Tugas Kelompok Uji Square, Fisher, Phi Dan Crame

  • Uploaded by: Hilda Pratiwi
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Tugas Kelompok Uji Square, Fisher, Phi Dan Crame as PDF for free.

More details

  • Words: 4,803
  • Pages: 29
Loading documents preview...
KATA PENGANTAR Puji serta syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT, tuhan semesta alam, yang telah memberikan kita rahmat, taufiq, hidayah dan anugerah-Nya sehingga kami berhasil menyusun makalah ini. Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kesadaran serta membuka pemikiran para mahasiswa Ilmu Keperawatan akan pentingnya memahami tentang hidrosefalus. Makalah ini disusun dengan urutan penyajian sedemikian rupa sehingga kita akan merasa senang untuk mendalaminya. “Tiada Manusia yang Sempurna” begitu pula dengan kami yang telah mempersembahkan makalah ini yang telah kami susun sebaik mungkin. Akan tetapi, segala kritik dan saran demi perbaikan isi makalah ini akan kami sambut dengan senang hati. Akhirnya, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan turut andil dalam merncerdaskan para calon perawat Indonesia, dan menjadikan para perawat Indonesia menjadi perawat yang professional.

Kendari,

Desember 2018

Penyusun

i

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR

i

DAFTAR ISI

ii

BAB I. PENDAHULAN A. Latar Belakang

1

B. Rumusan Masalah

2

C. Tujuan

2

BAB II. PEMBAHASAN A. Uji Chi-Square

3

B. Uji Fisher Exact

8

C. Uji Phi

11

D. Uji Cramer

16

BAB III.PENUTUP A. Kesimpulan

24

B. Saran

24

DAFTAR PUSTAKA

ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Statistika adalah cabang ilmu pengetahuan yang membahas mengenai teknik-teknik pengumpulan data, pengolahan atau analisis data dan penarikan kesimpulan atau interpretasi (Zaenal Mustafa,1998:1). Jika statistika itu membahas mengenai teknik-teknik pengumpulan, pengolahan atau analisis dalam penyajian terhadap sekelompok data, maka disebut sebagai statistika deskriptif. Sedangkan jika statistika itu disamping membahas tentang teknik teknik pengumpulan, pengolahan atau analisis dan penyajian terhadap sekelompok data, tetapi juga membahas untuk (penekanan utama) tentang penarikan kesimpulan atau interpretasi bagi populasi data yang sedang diselidiki, maka disebut statistika inferensia. Terkadang dalam suatu penelitian, peneliti ingin meneliti keeratan hubungan antara dua variabel atau lebih. Misalnya, hubungan antara variabel tingkat pendidikan dan variabel sikap terhadap keluarga berencana. Hubungan antara kedua variabel tersebut mungkin kuat, lemah, atau bisa juga hubunganya sama sekali tidak ada. Hubungan statistika antara dua variabel atau atau lebih disebut asosiasi atau korelasi (Win van Zanten, 1982:265). Istilah asosiasi digunakan khususnya kalau variabel diukur pada skala nominal. Sedangkan istilah korelasi digunakan jika variabel yang dibahas adalah variabel ordinal, variabel interval dan variabel rasio. Pada statistika parametrik, ukuran korelasi linear antara dua variabel yang banyak digunakan adalah koefisien korelasi momen-hasil kali Pearson (Walpole,1962:371) . Pada statistika parametrik variabel yang diukur pada skala interval atau rasio sehingga, pengujian signifikansi pada koefisienkorelasi Momen – hasil kali Pearson, harus dipenuhi asumsi bahwa data sampel berdistribusi normal karena statistik uji yang digunakan adalah t. Jika skala pengukuran bukan interval atau rasio dan data tidak berdistribusi normal, maka dapat digunakan koefisien korelasi yang diperoleh dari statistika nonparametrik. Pada statistika non parametrik, skala pengukuran yang dapat digunakan antara lain ordinal dan nominal. Pada skala ordinal, koefisien korelasi yang digunakan, diantaranya koefisien korelasi Rank Spearman dan koefisien korelasi Rank Kendall. Koefisien korelasi Rank Spearman dan koefisien korelasi Rank Kendall mengukur asosiasi antara dua variabel dengan kedua variabel tersebut paling tidak di ukur dengan skala ordinal agar obyek yang sedang diteliti dapat dibuat peringkat pada masing-masing variabel. Koefisien korelasi Rank Spearman dan Rank Kendall sangat cocok untuk mengukur

1

asosiasi pada data ordinal, akan tetapi kedua pengukuran ini menjadi kurang berguna dan kurang cocok jika terjadi banyak skore yang sama. B. Rumusan Masalah 1. Apa itu Uji Chi-Square? 2. Apa itu Uji Fisher Exact? 3. Apa itu Uji Phi? 4. Apa itu Uji Cramer? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui Uji Chi-Square. 2. Untuk mengetahui Uji Fisher Exact. 3. Untuk mengetahui Uji Phi. 4. Untuk mengetahui Uji Cramer.

2

BAB II PEMBAHASAN A. Uji Chi-Square 1. Definisi Uji Chi Square adalah pengujian hipotesis mengenai perbandingan antara frekuensi observasi atau yang benar-benar terjadi dengan frekuensi harapan/ekspektasi. Uji chi square tidak dibatasi oleh asumsi-asumsi ketat tentang jenis populasi maupun parameter populasi, yang dibutuhkan hanya derajat bebas. Uji chi square menggunakan teknik goodness of fit, yaitu dapat digunakan untuk menguji apakah terdapat perbedaan yang nyata antara banyak yang diamati yang masuk dalam masing-masing kategori dengan banyak yang diharapkan berdasarkan hipotesis nol. (Suciptawati, 2010). Uji chi square tergolong ke dalam jenis statistik nonparametrik sehingga uji chi square tidak memerlukan syarat data berdistribusi normal (Sufren dan Natanael, 2013). Chi square dapat digunakan untuk menguji ada tidaknya interdependensi antara variabel kualitatif yang satu terhadap lainya berdasarkan pada observasi yang ada. Secara umum uji chi square digunakan untuk: Interdepensensi satu variabel atau lebih dengan variabel lainya Kesesuaian antara frekuensi observasi variabel tertentu dengan frekuensi yang didapat berdasarkan nilai harapannya. 2. Karakteristik Chi Square Adapun beberapa karakteristik dari Chi Square adalah sebagai berikut. 1. Nilai Chi Square selalu positif karena merupkan hasil pengkuadratan. 2. Terdapat beberapa kelompok distribusi Chi Square, yaitu distribusi Chi square dengan dk=1, 2, 3, dst. 3. Datanya berbentuk diskrit atau nominal Chi Kuadrat dapat digunakan untuk menguji hipotesis deskriptif satu sampel atau satu variabel, yang terdiri atas dua kategori atau lebih. selain itu dapat digunakan untuk menguji hipotesis komparatif 2 sampel atau 2 variabel serta untuk menguji hipotesis asosiatif yang berskala nominal. 1. Chi square untuk uji hipotesis deskriptif satu sampel Menurut Sugiyono (2013), Chi square satu sampel adalah teknik statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis deskriptif bila dalam populasi terdiri atas dua atau lebih klas, data berbentuk nominal dan sampelnya besar. Yang dimaksud hipotesis deskriptif dapat merupakan estimasi/dugaan terhadap ada tidaknya perbedaan frekuensi antara kategori satu dan kategori lain dalam sebuah sampel tentang sesuatu hal. 3

Rumus:

Dimana: = Chi square = Frekuensi yang diobservasi = Frekuensi yang diharapkan Distribusi Chi Khuadrat merupakan distribusi dengan variabel acak kontinu. Simbul yang dipakai untuk chi kuadrat ialah 2. Persamaan distribusi kuadrat adalah : f(u) = K . u1/2 - 1 e-1/2u Dimana : u = 2 untuk memudahkan menulis dan harga u > 0 v = derajat kebebasan K = bilangan tetap yang bergantung pada v e = 2,7183 Grafik distribusi chi kuadrat umunya merupakan kurva positif, yaitu miring ke kanan. Kemiringan ini makin berkurang jika derajat kebebasan v makin besar (Sudjana, 2001:147). Distribusi kai-kuadrat sangat kriteria untuk pengujian hipotesis mengenai varians dan juga untuk uji ketepatan penerapan suatufungsi (test goodness of fit) kalau digunakan untuk data hasil observasi atau data empiris. Dengan demikian, kita dapat menentukan apakah distribusi pendugaan berdasarkan sampel hampir sama atau mendekati distribusi teoritis, sehinga kita dapat menyimpulkan bahwa populasi dari mana sampel itu kita pilih mempunyai distribusi yang kita maksud (misalnya, suatu populasi mempunyai distribusi Binomia, Poisson atau Normal). Misalnya sebuah dadu yang mempunyai 6 mata (1, 2, 3, 4, 5, 6) dilemparkan ke atas sebanyak 300 kali. Dalam jangka panjang, kita harap untuk melihat masing-masing mata tersebut muncul dengan frekuensi mata dadu yang muncul sekitar 50, walaupun dadu itu termasuk “fair dice”. Dengan menggunakan kai-kuadrat, kita dapat menentukan apakah suatu dadu dapat dikatakan “fair” setelah membandingkan frekuensi dari masing mata dadu tersebut. Kalau Zi = N (0, 1) = variable normal dengan rata-rata 0 dan varians sama dengan 1, atau E(z) = 0, z2 = 1, maka jumlah Z12 + Z22+ ....

4

+ Zk2 sama dengan Xk2 dengan derajat kebebasan (degrees of freedom) sebesar k.

Kalau suatu himpunan yang terdiri dari n variabel acak X = { X i}, dimana Xi = N (µ, 2) untuk semua i (i = 1, 2, . . . , n), maka kita dapat memperoleh variabel Z seperti yang di atas, dengan rumus

Kalau suatu himpunan yang terdiri dari n variabel acak X = { Xi }, di mana Xi = N (µ, 2) untuk semua i (i = 1, 2, . . . , n), maka kita dapat memperoleh variabel Z seperti yang dimaksud diatas, dengan rumus

3. Kegunaan Chi-Square Adapun kegunaan dari uji Chi-Square, adalah : 1. Ada tidaknya asosiasi antara 2 variabel (Independent test) 2. Apakah suatu kelompok homogen atau tidak (Homogenity test) 3. Uji kenormalan data dengan melihat distribusi data (Goodness of fit test) 4. Uji Kenormalan Data Dengan Chi-Square. Salah satu bentuk probabilitas yang penting peranannya dalam statistic inferensia adalah distribusi normal. Maka setelah suatu kelompok data diolah dengan statistic deskriptif atau telah diketahui nilai rata-rata, variaans dan sebagainya, sebelun data tersebut diolah dengan statistik inferensia data tersebut seharusnya diuji apaka data tersebut berdistribusi normal atau tidak. Hal ini penting mengingat pengolahan statistik terbagi atas sstatistik parametik dan statistik non parametik. Pengolahan data menggunakan statistik parametik memiliki syarat diantaranya bahwa data harus berdistribusi normal, artinya data yang tidak berdistribusi normal tidak dapat diolah menggunakan statistik parametik tetapi hanya dapat diolah menggunakan distribuasi non parametik. Uji kenormalan data dapat dilakukan dengan menggunakan kertas peluang normal, uji lilliefors, uji chi-square dan lainnya. 5. Langkah-Langkah Uji Kenormalan Langkah-langkah dalam menguji kenormalan suatu data adalah sebagai berikut: 5

1. Ubah data ke dalam bentuk table seperti dibawah ini. BB

BA

Oi

z1

z2

p1

p2

P

Ei

Kolom BB diisi dengan batas bawah kelas. Kolom BA diisi dengan batas atas kelas. Sedangkan kolom Oi diisi dengan frekuensi dari masingmasing kelas. Selanjutnya kolom P merupakan nilai selisih dari p1 - p2. Sedangkan kolom Ei (expected value) diisi dengan mengalikan nilai pada P dengan jumlah data. Setelah didapat nilai Oi dan Ei. Selanjutnya mengitung Chi-square dengan menggunakan fungsi CHITEST dan CHIINV, maka diperoleh : Ø Mencari nilai Chi-square probabilitas. =CHITEST(actual_range, expected_range) Ø Mencari nilai Chi-square hitung. =CHIINV(probability, degrees_freedom) Setelah nilai Chi-square hitung diperoleh maka selanjutnya mencari nilai Chi-square tabel dimana nilai Chi-square tabel diperoleh dengan menggunakan fungsi CHIINV. Hanya untuk probabilitas disesuaikan dengan taraf signifikannya. ==CHIINV(0.05,1) 6. Keterbatasan Kai Kuadrat Uji kai kuadrat menuntut frekuensi harapan/expected (E) dalam masing-masing sel tidak boleh terlalu kecil. Jika frekuensi sangat kecil, penggunaan uji ini mungkin menjadi tidak tepat. Oleh karena itu dalam penggunaan uji kai kuadrat harus memperhatikan keterbatasan-keterbatasan uji ini. Adapun keterbatasan uji ini adalah : 1. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan/ nilai ekspektasi (nilai E) kurang dari 1 2. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan/ nilai ekspektasi (nilai E) kurang dari 5 , lebih dari 20% dari keseluruhan sel. Jika keterbatasan tersebut ternyata pada saat uji kai kuadrat peneliti harus menggabungkan kategori-kategori yang berdekatan dalam rangka memperbesar frekuensi harapan dari sel-sel tersebut (penggabungan ini dapat dilakukan untuk analisis tabel silang lebih dari 2x2, misalnya 3x2, 6

3x4, dll). Penggabungan ini diharapkan datanya tidak sampai kehilangan makna. Andai saja keterbatasan tersebut terjadi pada tabel 2x2 (ini berarti kita tidak bisa menggabung kategori-kategori lagi), dianjurkan menggunakan uji Fisher exact. 7. ODD Rasio (OR) dan risiko Relatif (RR) Hasil uji chi square hanya dapat menyimpulkan ada/tidaknya perbedaan proporsi antar kelompok atau dengan kata lain kita hanya dapat menyimpulkan ada/tidaknya hubungan dua variabel kategorik. Dengan demikian uji chi Square tidak dapat menjelaskan derajat hubungan, dalam hal ini uji square tidak dapat mengetahui kelompok mana yang memiliki risiko lebih besar dibanding kelompok yang lain. Dalam bidang kesehatan untuk mengetahui derajat hubungan, dikenal ukuran Risiko Relatif (RR) dan Odds rasio (OR). Risiko relative (RR) membandingkan risiko pada kelompok terekspose dengan kelompok tidak terekspose. Odds rasio (OR) membandingkan odds pada kelompok terekspose dengan odds kelompok tidak terekspose. Ukuran RR umumnya digunakan pada desain cohort. Ukuran OR digunakan pada disain kasus control atau potong lintang (cross sectional). Interpretasi kedua ukuran ini akan sangat tergantung dari cara memberi kode variabel baris dan kolom pada table silang. Sebaiknya memberi kode rendah untuk kelompok berisiko/ terekspose dan kode lebih tinggi untuk kelompok tak/ kurang berisiko (pada disain kasus kontrol). Kode rendah jika kejadian/penyakit yang diteliti ada dan kode tinggi jika kejadian/ penyakit tidak ada ( pada disain kasus kontrol). Pembuatan persentase pada tabel silang harus diperhatikan agar supaya tidak salah dalam menginterpretasi. Pada jenis penelitian survei /cross sectional atau cohort, pembuatan pada umumnya persentasenya berdasarkan nilai dari variabel independent (persentase menurut baris). Pada jenis penelitian kasus kontrol pembuatan persentasenya berdasarkan nilai dari variabel dependen (persentase menurut kolom).

7

B. Uji Fisher Exact 1. Definisi Uji Fisher merupakan suatu tehnik untuk menganalisa data diskrit (nominal atau ordinal) ketika dua sampel independen adalah kecil. Skor dibuat dalam bentuk frekuensi dalam tabel kontingensi 2 x 2 seperti berikut ini.

Peluang (probabilita) untuk pemunculan frekuensi-frekuensi pada table 2 x 2 ketika jumlah marginal fixedadalah dengan distribusi hypergeometric sebagai berikut:

Untuk mendapatkan p-value ketika H0 benar , kita harus menjumlahkan probabilita dari pemunculan data dengan probabilita dari kemungkinan pemunculan yang lebih ekstrim. Hipotesis: H0 : P1 = P2. H1 : P1 ≠ P2 (untuk uji dua arah) atau P1 > P2 atau P1 < P2 (untuk uji satu arah) 8

Gunakan formula hypergeometric untuk mendapatkan nilai probabilitas (p-value) (atau anda dapat menggunakan tabel Fisher, lihat pada buku nonparametric statistics karangan Sidney Siegel dan N. John Castellan, Jr.). Jika p-value < α maka keputusannya adalah tolak H0. jika N > 15 gunakan uji χ2 (seperti pada uji median) Contoh: berikut adalah 12 observasi dari dua kelompok data yang dibagi dalam dua kategori yaitu diatas median dan dibawah median. Ujilah apakah proporsi diatas media populasi I lebih besar dari populasi II? Gunakan α = 0,05.

Keputusan : Tolak H0 karena p-value < α Kesimpulan : proporsi diatas median populasi I lebih besar dari populasi II dengan tingkat keyakinan sebesar 95%. Untuk uji dua arah Ho : P1 = P2 H1 : P1 ≠ P2 Peluang tersebut diatas ditambah dengan kemungkinan pemunculan ekstrim dari sisi yang lain. Kemungkinan pemunculan yang lebih ekstrim dari sisi yang lain.

9

Setiap kemungkinan pemunculan yang mempunyai selisih peluang (P1 – P2) lebih besar dari 0,66 maka dikatakan mempunyai peluang pemunculan yang lebih ekstrim. Untuk uji dua arah H0 : P1 = P2 H1 : P1 ≠ P2 peluang pemunculan yang lebih ekstrim juga berlaku untuk arah yang berlawanan. 2. Tujuan Uji Eksak Fisher Untuk menguji signifikansi hipotesis komparatif dua sampel independen atau untuk menguji apakah ada perbedaan dua perlakuan yang mungkin dari dua populasi. 3. Kapan Uji Eksak Fisher Digunakan Uji eksak fisher (fisher exact test) digunakan ketika persyaratan analisis chi-square untuk tabel silang 2X2 tidak terpenuhi. 4. Spesifikasi Data disusun dalam tabel silang (kontingensi) 2 x 2 Ukuran sampel n ≤ 40 Kriteria Uji: Tolak Ho jika p ≤ α (satu arah) atau p ≤ α/2 (dua arah), terima dalam hal lainnya 5. Alasan Menggunakan Uji Fisher Peubah dikotomi yang memiliki hanya dua kemungkinan nilai selalu di jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Banyak penelitian yang sulit menggunakan sampel besar, karenasubjek atau objek penelitiannya memang langka. Misalnya

10

penelitian penyakit tertentu yang masih jarang terjadi. Dalam kasus yang seperti ini, sampel kecil saja yang mungkin digunakan. Sekalipun subjek/objek penelitian banyak, jika informasi yang diperlukan sudah dapat diperoleh dengan sampel kecil, maka menghindari sampel besar merupakan langkah yang bijaksana untuk keefesienan. Kita bisa menarik 2 sampel acak yang bebas dari dua populasi, dan mengelompokkan subjeknya yang memiliki atau tidak memiliki karakteristik tertentu. Dalam hal ini kita memperoleh dua sampel bebas dari hasil-hasil pengukuran dan kelompok dari masing-masing hasil pengukuran menjadi anggota dari salah satu dari dua kelompok yang saling terpisah(exclusive). 6. Langkah Pengujian Langkah-Langkah pengujiannya adalah sbb: 1. Amati data yang akan diolah, jika data berupa sampel independent dengan ukuran yang kecil yakni sekitar 40 atau kurangnya, maka uji ini dapat dilaksanakan. Tentukan taraf signifikansi yang diinginkan. Misal α = 0,052. 2. Sajikan data dalam bentuk tabel kontingensi 2x2 3. Buatlah tiga tabel kontingensi yang terdiri dari 1 tabel hasil pengamatan dan 2 tabel ekstrim yang melukiskan penyebaran sampel secara ekstrim. 4. Hitung P untuk setiap tabel, sehingga didapat Pn, P1, P0 dengan indeks P diambil dari frekuensi sel terkecil dalam setiap tabel.Sehingga P= Pn+P1+P0 5. Bandingkan nilai P hitung dengan nilai taraf signifikan (α); Jika P > 0 maka Ho diterima; Jika P< 0 maka Ho ditolak 6. Simpulkan sesuai dengan hasil pengujian di atas. Apabila Ho ditolak maka ada asosiasiantara 2 faktor. C. Uji Phi 1. Definisi Tekhnik korelasi Phi adalah salah satu teknik analisis korelasional yang dipergunakan apabila data yang dikorelasikan adalah data yang benarbenar dikotomik (terpisah atau dipisahkan secara tajam); dengan istilah lain : variabel yang dikorelasikan itu adalah variabel diskrit murni, misalnya: Laki-laki-Perempuan, Hidup-Mati, Lulus-Tidak Lulus, dsb. Apabila variabelnya bukan merupakan variabel diskrit dan kita ingin menganalisis data tersebut dengan menggunakan teknik ini, maka variabel tersebut harus diubah lebih dulu menjadi variabel diskrit.

11

2. Lambang Besar-kecil, kuat-lemah, atau tinggi-rendahnya korelasi antar dua variabel yang kita selidiki korelasinya pada Teknik Korelasi Phi ini, ditunjukkan oleh besar kecilnya angka indeks korelasi yang dilambangkan dengan huruf φ (Phi). Phi besarnya berkisar antara 0,00 sampai dengan ±1,00. 3. Rumus 1. Rumus Pertama : φ =(ad-bc)a+ba+cb+d(c+d) Rumus ini kita pergunakan apabila dalam menghitung atau mencari φ kita mendasarkan diri pada frekuensi dari masing-masing sel yang terdapat pada Tabel Kerja (Tabel Perhitungan) 2. Rumus Kedua : φ = αδ-βγpqp'(q') Rumus ini kita pergunakan apabila dalam menghitung φ kita mendasarkan diri pada proporsinya. 3. Rumus Ketiga : φ = x2N Rumus ketiga ini kita pergunakan apabila dalam mencari ∅ kita terlebih dahulu menghitung harga Kai Kuadrat ( X2); Kai Kuadrat itu dapat diperoleh dengan rumus : X2=(fo-ft)2ft Ket: fᴑ = frekuensi yang diobservasi atau observed frequency, atau frekuensi yang diperoleh dalam penelitian. ft = frekuensi teoretik atau theoretical frequency, atau frekuensi secara teoretik. 4.

Cara Memberikan Interpretasi Terhadap Angka Indeks Korelasi Phi (φ) Pada dasarnya, Phi merupakan Product Moment Correlation. Rumus untuk menghitung Phi merupakan variasi dari rumus dasar Pearson yaitu : rxy=xyx2(y2)

12

Berhubung dengan itu, maka Phi Coeffecient itu dapat diinterpretasikan dengan cara yang sama dengan “r” Product Moment dari Pearson. 5.

Contoh Cara Mencari (Menghitung) Angka Indeks Korelasi Phi Cara Mencari Angka Indeks Korelasi Phi dengan mendasarkan diri pada frekuensi masing-masing sel yang terdapat dalam Tabel Kerja (Tabel Perhitungan). Misalnya dalam suatu kegiatan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui apakah secara signifikan terdapat korelasi antara kegiatan mengikuti bimbingan tes yang dilakukan oleh para siswa lulusan SMA dan prestasi mereka dalam Tes SPMB, yang telah ditetapkan jumlah pesertanya 100 orang. Berikut adalah datanya :

Status Prestasi

Mengikuti Bimbingan Tes

Tidak Mengikuti Bimbingan Tes

Jumlah

Lulus Tes SPMB

20

20

40

Tidak Lulus Tes SPMB

25

35

60

Jumlah

45

55

100 = N

Penerimaan calon mahasiswa baru (SPMB), dalam penelitian mana telah diterapkan sampel sejumlah 100 orang lulusan SMTA berhasil diperoleh data sebagaimana tertera pada table diatas. Kita rumuskan terlebih dahulu Ha dan Ho nya : Ha : ada korelasi yang signifikan antara keikutsertaan para lulusan SMTAdalam bimbingan tes dan keberhasilan mereka dalam tes SPMB Ho : tidak ada korelasi yang signifikan antara keikutsertaan para lulusan SMTA dalam bimbingan tes dan keberhasilan mereka dalam tes SPMB Karena Phi disini akan dihitung berlandaskan pada frekuensi selnya, maka masing-masing sel yang terdapat pada table diatas itu kita persiapkan lebih dahulu menjadi tabel perhitungan. Disini kita lihat: frekuensi sel a=20; b=20; c=25; dan d=35. Rumus yang kita perguanakan adalah φ = (ad-bc)a+ba+cb+d(c+d)

13

Status Prestasi

Mengikuti Bimbingan Tes

Tidak Mengikuti Bimbingan Tes

Jumlah

Lulus Tes SPMB

20 a

20 b

40

Tidak Lulus Tes SPMB

25 c

35 d

60

Jumlah

45

55

100 = N

φ = (20 X 35 -20 X 2520+2020+2520+35(25+35) = 700 - 5005940000 = 2002437,212 = 0,082 interprestasi; ∅ disini di anggap sebagai rxydf = N-nr = 100-2 = 98 ( konsultasi tabel nilai “r”) dalam tabel tidak dijumpai df sebesar 98 karena itu kita pergunakan df sebesar 100.dengan df sebesar 100, di peroleh r tabel pada taraf signifikan 5% = 0,195, sedangkan pada taraf signifikan 1%= 0,254. dengan demikian ∅ yang di peroleh(yaitu: 0,082) adalah lebih kecil jika di bandingkan dengan r tabel (yaitu: 0,195 dan 0,254). dengan demikian hipotesis Nol diterima/disetujui. berarti tidak terdapat korelasi yang signifikan antara keikutsertaan siswa lulusan SMA dengan kegiatan bimbingan tes dan prestasi yang mereka. Jadi dapat di tarik sebuah kesimpulan bahwa keberhasilan para siswa lulusan SMA dalam tes SPMB itu secara signifikan tidak ada hubungannya(tidak di pengaruhi) oleh ikut tidaknya mereka dalam kegiatan Bimbingan Tes Masuk Perguruan Tinggi. Cara Mencari Angka Indeks Korelasi Phi dengan mendasarkan diri pada Nilai Proporsinya.

Status Prestasi

Mengikuti Bimbingan Tes

Tidak Mengikuti Bimbingan Tes

Jumlah

14

Lulus Tes 20 SPMB α =20100=0,200

20 β =20100=0,200

Tidak Lulus Tes SPMB

25 γ =25100=0,250

35 60 δ = 35100=0,350 q = 0,600

Jumlah

45 p’ = 0,450

55 q’ = 0,550

40 p = 0,400

100 = 1,000

Rumus yang digunakan adalah : φ = αδ-βγpqp'(q') Dengan menggunakan contoh sebelumnya, maka tabel yang diperlukan adalah : Diketahui : (α) = 0,200 ; (β) = 0,200 ; (γ) = 0,250 ; (δ) = 0,350 Kita masukkan dalam rumus: φ = αδ-βγpqp'(q') = 0,2000,350-0,200(0,250)0,4000,6000,450(0,550) = 0,07-0,050,0594 = 0,020,244 = 0,082 Cara Mencari (Menghitung) Angka Indeks Korelasi Phi dengan memperhitungkan Kai Kuadrat Kai Kuadrat di sini sekedar diperkenalkan sebagai suatu proses perhitungan atau pengolahan data. Jika perhitungan φ didasarkan pada harga Kai Kuadrat maka menggunakan rumus sebagai berikut : φ = x2N Dengan menggunakan contoh awal, maka untuk memperoleh harga Phi dengan menggunakan Kai Kuadrat, Tabel dan Proses perhitungannya adalah sebagai berikut : Status Prestasi

Mengikuti Bimbingan Tes

Tidak Mengikuti Bimbingan Tes

Jumlah

Lulus Tes SPMB

20

20

40 = rN

Tidak Lulus Tes SPMB

25

35

60 = rN

Jumlah

45 = cN

55 = cN

100 = N

Seperti telah dikemukakan sebelumnya, maka rumus untuk mencari Kai Kuadrat adalah: X2=(fo-ft)2ft

15

Cara menghitungnya : Dengan demikian, φ dapat kita peroleh dengan jalan mensubstitusikan harga Kai Kuadrat ke dalam rumus Phi : φ =x2N=0,6733100=0,006733 = 0,082 Sel

Fo

ft=CN X rNN

1 2 3

20 20 25

45 X 40100=18 55 X 60100=22 45 X 60100=27

+2 -2 -2

4 4 4

0,2222 0,1818 1,1481

4

35

55 X 60100=22

+2

4

0,1212

100 = N

0

-

0,6733 = (fo-ft)2ft

Jumlah 100 = N

(fO-ft) (fO-ft)2

(fo - ft2)ft

D. Uji Cramer Koefisien ini merupakan sebuah ukuran dari derajat hubungan atau korelasi antara dua variable. Korelasi ini digunakan pada data dimana satu atau kedua variabel berskala nominal dan dihitung dari sebuah tabel kontingensi. Dalam bentuk tabel kontingensi, kita akan mencari nilai harapan (expected value) untuk setiap cell-nya. Semakin besar perbedaan antara nilai harapan dengan nilai observasi (observed value), maka akan semakin besar pula derajat hubungan antara dua variable yang sekaligus berarti semakin besar pula nilai koefisien cramernya. Ketika datanya adalah data kualitatif (data berskala ordinal) maka besar hubungan dua variabel dapat dicari dengan korelasi Spearman atau korelasi Kendall Tau, dan ketika datanya adalah data kuantitatif (data berskala interval atau rasio) dan kedua variabel adalah bivariat yang berdistribusi normal maka besar hubungan dua variabel dapat dicari dengan korelasi Pearson. Korelasi Spearman, Kendall, dan Pearson akan dibahas pada sesi tulisan yang lain. Formula koefisien cramer adalah sebagai berikut:

Pada metode ini diasumsikan dua kelompok data non ordered catagorical. Dimisalkan dua kelompok data tersebut A dan B. Dalam 16

mengukur koefisien korelasi Cramer terlebih dahulu kelompok data A dan B dimasukkan dalam tabel kontingensi. Misalkan kelompok data A diwakili dengan, A 1 ,A 2 ,A 3 ,……A k dan kelompok data B diwakili dengan B 1 ,B 2 ,B 3 ,….Br. Untuk selanjutnya pada masing- masing kelompok data dimasukkan dalam tabel kontingensi dengan r baris dan k kolom seperti dibawah ini:

A1 B1 B2 … Bi … Br Total

Tabel 3.1 Tabel Kontingensi � × � A2



O 11 O 1k

O 22

O 21 O 2k

O 22

… Oi O ik … C1

… … O i2

Aj





O 1j

Ak

Total

… n1 n2



O 2j

… … ni

… … … O ik

… …

… nr

… C2

… …

… Cj

Dalam tabel 3.1 kotak (i,j) berisi dikategorikan dalam A i dan B j , Dengan:

… …

frekuensi

… Ck

N

observasi

yang

(3.1)

Maka dapat disimpulkan probabilitas pada observasi di atas:

Jika antara variabel A dan variabel B tidak ada asosiasi, maka probabilitas dalam tabel kotingensi diatas adalah sebagai berikut, (Win Van Zanten,1982:270)

Untuk setiap � ∈ (1,2, … , �) dan setiap � ∈ (1,2, … , �) 17

Demikian karena banyaknya 𝑂�� yang termasuk didalam kotak (i,j), berdistribusi binomial B(N;pij) dan Probabilitas (1-pij) merupakan probabilitas bahwa unsur termasuk ke dalam kotak yang lain. Jadi kalau tidak ada asosiasi antara variabel A dan variabel B akan diperoleh tabel dibawah ini dengan frekuensi yang diharapkan untuk setiap nilai i dan j adalah (Win Van Zanten,1982:270)

Frekuensi harapkan (𝐸��) merupakan frekuensi yang diharapkan dalam setiap sel jika kedua variabel itu tidak berhubungan atau tidak ada asosiasi. Semakin besar selisih nilai 𝐸�� dengan observasi 𝑂�� maka semakin tinggi tingkat assosiasi antara dua variabel dan semakin tinggi nilai koefisien korelasinya. Tabel berikut merupakan tabel frekuensi yang diharapkan jika antara variabel A dan variabel B jika tidak terjadi Asosiasi (Win Van Zanten,1982:270)

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa: (3.6)

18

Perbedaan antara tabel 3.1 dan tabel 3.2 yaitu pada tabel 3.1 menunjukkan tabel kontingensi dengan frekuensi sebenarnya yang ada di dalam populasi dan pada tabel 3.2 menunjukkan tabel kontingensi yang diharapkan kalau tidak ada asosiasi antara variabel A dan variabel B, digunakan untuk mengukur kuatnya asosiasi pada tabel 3.1. Kuatnya asosiasi dapat diukur dengan menghitung selisih antara frekuensi observasi yang sebenarnya dengan frekuensi harapan (𝑂�� − 𝐸��). Sehingga dapat ditulis berikut, (Conover,1971:159).

Berdasarkan persamaan (3.1) dan (3.6) diperoleh

Apabila antara variabel A dan variabel B tidak berkorelasi maka

19

Variabel A dan variabel B tidak terjadi korelasi jika persamaan (3.9) terpenuhi sehingga menyebabkan persamaan (3.7)

Nilai �2= 0 merupakan batas minimum dari Chi Square, nilai maksimum dari �2 dapat dicapai max �2 = �(� − 1) , dimana L merupakan r atau k yang terkecil (Conover:180) . Hal ini dapat ditunjukkan apabila nilai observasiobservasi tersebut dimasukkan ke dalam tabel kontingensi dimana nilai yang dimasukkan hanya pada kolom � = � , sedangkan selain itu hanya diisi dengan nilai nol. Tabel berikut menunjukkan nilai observasi yang dimasukkan � = � pada tabel kontingensi :

Pada tabel 3.3 tersebut dimasukkan kedalam persamaan (3.5), sehingga diperoleh:

20

Dimana � = � mempunyai nilai 𝐸�� yang sama. Nilai pada persamaan (4.0) dimasukkan pada persamaan (3.8) dengan nilai 𝑂�� yang dimasukkan adalah 𝑂�� dengan � = �, karena selain itu nilai 𝑂�� adalah nol sehingga tidak perlu dimasukkan kedalam persamaan.

21

Sehingga batasan dari �2 apabila nilai-nilai observasinya dimasukkan kedalam tabel kontingengsi adalah 0 ≤ �2 ≤ �. (� − 1) (Win van Zanten,1982:272) (4.1) Dari persamaan (4.1) dan karena batas koefisien korelasi Cramer adalah 0 dan 1 maka diperoleh:

Oleh karena itu koefisien korelasi Cramer menurut Castellan & Siegel didefinisikan sebagai berikut:

Di mana

Keterangan N= banyaknya observasi L= jumlah minimum dari dari baris atau kolom pada tabel kontingensi. Uji Signifikansi Untuk mengetahui keberartian korelasi antara kedua variabel secara signifikan, maka dilakukan uji hipotesis. Dalam pengujian hipotesis pada uji signifikansi menggunakan ukuran �2 yaitu pada persamaan (3.7). Berikut ini adalah langkah-langkah pengujian hipotesis: 1. Hipotesis : �0 : � = 0 (Tidak ada korelasi antara kedua variabel) �1 : � ≠ 0 (Ada korelasi antara kedua variabel) 2. Taraf signifikansi α 3. Statistik Uji

22

4. 5.

6.

7.

Dmana 𝑂�� = banyak kasus observasi yang dikatagorikan dalam baris ke i pada kolom ke j 𝐸�� = banyak kasus yang diharapkan di bawah H0 untuk dikategorikan dalam baris ke i dan kolom ke j Daerah Penolakan : H0 ditolak jika �2 hitung ≥ �2 tabel, dengan df (r-1)(k-1) dan menggunakan tabel C Perhitungan Perhitungan akan dilakukan dengan cara perhitungan manual dan perhitungan dengan menggunakan program SPSS. Langkah-langkah perhitungan dengan menggunakan program SPSS dapat dilihat pada lampiran. Keputusan Keputusan dibuat yaitu untuk menerima atau menolak hipotesis dengan membandingkan nilai statistik dengan nilai kritik. Kesimpulan

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan 1. Uji Chi Squre adalah test of independence, merupakan salah satu pengujian untuk mengetahui hubungan atau kebebasan antar variabel yang bersifat kategori. Uji Chi Square digunakan untuk interdepensensi satu variabel atau lebih dengan variabel lainya, dan digunakan untuk kesesuaian antara frekuensi observasi variabel tertentu dengan frekuensi yang didapat berdasarkan nilai harapannya. 2. Uji Fisher merupakan suatu tehnik untuk menganalisa data diskrit (nominal atau ordinal) ketika dua sampel independen adalah kecil. Skor dibuat dalam bentuk frekuensi dalam tabel kontingensi 2 x 2 seperti berikut ini. 23

3. Dalam pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa, Tekhnik korelasi phi adalah salah satu teknik analisis korelasional yang dipergunakan apabila data yang dikorelasikan adalah data yang benar-benar dikotomik (terpisah atau dipisahkan secara tajam); dengan istilah lain : variabel yang dikorelasikan itu adalah variabel diskrit murni, misalnya: Laki-lakiPerempuan, Hidup-Mati, Lulus-Tidak Lulus, dsb. Apabila variabelnya bukan merupakan variabel diskrit dan kita ingin menganalisis data tersebut dengan menggunakan teknik ini, maka variabel tersebut harus diubah lebih dulu menjadi variabel diskrit. 4. Koefisien korelasi cramer merupakan koefisien korelasi antara dua variabel dimana variabel tersebut merupakan variabel berskala nominal dan di hitung menggunakan tabel kontigensi.Dalam mencari rumus koefisien korelasi cramer diasumsikan dua buah data kelompok non ordered catagorikal. B. Saran Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. DAFTAR PUSTAKA

Djarwanto. 2011.Statistik Nonparametrik.Yogyakarta.BPFE-Yogyakarta Fransisca, deka. 2010, UJI BEDA PROPORSI (CHI – SQUARE), (tersedia pada URL: http://dekafransiscamarthadewi.blogspot.com/2010/06/uji-bedaproporsi-chi-square.html pada tanggal 19 november 2018 pukul 17.00 WITA) Sofyan, oke. 2010, UJI BEDA PROPORSI (CHI – SQUARE), (tersedia pada URL: http://okeita-oke.blogspot.com/2010/02/chi-square.html pada tanggal 19 november 2018 pukul 17.15 WITA) Sudiyono, Anas, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

24

25

Related Documents


More Documents from "Sri MuLyani"