Loading documents preview...
STATUS PASIEN
Identitas pasien No. RM
: 7649XX
Nama
: An. M
Usia
: 1 tahun 10 bulan
Jenis Kelamin
: Perempuan
Nama orang tua
: Tn.A
Alamat
: Jl.percetakan negara, jakarta pusat
Tgl MRS
: 05 Desember 2014
ALLOANAMNESA (kepada ibu OS) Keluhan Utama : BAB ≥ 10 X sejak 2 hari SMRS Keluhan Tambahan : tidak mau makan dan minum, lemas , muntah Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang dengan keluhan 2 Hari SMRS BAB dengan konsistensi cair ≥ 10 x, berwarna kuning , lendir (-) dan berampas,darah (-), busa(-). BAB awalnya encer lama kelamaan menjadi cair .BAB disertai nyeri perut. Muntah 7x berisi makanan lama lama air saja. Muntah sejak 1 hari SMRS. Muntah kira kira ½ gelas, muntah tiap di isi makanan. , BAK jarang, sedikit dan warna menjadi seperti teh pekat. 1hari SMRS pasien masih mau bermain, rewel , menangis masih mengeluarkan air mata dan mau minum. Sekarang pasien lemas, tidak rewel dan menangis, sudah tidak mau main/beraktivitas, makan minum sulit.
Laporan Kasus | 1
Riwayat Penyakit Dahulu Belum pernah mengalami hal yang seperti ini sebelumnya Kejang demam disangkal Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga tidak ada yang menderita hal yang sama Riwayat alergi disangkal Riwayat pengobatan 1 hari SMRS sudah berobat ke Puskesmas diberi obat penurun panas dan obat diare tetapi tidak ada perbaikan Riwayat Kehamilan :
ANC teratur di Bidan
Ibu Os tidak pernah sakit saat hamil
Riwayat kelahiran
Cukup bulan (37 minggu)
Lahir spontan ditolong bidan di RB
BBL 3100 gram; PB 51 cm
Pola Makan
ASI dari 0 bulan sampai 6 bulan
Susu formula diberikan pada usia 6 bulan sampai sekarang
Makanan nasi + lauk pauk ( daging, telur ) sebanyak 3 x sehari
Riwayat Imunisasi :
Laporan Kasus | 2
BCG
: 1x
Hepatisis : 3x Polio
: 4x
DPT
: 3x
Campak : 1x Kesan : imunisasi dasar lengkap
Riwayat Tumbuh kembang
Tengkurap pada usia 6 bulan
Berdiri pada usia 10 bulan
Berjalan pada usia 12 bulan
Saat ini os sudah bisa berlari
Kesan : Tumbuh kembang sesuai usia
Riwayat Alergi
Alergi udara disangkal
Alergi susu disangkal
Alergi makanan disangkal
Riwayat Psikososial
Tinggal bersama dengan keluarga besar, 1 rumah berisi 5 orang
Jumlah ventilasi di dalam rumah cukup Laporan Kasus | 3
Terdapat sinar matahari yang masuk ke dalam rumah
Anggota keluarga merokok
Terdapat kontak penderita dengan asap rokok
Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum
: Sakit Sedang
kesadaran
: ComposMentis
Tanda vital Suhu
: 38,0ᵒC
Nadi
: 100 kali/menit
Pernapasan
: 25 kali/menit
Tekanan darah
: Tidak dilakukan
Antropometri •
BB
: 12 kg
•
PB
: 93cm
Status Gizi •
BB/U x 100 % 12 kg / 13,5 kg x 100% = 88 % à gizi baik
•
TB/U x 100 % 93 cm / 95 cm x 100 %
•
= 94%
à gizi baik
BB/TB x100 % 12 kg / 14 kg x 100 % = 101,58 % à gizi baik
Kesan: status gizi baik Laporan Kasus | 4
STATUS GENERALIS KEPALA Bentuk
: Normochepal
Rambut
: Hitam, distribusi merata, tidak rontok, ubun-ubun sudah menutup
Mata
: Cekung (+/+), Edema palpebra (-/-), Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor
Hidung
: Pernapasan cuping hidung (-/-), secret (-/-)
Telinga
: Normotia, serumen (-/-)
Mulut
: Bibir pucat (-), bibir kering (+), sianosis (-), lidah kotor (-), stomatitis (-)
LEHER Tidak terdapat pembesaran KGB.
THORAK PARU Inspeksi
: Dada simetris
Palpasi
: Tidak dilakukan
Perkusi
: Tidak dilakukan
Auskultasi
: Vesikular, tidak ada whezzing dan tidak ada ronkhi.
Laporan Kasus | 5
JANTUNG Inspeksi
: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: Ictus cordis tidak teraba
Perkusi
: Tidak dilakukan
Auskultasi
: BJ I & II reguler, murmur (-), gallop (-)
ABDOMEN Inspeksi
: Perut datar
Auskultasi
: Bising usus meningkat (17 x/menit)
Palpasi
: Abdomen supel, turgor kembali agak lambat, tidak teraba pembesaran hepar dan lien
Perkusi
: Timpani seluruh abdomen
Ekstremitas atas Akral : Hangat/hangat Edema : -/Sianosis : -/CRT
:<2s/<2s
Ekstremitas bawah Akral : Hangat/hangat Edema : -/Sianosis : -/CRT
:<2s/<2s Laporan Kasus | 6
GENITALIA DAN RECTUM Perempuan dan tidak ada kelainan REFLEKS Patologis Babinski (-) Oppenheim (-) Burdzinski I (-) Burdzinski II (-) Fisiologis Petella (+) Biseps (+) Tendo Achilles (+)
PEMERIKSAAN PENUNJANG : Hematologi
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
Hemoglobin
11 L
gr/dl
11-13
Hematokrit
35 L
%
35-43
Leukosit
19
Ribu/µl
5,000-10,000
Trombosit
333
Ribu / µl
229-553
Laporan Kasus | 7
RESUME Seorang anak perempuan usia 1 tahun 10 bulan hari datang dengan keluhan BAB cair ± 7x, berwarna kuning, disertai lendir dan berampas. Demam (+),tidak mau makan dan terlihat seperti orang haus ,muntah berisi makanan dan air , lemas (+), rewel (+)
Pada Pemeriksaan Fisik ditemukan
Kesadaran composmentis dan keadaan umumnya pasien tampak rewel
•
Suhu
: 38,00 C
•
Pernapasan
: 25x/mnt
•
Nadi
: 100x/mnt
•
Air mata sedikit dan Mata cekung
Laporan Kasus | 8
•
Mukosa Bibir kering
•
Turgor kulit kembali agak lambat
•
Bising usus meningkat (17x/menit)
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan •
Hematologi
: Leukosit 19 Ribu/µl
Assesment : •
Diare
•
Vomitus
•
Febris
WD
: Diare akut dengan dehidrasi ringan sedang ec bakteri
Penatalaksanaan ; -
IVFD KN3B 10 tpm
-
Ceftriazone injek 1 x 500 mg
-
Vometa 3x1
-
Zink 1x 1
-
Ibuprofen forte 3x 1/2
-
FOLLOW UP
Laporan Kasus | 9
Tanggal/Jam S
O
A
06-12-2014 Demam (+), BAB N 7x ampas , masih lemas, mual muntah 2x.
P
:100x/menit
Obs febris ec GEA Lanjutkan terapi
RR
:25 x/menit
dgn dehidrasi ringan
S
:38,0 oC
sedang
KU : CM, tampak masih rewel PF: mata cekung, bibir kering, akral hangat. 07-12-2014 BAB 5X, konsistensi cair + ampas jumlahnya
N : 105 x/menit RR : 24 x/menit
banyak, berbusa S (-), minum banyak, nafsu
GE dengan Lanjutkan terapi diteruskam dehidrasi ringan sedang
: 36,6oC
KU: CM, masih rewel.
makan baik, BAK PF: mata cekung, bibir normal.
lembap
08-12-2014 Belum BAB sejak N jam 12 malam, BAK normal, minum banyak, nafsu makan meningkat.
:110 x/menit
RR
:25 x/menit
S
:36,6oC
PF: mukosa bibir tidak
Pasien mulai membaik
Terapi dihentikan Zinc 1x1 Lacto-B BLPL
kering.
BAB I
Laporan Kasus | 10
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Menurut WHO tahun 1998, diare adalah buang air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Sedangkan menurut Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI, definisi diare berbeda pada neonatus dan bayi > 1 bulan serta anak. Neonatus dikatakan diare bila frekuensi BAB > 4 kali, sedangkan bayiKasus > 1 bulan danlebih anak dikatakan diare bila frekuensi : BAB kurang 7x dalam sehari dengan konsistensi cair , berwarna kuning , BAB > 3 kali. dan tidak Diare akut adalah buang air besarberlendir pada bayi, berampas atau anak lebih dari 3ada kalidarah perhari,
disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI sering frekuensi BAB lebih dari 3-4 kali perhari, keadaan ini tidak dapat disebut diare tetapi masih bersifat fisiologis atau normal selama berat badan bayi meningkat normal. Diare akut didefinisikan sebagai abnormalitas tingginya kandungan air dalam feses, pada keadaan normal mendekati 10 ml/kg/hari pada bayi dan anak sedangkan pada remaja dan dewasa mendekati 200 g/hari. (Stefano, 2010) Menurut World Gastroenterology Organisation guidelines 2005, diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja yang cair dengan jumlah lebih banyak dari normal, berlangsung kurang dari 14 hari. Diare kronik adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari. Diare persisten didefinisikan sebagai berlanjutnya episode diare selama 14 hari atau lebih yang dimulai dari suatu diare cair akut atau berdarah (disentri). (WHO CDD, 1988) Diare persisten merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang menyatakan diare berlangsung 15-30 hari yang merupakan kelanjutan dari diare akut (peralihan antara diare akut dan kronik, dimana lama diare kronik yang dianut yaitu berlangsung lebih dari 30 hari). (IPD, 2006) B. Epidemiologi Setiap tahun diperikirakan lebih dari satu milyar kasus diare di dunia dengan 3,3 juta kasus kematian sebagai akibatnya. Diperkirakan angka kejadian di negara berkembang berkisar 3,5 – 7 episode per anak pertahun dalam 2 tahun pertama kehidupan dan 2 – 5 episode per anak per tahun dalam 5 tahun pertama kehidupan. Hasil survei oleh Depkes.diperoleh angka kesakitan diare tahun 2000 sebesar 301 per 1000 penduduk angka ini meningkat bila dibanding survei pada tahun 1996 sebesar 280 per 1000 penduduk. Diare masih merupakan penyebab utama kematian bayi dan balita.Hasil Laporan Kasus | 11
Surkesnas 2001 didapat proporsi kematian bayi 9,4% dengan peringkat 3 dan proporsi kematian balita 13,2% dengan peringkat 2. Di Indonesia dilaporkan bahwa setiap anak mengalami diare sebanyak 1-2 episode per tahun (Depkes, 2003). Berdasarkan survei demografi kesehatan indonesia tahun 20022003, prevalensi diare pada anak-anak dengan usia kurang dari 5 tahun di indonesia adalah laki-laki 10,8% dan perempuan 11,2%. Berdasarkan umur, prevalensi tertinggi terjadi pada usia 6-11 bulan (19,4%), 12-23 bulan (14,8%) dan 24-35 bulan (12%). (Biro pusat statistik, 2003) C. Etiologi Diare secara garis besar dibagi atas radang dan non radang. Diare radang dibagi lagi atas infeksi dan non infeksi. Diare non radang bisa karena hormonal, anatomis, obatobatan dan lain-lain. Penyebab infeksi bisa virus, bakteri, parasit dan jamur, sedangkan non infeksi karena alergi, radiasi. (Lung. McGraw Hill, 2003). Mekanisme penularan utama untuk patogen diare adalah fecal-oral, dengan air dan makanan yang merupakan penghantar untuk kerjadian terbanyak.
Laporan Kasus | 12
Bagan etiologi diareWHO :
Kasus : pemeriksaan tinja ditemukan bakteri gram negatif
Adapun beberapa penyebab diare pada anak yaitu : 1. Infeksi A. Virus Ada beberapa jenis virus yang dapat menyebabkan diare akut, antara lain Rotavirus (sebanyak 40-60%), Norwalk virus, Adenovirus. Norwalk virus dan
Laporan Kasus | 13 Kasus ini pada pemeriksaan tinja ditemukan kuman gram negative
Adenovirus sering menyebabkan diare akut pada anak besar dan dewasa, sedangkan Rotavirus sering terjadi pada anak usia dibawah 5 tahun terutama usia dibawah 2 tahun. B. Bakteri Ada beberapa bakteri yang menyebabkan diare akut pada anak : E.Coli Ada 5 subtipe yang menimbulkan diare akut.E. Coli ini merupakan penyebab kedua diare akut setelah Rotavirus dengan frekuensi 2030%. Subtipe E. Coli tersebut adalah : Entero Pathogenic E. Coli (EPEC) EPEC melekat pada submukosa usus dengan cara khusus. Perlekatan setempat melekat longgar pada mikrovilli sel epitel melalui bangunan seperti tali disebut villi pembentuk berkas,disertai perlekatan pada selepitel melalui kerja gene eae. Perlekatan menyebabkan kenaikan kadar kalsium intraseluler dan polimerisasiaktin padat pada sisi perlekatan. Namun belum ada
penjelasan
mengapa
perubahan
sitoskeletal
ini
menyebabkan diare. Entero Toxigenic E. Coli (ETEC) ETEC merupakan penyebab penting diare cair akut pada anak dan dewasa di negara berkembang.ETEC tidak masuk ke dalam mukosa usus namun diare yang terjadi disebabkan karena toksin.Ada dua jenis toksin ETEC yaitu toksin yang tidak tahan panas (LT) dan toksin yang tahan panas (ST). Toksin LT sangat mirip dengan toksin kolera, yakni akan terikat pada ganglioside GM1 pada dinding sel mukosa usus tapi ikatannya tidak sekuat toksin kolera. Kemudian setelah terikat akan mengaktifkan adenylate cyclase dengan cara mirip toksin kolera sehingga menyebabkan peningkatan sekresi cairan isotonik. Sedangkan toksin ST menimbulkan aksi yang sangat cepat dan tidak terikat pada ganglioside dari dinding sel mukosa, ST bekerja dengan mengaktifkan guanylate cyclase dan menghasilkan cGMP pada sel mukosa yang mengakibatkan peningkatan sekresi caitan
isotonik. Entero Invasive E. Coli (EIEC)
Laporan Kasus | 14
Strain ini menimbulkan diare berdarah karena strain tersebut dapat menembus sel mukosa usus besar sehingga terjadi kerusakan dari mukosa usus.Akibatnya terjadi gangguan absorbsi cairan. Patogenesis EIEC ini hampir sama dengan
Shigella. Entero Hemorrhagic E. Coli (EHEC) Dua toksin utama dihasilkan oleh EHEC.Satu identik dengan shigatoksin,
exotoksin
Shigella
Dysentriae
serotipe
1
penghambat sintesis protein (SLT-1/VT-1).Kedua toksin lebih jauh terkait dengan Shigatoksin (SLT-II/VT-II). Kedua toksin menghambat sintesis protein dan mengakibatkan kematian sel. Shigella Di negara berkembang diperkirakan insidensi shigella sekitar 10% dari oenyebab diare akut tetapi di Indonesia hanya sekitar 1-2% saja. Ada 4 spesies yang sering menyebabkan diare akut yaitu : Shigella flexneri Shigella sonnei Shigella dysentriae Shigella boydii Shigella sp. menimbulkan diareberdarah (dysentriform diarrhea). Campylobacter yeyuni Di negara berkembang insidensinya berkisar antara 5-14%, di RSCM menemukan 5% penyebab diare akut pada tahun 1981. Campylobacter yeyuni juga menyebabkan diare berdarah (dysentriform diarrhea). Salmonella sp. Golongan Salmonella sp. yang menyebabkan diare akut disebut non Thyphoidal salmonellosis
dan paling sering disebabkan oleh
Salmonella paratyphii. Lima persen golongan Salmonella sp. ini menimbulkan diare berdarah. Yersinia Merupakan bakteri penyebab diare akut berdarah atau dysentriform,di Indonesia belum diketahui frekuensinya karena belum ada penelitian mengenai hal ini karena susanya media untuk perbenihan. Vibrio Vibrio sering menimbulkan kejadian luar biasa diare akut.Ada 2 biotipe yaitu tipe ELTOR dan Classic dengan dua serotipe Ogawa dan Inaba.Insidensinya berkisar 1-2% dari diare akut. C. Parasit Laporan Kasus | 15
Entamoeba Histolytica.Insidensinya kurang dari 1% Giardia Lamblia. Biasanya menyerang anak usia 1-5 tahun. Crytosporidium. Di negara berkembang frekuensinya antara 4-115. Sering terjadi pada penderita AIDS. 2. Malabsorbsi Biasanya malabsorbsi karbohidrat disebabkan oleh defisiensi enzim laktase sehingga terjadi intoleransi laktosa.Malabsorbsi tersebut menyebabkan diare osmotik karena terjadi peningkatan tekanan osmotik lumen usus sehingga cairan tertarik dari intraseluler ke lumen usus. Jarang sekali diare akut disebabkan oleh malabsorbsi lemak atau protein. Malabsorbsi lemak bisa disebabkan karena lipolisis yang tidak memadai misalnya akibat insufisiensi pankreas, dan juga disebabkan penurunan garam-garam empedu terkonjugasi. 3. Alergi Diantaranya yaitu : Alergi susu Alergi makanan CMPSE (cow’s milk protein enteropathy). 4. Keracunan Makanan yang mengandung zat kimiaberacun Makanan mengandung mikroorganisme yang mengeluarkan toksin, misalnya : Clostridium spp,Staphylococcus spp. 5. Imunodefisiensi Diare sering terjadi pada penderita AIDS. 6. Sebab Lain Pemberian antibiotik, defek anatomis seperti malrotasi, Hisrchrsprung’s disease dan Shor Bowel Syndrome. . D. Patofisiologi Menurut patofisiologinya diare dibedakan dalam beberapa kategori yaitu diare osmotik, sekretorik dan diare karena gangguan motilitas usus (IDAI, 2010). Diare osmotik Terjadi karena terdapatnya bahan yang tidak dapat diabsorpsi menyebabkan bahan intraluminal pada usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmosis antara lumen usu dan darah maka pada segmen usus jejunum yang bersifat permeabel, air akan Laporan Kasus | 16
mengalir ke arah lumen jejunum sehingga air akan banyak terkumpul di dalam lumen usus. Natrium akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar natrium yang normal. Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang tidak diserap seperti Mg, Glukose, sukrose, laktose, maltose di segmen ileum dan melebihi kemampuan absorpsi kolon sehingga terjadi diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus buah atau bahan yang mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan akan memberikan dampak yang sama. Diare sekretorik Dikenal 2 bahan yang menstimulasi sekresi lumen yaitu enterotoksin bakteri dan bahan kimia yang dapat menstimulasi seperti laksansia, garam empedu bentuk dihydroxy serta asamlemak rantai panjang. Toksin penyebab diare ini terutama bekerjadengan cara meningkatkan konsentrasi intrasel cAMP, cGMP atau Ca2+ yang selanjutnya akan mengaktifkan protein kinase. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilasi membran protein sehingga mengakibatkan perubahan saluran ion, akan menyebabkan Cl - di kripta keluar. Di sisi lain terjadi peningkatan pompa natrium, dan natrium masuk ke dalam lumen usus bersama Cl-. Bahan laksatif dapat menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-ATPase. Beberapa
diantaranya
: pada pemeriksaan memacu Kasus peningkatan kadar cAMPhematologi intraseluler,:
leukosit = 19.000 dan pemeriksaan tinja pada makroskopik ditemukan mukosa. Beberapa obat menyebabkan leukosit sekresi 20-30/LBP intestinal.Penyakit dan kumanmalabropsi gram seperti reseksi ileum, penyakit Crohnnegatif dapat menyebabkan kelainan sekresi seperti
meningkatkan permeabilitas intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan sel tinja pada makroskopik ditemukan
menyebabkan peningkatan konsentrasi garam empedu, lemak. Diare sekretorik pada anak-anak di negara berkembang umumnya disebabkan enterotoksin E.Coli atau Cholera.Berbdeda dengan negara berkembang di negara maju, diare sekretorik jarang ditemukan, apabila ada kemungkinan disebabkan obat atau tumor seperti ganglioneuroma atau neuroblastoma yang menghasilkan hormon seperti VIP.Pada orang dewasa, diare sekretorik berat disebabkan neoplasma pankreas, sel non-beta yang menghasilkan VIP, polipeptida pankreas, hormon sekretorik lainnya. Diare yang disebabkan tumor ini sangat jarang. Diare karena gangguan motilitas usus
Laporan Kasus | 17
Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorpsi tetapi perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorpsi.Baik peningkatan ataupun penurunan motilitas, keduanya menyebabkan diare.Penurunan motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare. Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absopsi. Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan stasis intestinal berakibat inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan malabsopsi. Diare akibat hiperperistaltik pada anak jarang terjadi.Watery diare dapat disebabkan karena hipermotilitas pada kasus kolon irritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin merupakan penyebab diare pada tirotoksikosis, malabsopsi asam empedu dan penyakit lain. Diare ini juga terjadi akibat adanya gangguan pada kontrol otonomik, misal pada diabetik neuropathi, post vagotomi, post reseksi usus serta hipertiroid. Diare terkait imunologi Diare terkait iunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I, III, dan IV.Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen makanan.Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan reaksi tipe IV terdapat pada coeliac disease dan protein loss enteropaties. Pada reaksi tipe I, alergen yang masuk tubuh menimbulkan respon imun dengan dibentuknya IgE yang selanjutnya akan diikat oleh reseptor spesifik pada permukaan sel mast dan basofil. Bila terjadi aktivasi akibat pajanan berulang dengan antigen yang spesifik, sel mast akan melepaskan mediator seperti histamin, ECF-A, PAF, SRA-A dan prostaglandin. Pada reaksi tipe III terjadi reaksi kompleks antigen antibodi dalam jaringan atau pembuluh darah yang mengakibatkan komplemen. Komplemen yang diaktifkan kemudian melepaskan Macrophage Chemotactic Factor yang akan merangsang sel mast dan basofil melepas berbagai mediator. Pada reaksi tipe IV terjadi respon imun seluler, disini tidak terdapat peran antibodi.Antigen dari luar dipresentasikan sel APC (Antigen Presenting Cell) ke sel Th1 yang MHC-II dependen. Terjadi pelepasan berbagai sitokin seperti MIF, MAF dan INF-γ oleh Th1. Sitokin tersebut akan mengaktivasi makrofag dan menimbulkan kerusakan jaringan. Berbagai mediator diatas akan menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang akibat kerusakan jaringan, merangsang sekresi klorida diikuti oleh natrium dan air. Alergi susu sapi
Laporan Kasus | 18
Bahan yang dipergunakan untuk membuat susu formula sebagian besar berasal dari susu hewani terutama sapi. Beberapa penelitian melaporkan bahwa sekitar 2%-3% anak usia di bawah 2 tahun mengalami alergi terhadap susu sapi terutama terhadap kandungan proteinnya. Protein di susu sapi berada dalam bentuk yang disebut dengan kasein sebanyak 80% dan whey (20%). Paling sering berperan sebagai elergen (yang menyebabkan elergi) adalah protein dalam bentuk kasein, alfa laktalbumin, beta laktoglobulin, beta serum albumin, dan gamma globulin. Mulai terjadinya alergi susu sapi terutama pada tahun-tahun pertama kehidupan bayi, dan akan tampak lebih jelas sewaktu bayi mulai disapih. Gejala klinis yang muncul sangat bervariasi mulai dari yang ringan sampai berat, dan mulai munculnya gejala dapat cepat terlihat setelah beberapa menit meminum atau memakan bahan makanan yang terbuat dari susu sapi atau setelah beberapa jam kemudian. Gejala klinis yang paling sering muncul adalah diare yang berkepanjangan, dapat disertai kram, kolik (sakit perut yang periodik) dan muntah. Diare alergi susu sapi dapat juga muncul pada bayi-bayi yang meminum ASI yang di dalam diet ibunya mengandung susu sapi karena alergen protein susu sapi dapat melewati ASI. Gejala diare oleh alergi susu sapi harus dibedakan dengan diare yang disebabkan oleh intoleran susu sapi (tidak diterimanya susu) oleh susu bayi, terutama intoleran terhadap laktosa, yaitu karbohidrat utama yang terdapat di dalam susu. Diare karena intoleran laktosa disebabkan karena kekurangan enzim laktase di dalam saluran cerna bayi, yang berperan menghidrolisis (mengubah) laktosa yang ada di dalam susu menjadi glukosa dan galaktosa (gula susu) yang mudah diserap oleh usus bayi. Kekurangan enzim laktase dapat terjadi primer yaitu dibawa sejak lahir, atau didapat setelah lahir seperti bayi yang lahir sebelum cukup bulan (prematur), setelah diare mendadak yang disebabkan infeksi seperti infeksi virus yang menyebabkan rusaknya mukosa (permukaan usus) yang berperan memproduksi enzim laktase.
Laporan Kasus | 19
Mekanisme diare alergi susu sapi berbeda dengan diare yang disebabkan intoleran laktosa, bukan karena kekurangan enzim laktase, tetapi terjadi melalui perantaraan reaksi imunologik tubuh (zat anti dari sistem pertahanan tubuh) terhadap protein susu. Reaksi ini akan melepaskan bahan-bahan yang disebut dengan mediator (seperti histamin, prostaglandin, leukotrin) yang menimbulkan gejala klinis tergantung dari organ tempat terjadinya reaksi tersebut. Bila menyerang saluran cerna, gejala yang paling sering muncul adalah diare yang bisa terjadi berkepanjangan selama meminum atau memakan makanan yang berasal dari susu sapi, dapat pula disertai gejala kolik, kran, mual, dan muntah. Di samping melepaskan bahan-bahan mediator, reaksi imunologik yang terjadi dapat pula menyebabkan kerusakan (peradangan) pada mukosa usus yang disebut dengan proktitis, enterokolitis dengan gejala diare yang dapat bercampur darah. Bila didapatkan gejala-gejala sepeti yang telah dijelaskan dari susu sapi, maka segeralah berkonsultasi dengan dokter spesialis anak.
Mekanisme primer yang menyebabkan diare akut adalah 1. Rusaknya vili-vili disekitar daerah brush border usus halus, yang menyebabkan malabsorbsi yang menyebabkan diare karena gangguan osmotik. 2. Kuman yang melepaskan toksin yang berkaitan dengan enterosit reseptor yang spesifik yang menyebabkan terlepasnya ion klorida ke dalam membran intestinal sehingga menyebabkan gangguan absorbsi kemudian diare. (Santoso, 2001). Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus yang masuk melalui makanan dan minuman sampai ke enterosit, akan menyebabkan infeksi dan kerusakan villi usus halus. Enterosit yang rusak diganti dengan yang baru yang fungsinya belum matang, villi mengalami atropi dan tidak dapat mengabsorpsi cairan dan makanan dengan baik, akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan meningkatkan motilitasnya sehingga timbul diare. Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP,cGMP, dan Ca dependen. Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bekteri ini dapat Laporan Kasus | 20
menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga depat menyebakan reaksi sistemik.Toksin shigella juga dapat masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga menimbulkan kejang.Diare oleh kedua bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah dalam tinja yang disebut disentri. E. Manifestasi Klinis Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu tubuh naik, nafsu makan berkurang kemudian timbuldiare.Tinja mungkin disertai lendir dan darah.Daerah anus dan sekitarnya timbul luka lecet karena sering defekasi dan tinja yang asam akibat laktosa yang tidak diabsorbsi usus selama diare.Gejala muntah dapat timbul sebelum atau selama diare dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila kehilangan cairan terus berlangsung tanpa pergantian yang memadai maka gejala dehidrasi mulai tampak yaitu berat badan turun, turgor kulit berkurang, mata dan ubunubun cekung (bayi), selaput lendir bibir, mulut, dan kulit kering. Bila keadaan ini terus berlanjut maka akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala takikardi, denyut jantung menjadi cepat, nadi lemah dan tidak teraba, tekanan darah turun, pasien tampak lemah dan kesadaran menurun, diuresis berkurang. Diare menyebabkan hilangnya sejumlah besar air dan elektrolit dan sering disertai dengan asidosis metabolik karena kehilangan basa, bila hal ini terjadi maka pasien akan tampak pucat, napas cepat dan dalam (Kusmaul).Dehidrasi dapat diklasifikasikan berdasarkan defisit air dan atau keseimbangan elektrolit.Pada dehidrasi ringan terjadikehilangan cairan kurang dari 5%,Pada dehidrasi sedang terjadikehilangan cairan antara 5%-10% dan pada dehidrasi berat terjadi kehilangan cairan lebih dari 10%. Derajat Dehidrasi Gejala &
Keadaan
Tanda
Umum
Tanpa Dehidrasi Dehidrasi Ringan – Sedang Dehidrasi
Mata
Baik, Sadar Normal
Gelisah Rewel Letargik,
Mulut/ Lidah
Basah
Cekung
Kering
Sangat
Sangat
Rasa Haus
Kulit
Minum
Dicubit
Normal,
kembali
Tidak Haus
cepat
Tampak
Kembali
Kehausan
lambat
Sulit, tidak
Kembali
Penurunan BB
Estimasi def. cairan
<5
50 cc
5 – 10
50–100
>10
100 cc
Laporan Kasus | 21
Berat
Kesadaran
cekung
Menurun dan kering
kering
bisa minum
sangat lambat
Pada kasus : Keadaan umum rewel , mukosa bibir dan mulut kering , air mata sedikit , tampak kehausan , turgor abdomen kembali agak lambat, hiperperistaltik
Berdasarkan konsentrasi Natrium plasma tipe dehidrasi dibagi 3 yaitu : dehidrasi hiponatremia ( < 130 mEg/L ), dehidrasi iso-natrema ( 130m – 150 mEg/L ) dan dehidrasi hipernatremia ( > 150 mEg/L ). Pada umunya dehidrasi yang terjadi adalah tipe iso – natremia (80%) tanpa disertai gangguan osmolalitas cairan tubuh, sisanya 15 % adalah diare hipernatremia dan 5% adalah diare hiponatremia. Kehilangan bikarbonat bersama dengan diare dapat menimbulkan asidosis metabolik dengan anion gap yang normal (8-16 mEg/L), biasanya disertai hiperkloremia.Selain penurunan bikarbonat serum terdapat pula penurunan pH darah, kenaikan pCO2. Hal ini akan merangsang pusat pernapasan untuk meningkatkan kecepatan pernapasan sebagai upaya meningkatkan eksresi CO2 melalui paru (pernapasan Kussmaul). Untuk pemenuhan kebutuhan kalori terjadi pemecahan protein dan lemak yang mengakibatkan meningkatnya
produksi
asam
sehingga
menyebabkan
turunnya
nafsu
makan
bayi.Keadaan dehidrasi berat dengan hipoperfusi ginjal serta eksresi asam yang menurun dan akumulasi anion asam secara bersamaan menyebabkan berlanjutnya keadaan asidosis. Kadar kalium plasma dipengaruhi oleh keseimbangan asam basa sehingga pada keadaan asidosis metabolik dapat terjadi hipokalemia.Kehilangan kalium juga melalui cairan tinja dan perpindahan K+ ke dalam sel pada saat koreksi asidosis dapat pula menimbulkan hipokalemia. Kelemahan otot merupakan manifestasi awal dari hipokalemia, pertama kali pada otot anggota badan dan otot pernapasan.Dapat terjadi arefleks, paralisis dan kematian karena kegagalan pernapasan.Disfungsi otot harus menimbulkan ileus paralitik, dan dilatasi lambung. EKG mnunjukkan gelombang T yang mendatar atau menurun dengan munculnya gelombang U. Pada ginjal kekurangan K+ mengakibatkan perubahan vakuola dan epitel tubulus dan menimbulkan sklerosis ginjal yang berlanjut menjadi oliguria dan gagal ginjal.
Laporan Kasus | 22
F. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan tinja Makroskopik Tinja yang watery dan tanpa mukus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus, protozoa atau infeksi diluar saluran gastrointestinal. Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa atau parasit usus seperti E. histolytica, B. coli, dan T. trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada infeksi dengan E. histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja.Tinja yang berbau busuk didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium dan Strongyloides. Mikroskopik Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi sitokin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni,C. difficile, Y. enterocolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Leukosit yang ditemukan umumnya adalah PMN kecuali pada S. typhii mononuklear. Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic Uremic Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja, KLB diare dan pada penderita immunocompromised. 1. Pemeriksaan darah: darah perifer lengkap, analisis gas darah dan elektrolit (terutama Na, K, Ca, dan P serum pada diare yang disertai kejang), kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotik. 2. Duodenal intubation(biopsi duodenum), untuk mengetahui kuman penyebab secara kuantitatif dan kualitatif terutama pada diare kronik yang disebabkan Giardiasis, Strongyloides, dan protozoa yang membentuk spora.
G. Tata laksana Penggantian cairan dan elektrolit merupakan elemen yang penting dalam terapi efektif diare akut. Beratnya dehidrasi secara akurat dinilai berdasarkan berat badan yang hilang
Laporan Kasus | 23
sebagai persentasi kehilangan total berat badan dibandingkan berat badan sebelumnya sebagai baku emas. Pemberian terapi cairan dapat dilakukan secara oral atau parateral.Pemberian secara oral dapat dilakukan untuk dehidrasi ringan sampai sedang dapat menggunakan pipa nasogastrik, walaupun pada dehidrasi ringan dan sedang. Bila diare profus dengan pengeluaran air tinja yang banyak ( > 100 ml/kgBB/hari ) atau muntah hebat (severe vomiting) sehingga penderita tak dapat minum sama sekali, atau kembung yang sangat hebat (violent meteorism) sehingga upaya rehidrasi oral tetap akan terjadi defisit maka dapat dilakukan rehidrasi parenteral walaupun sebenarnya rehidrasi parenteral dilakukan hanya untuk dehidrasi berat dengan gangguan sirkulasi. Keuntungan upaya terapi oral karena murah dan dapat diberikan dimana-mana. AAP merekomendasikan cairan rehidrasi oral (ORS) untuk rehidrasi dengan kadar natrium berkisar antara 75-90 mEq/L dan untuk pencegahan dan pemeliharaan dengan natrium antara 40-60mEq/L. Anak yang diare dan tidak lagi dehidrasi harus dilanjutkan segera pemberian makanannya sesuai umur. Menurut buku pedoman pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, WHO tahun 2005, penatalaksanaan diare dibagi menjadi 3 rencana terapi yakni rencana terapi A untuk penanganan diare di rumah, rencana terapi B untuk dehidrasi ringan/sedang, terapi C untuk dehidrasi berat. Rencana Terapi A Oralit yang harus diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairannya seharihari : < 2 tahun : 50-100 ml tiapkali BAB > 2 tahun : 100-200ml tiap BAB Beri tablet Zink Pada anak berumur 2 bulan ke atas, beri tablet zink selama 10 hari dengan dosis Umur < 6 bulan : ½ tablet (10 mg) per hari Umur > 6 bulan : 1 tablet (20 mg) per hari
Rencana Terapi B (Dehidrasi Ringan – Sedang) Rehidrasi pada dehidrasi ringan dan sedang dapat dilakukan dengan pemberian oral sesuai dengan defisit yang terjadi namun jika gagal dapat diberikan secara intravena sebanyak : 75 ml/kgBB/3jam. Pemberian cairan oral dapat dilakukan setelah anak dapat Laporan Kasus | 24
minum sebanyak 5ml/kgbb/jam. Biasanya dapat dilakukan setelah 3-4 jam pada bayi dan 1-2 jam pada anak .Penggantian cairan bila masih ada diare atau muntah dapat diberikan sebanyak 5-10 ml/kgbb setiap diare cair. Beri tablet zink selama 10 hari dengan dosis yang sama seperti pada rencana terapi A. Meskipun belum terjadi dehidrasi berat tetapi bila anak sama sekali tidak bisa minum oralit mislanya karena anak muntah profus, dapat diberikan infus dengan intravena secepatnya. Berikan 70 ml/kg BB cairan RL / Ringer Asetat (atau jika tak tersedia, gunakan larutan NaCl) yang dibagi sebagai berikut :
Bayi (dibawah 12 bulan) : 70 ml/kgBB/5 jam Anak (12 bulan sampai 5 tahun) : 70 ml/kgBB/2,5 jam
(Pelayanan kesehatan anak di rumah sakit, WHO, 2009) Menurut IDAI ststus hidrasi dievaluasi secara berkala. Berat badan 3-10 kg : 200 ml/kgBB/hari
Kasus : BB : 12 kg dan pasien disertai muntah
Berat badan 10-15 kg : 175 ml/kgBB/hari Berat badan > 15 kg : 135 ml/kgbb/hari
Rencana Terapi C Penderita dengan dehidrasi berat, yaitu dehidrasi lebih dari 10% untuk bayi dan anak dan menunjukkan gangguan tanda-tanda vital tubuh (somnolen-koma, pernafasan Kussmaul, gangguan dinamik sirkulasi) memerlukan pemberian cairan elektrolit parenteral. Penggantian cairan parenteral menurut panduan WHO diberikan sebagai berikut : Usia <12 bln: 30ml/kgbb/1jam, selanjutnya 70ml/kgbb/5jam Usia >12 bln: 30ml/kgbb/1/2 jam, selanjutnya 70ml/kgbb/2½ jam Pada keadaan dehidrasi berat dan syok maka dilakukan rehidrasi parenteral 20 -30 ml/kg BB, kemudian evaluasi 30 -60 menit, bila hemodinamik stabil maka rehidrasi sesuai dehidrasi berat. (Depkes RI) Menurut buku Pelayanan Medis IDAI -
diberikan rehidrasi parenteral dengan RL atau ringer asetat 100 ml/kgbb dengan cara pemberian: sama dengan diatas, masukan cairan peroral diberikan bila pasien sudah mau dan dapat minum, dimulai dengan 5 ml/kgbb selama proses rehidrasi.
Laporan Kasus | 25
Walaupun pada diare terapi cairan parenteral tidak cukup bagi kebutuhan penderita akan kalori, namun hal ini tidaklah menjadi masalah besar karena hanya menyangkut waktu yang pendek. Apabila penderita telah kembali diberikan diet sebagaimana biasanya . Segala kekurangan tubuh akan karbohidrat, lemak dan protein akan segera dapat dipenuhi. Itulah sebabnya mengapa pada pemberian terapi cairan diusahakan agar penderita bila memungkinkan cepat mendapatkan makanan / minuman sebagai biasanya bahkan pada dehidrasi ringan sedang yang tidak memerlukan terapi cairan parenteral makan dan minum tetap dapat dilanjutkan.
Laporan Kasus | 26
Rencana Terapi C (Dehidrasi berat)
Beberapa antimikroba yang sering dipakai antara lain (WHO, 2006)
Laporan Kasus | 27
Kolera : Tetrasiklin 12,5 mg/kg/x (4 x sehari selama 3 hari) Eritromisin 12,5 mg/kg/x (4 x sehari selama 3 hari)
Shigella : Ciprofloxasin 15 mg/ kgBB (2 x sehari selama 3 hari)
Amebiasis: Metronidasol 10mg/kg/x (3 x sehari selama 5 hari / 10 hari pada kasus berat) Giardiasis : Metronidasol 5mg/kg/x (3 x sehari selama 5 hari)
Seng (Zinc) Defisiensi seng sering didapatkan pada anak-anak di negara berkembang dan dihubungkan dengan menurunnya fungsi imun dan meningkatnya kejadian infeksi yang serius.Seng merupakan mikronutrien komponen berbagai enzim dalam tubuh, yang penting untuk sintesis DNA.Pada sistematik review dari 10 RCT, seng dapat menurunkan insiden diare sebanyak 15% dan prevalensi diare sampai 25%. Sejak tahun 2004, WHO dan UNICEF telah menganjurkan penggunaan seng pada anak > 6 bulan dengan diare dengan dosis 20 mg/hari selama 10-14 hari dan pada bayi < 6 bulan dengan dosis 10 mg perhari selama 1014 hari. Kasus : diberikan zink H. Komplikasi 1x1 Dehidrasi Hipoglikemi Gangguan keseimbangan asam basa (asidosis metabolik) Asidosis metabolik terjadi karena beberapa hal, yakni : Kehilangan Na-bikarbonat bersama feses Adanya ketosis kelaparan. Metabolisme lemak yang tidak sempurna sehingga
benda keton tertimbun dalam tubuh. Terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan
Laporan Kasus | 28
Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat
dikeluarkan oleh ginjal Pemindahan ion Na dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler.
(Suraatmaja, 2005) Secara klinis asidosis dapat diketahui dengan memperhatikan pernapasan yakni pernapasan cepat, teratur dan dalam yang disebut pernapasan Kusmaul.Pernapasan ini merupakan homeostasis respiratorik yaitu usaha dari tubuh untuk mempertahankan pH darah. (Suraatmaja, 2005) Gangguan elektrolit Hipernatremia Penderita diare dengan natrium plasma >150 mmol/L memerlukan pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau nasogastik meenggunakan oralitadalah cara terbaik dan paling aman. Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan 0,45% saline – 55 dextrose selama 8 jam.Hitung kebutuhan cairan menggunakan berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila normallanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjtukan 8 jam lagi dan periksa kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline – 5% dextrose, perhitungkan untuk 24 jam.Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500 ml cairan infus setelah pasien dapat kencing.Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai diberikan.Lanjutkan
pemberian oralit 10ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti. Hiponatremia Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremia (Na < 130 mol/L).hiponatremia sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi berat dengan edema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua anak dengan hiponatremia.Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu memakai Ringer Laktat atau normal saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 – kadar Na serum yang diperiksa dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2 mEq/L/jam. Laporan Kasus | 29
Hiperkalemia Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan pemberian kalsium glukonas 10% 0,5-1 ml/kgBB i.v pelan-pelan dalam 5-10 menit dengan monitor detak jantung.
Hipokalemia Dikatakan hipokalemia bila K < 3,5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar K : jika kadar kalium 2,5-3,5 mEq/L diberikan peroral 75 mcg/kgBB/hari dibagi 3 dosis. Bila < 2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus) diberikan dalam 4 jam. Dosisnya : (3,5 - kadar K terukur x BB x 0,4 + 2 mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah (3,5 - kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB) Hipokalemia dapat menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi ginjal dan aritmia jantung.Hipokalemia dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat dikoreksi dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya kalium selama diare dan sesudah diare berhenti.
Kejang Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi kejang sebelum atau selama pengobatan rehidrasi.Kejang tersebutdapat disebabkan oleh karena hipoglikemik, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak yang gizinya buruk, hiperpireksia, hiponatremia atau hipernatremia. Gangguan sirkulasi Sebagai akibat diare dengan atau tanpa disertai muntah, dapat terjadi gangguan sirkulasi darah berupa renjatan/syok hipovolemik.Akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia dan asidosis bertambah berat.Kemudian dapat mengakibatkan perdarahan di otak yang menimbulkan penurunan kesadaran dan bila tidak diatasi dengan segera maka pasien dapat meninggal. (Suraatmaja, 2005) I. Pencegahan Sejumlah intervensi telah diusulkan untuk mencegah diare pada anak, kebanyakan meliputi cara yang berhubungan dengan cara pemberian makanan kepada bayi, kebersihan perseorangan, kebersihan makanan, penyediaan air bersih, pembuangan tinja yang aman dan imunisasi. Ada 7 cara diidentifikasi sebagai sasaran untuk promosi, yaitu : 1. Pemberian ASI 2. Perbaikan makanan pendamping ASI 3. Penggunaan air bersih untuk kebersihan dan untuk minum 4. Cuci tangan dengan sabun sehabis buang air besar dan sebelum makan. Laporan Kasus | 30
5. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis 6. Pembuangan tinja yang aman 7. Imunisasi campak Penderita yang dirawat inap harus ditempatkan pada tindakan pencegahan enteric, termasuk cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan penderita, penggunaan jas panjang bila ada kemungkinan pencemaran dan sarung tangan bila menyentuh bahan yang terinfeksi.
Penderita dan keluarganya harus dididik mengenai cara penularan
enteropatogen dan cara-cara mengurangi penularan. (Behrman, 2000)
ANALISA MASALAH
Diagnosa pada kasus ini adalah diare akut dengan dehidrasi ringan sedang ec bakteri karena : Laporan Kasus | 31
S : Keluhan BAB
± 7x dengan konsistensi cair, berwarna kuning, disertai lendir dan
berampas , dan tidak disertai darah sejak 3 hari SMR
Berdasarkan teori : diare aku adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa lendir dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu O : Dari pemeriksaan fisik didapatkan: Keadaan umum: rewel , kesadaran composmentis, Suhu 38,0 ℃, Pernapasan : 25 x/menit ( reguler ), Nadi 100x/menit ( reguler, kuat angkat ) ubun-ubun sudah menutup , air mata sedikit , mata cekung , mukosa bibir kering dan pada pemeriksaan abdomen auskultasi hiperperistaltik 17x/menit dan palpasi turgor kulit kembali agak lambat. Ekstremitas atas dan bawah hangat.
Berdasarkan teori : Dehidrasi ringan sedang (kehilangan cairan 5-10% berat badan) Apabila di dapatkan dua tanda utama ditambah dua atau lebih tanda tambahan Keadaan umum gelisah dan cengeng Ubun-ubun besar sedikit cekung, mata sedikit cekung, air mata kurang, mukosa mulut dan bibir sedikit kering Turgor kembali agak lambat Akral hangat
Pemeriksaan penunjang
Laporan Kasus | 32
Normal : 1-5 /LBP
Normal = tidak ditemukan bakteri
Berdasarkan teori : Makroskopik à Tinja yang mengandung darah atau mucus bisa disebabkan infeksi bakteri yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan peradangan mukosa.
Mikroskopik à Leukosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang menyerang mukosa kolon. Leukosit yang positif pada pemeriksaan tinja menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi sitokin seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni,C. difficile, Y. enterocolitica, V. parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Leukosit yang ditemukan umumnya adalah PMN kecuali pada S. typhii mononuklear.
Laporan Kasus | 33
Penatalaksanaan Injeksi -
IVFD KN3B 12 tpm
-
Cefriaxone injek 1x500 mg
Oral -
Zink tab 1 x 1
-
Vometa syr 3 x 1/2
-
Sanmol drop 4 x 1,2 ml
-
Injeksi cefriaxone Ceftriaxone mempunyai spektrum luas dan waktu paruh eliminasi 8 jam. Ceftriaxone efektif terhadap mikroorganisme gram positif dan gram negatif. Ceftriaxone juga sangat stabil terhadap enzim beta laktamase yang dihasilkan oleh bakteri Sesuai dengan kasus ditemukan bakteri gram negatif dan leukosit 20-30/LBP dalam pemeriksaan tinja
-
Zink Dapat menurunkan BAB dan volume tinja sehingga dapat menurunkan dehidrasi pada anak . diberikan selama 10-14 hari meskipun anak sudah tidak mengalami diare.
-
Vometa Sesuai indikasi mual dan muntah dan dyspepsia yang disertai perlambatan pengosongan lambung Sediaan sirup 1 mg/ ml 60 mg ( dosis : 3 x sehari 2,5 mg / 10 kgBB ) Kasus : os mual dan muntah lebih kurang 3x sehari berisi makanan dan air Laporan Kasus | 34
-
Sanmol drop untuk menurunkan demam yang menyertai influenza. SANMOL mengandung Paracetamol
yang bekerja sebagai nalgesik, bekerja dengan meningkatkan ambang rangsang rasa sakit dan sebagai antipiretik, diduga bekerja langsung pada pusat penghantar panas di hipotalamus. Tiap 0.6 ml mengandung Paracetamol 60 mg (100 mg/ml). 1 - 2 tahun: 0.6 ml - 1.2 ml, 3 - 4 kali sehari.
BAB IV DAFTAR PUSTAKA
Laporan Kasus | 35
1. Corwin AL, Subekti D, Sukri NC, Willy RJ, Master J, Priyanto E, dkk. A large outbreak of probable rotavirus in nusa tenggara timur, Indonesia. Am J Trop Med Hyg. 2005; 72(4):488-94 2. Departemen
Kesehatan
RI.
Buku
Ajar
Diare:
Pendidikan
medik
pemberantasan diare. Jakarta: Ditjen. PPM dan PLP 1999. 3. Depkes
RI.
Profil
Kesehatan
Indonesia
2009.
http://www.depkes.
Go.id/downloads/profil_kesehatan_2009/index html).
Diakses 1 januari
2011. 4. Depkes. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare. Jakarta: Ditjen PPM & PL. 2005. 5. Hendarwanto. Diare akut karena infeksi, dalam: Waspadji S, Rachman AM, Lesmana LA, dkk. Editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalan Jilid I. Ed.ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI:1996.hal.451-57. 6. Irwanto. Ilmu Penyakit Anak: Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba Medika. Jakarta. 2002. h. 73 – 79. 7. Irianto J, Soesanto S, Supartini, Inswiasri, Irianti S, Anwar A. Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian diare pada anak balita. Buletin penelitian kesehatan 1996; 24(2&3):77-96 8. Lung E, acute diarrheal diseasse.in Friedman SL, McQuaid KR, Grendell JH,editors. Current diagnosis and treatment in gastroenterology.2nd edition. Newyork: Lange medical books,2003.p.131-50. 9. Mannick E, Zhang Z, Udall JN. Immunophysiology and nutrition of the gut.Dalam: Walker WA, Watkins JB, Duggan C, penyunting. Nutrition in pediatrics. Edisi ke-3. Hamilton London: BC Decker Inc; 2003. h.341-57 10.Noerasid H, Suraatmadja S, Asnil PO. Gastroenteritis (diare) akut. Dalam: Suharyono, Boediarso A, Halimun EM, penyunting. Gastroenterologi anak praktis. Edisi ke-4. Jakarta: FK-UI; 2003. h.51-76 11.Offit PA. Gastroenteritis virus. Dalam:Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD, penyunting. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Edisi ke-20, volume ke1.Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006. h.719-20 12.Orenstein
DM.
Diare
akut
Arvin,editor.Nelson.Ilmu
dalam
Kesehatan
:Behman, Anak.ed
Kliegman, ke-
15.Jakarta.EGC.2000.hal.889-92 13.Pusponegoro HD,dkk. Diare akut da;am: Standar pelayanan medis kesehatan anak.ed ke-1.Jakarta.Badan penerbit IDAI.2004.49-52 14.Pudjiaji AH, Hegar B, Handyastuti S,dkk. Diare akut dalam: Pedoman pelayanan medis IDAI, jilid I. Jakarta. Badan Penerbit IDAI:2010. hal.58-61.
Laporan Kasus | 36
15.Soewondo
ES.
Suharto,Hadi
U,
Penatalaksanaan Nasronudin,
diare
editor.
akut Seri
akibat
infeksi.
Dalam:
penyakit
triopik
infeksi.
Perkembangan terkini dalam pengelolaan beberapa penyakit tropik infeksi.Surabaya:Airlangga University Press.2002.hal.34-40.
Laporan Kasus | 37