxed diantaranya sodium karbonat. Material crystalline yang baru terbentuk disebut “leucite” juga berbentuk kaca pada kondisi tertentu. Dental porselen ini merupakan matriks dari kaca bertitik leleh rendah berikatan dengan “leucite crystals”. Porselen selanjutnya dibakar kembali dengan metal oksida untuk menambahkan warna yang sesuai dengan gigi. Setelah porselen dingin, porselen ini menjadi bahan dasar untuk fine powder, bentuk inilah yang digunakan dalam dental laboratorium. Klasifikasi porselen berdasarkan temperatur fusinya diantaranya yaitu:  1288° - 1371°  Care high fusing  1093° - 1260°  Care medium fusing  871° - 1066°  Care low fusing Kebanyakan dental restorasi dibuat dengan low-fusing porcelains.

Gambar 13. Gigi Tiruan Penuh dengan Anasir Gigi Porselen

Kelebihan anasir gigi porselen: 13  Keras dan tahan terhadap daya kunyah  Tahan terhadap daya kimia

 Warna dapat menyerupai gigi kodrat Kekurangan anasir gigi porselen:  Rapuh dan jika patah tidak dapat disambung  Harga mahal Sifat-sifat dental porcelain :  Transverse strength Merupakan kemampuan porselen untuk bertahan terhadap fraktur ketika terjadi tekanan. Transverse strength merupakan kombinasi dari kekuatan tekan dan kekuatan regangan. Rata-rata kekuatan transverse dari dental porselen berkisar antara 56-446 Mpa tergantung pada tipe dari porselen.  Koefisien dari ekspansi termal Merupakan jumlah ekspansi yang dimiliki oleh porselen ketika dipanaskan atau jumlah pengkerutan ketika porselen didinginkan. Koefisien dari ekspansi termal dari porselen berkisar 12×10-6/°C. Koefisien dari ekspansi termal sangat penting pada saat porselen berikatan dengan metal atau porselen lainnya.  Warna dental porselen Sifat ini sangat penting untuk menentukan kesesuaian material dengan struktur gigi. Kesesuaian antara warna porselen dengan warna gigi merupakan titik terpenting dalam keberhasilan restorasi menggunakan dental porselen.

 Akrilik Bahan ini disediakan untuk kedokteran gigi berupa cairan (monomer)

monometil metakrilat dan biasanya bahan ini dikemas dalam bentuk bubuk (polimer) polimetil metakrilat.14 Anasir gigi tiruan (artificial teeth) untuk pembuatan gigi tiruan penuh dapat dipilih yang berbahan dasar akrilik.

Gambar 14. Gigi Tiruan Penuh dengan Anasir Gigi Akrilik

Kelebihan anasir gigi akrilik:  Estetik memuaskan  Tidak mudah rapuh  Hubungan gigi dengan landasan baik karena terbuat dari bahan yang sama  Harga lebih murah  Mempunyai kekuatan yang cukup baik Kekurangan anasir gigi akrilik:  Mudah menjadi aus akibat pemakaian oleh karena kekerasannya kurang  Daya tahan terhadap daya fisika dan kimia kurang

4.

MEMODELIR MALAM (WAX CONTOURING)

Wax counturing adalah membentuk dasar gigi tiruan dari malam sedemikian rupa sehingga harmonis dengan otot-otot orofasial pasien dan semirip mungkin dengan anatomis gusi dan jaringan lunak mulut agar menghasilkan gigi tiruan yang stabil, menjaga gigi tiruan pada tempatnya secara tetap dan selaras dengan otot-otot orofasial penderita. Material yang biasa dipakai untuk wax contouring pada pembuatan GTP adalah base plate wax. Komposisi dari base plate wax yang pasti biasanya tidak ditunjukkan oleh pabrik pembuatnya. Namun, wax tersebut dapat dibuat dengan menggunakan campuran beberapa wax, seperti paraffin wax dan beeswax dengan sedikit penambahan wax yang cukup kuat dan liat, misalnya carnauba wax.15 Tabel 2. Komposisi Base Plate Wax Komposisi

Presentase

Paraffin wax

75-80%

Beeswax

10-14%

Carnauba wax

1-3%

Natural atau sintetik resin

1-3%

Microcrystallin atau sintetik wax

2-4%

Gambar 15. (kiri) Base plate wax; (kanan) setelah selesai wax contouring

Base plate wax memiliki sifat, antara lain15,16 : 

Temperatur transisi solid-solid

Pada saat temperatur meningkat terjadi transisi solid-solid, sehingga memungkinkan malam untuk dimanipulasi dengan baik. Temperatur transisi solid-solid kira-kira 370C. 

Thermal ekspansi Koefisien thermal ekspansi malam merupakan yang tertinggi dari bahan lain. Koefisien thermal ekspansi linear untuk base plate wax antara 200x10-6/0C dan 390x10-6/0C pada suhu 25-370C. Spesifikasi ADA No. 24 membatasi ekspansi wax sampai 0,8% pada suhu 250C dan 400C.



Daya alir Daya alir pada setiap tipe wax berbeda-beda sesuai dengan penggunaannya di kedokteran gigi. Menurut sifat flownya dan menurut spesifikasi ADA no. 24, base plate wax terdiri dari tiga tipe, yaitu :  Tipe I adalah soft wax untuk membuat veneer.  Tipe II adalah medium wax untuk membuat pola yang akan dicobakan ke rongga mulut pada suhu sedang (23-450C).  Tipe III adalah hard wax untuk percobaan pengisian (trial filling) di rongga mulut pada suhu lebih besar dari 23-450C.



Tekanan residual Tekanan residual base plate wax yang terdapat pada pattern wax gigi tiruan disebabkan pendinginan yang berbeda. Waktu dan temperatur mempengaruhi hilangnya tekanan residual base plate wax. Gigi tiruan yang telah disusun dengan tepat dan telah dilakukan wax contouring sebaiknya tidak dibiarkan begitu saja dalam waktu yang lama, karena dapat menyebabkan distorsi dan pergerakan gigi. Sebaiknya gigi tiruan segera ditanam dalam kuvet untuk mempertahankan keakuratan relasi gigi.

Syarat-syarat yang dibutuhkan pada penggunaan base plate wax, yaitu:17,18 a. Hendaknya mudah dibentuk setelah dilunakkan dan tidak robek, terkelupas ataupun retak b. Hendaknya mudah diukir c. Hendaknya mudah dicairkan dan dipadatkan berkali-kali tanpa merubah sifat-sifatnya d. Tidak ada residu yang tertinggal setelah cetakan yang dihasilkan oleh malam ini disiram dengan air mendidih dan deterjen. 5.

FLASKING Flasking adalah proses penanaman model dan trial denture dalam suatu

flask/cuvet untuk membuat sectional mould. Mould bagian bawah dibuat dengan menanam model dalam dental plaster dan bagian atas dibuat dari 2 adukan dental stone yang terpisah di atas gigi tiruan.

Gambar 16. Flasking

Berikut prosedur flasking atau penanaman geligi tiruan, yaitu:1 1) Geligi tiruan lengkap dicekatkan pada model kerja, lalu dilepaskan dari artikulator. 2) Pilih kuvet yang ukurannya sesuai dengan model kerja, lalu masukan model kerja pada kuvet bagian bawah. Untuk memastikan apakah kuvet yang akan digunakan cukup, harus ada jarak paling sedikit 1/8 inci antara model kerja dan dinding kuvet serta ¼ inci jarak antara oklusal gigi dengan tutup kuvet, bila model terlalu tinggi, dasar model di-trim tetapi jangan merusak groove pada dasar model. 3) Sebelum flasking, olesi seluruh bagian dalam kuvet dengan vaselin.

4) Bagian tepi/dasar model dioles dengan bahan separating/air sabun. 5) Dental plaster diaduk, kemudian masukkan ke dalam kuvet bagian bawah, lalu model dimasukkan dalam kuvet tersebut. Setelah gips sedikit mengeras, dirapikan. 6) Setelah dental plaster mengeras, olesi dengan air sabun. 7) Buatlah adonan dental stone dan kuaskan pada geligi tiruan sambil digetar-getarkan untuk mencegah terjadinya gelembung-gelembung udara. Pasang kuvet bagian atas tanpa tutup, lalu isikan dental stone kedalam kuvet sampai batas permukaan oklusal gigi-geligi. 8) Setelah dental stone mengeras, buatlah adonan dental stone kedua dan tuanglah ke dalam kuvet sampai penuh lalu kuvet ditutup dan ditaruh pada alat press. 9) Setelah dental stone mengeras, rendam kuvet dan alat press dalam air mendidih selama 5 menit, agar malam dari geligi tiruan lunak dan mudah diangkat dari mould ketika kuvet dibuka. Setelah 5 menit, kuvet dikeluarkan dari air mendidih dan buka perlahan-lahan dengan memasukkan suatu alat pada slot antara bagian atas dan bagian bawah kuvet, kemudian putar perlahan-lahan sehingga terpisah. 10) Semua malam dibuang dari geligi tiruan, semua gigi-geligi tertinggal di mould kuvet bagian atas, kemudian siram dengan air mendidih sampai tidak ada lagi sisa malam, demikian pula pada kuvet bagian bawah. Kalau masih ada residu malam, siram dengan air detergen panas, kemudian bilas dengan air mendidih agar tidak ada lagi detergen yang tertinggal. Kalau ada gigi-geligi yang lepas, kembalikan lagi pada tempatnya yang tepat. 11) Sambil menunggu kuvet dingin, operator hendaknya mempersiapkan posterior palatal seal (untuk retensi) dan daerah-daerah akan di-relief (untuk mengurangi daya pada daerah-daerah tertentu) pada model atas. 12) Untuk mencegah cairan resin terserap ke permukaan mould, ulasilah mould dengan cairan tinfoil untuk men-seal porositas dari dental stone. Cairan tinfoil akan kering dan segera melekat pada dental stone. Pelapisan pertama dibiarkan kering dahulu, baru dilakukan pelapisan

kedua dengan cara yang sama sampai kering. Prosedur ini harus menghasilkan permukaan yang halus dan mengkilap. Pergerakan anasir gigi tiruan diperkirakan akan terjadi selama proses pembuatan GTP. Pergerakan ini harus diminimalkan agar dapat mempertahankan oklusi yang sebelumnya telah dirancang pada pasien. Sehingga tidak ada perubahan oklusi selama proses pembuatan GTP. Ketika proses flasking, telah diamati bahwa GTP yang hanya dipendam pada dental plaster dapat mengalami pergerakan gigi maksimum, terutama pada dimensi medio-lateral.19 Flasking yang dilakukan pada material silikon menghasilkan permukaan yang halus serta memudahkan saat proses deflasking. Namun, material ini dapat menyebabkan pergerakan gigi maksimum pada arah antero-posterior dan vertikal. Hal ini dapat dikaitkan dengan ketahanan material silikon. Dental stone yang digunakan sebagai material coring di atas dental plaster, gigi dan permukaan protesa yang telah dihaluskan, menunjukkan sedikit pergerakan gigi baik ke arah vertikal maupun antero-posterior. Dental stone dapat mengikat gigi bersamaan serta mencegah terjadinya pergerakan anasir gigi tiruan. 6.

PACKING Packing acrylic adalah proses mencampur monomer dan polimer resin

akrilik. Terdapat dua metode yaitu: 2 a. Dry method, adalah cara mencampur monomer dan polimer langsung didalam mould. b. Wet method, adalah cara mencampur monomer dan polimer di luar mould dan bila sudah mencapai dough stage baru dimasukkan ke dalam mould. Ruang cetak adalah rongga/ruangan yang telah disiapkan untuk diisi dengan akrilik. Ruang tersebut dibatasi oleh gips yang tertanam dalam kuvet (pelat logam yang biasanya terbuat dari logam). Sebelum rongga tersebut diisi dengan akrilik, lebih dulu diulasi dengan bahan separator/pemisah, yang umumnya menggunakan cold mould seal (CMS). Ruang cetak diisi dengan resin akrilik pada waktu adonan mencapai tahap plastis (dough stage).

Jadi, material yang digunakan pada proses packing adalah:  Cold Mould Seal (CMS) Cold mould Seal (CMS) adalah formula spesial yang dikembangkan untuk digunakan sebagai separating medium. Separating medium merupakan suatu bahan yang dipergunakan untuk mencegah perlekatan dari dua permukaan. Tujuan pemberian CMS sebelum packing resin akrilik adalah untuk mencegah monomer merembes ke bahan gips dan berpolimer di dalam gips sehingga mencegah monomer merekat di dalam gips. 20 CMS ini digunakan dalam packing. CMS dapat membuat cetakan keras dengan elastis yang tidak pecah karena tekanan dan cetakan tidak akan terlepas dari plaster pada saat diberi tekanan. Dengan menggunakan teknik ini, akan didapatkan kualitas pemisahan (separating) yang tinggi. 20 Spesifikasi CMS Warna

: transparan

Air / bubuk rasio

: 22-24 m /100 g

Waktu kerja

: 6 menit

Pengerasan

: 30 menit

Pengaturan ekspansi (max) : 0,1% Keuntungan dan sifat CMS2 a. Menghasilkan lapisan yang homogen pada stone dan plaster dikaitkan dengan viskositasnya b. Setting time cepat c. Segel mengeras dan water proof d. Melindungi model khusus terhadap abrasi di daerah marginal yang paling rentan terhadap kerusakan

Gambar 17. CMS (Cold mould seal)

 Resin Akrilik Resin akrilik merupakan salah satu bahan kedokteran gigi yang telah banyak diaplikasikan, khususnya untuk pembuatan anasir dan basis gigi tiruan dengan hasil memuaskan, baik dalam hal estetik maupun dalam hal fungsinya. Acrylic berasal dari asam acrolain atau gliserin aldehid. Secara kimia dinamakan polymethyl methacrylate yang terbuat dari minyak bumi, gas bumi atau arang batu. Bahan ini disediakan dalam kedokteran gigi berupa cairan (monomer) mono methyl methacrylate dan dalam bentuk bubuk (polymer) polymthtyl methacrylate.2 Resin akrilik jenis heat cured merupakan bahan yang umum digunakan dalam pembuatan basis GTP. Komposisi heat cured acrylic terdiri dari dua kemasan yaitu: 2  Polymer (bubuk) : a. Polymer;

(poly-methyl

methacrylate).

Polimer,

polimethyl

metacrylate, baik serbuk yang diperoleh dari polimerisasi met,hyl metacrylate dalam air maupun pertikel yang tidak teratur bentuknya yang diperoleh dengan cara menggerinda batangan polimer. b. Initiator peroxide; berupa 0,2-0,5% benzoil peroxide. c. Pigmen; sekitar 1% tercampur dalam partikel polymer.

 Cairan (monomer) : a.

Monomer (methyl methacrylate)

b.

Stabilizer;

sekitar

0,006%

hydroquinone

untuk

menccegah

polymerisasi selama penyimpanan. c.

Terkadang terdapat bahan untuk memacu cross-link; seperti ethylene glycol dimethacrylate.

Syarat-syarat resin akrilik, yaitu: 20  Tidak toksik dan tidak mengiritasi.

 Tidak terpengaruh cairan rongga mulut.  Mempunyai modulus elastisitas tinggi sehingga cukup kaku pada bagian yang tipis.  Mempunyai proporsional limits yang tinggi, sehingga jika terkena stress tidak mudah mengalami perubahan bentuk yang permanen.  Mempunyai kekuatan impak yang tinggi sehingga tidak mudah patah atau pecah jika terbentur atau jatuh  Mempunyai fatigue strength yang tinggi  Keras dan memiliki daya tahan yang baik terhadap abrasi  Estetis cukup baik, hendaknya transparan atau translusen dan mudah dipigmen. Warna yang diperoleh hendaknya tidak luntur.  Radiopak, memungkinkan bahan dapat dideteksi dengan sinar x jika tertelan.  Mudah direparasi jika patah.  Mempunyai densitas rendah untuk memudahkan retensinya di dalam mulut.  Mudah dibersihkan.

Beberapa karakteristik resin akrilik heat-cured, antara lain:  Kekuatan tarik (tensile strength) Tensile strength resin akrilik heat-cured adalah 55 MPa. Tensile strength yang rendah ini merupakan salah satu kekurangan utama resin akrilik.  Kekuatan impak (impact strength) Kekuatan impak resin akrilik heat cured adalah 1 kg/cm3. Resin akrilik memiliki kekuatan impak yang relatif rendah dan apabila terjatuh ke permukaan yang keras, maka dapat terjadi fraktur.  Kekerasan (Hardness) Nilai kekerasan resin akrilik heat cured adalah 20 VHN atau 15 kg/mm2. Nilai kekerasan tersebut menunjukkan bahwa resin akrilik relatif lunak

dan mengakibatkan resin akrilik dapat menipis.  Porositas (Porosity) Porositas dinyatakan dalam persen (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada. Besarnya porositas pada suatu material bervariasi mulai dari 0% sampai 90% tergantung dari jenis dan aplikasinya. Porositas terjadi akibat penguapan monomer yang tidak bereaksi serta polimer berberat molekul rendah bila temperatur resin mencapai atau melebihi titik didih bahan tersebut. Hal ini mengakibatkan timbulnya gelembung permukaan yang dapat mempengaruhi sifat dan kebersihan gigi tiruan. Porositas juga dapat berasal dari pengadukan yang tidak tepat antara komponen bubuk dan cairan dan karena tekanan yang tidak cukup saat polimerisasi.  Densitas (Density) Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering didefinisikan sebagai perbandingan antara massa dengan volume. Resin akrilik memiliki massa jenis yaitu sekitar 0,9975 g/cm3. Hal ini disebabkan oleh resin akrilik terdiri dari kumpulan atom-atom ringan, seperti karbon, oksigen dan hidrogen.  Kekuatan Tekan (Compressive strength) Compressive strength suatu material didefinisikan sebagai kemampuan material dalam menahan beban atau gaya mekanis sampai terjadinya kegagalan (failure). Compressive strength resin akrilik heat cured adalah 75 MPa. Secara umum bahan resin ini memiliki compressive strength yang rendah.  Stabilitas warna Stabilitas warna adalah kemampuan suatu bahan mempertahankan warna atau perubahan sedikit warna dari warna asalnya. Lebih sedikit perubahan yang terjadi pada bahan maka semakin baik pula stabilitas warna bahan tersebut. Resin akrilik heat cured menunjukkan stabilitas

warna yang cukup baik. 7.

CURING Proses curing adalah polimerisasi antara monomer yang bereaksi dengan

polimernya bila dipanaskan atau ditambah zat kimia lainnya. Curing merupakan hal yang sangat penting untuk menghasilkan gigi tiruan yang memenuhi persyaratan diantaranya kandungan monomer sisa yang rendah. Resin akrilik adalah bahan yang paling sering digunakan untuk pembuatan geligi tiruan, tetapi apabila proses curing tidak tepat maka kandungan monomer sisa resin akrilik akan tinggi. Kandungan monomer sisa yang tinggi akan mengiritasi jaringan mulut, inflamasi dan alergi, selain itu juga dapat mempengaruhi sifat fisik resin akrilik yang dihasilkan karena monomer sisa akan bertindak sebagai plasticizer yang menyebabkan resin akrilik menjadi fleksibel dan kekuatannya menurun. Resin akrilik yang digunakan untuk pembuatan basis gigi tiruan umumnya adalah resin akrilik polimerisasi panas (heat cured). Proses curing untuk heat cured acrylic adalah secara konvensional yaitu dengan pemanasan air. Pemberian panas harus secara teratur karena reaksi kimia antara monomer dan polimer bersifat eksothermis. Panas yang diperlukan untuk terjadinya polimerasi dan tercapainya curing yang sempurna adalah 74ºC (165ºF) yang dilakukan pada air dengan menjaga suhu tersebut selama 30 menit tanpa adanya prosedur pendidihan terminal. Kemudian tahap yang kedua dengan meningkatkan suhu mencapai 100ºC dan diproses selama 1 jam. Pada akrilik yang telah berpolimerisasi secara benar, masih terdapat monomer sisa sebesar 0.2 sampai 0.5%. Bila polimerisasi telah dimulai maka temperatur resin akrilik akan jauh lebih tinggi dibandingkan air. Hal ini disebabkan karena panas yang timbul dari reaksi polimerisasi akan dialihkan ke bahan tanamnya sehingga terjadi pemanasan berlebihan yang mengakibatkan monomer mendidih yang dapat

terjadinya

porositas pada hasil curing. Monomernya akan mendidih pada temperatur 100ºC.

Tetapi bila air dipanaskan dengan lambat maka temperatur resin tidak akan melewati temperatur didih monomer. Alat dan bahan:  Alat perebus kuvet (panci dan kompor)  Timer  Air

Prosedur curing: a. Masukkan kuvet dan air di dalam panci (air yang masih dingin) b. Panaskan kuvet hingga suhu naik perlahan mencapai kurang lebih 70 o C. Suhu ini dipertahankan hingga 30 menit dengan mengecilkan api kompor atau menambahkan air dingin jika suhu diperkirakan naik. Suhu dinaikkan dari 70o C menjadi 100o C dan dibiarkan selama 1 jam c. Matikan api dan biarkan kuvet dalam panci sampai dingin. d. Setelah kuvet dingin, buka dan lepaskan model dari kuvet. e. Bersihkan sisa gips yang masih melekat pada gigi tiruan akrilik. 8.

DEFLASKING Setelah curing selesai, kuvet yang masih dalam alat press dibiarkan

mendingin sendiri sampai suhu kamar, baru kuvet boleh dibuka. Apabila pada waktu masih panas kuvet sudah dibuka maka akan terjadi perubahan bentuk dan sebaliknya bila sangat dingin, resin akrilik akan menjadi rapuh. Deflasking adalah melepaskan geligi tiruan resin akrilik dari kuvet/flask dan bahan tanamnya, tetapi tidak boleh lepas dari model rahangnya supaya gigi tiruan dapat di-remounting di articulator kembali persis seperti sebelum proses flasking, packing dan curing.21 Caranya: a. Mould gigi tiruan dilepaskan dari flask/kuvet b. Gergaji dinding luar dari stone mould, dari atas ke bawah pada daerah caninus kanan dan kiri dan pada daerah ujung distalnya kanan dan kiri. Hati-hati jangan sampai mengenai gigi tiruan.

c. Lalu bongkar sekat stone mould perlahan-lahan, lepaskan dari permukaan fasial gigi-gigi dengan pisau gips. d. Stone pada permukaan lingual gigi ditrim / dipangkas 9.

PEMASANGAN KEMBALI DAN PENGASAHAN SELEKTIF Pada tahap ini pasien melakukan try-in gigi tiruan yang telah jadi, cobakan

gigi tiruan ke dalam mulut pasien dan perhatikan: a) Retensi Pemeriksaan retensi dengan cara menggerak-gerakkan pipi dan bibir, protesa lepas atau tidak. b) Oklusi Pemeriksaan oklusi dilakukan dengan bantuan lembar articulating paper, titik-titik kontak prematur atau daerah yang mengalami tekanan lebih besar diasah dengan menggunakan bur gurinda. Prosedur ini dilakukan untuk mencari dan menghilangkan semua hambatan oklusal pada gerak lateral dan protrusi. Pengasahan dilakukan pada permukaan oklusal gigi yang tampak miring atau memanjang karena pemasakan. Pada oklusi eksentrik tidak dilakukan pengasahan pada bagian distobukal molar dua bawah. Semua pengasahan pada balancing side dilakukan terhadap bagian lingual dari permukaan oklusal molar dua bawah.

Gambar 18. (kiri) kertas artikulasi diletakkan pada lengkung sisi kiri RB (kanan) hasil menujukkan adanya kontak prematur yang ditandai dengan titiktitik berwarna lebih tua dan kontak normal ditandai dengan warna lebih muda

Konsep oklusi yang direkomendasikan untuk GTP adalah oklusi seimbang dua sisi (bilateral balanced occlusion). Suatu oklusi dikatakan baik apabila hubungan antar geligi rahang bawah dan geligi rahang atas memberikan tekanan seimbang pada kedua sisi rahang, baik dalam kedudukan sentrik maupun eksentrik.22,23 Pada GTP, oklusi sebaiknya

menghasilkan interkuspal maksimum bersamaan dengan relasi sentrik pada dimensi vertikal yang diterima.

Gambar 19. Oklusi seimbang dua sisi (Bilateral Balanced Occlusion) pada GTP

c) Stabilitas Pemeriksaan stabilitas gigi tiruan dilakukan dengan cara menekan gigi molar satu kiri dan kanan secara bergantian apakah ada sisi yang terungkit atau tidak. Pemeriksaan gigi tiruan di dalam mulut saat mulut berfungsi, tidak boleh mengganggu mastikasi, penelanan, bicara, ekspresi wajah dan sebagainya. Apabila sudah tidak ada gangguan, maka protesa dapat dipoles.22 10.

FINISHING DAN POLISHING Finishing dan polishing merupakan rangkaian prosedur yang berfungsi

untuk mengurangi atau menghilangkan goresan-goresan yang terjadi dari proses pekerjaan sebelumnya. Tahapan ini dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan permukaan restoratif atau gigi tiruan yang mengkilat.24 Teknik finishing dan polishing untuk sebagian besar memiliki prinsip yang hampir sama. Contouring dan penghalusan pertama dilakukan dengan alat abrasif yang lebih kasar atau dapat pula dilakukan dengan alat bur. Pemilihan alat abrasif

yang lebih kasar pada proses penghalusan pertama dimaksudkan untuk mempercepat pengikisan. Selanjutnya goresan-goresan yang masih tersisa dihilangkan dengan menggunakan alat abrasif yang lebih halus. Semakin halus alat abrasif, semakin kecil partikel yang dilepaskan atau dipotong dari permukaan dan goresan yang dihasilkan lebih halus. Kunci dari kesuksesan finishing dan polishing terdapat pada prosedur penggunaan bahan dan alat yang sesuai.24 Bahan abrasif yang biasa digunakan untuk finishing gigi tiruan yaitu: 1. Pumis. Aktivitas gunung berapi menghasilkan bahan silika berwarna abu-abu muda. Pumis digunakan terutama dalam bentuk bubuk tetapi juga dapat ditemukan pada abrasif karet. Bubuk pumis dapat digunakan untuk memoles basis GTP yang terbuat dari resin akrilik. 2. Kapur. Kapur adalah abrasif putih yang terdiri dari kalsium karbonat. Digunakan sebagai pasta abrasif ringan untuk memoles basis GTP yang terbuat dari resin akrilik. 3. Amril. Abrasif ini berupa korundum berwarna hitam keabuan yang dibuat dalam bentuk butiran halus. Amril digunakan khususnya dalam bentuk disk abrasif dan tersedia dalam berbagai ukuran kekasaran. Tahapan dalam finishing dan polishing gigi tiruan yaitu: a. Melakukan

tahap

finishing

dengan

merapikan

basis

akrilik,

menggunakan straight hand piece dan fraser atau stone bur, membentuk basis sesuai outline dan membebaskan daerah mukosa bergerak tidak bergerak. b. Tahap selanjutnya adalah meratakan permukaan lempeng akrilik dengan menggunakan kertas gosok (amplas) hingga benar-benar halus. Gunakan dari yang kasar terlebih dahulu, kemudian diganti amplas yg lebih halus. c. Kemudian dilakukan polishing. Pemolesan gigi tiruan (polishing) bertujuan untuk menghaluskan dan mengkilapkan gigi tiruan tanpa mengubah konturnya yang telah dibuat pada tahapan wax contouring. Pada tahap ini, digunakan rag wheel (putih) dan pumis halus untuk

memoles tepi permukaan lingual dan palatal gigi tiruan. Pada permukaan fasial yang masih kasar dapat digunakan brush wheel putih dan bubuk pumis halus yang basah dengan tekanan dan putaran bur serendah mungkin.

Gambar 20. (kiri) Instrumen abrasif; (kanan) Brush wheel

Gambar 21. Bubuk pumice

Gambar 22. Gigi Tiruan Penuh yang telah dipoles

Daftar Pustaka [1] Drg. Ny. Itjingningsih W.H. Geligi Tiruan Lengkap Lepasan. 1996. Jakarta : EGC [2] Juwono, Lilian. 2003. Philips: Buku Ajar Ilmu Bahan Kedokteran Gigi. Jakarta: EGC [3] W, Cook. 1986. Alginate Dental Impression Materials: Chemistry, Structure, and Properties. J Biomed Mater Res. [4] WH, Heisler. 1992. Accuracy and Bond Strength of reversible with Irreversible Hydrocolloid Impression Systems. J Prosthet Dent. [5] HJ, Wilson. 1988. Impression Materials. Br Dent J. [6] Braden M, Causton B, dan Clarke RL. 1972. A Polyether Impression Rubber. J Dent Res. [7] Chai JY dan Yeung T-C. 1991. Wettability of Nonaqueous Elastomeric Impression Materials . Int J Prosthodont. [8] Donovan T dan Chee WWL. 1989. Preliminary Investigation of Disinfected Gypsum Die Stone. Int J Prosthodont. [9] Kuntze RA. 1984. The Chemistry and Technology of Gypsum. Philadelphia, American Society for Testing and Materials. [10] Hamzah,

Zahreni;

dkk.

2008. Petunjuk

Praktikum

Fisiologi

Manusia. Jember : Bag. Biomedik Lab Fisiologi Manusia FKG Universitas Jember. [11] Chandra. 2004. Textbook of Dental and Oral Anatomy Physiology and Occlusion. New Delhi: Jaypee Brothers Publishers. [12]Anusavice, Kenneth J., 2003, Phillips’ Science of Dental Materials 11nd, United States of America: Elsevier Science. [13] L, Sarandha D.2007. Textbook of complete denture prosthodontics. Jaypee Brothers Medical Publisher (P) Ltd : India. p.113 [14] Craig, RG., et al.,2000, Dental Materials; Properties and Manipulation

7nd, United State of America, Mosby. [15] Lasila V. Comparison of five interocclusal recording materials. J Prosthet Dent 1986 ; 55 : 215-8. [16] Combe E. C. Notes on dental materials, 5th ed, Churchill Livingstone, 1986 : 220-7,220-3,312-8. Jack L. Ferracane, Bahan dalam Kedokteran Gigi: Prinsip dan Aplikasi, 2001, 2d Edition, Lippincott Williams & Wilkins, ISBN0781727332. [17] Richard van Noort, 2002, Introduction to Dental Material, 2d Edition, Elsevier Health Sciences, ISBN0723432155. [18] Rosenstiel SF, Land MF, Fujimoto J. Contemporary fixed prosthodontics. 3rd Ed. St. Louis : Mosby; 2001. P. 205-12, 765-9. [19] Turakhia H, Ram SM. Rigid and resilient investing materials-Expected movement of teeth in fabrication of complete dentures: An in vitro study. J Indian Prost Soc. Vol. 5; Issue 1. p.23-5. 2005. [20] Syafiar L, Rusfian, Sumadhi S, Yudhit A, Harahap KI, Adiana ID. Bahan Ajar Ilmu Material dan Teknologi Kedokteran gigi. 1 st ed, Medan. USU Press, 2011: 103-16. [21] Itjingningsih, 2014, Gigi Tiruan Lengkap Lepasan. EGC: Jakarta [22] Hung Delvin. 2002. Complete Denture. Germany: Springer [23] Sharma A., G. R. Rahul, Soorya T. Karunakar S., Bhawna G , Varun Rajora. History of materials used for recording static and dynamic occlusal contact marks: A literature review. J Clin Exp Dent. 2013;5(1):e48-53. [24] Rudd Kd, Merrow RM, Rhoads JE. Dental laboratory procedures

removable partial denture. 1nd ed. St Louis. CV Mosby Company, 2941. p. 319.

Related Documents


More Documents from "Ani Nur Rosidah"