Makalah Ppd Perkembangan Moral Dan Spiritual

  • Uploaded by: Devy Aprilia
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Makalah Ppd Perkembangan Moral Dan Spiritual as PDF for free.

More details

  • Words: 3,315
  • Pages: 16
Loading documents preview...
PERKEMBANGAN MORAL DAN SPIRITUAL MAKALAH TUGAS INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Perkembangan Peserta Didik Yang dibina oleh Dra. Elia Flurentin, M.Pd.

Disusun Oleh : Airin Eka Damayanti

NIM 170331614083

Devy Aprilia Waty

NIM 170331614068

Elsa Estusani

NIM 170331614096

Galuh Ulima A

NIM 170331614072

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN KIMIA PRODI S1 PENDIDIKAN KIMIA April 2018

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Manusia dalam perspektif merupakan individu, keluarga atau masyarakat yang memiliki masalah moral, spiritual, dan membutuhkan bantuan untuk dapat memelihara, mempertahankan dan meningkatkan spiritualnya dalam kondisi optimal. Sebagai seorang manusia memiliki beberapa peran dan fungsi seperti sebagai makhluk individu, makhluk sosial, dan makhluk Tuhan. Berdasarkan hakikat tersebut, maka perkembangan memandang manusia sebagai mahluk yang holistik yang terdiri atas aspek fisiologis, psikologis, sosiologis, kultural, moral, dan spiritual. Tiap bagian dari individu tersebut tidaklah akan mencapai kesejahteraan tanpa keseluruhan bagian tersebut sejahtera. Salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan yakni pendidikan, dimana pendidikan tidak hanya dalam lingkup akademik namun juga mendidik, dimaksudkan untuk membentuk kepribadian yang sesuai dengan norma hukum dan agama bagi perserta didik. Dalam pendidikan dan pembelajaran diperlukan suatu pengetahuan akan perkembangan-perkembangan yang terjadi pada peserta didik. Dimana aspek-aspek perkembangan peserta didik cukup banyak seperti perkembangan

fisik,

perkembangan

intelektual,

perkembangan

moral,

perkembangan spiritual atau kesadaran beragama dan lain sebagainya. Setiap aspek-aspek tersebut dapat dikaji berdasarkan fase-fasenya untuk membantu dalam memahami cara belajar dan tentunya sikap maupun tingkah laku peserta didik. Selain itu, aspek pembelajaran yang diberikan kepada para peserta didik juga berupa pendidikan moral dan spiritual untuk membentuk pribadi-pribadi yang sesuai dengan harapan bangsa yang dituliskan pada tujuan pendidikan bangsa Indonesia.

B. Rumusan Masalah 1. Definisi perkembangan moral dan spiritual 2. Teori yang mendasari perkembangan moral dan spiritual 3. Karakteristik perkembangan spiritual terhadap peserta didik 4. Implikasi perkembangan moral dan spiritual terhadap pendidikan 5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik 6. Upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan perkembangan moral dan spiritual

C. Tujuan 1. Mengetahui definisi perkembangan moral dan spiritual 2. Mengetahui teori yang mendasari perkembangan moral dan spiritual 3. Mengetahui karakteristik perkembangan spiritual terhadap peserta didik 4. Mengetahui bagaimana implikasi perkembangan moral dan spiritual terhadap pendidikan 5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik 6. Mengetahui upaya pemerintah dalam rangka meningkatkan perkembangan moral dan spiritual

BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Perkembangan Moral dan Perkembangan Spiritual 1. Definisi Perkembangan Moral Istilah moral berasal dari kata Latin “mos” (Morsis), yang berarti adat istiadat, kebiasaan, peraturan atau nilai-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk menerima dan melakukan peraturan, nilainilai atau prinsip-prinsip moral. Perkembangan Moral (Santrock, 1995) adalah perkembangan yang berkaitan dengan aturan dan konvensi mengenai apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dalam interaksinya dengan orang lain.. Perkembangan moral adalah perubahan-perubahan perilaku yang terjadi dalam kehidupan anak berkenaan dengan tata cara, kebiasaan, adat, atau standar nilai yang berlaku dalam kelompok sosial. Anak-anak ketika dilahirkan tidak memiliki moral (imoral), tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap dikembangkan. Karena itu, melalui pengalamannya berinteraksi dengan orang lain, anak akan belajar memahami tentang perilaku atau tingkah laku yang bermoral. Tingkah laku yang bermoral merupakan tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai tata cara/adat yang terdapat dalam kelompok atau masyarakat. Nilainilai moral tersebut tidak sama tergantung dari faktor kebudayaan setempat. Nilai moral merupakan sesuatu yang bukan diperoleh dari lahir melainkan dari luar. 2. Definisi Perkembangan Spiritual Spiritual berasal dari bahasa latin “spiritus” yang berarti nafas atau udara, spirit memberikan hidup, menjiwai seseorang. Spiritual adalah suatu yang dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup kepercayaan dan nilai kehidupan. Masing-masing individu memiliki definisi yang berbeda mengenai spiritual, hal ini dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman hidup dan ide-ide mereka sendiri tentang hidup. Spiritual menghubungkan antara intrapersonal

(hubungan dengan diri sendiri), interpersonal (hubungan antara diri sendiri dan orang

lain),

dan

transpersonal

(hubungan

antara

diri

sendiri

dengan

tuhan/kekuatan gaib). Spiritual adalah suatu kepercayaan dalam hubungan antar manusia dengan beberapa kekuatan diatasnya, kreatif, kemuliaan atau sumber energi serta spiritual juga merupakan pencarian arti dalam kehidupan dan pengembangan dari nilai-nilai dan sistem kepercayaan seseorang yang mana akan terjadi konflik bila pemahamannya dibatasi. (Hanafi, djuariah. 2005). B. Teori yang Mendasari Perkembangan Moral dan Spiritual 1. Teori Perkembangan Moral Kohlberg mengembangkan gagasannya mengenai perkembangan moral melalui penelitian terhadap individu-individu dari berbagai usia. Terhadap setiap orang, ia mengajukan cerita dan disertai dengan pertanyaan-pertanyaan terhadap cerita tersebut. Mengenai perkembangan moral, dia yakin bahwa perkembangan yang baik terjadi manakala perilaku manusia mengalami perubahan-perubahan dari perilaku yang dikontrol secara internal oleh si pelaku moral. Ketiga tingkatan tersebut adalah penalaran prakonvensional, penalaran konvensional, dan penalaran postkonvensional. Ketiga tingkatan tersebut dijelaskan sebagai berikut : a. Penalaran prakonvensional Pada tingkatan terendah ini individu tidak menunjukkan adanya internalisasi nilai-nilai moral-penalaran moral dikendalikan oleh faktor internal, yakni hadiah, pujian, tepukan bahu, atau sebaliknya berupa cacian, makian, kritik, hukuman. Pada tingkatan yang paling dasar ini dipilah menjadi dua tahap, yaitu: Tahap 1: punishment and obedience orientation. Pada tahap orientasi hukuman dan kepatuhan ini pemikiran moral didasarkan pada hukuman. Contohnya, seorang menjadi berperilaku patuh karena takut kalau-kalau hukuman menimpa dirinya. Tahap 2: Individualism and purpose. Pada tahap ini perkembangan moral lebih berdasar pada hadiah dan minat pribadi anak atau remaja. Anak atau remaja

menjadi

patuh

karena

dia

berharap

akan

mendapatkan

sesuatu

yang

menyenangkan setelah dia menjalankan perilaku patuh. b. Penalaran konvensional Pada tingkatan ini individu melakukan kepatuhan berdasarkan standar pribadi yang diperoleh atau yang diinternalisasi dari lingkungan ata orang lain. Pada tingkatan kedua ini dipilah menjadi dua tahap: Tahap 3: Interpersonal norm. Pada tahap norma interpersonal ini, anak beranggapan bahwa rasa percaya, rasa kasih sayang , dan kesetiaan kepada orang lain sebagai dasar untuk melakukan penilaian terhadap perilaku moral. Agar anak dikatakan sebagai anak yang baik, maka anak mengambil standar moral yang diberlakukan oleh orang tuanya. Dengan demikian, hubungan antara anak dan orang tua tetap terjaga dalam suasana penuh kasih sayang. Tahap 4: social system morality. Pada tahap keempat ini ukuran moralitas didasarkan pada sistem sosial yang berlaku saat itu. Artinya, kehidupan masyrakat didasarkan pada aturan hukum yang dibuat dengan maksud melindungi semua warga di dalam komunitas tertentu. Jadi pada tahap perkembangan moral didasrkan pada pemahaman terhadap aturan, hukum, keadilan, dan tugas sosial kemasyarakatan. c. Penalaran postkonvensional Tingkatan tertinggi dari perkembangan moral adalah diinternalisasikannya standar moral sepenuhnya dalam diri individu tanpa didasarkan pada standar orang lain. Pada tingkatan tertinggi ini dibagi menjadi dua tahap: Tahap 5: community rights vs individual rights. Pada tahap ini, perkembangan moral mengarah ke pemahaman bahwa nilai dan hukum bersifat relatif. Sementara itu nilai yang dimiliki orang satu berbeda dari orang yang lainnya. Tahap 6: Universal ethical principles. Tahapan tertinggi dari perkembangan moral adalah seseorang sudah mampu membentuk standar moral sendiri berdasar pada hak-hak manusia yang bersifat universal. Walaupun mengandung resiko, orang

pada tahap ini berani mengambil suatu tindakan berdasar kata hatinya sendiri, bahkan bertentangan dengan hukum sekalipun. 2. Teori Perkembangan Spiritual a. Tahap Perkembangan Kepercayaan Fowler James W. Folwer dalam buku Stages of Faith mengembangkan teori tentang tahap perkembangan dalam keyakinan seseorang ( Stages of Faith Development ) sepanjang rentang kehidupan manusia. Menurut Fowler, kepercayaan merupakan orientasi holistik yang menunjukan hubungan antara individu dengan alam semesta.

b. Tahap perkembangan spiritual sufistik Menurut Islam, manusia yang lahir dengn jiwa yang suci (nafsi zakiya). Namun, manusia juga lahir di dunia dengan memiliki eksistensi fisik yang terdiri daridaging dan tulang. Keberadaan fisik manusia menimbulkan keterkaitan dengan dunia tempat mereka tinggal, dan dapat memberikan kegelapan dan menutupi keindahan dan kebijaksanaan yang tersimpan dalam diri mereka. Pada asalnya, manusia dapat menjadi lupadan terus-menerus hidup dalam kesombongan. Tujuan dari sufisme, seperti juga mistik lainnya, adalah untuk membersihkan hati, mendidik dan mentransformasikan jiwa untuk menemukan Tuhan.

1. Nafs Ammarah (The Commanding Self) Orang yang berada pada tahap ini adalah orang yang nafsunya didominasi godaan yang mengajaknya kearah kejahatan.

2. Nafs Lawwamah (The Regretful Self) Manusia memiliki kesadaran terhadap prilaku, ia dapat membedakan yang baik dan yang buruk, dan menyesali kesalahan-kesalahannya. Namun, ia belum memiliki kemampuan untuk merubah gaya hidupnya dengan cara yang signifikan.

3. Nafs mulhimah ( The Inspired Self) Pada tahap ini orang mulaimerasakan ketulusan dari ibadahnya. Ia benarbenar termotivasi pada cinta kasih, pengabdian dan nilai-nilai moral. Tahap ini awal dari praktek sufisme yang sesungguhnya. Perilaku yang umum pada tahap ini adalah kelembutan, kasih sayang, kreativitas dan tindakan moral. Secara keseluruhan, orang yang berada pada tahap ini memiliki emosi yang matang, menghargai dan dihargai orang lain. 4. Nafs Muthma’innah ( The contended Self) Pada tahap ini orangmerasakan kedamaian. Pergolakan pada tahap awal telal lewat. kebutuhan dan ikatan-ikatan lama tak lagi penting. Kepentingan diri mulai lenyap, membuat orang lebih dekat dengan Tuhannya. Tingkatan ini membuat seseorang menjadi berpikiran terbuka, bersyukur, dapat di percaya, dan penuh kasih sayang.

5. Nafs Riyadhiyah ( The Pleased Self ) Pada tahap ini seseorang tidak hanya tenang dengan dirinya namun juga tetap bahagia dalam keadaan sulit, musibah cobaan dalam kehidupan. Ia menyadari bahwa kesulitan datang dari Allah untuk memperkuat keimanan. Keadaan bahagia tidak bersifat hedonistik atau materialistik, dan sangat berbeda dengan hal biasa dialami orang-orang yang beroreantasi pada hal yang bersifat duniawi, prinsip memenuhi kesenanagan (pleasure

principle) dan

menghindari

rasa

sakit (pain

priciple).

6.

Nafs Madhiyah (The self Pleasing to God) Mereka yang telah mencapai tahap lanjutmenyadari bahwa segala kekuatan berasal dari Allah, dan tidak dapatvterjadi begitu saja. Mereka tidak lagi mengalami rasa takut dan tidak lagi meminta. Mereka yang berada dalam tahap ini telah mencapai kesatuan internal.

7. Nafs Safiyah ( The Pure Self ) Mereka yang telah mencapai tahap akhir telah mengalami trandensi diri yang seutuhnya. Tidak ada nafs yang tersisa, pada pencapaian dengan Allah di tahap ini, ia telah menyadari kebenaran sejati, “Tidak ada Tuhan selain Allah” . sekarang ia menyadari tidak ada apa-apa lagi kecuali Allah dan setiap indra manusia atau keterpisahan adalah suatu ilusi.

Perkembangan Spiritual pada Masa Infancy dan Early Childhood. Perkembangan keagamaan anak dapat dipupuk oleh pendidikan anak dirumah. Penekanan yang diberikan pada kepatuhan terhadap peraturan agama dalam kehidupan sehari-hari yang bisa dijadikan benih agar anak-anak bisa memiliki spiritual yang bagus.

Beberapa kepercayaan anak-anak yang masih salah tetapi bisa menjadikan anak memiliki spiritual yang baik 1. Tuhan. Tuhan adalah seseorang yang sangat besar, berpakaian putih, berwajah angker atau ramah dan berjanggut putih. Dia membalas mereka yang baik dan mengirimkan mereka ke Surga bila meninggal. 2. Surga. Surga adalah tempat kediaman Tuhan ditengah awan, tempat orang memperoleh segala sesuatu yang mereka impikan. 3. Neraka. Neraka merupakn tempat dibawah bumi, tempat penderitaan abadi dan hukuman bagi mereka yang berkelakuan buruk semasa hidup. 4. Malaikat. Orang yang baik hidupnya akan masuk Surga setelah meninggal dan menjadi malaikat, berjubah putih. 5. Al-Qur’an atau Alkitab. Sebuah buku yang ditulis Tuhan. Setiap kata dalam Al-Qur’an benar dan yang meragukan kebenarannya adalah dosa

C. Karakteristik Perkembangan Spiritual Terhadap Peserta Didik Ingersoll (1994) menggambarkan spiritualitas dalam tujuan dimensi, yaitu makna (meaning), konsep tentang ketuhanan (conception of diviniti), hubungan (relationship), misteri (mistery), pengalaman (misalnyaperience), perbuatan atau permainan (play), dan integrasi (integration).

1.

Karakteristik Perkembangan Spiritual Anak Usia Sekolah Dasar Tahap mytlne-literal faith, yang dimulai pada usia 7-11 tahun. Menurut fowler (dalam desmita, 2009:281), bahwa tahap ini, sesuai dengan tahap perkembangan kognitifnya, anak berfikir secara logis dan mengatur dunia dengan kategori-kategori baru. Pada tahap ini, anak secara sistematis mulai mengambil makna dari tradisi masyarakatnya, dan secara kusus menemukan koherensi serta makna pada bentuk-bentuk naratif. Sebagai anak yang telah berada dalam tahap pemikiran oprasional konkret, maka anak usia sekolah dasar akan memahami segala sesuatu yang abstrak dengan interpretasi secara konkret. Hal ini juga berpengaruh terhadap pemahaman mengenai konsep-konsep keagamaan. Dengan demikian , gagasan-gagasan keagamaan yang bersifat abstrak yang tadinya dipahami secara konkrit, seperti Tuhan itu satu, tuhan itu amat dekat, Tuhan ada dimana-mana, mulai dapat di pahami secara abstrak.

2. Karakteristik Perkembangan Spiritual Anak Dibandingkan masa awal anak-anak, keyakinan agama remaja telah mengalami perkembangan yang cukup berarti. Kalau pada masa anak-anak ketika mereka baru memiliki kemampuan berfikir, simbolik Tuhan di bayangkan sebagai personyang berada dilangit, maka pada masa remaja mereka mungkin berusaha mencari sebuah konsep yang lebih mendalam tentang Tuhan dan eksistensi. Perkembangan pemahaman terhadap keyakinan agama sangat dipengaruhi oleh perkembangan kognitifnya. Oleh sebab itu, meskipun pada masa awal anak-anak ia telah diajarkan agama oleh orang tua mereka, namun karena pada masa remaja mereka mengalami kemajuan dalam perkembangan kognitifnya, mungkin mereka mempertanyakan tentang kebenaran keyakinan agama mereka sendiri.

D. Implikasi Perkembangan Moral dan Spiritual Terhadap Pendidikan Untuk mengembangkan moral dan spiritual,pendidikan sekolah formal yang di tuntut untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan moral dan spiritual mereka,sehingga mereka dapat menjadi manusia yang moralis dan religious.

Sejatinya,pendidikan tidak boleh menghasilkan manusia bermental benalu dalam masyarakat,yakni lulusan pendidikan formal yang hanya menggantungkan hidup pada

pekerjaan

forma

semata.

Pendidikan

selayaknya

menanamkan

kemandirian,kerja kers dan kreativitas yang dapat membekali manusianya agar bisa survive dan berguna bagi masyarakat. Beberapa strategi yang mungkin dapat dilakukan guru disekolah dalam membantu perkembangan moral dan spiritual peserta didik, yaitu : 1. Memberikan pendidikan moral dan keagamaan melalui kerikulum tersembunyi, yakni menjadi sekolah sebagai atmosfer moral dan agama secara keseluruhan. Atmoisfer disini termasuk peraturan sekolah dan kelas, sikap terhadap kegiatan akademik dan ekstrakurikuler, orientasi moral yang dimiliki gura dan pegawai serta materi teks yang digunakan. Terutama guru dalam hal ini harus mampu menjadi model tingkah laku yanmg mencerminkan nilai-nilai moral dan agama. Tanpa adanya model tingkah laku yang baik dari guru, maka pendidikan moral dan agama yang diberikan disekolah tidak akan efektif menjadi peserta didik yang moralis dan religious. 2. Memberikan pendidikan moral langsung, yakni pendidikan m oral dengan pendekatan pada nilai dan juga sifat selama jangka waktu tertenyu, atau menyatukan nilai-nilai dan sifat-sifat tersebut kedalam kurikulum. Dalam pendekatan ini, intruksi dalam konsep moral tertentu dapat mengambil bentuk dalam contoh dan definisi, diskusi kelas dan bermain peran, atau member penghargaan kepada siswa yang berperilaku secara tepat. 3. Memberikan pendekatan moral melalui pendekatan klarifikasi nilai, yaitu pendekatan moral tidak langsung yang berfokus pada upaya membantu siswa memperoleh kejelasan mengenai tujuan hidup mereka dan apa yang berharga untuk dicari. Dalam klarifikasi nilai, siswa diberikan pertanyaan dan mereka diharapkan untuk member tanggapan, baik secara individual maupun secara kelompok.tujuannya adalah untuk menolong siswa menentukan nilai mereka sendiri dan menjadi peka terhadap nilai yang di dapat oleh orang lain.

4. Menjadikan pendidikan sebagai wahana yang kondusif bagi peserta didik untuk menghayati agamanya, tidak hanya sekedar bersifat teoritis tetapi penghayatan yang benr-benar dikontruksi dari pengalaman keberagamaan. Oleh sebab itu, pendidikan agama yang dilangsungkan disekolah harus lebih menekankan pada penempatan peserta didik untuk mencari pengalaman keberagamaan. Dengan demikian maka yang ditonjolkan dalam pendidikan agama adalah ajaran dasar agama yang asarta dengan nilai-nilai spiritualitas dan moralitas seperti kedamaian dan keadilan. 5. Membantu peserta didik mengembangkan rasa ketuhanan melalui pendekatan spiritual parenting, seperti berikut. a.

Memupuk hubungan sadar anak dengan Tuhan melalui do’a setiap hari

b.

Menanyakan kepada anak bagaimana Tuhan terlibat dalam aktivitasnya sehari-hari

c.

Memberikan kesadaran kepada anak bahwa Tuhan akan membimbing kita apabila kita meminta

d.

Menyuruh anak merenungkan bahwa Tuhan itu ada dalam jiwa mereka dengan cara menjelaskan bahwa mereka tidak dapat melihat diri merekatumbuh atau mendengar darah mereka mengalir, tetapi tahu bahwa semua itu sungguh-sungguh terjadi sekalipun mereka tidak melihat apapun.

E. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral dan Spiritual Peserta Didik Berbagai aspek perkembangan pada peserta didik dipengaruhi oleh interaksi atau gabungan dari pengruh internal dan faktor eksternal. Begitu pula dengan perkembangan moral dan spiritual dari peserta didik. Meskipun kedua aspek perkembangan tersebut dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal yang hampir sama tetapi kadar atau bentuk pengaruhnya berbeda. Pada perkembangan moral peserta didik faktor internal meliputi faktor genetis atau pengaruh sifat-sifat bawaan yang ada pada diri peserta didik. Selanjutnya

sifat-sifat

yang

mendasari

adanya

perkembangan

moral

dikembangkan atau dibentuk oleh lingkungan. Peserta didik akan mulai melihat

dan memasukkan nilai-nilai yang ada di lingkubgan sekitarnya baik lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat yang dapat meliputi para tetua yang mungkin menjadi teladan di masyarakat, para tetangga, teman maupun guru yang ada di lingkungan sekolah. Semua aspek di atas memiliki peran yang penting dalam perkembangan moral peserta didik yang kadarnya tau besarnya pengaruh bergantung pada usia atau kebiasaan dari peserta didik itu sendiri (Baharuddin, 2011). Meskipun faktor eksternal memiliki pengaruh yang cukup besar pada perkembangan moral peserta didik, peserta didik tetap mampu menentukan halhal atau nilai-nilai yang akan dianut atau digunakan sebagai pembentuk jati diri. Hal tersebut tentunya dipengaruhi oleh pengetahuan peserta didik akan nilai-nilai moral yang tenyunya pertama kali akan dilihat dari sosok atau jati diri orang tua. Meskipun terkadang orang tua tidak secara formal memberikan nilai-nilai moral tersebut, peserta didik tetap mampu menginternalisasi atau memasukkan nilainilai tersebut ke dalam jati dirinya yang diwujudkan dengan sikap dan tingkah laku peserta didik. Oleh karena itu, para sosiolog beranggapan bahwa masyarakat sendiri mempunyai peran penting dalam pembentukan moral. Dimana dalam usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-nilai hidup tertentu tersebut, banyak faktor yang mempengaruhinya diantaranya yaitu: 1.

Tingkat harmonisasi hubungan antara orang tua dan anak.

2. Banyak model (orang-orang dewasa yang simpatik, teman-teman, orang-orang yang terkenal dan hal-hal lain) yang diidentifikasi oleh anak sebagai gambaran-gambaran ideal. 3. Lingkungan meliputi segala segala unsur lingkungan sosial yang berpengaruh, yang tampaknya sangat penting adalah unsur lingkungan berbentuk manusia yang langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai perwujudan dari nilai-nilai tertentu. 4. Tingkat penalaran, dimana perkembangan moral yang sifatnya penalaran menurut Kohlberg, dipengaruhi oleh perkembangan nalar sebagaimana dikemukakan oleh piaget. Makin tinggi tingkat penalaran seseorang menrut tahap-tahap perkembangan piaget, makin tinggi pula tingkat moral seseorang.

5. Interaksi sosial dalam memberik kesepakatan pada anak untuk mempelajari dan menerapkan standart perilaku yang disetujui masyarakat, keluarga, sekolah, dan dalam pergaulan dengan orang lain (Yusuf, 2011) Perkembangan spiritual juga dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal pula. Faktor internal pada perkembangan spiritual juga berupa faktor keturunan yaitu berupa pembawaan dimana faktor ini merupakan karakteristik dari orang itu sendiri, dasar pemikiran dari individu berdasarkan kepercayaan dan budaya yang dimilikinya. Faktor eksternal dapat berupa keluarga yang sangat menentukan pula dalam perkembangan spiritual anak karena orang tua memiliki peran yang sangat penting sebagai pendidik atau penentu keyakinan yang mendasari anak. Kemudian pendidikan keagamaan yang diterapkan di sekolah juga dapat menjadi faktor penentu perkembangan spiritual anak, karena dengan adanya pendidikan anak akan mulai berpikir secara logika dan menentukan apa yang baik dan tidak bagi dirinya dan kelak akan menjadi karakter dari peserta didik. Selain itu, adanya budaya yang berkembang di masyarakat akan mempengaruhi perkembangan spiritual peserta didik pula. Baik perkembangan yang menuju arah yang baik (positif) atau menuju ke arah yang buruk (negatif), itu semua tergantung pada bagaimana cara anak berinteraksi dengan masyarakat tersebut (Baharuddin, 2009).

F. Upaya Pemerintah Dalam Rangka Meningkatkan Perkembangan Moral Dan Spiritual 1. Pemerintah perlu membuat kebijakan umum yang mampu memperkuat pengembangan program pendidikan karakter, moral, dan spiritual. 2. Pemerintah memberikan dana bantuan untuk mendukung terciptanya lingkungan yang kondusif dalam keberlangsungan pembentukan karakter, moral dan spiritual peserta didik.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut. 1. Moral merupakan tingkah laku manusia yang berdasarkan atas baik-buruk dengan landasan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Spiritual merupakan kepercayaan peserta didik terhadap suatu keyakinan yang didasarkan pada adat istiadat maupun ketuhanan. 2. Teori perkembangan moral menurut Kohlberg terdapat tiga tingkatan yaitu penalaran prakonvensional, konvensional, dan postkonvensional. Setiap tingkatan dibagi menjadi dua tahap. Teori perkembangan spiritual didasarkan pada ayat-ayat alquran dan hadits yang menjelaskan tentang fitrah beragama. 3. Faktor yang mempengaruhi perkembangan moral dan spiritual meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi sifat atau pembawaan dari diri sendiri, dalam perkembangan moral berupa sifat-sifat yang diturunkan dan pada perkembangan spiritual berupa keyakinan. Faktor eksternal meliput keluarga, masyarakat sekitar, sekolah, dan tentunya budaya.

B. Saran Karakteristik perkembangan moral dan religi pada peserta didik sangat penting diterap dalam lingkup pendidikan mengingat perkembangan zaman dan moderenisasi yang membuat moral generasi muda semakin terperosok. Sebagai tenaga pendidik atau guru tidak hanya memberikan pendidikan dalam bidang akademis saja namun juga mendidik dalam membentuk kepribadian anak. Maka dari itu diperlukan metode mengajar yang tidak monoton.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad., dkk. 2012. Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Baharuddin. 2009. Pendidikan dan Psikologi Perkembangan. Yogyakarta: ArRuzz Media. Desmitha, 2010. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hosnan, M. 2016.Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bogor: Ghalia Indonesia. Hurlock, Elisabeth B. 1991. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.Terjemahan oleh Istiwidayanti, dkk. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Related Documents


More Documents from "mevill"