Apokaliptik Pl: Unsur-unsur Dari Literatur Apokaliptik

  • Uploaded by: Duta shinta
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Apokaliptik Pl: Unsur-unsur Dari Literatur Apokaliptik as PDF for free.

More details

  • Words: 2,547
  • Pages: 46
Loading documents preview...
APOKALIPTIK PL

Unsur-unsur dari literatur Apokaliptik

Nabi-nabi PL menanti-nantikan kelahiran kembali, pemulihan dan pembaruan dari bangsa itu setelah pembuangan. Namun demikian, kembalinya mereka tidaklah seperti yang diharap kan, justru membawa kepada rasa kecewa dan frustrasi. Masalah-masalah Israel tetap ada, keselamatan yang dijanjikan tidak datang, dan bukannya pendirian Kerajaan Allah, bangsa itu malah menderita dibawah para penguasa kafir yang datang silih berganti, yang memuncak dalam diri Antiokhus Epifanes dan permusuhan- nya atas iman dan cara hidup Yahudi.

Dalam perjalanan normal peristiwa-peristiwa sejarah dan politik, hanya ada sedikit harapan bagi bangsa itu, namun, enggan meninggalkan janji-janji nabi-nabi, para penulis apokaliptik menantikan akan hari, melampaui peristiwa-peristiwa sejarah; ketika Allah akan mengalahkan kuasa-kuasa kegelapan dan kejahatan dan membawa jaman ini kepada akhirnya.

Apokaliptik berarti ‘penyingkapan, pembukaan’ dan tulisan-tulisan apokaliptik mengklaim menerima pewahyuan mereka langsung dari Allah, melalui penglihatan atau perjumpaan langsung dengan penghuni surga. Selama situasi nasional dan plitik yang sukar dari 400-200 SM, dan ketiadaan dari sabda profetik, banyak tulisan-tulisan semacam itu yang muncul. Apokaliptik lantas, adalah sebuah tanggapan terhadap situasi historis tertentu.

Ia juga memiliki banyak pertalian dengan literatur kenabian sebelumnya. Sebuah pengaruh yang penting adalah kitab Yehezkiel. Ini menekankan transendensi Allah dan tanggungjawab manusia secara pribadi; ia mengandung perbandingan dan simbolis- me yang merupakan segi dari apokaliptik yang kemudian; ada juga acuan kepada pertempuran akhir dan kemenangan kebaikan , sebuah tema yang akrab diantara para apokaliptis.

Dalam Zakharia, sang nabi menerima pewahyuan dalam bentuk penglihatan, dan pengharapan masa depan dinyatakan dalam peristilahan kedatangan Masa Keemasan, kemunculan pemimpin mesianik pilihan Allah dan kehancuran final dari kejahatan. Nabinabi yang lain mengacu kepada Hari TUHAN ketika Allah akan mengakhiri kesombongan dan kekuatan bangsa-bangsa dan mendirikan kerajaan-Nya sendiri. Nas PL ini menyediakan dasar bagi pertumbuhan apokaliptik.

Ada juga perbedaan antara apokaliptik dan nubuat. Nabi adalah para pengkhotbah dengan sebuah pesan kontemporer. Mereka ingin memengaruhi dan membentuk sejarah bangsa itu menurut kehendak Allah. Mereka juga mengungkapkan kepentingan moral dan etik yang kuat. Ketika mereka melihat ke masa depan, itu seringkali untuk menekan- kan penghakiman Allah atas dosa dan untuk menghimbau umat untuk bertobat sebelum terlambat.

Para penulis apokaliptik kurang menaruh perhatian dengan masa sekarang; mereka merasa pesimis dengan dunia ini, dan sebalik -nya, berfokus pada tata dunia yang baru yang akan segera didirikan Allah- bukan sebagai pengharapan masa depan yang samar-samar, namun sebagai kenyataan yang segera.

Didalam ini kita melihat sebuah dualisme antara masa sekarang, yang diperintah oleh kuasa-kuasa kejahatan, dan dalam mana kerajaan-kerajaan dunia menentang Allah dan menindas umat-Nya, dan pemerintahan kebenaran Allah di masa depan. Dan karena manusia tidak dapat berbuat apa-apa untuk mencegah atau mempercepat perwujudannya, ini juga membawa kepada pandangan deterministik atas peristiwa-peristiwa dunia.

Ada juga penekanan terhadap transendensi Allah: sebuah perluasan akan pemisahan antara Allah dan manusia, dengan hubungan tersebut biasanya dimediasi oleh para malaikat. Apokaliptik juga biasanya bersifat pseudonymus, seringkali menggunakan nama dari tokoh penting masa lalu Israel.

Pandangan terhadap sejarah yang disajikan dalam literatur apokaliptik adalah penting. Para apokalips merasa putus asa dengan tatanan dunia yang sekarang, namun tetap percaya, bahkan di depan penganiayaan yang kejam dan nampaknya mustahil, bahwa Allah memegang kendali atas kepentingan mereka; para tiran mungkin memerintah, namun hanya atas seijin Allah. Kebangkitan dan kejatuhan kerajaan-kerajaan adalah berada dalam kendali seorang yang ditangannya terletak kemenangan akhir dan yang dalam kerajaannya mereka akan memiliki bagian yagn gemilang.

Mereka melihat sejarah sebagai sebuah kesatuan yang diperintah Allah, yang menuntunnya secara tak terelakkan kepada tujuannya, menurut tujuan yang akhirnya akan disingkapkan, dan dalam terang dari apa yang keseluruhan sejarah akhirnya akan dapat diterima. Ini kadangkala ditunjukkan dengan meninjau kembali sejarah dunia, untuk menunjukkan bagaimana ia telah terjadi sesuai dengan rencana Allah.

Pandangan tersebut biasanya bersifat pseudo prediktif, menulis kembali sejarah diantara masa penulis pseudonymus dan penulis sebenarnya seolah-olah itu adalah sebuah nubuat.

Kitab Daniel Daniel ialah satu-satunya kitab apokaliptik sejati dalam PL. Kitab ini secara luas dianggap sebagai pseudonimus dan pseudo-prediktif, dan banyak sarjana yang menanggalinya sebagai 165 SM. Ini sebagian karena bahasanya nampaknya lebih dekat dengan abad kedua ketimbang abad keenam SM, dan juga karena isi dari pasal 11 nampaknya menjadi lebih rinci, dan lebih akurat waktu ia beranjak dari periode Persia (ketika kitab tersebut mengaku ditulis) kepada masa Antiokhus. Ketiadaan detil yang akurat tentang kematian sang penguasa (pada 164 SM) dianggap mengindikasikan bahwa ia ditulis tidak lama sebelum masa ini.

Tema utama Daniel adalah otoritas Allah atas urusan-urusan manusia: agar semua yang hidup tahu bahwa Yang Mahatinggi berdaulat atas kerajaan manusia (4:17; lihat juga 4:25, 32; 5:21). Ini nyata dalam bagian awal dari kitab tersebut (ps. 2-6) dalam cara Allah memelihara hamba-hamba-Nya di istana ddan juga dalam cara Dia berurusan dengan Nebukadnezar dan Belsazar. Itu terlihat juga dalam riwayat sejarah rinci yang terkandung dalam penglihatan Daniel dalam bagian kedua kitab itu.

Lantas penglihatan empat binatang dalam pasal 7, mewakili empat kerajaan yang berkuasa, yang ditutup dengan sebuah pemandangan ruang takhta surgawi dan menegaskan kendali Allah dan kemenangan finalnya mewakili umat-Nya-bahkan di hadapan perlawanan yang hebat. Penglihatan yang kedua (ps. 8) menggambarkan penakluk –kan kerajaan Media Persia oleh bangsa Yunani dibawah Aleksander, pembagian selanjut- nya kerajaan Aleksander menjadi empat, dan kemunculan Antiokhus Epifanes, musuh utama umat Allah di pasal-pasal terakhir ini, dan penganiayaannya atas orang Yahudi.

Penglihatan Daniel yang ketiga menaruh perhatian pada pemulihan Yerusalem, dan mengacu kepada kedatangan Yang Diurapi, sang pemimpin (9:25). Nas ini tidak jelas; namun sekali lagi, ia menekankan kendali Allah atas peristiwa-peristiwa sejarah. Pasal 11 memberikan rincian sejarah yang lebih tepat tentang kerajaan Utara (dinasti Ptolemy) dan Selatan (dinasti Seleukid) dan memasuk- kan uraian tentang karir, klaim hujat, dan kematian dari Antiokhus Epifanes.

Apakah sang penulis menaruh perhatian kepada peristiwa-peristiwa hanya sampai kematian Antiokhus, atau melihat setelahnya kepada penyingkiran akhir dari tokoh antiAllah yang ia gambarkan, adalah merupakan spekulasi. Namun prinsip tentang kendali Allah atas sejarah, dan kemenangan akhirNya atas setiap kuasa yang bangkit melawan Dia, dijadikan jelas.

Kematian dan Kehidupan Setelah Kematian 

Kematian Kematian merupakan konsekuensi dari dosa (mis. Kej. 2:17; 6:3; Ul. 24:16; 2 Sam. 12:13; Mzm. 90:7-9; Yer. 31:30; Yeh. 3:18-20; 18:20). Sebagaimana yang telah kita lihat setelah mendiskusikan tentang konsekuensi dari ketidaktaatan Adam dan Hawa terhadap perintah Allah, efek utama dosa adalah membawa pemisahan dari Allah dan kematian rohani; namun penghakiman Allah atas pasangan yang pertama menunjukkan bahwa itu juga termasuk moralitas (kej. 3:19, 22-24).

Seperti itu sikap PL terhadap kematian umumnya adalah negatif (mis. Mzm. 6:5; 55:4; Pkh. 9:4; Yeh. 18:32). Kematian digambarkan sebagai seringkali bermusuhan, dan hampir selalu kenyataan yang tidak ramah. Meskipun demikian, sama dengan kepercayaan budaya yang lain, kematian juga dilihat sebagai tidak terelakkan dan alami. Pada akhir kehidupannya, baik Yosua maupun Daud mengumumkan, “sebentar lagi aku akan menempuh jalan segala yang fana” (Yos. 23:14; I Raj. 2:2; bdk. 2 Sam. 14:14; Ayb. 7:9; Pkh. 3:1-2).

Karena ketidakterelakkan ini, kematian diterima ketika ia datang pada akhir sebuah kehidupan yang panjang dan suntuk. Abraham (Kej. 15:15; 25:8), Gideon (Hak. 8:32) dan Daud (1 Taw. 29:28) mati pada usia yang sangat tua. Kebalikannya, kematian yang prematur atau kejam adalah tidak alami dan tidak diterima. Mereka yang terlibat dalam pemberontakkan Korah ditolak kematian yang alami karena dosa mereka (Bil. 16:29-30); Daud tidak ingin Yoab mati secara alami karena pelanggarannya (I Raj. 2:6); Hizkia berdoa untuk dihindarkan dari kematian yang lebih cepat ( 2 Raj. 20:1-3).

Meskipun tidak dikembangkan, bahkan dari masa yang paling awal, ada pandangan bahwa orang mati bertahan dalam satu cara setelah kematian. Eichrodt menunjuk kepada kepentingan yang dilekatkan pada ritus pemakaman, khususnya dimakamkan dekat dengan anggota lain keluarga (mis. Kej. 47:30; 2 Sam. 17:23). Ini menyiratkan kepercayaan bahwa beberapa jenis persekutu -an terus berlangsung dibalik kubur.

Kepercayaan pada kehidupan setelah kematian nyata di Mesir, Babel dan Ugarit. Karena dipercayai bahwa orang mati dapat memengaruhi dunia yang hidup, di Ugarit dan Mesir, sebagai contoh, perbekalan yang rumit dibuat untuk kenyamanan dan persediaan mereka yang mati. Beberapa takhyul ini nampaknya juga dimiliki oleh kaum Israel. Praktik menyediakan makanan bagi orang mati kemungkinan ditinjau pada Ulangan 26:14.

Saul pergi kepada seorang cenayang untuk menghubungi Samuel (I Sam. 28:3-19), dan fakta bahwa adanya keharusan akan larangan untuk berbicara dengan arwah dan dengan mengusir semua cenayang dari Israel (mis. Im. 19:31; 20:6, 27; Ul. 18:11; Yes. 8:19, 19:3) menyiratkan bahwa praktik semacam itu adalah umum.

Sheol Adalah merupakan sebuah pandangan umum diantara para sarjana bahwa PL menggambar –kan bertahannya seseorang diluar kematian sebagai sesuatu yang samar, pengalaman bayang-bayang dalam sheol. Sebagaimana yang telah kita lihat, Sheol dianggap berada di tempat yang paling bawah di bumi. Ada acuan yang sering mengenai turun ke sheol (mis. Kej. 37:35; Ayb. 7:9; Yes. 14:15);

Ia digambarkan sebagai berada di kedalaman (Mzm. 86:13; Ams. 9:18; Yun. 2:2), dan ditampilkan sebagai antitesis surga (Ayb. 11:8; Mzm. 139:8; Yes. 7:11; Am. 9:2). Acuan-acuan kepada kebinasaan (Mzm. 16:10), cacing dan berenga (Ayb. 24:19-20; Yes. 14:11) menyiratkan kaitan dengan kuburan, meskipun istilah tersebut lebih umum mengindikasikan dunia bawah.

PL tidak menunjuk kepada pemisahan antara jiwa dan tubuh pada saat kematian. Sebagaimana yang telah kita lihat, nephes mengacu kepada keseluruhan manusia sebagai makhluk yang hidup. Dalam teks yang mengacu kepada nephes pergi ke sheol atau dilepaskan dari Sheol (Mzm. 16:10; 30:3; 49:15; 86:13, 88:3; 89:48; Ams. 23:14) sekali lagi maknanya keseluruhan pribadi manusia.

Dalam Mazmur 88:3, contohnya, ‘nephes-ku sejajar dengan ‘hidupku’, dan mengalami nephes seseorang dilepaskan dari Sheol berarti dilepaskan dari kematian. Para penghuni Sheol digambarkan sebagai ‘arwaharwah’ (rephaim; mis. Yes. 14:9) ketimbang ‘jiwa-jiwa’. Kematian datang ketika Allah menarik nafas kehidupan (ruakh); tubuh, kemudian, kembali kepada debu (mis. Ayb. 34:14-15; Mzm. 104:29), dan nephes, keseluruhan manusia, berhenti ada.

Apa yang tersisa adalah perwujudan bayangbayang dari manusia itu. Menurut Eichrodt ‘gambaran bayangan dari orang yang mati melepaskan dirinya sendiri darinya dan terus mengeluarkan keberadaan yang telanjang, dan kita hanya mengacaukan gagasan itu jika kita mencampuradukkannya dengan gagasan kita sendiri tentang jiwa...apa yang bertahan ...bukanlah bagian dari orang yang hidup, namun gambaran bayangan dari keseluruhan manusia itu.’

Orang mati dalam sheol kekurangan vitalitas; mereka terpisah dari Allah dan tidak dapat menyembah-Nya (mis. Mzm. 6:5; Yes. 38:18). Salah satu dari gambaran yang paling jelas tentang sheol ialah Yesaya 14:9-11, yang menggambarkan masuknya raja Babel yang telah jatuh kedalam dunia orang mati.

Di sheol ada kesamaan dengan tatanan duniawi; raja duduk di takhta, namun ada penegasan akan kelemahan mereka: raja Babel disambut dengan perkataan ‘Engkau juga telah menjadi lemah seperti kami, sudah menjadi sama seperti kami!' (ay. 10b). Di tempat lain, Sheol dicirikan sebagai tempat dimana tidak ada tak ada pekerjaan, pertimbangan, pengetahuan dan hikmat (Pkh. 9:10), dan dimana tidak ada jalan kembali (Ayb. 7:9; bdk. 2 Sam. 12:23; Yes. 26:13-14).

Phillip Johnston mempertanyakan apakah pemahaman tradisional akan Sheol sebagai tempat semua orang mati adalah benar. Ia mencatat bahwa Sheol ‘adalah hampir secara eksklusif disimpan bagi mereka yang berada dibawah penghakiman ilahi, apakah orang benar yang menderita, atau semua pendosa. Ia jarang terjadi bagi semua manusia dan hanya dalam konteks yang menggambarkan keberdosaan manusia dan absurditas kehidupan.

Ia mengusulkan bahwa Mazmur 16:10 menunjuk kepada kepercayaan kepada semacam persekutuan yang berlanjut dengan Allah yang dinikmati oleh orang saleh setelah kematian. Gagasan yang serupa nampaknya diekspresikan dalam Mazmur 49:15. ini mengindikasikan bahwa kemungkinan ada alternatif bagi Sheol untuk orang benar yang mati, namun alternatif apakah itu tidak dinyatakan secara jelas.

Levenson juga berpendapat melawan Sheol sebagai sebuah tempat tujuan yang universal. Ia melihatnya sebagai ‘perpanjangan dari kehidupan yang belum penuh’; alternatifnya, meskipun demikian, bukanlah tempat yang lain, namun mati secara lanjut-sebagai hasil dari melihat keturunan.

Kehidupan Setelah Kematian Ada beberapa teks dalam PL yang mengacu kepada orang mati yang dibangkitkan. Terkadang mereka yang baru saja mati disadarkan kembali (I Raj. 17:22; 2 Raj. 4:32-35; 13:21), namun ini bukanlah gambaran umum dari kebangkitan dan kita menduga mereka pada akhirnya mati kembali. Dalam Yehezkiel 37:1-10 sang nabi bersabda kepada tulang-tulang kering, dan orang mati hidup kembali, meskipun ini mengacu kepada kebangkitan dan pemulihan bangsa itu (Yeh. 37:11-14) dan, sekali lagi, tidak indikasi mengenai kebangkitan pribadi kepada kehidupan yang baru dibalik kubur.

Pandangan nasional ini penting. Selagi para penulis PL melihat ke depan kepada kedatangan kerajaan Allah dan penyempurnaan/pemenuhan yang akan datang, perhatian utama mereka nampaknya adalah dengan apa yang akan terjadi kepada komunitas tersebut. Pribadi-pribadi kemungkinan tidak bertahan untuk ambil bagian secara pribadi dalam kemuliaan Israel yang akan datang; namun demikian, karena mereka melihat diri mereka sendiri terkait secara vital dengan komunitas itu, pengharapan akan kebangkitan dan keberadaan yang berlanjut dari bangsa itu menjadi pengharapan mereka.

Satu acuan PL yang jelas terhadap kebangkitan pribadi adalah Daniel 12:2, orang banyak yang tertidur dalam debu bumi akan bangkit; beberapa untuk hidup yang kekal, yang lain kepada kehinaan dan aib. Karena Daniel biasa -nya ditanggali pada abad kedua SM, ini diambil untuk mendukung pandangan umum bahwa gagasan kebangkitan dan kehidupan setelah kematian ini merupakan perkembang -an yang relatif baru.

Jika kitab Daniel ditulis pada abad keenam SM, ini tidak akan mencirikan pemahaman teologis pada masa itu, dan akan nampak bahwa wawasannya kedalam keadaan masa depan dari orang benar dan orang jahat tidak segera digabungkan kedalam teologi PL arus utama. Pertanyaan tentang tujuan bagi orang benar yang mati memang, meskipun demikian, menjadi lebih penting pada masa-masa penganiayaan, seperti yang digambarkan dan direnungkan Daniel, atau sebagai antisipasi dari, masa-masa itu mungkin akan menuntun kepada fokus yang lebih terkonsentrasi pada masalah-masalah ini.

Beberapa nas PL mempersiapkan bagi pandangan yang belakangan, yang lebih berkembang; Yesaya 26:19 ditempatkan dalam konteks kebangkitan nasional; namun demikian, ia nampaknya mengindikasikan bahwa kemenangan Allah demi umat-Nya termasuk kemenangan atas kematian dan pengharapan akan kebangkitan pribadi. Mazmur 49:15a mengungkapkan pengharapan Allah akan menebus hidupku dari Sheol.

Ungkapan-ungkapan yang serupa mengacu kepada kelepasan dari ancaman mematikan langsung (mis. Mzm. 30:3; 86:13; bdk. Ayb. 33:28); namun demikian, Mazmur 49:15 tidak mengacu kepada suatu ancaman tertentu, namun kepada sebuah keadaan-keadaan yang bersifat umum. Para penindas kaya tidak dapat menghindari kematian (ay. 14);

namun demikian, tidak seperti para penindas -nya, sang pemazmur, yang juga mati, akan ditebus dari Sheol oleh Allah. Sekali lagi, tujuan alternatifnya tidak dinyatakan dengan jelas; bagaimanapun, sementara Sheol dicirikan oleh pemisahan dari Allah, pemazmur memiliki pengharapan yang lebih baik: Ia pasti membawaku kepada Diri-Nya sendiri.

Mengomentari Yesaya 26:19, Oswalt memperingat -kan terhadap usaha untuk memaksakan terlalu rapi sebuah teori tentang perkembangan pada sebuah teologi yang puncaknya bergantung kepada pewahyuan. Jelasnya disini ada sebuah perkembang- an gagasan-gagasan dalam periode yang panjang yang dicakup oleh PL, dan ini berlaku ketika sampai kepada kehidupan setelah kematian. Namun kita masih harus mengijin kan gagasan yang mungkin hanya menjadi tersebar luas dan lebih dipahami secara penuh pada sebuah tanggal yang relatif belakangan yang mungkin masih diperkenalkan, atau setidaknya dipersiapkan untuk masa yang lebih awal.

Gagasan tentang kebangkitan dan kehidupan dibalik kubur tidak jelasnya dibangun melalui kebanyakan periode PL. Meskipun demikian ada siratan kepadanya. Gagasan tersebut bukanlah sesuatu yang baru yang muncul pada abad kedua SM, namun bertumbuh dari sebuah iman yang mengakui Allah sebagai sumber kehidupan, dan bergantung kepadaNya untuk perlindungan dari kematian dan untuk penyempurnaan akhir.

Kita telah memperhatikan bahwa pengharapan dalam PL dilihat dalam istilah-istilah jasmani. Karena penekanannya adalah pada kesatuan keseluruhan pribadi, kebangkitan juga haruslah mencakup kebangkitan tubuh. Dimana PL menunjuk kepada pengharapan kebangkitan ia menggambarkan pembalikkan dari kematian jasmani dan pembaruan hidup sebagaimana sebelumnya.

Ini bukanlah sekedar penyadaran; bukan juga ia adalah harapan suatu kehidupan yang akan datang yang secara kualitatif berbeda dari kehidupan di dunia ini. Pandangan tentang kematian dan kebangkitan sebagai sebuah gerbang kepda sesuatu yang baru dan lebih baik adalah konsisten dengan iman PL, dan menemukan gemanya dalam Yudaisme yang kemudian, namun berdasar puncaknya pada kebangkitan Yesus.

Kebangkitan diantara kedua perjanjian (PL dan PB)... TUGAS!!

Related Documents

Literatur Babadotan
January 2021 2
Literatur A
February 2021 2
Presentasi Pl
February 2021 1
Teologi Pl 2
February 2021 0
Problemas Rsueltos Pl
January 2021 0

More Documents from "anyta2910"