Laporan Praktikum Pengembangan Formula Makanan.docx

  • Uploaded by: Kesi Juliana Putri
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Praktikum Pengembangan Formula Makanan.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,787
  • Pages: 25
Loading documents preview...
LAPORAN PRAKTIKUM PENGEMBANGAN FORMULA MAKANAN FORMULA WHO 75, 100, 135

Disusun Oleh: Nama

Nim

Ade Nita Rahmadahani Intan Purnama Sari Putri Zahara

P0 5130215001 P0 5130215016 P0 5130215030

Dosen Pembimbing : 1. Tetes Wahyu, SST.,M.Biomed (Koordinator) 2. Anang Wahyudi, S.Gz.,M.PH 3. Sandy Ardiansyah, SST (Instruktur)

JURUSAN GIZI PRODI DIV GIZI POLTEKKES KEMENKES BENGKULU TAHUN 2018

KATA PENGANTAR Puji

syukur

kami

panjatkan

kepada

Allah

SWT

atas

limpahan

rahmat,

hidayah serta inayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini tanpa suatu halangan yang berarti. Tidak lupa sholawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW. Adapun tujuan dari penyusunan laporan hasil praktikum Pengembangan Formula Makanan ini sebagai pemenuhan tugas yang diberikan demi tercapainya tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. Tidak lupa ucapan terimakasih kami tujukan kepada pihak-pihak yang turut mendukung terselesaikannya makalah ini, Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi terciptanya makalah yang lebih baik selanjutnya. Dan semoga dengan hadirnya makalah ini dapat memberi manfaat bagi pembaca sekalian.

Hormat saya,

Penyusun

i

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................................................................... i DAFTAR ISI................................................................................................................................................. ii BAB I PENDAHULUIAN ........................................................................................................................... 1 A.

Latar Belakang .................................................................................................................................. 1

B.

Tujuan ............................................................................................................................................... 3

C.

Manfaat ............................................................................................................................................. 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................................. 4 A.

Pengertian Kurang Energi Protein (KEP) ......................................................................................... 4

B.

Klasifikasi Kurang Energi Protein (KEP) ......................................................................................... 5

D.

Keadaan Sanitasi Lingkungan...................................................................................................... 8

BAB III METODOLOGI ............................................................................................................................ 10 A.

Waktu dan Tempat .......................................................................................................................... 10

B.

Rancangan percobaan ..................................................................................................................... 10

C.

Alat dan Bahan ................................................................................................................................ 12

D.

Cara Pembuatan (alur kerja) ........................................................................................................... 12

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................................................... 14 A.

B.

Hasil ................................................................................................................................................. 14 1.

Mutu Kimiawi .............................................................................................................................. 15

2.

Mutu Protein ............................................................................................................................... 16

3.

Mutu fisik .................................................................................................................................... 18

4.

Uji Organoleptik .......................................................................................................................... 18 Pembahasan .................................................................................................................................... 18

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................................................ 21 A.

Kesimpulan...................................................................................................................................... 21

B.

Saran ............................................................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................... 22

ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Gizi buruk merupakan masalah KEP tingkat berat yang timbul setelali proses yang berlangsung cukup lama yang disebabkan karena asupan gizi yang rendah, penyakit infeksi, dan disertai dengan pola asuh yang kurang memadai. Gizi buruk atau severe malnutrition menurut klasifikasi World Health Organization (WHO) dilentukan berdasarkan indikator antropometri berat badan menurut tinggi atau panjang badan (BB/PB) yaitu kategori severe wasting (z-skor BB/PB <-3 median standar) dan ada atau tidaknya edema. Anak yang mengidap gejala klinis KEP ringan dan KEP sedang pada pemeriksaan hanya nampak kurus. Namun gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan menjadi 3 yaitu marasmus, kwashiorkor, dan marasmickwashiorkor. Sampai saat ini, upaya penanganan KEP yang dilakukan adalah dengan memberikan asupan gizi protein lebih pada balita melalui susu formula baik F-7S, F -100 maupun F-135. Pemberian susu fomula ini dilakukan secara bertahap dengan rentang waktu yang sudah ada standar untuk setiap susu formula tergantung dengan fase penderita KEP. Pemberian formula 75, 100 dan 135 pada pasien gizi buruk, diberikan pada fase stabilisasi, transisi, rehabilitasi serta tindak lanjut. Tujuan tahap stabilisasi yaitu mencegah teljadinya keadaan lebih buruk yakni hipoglikemia dan dehidrasi. Pada tahap stabilisasi makanan yang di berikan dalam bentuk cair, rendah kalori dan protein berupa makanan formula yang di berikan secara bertahap untuk memenuhi kebutuhan gizi buruk. Adapun tujuan tahap rehabilitasi yaitu mengejar ketertinggalan berat badan yang di alami oleh pasien gizi buruk. Makanan yang diberikan pada tahap rehabilitasi bisa juga berupa makanan lumat. Tujuan tahap lanjutan yaitu mempertalmnkan pcningkalan status gizi yang telah dicapai atau leblh meningkat status gizi yang ada dan menyesuaikan dengan pola makanan yang ada dl rumah. Jadi pemberian formula dapat meningkatkan berat badan pada pasien gizi buruk. Berdasarkan penjelasan diatas, KEP merupakan masalah gizi tingkat berat yang timbul setelah proses yang berlangsung cukup lama yang disebabkan karena asupan gizi yang rendah, penyakit infeksi, dan disertai dengan pola asuh yang kurang memadai. 1

Dimana penanganan untuk pasien KEP ini membutuhkan perawatan dan diet khusus. Maka untuk mengatasi masalah tersebut dibutuhkan konsumsi diet tinggi energi dan tinggi protein. Salah satu nutrisi enteral yang bisa digunakan yaitu F-75, F-IOO, F-l35. KEP merupakan penyakit gizi terpenting di negaraberkembang dan menjadi salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas padaanak dibawah usia lima tahundiseluruh dunia (Mohsen, 2008; Rudolph,2007). Data dari World Health Organization(WHO) menunjukkan bahwa sekitar 54% angka kematian pada balita disebabkan oleh kurang energi protein(Depkes RI, 2006).The United Nations Childrens Found (UNICEF) memperkirakan sekitar 27%atau sekitar 146 juta anak dibawah usia lima tahun di dunia menderita KEP berdasarkan pengukuran berat badan terhadap usia. Kejadian KEP di Amerika Latin dilaporkan sebanyak empat juta balita. Penderita KEP di Asia Timur sebanyak 22 juta balita dan di Afrika sebanyak 35 juta balita. Penderita KEP sebagian besar terdapatdi Asia Selatan yaitu sebanyak 78juta balita (UNICEF, 2006). Dari hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2010, walaupun prevalensi gizi kurang dan buruk telah mengalami penurunan dari 18,4% tahun 2007 menjadi 17,9% tahun 2010, namun kita masih memiliki 35,6% balita pendek. Prevalensi Balita pendek terdiri dari sangat pendek 18,5% danpendek 17,1%. Penurunan terjadi pada balita pendek dari 18,0% menjadi 17,1% dan balita sangat pendek dari 18,8% menjadi 18,5%. Riskesdas, 2010 menemukan bahwa ada 21,5% balita usia 2-4 tahun yang mengonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal dan 16% yang mengonsumsi protein di bawah kebutuhan minimal. Apabila ini berlangsung dalam waktu lama, maka akan mengganggu pertumbuhan berat dan tinggi badan. Ukuran tubuh yang pendek ini merupakan tanda kurang gizi yang berkepanjangan. Lebih jauh, kekurangan gizi dapat mempengaruhi perkembangan otak anak. Padahal, otak tumbuh selama masa balita. Fase cepat tumbuh otak berlangsung mulai dari janin usia 30 minggu sampai bayi 18 bulan. Walaupun pada tahun 2010 prevalensi gizi kurang dan pendek menurun menjadi masing-masing 17,9 persen dan 35,6 persen, tetapi masih terjadi disparitas antar provinsi yang perlu mendapat penanganan masalah yang sifatnya spesifik di wilayah rawan (Rencana Aksi Pembinaan Gizi Masyarakat 2012-2015).

2

B. Tujuan 1. Tujuan Umum Mengetahui pembuatan F-75, F-100, F-135 untuk penatalaksanaan Gizi Buruk. 2. Tujuan Khusus a. Menganalisis Pembuatan Formula WHO F-75, F-100, F-135 b. Untuk mengetahui kandungan gizi F-75, F-100, F-135 c. Untuk mengetahui mutu protein F-75, F-100, F-135 d. Untuk mengetahui mutu fisik F-75, F-100, F-135 e. Untuk mengetahi uji organoleptik F-75, F-100, F-135

C. Manfaat 1. Institusi Hasil praktikum dapat memberikan masukan dan referensi ilmu yang berguna dan sebagai bahan pembelajaran dan memperkaya ilmu pengetahuan dari hasil praktikum bagi mahasiswa kesehatan khususnya mahasiswa jurusan gizi dalam hal pemahaman tentang formula WHO 75, 100, 135 dan pembuatan serta penggunaannya dalam penanganan kasus Gizi Buruk. 2. Masyarakat Memberi informasi dan kepada masyarakat tentang cara pengolahan Formula WHO 75, 100 dan 135 untuk penatalaksanaan gizi buruksehingga masyarakat mampu membuat formula WHO sendiri untuk mengatasi kondisi anak kurus hingga gizi buruk.

3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Kurang Energi Protein (KEP) KEP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi macro nutrient (zat gizi makro). Meskipun sekarang ini terjadi pergeseran masalah gizi dari defisiensi macro nutrient kepada defisiensi micro nutrient, namun beberapa daerah di Indonesia prevalensi KEP masih tinggi (> 30%) sehingga memerlukan penanganan intensif dalam upaya penurunan prevalensi KEP. Penyakit akibat KEP ini dikenal dengan Kwashiorkor, Marasmus, dan Marasmic Kwashiorkor. Kwashiorkor disebabkan karena kurang protein. Marasmus disebabkan karena kurang energi dan Manismic Kwashiorkor disebabkan karena kurang energi dan protein. KEP umumnya diderita oleh balita dengan gejala hepatomegali (hati membesar). Tanda-tanda anak yang mengalami Kwashiorkor adalah badan gemuk berisi cairan, depigmentasi kulit, rambut jagung dan muka bulan (moon face). Tanda-tanda anak yang mengalami Marasmus adalah badan kurus kering, rambut rontok dan flek hitam pada kulit. Adapun yang menjadi penyebab langsung terjadinya KEP adalah konsumsi yang kurang dalam jangka waktu yang lama. Pada orang dewasa, KEP timbul pada anggota keluarga rumahtangga miskin olek karena kelaparan akibat gagal panen atau hilangnya mata pencaharian. Bentuk berat dari KEP di beberapa daerah di Jawa pernah dikenal sebagai penyakit busung lapar atau HO (Honger Oedeem). Menurut perkiraan Reutlinger dan Hydn, saat ini terdapat ± 1 milyar penduduk dunia yang kekurangan energi sehingga tidak mampu melakukan aktivitas fisik dengan baik. Disamping itu masih ada ± 0,5 milyar orang kekurangan protein sehingga tidak dapat melakukan aktivitas minimal dan pada anak-anak tidak dapat menunjang terjadinya proses pertumbuhan badan secara normal. Di Indonesia masalah kekurangan pangan dan kelaparan merupakan salah satu masalah pokok yang dihadapi memasuki Repelita I dengan banyaknya kasus HO dan kematian di beberapa daerah. Oleh karena itu tepat bahwa sejak Repelita I pembangunan pertanian untuk mencukupi kebutuhan pangan penduduk merupakan tulang punggung 4

pembangunan nasional kita. Bahkan sejak Repelita III pembangunan pertanian tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi pangan dan meningkatkan pendapatan petani, tetapi secara eksplisit juga untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat.

B. Klasifikasi Kurang Energi Protein (KEP) Untuk tingkat puskesmas penentuan KEP yang dilakukan dengan menimbang berat badan anak dibanding dengan umur dan menggunakan KMS dan tabel BB/U BakuMedian WHO – NCHS. 1.KEP ringan bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak pada pita kuning 2.KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak di Bawah Garis Merah ( BGM ). 3.KEP berat/gizi buruk bila hasil penimbangan BB/U < 60 % baku median WHONCHS. Pada KMS tidak ada garis pemisah KEP berat/gizi buruk dan KEPsedang, sehingga untuk menentukan KEP berat/gizi buruk digunakan tabel BB/U Baku median WHO-NCHS.

C. Gejala klinis Balita KEP berat/Gizi buruk Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang ditemukan hanya anak tampak kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor atau marasmic kwashiokor. Tanpa mengukur /melihat BB biladisertai oudema yang bukan karena penyakit lain adalah KEP berat/gizi buruk tipe kwashiorkor. a. Kwashiokor 1. Oudema,umumnya seluruh tubuh,terutama pada pada punggung kaki(dorsum pedis ) 2. Wajah membulat dan sembab 3.

Pandangan mata sayu

4. Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabuttanpa rasa sakit,rontok 5. Perubahan status mental, apatis dan rewel 6.

Pembesaran hati

7. Otot mengecil(hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk 5

8. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubahwarna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas 9. Sering disertai penyakit infeksi, umumnya akut,anemia dan diare.

b. Marasmus 1. Tampak sangat kurus,tinggal tulang terbungkus kulit 2. Wajah seperti orang tua 3. Cengeng rewel 4. Kulit keriput,jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada (pakai celana longgar ) 5. Perut cekung 6. Iga gambang 7. Sering disertai , penyakit infeksi( umumnya kronis berulang), diarekronis atau konstipasi/susah buang air.

c. Marasmik- kwashiorkor Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus, dengan BB/U< 60 % baku median WHO-NCHS disertai oedema yang tidak mencolok.(DEPKES RI. 1999) . Kekurangan zat gizi makro ( energi dan protein ) dalam waktu besar dapat mengakibatkan menurunya status gizi individu dalam waktu beberapa hari atau 2 minggu saja yang ditandai dengan penurunan berat badan yang cepat. Keadaan yang diakibatkan oleh kekurangan zat gizi sering disebut dengan istilah gizi kurang atau gizi buruk.Kejadian kekurusan ( kurang berat terhadap tinggi badan) pada tingkat sedang dan berat pada anak kecil maupun kekurusan pada individu yang lebih tua dapat mudah dikenali dengan mata . Demikian pula halnya dengan kasus kekurangan energi berat (marasmus) dan kekurangan protein berat(kwasiokor) serta kasus kombinasi marasmik-kwassiokor dapat dikenali tandatandanya dengan mudah.(Soekirman, MPS. 1998) Epidemilogi gangguan pertumbuhan atau kurang gizi pada anak balita selalu berhubungan erat dengan keterbelakangan dalam pembangunan sosial ekonomi. Kekurangan gizi tidak terjadi secara acak dan tidak terdistribusi secara merata

6

ditingkat masyarakat, tetapi kekurangan gizi sangat erat hubungannya dengan sindroma kemiskinan. (Gopalan, C. 1987). Tanda – tanda sindroma, antaralain berupa : penghasilan yang amat rendah sehingga tidak dapat mencukupi kebutuhan sandang, pangan, dan perumahan, kuantitas dan kualitas gizi makanan yang rendah sanitasi lingkungan yang jelek dan sumber air bersih yang kurang, akses terhadap pelayanan kesehatan yang amat terbatas, jumlah anggota keluarga yang terlalu besar, dan tingkat buta aksara tinggi. (Gopalan, C. 1987). Status gizi terutama ditentukan ketersediaan dalam jumlah yang cukup dan dalam kombinasi pada waktu yang tepat ditingkat sel semua zat gizi yang diperlukan tubuh untuk pertumbuhan, perkembangan, dan berfungsi normal semua anggota badan. Oleh karena itu prinsipnya status gizi di tentukan oleh dua hal – terpenuhinya dari makanan semua zat-zat gizi yang diperlukan tubuh, dan peranan faktor-faktor yang menentukan besarnya kebutuhan, penyerapan dan penggunaan zat gizi tersebut. Terhadap kedua hal ini, faktor genetik dan faktor sosial ekonomi berperan.(Martorell, R, and Habicht, 1986). C. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Sosial ekonomi tehadap balita Kurang Energi Protein (KEP) : 1. Pendapatan Keluarga Perkapita Komsumsi makanan yang berkurang sering dialami oleh penduduk yangberpendapatan rendah.Hal ini disebabkan oleh daya beli keluarga yang rendah.Pendapatan keluarga akan mempengaruhi pola pengeluaran komsumsi keluarga.Tingkat pendapatan yang nyata dari keluarga menentukan jumlah dan kualitasmakanan yang diperoleh. (Suhardjo,1989)Masalah komsumsi pangan, ratarata komsumsi energi dan protein secara nasional meningkat dengan tajam. Pada tahun 1984 rata – rata komsumsi energy perkapita 1798 kalori,meningkat menjadi 1905 kalori pada tahun 1990 dan menjadi 1962 kalori pada tahun 1995. Sedangkan dalam kurun waktu yang sama rata – rata komsumsi protein meningkat menjadi dari 43,3 gram,45,4 dan 49,2 perkapita/ hari.(SKPG. 1998)

7

2. Pendidikan Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis yang berlangsung seumur hidupdalam rangka mengalihkan pengetahuan oleh seseorang kepada orang lain(Siagian,1991). Pendidikan terutama pendidikan ibu berpengaruh sangat kuatterhadap kelangsungan anak dan bayinya. Pada masyarakat dengan rata –rata pendidikan rendah menunjukan prevalensi gizi kurang yang tinggi dan sebaliknyapada masyarakat yang pendidikannya cukup tinggi prevalensi gizi kurangnyarendah( Abunain,1988) Ibu yang pendidikan tinggi akan memilih jenis dan jumlah makanan untuk keluarga dengan mempertimbangan syarat gizi disamping mempertimbangkan faktor selera oleh karena itu ibu rumah tangga pada umumnya yang mengatur danmenentukan segala urusan makanan dan kebutuhan keluarga (Suhardjo,1986)` Seseorang yang pendidikannya lebih tinggi mempunyai pengertian yang lebih baik akan kesehatan gizi dengan menangkap informasi dan menafsirkan informasi tersebut guna kelansungan hidupnya lebih – lebih pada jaman kemajuan ilmutehnologi.Dengan berbekal pendidikan yang cukup seseorang ibu akan lebih banyak memperoleh informasi serta lebih tanggap terhadap permasalahan yang dihadapi.Dengan demikian mereka dapat memilih serta menentukan aternatif lebih baik untuk kepentingan rumah tangganya termasuk dalam menentukan pemberian makanan bagi balita yang ada dirumah tangga tersebut (Biro Pusat Statistik,1993)

3. Pekerjaan Anak nelayan tradisional mempunyai resiko menjadi kurang gizi tiga kali lebih besar dibanding pada anak peternak, petani pemilik lahan, ataupun tenaga kerja terlatih. Hal penelitian ini juga menunjukan bahwa pengelompokan pekerjaan yang terlalu umum misalnya nelayan saja bisa mengatur pertumbuhan peranan faktor pekerjaan orang tua terhadap resiko anak mereka untuk menderita kurang gizi, resiko kurang gizi pada anak nelayan tradisional tiga kali lebih besar dibanding anak nelayan yang punya perahu bermotor.Efek ganda ( interaksi ) dari berbagai faktor sosial ekonomi dalam menyebabkan jatuhnya seorang anak pada keadaan kurang gizi perlu diperhitungkan. (Mc Lean,W.1984)

D. Keadaan Sanitasi Lingkungan

8

Faktor utama yang mempengaruhi kesehatan anak dan juga kesehatan orang dewasa adalah tersedianya air bersih dan sanitasi yang aman. Semua ini bukan saja penting untuk kesehatan dan kesejahteraan manusia,tetapi juga sangat membantu bagi teman sipasi kaum wanita dari beban kerja berat yang mempunyai dampak yang merusak terhadap anak – anak, terutama anak- anak perempuan. Kemajuan dalam kesehatan anak tidak mungkin dipertahankan jika sepertiga dari anak- anak didunia ketiga tetap tidak menikmati sarana sanitasi yang layak.Berdasarkan pengalaman pada dasa warsa yang lalu,termasuk inovasi yang banyak jumlahnya dalam tehnik dan tekhnologi-tekhnologi yang sederhana dan murah untuk menyediakan air bersih dan sarana sanitasi yang aman didaerah pedesaan dan perkampungan kumuh dikota,kini patut dan layak melalui tindakan nasional bersama dan kerjasama internasional untuk menyediakan air minum yangamam dan sarana pembuangan kotoran manusia yang aman untuk semua (DEPKESRI,1990)

9

BAB III METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat a. Waktu Pukul 11.00 -17.00 WIB b. Tempat Laboraturium Gizi Poltekkes Kemnekes Bengkulu B. Rancangan percobaan 1. Rencana Formulasi Tabel 1.1 Rencana Formulasi Formula WHO F-75, F-100, F-135 Formula

F-75

F-100

F-135

Susu skim

25 gram

85 gram

90 gram

Minyak

30 gram

60 gram

65 gram

Gula pasir

100 gram

50 gram

65 gram

Mineral Mix

20 ml

20 ml

27 ml

Air

1000 ml

1000 ml

1000 ml

2. Mutu Kimiawi a. Nilai Energi Analisis terhadap jumlah energi yang terkandung di dalam bahan makanan yang digunakan dalam pengolahan produk. Menghitung energi yang terkandung dalam bahan makanan menggunakan DKBM dan Dinyatakan dalam satuan kalori. b. Protein Jumlah total Protein yang terdapat pada masing-masing produk. Menghitung protein yang terkandung dalam bahan makanan menggunakan DKBM yang dinyatakan dalam satuan gram. c. Lemak Jumlah total Lemak yang terdapat pada masing-masing produk. Menghitung lemak yang terkandung dalam bahan makanan menggunakan DKBM yang dinyatakan dalam satuan gram. d. Karbohidrat Jumlah total karbohidrat yang terdapat pada masing-masing produk. Menghitung karbohidrat yang terkandung dalam bahan makanan menggunakan DKBM yang dinyatakan dalam satuan gram.

3. Mutu Protein a. SAA (skor asam amino) 10

Menetapkan mutu protein dengan membandingkan kandungan asam amino esensial dalam bahan makanan dengan asam amino esensial yang sama dalam protein patokan. Menghitung dengan menggunakan daftar kandungan asam amino dan Pola Kecukupan Asam Amino Individu. Dinyatakan dalam satuan persen (%) dan cut off point sebesar 100. b. Mutu cerna Menunjukkan ukuran jumlah asam amino yang diserap dari asupan protein tertentu. Menghitung dengan menggunakan daftar mutu cerna berbagai macam pangan tunggal, daftar kandungan asam amino dan daftar kandungan bahan makanan. Dinyatakan dalam angka cut off point 85. c. Net Protein Utilization (NPU) Nisbah antara jumlah nitrogen yang ditahan atau dipergunakan tubuh dengan jumlah nitrogen yang diserap.Menghitung dengan menggunakan daftar kandungan asam amino dan mutu cerna. Dinyatakan dalam angka cut off point 100. d. Protein Effeciency Rasio (PER) Menunjukkan tingkat kemanfaatan protein pangan yang dikonsumsi. Menghitung dengan menggunakan nilai SAA, mutu cerna dan total energy produk dan Dinyatakan dengan angka. 4. Mutu Fisik a. Densitas kamba (Muchtadi et al. 1992) Densitas kamba ditentukan dengan cara mengukur berat suatu produk yang dibutuhkan untuk mengisi suatu volume tertentu. Densitas kamba suatu bahan menunjukkan tingkat kepadatan bahan tersebut pada suatu volume (ruang) dengan berat tertentu. Suatu bahan dinyatakan kamba bila mempunyai nilai densitas kamba yang kecil, berarti untuk berat yang ringan dibutuhkan volume (ruang) yang besar. Gelas ukur 100 ml ditimbang, kemudian sampel dimasukkan ke dalamnya sampai volumenya mencapai 100 ml. Usahakan pengisian tepat tanda tera dan jangan dipadatkan. Gelas ukur berisi sampel ditimbang dan selisih berat menyatakan berat sampel per 100 g. Densitas kamba dinyatakan dalam g/ml. b. Daya Alir (Viskositas) Viskositas adalah suatu cara untuk menyatakan berapa daya tahan dari aliran yang diberikan oleh suatu cairan. Kebanyakan viskometer mengukur kecepatan dari suatu cairan mengalir melalui pipa gelas (gelas kapiler), bila cairan itu mengalir cepat maka berarti viskositas dari cairan itu rendah (misalnya air). Dan bila cairan itu mengalir lambat, maka dikatakan cairan itu viskositas tinggi. Viskositas dapat diukur dengan mengukur laju aliran cairan yang melalui tabung silinder. Cara ini merupakan salah satu cara yang paling mudah dan dapat digunakan baik untuk cairan maupun gas. Menurut poiseulle, jumlah volume cairan yang mengalir melalui pipa per satuan waktu.(Dudgale,1986)

5. Mutu Organoleptik Mengukur tingkat kesukaan terhadap mutu produk yang menggunakan kemampuan panca indra. Dianalisis menggunakan uji skala kesukaan Uji organoleptik dilaksanakan dengan menggunakan metode hedonik scale scoring. Skala kesukaan dinyatakan dalam empat tingkat yaitu 1 “sangat suka”, 2 “suka”, 3 “tidak suka”, 4 11

“sangat tidak suka”. Dan yang diuji pada organoleptic ini adalah aroma,rasa, tekstur dan warna. C. Alat dan Bahan Tabel 1.2 Alat dan Bahan Alat

Bahan

Baskom sedang

Susu skim

Gelas ukur

Minyak

Timbangan

Gula pasir

Panci

Mineral mix

Sendok

Air

Mill Gelas saji

D. Cara Pembuatan (alur kerja) a. Bahan mentah 

Susu skim



Minyak



Gula pasir



Mineral mix



air

12

b. Cara pembuatan siapkan gula, minyak, dan susu

Campurkan gula, minyak, dan susu sedikit demi sedikit secara bergantian sampai bahan habis.

Sissiapkan air hangat ± 100 ml

Masukan bahan ½ jadi kedalam air sedikt demi sedikit

Masukkan larutan mineral mix (20/20/27) ml kedalam gelas ukur

Masukan sedikit demi sedikit secara bergantian denangan bahan ½ jadi sampai habis

Sambil ditambahkan air hangat sampai 1000 ml

Formula WHO F-75, F-100, F-135 Diagram 1. Alur Cara Pembuatan

13

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Tabel 1.3 Analisis Cara Pembuatan Formula WHO F-75, F-100, F-135

Bahan mentah

Gambar

Siapkan bahan

Bahan ½ jadi Campurkan gula, minyak, dan susu sedikit demi sedikit secara bergantian sapai bahan habis

Siapkan air hangat ± 100 ml, lalu masukan bahan ½ jadi kedalam air sedikit.

Masukan larutan mineral mix ( 20/20/27 ml )kedalam gelas sedikit demi sedikit secara 14

bergantian dengan bahan ½ jadi sampai habis. Sambil di tambahkan air hangat sampai 1000 ml

Formula F-75, F-100, & F-135

1. Mutu Kimiawi

Tabel 1.4 Kandungan zat gizi F-75 Bahan

BB

ENERGI

PROTEIN

LEMAK

KH

Formula

( gr )

( kkal )

( gr )

( gr )

( gr )

Susu skim

25

92.0

8.9

0.5

12.9

Minyak

30

258.6

0

30

0

Gula pasir

100

387.0

0

0

99.9

Mineral mix

20

0

0

0

0

737.6

8.9

30.5

112.8

TOTAL

15

Tabel 1.5 Kandungan zat gizi F-100 Bahan

BB

ENERGI

PROTEIN

LEMAK

KH

Formula

(gr)

(kkal)

(gr)

(gr)

(gr)

Susu skim

85

312.9

30.3

1.8

43.8

Minyak

60

517.3

0

60

0

Gula pasir

50

193.5

0

0

50

Mineral mix

20

0

0

0

0

1023.6

30.3

61.8

93.7

TOTAL

Tabel 1.6 Kandungan zat gizi F-100 Bahan

BB

ENERGI

PROTEIN

LEMAK

KH

Formula

(gr)

(kkal)

(gr)

(gr)

(gr)

Susu skim

90

331.3

32.1

1.9

46.3

Minyak

65

560.4

0

65

0

Gula pasir

65

251.5

0

0

64.9

Mineral mix

27

0

0

0

0

1143.1

32.1

66.9

111.3

TOTAL 2. Mutu Protein

Tabel 1.7 Mutu Protein F-75

ZAT GIZI

No 1 1 2 3 4

Bahan 2 Susu skim Minyak Gula pasir Mineral mix JUMLAH MUTU CERNA TEORITIS (MC) SAA NPU PE-Rasio

Berat (g) 3 25 30 100 20

Energi Protein Lemak (kkal) (g) (g) 4 5 6 92 8.9 0.5 258.6 0 30 387 0 0 0 0 0 737.6 8.9 30.5

MC-BA (tabel) 7 100 0 0 0

Protein x MC-BA 8=5x7 890 0 0 0 890 100 282 282 38.38

16

Tabel 1.8 Mutu Protein F-100

ZAT GIZI Berat

Energi Protein Lemak

MC-BA

Protein x MC-BA

No

Bahan

(g)

(kkal)

(g)

(g)

(tabel)

1

2

3

4

5

6

7

1

Susu skim

85

312,9

30,3

1,8

100

2

Minyak

60

517,3

0

60

0

0

3

Gula pasir

50

193,5

0

0

0

0

4

Mineral mix

20

0

0

0

0

0

30,3

61,8

1023,7

JUMLAH

8=5x7

100

3030

3030

MUTU CERNA TEORITIS (MC)

100

SAA

9,31

NPU

9,31

PE-Rasio

0,10

Tabel 1.9 Mutu Protein F-135

ZAT GIZI Berat

Energi

Protein

Lemak

MC-BA

Protein x MC-BA

No

Bahan

(g)

(kkal)

(g)

(g)

(tabel)

1

2

3

4

5

6

7

1

Susu skim

90

331,3

32,1

1,9

100

2

Minyak

65

560,4

0

65

0

0

3

Gula pasir

65

251,5

0

0

0

0

4

Mineral mix

27

0

0

0

0

0

1143,1

32,1

66,9

JUMLAH MUTU CERNA TEORITIS (MC)

100

8=5x7 3210

3210

100 17

SAA

8,79

NPU

8,79

PE-Rasio

0,09

3. Mutu fisik a. Densitas Kambah Gelas ukur 100 ml ditimbang, kemudian sampel dimasukkan ke dalamnya sampai volumenya mencapai 100 ml. Usahakan pengisian tepat tanda tera dan jangan dipadatkan. Gelas ukur berisi sampel ditimbang dan selisih berat menyatakan berat sampel per 100 g. Densitas kamba dinyatakan dalam g/ml. b. Daya Alir (Viskositas) Viskositas biasanya diterima sebagai “kekentalan” atau penolakan terhadap penuangan. Viskositas menggambarkan penolakan dalam fluid kepada aliran dapat dipikir sebagai cara untuk mengukur gesekan fluid. Prinsip dasar penerapan viskositas digunakan dalama sifat alir zat cair atau rgeologi. Rheologi merupakan ilmu tentang sifat alir suatu zat. Rheologi terlibat dalam pembuatan, pengemasan atau pemakaian, konsistensi, stabilitas dan ketersediaan hayati sediaan. (Moechtar, 1990). Cara menentukan viskositas suatu zat menggunakan alat yang dinamakan viskometer.

4. Uji Organoleptik F-75

F-100

F-135

Kuning

Putih kekuningan

Putih kekuningan

Aroma

Agak amis,Khas susu

Khas susu

Khas susu

Rasa

Hambar

Hambar

Hambar

Viskositas

Tinggi

Tinggi

Tinggi

Warna

B. Pembahasan KEP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi macro nutrient (zat gizi makro). Meskipun sekarang ini terjadi pergeseran masalah gizi dari defisiensi macro nutrient kepada defisiensi micro nutrient, namun beberapa daerah di Indonesia prevalensi KEP masih tinggi (> 30%) sehingga memerlukan penanganan intensif dalam upaya penurunan prevalensi KEP.

18

Formula WHO 75, 100 dan 135 merupakan formula yang diperuntukkan bagi penatalaksanaan kasus Gizi buruk pada balita dan anak-anak.Pembuatan Formula WHO F75, F100, F135 ini didasarkan pada Buku Petunjuk Penatalaksanaan Anak Gizi Buruk Buku I dan II. Formula ini dibuat dengan campuran komposisi bahan yang sama dengan berat komposisi yang berbeda pada setiap Formula. Komposisi bahan tersebut antara lain gula pasir, minyak kelapa,susu skim dan mineral mix yang dilarutkan dengan 1000 ml air. Formula ini dibuat dengan mencampurkan sedikit demi sedikit bahan-bahan secara bergantian sambil diaduk, sebelum dicampurkan gula terlebih dahulu di copper/digiling menggunakan dry mill hingga menjadi tepung gula/gula halus, tekhnik tersebut dilakukan agar formula tidak menggumpal dan homogen antara minyak dan susu serta mempermudah ahli gizi dalam mendistribusikan kepada pasien dengan cara dimasukkan kedalam beberapa plastic. Setelah bahan-bahan formula tercampur tambahkan 8 gram/1 bungkus mineral mix yang telah dilarutkan kedalam 20ml air lalu larutkan dengan 1000 ml air. Analisis gizi dilakukan untuk mengetahui jumlah energy, protei, lemak dan karbohidrat yang terkandung di dalam bahan makanan diperoleh dari hasil perhitungan menggunakan DKBM. Dari analisis gizi diketahui F-75 memiliki energy 737.6kal protein 8.9 gr ,lemak 30.5 gr, dan Kh 112.8 gr kemudian F-100 memiliki energy 123.6 kal protein 30.3 gr , lemak 61.8 gr, Kh 93.7 gr dan F-135 energi 1143.1 kal, protein 32.1 gr, lemak 66.9 gr, dan Kh 111.3 gr. Berdasarkan hasil perhitungan kandungan zat gizi F135 memiliki kandungan zat gizi lebih besar dari pada formula yang lainnya baik dari segi energi, protein, lemakl dan karbohidrat. Hal ini dikarenakan Formula F-135 diberikan kepada anak gizi buruk pada fase Rehabilitasi dimana pada fase ini anak KEP membutuhkan energy dan protein yang tinggi yaitu sebesar 150-220 kkal/kgBB/ hari dan protein sebesar 4-6 gram/kgBB/hari untuk mengejar tumbuh kembangnya (Kemenkes RI, 2011 dalam buku Penatalaksanaan Anak Gizi Buruk II).

Penilaian mutu protein yang dilakukan meliputi SAA, mutu cerna, dan MPU dari perhitungan SAA diketahui bahwa nila SAA terbesar pada F-75 282%, Mutu cerna teoritis pada ke 3 formula adalah 100% dan nilai NPU dari 3 formula yang terbesar adalah F-75 282. Pada praktikum ini kami tidak melakukan uji organoleptik menggunakan panelis dalam jumlah besar melainkan hanya dilakukan oleh tiga panelis yaitu para anggota 19

kelompok, yang didapatkan adalah untuk viskositas dan rasa pada ketiga formula memiliki hasil yang sama, terdapat perbedaan pada aroma dan warna dari formula dikarenakan pada saat praktikum menggunakan jenis susu yang berbeda yaitu pada F-75 menggunakan susu skim (sesuai dengan standar) sedangkan F-100 dan F-135 menggunakan susu full cream untuk menggantikan susu skim yang telah habis terpakai.

20

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. KEP merupakan salah satu masalah gizi utama di Indonesia. KEP disebabkan karena defisiensi macro nutrient (zat gizi makro).Formula WHO 75, 100 dan 135 merupakan formula yang diperuntukkan bagi penatalaksanaan kasus Gizi buruk pada balita dan anak-anak. 2. Hasil perhitungan kandungan zat gizi F-135 memiliki kandungan zat gizi lebih besar dari pada formula yang lainnya baik dari segi energi, protein, lemakl dan karbohidrat. Hal ini dikarenakan Formula F-135 diberikan kepada anak gizi buruk pada fase Rehabilitasi dimana pada fase ini anak KEP membutuhkan energy dan protein yang tinggi yaitu sebesar 150-220 kkal/kgBB/ hari dan protein sebesar 4-6 gram/kgBB/hari untuk mengejar tumbuh kembangnya. 3. Penilaian mutu protein yang dilakukan meliputi SAA, mutu cerna, dan MPU dari perhitungan SAA diketahui bahwa nila SAA terbesar pada F-75 282%, Mutu cerna teoritis pada ke 3 formula adalah 100% dan nilai NPU dari 3 formula yang terbesar adalah F-75 282.

B. Saran 1. Penyampuran komposisi bahan harus dilakukan dengan hati-hati secara perlahan dan bergantian dengan terlebi dahulu menggiling gula pasir menjadi bubuk gula/gula halus untuk menghinmdari penggumpalan dan ketidak homogenan formula pada saat pemberian cairan. 2. Persiapan praktikum dilakukan jauh-jauh hari dengan menyiapkan alat dan bahan serta semua keperluan lain yang diperlukan.

21

DAFTAR PUSTAKA

Amir, Syarif.dr, dkk.2007. Farmakologi dan Terapi. Edisi kelima. Jakarta : Gaya Baru Aritonang, Evawany. 2004. Kurang Enenrgi Protein (Protein Enenrgy Malnutrition). Sumatra Utara. Universitas Sumatra Utara. Departemen Kesehatan RI. 2006 Petunjuk teknis tatalaksana anak gizi buruk. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Depkes RI..h.1-14. Depkes RI. Petunjuk Teknis Tata Laksana Anak Gizi Buruk Buku I. Jakarta: Direktorat Jendral Bina Gizi Masyarakat; 2013. Depkes RI. Petunjuk Teknis Tata Laksana Anak Gizi Buruk Buku II. Jakarta: Direktorat Jendral Bina Gizi Masyarakat; 2013. Kemenkes RI. Riset kesehatan Dasar. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia; 2013. Martin, A., J. Swarbrick, dan A. Cammarata. 2008. Farmasi Fisika 2 Edisi Ketiga . Jakarta : UIPress. Mohsen MA, Salwa MS, Saleh MT, Oraby FS, Wafay HA. Plasmaghrelin in marasmic infant. Australian Journal of Basic and Applied Science. 2008;2(4):1315-1319. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. 2007. Buku ajar pediatri rudolph.Edisi 2.Jakarta: EGC. p. 1122-1123. Supariasa IDN, 2002. Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta. The United Nations Children’s Fund (UNICEF). Progress for children a report card on nutrition. Unicef. 2006;4. p. 1-5. Wulandari, Retno Eko.2012, Hubungan kurang Energi protein dengan perkembangan anak balita di desa bowongso kecamatan kalikajar kabupaten wonosobo tahun 2012.Yogyakarta

22

Related Documents


More Documents from "NuRy YanThie"