Lapsus Psikiatri Gangguan Cemas Menyeluruh

  • Uploaded by: Nita Kagayaki
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Lapsus Psikiatri Gangguan Cemas Menyeluruh as PDF for free.

More details

  • Words: 7,862
  • Pages: 41
Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN

Sensasi anxietas sering dialami oleh hampir semua manusia. Perasaan

tersebut

ditandai

oleh

ketakutan

yang

difus,

tidak

menyenangkan, seringkali disertai oleh gejala otonomik, seperti nyeri kepala,

berkeringat,

palpitasi,

gelisah,

dan

sebagainya.

Anxietas

merupakan gejala yang umum tetapi non-spesifik yang sering merupakan satu fungsi emosi. Kumpulan gejala tertentu yang ditemui selama kecemasan cenderung bervariasi dan berbeda pada setiap orang. Anxietas sendiri dapat sebagai gejala saja yang terdapat pada gangguan psikiatrik, dapat sebagai sindroma pada neurosis cemas dan juga dapat sebagai kondisi normal. Anxietas normal sebenarnya suatu hal yang sehat, karena merupakan peringatan akan tanda bahaya tentang keadaan jiwa dan tubuh manusia supaya dapat mempertahankan diri. Anxietas juga dapat bersifat konstruktif, misalnya seorang pelajar yang akan menghadapi ujian, merasa cemas, maka ia akan belajar secara giat supaya kecemasannya dapat berkurang. Gangguan kecemasan adalah salah satu gangguan mental yang paling lazim terjadi di masyarakat umum. Hampir 30 juta orang yang terkena gangguan ini di Amerika Serikat, dengan angka kejadian pada wanita yang dapat terkena hampir dua kali lebih sering dibanding pria. Gangguan kecemasan yang berhubungan dengan kejadian morbiditas yang cukup signifikan, sering menjadi kronis dan cenderung resisten terhadap pengobatan. Gangguan kecemasan dapat dilihat sebagai bagian dari gangguan mental terkait, yang dapat diklasifikasikan dalam Diagnostik dan Statistik Manual of Mental Disorders edisi keempat (DSMIV-TR), yaitu : (1) gangguan panik dengan atau tanpa agoraphobia, (2) agoraphobia dengan atau tanpa gangguan panik, (3) fobia spesifik, (4) fobia sosial, (5) obsesif-kompulsif (OCD), (5) gangguan stres pasca trauma (PTSD), (6) gangguan stres akut; dan (7) gangguan kecemasan umum.

Rasa cemas dapat datang dari eksternal atau internal. Masalah eksternal umumnya terkait dengan hubungan antara seseorang dengan komunitas, teman, atau keluarga. Masalah internal umumnya terkait dengan pikiran seseorang sendiri. Dari beberapa jenis gangguan cemas, gangguan cemas menyeluruh adalah salah satu yang seringkali dijumpai di masyarakat. Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD) merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan. Pasien dengan GAD biasanya mempunyai rasa risau dan cemas yang berlanjut dengan ketegangan motorik, kegiatan autonomik yang berlebihan, dan selalu dalam keadaan siaga. Beberapa pasien mengalami serangan panik dan depresi Untuk mendiagnosis gangguan cemas menyeluruh perlu dilakukan anamnesa, status psikitarik pasien dan pemeriksaan fisik sehingga kemudian dapat ditentukan diagnosis penyakit pasien dan dapat dilakukan pengobatan yang tepat secara psikologis maupun non psikologis.

BAB II LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Nama

: Ny. S

Usia

: 52 th

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama/ Suku

: Islam / Jawa

Pendidikan

: SMP

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Status perkawinan

: Menikah

Anak

:4

Alamat

: Krajan Kromengan Kab. Malang

Tanggal Pemeriksaan

: 2 Januari 2018

No. RM

:

2.2 Anamnesis Autoanamnesis dilakukan pada 2 Januari 2018

1.

Keluhan Utama Cemas

2.

Riwayat Penyakit Sekarang (Autoanamnesa) Pasien sering merasa cemas sejak enam bulan yang lalu. Cemas disertai dengan keluhan jantung berdetak lebih kencang, gelisah, dan

disertai rasa nyeri kepala. Pasien sering tiba-tiba merasa cemas tanpa sebab yang jelas, kadang pasien juga mencemaskan hal - hal yang sepele atau belum terjadi. Satu bulan ini pasien juga merasa sulit tidur, dan sering terbangun saat tengah malam. Menurut pasien rasa cemas awalnya dipicu oleh kekhawatiran terhadap anak ketiganya. Pasien merasa bahwa anak ketiganya menyukai sesama jenis. Pasien mulai curiga saat anaknya bekerja di salon sejak dua tahun yang lalu. Dan akhir – akhir ini anaknya sering membawa teman laki – laki ke rumah. Teman laki – laki yang datang ke rumah selalu berganti – ganti. Pasien juga merasa bahwa anaknya menjadi lebih acuh terhadap keluarganya. Ketika keluarga berusaha menanyakan atau menegur, anak pasien tersebut menjadi lebih marah. Dan dua bulan ini anak pasien jarang pulang ke rumah. Pasien juga merasa lebih cemas saat tetangga menanyakan apakah anaknya Gay, karena tidak pernah membawa teman wanita dan selalu membawa teman – teman laki – laki. Saat ditanya tetangga pasien merasa keringat dingin, berdebar, pusing, dan gelisah. Begitu pula saat pasien melihat orang yang mirip dan seumuran dengan anaknya. Oleh karena itu, pasien menjadi lebih takut keluar rumah. 3.

Riwayat Penyakit Dahulu Pasien tidak pernah mengalami kesedihan seperti ini sebelum anaknya bekerja di salon.

4.

Riwayat penyakit organik

:-

Non organik

:-

Riwayat Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan yang sama.

5.

Riwayat Pengobatan Sejak tiga bulan yang lalu pasien berobat ke Poli Syaraf karena

keluhan sakit kepala. Namun pasien merasa keluhan kembali muncul saat tidak minum obat. Pasien mendapatkan obat racikan. Pada saat kontrol ke Poli Syaraf yang terakhir, pasien merasa keluhannya tidak kunjung sembuh, lalu pasien di konsulkan ke Poli Jiwa. 6.

RIWAYAT PREMORBID a. Riwayat pribadi: pasien lahir di bidan, tidak ada masalah medis saat kehamilan, riwayat tumbuh kembang normal, riwayat pendidikan hingga SMP. 1. RIWAYAT KELAHIRAN Pasien lahir di bidan, pasien tidak tahu tentang riwayat kelahirannya, namun menurut ibu pasien tidak ada masalah medis pada ibu saat kehamilan dan kelahiran pasien. 2. RIWAYAT TUMBUH KEMBANG Tumbuh kembang pasien didapatkan normal, sama dengan teman-teman sebayanya. Kualitas interaksi antara pasien dengan ibu dan ayah kandungnya selama masa tumbuh kembangnya baik. Pasien berhubungan baik dengan orang tuanya, ayah pasien meninggal saat pasien berusia 34 tahun. 3. RIWAYAT PENDIDIKAN Pasien bersekolah hingga SMP. 4. PEMAKAIAN WAKTU LUANG Dulunya pasien memanfaatkan waktu luangnya dengan menjual gorengan di depan rumah sebelum pasien sering merasa cemas. 5. RIWAYAT KEAGAMAAN Pasien beragama Islam, rajin beribadah, dan rutin mengikuti pengajian di kampung.

b. Riwayat psikososial: Pasien saat ini tinggal bersama dengan suami, anak ketiga, dan anak keempatnya. Dulu pasien hidup dalam keadaan kekurangan, suami bekerja sebagai tukang bengkel dan pasien menjual gorengan untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Saat ini anak ketiganya bekerja sebagai karyawan salon dan make up artist dan berhasil membantu perekonomian keluarga. Semenjak pasien sering menasihati anaknya agar menjaga diri dan tidak salah bergaul, anak pasien menjadi lebih acuh dan mudah marah. Pasien merasa suasana di rumah menjadi lebih sepi dan hubungan antar keluarga menjadi renggang. Dulu anak pasien sering mengantarkan pasien ketika hendak pergi berbelanja atau pengajiaan, saat ini anak pasien sudah tidak mau jika diminta mengantar pasien bahkan untuk berobat ke dokter. Dan sejak mengeluh sering cemas dan berdebar, pasien merasa kegiatan sehari-harinya agak terganggu karena rasa cemas dan sering sakit kepala. Pasien juga enggan keluar rumah karena malu jika ditanyai oleh tetangganya. c. RIWAYAT KETURUNAN: Tidak ada dari keluarga pasien dengan keluhan seperti ini. d. KEPRIBADIAN PREMORBID: Pasien merupakan orang yang periang. Suka bergaul dengan tetangga dan sering mengikuti kegiatan sosial seperti pengajian dan perkumpulan RT/RW. Untuk masalah pribadi, pasien cenderung agak menutup diri, dan suka menceritakan keluh kesahnya kepada orang terdekatnya, seperti anak dan suaminya, namun pasien cenderung lebih dekat dengan anak ketiganya karena tinggal serumah, e. FAKTOR PENCETUS: Keluhan pada pasien muncul ketika pasien mulai khawatir terhadap anak ketiganya. Pasien merasa bahwa anak ketiganya menyukai sesama jenis. Pasien juga merasa lebih cemas saat tetangga menanyakan apakah anaknya gay, karena tidak pernah membawa

teman wanita dan selalu membawa teman – teman laki – laki. Begitu pula saat pasien melihat orang yang mirip dan seumuran dengan anaknya. Pasien langsung gelisah, merasa berdebar, dan sakit kepala.

2.3 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik dilakukan pada 2 Januari 2018 di Poli Psikiatri RSUD Kanjuruhan.

1. Keadaan Umum Pasien tampak tenang, compos mentis, GCS 456 BB: 50 kg, TB: 160 cm, BMI: 19,53 kg/m2 2. Tanda Vital a.

Tekanan darah

: 150/90 mmHg

b.

Nadi

: 88 x/menit, reguler

c.

Laju pernapasan

: 20 x/menit

d.

Suhu aksiler

: 36.30 C

3. Kepala a.

Bentuk

: normosefal, benjolan (-), UUB cekung (-)

b.

Ukuran

: mesosefal

c.

Rambut

: hitam

d.

Wajah

: simetris, lonjong, rash (-), sianosis (-), edema (-)

e.

Mata Konjungtiva

: anemis (-|-)

Sklera

: ikterik (-|-)

Palpebra

: edema (-|-)

Reflex cahaya

: (+|+)

Pupil

: bulat, isokor, 3mm|3mm

f.

Telinga

: bentuk normal, posisi normal, sekret (-)

g.

Hidung

: sekret (-), PCH (-), perdarahan (-), hiperemia (-)

h.

Mulut

: mukosa basah, sianosis (-), lidah kotor (-), mulut dapat terbuka maksimal

4. Leher a.

Inspeksi

: massa (-)

b.

Palpasi

: pembesaran KGB (-|-), JVP R+2cm

5. Thorax a.

Inspeksi

: bentuk dada kesan normal dan simetris, retraksi dinding dada (-), tidak didapatkan deformitas

b.

Jantung Inspeksi

: ictus cordis tidak terlihat

Palpasi

: ictus cordis palpable at ICS V MCL S

Perkusi

: batas jantung normal

Auskultasi

: S1S2 single, regular, ekstrasistol (-), gallop (-), murmur (-)

c.

Paru Inspeksi

: gerak napas simetris pada kedua dinding dada, retraksi (-)

Palpasi

: pergerakan dinding dada simetris

Perkusi

: sonor | sonor sonor | sonor sonor | sonor

Auskultasi

:v|v

Rh - | -

Wh - | -

v|v

-|-

-|-

v|v

-|-

-|-

6. Abdomen a.

Inspeksi

: flat, jaringan parut (-)

b.

Auskultasi

: bising usus (+)

c.

Perkusi

: timpani, meteorismus (-), shifting dullness (-)

d.

Palpasi

: soefl, H/L tidak teraba

7. Genetalia

: Tidak dilakukan pemeriksaan

8. Ekstremitas : akral hangat kering + | + +|+ 9. Status neurologis

Keadaan umum: Baik, Compos Mentis (GCS:456) Meningeal sign: (-) Kaku kaduk: (-) Brudzinski I-IV: I(-), II(-), III(-), IV(-) Reflek pupil/cahaya: PBI Ø3mm/3mm, Reflek cahaya: +/+ Parese Nervus Cranialis: (-) dalam batas normal Reflek fisiologis: Reflek biseps

: +2/+2

Reflek triseps

: +2/+2

Reflek Knee (patella)

: +2/+2

Reflek Archiles

: +2/+2

Reflek patologis: Reflek Hofmann/Tromner

: -/-

Reflek Babinski

: -/-

Reflek Chaddock

: -/-

Reflek Oppenheim

: -/-

Reflek Gonda

: -/-

Pemeriksaan motorik: Kekuatan

: +5/+5 +5/+5

Tonus

: Normal/Normal Normal/Normal

Pemeriksaan sensorik

: Dalam batas normal

Pemeriksaan fungsi otonom

: Inkontinensia alvi/uri: (-)

Status

Kesan umum : Pasien wanita, 52 tahun berpakaian rapi,

Psikiatri

raut wajah sesuai usia, higiene baik, kesan terawat, pasien kooperatif. Kontak

: verbal (+) relevan, non verbal (+)

Kesadaran

: GCS 456

Mood

: Euthym

Afek

: luas

Keserasian afek : Serasi Orientasi

:

Tempat

:baik

Waktu

:baik

Orang

:baik

Proses berpikir : Bentuk

: realistik

Arus

: koheren

Isi

: Waham (-), fobia (-), obsesi (-)

Persepsi

: baik, riwayat halusinasi visual (-)

Daya ingat

:

Short term

: baik

Long term

: baik

Intelegensi

: baik

Konsentrasi

: baik

Kemauan

:

ADL

: ADL sedikit terganggu

Hobi

: menurun

Relasi

: menurun

Pekerjaan

: masih dapat melakukan pekerjaan

sehari-hari Psikomotor

: normal

Pengendalian impuls : baik Daya nilai social Tilikan

: baik : insight derajat 5 (pasien menyadari

sepenuhnya, pasien mau melakukan perubahan pada perilaku untuk pemulihannya dan keterbukaan terhadap ide atau konsep baru)

2.4 Resume Ny. S/ 52 th Anamnesis Pasien sering merasa cemas sejak enam bulan yang lalu. Cemas disertai dengan keluhan jantung berdetak lebih kencang, gelisah, dan disertai rasa nyeri di kepala. Pasien sering tiba-tiba merasa cemas tanpa sebab yang jelas, kadang pasien juga mencemaskan hal - hal yang sepele atau belum terjadi. Satu bulan ini pasien juga merasa sulit tidur, dan sering terbangun saat tengah malam. Rasa cemas dipicu oleh kekhawatiran terhadap anak ketiganya. Pasien merasa bahwa anak ketiganya menyukai sesame jenis. Pasien mulai curiga saat anaknya bekerja di salon sejak dua tahun yang lalu. Dan

akhir – akhir ini anaknya sering membawa teman laki – laki ke rumah. Teman laki – laki yang datang ke rumah selalu berganti – ganti. Pasien juga merasa bahwa anaknya menjadi lebih acuh terhadap keluarganya. Ketika keluarga berusaha menanyakan atau menegur, anak pasien tersebut menjadi lebih marah. Dan dua bulan ini anak pasien jarang pulang ke rumah. Pasien merasa lebih cemas saat tetangga menanyakan apakah anaknya gay, karena tidak pernah membawa teman wanita dan selalu membawa teman – teman laki – laki. Saat ditanya tetangga pasien merasa keringat dingin, berdebar, pusing, dan gelisah. Begitu pula saat pasien melihat orang yang mirip dan seumuran dengan anaknya. Oleh karena itu, pasien menjadi lebih enggan keluar rumah.

Pemeriksaan fisik Pasien tampak cemas, compos mentis, GCS 456, BB: 50 kg, TB: 160 cm, BMI: 19,53 kg/m2 

Tanda vital: Tekanan darah

: 150/90 mmHg.

Denyut jantung

: 88 x/menit reguler.

Pernapasan

: 20 x/menit.

Suhu aksiler

: 36,30 C.



Kepala

: tidak ditemukan kelainan.



Leher

: tidak ditemukan kelainan.



Thoraks

: tidak ditemukan kelainan.



Abdomen

: tidak ditemukan kelainan.



Genetalia

: tidak ditemukan kelainan.



Ekstremitas

: tidak ditemukan kelainan.



Status neurologis

: tidak ditemukan kelainan.

Status Psikiatri Kesan umum : Pasien wanita, 52 tahun berpakaian rapi, raut wajah sesuai usia, higiene baik, kesan terawatt, pasien kooperatif. Kontak

:verbal (+) relevan, non verbal (+)

Kesadaran

:GCS 456

Mood

: euthym

Afek

: luas

Orientasi: Tempat

:baik

Waktu

:baik

Orang

:baik

Proses berpikir: Bentuk

: realistik

Arus

: koheren

Isi

: Waham (-), fobia (-), obsesi (-)

Persepsi

: Riwayat halusinasi visual (-)

Daya ingat : Short term

: baik

Long term

: baik

Intelegensi

: baik

Konsentrasi : baik Kemauan

:

ADL

: ADL sedikit terganggu

Hobi

: menurun

Relasi

: menurun

Pekerjaan

: masih dapat melakukan pekerjaan

Psikomotor : normal Pengendalian impuls: baik Daya nilai sosial: baik Tilikan: insight derajat 5 (pasien menyadari sepenuhnya, pasien mau melakukan perubahan pada perilaku untuk pemulihannya dan keterbukaan terhadap ide atau konsep baru)

2.6 Diagnosis a. Diagnosis Multiaxial 

Aksis I

: Gangguan Cemas Menyeluruh (F41.1)



Aksis II

: Ciri kepribadian skizoid



Aksis III

: hipertensi stage 1



Aksis IV

: Cemas akan masalah keluarga



Aksis V

: Gaf scale pasien: 80-71 gejala sementara dan dapat

diatasi, disabilitas ringan dalam sosial, dan pekerjaan.

2.7 Rencana Terapi

a. Fluoxetine 20 mg 1-0-0 b. clobazam 10 mg 2 dd 1 c. Kapsul racikan Paracetamol 500mg dan Amitriptilin 12,5mg 2 dd 1 d. Konseling psikologi: terapi perilaku kognitif dan terapi suportif

2.8 Rencana Edukasi a. Menjelaskan penyakit kepada pasien dan keluarganya. b. Memberikan

pemaparan

kemungkinan

penyebab

munculnya

kecemasan pada pasien,dan mengajak pasien untuk mulai menyingkirkan hal – hal yang mencetuskan rasa cemas pasien. c. Memberikan pengertian kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya dukungan keluarga untuk kesembuhan pasien dan memberikan edukasi pentingnya konseling dengan mengajak serta anggota keluarga. d. Mengajak pasien untuk mengembangkan kepribadian yang lebih terbuka dengan keluarga dan orang di sekitarnya agar dapat memperbaiki hubungan sosialnya. e. Mengajak pasien supaya dapat menambah aktivitas yang dapat membantu pasien untuk mengurangi rasa cemas yang dirasakan pasien. f. Menjelaskan pasien dan keluarga tentang pentingnya kepatuhan

minum obat dengan aturan dan dosis yang dianjurkan.

2. 9 Prognosis Berdasarkan : 

Usia pertama kali timbul:dewasa baik



Cepat, tepat, dan teraturnya terapi obat: langsung berobat ke dokterbaik



Faktor keturunan: tidak ada baik



Faktor pencetus: diketahuibaik



Kepribadian premorbid:



Keadaan sosial ekonomi: sosial ekonomi cukup  baik



Status perkawinan: pasien sudah menikah baik



Dukungan keluarga: mendukungbaik



Kesimpulan prognosis  Ad Vitam

: Dubia ad bonam

 Ad Fungsionam : Dubia ad bonam  Ad Sanam

: Dubia ad bonam

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 DEFINISI

Gangguan cemas menyeluruh (Generalized Anxiety Disorder, GAD) merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran yang berlebihan dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi ini dialami hampir sepanjang hari, berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 bulan. Kecemasan yang dirasakan sulit untuk dikendalikan dan berhubungan dengan gejala-gejala somatik seperti ketegangan otot, iritabilitas, kesulitan tidur, dan kegelisahan sehingga menyebabkan penderitaan yang jelas dan gangguan yang bermakna dalam fungsi sosial dan pekerjaan.

GAD ditandai dengan kecemasan yang berlebihan dan khawatir yang berlebihan tentang peristiwa-peristiwa kehidupan sehari-harinya tanpa alasan yang jelas untuk khawatir. Kecemasan ini tidak dapat dikontrol sehingga dapat menyebabkan timbulnya stres dan mengganggu aktivitas sehari-hari, pekerjaan dan kehidupan sosial. Pasien dengan GAD biasanya mempunyai rasa risau dan cemas yang berlanjut

dengan

ketegangan

motorik,

kegiatan

autonomik

yang

berlebihan, danselalu dalam keadaan siaga. Beberapa pasien mengalami serangan panik dan depresi.

3.2 EPIDEMIOLOGI Angka prevalensi untuk gangguan cemas menyeluruh 3-8%, dengan prevalensi pada wanita > 40 tahun sekitar 10%. Rasio antara perempuan dan lakilaki sekitar 2:1. Onset penyakit biasanya muncul pada usia pertengahan hingga dewasa akhir, dengan insidens yang cukup

tinggi pada usia 35-45 tahun. GAD merupakan gangguan kecemasan yang paling sering ditemukan pada usia tua.

3.3 ETIOLOGI Terdapat beberapa teori yang menjelaskan faktor yang diduga menyebabkan

terjadinya

gangguan

cemas menyeluruh. Teori-teori

tersebut antara lain : 1. Kontribusi Ilmu Psikologi Tiga sekolah utama psikologis theory yaitu psikoanalitik, perilaku, dan eksistensial telah memberikan kontribusi teori tentang penyebab kecemasan. Teori masing-masing memiliki kegunaan baik konseptual dan praktis dalam mengobati gangguan kecemasan. a. Teori Psikoanalitik Meskipun Freud awalnya diyakini bahwa kecemasan berasal dari penumpukan fisiologis libido, ia akhirnya merumuskan kembali kecemasan sebagai sinyal adanya bahaya di bawah sadar. Menanggapi sinyal ini, ego digunakan sebagai mekanisme pertahanan untuk mencegah pikiran dan perasaan yang tidak dapat diterima yang muncul ke dalam kesadaran. Dari perspektif psikodinamik, tujuan terapi tidak diperlukan untuk menghilangkan semua kecemasan tapi untuk meningkatkan toleransi kecemasan, yaitu,

kemampuan

untuk

mengalami

kecemasan

dan

menggunakannya sebagai sinyal untuk menyelidiki konflik yang mendasari yang telah

menciptakannya. Kecemasan

muncul

sebagai respon terhadap berbagai situasi selama siklus hidup, meskipun agen psychopharmacological mungkin memperbaiki gejala, mereka mungkin tidak melakukan apapun untuk mengatasi situasi hidup atau berkorelasi internal yang telah mendorong keadaan kecemasan. Untuk memahami sepenuhnya kecemasan pasien dari pandangan psikodinamik, seringkali berguna untuk berhubungan kecemasan atas masalah-masalah perkembangan. Pada tingkat

awal, kecemasan disintegrasi mungkin ada. Kecemasan ini berasal dari ketakutan bahwa fragmen kehendak diri karena orang lain tidak menanggapi dengan penegasan diperlukan sebagai validasi. Kecemasan persecutory dapat dihubungkan dengan persepsi bahwa diri sedang diserbu dan dimusnahkan oleh suatu kekuatan jahat dari luar. Sumber lain dari kecemasan melibatkan anak yang takut kehilangan cinta atau persetujuan orang tua atau kekasih. Pada

tingkat

yang

paling

dewasa,

superego

kecemasan

berhubungan dengan perasaan bersalah tentang tidak memenuhi standar diinternalisasi perilaku moral yang berasal dari orang tua. Seringkali, sebuah wawancara psikodinamik dapat menjelaskan tingkat utama dari kecemasan yang menangani seorang pasien. Beberapa

kecemasan

jelas

berkaitan

dengan

konflik

pada

beberapa tingkat perkembangan yang bervariasi.

b. Teori Perilaku Teori-teori perilaku adalah respon terkondisi terhadap rangsangan lingkungan tertentu. Dalam model pengkondisian klasik, seorang gadis dibesarkan oleh seorang ayah yang kasar, misalnya, dapat menjadi cemas segera setelah ia melihat ayahnya yang kasar. Melalui generalisasi, dia mungkin akan percaya semua orang. Dalam model pembelajaran sosial, seorang anak dapat mengembangkan respon kecemasan dengan meniru kecemasan di lingkungan, seperti orang tua cemas.3 c. Teori eksistensial Teori kecemasan eksistensial menyediakan model untuk kecemasan umum, di mana tidak ada stimulus khusus yang diidentifikasi untuk rasa cemas yang sifatnya kronis.Konsep utama teori eksistensial adalah bahwa perasaan orang pengalaman hidup di alam semesta tanpa tujuan. Kekhawatiran eksistensial tersebut dapat

meningkat

bioterorisme.

sejak

pengembangan

senjata

nuklir

dan

d. Teori kognitif-perilaku Penderita GAD berespon secara salah dan tidak tepat terhadap ancaman, disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal yang negatif pada lingkungan, adanya distorsi pada pemrosesan informasi dan pandangan yang sangat negative terhadap kemampuan diri untuk menghadapi ancaman. e. Teori Genetik Pada sebuah studi didapatkan bahwa terdapat hubungan genetik pasien GAD dan gangguan Depresi Mayor pada pasien wanita. Sekitar 25% dari keluarga tingkat pertama penderita GAD juga menderita gangguan yang sama. Sedangkan penelitian pada pasangan

kembar

didapatkan

angka

50%

pada

kembar

monozigotik dan 15% pada kembar dizigotik. 2. Kontribusi Ilmu Biologi a. Sistem saraf otonom Stimulasi sistem saraf otonom menyebabkan gejala tertentu contoh pada sistem kardiovaskular (misalnya, takikardia), otot (misalnya, sakit kepala), pencernaan (misalnya, diare), dan pernapasan (misalnya, takipnea). Sistem saraf otonom dari beberapa pasien dengan gangguan kecemasan, terutama mereka yang memiliki gangguan panik, menunjukkan nada simpatik yang meningkat, beradaptasi perlahan terhadap rangsangan berulangulang, dan merespon berlebihan terhadap rangsangan moderat. b. Neurotransmitter Tiga neurotransmitter utama yang terkait dengan kecemasan dengan dasar dari studi hewan dan tanggapan terhadap terapi obat adalah norepinefrin (NE), serotonin, dan gama-ainobutyric acid (GABA).Salah

satu

eksperimen

tersebut

untuk

mempelajari

kecemasan adalah tes konflik, di mana hewan secara bersamaan disajikan dengan rangsangan yang positif (misalnya makanan) dan negatif (misalnya, sengatan listrik). Anxiolytic narkoba (misalnya benzodiazepin) cenderung memfasilitasi adaptasi hewan untuk

situasi ini, sedangkan obat lain (misalnya, amfetamin) lebih lanjut mengganggu respon perilaku hewan. c. Norepinefrin Gejala kronis yang dialami oleh pasien dengan gangguan kecemasan, seperti serangan panik, insomnia, terkejut, dan hyperarousal

autonom,

merupakan

karakteristik

fungsi

noradrenergik yang meningkat. Itu teori umum tentang peranan norepinefrin pada gangguan kecemasan dimana pasien yang terkena mungkin memiliki sistem noradrenergik yang buruk. Badan sel dari sistem noradrenergik terutama terlokalisasi pada lokus seruleus di pons rostral, dan mereka memproyeksikan akson mereka ke korteks otak, sistem limbik, batang otak, dan sumsum tulang belakang. Percobaan pada primata telah menunjukkan bahwa

stimulasi

dari

lokus

seruleus

menghasilkan

respon

ketakutan pada hewan dan bahwa ablasi dari daerah yang sama atau sama menghambat menghambat kemampuan hewan untuk membentuk respon ketakutan. Studi pada manusia telah menemukan bahwa pada pasien dengan gangguan panik, agonis reseptor adrenergik (misalnya, isoproterenol

[Isuprel])

dan

adrenergik

antagonis

reseptor

(misalnya, yohimbine [Yocon]) dapat memicu serangan panik yang sering dan cukup parah. Sebaliknya, clonidine (Catapres), sebuah beta 2-reseptor agonis, mengurangi gejala kecemasan dalam beberapa situasi eksperimental dan terapeutik. Temuan yang kurang

konsisten

kecemasan,

adalah

terutama

bahwa

gangguan

pasien panik,

dengan

gangguan

memiliki

cairan

serebrospinal tinggi (CSF) atau tingkat urin metabolit noradrenergik 3-metoksi-4-hydroxyphenylglycol (MHPG). d. Hipotalamus-hipofisis-adrenal Axis Bukti yang konsisten menunjukkan bahwa banyak bentuk stres

psikologis

meningkatkan

sintesis

dan

pelepasan

kortisol.Kortisol berfungsi untuk memobilisasi dan untuk melengkapi

penyimpanan energi dan kontribusi untuk gairah meningkat, kewaspadaan, perhatian terfokus, dan pembentukan memori; penghambatan

pertumbuhan

dan

sistem

reproduksi,

dan

penahanan dari respon kekebalan.Sekresi kortisol yang berlebihan dan berkelanjutan dapat memiliki efek samping yang serius, termasuk hipertensi, osteoporosis, imunosupresi, resistensi insulin, dislipidemia, dyscoagulation, dan, akhirnya, aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular. Perubahan dalam hipotalamus hipofisisadrenal (HPA) fungsi sumbu telah dibuktikan dalam PTSD. Pada pasien dengan gangguan panik, tumpul hormon adrenocorticoid (ACTH) terhadap berbagai corticotropin-releasing factor (CRF) telah dilaporkan dalam beberapa penelitian dan tidak pada orang lain. e. Corticotropin-releasing hormone (CRH) Salah satu mediator yang paling penting dari respon stres, CRH mengkoordinasikan perubahan perilaku dan fisiologis adaptif yang terjadi selama stres.Tingkat CRH di hipotalamus meningkat pada orang dengan stres, mengakibatkan aktivasi dari sumbu HPA dan meningkatkan pelepasan kortisol dan dehydroepiandrosterone (DHEA). CRH juga menghambat berbagai fungsi neurovegetative, seperti asupan makanan, aktivitas seksual, dan program endokrin untuk pertumbuhan dan reproduksi. f. Serotonin Identifikasi

jenis

reseptor

serotonin

telah

mendorong

pencarian untuk peran serotonin dalam patogenesis gangguan kecemasan. Berbagai jenis hasil stres akut pada omset 5hidroksitriptamin

(5-HT)

meningkat

pada

korteks

prefrontal,

amigdala, dan hipotalamus lateral. Kepentingan dalam hubungan ini pada awalnya didorong oleh pengamatan bahwa antidepresan serotonergic memiliki efek terapi dalam beberapa gangguan kecemasan misalnya, clomipramine (Anafranil) di OCD.Efektivitas buspirone (BuSpar), suatu serotonin 5-HT1A agonis reseptor,

dalam pengobatan gangguan kecemasan juga menunjukkan kemungkinan adanya hubungan antara serotonin dan kecemasan. Badan sel neuron serotonergik kebanyakan terletak di inti raphe di batang otak dan sel – sel yang menuju ke korteks, sistem limbik (khususnya amigdala dan hippocampus), dan hipotalamus. Beberapa

laporan

chlorophenylpiperazine

menunjukkan (MCPP),

bahwa

obat

meta-

serotonergik,

dan

fenfluramine (Pondimin), yang menyebabkan pelepasan serotonin, menyebabkan

kecemasan

meningkat

pada

pasien

dengan

gangguan kecemasan, dan banyak laporan menunjukkan bahwa serotonergik

halusinogen

diethylamide

dan

lysergic

methylenedioxymethamphetamine

stimulansia

misalnya,

(LSD) (MDMA)

dan terkait

asam 3,4dengan

perkembangan gangguan kecemasan akut dan kronis pada orang yang menggunakan obat ini. g. GABA Peran GABA pada gangguan kecemasan sebagai contoh penggunaan golongan benzodiazepin, yang meningkatkan aktivitas GABA pada jenis reseptor GABA A (GABAA), dalam pengobatan beberapa jenis gangguan kecemasan. Meskipun potensinya rendah, benzodiazepin adalah obat yang paling efektif untuk mengatasi gejala dari gangguan kecemasan umum, potensi tinggi obat – obat golongan benzodiazepin, seperti alprazolam (Xanax), dan clonazepam efektif dalam pengobatan gangguan panik. Sebuah

antagonis

benzodiazepin,

flumazenil

(Romazicon),

menyebabkan serangan panik sering berat pada pasien dengan gangguan panik. Data ini telah membawa para peneliti berhipotesis bahwa beberapa pasien dengan gangguan kecemasan memiliki fungsi abnormal dari reseptor GABAA mereka, meskipun hubungan ini belum terbukti secara langsung.

h. Aplysia Sebuah model neurotransmitter untuk gangguan kecemasan didasarkan pada studi Aplysia californica, oleh pemenang Hadiah Nobel Eric Kandel, MD Aplysia adalah siput laut yang bereaksi terhadap bahaya dengan menghindar, menarik diri ke dalam cangkangnya.Perilaku

ini

dapat

dikondisikan

secara

klasik,

sehingga siput merespon stimulus netral seolah-olah itu stimulus berbahaya. Siput juga bisa menjadi peka dengan guncangan acak, sehingga menunjukkan respon walaupun dengan tidak adanya bahaya nyata.Aplysia klasik dikondisikan menunjukkan perubahan terukur dalam fasilitasi presynaptic, sehingga terjadi peningkatan pelepasan jumlah neurotransmitter. Meskipun siput laut adalah hewan

sederhana,

karya

ini

menunjukkan

pendekatan

eksperimental untuk proses neurokimia kompleks yang berpotensi terlibat dalam gangguan kecemasan pada manusia. i. Neuropeptida Y Neuropeptide Y (NPY) adalah asam amino peptida, yang merupakan salah satu peptida yang paling berlimpah ditemukan di otak mamalia. Bukti yang menunjukkan keterlibatan amigdala dalam efek ansiolitik NPY yang kuat, dan mungkin terjadi melalui reseptor NPY-Y1. NPY memiliki efek regulasi counter pada sistem CRH dan LC-NE di lokasi otak yang penting dalam ekspresi kecemasan, ketakutan, dan depresi. Studi awal dalam tentara operasi khusus di bawah tekanan yang ekstrim pelatihan menunjukkan bahwa tingkat NPY tinggi berhubungan dengan kinerja yang lebih baik. j. Galanin Galanin adalah polipeptida yang pada manusia ditemukan mengandung 30 asam amino. Galanin telah terbukti terlibat dalam sejumlah fungsi fisiologis dan perilaku, termasuk belajar dan memori,

mengontrol

rasa

sakit,

asupan

makanan,

kontrol

neuroendokrin, regulasi kardiovaskular, dan terakhir kecemasan.

Sebuah galanin immunoreactive padat serat sistem yang berasal dari LC innervasi otak depan dan struktur otak tengah, termasuk hippocampus, hipotalamus, amigdala, dan korteks prefrontal. Studi pada tikus telah menunjukkan bahwa galanin dikelola terpusat memodulasi kecemasan terkait perilaku. Galanin dan agonis reseptor NPY mungkin menjadi target baru untuk pengembangan obat anti ansietas.

3.4 GAMBARAN KLINIS Gambaran klinis gangguan cemas menyeluruh sangat bervariasi. Diagnosis Gangguan Cemas Menyeluruh ditegakkan apabila dijumpai gejala-gejala antara lain keluhan cemas, khawatir, was-was, ragu untuk bertindak, perasaan takut yang berlebihan, gelisah pada halhal yang sepele dan tidak utama yang mana perasaan tersebut mempengaruhi seluruh aspek kehidupannya, sehingga pertimbangan akal sehat, perasaan dan perilaku terpengaruh. Selain itu spesifik untuk Gangguan Kecemasan Menyeluruh adalah kecemasanya terjadi kronis secara terusmenerus mencakup situasi hidup (cemas akan terjadi kecelakaan, kesulitan finansial), cemas akan terjadinya bahaya, cemas kehilangan kontrol, cemas akan`mendapatkan serangan jantung. Sering penderita tidak sabar, mudah marah, sulit tidur. Untuk lebih jelasnya gejala-gejala umum ansietas dapat dilihat pada tabel di bawah: Ketegangan Motorik

1. Kedutan otot/ rasa gemetar 2. Otot tegang/kaku/pegal 3. Tidak bisa diam 4. Mudah menjadi lelah

Hiperaktivitas Otonomik

5. Nafas pendek/terasa berat 6. Jantung berdebar-debar 7. Telapak tangan basah/dingin 8. Mulut kering 9. Kepala pusing/rasa melayang

10. Mual, mencret, perut tak enak 11. Muka panas/ badan menggigil 12. Buang air kecil lebih sering Kewaspadaan

berlebihan 13. Perasaan jadi peka/mudah ngilu

dan Penangkapan berkurang

14. Mudah terkejut/kaget 15. Sulit konsentrasi pikiran 16. Sukar tidur 17. Mudah tersinggung

Tabel 1. Gejala-gejala Gangguan Cemas Menyeluruh

Gangguan cemas menyeluruh juga memiliki pengaruh terhadap tekanan darah. Ada dua faktor yang paling berpengaruh pada tekanan darah, yaitu curah jantung (cardiac output) dan tahanan perifer (peripheral resistance). Anxietas akan merangsang respon hormonal dari hipotalamus yang akan mengsekresi CRF ( Cortisocoprin- Releasing Factor) yang menyebabkan sekresi hormon-hormon hipofise. Salah satu dari hormon tersebut adalah ACTH (Adreno- Corticotropin Hormon). Hormon tersebut akan merangsang korteks adrenal untuk mengsekresi kortisol kedalam sirkulasi

darah.

Peningkatan

kadar

kortisol

dalam

darah

akan

mengakibatkan peningkatan renin plasma, angiotensin II dan peningkatan kepekaan pembuluh darah terhadap katekolamin, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah dan sebagai pusat dari system saraf otonom. Sistem ini terbagi atas sistem simpatis dan sistem parasimpatis. Pada

anxietas

terjadi

sekresi

adrenalin

berlebihan

yang

menyebabkan peningkatan tekanan darah, sedangkan pada anxietas yang sangat berat dapat terjadi reaksi yang dipengaruhi oleh komponen parasimpatis sehingga akan mengakibatkan penurunan tekanan darah dan frekuensi denyut jantung. Pada kecemasan yang kronis, kadar adrenalin terus meninggi, sehingga kepekaan terhadap rangsangan yang lain berkurang dan akan terlihat tekanan darah meninggi. Pada gangguan cemas menyeluruh yang terutama berperan adalah neurotransmiter

serotonin. Pada saat ini telah diidentifikasi tiga reseptor serotonin, yaitu : 5-HT1, 5-HT2 dan 5-HT3 . Menurut Kabo reseptor 5-HT1 bersifat sebagai inhibitor, sedangkan reseptor 5-HT2 dan reseptor 5-HT3 bersifat sebagai eksitator. Menurut Gothert, aktivasi reseptor 5-HT1 akan mengurangi kecemasan sedangkan aktivasi reseptor 5-HT2 akan meningkatkan tekanan darah. Gangguan cemas menyeluruh merupakan salah satu klasifikasi dari gangguan cemas. Gangguan cemas sendiri merupakan gangguan non psikotik. Yang membedakan gangguan psikotik dan non psikotik adalah Perilaku, status mental, orientasi, insight, dan aspek sosial. Sehingga pada gangguan cemas menyeluruh akan didapatkan status mental yang normal, meliputi aspek perilaku, orientasi, insight, dan aspek social.

3.5 DIAGNOSIS Kriteria diagnostik gangguan cemas menyeluruh menurut DSM IV-TR : 1. Kecemasan atau kekhawatiran yang berlebihan yang timbul hampir setiap hari, sepanjanghari, terjadi selama sekurangnya 6 bulan, tentang sejumlah aktivitas atau kejadian (seperti pekerjaan atau aktivitas sekolah) 2. Penderita merasa sulit mengendalikan kekhawatirannya 3. Kecemasan atau kekhawatiran disertai tiga atau lebih dari enam gejala 4. Berikut ini (dengan sekurangnya beberapa gejala lebih banyak terjadi dibandingkan tidak terjadi selama enam bulan terakhir). 5. Catatan : hanya satu nomor yang diperlukan pada anak : a. Kegelisahan b. Merasa mudah lelah c. Sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong d. Iritabilitas e. Ketegangan otot f. Gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur gelisah, dan tidakmemuaskan)

6. Fokus kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada gangguan aksis I, misalnya kecemasan atau ketakutan adalah bukan tentang menderita suatu serangan panik (seperti pada gangguan panik), merasa malu pada situasi umum (seperti pada fobia sosial), terkontaminasi (seperti pada gangguan obsesif kompulsif), merasa jauh dari rumah atau sanak saudara dekat (seperti gangguan anxietas perpisahan), penambahan berat badan (seperti pada anoreksia nervosa), menderita keluhan fisik berganda (seperti pada gangguan somatisasi), atau menderita penyakit serius (seperti pada hipokondriasis) serta kecemasan dan kekhawatiran tidak terjadi semata-mata selama gangguan stress pasca trauma. 7. Kecemasan,

kekhawatiran,

atau

gejala

fisik

menyebabkan

penderitaan yang bermakna secara klinis, atau gangguan pada fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain. 8. Gangguan yang terjadi adalah bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya penyalahgunaan zat, medikasi) atau kondisi medis umum (misalnya hipertiroidisme), dan tidak terjadi semata-mata selama suatu gangguan mood, gangguan psikotik, atau gangguan perkembangan pervasif.

Kriteria diagnosis gangguan cemas menyeluruh berdasarkan PPDGJ-III sebagai berikut: 1. Pasien harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau “mengambang”) 2. Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut : a. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung tanduk, sulit konsentrasi, dan sebagainya); b. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat santai); dan

c. Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulutkering dan sebagainya). 3. Pada anak-anak sering terlihat adanya kebutuhan berlebihan untuk ditenangkan (reassurance) serta keluhan-keluhan somatic berulang yang menonjol. 4. Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari), khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan cemas Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria lengkap dari episode depresif (F32.-), gangguan anxietas fobik (F40.-), gangguan panik (F41.0), atau gangguan obsesifkompulsif (F42.-).

3.5 DIAGNOSIS BANDING Gangguan cemas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat kondisi medis umum maupun gangguan yang berhubungan dengan penggunaan zat. Diperlukan pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah, elektrokardiografi, dan tes fungsi tiroid. Klinisi harus menyingkirkan adanya intoksikasi kafein, penyalahgunaan stimulansia, kondisi putus zat atau obat seperti alkohol, hipnotiksedatif dan anxiolitik. Kelainan neurologis, endokrin, metabolik dan efek samping pengobatan pada gangguan panik harus dapat dibedakan dengan kelainan yang terjadi pada gangguan anxietas menyeluruh. Selain itu, gangguan cemas menyeluruh juga dapat didiagnosis banding dengan fobia, gangguan obsesif-kompulsif, hipokondriasis, gangguan somatisasi, dan gangguan stres post-trauma. 1. Fobia Pada fobia, kecemasan terjadi terhadap objek/hal tertentu sehingga pasien berusaha untuk menghindarinya, sedangkan pada GAD, tidak terdapat objek tertentu yang menimbulkan kecemasan. 2. Gangguan obsesif kompulsif

Pada gangguan obsesif kompulsif, pasien melakukan tindakan berulang-ulang (kompulsi) untuk menghilangkan kecemasannya, sedangkan

pada

GAD,

pasien

sulit

untuk

menghilangkan

kecemasannya, kecuali pada saat tidur. 3. Hipokondriasis Pada hipokondriasis maupun somatisasi, pasien merasa cemas terhadap penyakit serius ataupun gejala-gejala fisik yang menurut pasien dirasakannya dan berusaha datang ke dokter untuk mengobatinya, sedangkan pada GAD, pasien merasakan gejalagejala hiperaktivitas otonomik sebagai akibat dari kecemasan yang dirasakannya. 4. Gangguan stres pasca trauma Pada gangguan stres pasca trauma, kecemasan berhubungan dengan sutau peristiwa ataupun trauma yang sebelumnya dialami oleh pasien, sedangkan pada GAD kecemasan berlebihan berhubungan dengan aktivitas sehari-hari.

3.6 PENATALAKSANAAN 1. Farmakoterapi a. Benzodiazepin Merupakan pilihan obat pertama. Pemberian benzodiazepine dimulai dengan dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respons terapi. Pengguanaan sediaan dengan waktu paruh menengah dan dosis terbagi dapat mencegah terjadinya efek yang tidak diinginkan. Lama pengobatan rata-rata 2- 6 minggu, dilanjutkan dengan masa tapering off selama 1-2 minggu. Spektrum klinis Benzodiazepin meliputi efek anti-anxietas, antikonvulsan, antiinsomnia, dan premedikasi tindakan operatif. Adapun obat-obat yang termasuk dalam golongan Benzodiazepin antara lain. • Diazepam, dosis anjuran oral = 2-3 x 2-5 mg/hari; injeksi = 2-10 mg im/iv), broadspectrum.



Chlordiazepoxide,

dosis

anjuran

2-3x

5-10

mg/hari,

broadspectrum. • Lorazepam, dosis anjuran 2-3x 1 mg/hari, dosis anti-anxietas dan antiinsomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai antianxietas, untuk pasien-pasien dengan kelainan hati dan ginjal. • Clobazam, dosis anjuran 2-3 x 10 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan antiinsomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas, psychomotor performance paling kurang terpengaruh, untuk pasien dewasa dan usia lanjut yang masih ingin tetap aktif. • Bromazepam, dosis anjuran 3x 1,5 mg/hari, , dosis anti-anxietas dan antiinsomnia berjauhan (dose-related), lebih efektif sebagai anti-anxietas. • Alprazolam, dosis anjuran 3 x 0,25 – 0,5 mg/hari, efektif untuk anxietas tipe antisipatorik, “onset of action” lebih cepat dan mempunyai komponen efek anti-depresi.

b. Non-benzodoazepin (Buspiron) Buspiron efektif pada 60-80% penderita GAD. Buspiron lebih efektif dalam memperbaiki gejala kognitif dibanding gejala somatik. Tidak menyebabkan withdrawal. Dosis anjuran 2-3x 10 mg/hari. Kekurangannya adalah, efek klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu. Terdapat bukti bahwa penderita GAD yang sudah menggunakan Benzodiazepin tidak akan memberikan respon yang baik dengan Buspiron. Dapat dilakukan penggunaan bersama antara Benzodiazepin dengan Buspiron kemudian dilakukan tapering Benzodiazepin setelah 2-3 minggu, disaat efek terapi Buspiron sudah mencapai maksimal.

c. Obat lain. Obat lain yang telah terbukti berguna untuk gangguan ansietas menyeluruh mencakup obat trisiklik atau tetrasiklik. Antagonis reseptor β-adrenergik dapat mengurangi manifestasi

somatic ansietas tetapi tidak keadaan yang mendasari, dan penggunaannya biasanya terbatas pada ansietas situasional seperti ansietas penampilan. Nefazodon yang juga digunakan pada depresi, telah terbukti mengurangi ansietas dan mencegah gangguan panic.

Tabel 2. Sediaan Obat Anti-Anxietas dan Dosis Anjuran

2. Psikoterapi a. Terapi perilaku kognitif Teori Cognitive Behavior pada dasarnya meyakini bahwa pola pemikiran manusia terbentuk melalui proses rangkaian stimulus-kognisi-respon, dimana proses kognisi akan menjadi faktor penentu dalam menjelaskan bagaimana manusia berpikir, merasa dan bertindak. Terapi kognitif perilaku diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak, dengan menekankan peran otak dalam menganalisa, memutuskan, bertanya, berbuat dan memutuskan kembali. Dengan mengubah arus pikiran dan perasaan, klien diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya, dari negatif menjadi positif. Tujuan terapi kognitif perilaku ini adalah untuk mengajak pasien menentang pikiran (dan emosi) yang salah dengan menampilkan bukti-bukti yang bertentangan dengan keyakinan mereka tentang masalah yang dihadapi. Pendekatan kognitif mengajak pasien secara kangsung mengenali distorsi kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik secara langsung. Teknik utama yang digunakan pada pendekatan behavioral adalah relaksasi dan biofeedback. b. Terapi suportif Pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi sosial dan pekerjaannya. c. Psikoterapi Berorientasi Tilikan Terapi ini mengajak pasien ini untuk mencapai penyingkapan konflik bawah sadar, menilik egostrength, relasi objek, serta keutuhan self pasien. Dari pemahaman akan komponen-komponen tersebut, kita sebagai terapis dapat memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah untuk menjadi lebih matur, bila tidak tercapai, minimal kita memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.

3.7 PROGNOSIS Gangguan cemas menyeluruh merupakan suatu keadaan kronis yang mungkin berlangsung seumur hidup. Prognosis dipengaruhi oleh usia, onset, durasi gejala dan perkembangan komorbiditas gangguan cemas dan depresi. Karena tingginya insidensi gangguan mental komorbid pada pasien dengan gangguan kecemasan menyeluruh, perjalanan klinis dan prognosis gangguan cemas menyeluruh sukar untuk ditentukan.Namun demikian, beberapa data menyatakan bahwa peristiwa kehidupan berhubungan dengan onset gangguan kecemasan umum. Terjadinya beberapa peristiwa kehidupan yang negatif secara jelas meningkatkan

kemungkinan

akan

terjadinya

gangguan

cemas

menyeluruh. Menurut definisinya, gangguan kecemasan umum adalah suatu keadaan kronis yang mungkin seumur hidup. Sebanyak 25% penderita akhirnya mengalami gangguan panik, juga dapat mengalami gangguan depresi mayor. Dalam menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh, perlu diingat bahwa banyak segi yang harus dipertimbangkan. Hal ini berhubung dengan dinamika terjadinya gangguan cemas serta terapinya yang begitu kompleks.Keadaan penderita, lingkungan penderita, dan dokter yang mengobatinya ikut mengambil peran dalam menentukan prognosis gangguan cemas menyeluruh. Ditinjau dari kepribadian premorbid, jika penderita sebelumnya telah menunjukkan kepribadian yang baik di sekolah, di tempat kerja atau dalam interaksi sosialnya, maka prognosisnya lebih baik daripada penderita yang sebelumnya banyak menemui kesulitan dalam pergaulan, kurang percaya diri, dan mempunyai sifat tergantung pada orang lain. Kematangan kepribadian juga dapat dilihat dari kemampuan seseorang dalam

menanggapi

kenyataan-kenyataan,

memadukan

keinginan-keinginan

pribadi

masyarakat,

integrasi

dengan

perasaan

keseimbangan dengan

dalam

tuntutantuntutan

perbuatan,

kemampuan

menyesuaikan diri dengan lingkungan dan lain sebagainya. Semakin

matang kepribadian premorbidnya, maka prognosis gangguan cemas menyeluruh juga semakin baik. Mengenai hubungan dengan terapi, semakin cepat dilakukan terapi pada gangguan kecemasan menyeluruh, maka prognosisnya menjadi lebih baik. Demikian pula dengan situasi tempat pengobatan, semakin pasien merasa nyaman dan cocok dengan situasinya, maka hasilnya akan lebih baik dan akan mempengaruhi prognosisnya. Pengobatan sebaiknya dilakukan

sebelum

gejalagejala

menjadi

alat

untuk

mendapatkan

keuntungan-keuntungan sampingan misalnya untuk mendapatkan simpati, perhatian, uang, dan peringanan dari tanggung jawabnya. Jika gejalagejala sudah merupakan alat untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan tersebut, maka kemauan pasien untuk sembuh berkurang dan prognosis akan menjadi lebih jelek. Faktor stres juga ikut menentukan prognosis dari gangguan cemas menyeluruh. Jika stres yang menjadi penyebab timbulnya gangguan cemas menyeluruh relatif ringan, maka prognosis akan lebih baik karena penderita akan lebih mampu mengatasinya. Kalau dilihat dari lingkungan hidup penderita, sikap orang-orang di sekitarnya juga berpengaruh terhadap prognosis. Sikap yang mengejek akan memperberat penyakitnya, sedangkan sikap yang membangun akan meringankan penderita. Demikian juga peristiwa atau masalah yang menimpa penderita misalnya kehilangan orang yang dicintai, rumah tangga yang kacau, kemunduran finansial yang besar akan memperjelek prognosisnya.

BAB IV PEMBAHASAN

Pasien wanita berusia 52 tahun datang dengan keluhan cemas. Pasien merasa cemas sejak enam bulan yang lalu. Cemas disertai dengan keluhan jantung berdetak lebih kencang, gelisah, dan disertai rasa nyeri kepala. Pasien sering tiba-tiba merasa cemas tanpa sebab yang jelas, kadang pasien juga mencemaskan hal - hal yang sepele atau belum terjadi. Satu bulan ini pasien juga merasa sulit tidur, dan sering terbangun saat tengah malam. Hal ini sesuai dengan teori bahwa penegakan gangguan cemas ditandai dengan adanya anxietas dan kekhawatiran berlebihan setiap hari setidaknya selama 6 bulan. Ansietas dari kekhawatiran dikaitkan dengan tiga (atau lebih) dari keenam gejala berikut: Gelisah atau merasa terperangkap atau terpojok, mudah merasa lelah, sulit berkonsentrasi atau pikiran menjadi kosong, mudah marah, otot tegang, dan gangguan tidur (sulit tertidur atau tetap tidur, atau tidur yang gelisah dan tidak puas). Pada kasus ini pasien wanita berusia 52 tahun. secara epidemiologi Rasio antara perempuan dan laki-laki dengan gangguan cemas sekitar 2:1. Onset penyakit biasanya muncul pada usia pertengahan hingga dewasa akhir, dengan insidens yang cukup tinggi pada usia 35-45 tahun, namun tidak menutup kemungkinan karena pada wanita > 40 tahun didapatkan prevalensinya sekitar 10%. Rasa cemas dipicu oleh kekhawatiran terhadap anak ketiganya. Pasien merasa bahwa anak ketiganya menyukai sesama jenis. Pasien mulai curiga saat anaknya bekerja di salon sejak dua tahun yang lalu. Dan akhir – akhir ini anaknya sering membawa teman laki – laki ke rumah. Teman laki – laki yang datang ke rumah selalu berganti – ganti. Pasien juga merasa bahwa anaknya menjadi lebih acuh terhadap keluarganya. Ketika keluarga berusaha menanyakan atau menegur, anak pasien tersebut menjadi lebih marah. Dan dua bulan ini anak pasien jarang

pulang ke rumah. Pasien merasa lebih cemas saat tetangga menanyakan apakah anaknya gay, karena tidak pernah membawa teman wanita dan selalu membawa teman – teman laki – laki. Saat ditanya tetangga pasien merasa keringat dingin, berdebar, pusing, dan gelisah. Begitu pula saat pasien melihat orang yang mirip dan seumuran dengan anaknya. Oleh karena itu, pasien menjadi lebih enggan keluar rumah. Hal ini sesuai dengan teori psikoanalitik yang menghipotesiskan bahwa ansietas adalah gejala dari konflik bawah sadar yang tidak terselesaikan, dan gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya penyalahgunaan obat-obatan) atau keadaan medis umum (misalnya hipertiroidisme) dan tidak terjadi hanya selama gangguan mood, gangguan psikotik atau gangguan pervasive. Pada riwayat pengobatan, tiga bulan yang lalu pasien berobat ke Poli Syaraf karena keluhan sakit kepala. Pasien mendapatkan terapi obat racikan. Namun pasien merasa keluhan kembali muncul saat tidak minum obat. Dan pada saat pasien kembali kontrol ke Poli Syaraf karena keluhannya tak kunjung membaik, pasien di konsulkan ke Poli Jiwa. Hal ini sesuai dengan teori bahwa pasien - pasien dengan gangguan ansietas menyeluruh biasanya mencari dokter untuk membantu mengatasi gejala somatic mereka. Selain itu, pasien pergi ke dokter spesialis untuk gejala spesifik (contohnya diare kronis). Gangguan medis spesifik nonpsikiatri jarang ditemukan dan perilaku pasien bervariasi saat mencari dokter. Sejumlah pasien menerima diagnosis gangguan ansietas menyeluruh dan terapi yang sesuai; lainnya mencari konsultasi medis tambahan untuk masalah mereka. Pada pemeriksaan fisik secara umum pasien tampak normal dan hanya didapatkan tekanan darah yang meningkat. Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa gangguan cemas menyeluruh juga memiliki pengaruh terhadap tekanan darah. Ada dua faktor yang paling berpengaruh pada tekanan darah, yaitu curah jantung (cardiac output) dan tahanan perifer (peripheral resistance). Anxietas akan merangsang respon hormonal dari hipotalamus yang akan mengsekresi CRF ( Cortisocoprin- Releasing

Factor) yang menyebabkan sekresi hormon-hormon hipofise. Salah satu dari hormon tersebut adalah ACTH (Adreno- Corticotropin Hormon). Hormon tersebut akan merangsang korteks adrenal untuk mengsekresi kortisol kedalam sirkulasi darah. Peningkatan kadar kortisol dalam darah akan mengakibatkan peningkatan renin plasma, angiotensin II dan peningkatan kepekaan pembuluh darah terhadap katekolamin, sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Selain itu Pada anxietas juga terjadi sekresi adrenalin yang berlebihan sehingga turut serta menyebabkan peningkatan tekanan darah. Pada status psikitari didapatkan pasien wanita, 52 tahun berpakaian rapi, raut wajah sesuai usia, higiene baik, kesan terawat, pasien kooperatif. Kontak verbal (+) relevan, non verbal (+), mood yang euthym, afek luas, orientasi baik, proses berpikir baik, persepsi baik, daya ingat masih dalam batas normal, intelegensi baik, konsentrasi baik, kemauan untuk kehidupan sehari-hari sedikit menurun namun masih dapat melakukan pekerjaan sehari-hari, hobi menurun, relasi menurun, dan psikomotor dalam batas normal. Hal di atas sesuai dengan teori karena gangguan cemas merupakan gangguan non psikotik. Yang membedakan gangguan psikotik dan non psikotik adalah status mental / status psikiatri dari pasien. Sehingga pada gangguan cemas menyeluruh akan didapatkan status mental yang relatif normal, termasuk di dalamnya aspek perilaku, orientasi, insight, dan aspek sosial. Pasien memiliki tilikan derajat 5 karena sebenarnya pasien menyadari kelainan pada dirinya dan mau melakukan perubahan untuk pemulihannya. Pasien didiagnosa axis I dengan gangguan cemas menyeluruh. Pada pasien ini dikatakan ciri kepribadian schizoid karena pasien tampak pendiam dan hanya bercerita pada orang terdekat saja. Pada Axis III pasien didiagnosa Hipertensi stage 1 karna pada pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 150/90. Axis IV didapatkan gangguan cemas pada pasien disebabkan oleh masalah keluarga. Dan axis V dikatakan Gaf scale Axis 80-71 karena gejala sementara dan dapat diatasi, disabilitas ringan dalam sosial, pekerjaan, dan sekolah.

Pada pasien diberikan terapi fluoxetine 20 mg pagi hari dan clobazam 10 mg 2x1. sesuai dengan teori bahwa gangguan cemas dapat diberikan golongan antidepresan selective serotonin re-uptake inhibitor (SSRI) yaitu fluoxetine 20 mg dengan dosis anjuran 20-40 mg/hari dan clobazam 10 mg 2 kali sehari yang merupakan golongan benzodiazepine yang memiliki efek anti-anxietas, antikonvulsan, dan antiinsomnia. Clobazam dipilih karena efek anti anxietasnya lebih dominan, dan obat ini kurang mempengaruhi performance dari psikomotor, sehingga obat ini cocok untuk pasien usia dewasa dan usia lanjut yang masih ingin tetap aktif. Selain itu untuk mengobati simptomatisnya pasien diberikan racikan paracetamol 500mg dan amitriptilin 12,5mg 2 kali sehari. Paracetamol diberikan untuk mengurangi rasa nyerinya, dan amitriptilin dosis rendah diberikan sebagai muscle relaxan untuk mengurangi ketegangan otot. Pasien juga diberikan konseling psikologis, dimana berdasarkan penelitian gabungan farmakologi dan psikoterapi memberikan perbaikan pada pasien. Pada pasien ini dilakukan terapi perilaku kognitif dan perilaku suportif. Terapi perilaku kognitif diarahkan kepada modifikasi fungsi berpikir, merasa dan bertindak, dengan menekankan peran otak dalam menganalisa, memutuskan, bertanya, berbuat dan memutuskan kembali. Dengan mengubah arus pikiran dan perasaan, klien diharapkan dapat mengubah tingkah lakunya, dari negatif menjadi positif. Sedangkan untuk terapi suportif, pasien diberikan re-assurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi yang ada dan belum tampak, didukung egonya, agar lebih bisa beradaptasi optimal dalam fungsi sosial dan pekerjaannya.

BAB V KESIMPULAN

Penegakan diagnosis pada pasien ini didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Pasien datang dengan keluhan cemas. Pasien merasa cemas sejak enam bulan yang lalu. Cemas disertai dengan keluhan jantung berdetak lebih kencang, gelisah, dan disertai rasa nyeri di kepala. Pasien sering tiba-tiba merasa cemas tanpa sebab yang jelas, kadang pasien juga mencemaskan hal - hal yang sepele atau belum terjadi. Satu bulan ini pasien juga merasa sulit tidur, dan sering terbangun saat tengah malam. Rasa cemas dipicu oleh kekhawatiran terhadap anak ketiganya. Pasien merasa bahwa anak ketiganya menyukai sesame jenis. Pasien merasa lebih cemas saat tetangga menanyakan apakah anaknya gay, karena tidak pernah membawa teman wanita dan selalu membawa teman – teman laki – laki. Setiap ditanya tetangganya, pasien merasa gelisah, keringat dingin, berdebar, pusing. Begitu pula saat pasien melihat orang yang mirip dan seumuran dengan anaknya. Pada pemeriksaan fisik secara umum dalam batas normal, hanya didapatkan peningkatan tekanan darah yakni 150/90. status psikitari pasien wanita, 52 tahun berpakaian rapi, raut wajah sesuai usia, higiene baik, kesan terawat, pasien kooperatif. Kontak verbal (+) relevan, non verbal (+), mood yang euthym, afek luas, orientasi baik, proses berpikir baik, persepsi baik, daya ingat masih dalam batas normal, intelegensi baik, konsentrasi baik, kemauan untuk kehidupan sehari-hari sedikit menurun namun masih dapat melakukan pekerjaan sehari-hari, hobi menurun, relasi menurun, dan psikomotor dalam batas normal. Rencana terapi pada pasien ini adalah pemberian obat golongan antidepresan berupa SSRI dan benzodiazepine untuk efek anti anxietas dan efek sedasi, paracetamol dan amitriptilin untuk mengobati gejala simtomatisnya, serta psikoterapi berupa terapi perilaku kognitif dan terapi suportif

KIE pada pasien dan keluarga adalah menjelaskan tentang kondisi pasien dan penyakitnya, memberikan pemaparan kemungkinan penyebab munculnya kecemasan pada pasien, dan mengajak pasien untuk mulai menyingkirkan hal – hal yang mencetuskan rasa cemas pasien, Memberikan pengertian kepada pasien dan keluarga tentang pentingnya dukungan keluarga untuk kesembuhan pasien dan memberikan edukasi pentingnya konseling dengan mengajak serta anggota keluarga, mengajak pasien untuk mengembangkan kepribadian yang lebih terbuka dengan keluarga dan orang di sekitarnya agar dapat memperbaiki hubungan sosialnya, mengajak pasien supaya dapat menambah aktivitas yang dapat membantu pasien untuk mengurangi rasa cemas yang dirasakan pasien, dan menjelaskan tentang pentingnya kepatuhan minum obat dengan aturan dan dosis yang dianjurkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pelayanan Medik. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia (PPDGJ) III(1993): 188-190 2. DSM IV-TR. (2000). Diagnostic And Statistical Manual Of Mental Disorders (DSM IV-TR). Washington DC: American Psychiatric Association.American Psychological Association. 3. Generalized Anxiety Disorder.[Internet]. [cited 2018, January 4]. Available from : http://www.Helpguide.org 4. Hutagalung, Evalina Asnawi. Tatalaksana Diagnosis dan Terapi Gangguan Anxietas. [Internet] 2007 [cited 2016 December 10]. Available from : http://gangguan_anxietas.htm 5. Idrus, Faisal. Pola Tekanan Darah pada Gangguan Cemas Menyeluruh.[Internet]. [cited 2018, January 7]. Available from :http://www.artikelkedokteran.com/304/pola-tekanan-darah-padagangguancemas- menyeluruh.html. 6. Kaplan HI, Saddock BJ. Gangguan Kecemasan. In : Wiguna M, editor. Sinopsis Psikiatri. Edisi ketujuh. Jilid Satu : Phyladelphia. Hal.1-8. 7. Maslim, Rusdi. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya: 2003. Hal. 7425 8. Maslim, Rusdi. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi Ketiga. Jakarta : Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya: 2007. Hal.36-41. 9. Pratiwi, dkk. 2013. Referat Gangguan Cemas. Tidak diterbitkan. Fakultas Kedokteran UKRIDA 10. Ramdani. 2016. Referat Gangguan Cemas Menyeluruh. Tidak diterbitkan. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanudin. 11. Sylvia D. Elvira, Gitayanti Hadisukanto. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta: FKUI. 2010. H; 235-241.

Related Documents

Gangguan Cemas Menyeluruh
January 2021 1
Gangguan Cemas
January 2021 1
Patofisiologi Cemas
January 2021 1
Lapsus Katarak
January 2021 1

More Documents from "Gde Ananda Armandita"