Progeria

  • Uploaded by: Rosalia 'oca'
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Progeria as PDF for free.

More details

  • Words: 2,281
  • Pages: 11
Loading documents preview...
TUGAS PSIKOLOGI PERKEMBANGAN I

PROGERIA

Oleh : Rosalia Tri Linggar R.

M2A008080

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008

• DEFINISI PROGERIA Kasus

progeria

pertama

kali

dikemukakan oleh Dr. Jonathan

Hutchinson

pada tahun 1886 dan oleh

Dr.

Gilford

Hastings

pada

1904. penyakit disebut

tahun

Sehingga ini

sering sebagai

Hutchinson - Gilford Progeria

Syndrome

(HGPS). Progeria melaporkan insiden sekitar 1 dalam 4 - 8 juta kelahiran. Ini akan mempengaruhi kedua jenis kelamin dan semua ras sama. Dalam 15 tahun terakhir, anak-anak dengan Progeria telah dilaporkan di seluruh dunia, termasuk di Aljazair, Argentina, Australia, Austria, Kanada, Cina, Kuba, Inggris, Prancis, Jerman, Israel, Italia, Mexico, Belanda, Polandia, Puerto Rico, Afrika Selatan, Amerika Selatan, Korea Selatan, Swiss, Turki, AS, Venezuela, Vietnam dan Yugoslavia. Progeria adalah kelainan genetic yang memang sangat jarang terjadi. Progeria berasal dari bahasa Yunani yaitu, geras yang berarti usia tua. Si penderita mengalami penuaan dini dengan kecepatan yang berkisar 4-7 kali lipat dari proses penuaan normal. Apabila si anak yang mengalami progeria berumur 10 tahun, maka penampilannya akan tampak seperti orang yang berusia 40-70 tahun. Artinya, semua organ tubuh anak ini, termasuk organ pernafasan, jantung, maupun sendi-sendinya sudah mengalami kerentaan. Penjelasan ilmiahnya, telah terjadi mutasi gen tunggal yaitu pada gen LMNA yang bertanggungjawab terhadap pembentukan protein lamin A

dan lamin C. Protein ini bertugas menstabilisasi selaput dalam dari inti sel ( inner membrane ). Diduga ketidakstabilan karena mutasi itulah yang menyebabkan terjadinya penuaan dini pada anak-anak penderita progeria. Mutasi gen ini dapat terjadi pada siapa saja. Prosesnya berlangsung scara sporadic atau bisa tiba-tiba muncul dan dapat dialami siapa pun. Ada yang menduga penyakit ini bersifat resesif. Namun nyatanya, dari ayah ibu yang mengandung gen yang mengalami mutasi tersebut, progeria tidak muncul pada mereka.

• GEJALA KLINIS

Progeria sangat berbeda dengan penyakit – penyakit lainnya yang biasanya sudah bisa terdeteksi saat masih bayi maupun saat masih dalam kandungan. Penyakit ini justru muncul setelah anak berusia 1 tahun. Tak heran disaat usia 0-1 tahun kelihatan normal-normal saja, baru selewat usia itu di sekitar usia 18-24 bulan akan terlihat jelas proses penuaannya. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti mengapa proses penuaan ini terjadi mulai usia 1 tahun, bukannya kurang atau lebih dari angka tersebut. Para ahli neonatalogi kemudian menyebut beberapa gejala klinis progeria yaitu: rambut yang semula lebat kemudian rontok dan tak tumbuh lagi, pembuluh darah di bagian kepala nampak jelas, jaringan lemak di bagian bawah kulit berkurang bahkan menghilang sehingga kulit menjadi keriput, dan kuku tak tumbuh sempurna tapi melengkung serta rapuh. Selain itu, ada pengerasan di persendian, tulang patah atau retak yang tak kunjung sembuh maupun pengroposan tulang. Gigi geliginya terlambat tumbuh, bahkan ada juga yang tak tumbuh sama sekali selain tak teratur susunannya. Gejala yang bisa berakibat fatal adalah kekakuan pembuluh darah. Terlebih bila kekakuannya terjadi di pembuluh darah jantung, mak kemungkinan besar penderita akan mengalami serangan jantung atau stroke. Maka pembuluh darah jantung penderita harus diperhatikan karena itu dapat menjadi penyebab utama kematian di kalangan penderita progeria. Dan salah satu jalan keluarnya adalah menjalani operasi by pass. Akibat mutasi gen yang terjadi, perkembangan tulang penderita progeria akan terganggu dan mengalami degenerasi tulang. Dengan begitu, pertumbuhan tulangnya

menjadi setengah atau bahkan sepertiga dari

pertumbuhan tulang anak normal seusiannya. Sehingga jika diperhatikan, penderita terlihat seperti orang yang sudah tua. Meski begitu, mata seorang penderita progeria tidak pernah mengalami katarak layaknya orang yang sudah lanjut usia. Ini pun belum diketahui penyebabnya. Untungnya, perkembangan intelegensi atau perkembangan berpikir anak penderita progeria tidak ternganggu. Hanya saja secara psikologis, si penderita relative sensitive karena merasa berbeda dan tidak bisa selincah

teman-teman yang seumurannya. Anak pernderita progeria hanya bisa melakukan permainan yang tidak membutuhkan banyak tenaga karena penderita mudah sekali capek.



PROSES PENGOBATAN Sedihnya

dengan

jumlah

penderita

progeria

yang

sedikit,

diperkirakan 30-40 orang dari seluruh dunia, hingga saat ini tidak ada terapi atau pengobatan sama sekali bagi para penderita progeria. Pengobatan yang bisa dilakukan baru sebatas simptomatik atau menangani gejala-gejala yang timbul dan bukannya mengobati penyakit itu sendiri. Jadi anak penderita progeria apabila panas, ia akan diberi obat penurun panas dan kalau diare akan

diberi

obat

antidiare.

Sementara

kekakuan

sendi-sendinya

diminimalkan dengan fisioterapi. Namun saat ini sudah tersedia tes ganetik untuk Hutchinson-Gilford progeria Sindrom, juga disebut HGPS. Tes genetik sekarang ini memungkinkan dokter untuk mendiagnosa anak di usia muda dan melakukan perawatan pada awal proses penyakit. Tes genetik HutchinsonGilford progeria Sindrom juga berfungsi untuk mengamankan orang tua dari anak-anak yang terkena dampak kekacauan yang mereka berasal dari mutasi genetik sporadis dan bahwa oleh karena itu tidak mungkin bahwa setiap masa depan anak akan memiliki kondisi. Peneliti di NHGRI dan kolaborator mereka dalam Progeria Penelitian Konsorsium sedang menjajaki langkah berikutnya dalam memahami penyebab penyakit ini, dan mungkin cara pengembangan perawatan baru. Ini termasuk bekerja penciptaan mouse model penyakit, serta kemungkinan menggunakan obat-obatan yang ada untuk memblokir atau mengurangi produksi yang tidak normal lamin A protein pada anak-anak dengan progeria. Pendekatan lain yang contemplated adalah penggunaan tinggi

Throughput screening teknologi untuk mengidentifikasi bahan kimia yang mungkin membalik nuklir membran abnormalitas jenis dilihat dalam sel anak dengan progeria. Sementara itu The Sunday Times (15 Januari 1998) mengabarkan, seorang ilmuan AS lainnya telah berhasil menyingkap rahasia penuaan. Dari main-main dengan materi genetic, mereka menemukan “ sumber zat awat muda”

untuk

membuat

sel

manusia

hidup

lebih

lama.

Usaha memperpanjang usia sel manusia dipandang akan sangat bermanfaat bagi penanggulangan penyakit-penyakit yang berkaitan dengan keuzuran. Tim Dr. Woodring Wright, professor biologi sel di University of Texas Dallas, menggunakan sel telur dan sperma, dan mempengaruhi telomere (ujung kromosom). Kromosom sendiri , seperti diketahui, membawa gen-gen atau

“cetak

biru”

manusia.

Sebagian kecil telomere ternyata hilang setiap kali sel biasa pada tubuh manusia membelah diri. Namun karena sel normal tidak menghasilkan enzim telomerase, telomere tidak tumbuh lagi. Tim Dr. Wright berhasil menemukan cara untuk menumbuhkan kembali telomere ini dengan menggunakan enzim telomerase. Tahun lalu tim Dr. Wright mampu membuktikan, hilangnya telomere berkaitan dengan keuzuran. Dengan telomerase, mereka yakin bisa meregenarasi telomere sehingga penuaan (setidaknya di tingkat sel) dapat dihentikan. Namun, ia cepat-cepat mengingatkan “Ini tidak berarti manusia dapat hidup selamanya” Karena matinya sel hanya salah satu saja dari sekian banyak

proses

yang

membuat

seseorang

menjadi

tua.

Namun penemuan itu dapat membantu memperpanjang usia sel dengan cukup berarti. Kebutuhan akan sel yang jauh lebih panjang umur dari yang sampai kini ada, memang amat dibutuhkan oleh para terapis gen dalam ushanya menyembuhkan pasien berpenyakit yang menurun, misalnya sel-sel si pasien, memasukan gen sehat ke dalam sel-sel lalu mengembalikannya ke tubuh paien. Diharapkan sel yang telah dimanipulasi itu akan mengambil alih

peran sel-sel yang membawa kelainan penyakit tadi. Sayangnya seringkali sel-sel sehatnya keburu menua di saat terapis selesai mananganinya sehingga mati

sebelum

bisa

berbuat

banyak.

Dengan mencegah kematian sel, proses telomerase diharapkan juga akan merangsang sel-sel bekerja lebih baik. Timnya telah mencoba pada sel kulit, retina, dan kulit bagian dalam arteri. Hasilnya semua sel tumbuh telemorenya

bersifat

normal

tanpa

tanda-tanda

menjadi

kanker.

Andaikan proses penuaan ini arena peperangan yang penuh misteri, maka rupanya manusia menyerang untuk menguakan tabirnya dari segala penjuru. Profesor Stephen A. Krawetz dari Fakultas Kedokteran Wayne State University

“menembaknya”

dari

kasus-kasus

progeria.

Progeria atau Sindrome Progeria Hutchinson-Gliford adalah mutasi yang mengakibatkan proses penuaan berlangsung segera setalah kelahiran. Hanya dalam waktu 7 tahun pengidapnya sudah mengalami keriput kulit, penyakit jantung, katarak, patah atau retak tulang yang tak kunjung sembuh, dan tanda-tanda pikun. Para penderitanya sering dalam ikatan keluarga. Ratarata

usia

penderita

Cuma

mencapai

13,4

tahun.

Pertumbuhan manusia normal dapat digambarkan seperti gunung. Tahap pertama meningkat, mencapai puncak (saat manusia berumur 20-an), kemudian tiba tahap kedua menurun. Dengan sendirinya, jika proses penuaan dapat dihentikan saat manusia berada di puncak, kemudaan akan bertahan.

• KASUS YANG TERJADI DI INDONESIA Malang benar nasib Wiradianty (8). Anak semata wayang buah cinta Wirawan (45) dan Sopin (38) ini divonis mengalami penuaan dini (progeria). Akibat penyakitnya, penampilan bocah ini jadi lebih tua tujuh kali lipat dari usianya.

RANTY,

begitu

kami

biasa memanggilnya, lahir pada 4 April 1995 di Rumah Sakit Bethesda, Yogyakarta. persalinan,

Saat saya

harus

divakum karena bobot si jabang bayi cukup besar, ia sulit melewati jalan lahir. Saat itu dokter bilang, jika seperempat jam lagi bayi ini tak kunjung lahir, maka jalan satu-satunya adalah operasi sesar. Alhamdulillah, akhirnya Ranty lahir juga dengan berat badan 3,6 kg dan panjang 57 cm. Namun, karena mengalami pembengkakan di bagian kepala akibat divakum itu, Ranty mesti menjalani perawatan sekitar dua minggu. Dokter memberi sejenis salep dan dalam waktu seminggu benjolan di kepalanya sudah hilang. Pulang dari rumah sakit, Ranty dibekali susu formula oleh pihak rumah sakit. Tapi sayangnya, perutnya malah jadi kembung dan membiru. Lalu, saya membawanya lagi ke rumah sakit. Beberapa hari kemudian, saat usia Ranty menginjak 2-3 minggu, muncul bintik-bintik merah di kulitnya. Permukaannya tidak rata dan agak benjolbenjol. Saya bawa dia ke dokter kulit yang kemudian memberinya salep. Setelah sembuh, muncul lagi gangguan seperti "lemak-lemak" di kulitnya. Kata dokter itu karena efek dosis antibiotik. Selanjutnya ia tak mengalami sakit lagi, cuma saja ia agak rewel dan maunya berada di tempat yang dingin. Di usia 40 hari, ada acara cukur rambut, tapi setelah itu rambutnya tak tumbuh-tumbuh lagi sampai sekarang. Di usia tujuh bulan pernah juga ia mengalami demam dan kejang. Setelah itu Ranty tumbuh seperti anak-anak lainnya. Bahkan di usia 11 bulan, ia sudah bisa berdiri dan berjalan.

MENGINJAK usia satu tahun, Ranty sering mengalami demam tinggi. Perkembangan tubuhnya pun bukannya meningkat, tapi malah makin mengecil. Saya bawa ia ke dokter yang lalu mengatakan anak saya harus dikasih vitamin. Kadang-kadang Ranty juga mendadak lumpuh, tapi tak lama kemudian sembuh dengan sendirinya. Saya sampai bolak-balik ke rumah sakit. Tahun 1999 Ranty sempat diopname di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta selama dua minggu karena lumpuh. Di sana ia juga diperiksa dengan cara scan (CT Scan, Red.), tapi penyakitnya belum diketahui juga. Dokter mendiagnosa anak saya kekurangan gizi. Oleh karena masih penasaran, saya membawanya ke Cimande, Bogor untuk diurut. Baru dua kali diurut, Ranty sudah tidak lumpuh lagi dan bisa berjalan normal. Sayangnya ia tetap sering mengalami panas tinggi. Yang membuat kami makin prihatin, di usia tujuh tahun, Ranty mengalami stroke. Separuh badan bagian kirinya tak bisa digerakkan. Saya membawanya untuk diperiksa dokter tulang dan saraf. Namun, setelah menjalani scan dan diperiksa di beberapa rumah sakit, penyakitnya tetap belum bisa diketahui pasti. Seolah tak pernah berhenti, muncul lagi masalah baru yaitu mata sebelah kanannya membengkak seperti mau keluar. Saya bawa Ranty ke RSCM dan di sana ia menjalani scan kornea. Hasilnya disebut tumor tapi statusnya belum pasti. Ketika itu dokter menganjurkan untuk dioperasi. Hanya saja saya merasa belum begitu ikhlas Ranty menjalaninya. Sepulang dari rumah sakit, karena tak tega melihat mata Ranty yang sudah membesar dan terus-menerus mengeluarkan air mata, saya pun tak kuasa menahan menangis. Ada tetangga yang menganjurkan kami untuk membawanya ke pengobatan tradisional di daerah Mampang. Setelah

diobati, malam harinya matanya memang bisa menutup. Dua hari kemudian saya bawa lagi ke sana dan bengkaknya langsung sembuh. Seolah tak kenal lelah, saya terus mencari berbagai pengobatan, istilahnya sudah dari ujung ke ujung bumi ini kami telusuri demi Ranty. Tahun 2002, saya membawa Ranty periksa ke RSAB Harapan Kita. Di sanalah akhirnya dokter menyatakan bahwa anak saya mengalami progeria. Saya terkejut mendengarnya, penyakit apa pula ini? DOKTER mengatakan, Ranty tak bisa disembuhkan karena memang belum ada pengobatan yang menyanggupinya. Penderita penyakit ini umumnya diperkirakan hanya bertahan sampai umur 7-14 tahun atau 1427 tahun. Saya menerima dengan ikhlas Ranty menderita penyakit progeria, tapi soal umur, saya, kok, enggak terlalu mempercayai. Buat kami, Tuhanlah yang menentukan. Toh biar divonis begitu, saya tetap berusaha mencari pengobatan untuk menyembuhkan penyakitnya. Menurut dokter, pengobatan yang masih bisa dilakukan hanyalah sebatas bila Ranty sakit panas, yakni dengan memberikan obat penurun panas. Dia juga mesti menjalani terapi mengingat banyak uratnya yang kaku. Kendati begitu, kondisinya tak mengalami perubahan yang menggembirakan. Mengenai makanan, sedikit sekali yang bisa masuk ke mulutnya. Dia tak mau makan nasi. Buah-buahan atau kue-kue juga enggak pernah mau meski sudah dipaksa. Paling-paling cuma minum susu, sehari bisa empat kali. Akhirnya saya putuskan untuk membuat susu yang cukup kental. Sebagai orang tua, saya selalu berharap Ranty bisa sembuh, kembali sehat dan berumur panjang. Saya terus berusaha mencari tempat pengobatan. Namun, di saat seperti ini masih ada saja orang yang tega memanfaatkan penderitaan kami. Beberapa waktu lalu, ada orang yang mengaku bisa menyembuhkan penyakit Ranty, tapi untuk itu ia minta uang panjer sebesar Rp 50 juta. Ada juga orang yang mau membantu, tapi ia minta kami

menyediakan ongkos naik haji untuk tiga orang. Ah ada-ada saja! Hingga sekarang, Ranty terus dipantau oleh tim dokter dari RSAB Harapan Kita, Jakarta. MESKI sakit, Ranty tetap mau bersekolah seperti anak-anak lainnya. Kini ia duduk di kelas satu Madrasah Ibtidaiyah Ainatul Ikhwan. Dia tergolong pintar, matematikanya selalu dapat nilai sepuluh. Mata pelajaran lainnya, seperti bahasa Arab atau bahasa Indonesia juga selalu dapat nilai sembilan. Kalau ada PR dia tak pernah mau dibantu. Teman-temannya di sekolah tahu kondisi Ranty. Banyak juga yang suka usil mengata-ngatainya sebagai manusia planet atau tuyul. Untungnya Ranty tetap pede (percaya diri, Red.). Semangatnya untuk bersekolah tetap tinggi. Suatu ketika dia masih terlelap tidur padahal sudah waktunya berangkat sekolah dan saya tak tega membangunkannya. Saat bangun, sekonyongkonyong dia menangis gara-gara kesiangan untuk bisa masuk sekolah. Dalam kehidupan sehari-hari, saya berusaha tak mengucilkan Ranty. Saya terus memberikan dorongan dan semangat kepadanya. Dengan begitu dia justru jarang sakit. Anak ini memang harus selalu dalam suasana senang dan gembira. Saya amati, Ranty memang sangat sensitif. Sekali saja dimarahi atau diomeli, badannya langsung panas. Awalnya, terus terang kami memang minder juga membawanya ke manamana karena Ranty jadi tontonan orang. Apalagi kalau berpapasan dengan ibu-ibu hamil, mereka langsung mengusap-usap perutnya. Akhirnya saya memutuskan untuk tidak merasa malu dan senantiasa membesarkan semangatnya agar ia juga tak minder. Bapaknya juga sangat sayang pada Ranty. Ke mana saja bapaknya pergi, Ranty pasti diajak supaya rasa percaya dirinya tumbuh.

Related Documents

Progeria
February 2021 3
Progeria
February 2021 2
Progeria
February 2021 3
Progeria
February 2021 3
Penyakit Progeria
February 2021 4
Tumbang 3 - Progeria
February 2021 0

More Documents from "Angelin Ligianto"