Allah Dan Umat-nya (3): Menerima Petunjuk

  • Uploaded by: Duta April
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Allah Dan Umat-nya (3): Menerima Petunjuk as PDF for free.

More details

  • Words: 3,606
  • Pages: 53
Loading documents preview...
Allah dan umat-Nya (3): Menerima Petunjuk

Sebagai unsur kunci dalam hubungan antara Allah dan umat-Nya adalah kenyataan bahwa Allah menjadikan Diri dan Kehendak -Nya dikenal. Kita telah mencatat kepenting an dari Hukum Taurat, dan peranan dari keimaman untuk membawa petunjuk Allah bagi umat itu. Dua sarana penting lain pewahyuan dalam PL adalah melalui nubuat dan pengajaran hikmat.

A. Nabi-nabi dan nubuat.



A.1. 1. Apakah nabi itu? Kata Ibrani yang lazim untuk ‘nabi’ dalam PL ialah navi’. Ini kemungkinan dikaitkan dengan kata kerja ‘memanggil’, dan menunjuk kepada seseorang yang dipanggil oleh Allah atau yang memanggil orang lain atas nama Allah. Panggilan ilahi adalah vital: itu mengesahkan pelayanan sang nabi dan memberikan otoritas bagi pesan- nya. Dua kata Ibrani selanjutnya, ro’eh dan hozeh, berasal dari kata kerja yang berarti ‘melihat’, dan seringkali diterjemahkan sebagai ‘pelihat’.

Pewahyuan ilahi memampukan nabi-nabi untuk melihat apa yang orang lain tidak dapat. Hal-hal ini bisa jadi kilasan tentang masa depan, atau kebenaran -kebenaran rohani yang dalam. Mereka juga bisa menjadi sangat praktis: Saul datang kepada Samuel karena ia berharap sang ‘pelihat’ dapat membantu- nya menemukan keledai-keledai ayahnya yang hilang (I Sam. 9:3-11). Dua kata Ibrani yang diterjemahkan sebagai ‘penglihatan’ datang dari akar yang sama: melihat penglihatan merupakan bagian normal dari apa yang diharapkan dari seorang ‘pelihat’. Julukan yang lazim lainnya ialah ‘pria Allah,’ menekankan hubungan dekat sang nabi dengan Allah (mis. I Sam. 6.. I Raj. 17:24; 2 raj. 1:9-13; 13:19).



A.2. Peranan Nabi Peranan utama dari nabi PL ialah sebagai seorang mediator: membawa komunikasi langsung dari Allah kepada umat-Nya. Sebuah deskripsi mengenai tugas kenabian ditemukan dalam Keluaran 7:1-2.... (lih. Juga Kel. 4:16). Nabi menerima pesannya dari Allah dan memproklamasikannya kepada orang-orang atas nama Allah. Pesan itu diterima dalam beragam cara. Satu cara, yang telah kita perhatikan, ialah melalui Roh Allah. Nabi-nabi juga menerima wahyu melalui mimpi dan penglihatan (Bil. 12:6; lih. Juga Yes. 30:10; Hos. 12:10), dan dengan diijinkan kedalam sidang ilahi. Dalam banyak kasus kita hanya diberitahu bahwa firman Allah datang kepada nabi tertentu (mis. I Sam. 15:10; 2 Sam 7:4; I Raj. 16:1; 17:2, 8; 18:1; 19:9; 2 Raj. 20:4; Yes 38:4; Yer. 1:2, 4, 11, 13; 2:1; 7:1; Yeh. 1:3; 3:16; 6:1; 7:1; Hos. 1:1; Yl. 1:1; Yun. 1:1; Mi. 1:1; Hag. 2:10; Za. 1:1).

Ini menyiratkan suatu hubungan yang dekat dan terus menerus dengan Allah. Yesaya 50:4 meng- gambarkan bagaimana Hamba Tuhan, yang memiliki peranan nabi, bangun untuk mendengar kan Allah pagi demi pagi dalam rangka untuk menerima perkataan nubuatnya. Tidak jelas pada tingkatan mana nabi kemudian mendeklarasikan perkataan-perkataan tepat itu. Hal itu mungkin terjadi sewaktu-waktu, meskipun ia kemungkin- an menjadi lebih lazim untuk menafsirkan pesan yang diterima, dan menyajikannya dengan meng- gunakan teknik retorik apapun yang akan mem- buatnya berdampak lebih besar.



Sampai pada abad kedelapan SM peranan profetik yang utama nampaknya adalah dalam urusan-urusan nasional. Musa, kadangkala digambarkan sebagai ‘nabi yang luarbiasa’, merupakan pemimpin nasional; demikian pula Samuel. Raja pertama Israel, Saul, juga digambar kan sebagai seorang nabi (mis. I Sam. 10:11-12), dan di PB, Petrus menggambarkan Daud juga sebagai nabi (Kis. 2:30)-meskipun hal itu tidak secara eksplisit disebutkan dalam PL (namun lihat 2 Sam. 23:2).



Selama masa raja-raja, nabi-nabi menasihati, dan seringkali menentang atau menantang, raja. Sebelum berangkat untuk sebuah kampanye militer, seorang raja bertanya kepada nabi-nabinya (mis. I Raj. 22:6-7; 2 Raj. 3:11). Elisa meneruskan intelijen militer yang diberikan Allah kepada raja Israel selama perang dengan Asyur (2Raj. 6:8-12). Sebuah tugas kunci kenabian adalah memberikan nasihat dan mem- bimbing para pemimpin bangsa itu dan untuk mendorong mereka untuk berjalan di jalan Allah. Jadi, sebagaimana memberikan bantuan dan nasihat kepada raja, Samuel menantang Saul (mis. I Sam. 13:13); Natan menegur Daud atas dosanya dengan Batsyeba (II Sam. 12:1-4) dan Elia menentang Ahab dan Izebel (mis. I Raj. 18:16-18; 21:20-24).

Nampaknya ada perubahan dalam penekanan dalam abad kedelapan SM. Nabi-nabi seperti Amos, Yesaya dan Yeremia masih memiliki pesan dari Allah untuk disampaikan kepada raja-raja dan kepada pemimpin bangsa yang lain, namun perkata -an nubuatan mereka diarahkan langsung terhadap umat itu dan kepada masyarakat secara keseluruh- an. Alasan bagi perubahan ini kemungkinan adalah krisis sejarah yang memburuk yang dihadapi Israel dan Yehuda. Raja-raja dan para pemimpin bangsa itu telah gagal untuk mempertahankan kesalehan, dan hasilnya adalah penghakiman yang akan datang.

Sebuah tugas kunci dari nabi-nabi sekarang ialah untuk memperingatkan umat itu dan memanggil mereka kepada pertobatan. Dalam konteks ini nabinabi adalah, utamanya, para pengkhotbah, memproklamasikan firman Allah kepada siapa saja yang akan mendengar. Dan mereka meng- gunakan beragam sarana retorik dan dramatik untuk menarik perhatian dan mengarahkan pesan mereka pulang. Perbedaan yang lain, berhubungan dengan peranan yang lebih umum dalam masyarakat dari nabi-nabi klasik ialah bahwa kumpulan dari perkataanperkataan mereka dibukukan.



Ada beberapa debat atas bagaimana nabi-nabi diorganisir. Nampaknya telah ada kelompok atau serikat nabi-nabi, yang kadangkala diacu sebagai anak-anak nabi (mis. I Raj. 20:35; 2 Raj. 2:7; 4:1, 38; 6: 2; 9:1). Beberapa dari kelompok ini mungkin ditambahkan kepada tempat-tempat kudus, meskipun peranan mereka yang pasti tidak jelas. Nabi-nabi juga kemungkinan merupakan bagian dari halaman istana (mis. I Raj. 18:19; 22:6).



Ketika nabi-nabi klasik mengutuk lembagalembaga politik dan agamawi, mereka mengritik nabi-nabi lain juga serta imam-imam, menyiratkan bahwa nabi-nabi juga mungkin memiliki status resmi sebagai pemimpin bangsa itu (mis. Yes. 28:7; Yer. 2:26; 5:31; 23:11; Yeh. 7:26; Mi. 3:11; bdk. Neh. 9:32; Za. 7:1-3). Nabi-nabi resmi , meskipun demikian, mungkin dicobai untuk setuju dengan pengupah-pengupah mereka, atau untuk bernubuat yang menyenangkan para pen- dengarnya, memberikan potensi akan nubuat palsu (mis. I Raj. 22:13; Yer. 23:16; Rat. 2:14; Yeh 13:19, 22:8).



A.3. Nabi yang sejati dan nabi yang palsu Membedakan antara nubuat yang benar dan yang palsu adalah sangat penting, namun tidak mudah. Isu utamanya ialah sumber dari nubuatan tersebut. Nabi yang benar dipanggil oleh Allah dan menerima pesan-pesannya dari Allah, sementara nabi palsu berbicara dari kewenangan mereka sendiri atau dengan nama allah lain. Ada beberapa indikator mengenai apakah sebuah nubuat berasal dari Allah atau tidak.



Pertama, jika seorang nabi membawa pesan yang tidak digenapi, maka pesan tersebut bukanlah dari Allah, dan nabi itu adalah palsu (Ul. 18:21-22). Baik Yehezkiel maupun Yeremia meyakini bahwa peristiwa-peristiwa akan membuktikan kebenaran dari pesan mereka dan menunjukkan kehampaan dari perkataan musuh-mush mereka (mis. Yer. 14:14-16; 23:19-22; 28:9; Yeh. 2:5; 33:33). Namun berapa lama waktu yang diberi- kan oleh seorang nabi bagi perkataannya untuk menjadi kenyataan?



Bagaimana dengan mereka yang bernubuat mengenai peristiwa-peristiwa yang melampaui masa mereka? Dan bagaimana dengan saat-saat dimana nabi-nabi yang benar memberikan secara sengaja pesan-pesan palsu? (mis. I Raj. 13:18; 22:15) secara umum kita mungkin mengharap kan seorang nabi yang benar mengumumkan pesanpesan yang dapat diuji, sehingga dengan demikian membangun keterpercayaannya. Itu mungkin kemudian menyediakan dasar bagi menerima perkataan-perkataan lain yang tidak begitu mudah untuk diuji.



Kedua, seorang nabi palsu menerima pewahyuannya dari allah-allah lain (Ul. 18:20). Ujian tersebut dapat di- terapkan pada beberapa kasus, sebagai contoh ketika Elia berhadapan dengan nabi-nabi Baal. Namun sering- kali baik nubuatnubuat yang benar ataupun yang palsu diberikan atas nama Yahweh (mis. I Raj. 22:11; Yer. 28: 1-4). Ujian ketiga bahwa seorang nabi yang benar tidak akan menyesatkan orangorang dari penyembahan akan Yahweh dan ketaatan yang meng ikutinya (Ul. 13:1-5). Bagian dari kritik Yeremia terhadap nabi-nabi palsu adalah bahwa mereka sendiri mempraktikkan ketidakadilan, imoralitas dan penyembahan berhala, dan mem- bawa orang lain untuk melakukan yang sama (Yer. 23: 9-14), mengindikasikan bahwa mereka tidak berbicara atas nama Yahweh.



A.4. Pesan dari nabi-nabi Sebagaimana yang telah kita lihat, peranan kunci dari nabi-nabi Israel setelah jaman kerajaan adalah untuk memanggil bangsa itu kembali ke jalan-jalan Allah, dengan menantang para pemimpin politik dan agama, dan dengan menegur umat itu secara langsung. Mereka berbicara lantang melawan imoralitas dan ketidakadilan sosial, secara khusus atas penindasan dan eksploitasi yang lemah oleh yang kuat.

Mereka juga mengutuk ketidak setiaan umat itu dalam berpaling dari penyembahan terhadap Yahweh untuk mengikuti allah-allah lain, menggambarkannya sebagai perzinahan rohani. Karena dosa-dosa bangsa itu, nabinabi mengumumkan penghakiman yang akan datang; melalui beberapa juga poin kepada pemulihan akhir dan pembaharuan dari umat itu serta kedatangan kerajaan Allah. Hal ini akan didiskusikan secara lebih rinci dibawah.

B. Hikmat dan Pengajaran Hikmat 

‘Hikmat’ dalam PL memiliki arti yang luas: ia termasuk kecerdasan, ketajaman, wawasan dan pengertian (mis. Kej. 41:39; I Raj. 4:29; 2 Taw. 2:12; Ams. 5:1; 10:13; Dan. 5:11, 14), dan juga kemampu- an teknis serta artistik. Diatas semuanya, hikmat bersifat praktis. Orang yang bijaksana memiliki wawasan kedalam cara dunia bekerja atau memiliki pengetahuan atau keterampilan spesialis, dan menerapkan pemahaman serta kemampuannya untuk menjadi sukses dalam apa yang ia lakukan. Drane mencatat hubungan ini dan mengusulkan bahwa hikmat menunjukkan ‘kepemilikan kesanggupan apapun yang dibutuhkan untuk seorang individu agar sukses dalam lingkaran kehidupannya sendiri’.



Meskipun pengajaran hikmat adalah lazim di seluruh Dunia Timur Dekat Kuno dan nampaknya adda semacam pertukaran gagasan-gagasan, hikmat dalam PL memiliki dimensi teologis yang jelas (mis. Ayb. 28:28; Mzm. 111:10; Ams. 1:7; 9:10; 15:33; bdk. Mzm. 14:1); hikmat tanpa Allah adalah cacat, dan rencana-rencana yang paling berhikmat, yang dibuat tanpamengacu kepada Allah, akan dipermalukan (mis. Yes. 10:13-16; 19:12-13). Sebagaimana sesuatu yang dimiliki dan berasal dari Allah, hikmat juga memiliki dimensi kosmik (Ams. 8:22-31); ia telah ada sebelum, dan merupakan alat dalam, penciptaan dunia.



Dan ada kepercayaan tersirat bahwa, didalam sebuah dunia yang terus diatur dan ditertibkan oleh hikmat ilahi, ada didalam dunia moral, sebagaimana jasmani, sebuah hukum sebab akibat: pemeliharaan an keadilan ilahi yang lebih kuat berarti bahwa tindakan-tindakan tertentu memiliki konsekuensikonsekuensi tertentu yang takterlakkan. Mereka yang berhikmat berusaha untuk menemukan, memahami dan menerangkan hukum itu, dan kemudian menjalani kehidupan mereka, serta menghimbau kehidupan orang lain, bersesuaian dengannya.



Pengajaran hikmat dimulai, kemungkinan besar, daam keluarga atau puak. Setiap generasi perlu untuk dipersiapkan: orangtua, tua-tua dan guruguru bijaksana lainnya telah belajar dari pengalaman mereka tentang dunia dan memiliki kata-kata hikmat serta nasihat sehat untuk diteruskan, termasuk petunjuk mengenai tanggungjawab keluarga, pengolahan tanah, nilai dari kerja keras dan kebodohan dari kemalasan. Hikmat praktis ini seringkali mengambil bentuk ujaran-ujaran pendek yang mudah untuk diingat.



Selama masa kerajaan, kemungkinan ada sebuah sekolah untuk mengajarkan para pegawai istana tentang hikmat, dan pada saat itu Yeremia disana nampaknya merupakan bagian dari kelompok penasehat bijaksana yang bekerja mendampingi para imam dan nabi (Yer. 18:18). Ahitofel mungkin merupakan penasehat semacam itu bagi Daud (mis. 2 Sam. 16:23). Pertumbuhan dari pergerakan hikmat dalam Israel berhubungan erat dengan kerajaan, dan khususnya berkaitan dengan Salomo.



Menurut para penulis Raja-raja dan Tawarikh, cakrawala Israel diperluas selama waktu ini. Ada tautan perdagangan sejauh India, dan para pengunjung dari negeri-negeri yang jauh datang ke istana Salomo. Hikmat Salomo adalah legendaris (I Raj. 4:29-34). Sementara ia mungkin tidak bertanggungjawab atas semua tulisan yang menggunakan namanya, ialah yang terutama dalam tradisi hikmat Israel, dan nampaknya memainkan peranan yang signifikan dalam mempromosikan hikmat di Israel.

 Hubbard

mengusulkan bahwa orangorang Mesir adalah yang pertama yang membuku kan pengajaran hikmat, dan bahwa bangsa-bangsa yang lain mengikutinya. Tulisan-tulisan hikmat dari PL meliputi kitab Amsal, Ayub dan Pengkhotbah (dan juga beberapa Mazmur).



B.1. Hikmat di TDK Hikmat bersifat antarbangsa. Secara khusus kita memiliki contoh akan jenis pengajaaran ini diantara tetangga-tetangga Israel di Mesir dan Mesopotamia yang kembali pada Milenium ketiga SM. Orang-orang Mesir menghubungkan tatanan dalam alam semesta dengan gagasan tentang ma’at. Dalam rangka memastikan stabilitas negara dan harta milik pribadi maka adalah penting untuk hidup secara harmonis dengan ma’at, dan ini mendasari petunjuk-petunjuk yang diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dan dalam teksteks dari baik Mesir maupun Mesopotamia ada bukti dari refleksi-refleksi yang lebih spekulatif dan diskusi tentang beberapa isu sukar kehidupan, seperti arti kehidupan atau masalah penderitaan, yang juga kita lihat dalam PL.



Para penulis PL mengacu kepada hikmat dan orang-orang bijaksana dari bangsa-bangsa lain. Kadang-kadang ini mengabaikan dan menekankan keunggulan dari kebijaksanaan di Israel; sehingga, sebagai contoh, hikmat Salomo lebih besar dari hikmat semua orang di Timur, dan lebih besar dari semua hikmat Mesir (I Raj. 4:30). Ada sepertinya disana, juga, pertukaran gagasan-gagasan. Orang-orang dari bangsa-bangsa lain datang untuk mengunjungi Salomo karena hikmatnya (mis. I Raj. 10:24), dan ini memberikan gambaran mengenai pengejaran yang lazim akan kebenaran, sebuah kelompok hikmat bersama, sebuah debat, dan barangkali semacam kompetisi, diantara orang-orang berhikmat dari negara-negara yang berbeda.



Kita telah mencatat bahwa hikmat di Israel pada hakikatnya bersifat teologis, namun adalah benar juga bahwa hikmat berkenaan dengan aturanaturan yang dipelihara dalam pengalaman setiap hari, dan banyak dari kesimpulan-kesimpulan (meskipun bukan pengertian teologis yang mendasari mereka) yang tersedia bagi mereka yang berada di luar Israel. Bukan hanya penyembah Allah yang melihat konsekuensi yang berbahaya dari kemalasan, kesombongan atau perzinahan, atau menghargai nilai persahabatan.



Sebagai hasilnya, diakui bahwa hikmat orangorang dari bangsa-bangsa lain juga mungkin memiliki nilai. Kitab Amsal memasukkan perkataan-perkataan hikmat dari orang non-Israel: Agur (Ams. 30:1-33) dan raja Lemuel (Ams. 31:119) kemungkinan adalah orang Arab. Bagian yang lain, Amsal 22:17-24:22, secara luas dianggap berisi kata-kata yang didasarkan pada sebuah koleksi Mesir, Kebijaksanaan Amenemope. Ada juga persamaan antara kitab Ayub dan tulisantulisan dari Mesopotamia, dan antara Pengkhotbah dengan literatur Mesir, Babel, serta Yunani.

 Ini

tidak berarti bahwa bahan Alkitab tidaklah asli. Ini menunjukkan bahwa isu-isu kehidupan yang dihadapi bersifat universal: orang-orang dari latarbelakang agama dan budaya yang berbeda menanyakan pertanyaan yang sama tentang penderitaan dan tentang arti kehidupan.

B.2. Hikmat dalam PL  B.2. a. Hikmat dalam PL bersifat teologis Beberapa orang berpendapat bahwa kitab-kitab hikmat didasarkan lebih kepada akal budi manusia ketimbang pada pewahyuan ilahi. Adalah benar bahwa literatur PL berasal dari beragam sumber dan memiliki banyak kesamaan dengan literatur yang serupa dari Babel dan Mesir. Adalah benar juga bahwa pengamatanpengamatan tersebut nampak, seringkali, sebagai didasarkan atas pengalaman-pengalaman hidup, moral yang sehat dan hukum alam, ketimbang pada sejarah keselamatan, yang terkemuka dari ketiadaannya dari literatur PL. 



Namun demikian, sebagaimana yang telah kita lihat, hikmat dalam PL adalah bersifat teologis. Hikmat yang sejati dimiliki oleh dan berasal dari Allah, dan hanya mungkin bisa dikenali secara tepat oleh mereka yang mengenal Allah. Prinsip ini tercatat dalam Amsal 9:10...



Beberapa kalangan mengklaim bahwa Amsal 1-9 muncul relatif kemudian, dan bahwa tambahannya merupakan bagian dari sebuah perkembangan hikmat dari sesuatu yang pada hakekatnya bersifat sekular kepada sebuah konsep teologis. Namun demikian, dapat diperdebatkan bahwa unsur-unsur teologis dan religius yang signifikan telah hadir sejak awal.



Berkebalikan dengan itu juga benar: orang bodoh/bebal, lawan dari orang yang berhikmat, berkata dalam hatinya, ‘tidak ada Allah’ (Mzm. 14:1; 53:1). Allah telah menciptakan tatanan moral sebgaimana juga jasmani; Ia menciptakan dunia melalui hikmat (Ams. 3:19) dan telah menaruh pada tempatnya/menempatkan aturan-aturan kehidupan yang berusaha untuk ditemukan oleh orang yang berhikmat. Konsekuensinya, sementara mereka yang tidak mengenal Allah dapat mengenali sesuatu dari kebenaran-Nya dari apa yang mereka lihat dalam ciptaan, karena Allah adalah pencipta hikmat, hikmat mengarahkan mereka yang sungguh-sungguh mencarinya kepada-Nya (Ams. 2:1-5; 22:17-19),

dan hanya mereka yang memiliki hubungan dengan-Nya yang dapat sungguh-sungguh berhikmat (mis. Ayb. 28; bdk Ams. 3:5-8). Bahkan dalam kitab Amsal, yang mencatat arahan yang jelas mengenai bagaimana menemukan kesuksesan dalam hidup, terdapat pengakuan bahwa manusia tidak akan pernah dapat mengetahui semua jawabannya (Ams. 20:24), dan bahwa katakata terakhirnya selalu terletak dengan Allah.



B.2b. Personifikasi hikmat Dalam kitab Amsal, hikmat digambarkan dalam istilahistilah pribadi. Dalam gaya nabi-nabi, ia (feminin) berseru di jalan... (Ams. 1:20; lih. Juga 8:1-3), dan menyerukan orang bebal untuk mengubah jalan-jalan mereka. Personifikasi ini mencapai puncaknya dalam Ams. 8:1-9:6. Berbanding terbalik dengan perempuan sundal yang memikat orang tak berhikmat kepada kebinasaan mereka, wanita berhikmat memanggil mereka yang takberpengalaman (8:4-5); ia membangun rumahnya dengan tujuh tiang, dan mengundang orang yang sederhana dan belum dewasa untuk makan bersama dia (9:1-6).



Kita telah memperhatikan kaitan antara hikmat dan penciptaan dalam Amsal 8:22-31. Disini hikmat sekali lagi dipersonifikasikan; ia digambar -kan sebagai karya ciptaan Allah yang pertama, di sisiNya pada permulaan, sebagai tukang (NIV) atau ahli bangunan (NRSV) sementara alam semesta dijadikan. Dapat diperdebatkan apakah penggambaran akan hikmat ini merupakan personifikasi dari suatu ide, digunakan disini secara puitis, atau hypostasis, sesuatu yang dianggap sebagai hampir makhluk ilahi yang terpisah. Pandangan tentang hikmat sebagai suatu personifikasi lebih cocok dengan konteks PL.



B.2. c. Ketegangan dalam literatur hikmat kanonik Sebagaimana yang telah kita lihat, sebuah segi penting dari hikmat adalah untuk memperkenalkan peribahasa-peribahasa bagi kehidupan yang sukses dan berkelimpahan. Ini khususnya jelas dalam kitab Amsal. Hikmat ilahi yang mengatur alam semesta menuntun kepada suatu pandangan mengenai dunia yang teratur, dapat ditebak dan fair (adil/jujur). Amsal memberikan (biasanya) jawaban-jawaban yang jelas: satu hal membawa kepada hal yang lain.



Dan peraturan-peraturan itu menyediakan fondasi umum yang baik untuk membangun sesuatu. Gagasan tentang sebab dan akibat dalam dunia moral kadangkala disebut sebagai ‘hukum pembalasan’: orang-orang menuai apa yang mereka tabur. Prinsip ini diungkapkan secara negatif dalam kata-kata Elifas kepada Ayub:

 Yang

telah kulihat ialah bahwa orang yang membajak kejahatan dan menabur kesusahan, ia menuainya juga. (Ayb. 4:8; bdk. Hos. 8:7; 10:12)



Kesimpulannya adalah bahwa kemalangan Ayub adalah akibat atas perbuatannya sendiri. Namun benarkah dunia seadil itu? Apakah hukum pembalasan selalu berlaku? Dan apakah mungkin bagi pemahaman manusia untuk menduga tatanan yang ditetapkan ilahi yang terletak dibelakang alam semesta?



Kita menyadari dari pengalaman kita sendiri tentang dunia bahwa beberapa hal yang terjadi adalah sukar atau bahkan mustahil untuk dijelaskan. Pada saatsaat tertentu tidak ada jawaban yang mudah, atau tidak ada jawaban samasekali; apa yang terjadi hampir tidak masuk akal dan pastinya nampak tidak adil. Ayub dan Pengkhotbah menghadirkan aspek yang lain dari pengajaran hikmat. Mereka mengakui bahwa hikmat tradisional memiliki keterbatasan. Amsal mengatakan, carilah hikmat maka engkau akan menemukan hidup; bekerja keraslah maka engkau akan berkelimpahan.



Ini semua adalah peraturan-peraturan umum yang baik, namun hidup kadangkala lebih rumit, dan hal-hal kadangkala tidak berjalan demikian. Disitulah Ayub dan Pengkhotbah masuk. Menurut Hubbard, ‘Amsal tampaknya mengatakan “Inilah peraturan-peraturan untuk hidup; cobalah dan temukan bahwa mereka akan berhasil.” Ayub dan Pengkhotbah berkata “Kami sudah melakukannya, dan itu tidak berhasil.”



Ini bukan berarti bahwa pandangan tentang dunia yang disajikan oleh Amsal bersifat mekanistis, sederhana, dan naif. Seperti yang telah kita perhatikan, ada pengakuan bahwa hikmat manusia terbatas (Ams. 20:24; 30:29). Ada juga pengakuan tersirat bahwa halhal mungkin tidak selalu bekerja persis seperti seharusnya, dan faedah dari hidup yang benar dipertentangkan dengan pikat kekayaan (mis. Ams. 15:16; 16:8,19).



Fokus utama dari ayat-ayat ini adalah untuk menekankan nilai dan kepentingan hikmat, namun mereka juga mengindikasikan bahwa dalam beberapa kasus orang yang jahat mungkin nampak berkelimpahan secara materi, dan mereka yang memiliki sedikit materi dapat tergoda untuk mengikuti jalan mereka. Namun demikian, gagasan ini tidak dikembangkan dalam Amsal. Adalah dalam kitab Ayub dan Pengkhotbah-lah penerapan yang disamaratakan dari hukum retribusi dan kemungkinan dari selalu menalar dunia dipertanyakan secara langsung.



Kitab Ayub berfokus pada penderitaan seseorang yang tidak melakukan sesuatu yang layak bagi apa yang terjadi padanya, dan pada tanggapan-tanggapan yang berbeda dari penderitaan tersebut. Para penghibur Ayub mencoba untuk menjelaskan apa yang dia alami sesuai dengan hukum pembalasan, meskipun kita sebagai pembaca telah disadarkan sejak awal bahwa hal ini tidaklah mengena dengan situasi Ayub.



Ayub, diyakinkan oleh ketidakbersalahannya, menanggapi dengan ketabahan dan integritas , meskipun rasa frustrasinya juga membawa dia untuk mengeluh terhadap keadilan ilahi, sebelum akhirnya pasrah kepada kehendak dan tujuan dari Allah yang berdaulat yang tidak perlu menjelaskan diri-Nya sendiri. Kita akan melihat lebih dekat kepada Ayub dan masalah tentang penderitaan orang yang tak bersalah nanti.



Ayub bertanya mengapa hal-hal tertentu terjadi dalam hidup. Pengkhotbah melangkah lebih jauh dan bertanya tentang maksud kehidupan itu sendiri. Kitab itu dimulai dan diakhiri dengan kesimpulan yang sama: “sia-sia! Sia-sia!...segala sesuatu sia-sia (1:2; 12:8). Hidup penuh dengan frustrasi dan ketidakpastian (9:11; 11:6). Tidak ada yang kekal, sehingga tidak ada yang layak diperjuangkan. Tidak ada yang memuaskan, dan pada akhirnya kematian datang kepada yang kaya maupun yang miskin, berhikmat dan bodoh, baik dan jahat, manusia dan binatang (1:15-16; 3:19-21; 7:2; 9:2-6).



Ada ketidakadilan (3:16): orang yang lemah ditindas (4:1; 5:8-9) dan orang yang jahat beruntung (7:15; 8:14). Ada kesusahan dan kesepian (4:8). Pengkhotbah mengakui pemerintahan Allah atas dunia, namun dengan ketidakadilan , frustrasi dan ketidakpastian seperti itu yang dapat dilihat sebagai sebuah tuduhan. Bahkan menceburkan diri sendiri kepada pencarian akan hikmat pada akhirnya terbukti tidak berfaedah (1:12-18; 2:21), karena nampaknya tidak ada tatanan yang ditetapkan ilahi yang membuat cara dunia bekerja dapat dipahami.

 Ayub

ingin mengetahui ‘mengapa?’ Pengkhotbah sepertinya tidak memiliki gairah Ayub, dan satu dari kesan yang berlimpah yang diberikan oleh kitab ini adalah rasa pasrah. Tidak ada serangpun yang dapt memahami jalan-jalan Allah (11:5) dan oleh karenanya lebih baik sedikit bertanya dan sedikit berbicara (5:2).



Adalah penting untuk membaca Pengkhotbah melawan latarbelakang dari pengajaran hikmat tradisional. Perhatian si penulis tidaklah sekedar untuk memperkenalkan pandangan kehidupan yang pesimis; ia ingin memaparkan keterbatasan dari hikmat dan pengertian manusiawi. Menulis dari perspektif salomo, orang yang paling berhikmat dalam sejarah, ia mengakui bahwa bahkan hikmatnya yang besar tidak dapat menyelami dunia. Bagi pikiran manusia dunia Allah bukanlah tempat yang adil dan menjanji kan; Allah, sendiri, menolak, dan bertindak dalam cara yang tidak dipahami oleh ciptaan-Nya.



Sungguhpun demikian, pesan dari Pengkhotbah tidaklah sepenuhnya negatif. Ia menunjuk kepada kesia-siaan dari keberadaan duniawi namun mendorong para pembacanya untuk mengakui dan menaati Allah (12:13), untuk mempercayai keadilan akhir Allah (3:17) dan untuk mencari kepuasan dalam kehidupan yang Allah berikan (2:24; 5:18; 8:15; 9:7-10). Rasa cukup itu hanya mungkin dengan mengakui bahwa pengertian manusia tidak dapat menyelami misteri ilahi, dan dengan menerima dunia sebagaimana adanya, dengan semua ketidakadilan yang tampak.



Meskipun dengan ketegangan yang nyata, Ayub dan Pengkhotbah berdiri disamping Amsal dalam kanon PL. Amsal menawarkan lebih banyak pandangan positif dari hikmat dan kemampuan- nya untuk menyelami dunia, dan pada basis itu memberika aturan umum untuk hidup. Ayub dan Pengkhotbah menekankan keterbatasan hikmat, dan khususnya dari hukum retribusi; dalam dunia nyata hal-hal tidak selalu bekerja dengan cara yang teratur dan mudah ditebak. Kedua cara melihat dunia ini memiliki nilai, dan, sebagaimana diakui oleh para penulis PL, dua-duanya harus dipegang.

Related Documents


More Documents from "dibbace"