Makalah Adverse Event Dan Teknologi.docx

  • Uploaded by: Nurul Annisa Issang
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Adverse Event Dan Teknologi.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 4,031
  • Pages: 22
Loading documents preview...
ADVERSE EVENT DAN PENGGUNAAN TEKNOLOGI DALAM PENINGKATAN KESELAMATAN PASIEN

OLEH: KELOMPOK 3 INTAN SYARIF

(R011181310)

PUTRI ZAKINA

(R011181312)

WAODE SITTI ALIF MU’ARIFAH

(R011181314)

NURFADILA YAHYA

(R011181318)

AN.TIZA PURNAMA

(R011181320)

WIWI SAPUTRI

(R011181322)

WULANDARI

(R011181324)

ANNISA RAMADHANI PUSPANINGRUM

(R011181326)

REBECCA MARIA CLARET

(R011181328)

NASRAWATI

(R011181330)

ANNISA NUR RAMADHANI

(R011181332)

IRAWAN PATMA WATI

(R011181336)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS HASANUDDIN TAHUN AKADEMIK 2018/2019

KATA PENGANTAR Assalamualaikum Wr.Wb. Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya lah makalah yang berjudul “Adverse Event dan Penggunaan Teknologi Dalam Keselamatan Pasien” dapat selesai tepat waktu. Ucapan terima kasih kami tujukan kepada dosen pembimbing mata kuliah Kesehatan dan Keselamatan Kerja Andi Wahyuni, SKM., M.Kes. serta kepada teman-teman sekalian yang turut serta berpartisipasi dalam penyelesaian makalah ini. Adapun makalah ini berisi mengenai uraian adverse event dan penggunaan teknologi dalam peningkatan keselamatan pasien. Kami sebagai penulis menyadari bahwa makalah ini tentu jauh dari kata sempurna. Untuk itu, kami berharap agar para pembaca dapat memberikan saran serta kritik yang membangun dalam makalah ini.Kami pun juga berharap agar makalah ini dapat menambahkan wawasan para pembaca. Wassalamualaikum Wr.Wb. Makassar, 12 Oktober 2019

Penulis

ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................................ ii Daftar Isi................................................................................................................. iii Bab I Pendahuluan ..................................................................................................1 1.1 Latar Belakang........................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................2 1.3 Tujuan Penulisan ....................................................................................2 Bab II Pembahasan ...................................................................................................3 2.1 Adverse event dalam dunia kesehatan ......................................................3 2.2 Penggunaan teknologi dalam meningkatkan keselamatan pasien ............7 Bab III Penutup ......................................................................................................16 3.1 Kesimpulan .............................................................................................16 3.2 Saran .......................................................................................................16 Daftar Pustaka ........................................................................................................17

iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan berkembang sangat pesat, sehingga menimbulkan peluang sekaligus tantangan pada mutu pelayanan di rumah sakit. Rumah sakit merupakan organisasi padat karya dikarenakan banyaknya jenis tenaga profesional maupun tenaga nonprofesional yang terlibat dalam pelayanan di rumah sakit. Persaingan antarrumah sakit merupakan faktor eksternal yang berpengaruh pada manajemen rumah sakit yang perlu diperhatikan. Hampir setiap tindakan medik di rumah sakit terdapat potensi risiko. Banyaknya jenis obat, jenis pemeriksaan dan prosedur, serta jumlah pasien dan staf rumah sakit yang cukup besar, merupakan hal yang potensial bagi terjadinya kesalahan medis (medical errors). Publikasi WHO pada tahun 2004, mengumpulkan angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara: Amerika, Inggris, Denmark, dan Australia, ditemukan KTD dengan rentang 3,2-16,6%. Dengan data-data tersebut, berbagai

negara

mulai

berkonsentrasi

melakukan

penelitian

dan

mengembangkan Sistem Keselamatan Pasien (Depkes RI, 2006). Organisasi kesehatan

dunia

(WHO)

pada

tahun

2011

mengembangkan

dan

mempublikasikan Kurikulum Panduan Keselamatan Pasien (Patient Safety Curriculum Guide), yang menyoroti keselamatan pasien (patient safety), keterampilan yang berorientasi pada keselamatan pasien, sikap dan perilaku untuk semua profesional kesehatan. Patient safety adalah tidak terdapatnya pencegahan terhadap kejadian yang membawa trauma kepada pasien selama proses perawatan kesehatannya. Penerapan dari patient safety adalah suatu upaya yang dikoordinasikan untuk mencegah terjadinya trauma yang disebabkan oleh proses dari perawatan kesehatan dirinya sendiri selama pasien tersebut dirawat. Berkaitan dengan patient safety, pelayanan keperawatan memiliki peran yang besar dalam

1

pelayanan di rumah sakit, bukan hanya dari jumlah tenaga keperawatan yang banyak akan tetapi pelayanan yang terus menerus dan berkesinambungan. Kinerja perawat dalam penerapan keselamatan pasien berhubungan erat dengan upaya mencegah KTD terhadap pasien. Menteri Kesehatan RI pada tahun 2005 mencanangkan gerakan nasional keselamatan pasien (patient safety) di rumah sakit. Saat ini, berbagai rumah sakit sudah mulai menerapkan sistem informasi rumah sakit berbasis komputer untuk mendukung pelayanan kesehatan yang tersedia, peran penting teknologi informasi juga tidak lepas dari potensinya untuk mencegah medical error. Teknologi informasi dapat berperan dalam mencegah kejadian medical error melalui tiga mekanisme yaitu pencegahan adverse event, memberikan respon cepat segera setelah terjadinya adverse event dan melacak serta menyediakan umpan balik mengenai adverse event. 1.2 Rumusan masalah 1. Bagaimana adverse event dalam dunia kesehatan? 2. Bagaimana penggunaan teknologi dalam meningkatkan keselamatan pasien? 1.3 Tujuan penulisan 1. Mengidentifikasi adverse event dalam dunia kesehatan; 2. Mengidentifikasi penggunaan teknologi dalam meningkatkan keselamatan pasien.

2

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Adverse Event Dalam Dunia Kesehatan Adverse event adalah setiap kejadian medis yang tidak diinginkan pada pasien, yang tidak harus memiliki hubungan sebab akibat dengan intervensi percobaan. Dengan kata lain adverse event merupakan kondisi pasien yang mengalami cedera akibat ada atau tidak adanya tindakan yang diberikan dan berpotensi menyebabkan hal tak terduga terjadi sehingga membahayakan keselamatan tenaga medis maupun pasien. Adverse event bisa terkait dengan penggunaan obat, vaksin, atau perangkat medis (secara kolektif dikenal sebagai barang terapi). Efek samping termasuk efek samping pada obatobatan dan vaksin, dan masalah atau insiden yang melibatkan perangkat medis. Kejadian tak terduga (KTD) atau tidak diinginkan sebagai akibat negatif dari manajemen di bidang kesehatan, yang

tidak terkait dengan

perkembangan alamiah penyakit atau komplikasi penyakit yang mungkin terjadi (London Health Sciences Centre). 2.1.1 Insiden Adverse Event diklasifikasikan sebagai berikut : a. Mengakibatkan kematian atau cedera yang serius disebut Kejadian Sentinel; b. Belum sampai terpapar ke pasien disebut Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat KNC; c. Sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera disebut Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC; d. Berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.disebut Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC. 2.1.2 Selain itu adapula klasifikasi lain dari Adverse event yakni sebagai berikut: a) Adverse

Events

(AEs)

adalah

tanda-tanda

yang

tidak

menguntungkan dan tidak diinginkan, termasuk hasil laboratorium

3

yang abnormal, gejala atau penyakit yang berhubungan dengan pengobatan. Ini harus selalu disimpan pada formulir laporan kasus/Case Report Form(CRF) dan dalam catatan medis pasien kecuali protokol menyatakan lain. b) Adverse Reactions (ARs) adalah efek samping tetapi kausal terkait untuk produk obat yang diteliti. Setiap tanggapan yang tidak diinginkan dan tidak diinginkan terhadap intervensi uji coba, dengan dosis berapa pun yang diberikan, termasuk semua AEs yang dinilai oleh penyelidik pelapor atau sponsor sebagai yang memiliki hubungan sebab akibat yang wajar dengan intervensi uji coba. c) Serious Adverse Events (SAEs) didefinisikan sebagai setiap kejadian yang tak diinginkan medis yang pada setiap hasil dosis kematian, rawat inap atau perpanjangan rawat inap yang ada, terusmenerus atau signifikan cacat/ketidakmampuan atau bawaan anomali atau cacat lahir. Peristiwa ini harus segera dilaporkan kepada sponsor. d) Suspected Serious Adverse reactions (SSARs) adalah setiap ARs dianggap konsisten dengan informasi yang tersedia tentang Investigational Medicinal Product (IMP). Mereka harus ditinjau secara berkala untuk melihat apakah profil dari setiap IMP telah berubah dan catatan yang terbuat dari ini. e) Suspected Unexpected Serious Adverse Reactions (SUSARs) adalah setiap peristiwa diduga disebabkan oleh IMP, tetapi yang tidak konsisten dengan informasi tentang IMP. 2.1.3

Penyebab Kejadian Tak Terduga, diantaranya sebagai berikut: a. Alat kesehatan 

Defect (bawaan pabrik);



Pemeliharaan yang tidak memadai;



Alat kesehatan dimodifikasi sendiri;



Penyimpanan alat kesehatan yang tidak memadai;



Penggunaan yang tidak sesuai prosedur; 4



Tidak mengacu SOP alat kesehatan;



Minimnya buku manual atau kurangnya pelatihan.

b. Sumber Daya manusia 

Interaksi SDM dengan teknologi, dengan sistem, dengan



Situasi yang dinamis pada 3 tingkatan.

c. Organisasi– budaya, kebijakan and prosedur, standar; d. Tim – pelatihan, komunikasi, kepedulian; e. Individu – personal error control, self awareness. Dalam menjalankan perannya, perawat bisa melakukan kesalahan, kekeliruan dalam proses perawatan (nursing errors) meliputi: kurangnya perhatian dan kepedulian, keputusan yang tidak tepat, kekeliruan pemberian obat, tidak berani membela kepentingan pasien, tidak melakukan usaha preventif, tidak/salah menjalankan perintah dokter, dan kelalaian/kesalahan dokumentasi (Benner, 2002 cit. Santoso, 2012). Adverse event atau kejadian tidak diharapkan menjadi faktor pembentukan Sasaran Keselamatan Pasien guna memperbaiki keselamatan pasien secara spesifik. Sasaran ini lebih menyoroti bagian yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan yang ada dengan menyertakan bukti dan solusi atas permasalahan tersebut. Sasaran ini pun berpedoman pada Nine LifeSaving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007). Dalam rangka menghindari adverse events ini maka para tenaga medis perlu menerapkan budaya keselamatan pasien yang dibarengi dengan kesadaran tenaga medis khususnya perawat terhadap keselamatan pasien. Selain itu hampir dari setengah kejadian tidak diharapkan ini dapat dicegah dengan memfokuskan intervensi pada sumber daya yang berkaitan. Adapula penerapan sistem pendukung keputusan (SPK) yang diintegrasikan dengan sistem informasi klinik. Terdapat hasil penelitian di rumah sakit Korea oleh Kim dkk pada tahun 2013 yang menunjukkan adanya faktor-faktor yang memengaruhi pentingnya manajemen keselamatan pasien yakni terlaksananya kontak antara tenaga medis dan pasien, jam kerja mingguan, pendidikan dalam mengatur 5

keselamatan pasien, serta sistem konstruksi manajemen keselamatan pasien. Ada pula hasil penelitian di rumah sakit Amerika Serikat oleh Hawkins dan Flynn pada tahun 2015 terhadap pasien rawat jalan hemodialysis. yang menunjukkan bahwa budaya keselamatan pasien yang positif merupakan variabel penting bagi hasil pasien yang optimal dalam pengaturan rawat jalan. Selain penerapan budaya keselamatan pasien, fokus pada intervensi, penerapan sistem pendukung keputusan, serta aplikasi barcode obat di rumah sakit, adverse events juga dapat dihindari dengan melakukan budaya pelaporan dan respon tidak menghukum terhadap kesalahan perawat. Dalam kasus ini, kita perlu mengetahui akar permasalahan sesungguhnya sehingga dapat dibentuk sistem yang baru agar insiden serupa tidak terjadi. Hasil penelitian di rumah sakit Denmark oleh Marius Brostrom Kousgaard, dkk pada tahun 2012 yang menunjukkan rendahnya pelaporan insiden dikarenakan kurangnya kegunaan praktis, masalah waktu dan usaha di klinik, dan pertimbangan kesesuaian berkaitan dengan profesional lainnya. Dalam memberi perawatan pada pasien, tenaga medis biasanya akan ‘memperbaiki dan melupakan’ dengan alasan keamanan yag bersifat tetap. Mereka tidak perlu melaporkan sebab mampu menanganinya sendiri dan baru melaporkan saat terjadi cedera. Hal ini berdasar pula pada penelitian oleh Hewitt & Chreim pada tahun 2015 di rumah sakit Ontario, Kanada yang menunjukkan adanya perawat yang mampu menangani cedera dan tidak perlu melaporkan karena bukan Ia yang menyebabkan cedera pada pasien serta memprioritaskan pemecahan masalah pasien tersebut sebagai sesuatu yang unik dan satu waktu. Namun, tindakan ini

harusnya

diganti

dengan

tindakan

‘memperbaiki

dan

melaporkan’ yang lebih tepat untuk keselamatan pasien sebagai upaya preventif. Sebagai perawat profesional, kita perlu menerapkan perbaikan dan pelaporan atas insiden yang menimpa pasien utamanya pemberian obat injeksi intravena yang seringkali menjadi kesalahan dan jarang dilaporkan. Pelaporan ini perlu menyertakan kejadian yang sudah terjadi, potensi yang 6

akan terjadi, dan hal yang nyaris terjadi. Hal ini perlu dilakukan untuk kualitas pelayanan dan keselamatan pasien itu sendiri. Tingkat pelaporan insiden sangat berpengaruh terhadap tingkat budaya keselamatan pasien. Semakin banyaknya pelaporan, maka penanganan diri terhadap keselamatan pasien akan ditingkatkan seiring dengan evaluasi yang dilakukan sehingga insiden yang sama tidak akan terjadi lagi. Pelaporan insiden ini dapat dilakukan melalui kebijakan, alur pelaporan, formulir pelaporan dan prosedur pelaporan yang harus disosialisasikan pada seluruh karyawan atau tenaga medis di rumah sakit. 2.2 Penggunaan teknologi dalam peningkatan keselamatan pasien Penggunaan teknologi informasi dalam pelayanan kesehatan memberikan kontribusi pada efektifitas pelayanan kesehatan. Seperti yang disebutkan di latar belakang bahwa teknologi dapat mencegah kejadian medical error melalui mekanisme berikut: a) Pencegahan adverse event Pencegahan adverse event yang lebih riil adalah penerapan sistem pendukung keputusan (SPK) yang diintegrasikan dengan sistem informasi klinik. Berbagai macam contoh SPK mampu memberikan alert kepada dokter yang muncul secara cepat pada situasi kritis yang kadang membahayakan keselamatan pasien. Pencegahan

adverse

event

juga

dapat

dilakukan

melalui

pengembangan berbagai aplikasi yang memungkinkan pemberian obat serta dosis secara akurat. Penggunaan barcode serta barcode reader untuk kemasan obat akan mencegah kesalahan pengambilan obat. b) Memberikan respon cepat setelah terjadinya adverse event. Sistem informasi klinik yang baik akan mampu memberikan umpan balik secara cepat jika terjadi kesalahan atau adverse event. Contoh yang menarik adalah pengalaman penarikan obat Rofecoxib (keluaran Merck). Begitu FDA mengeluarkan rilis mengenai penarikan obat tersebut, salah satu rumah sakit di AS dengan cepat mengidentifikasi seluruh pasien yang masih mendapatkan terapi obat

7

tersebut, kemudian memberitahukan secara tertulis maupun elektronik mengenai penghentian obat tersebut dan memberikan saran untuk kembali ke rumah sakit agar mendapatkan obat pengganti. Semua surat kepada 11 ribuan pasien terkirim sehari kemudian. Dalam waktu 7 jam dokter yang menggunakan sistem informasi klinik pun tidak akan menemukan daftar obat tersebut dalam daftar peresepan, karena sudah langsung dikeluarkan dari database obat. c) Melacak dan menyediakan umpan balik secara cepat Teknologi database dan pemrograman saat ini memungkinkan pengolahan data pasien dalam ukuran terra byte secara cepat. Metode datawarehouse dan datamining memungkinkan komputer mendeteksi pola-pola tertentu dan mencurigakan dari data klinis pasien. Metode tersebut relatif tidak memerlukan operator untuk melakukan analisis, tetapi komputer sendirilah yang akan memberikan hasil analisis dan interpretasi tersebut. Oleh karena itu, istilah rekam kesehatan elektronik menjadi kata kunci. Ketika data rekam medis pasien, obat, protokol klinik, aset rumah sakit diintegrasikan dalam suatu database elektronik rumah sakit dapat mewujudkan tiga hal tersebut di atas. Dalam hal ini, terdapat bentuk-bentuk penerapan teknologi dalam melacak dan menyediakan umpan balik yang diantaranya: 1. Human Factors Engineering (HFE) pada ruang rawat pediatrik. HFE sama dengan FCC dalam penerapannya pada pasien anak, dimana keluarga dan perawat bekerja sama untuk menghasilkan peningkatan kesehatan anaknya yang sedang mengalami hospitalisasi. 2. Computerized Iinformation System (CIS) yang digunakan pada kamar operasi dan intensive care unit membantu perawat dalam menentukan dan menghitung beban kerja yang diterimanya langsung.

Namun demikian untuk mengaplikasikan teknologi tersebut dalam pelayanan banyak hambatan dan kendala yang dihadapi. Tiga faktor

8

penghambat utama dalam penerapan teknologi informasi pada praktek klinik sehari-hari, yaitu: 1) Hambatan finansial, pengembangan sistem pendukung keputusan klinis memerlukan biaya tersendiri; 2) Belum adanya standar, sistem yang ada masih sangat bervariasi; 3) Hambatan kultural, penggunaan teknologi informasi belum dipandang sebagai suatu hal yang penting bagi para dokter dan manajer kesehatan. Pada situasi di negara berkembang seperti Indonesia, menurut pandangan penulis hambatan yang lain adalah penguasan teknologi informasi oleh para praktisi pelayan kesehatan. Terkait perkembangan teknologi informasi dan perkembangan pelayanan kesehatan saat ini tentunya akan berimbas pada tenaga kesehatan dan instansi pelayanan kesehatan. Petugas kesehatan diharapkan menyadari pentingnya penerapan teknologi dalam pelayanan kesehatan dan mau belajar untuk bisa menerapkannya. Bagi Instansi pelayanan kesehatan, walaupun tidak mudah untuk bisa menerapkan teknologi dalam pelayanan kesehatan, namun tetap harus dicoba karena tuntutan jaman dan melihat berbagai manfaat yang bisa diambil. Manajer pelayanan kesehatan perlu membuat team khusus untuk mengadopsi perkembangan teknologi, sehingga mereka akan siap dalam menerapkan pada organisasi pelayanan kesehatan. Beberapa dari banyak keunggulan teknologi dapat menyediakan termasuk memfasilitasi komunikasi antara tenaga medis, meningkatkan keamanan obat, mengurangi potensi kesalahan medis, meningkatkan akses ke informasi medis, dan mendorong perawatan yang berpusat pada pasien. Berikut ini adalah beberapa cara teknologi membantu meningkatkan keselamatan pasien: 1. Memfasilitasi Komunikasi antar Tenaga Medis; 2. Mengurangi Kesalahan Pengobatan; 3. Menyediakan Akses ke Informasi; 4. Meningkatkan Perawatan yang Berpusat pada Pasien.

9

Informatika dalam pelayanan kesehatan dimulai pada pengelolaan informasi keuangan yang mulai berkembang era tahun 60-an. Mulai sejak itu aplikasi komputer untuk pelayanan kesehatan berkembang. Pada akhir era 60-an Sistim informasi rumah sakit sudah memasukkan data tentang diagnosa serta informasi lain dalam rencana perawatan pasien. Teknologi yang digunakan dapat mengurangi kerja dengan kertas (paperwork) dan meningkatkan komunikasi serta menghemat waktu perawat. Salah satu awal program komputer yang bagus untuk perawatan pasien adalah Problem Oriented Medical Record Information System (PROMIS) yang dibuat oleh DR Lawrence Weed dari University Medical Center Burlington tahun 1968. Sistem ini menyediakan integrasi berbagai aspek pelayanan kesehatan termasuk tindakan pada pasien. Sistem ini menggunakan kerangka kerja POMR ( Problem Oriented Medical Record). Kemudian dilanjut pada tahun 1969 di Amerika dengan pembentukan Agency for Healthcare Research and Quality (AHRQ) yang menginisiasi penggunaan teknologi informasi untuk penelitian di bidang kesehatan. Pada tahun 1999, AHRQ melakukan evaluasi terhadap penerapan informasi,

sistem

pendukung

dalam

mengambil

keputusan,

dan

komputerisasi catatan medis pasien untuk meminimalisir medical error serta meningkatkan patient safety dan mutu dalam berbagai situasi pasien yang beragam. Sedangkan pada tahun 2001, penggunaan teknologi informasi terus dikembangkan oleh AHRQ, seperti menyediakan informasi klinis

yang

mendukung patient

safety yaitu

CLIPS–RFA/ Clinical

Informatics to Promote Patient Safety –Research Solicitations. Selain di Amerika Serikat, ternyata penggunaan teknologi informasi juga diterapkan di berbagai belahan negara lain, seperti di Inggris. Salah satu studi yang dilakukan di Inggris ditemukan bahwa rumah sakit yang menggunakan sistem Electronic Health Record (EHR) dan Electronic Medical Record (EMR) memiliki tingkat angka mortalitas

10

yang rendah dibandingkan dengan rumah sakit yang tidak menggunakan sistem tersebut. EHR sendiri diyakini dapat membantu mengurangi kesalahan penginputan peresepan obat dan menyediakan akses untuk mengambil keputusan klinis dalam alur kerja, serta memberikan kewaspadaan terhadap terjadinya medication error. Salah satu komponen penting dalam penerapan EHR di Inggris adalah tersedianya fitur Clinical Decision Support (CDS) termasuk safety screening yang otomatis dan notifikasi untuk mengingatkan klinisi terhadap kesalahan potensial ataupun kontrakdiksi sebelum menuliskan perawatan dan pengobatan bagi pasien. Penggunaan CDS disampaikan dapat memberikan output: 

Peningkatan patient safety dan kualitas pelayanan klinis;



Meningkatnya

kepatuhan

petugas

layanan

kesehatan

terhadap guideline; 

Mengurangi terjadinya medication error yang serius. Berdasarkan hasil analisis dan testing dari Aplikasi Computerized

Maintenance Management System (CMMS) pada Ruang Bedah oleh Rival Widyananda, Teguh Sutanto, dan Romeo tentang studi kasus di RS. Petrokimia Gresik dapat disimpulkan bahwa aplikasi tersebut layak dipergunakan sebab dinilai mampu memberikan solusi terhadap permasalahan perawatan aset yaitu : 1. Aplikasi CMMS mampu menginventarisasi aset dengan baik sehingga dapat memberikan informasi aset dengan lengkap seperti lokasi keberadaan aset, vendor yang digunakan, informasi tanggal terakhir dilakukan perawatan, interval Preventive Maintenance perawatan aset, dokumen cara penggunaan aset, dan sparepart aset tersebut melalui fitur Assets. 2. Aplikasi CMMS mampu memberikan informasi status ketersediaan aset (availability) ketika aset dibutuhkan, informasi yang ingin

11

ditampilkan dapat berdasarkan tanggal yang dipilih melalui fitur Report. 3. Aplikasi CMMS mampu mencatat semua perawatan (log work order) aset berupa informasi penanganan perawatan aset beserta status perawatan aset tersebut seperti prakiraan tanggal selesai dilakukan perawatan, tanggal selesai dilakukan perawatan, informasi mengenai instruksi perawatan aset serta siapa yang menangani pekerjaan perawatan aset tersebut melalui fitur Work Order dan dapat mencatat perawatan yang bersifat mendadak (Corrective Maintenance) agar dapat segera dilakukan perawatan aset, pencatatan tersebut melalui fitur Job Request. 4. Aplikasi CMMS mampu memberikan laporan hasil dokumentasi pemeliharaan aset berdasarkan filter tanggal dan tahun serta laporan status kondisi aset berdasarkan status pekerjaan aset pada Work Order. Laporan hasil dokumentasi pemeliharaan juga dapat disimpan berupa file pdf melalui fitur Report (Rival Widyananda, Teguh Sutanto, Romeo, 2017). Selain contoh teknologi di atas, terdapat pula bentuk kecanggihan teknologi lainnya dalam hal kesehatan diantaranya pencetakan 3D dapat digunakan untuk perawatan gigi khusus atau alat bantu dengar, realitas virtual yang dapat digunakan untuk membantu pasien dengan PTSD atau mengurangi kecemasan mereka sebelum atau sesudah operasi, augmented reality dapat digunakan untuk memengaruhi aplikasi kebugaran dan kesehatan atau membantu memandu tim bedah. Penerapan teknologi informasi yang tepat dan sesuai di bidang kesehatan jelas dapat memberikan manfaat yang nyata bagi upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Teknologi dalam pelayanan kesehatan disebut telehealth. Pada telehealth secara umum ada dua teknologi yang dalam pelayanan: store forward dan real time teknologi.

12

1. Teknologi simpan dan sampaikan (store and forward) misalnya gambar yang

didapatkan dari elektonik seperi teknologi x ray,

dapat dikirimkan pada spesialis untuk diinterpretasi. Gambar tersebut saja yang berpindah pindah. Radiologi, dermatologi, patologi

adalah

contoh

spesialisasi

yang

sangat

kelihatan

menggunakan teknologi 2. Teknologi real time Real time adalah teknologi yang membuat pasien dan provider berinteraksi dalam waktu yang sama. Banyak alat telekomunikasi yang memfasilitasi komunikasi dua arah menggunakan teknologi real time dalam telehealth. Teknologi real time juga dapat membuat alat untuk menstransimisikan gambar dari tempat yng berbeda. Misalnya kamera untuk mengobservasi keadaan klien. Teknologi real time memfasilitasi komunikasi dua arah baik audio maupun video, yang bisa digunakan dalam telehealth Sebagai kombinasi real time dan robotik, seorang dokter bedah dapat melakukan operasi dengan alat operasi khusus dari jarak tertentu. Prosedur ini disebut dengan telepresence. Telepresence menjadi salah satu sub bagian dari telehealth. Saat in masih sedang dikembangkan karena membutuhkan sistem yang 100 % reliable dan bandwith yang sangat tinggi. Telenursing

adalah

bagian

dari

telehealth.

Telenursing

menawarkan program kolabortif dan mengurangi biaya pasien. Sebagai contoh: konsultasi dengan perawat akan mengurangi angka kejadian masuknnya pasien dengan keadaan emergency ke Rumah Sakit. Telehealth juga bisa diaplikasikan dalam pendidikan, dengan mengunjungi satu bagian dengan bagian lain melalui halaman web. Pengalaman dari praktisi perawat dapat dipelajari oleh orang lain melalui halaman web. Telehealth

terdiri

dari

berbagai

jenis

bentuk

dan

telah

menunjukkan segi manfaatnya. Beberapa manfaat dari telehealth misalnya:

13

meningkatkan kualitas pelayanan, mengurangi waktu, meningkatkan produkstifitas akses, meningkatkan peluang belajar. Ada beberapa isu yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan telehealth yaitu : 1. Pembiayaan adalah hambatan dalam penyelenggaraan telehealth. Meskipun dijumpai bahwa telehealth banyak mempunyai manfaat. Pemerintah masih kurang dalam mengembangkan telehealth. 2. Aspek legal Aspek hukum menyatakan bahwa: warga negara harus dilindungi dari praktek petugas kesehatan yang tidak baik 3. Perhatian dalam apliksi tekhnologi dalam pelayanan kesehatan adalah keamaan/keselamatan pasien. Sistem pelayanan telehealth harus bisa menjamin keselamatan bagi pasien. Berkaitan dengan hal tersebut ANA (American Nursing Association) menerbitkan 3 pedoman telehealth yaitu : Prinsip dasar telehealth pada tahun 1998, kompetensi telehealth tahun 1999 dan mengembangkan protokol telehealth pada tahun 2001 4. Keamanan data Telehealth memerlukan pencatatan elektronik (elektronik health record), yang rawan akan privasi, kerahasiaan dan keamanan data. Sehingga penyelenggaraan telehealth harus bisa menjamin keamanan data. 5. Infrastruktur komunikasi Infrastruktur telekomunikasi merupakn bagian dari telehealth yang mempunyai biaya dengan prosentase paling besar. Isu yang lain, adalah alat untuk hubungan antarmuka (interface) akan sulit menyelenggarakan telehealth jika tidak ada saling hubungan (interkoneksi) antar alat. Rumah sakit harus seharusnya menerjemahkan patient safety ke dalam rencana strategis pengembangan sistem informasi rumah sakit. Dimulai dari pembentukan tim sistem informasi rumah sakit yang akan

14

menerjemahkan bisnis rumah ke dalam rencana strategis sistem informasi dan teknologi informasi, pengembangan infrastruktur (mulai dari database pasien elektronik, workstation), hingga ke pelatihan kepada staf medis, keperawatan dan non medis. Dengan begitu resep sukses suatu teknologi informasi untuk dapat meningkatkan mutu layanan kesehatan adalah adanya dukungan kultural dan kesiapan semua pihak dalam organisasi pelayanan kesehatan untuk berubah.

15

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Adverse event atau kejadian tak terduga adalah salah satu contoh dari kelalaian yang dilakukan oleh tenaga medis dan bisa menyebabkan keselamatan pasien terganggu. Adverse event ini memiliki banyak klasifikasi dan bisa disebabkan oleh alat kesehatan, sumber daya manusia, organisasi, tim, dan individu. Adverse event sendiri bisa dicegah melalui penerapan budaya keselamatan pasien yang dibarengi dengan kesadaran diri, sistem pendukung keputusan (SPK) yang diintegrasikan dengan sistem informasi klinik, aplikasi barcode untuk pengobatan, memfokuskan intervensi, hingga pemberlakuan sistem tindakan pelaporan utamanya dalam hal pemberian obat. Adapun penggunaan teknologi dalam dunia kesehatan akan sangat membantu apalagi untuk mencegah adverse event. Istilah teknologi dalam kesehatan disebut telehealth dan memiliki beragam manfaat. Namun, penggunaan teknologi bisa tak diterapkan dengan baik sebab adanya hambatan dari segi finansial, belum adanya standar, dan kultural. Resep sukses dari penggunaan teknologi ini adalah yang digunakan harus mudah dipahami, efektif, dan tersedia on site dalam pelayanan. 3.2 Saran

16

DAFTAR PUSTAKA Komite Keselamatan Kerja Pasien Rumah Sakit (KKPRS). (2015). Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) (Patient Safety Incident Report). Jakarta: Komite Keselamatan Kerja Pasien Rumah Sakit (KKPRS). Najihah. (2018). Budaya Keselamatan Pasien dan Insiden Keselamatan Pasien di Rumah Sakit: Literature Review. Makassar: Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muslim Indonesia. Indriarini, Lucia Evi. (2016). “Penerapan Teknologi Informasi Di RS Untuk Pelayanan Kesehatan Bermutu”. Widyananda, Rival, Teguh Sutanto, dan Romeo. (2017).

Rancang bangun

aplikasi computerized maintenance management system (cmms) pada ruang bedah (studi kasus : rs. petrokimia gresik). Jsika, vol. 6(1). Surabaya: Fakultas Teknologi dan Informatika Institut Bisnis dan Informatika Stikom. Sudaryanto, Agus dan Irdawati. (Maret 2008). Pemanfaatan Tekhnologi dalam Pelayanan Kesehatan. Berita Ilmu Keperawatan, vol. 1(1), p.48-50. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. Budiharjo, Andreas. (Mei 2008). Pentingnya safety culture di rumah sakit upaya meminimalkan adverse events. Jurnal Manajemen Bisnis vol. 1(1), p. 53-70. Parulian, T. S. Patient safety terkait dengan sistim teknologi informasi pada anak yang mengalami hospitalisasi. p.1-11. Pinzon, Rizaldy. (24 November 2007). Peran teknologi informasi untuk meningkatkan keamanan pengobatan di rumah sakit. Seminar Nasional Teknologi 2007, p.1-5.

17

Ismaniati, Christina. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam peningkatan kualitas pembelajaran. Hibbert, P. D., et al. (26 September 2016). The application of the global trigger tool: a systematic review. International Journal for Quality in Health Care, vol. 28 (6), p. 640-649. Istifada, Rizkiyani, et al. (2017). Pemanfaatan teknologi telehealth pada perawat di layanan homecare. Nursing Current, vol.5 (1), p. 51-61 Coomarasamy, Arri, et al. (Mei 2016). Promise: first-trimester progesterone therapy in women with a history of unexplained recurrent miscarriages – a randomised, double-blind, placebo-controlled, international multicentre trial and economic evaluation. Health Technology Assesment, vol. 20(41), p.8788. Therapeutic Goods Administration. (7 November 2018). Reporting adverse events. Department of Health: Australian Government, diakses pada 12 Oktober 2019, Foisey, C. Q. (1 Maret 2017). 4 ways technology is improving patient safety, Health

IT

Outcomes,

diakses

tanggal

12

Oktober

2019,

. Fuad, Anis. (14 September 2005). Teknologi informasi untuk patient safety, Anis Fuad, diakses tanggal 12 Oktober 2019, Classification of adverse events. North Bristol NHS Trust, diakses tanggal 12 Oktober 2019, .

18

Guest Author. (23 Februari 2018). How technology is improving patient care, The Caregiver

Space,

diakses

tanggal

12

Oktober

2019,



19

Related Documents


More Documents from "barrock"