Bab Iv-1.docx

  • Uploaded by: Nisrina Nur Hanifah
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bab Iv-1.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 5,869
  • Pages: 34
Loading documents preview...
BAB IV DESKRIPSI DAN PEMBAHASAN KASUS

A. Deskripsi Kasus Penelitian ini telah di lakukan di Ruang Nurologi RSUD M.Natsir Kota Solok melibatkan 1 partisipan yang memiliki diagnosa yaitu stroke iskemik dengan rawatan hari ke-1. Tn N dibawa ke IGD RSUD M,Natsir kota Solok pada tanggal 15 April 2020 Jam 20.00 WIB dengan keluhan pasien mengalami penurunan kesadaran dan kelemahan pada ektreminitas sebelah kanan.

1. Pengkajian Keperawatan Hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 20 April 2020 pukul 10.00 WIB dengan rawatan hari ke-6 didapatkan pasien berjenis kelamin laki-laki berumur 60 tahun, dengan diagnosa medis stroke iskemik. Saat dilakukan pengkajian, keluhan utama pasien yaitu istri pasien mengatakan Tn. N mengalami kelemahan pada anggota gerak sbelah kanan dan bicara pelo. Riwayat kesehatan saat ini, istri pasien mengatakan tanggal 15 April 2020 Tn. N mengalami penurunan kesadaran, saat sadar anggota gerak sebelah kanan Tn. N sudah menglami kelemhan dan bicara pelo. Oleh keluarga dibawa ke IGD RSUD M. Natsir pada tanggal 15 April 2020 Jam 20.00 WIB. Riwayat kesehatan dahulu, isteri pasien mengatakan Tn. N pernah menjalani rawat inap di RSUD M. Natsir kurang lebih 3 bulan yang lalu karena hipertensi. Tn. N tidak memiliki riwayat trauma dan belum pernah dioperasi. Riwayat kesehatan keluarga, istri pasien mengatakan bahwa ibu Tn. N memiliki riwayat hipertensi dan Ayahnya meninggal karena penyakit jantung. Tn. N tidak memiliki riwayat alergi makanan atau obat.

Pengkajian pola fungsional pada Tn.n Selama di rawat. Selama sakit pasien mengatakan nafsu makan berkurang. Pasien hanya makan 3-5 sendok setiap kali makan. Istri pasien mengatakan selama sakit pasien minum 3-4 gelas air putih. Selama di rumah sakit pasien sudah 4 hari tidak BAB. Untuk BAK pasien terpasang kateter. Urin berwarna kuning jernih ±500 cc. Selama sakit, seluruh aktivitas klien dibantu oleh istrinya dan pasien lebih banyak mnghabiskan wktunya untuk istirahat. Semenjak mengalami hipertensi pasien dn istri mulai mengurangi makanan yang mengandung garam, pasien sudah putus obat hipertensi sejak sebulan yang lalu dan keluarga engatakan tidak mengerti cara merawat pasien dengan hipertensi. Pemeriksaan fisik yag dilakukan pada tanggal 20 April 2020 diperoleh keadaan umum pasien lemah, kesadaran composmentis, suhu 36,9˚C, pernafasan 20 x/menit, nadi 78 x/menit, tekanan darah 150/90 mmHg, berat badan 70 kg, tinggi badan 165 cm. Pemeriksaan kepala mesochepal, rambut hitam dan bersih.konjungtiva tidak anemis, reflek pupil baik, dilatasi pupil baik. Hidung normal dan simetris tidak ada lesi, kedua lubang telinga berssih dan fungsi pendengaran baik, mulut bersih, tidak ada gigi palsu, mukosa bibir lembab. Leher tidak ada banjolan. Pemeriksaan thoraks, I: pengembangan dada simetris, P: tidak ada nyeri tekan, P: sonor, A: vesikuler. Peeriksan kardiovaskuler, I: Ictus cordis tidak tampak, P: Ictus cordis tidak teraba, P: suara redup, A: Regular. Pemeriksaan abdomen, I: tidak ada lesi, P: tidak ada nyeri tekan, P: tympani, A: bising usus tidak terdengar. Pemeriksaan ekstremitas atas, tangan kanan mengalami kelemahan dan tangan kiri bisa bergerak secara leluasa. Kekuatan otot kanan 4 dan kiri 5. Tangan kiri terpasang infuse asering 20 tpm. Kuku pada jari tangan terlihat bersih. Pemeriksaan ekstremitas bawah, kaki kanan mengalami kelemahan dan kiri tidak terjadi kelemahan. Anggota gerak lengkap, tidak terdapt edema, kekuatan otot kaki kanan 2 dan kiri 5. Kuku pada jari kaki terlihat bersih.

Pemeriksaan Fungsi saraf Kranialis Saraf Kranials I Olfaktorius

Jenis Fungsi

II Optikus III Okulomotor

Sensorik Sensorik Motorik

IV Troklearis

Motorik

V Trigeminalis VI Abdusens

Sensorik Motorik Motorik

VII Fasiali

Motorik

VIII Sensorik Vestibulokoklear IX Glosofaringeus Sensorik Motorik X Vagus Sensorik Motorik XI Asesorius Sensorik Spinal XII Hipoglosus

Motorik

Fungsi Pasien dapat membedakan bau minyak wangi dan bau the Tidak ada gangguan penglihatan Dilatasi reaksi pupil normal, terjadi pengecilan pupil ketika ada pantulan cahaya Tidak ada gangguan dalam pergerakan bola mata Wajah perot Sedikit ada gangguan pada saat mengunyah Tidak dapat menggerakkan bola mata ke samping. Terdapat gangguan pada saat bicara, bicara pelo Tidak ada gangguan pendengaran terdapat kesulitan dalam menelan. Tidak ada gangguan Anggota badan sebelah kanan susah digerakkan dan dapat mengangkat bahu sebelah kiri Respon lidah tidak baik, klien tidak bisa menggerakkan lidah dari sisi yang satu ke yang lain, terdapat kesulitan dalam menelan.

Pemeriksaan Laboratorium a. Pemeriksaan Patologi Klinik Tn. N dari Ruang Neurologi RSUD M. Natsir Kota Solok, Jumat, 17 April 2020 No Jenis

Pemeriksaan

Hasil Satuan

Nilai Rujukan

(Satuan)

1.

Glukosa

89

Mg/dL

70-115

2.

Glukosa 2jam PP

100

Mg/dL

70-140

3.

Leukosit

7,5

K/uL

3,6-11,0

b. Hasil CT Scan Dx Klinis : CVA Kesan : -

ICH (intracerebral hemmorrhage) putamen sinistra (Slice 6-9, ukuran L.K 2,1 X 3,8 cm, Hu 64,88)

-

Tak tampak laterasi

-

Penyempitan ventrikel lateralis dan cornu enterior-posterior sinistra

-

Tak tampak oedem cerebri

-

Suspect hematosinus sphenoidalis sinistra, DD : sinusitis

-

Lain-lain tak tampak kelainan

c. Terapi pengobatan Hari/Tanggal Minggu, 19 April 2020

Obat

Dosis dan satuan

Rute

Cairan infus Asering

20 tpm

IV

Manitol

6 x 100

IV

Neorages

3X1

Oral

Amlodipin

1 x 10 mg

Oral

Ranitidin

50 mg/12j

IV

Ondansetron

4 mg/12 jam

IV

Piracetam

3g/12 jam

IV

2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa

keperawatan

ditegakkan

berdasarkan

data

yang

didapatkan berupa data subjektif dan data objektif. Berikut ini merupakan diagnosis keperawatan yang ditegakkan peneliti pada Tn. N. Setelah dilakukan analisa data dari hasil pengkajian tersebut di dapatkan masalah keperawatan yang pertama pada Tn. N yaitu Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan tidak sebanding antara ventilasi dengan aliran darah yang ditandai dengan pasien mengatakan kepala terasa pusing, pasien mengatakan mempunyai riwayat hipertensi,istri pasien mengatakan Tn. N mengalami penurunan kesadaran dan bicara pelo sebelum dibawa ke RS. Diagnosa keperawatan yang kedua adalah Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot yang ditandai dengan pasien mengatakan tangan dan kaki kanan mengalami kelemahan. Pasien mengatakan kebutuhannya dibantu oleh keluarga. Diagnosa

keperawatan

yang

ketiga

adalah

Konstipasi

berhubungan dengan kelemahan otot abdominal yang ditandai dengan pasien mengatakan sudah 4 hari tidak BAB dan perut terasa keras.

3. Rencana Asuhan Keperawatan Rencana asuhan keperawatan yang dilakukan pada partisipan (Tn. N) mengacu pada SIKI dan SLKI. Berikut adalah rencana asuhan keperawatan pada Tn. N.

52

a. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan tidak sebanding antara ventilasi dengan aliran darah Tabel Perencanaan Keperawatan Perfusi Perifer tidak Efektif Perencanaan Kode L.02011

SLKI

Kode

Perfusi Perifer I.02079 Defenisi: Keadekutan aliran darah pembuluh darah distal untuk menunjang fungsi jaringan.

SIKI Perawatan Sirkulasi Definisi: Mengidentifikasi dan merawat area local dengan keterbatasan area sirkulasi perifer Tindakan:

kriteria hasil: 1. Denyut nadi perifer penyembuh luka sensasi meningkat 2. Warna kulit pucat menurun 3. Edema perifer menurun 4. Parastesia menurun 5. Kelemahan otot menurun 6. Kam otot menurun 7. Bruit femoralis menurun 8. Nekrosis menurun 9. Pengisian kapiler akral membaik 10. Turgor kulit membaik 11. Tekanan darah sistolik membaik 12. Tekanan

Observasi: 1. Periksa sirkulasi perifer (mis, nadi perifer, edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ankle-brachial index) 2. Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi (mis, diabetes, perokok, orang tua, hipertensi dan kadar kolesterol tinggi) 3. Monitor pnas, kemerahan, nyeri atau bengkak pada ekstreminitas Terapeutik: 1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan darah di area keterbatasan perfusi 2. Hindari pengukuran tekanan darah

53

darah diastolic membaik 13. Tekanan arteri ratarata membaik 14. Indeks anklebracial membaik

3.

4. 5. 6.

ektreminitas dengan keterbatasan perfusi Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang cidera Lakukan pencegahan infeksi Lakukan perawatan kaki dan kuku Lakukan hidrasi

Edukasi: 1. Anjurkan berhenti merokok 2. Anjurkan olah raga rutin 3. Anjurkan untuk mengcek air mandi untuk kulit terbakar 4. Anjurkan minum obat untuk penurunan tekanandarah, antikoagulan, dan penurunan koolesterol jika perlu 5. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur 6. Anjurkan menghindari penggunaanobat peyekat beta 7. Anjurkan perawatan kulit yang tepat 8. Anjurkan diet untuk memperbaiki sirkulasi 9. Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan

54

Perencanaan Tindakan Keperawatan Sumber : (PPNI, 2016a)(PPNI, 2016b)(PPNI, 2018)

b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot Tabel Perencanaan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Kode L. 05042

SLKI Mobilitas Fisik

Perencanaan Kode I. 05173

Defenisi: kemampuan dala gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri. Kriteria hasil: 1. Pergerakan ekstremitas meningkat 2. Kekuatan otot meningkat 3. Rentang gerak (ROM) meningkat 4. Kelemahan fisik berkurang

SIKI Dukungan Mobilisasi Defenisi: memfasilitasi pasien untuk meningkatkan aktivitas pergerakan fisik, Tindakan Observasi: 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya 2. Identifikasi toleransi fisik melalui pergerakan 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai mobilisasi 4. Monitor kondisi umum selama melakukan mobilisasi Terapeutik: 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu 2. Fasilitasi melalui pergerakan, jika perlu 3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan pergerakan Edukasi: 1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi 2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini

55

3. Ajarkan mobilisasi sederhana Perencanaan Tindakan Keperawatan Sumber : (PPNI, 2016a)(PPNI, 2016b)(PPNI, 2018)

c. Konstipasi berhubungan dengan kelemahan otot abdominal Tabel Perencanaan Keperawatan Gangguan Mobilitas Fisik Kode L.04033

Perencanaan SLKI Kode Eliminasi Fekal I.041513 Definisi: Proses defekasi normal yang disertai dengan pengeluaran feses mudah dan konsistensi, serta bentuk feses normal Ekspetasi: Mebaik Criteria Hasil: 1. Control pengeluaran feses meningkat 2. Keluhan defekasi lama dan sulit menurun 3. Mengejan saat defekasi menurun 4. Nyeri abdomen menurun 5. Kram abdomen menurun 6. Konsitensi feses membaik 7. Frekuensi defekasi membaik 8. Peristaltic usus membaik

SIKI Manajemen konstipasi Definisi: Mengidentifikasi dan mengelola pencegahan dan mengatasi sembelit Tindakan: Observasi 1. Periksa tanda dan gejala konstipasi 2. Periksa pergerakan usus karakteristik feses 3. Identifikasi faktor resiko konstipasi 4. Monitor tanda dan gelaja ruptur usus dan peritonitis Terapeutik: 1. Anjurkan diet tinggi serat 2. Lakukan masase abdomen 3. Lakukan evakuasi feses secara manual 4. Berikan enema atau irigasi jika perlu Edukasi: 1. Jelaskan etiologi masalah dan alas an tindakan 2. Anjurkan peningkatan asupan cairan,

56

jika tidak ada kontraindikasi 3. Latih buang air besar secara rutin 4. Ajarkan cara mengatasi konstipasi Perencanaan Tindakan Keperawatan Sumber : (PPNI, 2016a)(PPNI, 2016b)(PPNI, 2018)

4. Implementasi Keperawatan Implementasi dilakukan selama 5 hari untuk partisipan Tn. N . implementasi yang dilakukan disesuaikan dengan rencana asuhan keperawatan yang telah dibuat. Berikut ini adalah implementasi keperawatan yang akan dilakukan. Implementasi keperawatan pada diagnosa Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan tidak sebanding antara ventilasi dengan aliran darah, tindakan keperawatan yang telah dilakukan pada Tn. N adalah monitor pernapasan dengan hasil pernapasan 24 x/menit, monitor tanda- tanda sianosis dengan hasil akral pada ekstremitas atas dan bawah An. X teraba dingin dan terlihat membiru, monitor adanya sputum, memberikan oksigen 1 liter/menit, menganjurkan kepada keluarga untuk memberi anak minum air hangat. Implementasi berhubungan

keperawatan

dengan

peningkatan

pada laju

diagnosa

Hipertermia

metabolisme,

tindakan

keperawatan yang telah dilakukan pada An. X adalah monitor suhu dengan hasil suhu anak 40°C, monitor suhu tubuh setiap 1 jam sekali dengan hasil pada 1 jam pertama 40°C, monitor adanya kejang berulang, memberikan infuse RL 500 ml/8 jam, memberikan antipiretik sesuai dengan kebutuhan

57

obat yang diberikan paracetamol 4x125 mg, paracetamol inj jika suhu diatas 38°C, proris supp 125 mg jika diperlukan, memberikan obat antikonvulsan sesuai dengan kebutuhan obat yang diberikan stesolit 10 mg jika diperlukan, intake cairan dan nutrisi adekuat dengan hasil yang ditemukan An. X mau makan dan minum, menganjurkan dan mengajarkan orang tua teknik Tepid sponge untuk menurunkan suhu tubuh anak, menganjurkan kepada orang tua untuk memakaikan baju tipis kepada anak, menganjurkan kepada orang tua untuk memberi An. X banyak minum. Implementasi keperawatan pada diagnosa Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi, tindakan keperawatan yang dilakukan adalah monitor tanda-tanda ansietas dengan hasil pengkajian orang terlihat cemas dan selalu berada di samping anak sambil terus berdoa, melakukan pendekatan yang tenang dan meyakinkan dengan hasil terbinanya hubungan saling percaya dengan peneliti, berusaha untuk memahami perspektif pasien dari situasi stress dengan hasil pasien tampak masih cemas dengan kondisi anaknya, memberikan edukasi secara factual mengenai demam kejang dan pengobtannya, menjelaskan tujuan dan tata cara setiap prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada anaknya, memprioritaskan kebutuhan pasien, menganjurkan orang tua melakukan kegiatan pengalihan untuk mengurangi rasa cemas seperti mendengarkan musik, menonton dan lainnya,, serta mengajarkan teknik relaksasi napas dalam.

58

5. Evaluasi Keperawatan Evaluasi dilakukan setiap hari selama 3 kali kunjungan. Berikut adalah hasil evaluasi yang dilakukan pada An. X. a. Bersihan

jalan

napas

tidak

efektif

berhubungan

dengan

hipersekresi jalan napas Dengan metoda SOAP pada hari pertama memperoleh hasil data subjektif orang tua mengatakan An. X masih batuk dan pilek, dan data objektif saat dilakukan pemeriksaan didapatkan hasil pernapasan anak 24 x/menit, akral pada ekstremitas atas dan bawah An. X teraba dingin dan terlihat membiru, An. X terpasang oksigen 1 liter/menit, orang tua tampak sudah mulai memberikan minum air hangat kepada anak, masalah keperawatan belum teratasi. Intervensi hari ke-2 diperoleh hasil data subjektif orang tua mengatakan An. X masih batuk dan pilek, dan data objektif saat dilakukan pemeriksaan didapatkan hasil pernapasan anak 22 x/menit, akral An. X teraba hangat dan sudah tidak membiru, An. X terpasang oksigen 1 liter/menit, orang tua tampak memberikan minum air hangat kepada anak, masalah keperawatan belum teratasi. Intervensi hari ke-3 diperoleh hasil data subjektif orang tua mengatakan An. X sudah tidak pilek dan masih sedikit batuk, dan data objektif saat dilakukan pemeriksaan didapatkan hasil pernapasan anak 21 x/menit, akral An. X teraba hangat dan sudah tidak membiru, tidak terpasang oksigen, orang tua memberikan minum air hangat kepada anak, masalah keperawatan teratasi sebagian.

59

b. Hipertermia berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme Dengan metoda SOAP pada hari pertama memperoleh hasil data subjektif orang tua mengatakan An. X masih demam, dan data objektif saat dilakukan pemeriksaan suhu anak 40°C, An. X terpasang infuse RL 500ml/8 jam, mendapatkan terapi antipiretik berupa Paracetamol 4x125 mg, Paracetamol inj, Proris supp 125 mg, dan terapi antikonvulsan pada hari pertama berupa stesolit 10 mg. Orang tua sudah menerapkan teknik Tepid sponge

untuk menurunkan suhu

badan anak, memakaikan pakaian yang tipis dan memberi banyak minum kepada anak. Penurunan suhu di hari pertama belum terlihat dan masalah keperawatan belum teratasi. Intervensi hari ke-2 diperoleh hasil data subjektif orang tua mengatakan An. X masih demam, dan data objektif saat dilakukan pemeriksaan suhu anak 38,5°C, An. X terpasang infuse RL 500ml/8 jam, mendapatkan terapi antipiretik berupa Paracetamol 4x125 mg, Paracetamol inj, Proris supp 125 mg, dan terapi antikonvulsan pada hari pertama berupa stesolit 10 mg. Tidak ada kejang pada anak dihari ke-2. Orang tua sudah menerapkan teknik Tepid sponge

untuk

menurunkan suhu badan anak, memakaikan pakaian yang tipis dan memberi banyak minum kepada anak. Penurunan suhu di hari ke-2 sudah mulai terlihat dengan suhu An. X 38,5°C dan masalah keperawatan belum teratasi.

60

Intervensi hari ke-3 diperoleh hasil data subjektif orang tua mengatakan An. X sudah masih sedikit demam, dan data objektif saat dilakukan pemeriksaan suhu anak 37,8°C, An. X terpasang infuse RL 500ml/8 jam, mendapatkan terapi antipiretik berupa Paracetamol 4x125 mg. Tidak ada kejang pada anak dihari ke-2. Orang tua sudah menerapkan teknik Tepid sponge untuk menurunkan suhu badan anak, memakaikan pakaian yang tipis dan memberi banyak minum kepada anak. Penurunan suhu di hari ke-3 sudah mulai terlihat dengan suhu An. X 37,8°C dan masalah keperawatan teratasi sebagian.

c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi Dengan metoda SOAP pada hari pertama memperoleh hasil data subjektif orang tua mengatakan masih merasa sangat cemas dan khawatir dengan kondisi anaknya, data objektif yang didapatkan orang tua tampak gelisah, dan tampak selalu berada di samping anaknya sambil terus berdoa. Peneliti mencoba melakukan pendekatan yang tenang dan meyakinkan dengan hasil terbinanya hubungan saling percaya,

memberikan

edukasi

mengenai

kejang

demam

dan

pengobatannya, menjelaskan secara rinci tujuan dan tata cara setiap prosedur

tindakan

memprioritaskan

yang

kebutuhan

akan

dilakukan

pasien,

kepada

menganjurkan

anaknya, orang

tua

melakukan kegiatan pengalihan untuk mengurangi rasa cemas seperti mendengarkan musik, menonton dan lainnya, serta mengajarkan teknik relaksasi napas dalam, masalah keperawatan belum teratasi.

61

Intervensi hari ke-2 diperoleh hasil data subjektif orang tua mengatakan masih merasa cemas dan khawatir dengan kondisi anaknya, data objektif yang didapatkan orang tua tampak sedikit gelisah, dan mulai tampak mengerjakan aktivitas yang lain sebagai kegiatan pengalihan. Orang tua tampak melakukan teknik relaksasi napas dalam setiap melihat anaknya akan diberi tindakan atau setiap cemas. Peneliti kembali mencoba memberikan edukasi mengenai kejang demam dan pengobatannya, menjelaskan secara rinci tujuan dan tata cara setiap prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada anaknya,

memprioritaskan

kebutuhan pasien,

peneliti

kembali

mengajarkan orang tua melakukan kegiatan pengalihan untuk mengurangi rasa cemas seperti mendengarkan musik, menonton dan lainnya, serta mengajarkan teknik relaksasi napas dalam, masalah keperawatan belum teratasi. Intervensi hari ke-3 diperoleh hasil data subjektif orang tua mengatakan sudah merasa tidak cemas karena kondisi anaknya sudah mulai membaik, dan melakukan teknik relaksasi napas dalam ketika rasa cemas itu kembali, data objektif yang didapatkan orang tua tampak mengerjakan aktivitas yang lain sebagai kegiatan pengalihan. Peneliti

memberikan

reinforcement

kepada

orang

tua

atas

keberhasilannya mengatasi rasa cemas dan tetap menjelaskan secara rinci tujuan dan tata cara setiap prosedur tindakan yang akan dilakukan kepada

anaknya,

keperawatan teratasi.

memprioritaskan

kebutuhan

pasien,

masalah

62

B. Pembahasan Kasus Setelah dilkukan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan

meliputi

pengkajian

keperawatan,

menegakkan

diagnosis

keperawatan, melakukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi keperawatan, maka pada bab ini peneliti akan membahas mengenai kesenjangan antara teori dan kenyataan yang ditemukan dalam perwatan kasus kejang demam yang telah dilakukan pengkajian pada An. X asuhan dilakukan mulai tanggal 14 April 2020 sampai 16 April 2020 di Puskesmas Tanah Garam Pelayanan Terpadu Tumbuh Kembang Anak Kota Solok yang dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pengkajian Keperawatan Diabetes melitus tipe II terjadi akibat penurunan sensitivitas terhadap insulin atau akibat penurunan jumlah produksi insulin. Biasanya resistensi insulin cenderung meningkat sejalan bertambahnya umur. Sejalan dengan teori menurut Darmayanti (2015) menyebutkan bahwa diabetes melitus biasanya beresiko pada usia > 40 tahun karena resistensi insulin di usia > 40 tahun cenderung meningkat. Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan pasien berumur 56 tahun, berjenis kelamin perempuan.

Peningkatan resistensi insulin disebabkan oleh beberapa faktor resiko seperti pola makan yang tidak baik, kurangnya olahraga dan obesitas. Hasil wawancara didapatkan pasien sering mengkonsumsi minuman manis seperti teh manis sebelum menderita DM tipe II, selain itu pasien juga jarang

63

melakukan olahraga, dan pasien sudah menderita DM tipe II sejak 14 tahun yang lalu dan tidak di kontrol. Menurut penenlitian Sudaryanto, dkk (2014) menyebutkan pola makan yang buruk seperti konsumsi minuman yang mengandung pemanis gula berlebihan berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya DM tipe II ditandai dengan tingginya angka kejadian DM tipe II dengan responden yang memiliki pola makan tidak baik sebesar 80%. Sejalan dengan teori menurut Yasmara, dkk (2016) resistensi insulin terjadi karena beberapa faktor resiko seperti obesitas, pola makan tidak sehat, riwayat keluarga/keturunan, dan kurang berolahraga. Riwayat kesehatan pasien tidak ada kesenjangan dengan teori dan hasil penelitian.

Peningkatan kadar gula darah ditandai dengan terjadinya keluhan banyak minum (polidipsi), banyak makan (polifagia) dan sering berkemih (poiluria). Keadaan ini sesuai dengan tiga gejala klasik diabetes melitus yang disebutkan oleh Rendi dan Margareth (2012) bahwa penderita diabetes melitus didalam tubuhnya kekurangan insulin yang mengakibatkan sel- sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk melakukan pembakaran dalam tubuh, maka penderita akan merasa lapar sehingga menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Kadar gula darah yang meningkat mengakibatkan ginjal tidak mampu lagi mengabsorpsi glukosa dan glukosa akan dikeluarkan bersama urine, keadaan ini disebut glukosuria, karena sifat gula menyerap air maka penderita akan sering berkemih atau disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intraseluler, hal ini akan merangsang pusat haus sehingga pasien

64

akan merasakan haus terus menerus sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi. Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan pasien mengeluh haus dan banyak minum serta sering berkemih. Gejala yang dirasakan pasien tidak ada kesenjangan antara teori dengan keadaan pasien. Rasa haus yang dirasakan pasien akan berdampak pada penurunan berat badan. Pasien mengatakan mengalami penurunan berat badan dari 69 kg menjadi 64 kg sejak 6 bulan terakhir. Menurut Tandra (2017) menyebutkan bahwa berat badan turun sebagai kompensasi dari dehidrasi, dan banyak minum. Pada mulanya berat badan makin meningkat, tetapi lama kelamaan otot tidak mendapat cukup gula untuk tumbuh dan mendapat banyak energi, maka jaringan otot dan lemak harus dipecah untuk memenuhi kebutuhan energi. Gejala yang dirasakan pasien tidak ada kesenjangan antara teori dengan keadaan pasien.

Kebutuhan kalori yang dibutuhkan oleh penderita diabetes melitus harus disesuaikan dengan status gizi pasien, penentuan status gizi dilaksanakan dengan menghitung persentase berat badan normal kemudian disesuaikan dengan jenis diet DM (Rendi dan Margareth, 2012). Berdasarkan hasil pengukuran BMI (Body Massa Index) didapatkan status gizi pasien termasuk berat badan berlebih tingkat ringan dan hasil kolaborasi dengan ahli gizi, pasien mendapatkan jenis diet diabetes melitus III dengan kalori sebanyak 1500 kalori. Diet yang diberikan sudah sesuai dengan kebutuhan kalori berdasarkan status gizi pasien.

65

Dalam pemberian diet perlu diperhatikan kepatuhan pasien dalam memenuhi kalorinya karena akan berdampak pada kadar gula darah. Menurut Rendi dan Margareth (2012) diet DM bertujuan untuk mempertahankan kadar glukosa darah dengan memperhatikan jumlah kalori, jadwal diet dan jenis makanan yang diberikan. Pada kasus pasien mengatakan sering mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit dan tidak menghabiskan diet yang diberikan sehingga kebutuhan kalori tidak sesuai dengan status gizi. Sejalan dengan penelitian Nugroho dan Handono (2015) menyebutkan terdapat hubungan bermakna antara tingkat kepatuhan diet terhadap kadar gula darah pasien DM tipe II dengan nilai p value sebesar 0,000 ( P < 0,05) ditandai dari 28 responden yang tidak mematuhi dietnya terdapat 23 responden memiliki kadar gula darah tinggi. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi akan berdampak pada keadaan tubuh pasien diantaranya tubuh lesu/lemah. Keadaan ini diakibatkan tidak terjadinya penyerapan glukosa oleh sel tubuh, sehingga energi yang dihasilkan sedikit. Menurut Rendi dan Margareth (2012) menyebutkan produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunya transport glukosa ke sel-sel sehingga sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat yang mengakibatkan tubuh kekurangan energi. Sejalan dengan teori didapatkan pasien mengatakan badan terasa lemah ditandai dengan wajah tampak pucat. Gejala yang dirasakan pasien tidak ada kesenjangan antara teori dengan keadaan pasien.

Peningakatan kadar glukosa darah dalam tubuh dapat mengakibatkan komplikasi salah satunya terhadap ginjal. Menurut Tandra (2017) kerusakan

66

saringan ginjal timbul akibat gula darah yang tinggi, lamanya diabetes, diabetes yang diperberat oleh tekanan darah yang tinggi (tekanan darah sistolik diatas 130 mmHg dan diastolik diatas 80 mmHg). Semakin lama terkena diabetes dan menpunyai tekanan darah tinggi, pasien makin mudah mengalami kerusakan ginjal. Berdasarkan hasil pengukuran tanda tanda vital didapatkan tekanan darah pasien 140/70 mmHg. Dari hasil pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada tanggal 08 Februari 2019 didapatkan Hemoglobin 9,2 g/dl (menurun), Hematokrit 27% (menurun). Hemaglobin dan Hematokrit menurun disebabkan oleh kegagalan ginjal untuk melakukan fungsinya, salah satu fungsi ginjal adalah menghasilkan eritropoetin yang berfungsi untuk menghasilkan eritrosit. Hal ini mengakibatkan anemia sehingga kadar hemglobin dan hematokrit dalam darah menurun (Muttaqin dan Sari,2011)

2. Diagnosa Keperawatan Berdasarkan hasil pengkajian, peneliti menemukan 3 diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien. Diagnosa keperawatan yang muncul adalah ketidakseimbangan kadar gula darah berhubungan dengan hiperglikemia, keletihan berhubungan dengan penyakit, dan defesiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan. Diagnosa keperawatan utama pada kasus yaitu ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan hiperglikemia, berdasarkan SDKI gejala mayor dan minor yang ditemukan pada pasien yaitu sering haus dan berkemih, badan mudah lemah, mulut tampak pucat, kering dan hasil gula darah sewaktu 286

67

mg/dl, Menurut Rendi dan Margareth (2012) penyakit diabetes melitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin. Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat di ubah menjadi glikogen sehingga kadar gula darah meningkat sehingga terjadi hiperglikemia. Ginjal tidak dapat menahan hiperglikemia ini, maka ginjal tidak bisa menyaring dan mengabsorpsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine, akibatnya tubuh mengalami dehidrasi intraseluler, hal ini akan merangsang pusat haus terus menerus sehingga pasien akan sering minum.

Diagnosa keperawatan kedua yang ditegakkan adalah keletihan berhubungan dengan penyakit. Diagnosa ini ditegakkan karena produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport glukosa ke dalam sel tubuh, sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan karbohidrat dan terjadilah pembakaran lemak dan protein dalam tubuh, lama kelamaan lemak dan protein menipis, sehingga tubuh kekurangan energi dan menyebabkan badan pasien mudah letih. Sejalan dengan teori menurut Putri dan Wijaya (2013) mengatakan rasa lemah disebabkan oleh glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Hal ini sesuai dengan batasan karekteristik diagnosa keletihan menurut NANDA (2015) dimana batasan karakteristiknya yaitu penurunan kosentrasi,kelelahan, kurang energi, kurang minat terhadap sekitar, mengantuk, mengatakan kurang / tidak mampu mempertahankan aktivitas

68

fisik pada tingkat biasanya, mengatakan tidak mampu memulihkan energi walaupun pasien sudah tidur.

Diagnosa keperawatan ketiga yang ditegakkan adalah defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan. Diagnosa ini ditegakkan karena ketidaktahuan pasien terhadap manajemen penyakit diabetes yang mengakibatkan pasien tidak patuh terhadap diet yang diberikan sehingga akan berdampak pada kadar gula darah pasien yang meningkat. Penelitian Dwipayanti (2015) menyebutkan terdapat hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan terhadap kepatuhan pelaksanaan diet pasien DM tipe II dengan nilai p value sebesar 0,000 ( P < 0,05) ditandai dari 33 responden yang memiliki pengetahuan kurang terdapat 31 responden yang tidak mematuhi dietnya. Hal ini sesuai dengan batasan karekteristik diagnosa defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi pada NANDA (2015) dimana batasan karakteristikya yaitu ketidakmampuan mengikuti perintah, kurang pengetahuan, dan menunjukkan perilaku tidak tepat dan tidak patuh.

3. Intervensi Keperawatan Rencana tindakan keperawatan pada diagnosa ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan hiperglikemia yaitu manajemen hiperglikemia diantaranya monitor kadar gula darah dan monitor tanda dan gejala hiperglikemia. Intervensi ini direncanakan selama enam hari pasien dirawat karena perubahan kadar gula darah terjadi setiap saat serta dapat menentukan perencanaan

dalam

pemberian

insulin.

Menurut

Darmayanti

(2015)

69

pemantauan kadar glukosa darah dalam darah memungkinkan untuk mendeteksi dan mencegah hiperglikemia atau hipoglikemia, pada akhirnya akan mengurangi komplikasi diabetik jangka panjang. Pemeriksaan ini dianjurkan bagi pasien dengan penyakit DM yang tidak stabil. Kaitannya dengan pemberian insulin, dosis insulin yang diberikan pada pasien ditentukan oleh pemeriksaan kadar glukosa darah. Intervensi selanjutnya untuk diagnosa ketidakstabilan kadar glukosa darah yaitu monitor status nutrisi diantaranya timbang badan pasien dan menentukan status nutrisi untuk merencanakan terapi nutrisi serta monitor asupan kalori yang dimakan pasien. Menurut Darmayanti (2015) pemberian nutrisi di mulai dari menilai kondisi pasien, salah satunya menilai status gizi, penilaian status gizi dengan menghitung Body Massa Index untuk melihat apakah pasien mengalami kegemukan dan obesitas. Penilaian status gizi berguna dalam pemberian jenis diet kepada pasien.

Rencana tindakan keperawatan pada diagnosa keletihan berhubungan dengan penyakit yaitu manajemen energi diantaranya kaji status fisiologis pasien dan jenis aktivitas pasien, tentukan banyak dan jenis aktivitas yang dibutuhkan pasien, monitor asupan nutrisi untuk mengetahui sumber energi yang adekuat dan anjurkan aktifitas fisik sesuai dengan kemampuan pasien. Pemberian nutrisi yang adekuat dapat menghasilkan energi yang baik. Menurut Hidayat (2009) tubuh memerlukan keseimbangan energi untuk melakukan sebuah aktivitas. Keseimbangan tersebut dapat dihitung melalui kebutuhan nutrisi

70

yang dibutuhkan seseorang Energi pada manusia dapat diperoleh dari berbagai masukan zat gizi, diantaranya protein, karbohidrat, dan lemak.

Rencana tindakan keperawatan pada diagnosa defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan yaitu pengajaran proses penyakit dan pengajaran diet. Intervensi tersebut diantaranya mengkaji tingkat pengetahuan pasien dan keluarga tentang DM dan dietnya. Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan keluarga dan pasien tentang penyakit DM, karena pasien DM rentang terjadi komplikasi sehingga pasien dan keluarga harus memahami komplikasi dari DM.

Intervensi

selanjutnya diskusikan bersama pasien dan keluarga mengenai DM dan libatkan keluarga dalam memilih menu diet. Hal ini dilakukan agar keluraga dapat menentukan sesuai dengan sumber daya yang dimiliki dan dapat dipenuhi secara efisien. Menurut Rendi dan Margareth (2012) pemberian pendidikan kesehatan pada pasien diabetes melitus merupakan salah satu hal penting dalam keberhasilan terapi diabetes melitus yang bertujuan menormalkan kadar glukosa darah untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler dan neuropatik.

4. Implementasi Keperawatan Peneliti melakukan implementasi keperawatan berdasarkan tindakan yang telah

direncanakan.

Peneliti

melakukan

penelitian

pada shift pagi.

Implementasi yang dilakukan pada pasien memiliki hubungan dengan pemecahan masalah gangguan kebutuhan nutrisi.

71

Implementasi pada diagnosa ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan hiperglikemia yang dilakukan diantaranya timbang berat badan dan menentukan status gizi pasien pada hari pertama, mengukur kadar gula darah dan monitor tanda dan gejala hiperglikemia, monitor asupan cairan oral dan output urine, dan memantau diet yang dimakan pasien setiap hari, serta berkolaborasi dalam pemberikan injeksi insulin sesuai indikasi. Implemntasi pemeriksaan kadar gula darah diperlukan guna memodifikasi jenis diet dan menentukan jenis pengobatan salah satunya pemberian insulin (Arisman, 2011). Dalam pemberian insuin, pasien sering mendapatkan injeksi insulin sebelum makan, dikarenakan kadar gula pasien sering tinggi ketika diukur sebelum makan. Analisa peneliti, kegunaan pemberian injeksi insulin sebelum makan adalah untuk membantu dalam menstabilkan gula darah pasien, sejalan dengan hasil penelitian Nurlina (2016), intervensi pemberian obat insulin berguna menstabilkan kadar glukosa darah dalam darah dan pengobatan insulin merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peningkatan status nutrisi pasien. Selain itu, implementasi yang dilakukan peneliti adalah memantau banyak minum dan makan pasien, menghitung banyak urine pasien. Hal ini dilakukan karena kadar gula darah tinggi mengakibatkan ginjal tidak mampu lagi mengabsorpsi dan glukosa keluar bersama urine, atau disebut glukosuria.

Implementasi

keperawatan

yang

dilakukan

pada

diagnosa

keletihan

berhubungan dengan penyakit yaitu mengkaji status fisiologis dan jenis

72

aktivitas yang dibutuhkan pasien pada hari pertama, mengkaji faktor penyebab kelelahan yang dialami pasien diperoleh hasil kelelahan yang dialami oleh pasien karena tidak adekuatnya nutrisi yang masuk dan pasien mengalami penurunan hemoglobin 9,2 g/dl (nr : 12-14 g/dl), membatasi aktivitas yang menyebabkan kelelahan, mengurangi ketidaknyamanan yang dialami pasien saat istirahat, menganjurkan pasien banyak beristirahat, dan berkolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian diet yang didapatkan hasil diet yang diberikan oleh ahli gizi adalah diet DM III 1500 kalori serta menganjurkan pasien untuk menghabiskan diet yang dianjurkan. Rendi dan Margareth (2012) menyebutkan penentuan jumlah kalori diet DM diesuaikan oleh status gizi penderita, tujuan dalam menentukan diet DM adalah mencapai kadar glukosa darah normal tanpa terjadi hipoglikemia dan ganguuan pada pola aktivitas pasien.

Implementasi keperawatan yang dilakukan pada diagnosa defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan yaitu mengkaji tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit diabetes melitus dan memberikan pendidikan kesehatan tentang penyakit diabetes melitus menggunakan booklet kepada pasien dan keluarga pada hari ketiga dan memberikan pendidikan kesehatan menggunakan booklettentang prinsip diet DM pada hari ke empat. Implementasi tersebut dilakukan pada hari ketiga dan keempat rawatan dikarenakan kondisi pasien yang masih lemah, mudah mengantuk, sehingga pasien sulit berkosentrasi. Implementasi pemberian pendidikan kesehatan tentang pentingnya pemenuhan nutrisi dan diet bagi

73

penderita diabetes melitus dengan memperhatikan 3 J ( jadwal, jumlah dan jenis makanan). Setelah diberikan pendidikan kesehatan, dianjurkan pasien untuk mematuhi diet saat di rumah sakit maupun di rumah agar ketidakseimbangan kadar glukosa darah dan keletihan tidak terjadi pada pasien. Hasil penelitian Suprihatin (2012) menyebutkan bahwa obat yang baik untuk mengontrol kadar gula darah dan menghindari terjadinya komplikasi pada pasien diabetes melitus tipe II yaitu dengan mengikuti diet sesuai dengan 3J (jumlah, jadwal, jenis) dan memiliki kesadaran dari diri sendiri untuk melakukan diet tepat jumlah, jadwal dan jenis makanan.

5. Evaluasi Keperawatan Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang digunakan untuk menentukan seberapa baik rencana keperawatan bekerja dengan meninjau respon pasien. Evaluasi ini dilakukan dengan mengacu pada kriteria hasil yang telah ditentukan.

Setelah dilakukan tindakan keperawatan pada diagnosa ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan hiperglikemia pasien mengatakan pasien mengatakan lelah sudah berkurang, pasien mengatakan haus berkurang. Hasil pemeriksaan gula darah terakhir pada tanggal 16 Februari 2019 yaitu 146 mg/dl. Pemeriksaan urine untuk menentukan urine glukosa dan urine keton tidak dilakukan karena dari hasil pemeriksaan gula darah pasien sudah normal. Menurut Arisman (2011) glukosa akan merembes kedalam urine jika kadar gula darah telah mencapai ambangnya yaitu pada kisaran angka 150-180

74

mg/dl sedangkan pemeriksaan keton dilakukan jika peningkatan kadar gula darah yang sangat tinggi. Jadi masalah keperawatan teratasi sebagian karena kriteria hasil pasien tidak kelelahan dan pasien tidak haus belum tercapai maka diperlukan rencana tindak lanjut berupa keluarga diberikan dischart planning yakni mengingatkan kembali mengenai manajemen diabetes terutama diet yang harus dipatuhi.

Hasil evaluasi keperawatan pada diagnosa keletihan berhubungan dengan penyakit didapatkan hasil pasien mengatakan badan terasa lemah sudah berkurang, pasien mengatakan pusing sudah berkurang, pasien mengatakan tidur tidak terganggu dan aktifitas sehari hari masih dibantu oleh keluarga, pasien tidak tampak lelah namun sedikit lesu, wajah pasien tampak tidak pucat. Jadi masalah keletihan sebagian teratasi karena kriteria hasil pasien terasa lemah sudah berkurang dan aktivitas pasien masih dibantu oleh keluarga. Intervensi dihentikan dan memberikan dischart planning yakni mengingatkan keluarga untuk memperhatikan aktivitas pasien dan membantu aktivitas sehari-hari pasien.

Hasil

evaluasi

keperawatan

pada

diagnosa

defisiensi

pengetahuan

berhubungan dengan kurang sumber pengetahuan didapatkan hasil pasien mengatakan sudah memahami tentang penyakit diabetes melitus dan manajemen diet untuk diabetes melitus, pasien juga mengatakan akan menerapkan diet diabetes melitus ketika sudah dirumah. pasien mengetahui peran

diet

dalam

mengontrol

kadar

gula

darah,

pasien

mampu

75

mengidentifikasi tanda dan gejala yang dialaminya, dan pasien mampu memilih makanan dan cairan sesuai dengan diet yang ditentukan. Jadi masalah defisiensi pengetahuan sudah teratasi karena tujuan pengetahuan manajemen diabetes sudah meningkat dan pasien ingin menerapkan perilaku patuh terhadap diet yang dianjurkan. Pasien diberikan pedoman atau booklet tentang diet yang dianjurkan agar pasien dapat mematuhi diet dirumah.

76

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian terhadap penerapan asuhan keperawatan pada pasien diabetes melitus tipe II dengan gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi di Ruang Penyakit Dalam RSUD dr. Rasidin Padang pada tahun 2019, peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut : 1. Hasil pengkajian pada pasien adalah badan terasa lemah, kepala sering pusing, wajah tampak pucat, pasien mengalami penurunan berat badan selama enam bulan terakhir, pasien tidak menyukai diet yang diberikan rumah sakit, pasien sering mengkonsumsi makanan dari luar rumah sakit, pasien kurang memahami tentang penyakitnya, hasil kadar gula darah sewaktu 286 mg/dl. 2. Berdasarkan hasil pengkajian didapatkan 3 masalah keperawatan yaitu ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan hiperglikemia, keletihan

77

berhubungan dengan peningkatan kelelahan fisik dan defesiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya minat. 3. Intervensi keperawatan berupa manajemen hiperglikemia, monitor nutrisi dan manajemen energi dilakukan selama lima hari, sedangkan intervensi keperawatan pengajaran proses penyakit dan pengajaran peresepan diet dilakukan pada hari ke tiga dan ke empat pasien dirawat oleh peneliti. 4. Dalam proses implementasi yang dilakukan peneliti mulai tanggal 11 sampai dengan 16 Februari 2019, peneliti menemukan adanya kesenjangan antara praktik terutama yang dilakukan oleh tenaga kesehatan khususnya perawat yang ada diruangan seperti tidak ada mengukur berat badan pasien, tidak ada memantau diet pasien yang dimakan habis atau tidak, dan tidak ada memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan keluarga tentang penyakit DM dan manfaat diet DM. 5. Hasil evaluasi yang dilakukan selama lima hari yang dilakukan mulai tanggal 11-15 Februari 2019 mengacu kepada NOC yaitu berdasarkan kepada kriteria hasil. Diagnosa ketidakstabilan kadar gula darah didapatkan kriteria hasil pada pasien tercapai sebagian, namun pasien sudah pulang pada penelitian harikeenam. Peneliti memberikan intervensi lanjutan dischart planning yakni mengenai manajemen diabetes terutama diet yang harus dipatuhi. Pada diagnosa keletihan didapatkan kriteria hasil pada pasien tercapai sebagian, dan diberikan intervensi lanjutan mengingatkan keluarga untuk memperhatikan aktivitas pasien dan membantu aktivitas sehari-hari pasien. Pada diagnosa defesiensi pengetahuan didapatkan kriteria hasil sudah tercapai, dan intervensi

78

dihentikan serta mengingatkan kembali kepada pasien dan keluarga untuk mematuhi diet ketika di rumah.

B. Saran Dengan memperhatikan kesimpulan diatas, penulis memberikan saran sebagai berikut : 1. Bagi direktur RSUD dr. Rasidin Padang Melalui direktur rumah sakit diharapkan perawat yang ada di ruangan dapat memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan melibatkan keluarga untuk mengubah perilaku pasien untuk patuh terhadap diet. Walaupun dalam perubahan perilaku membutuhkan waktu yang lama, pendidikan kesehatan dapat diberikan menggunakan booklet/ lembar balik dan memberikan pedoman

kepada

keluarga

mengenai

diet

terhadap

pasienkarena

penyembuhan atau perkembangan penyakit diabetes melitus lebih tergantung pada kebutuhan pemenuhan nutrisinya. 2. Bagi Poltekkes Kemenkes Padang Melalui direktur Poltekkes Kemenkes Padang diharapkan karya tulis ilmiah ini dapat dijadikan sebagai bahan pustaka yang bisa dijadikan sebagai informasi untuk menambah pengetahuan mahasiswa dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya tentang asuhan keperawatan gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi pada pasien diabetes melitus tipe II. 3. Bagi peneliti selanjtnya Hasil penelitian yang diteliti diharapkan menjadi acuan dan menjadi bahan pembanding pada peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian pada

79

pasien yang mengalami gangguan pemenuhan nutrisi khususnya pada pasien diabetes melitus.

80

Related Documents

Bab Iii
January 2021 2
Bab 12345
February 2021 0
Bab 4
March 2021 0
Bab 6
January 2021 10
Bab 17
January 2021 3
Bab Ii
January 2021 2

More Documents from "AKBAR"