Mini Cex Otitis Media Supuratif Kronik

  • Uploaded by: Putri Permatasari
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Mini Cex Otitis Media Supuratif Kronik as PDF for free.

More details

  • Words: 4,065
  • Pages: 23
Loading documents preview...
MINI CEX OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kelulusan Kepaniteraan Klinik Ilmu Telinga Hidung dan Tenggorokan Pada Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana

Disusun Oleh: Putri Permata Sari 42170171

Dosen Pembimbing Klinik : dr. Arin Dwi Iswarini, Sp.THT-KL., M.Kes

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN RUMAH SAKIT BETHESDA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA YOGYAKARTA 2019

STATUS PASIEN

I.

IDENTITAS Nama

: Nn. D

Tanggal lahir

: 19/01/2000

Usia

: 19 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Sragen

Pekerjaan

: Mahasiswi

Tanggal kunjungan

: Senin, 4 Maret 2019

II. ANAMNESIS A. Keluhan Utama Pendengaran menurun pada telinga kanan. B. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poliklinik THT RSPAU Hardjolukito Yogyakarta dengan keluhan pendengaran menurun pada telinga kanan. Keluhan sudah dirasakan kurang lebih sejak 2 bulan yang lalu. Pasien baru memeriksakan diri karena merasa takut ke dokter THT. Dua bulan sebelumnya, pasien mengatakan telinga kanan terasa nyeri berdenyut, terasa penuh seperti kemasukan air, demam, pendengaran berkurang, dan keluar cairan dari telinga. Cairan yang keluar berwarna kuning keruh, kental, dan berbau. Setelah keluar cairan dari telinga, pasien merasa nyeri telinga sangat berkurang namun pendengaran menjadi semakin menurun. Pasien mengatakan bahwa cairan tersebut keluar lagi sehari setelahnya namun tidak sebanyak pada saat pertama kali keluar. Pasien merasa keluhannya mengganggu aktivitasnya sampai melakukan pekerjaan sehari – hari menjadi bingung karena merasa kurang mendengar bila ada seseorang yang berbicara dengan pasien. Pasien mengatakan bahwa sebelumnya sering mengalami batuk pilek.

C. Riwayat Penyakit Dahulu Keluhan serupa

: (-)

Batuk dan pilek

: (+)

Alergi

: (+) debu

Asma

: (-) 2

Maag

: (-)

D. Riwayat Penyakit Keluarga Keluhan serupa

: (-)

Asma

: (-)

Alergi

: (+) Ayah, Kakak

E. Riwayat Pengobatan Riwayat operasi

: disangkal

Riwayat mondok

: disangkal

Riwayat pengobatan : obat warung untuk keluhan batuk dan pilek

F. Lifestyle Pasien merupakan seorang mahasiswi semester 2 di UTY. Pasien tinggal di kos dekat kampus dan kegiatan sehari-harinya adalah kuliah dan mengikuti organisasi di kampus. Pola makan pasien tiga kali sehari dengan komposisi makanan berupa nasi, sayur, dan lauk pauk. Kebiasaan konsumsi air putih cukup sekitar 6 – 8 gelas perhari. Pasien gemar konsumsi air dingin dan gemar konsumsi es teh manis. Pasien tidak mengkonsumsi minuman beralkohol dan pasien tidak merokok. Kebiasaan pasien untuk membersihkan telinga rutin dilakukan kurang lebih satu hingga dua kali perminggu dengan menggunakan cotton bud.

III. PEMERIKSAAN FISIK Keadaan Umum

: Sedang

Kesadaran

: Compos mentis

GCS

: E4 V5 M6

Status Gizi

: Cukup

VAS

:4

Tanda Vital Tekanan Darah

: 110/90 mmHg

Nadi

: 100x/menit

Respirasi

: 20x/menit

Suhu

: 36,40C

3

STATUS GENERALIS A. Kepala  Ukuran : normochepali  Mata

: konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek pupil isokor

 Hidung : deformitas (-), rhinorhea (-), epistaksis (-), nyeri tekan (-),krepitasi (-)  Mulut : mukosa basah (+), Sianosis (-)  Telinga : discharge (-/-), Deformitas (-/-), nyeri tekan auricular (-/-), nyeri tekan tragus (-/-), nyeri ketuk mastoid (-/-)  Leher : limfonodi dalam batas normal

B. Thoraks  Inspeksi

: simetris kanan dan kiri, ketertinggalan gerak (-/-)

 Palpasi

: nyeri (-), krepitasi (-), pengembangan dada normal simetris

 Perkusi

: sonor (+/+) kedua lapang paru

 Auskultasi

: suara paru vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-), suara

jantung S1 dan S2 reguler

C. Abdomen  Inspeksi

: supel (+), distensi (-), jejas (-), benjolan/massa (-)

 Auskultasi

: peristaltik usus (+) dalam batas normal

 Perkusi

: timpani selurung lapang abdomen

 Palpasi

: nyeri tekan (-)

D. Ekstremitas  Atas

: akral teraba hangat,edema (-) , CRT< 2 detik

 Bawah : akral teraba hangat, edema (-), CRT < 2 detik

4

STATUS LOKALIS Pemeriksaan Telinga Pemeriksaan

Telinga Kanan

Telinga Kiri

dalam batas normal,

dalam batas normal,

deformitas (-)

deformitas (-)

Benjolan

tidak ada

tidak ada

Nyeri Tekan Tragus

tidak ada

tidak ada

Planum Mastoidium

nyeri ketuk (-)

nyeri ketuk (-)

Glandula Limfatik

Pembesaran (-)

Pembesaran (-)

Canalis Auditorius

Serumen 10%, edema (-),

Serumen 10%, edema (-),

hiperemis (+)

hiperemis (-)

Perforasi (+) subtotal,

Perforasi (-), hiperemis (-),

hiperemis (+)

RC di jam 7

Telinga Kanan

Telinga Kiri

Rinne

-

+

Weber

Lateralisasi ke telinga kanan

Auricula

Eksterna Membran Timpani

Tes Pelana

Swabach

Memanjang

Sama dengan pemeriksa

Kesan: telinga kanan tuli konduktif, telinga kiri dalam batas normal.

Endoskopi

Kesan: 

AD membran timpani perforasi subtotal



Hiperemis (+)



Serumen sekitar canalis auditorius 10 %

5

Pemeriksaan Hidung dan Sinus Paranasal Pemeriksaan

Dekstra

Sinistra

HIDUNG Dorsum Nasi

deformitas (-), krepitasi (-), jejas (-), nyeri tekan (-)

Cavum Nasi

discharge (-), polip (-)

discharge (-), polip (-)

Rhinoskopi Anterior Vestibulum Nasi

discharge (-), krusta (-)

Septum Nasi

deviasi septum (-)

Meatus Nasi Inferior

edema (-), hiperemis (-),

edema (-), hiperemis (-),

discharge (-)

discharge (-)

Konka Inferior

edema (-), hiperemis (+)

edema (-), hiperemis (-)

Meatus Nasi Media

hiperemis (-), discharge (-),

hiperemis (-), discharge

edema (-)

(-), edema (-)

Edema (-), hiperemis (-)

Edema (-),hiperemis (-)

Konka Media

SINUS PARANASAL (sinus maksilaris dan frontalis) Inspeksi

Eritem (-), edema (-)

Perkusi

Nyeri ketuk (-)

Transluminasi

Tidak dilakukan

Kesan: Hidung dan sinus paranasal dalam batas normal

Pemeriksaan Oropharynx CAVUM ORIS – TONSIL – FARING Bibir

bibir sianosis dan kering (-), stomatitis (-)

Mukosa Oral

stomatitis (-), warna merah muda

Gusi dan Gigi

warna merah muda, ulkus (-)

Lingua

simetris, atrofi papil (-), lidah kotor (-), ulserasi (-)

Atap mulut

ulkus (-)

Dasar Mulut

ulkus (-)

Uvula

dalam batas normal

Tonsila Palatina

T0, hiperemis (-)

T0, hiperemis (-)

Peritonsil

abses (-)

abses (-)

Faring

Hiperemis (-), discharge (-)

Kesan: Orofaring dalam batas normal 6

IV. DIAGNOSIS  AD Otitis Media Supuratif Kronik

V.

DIAGNOSIS BANDING  Otitis Media Akut Perforasi  Perforasi Membran Timpani

VI. PENATALAKSANAAN Farmakologi:  Antibiotik sistemik: R/ Eritromisin Tab 500 Mg No. XX S. O. 6. h. Tab I (dihabiskan)  Kortikosteroid: R/ Metilprednisolon Tab 4 Mg No. X S. 2. d. d. Tab I  Dekongestan: R/ Pseudoefedrin HCl Tab 30 Mg No. XIV S. 2. d. d. Tab I  Anti nyeri: R/ Natrium Diklofenak Tab 50 Mg No. X S. 2. d. d. Tab I

VII. EDUKASI  Menjaga kebersihan telinga dan jangan mengorek liang telinga  Antibiotik harus dihabiskan agar pengobatan yang adekuat.  Telinga kanan dianjurkan untuk tidak terkena air terlebih dahulu. Bila mandi, telinga dapat ditutup dengan menggunakan kapas.  Menjaga kesehatan dengan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi.

VIII. PLANNING  Konsul ke dokter Sp.THT untuk pemeriksaan audiometri, tindak lanjut timpanoplasti, dan apabila dalam tindak lanjut tidak terdapat perbaikan keadaan pasien dan penatalaksanaan lanjutan infeksi. 7

IX. PROGNOSIS Ad Vitam

: ad bonam

Ad Fungsionam

: ad bonam

Ad Sanationam

: ad bonam

8

TINJAUAN PUSTAKA

I.

DEFINISI Otitis media adalah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel – sel mastoid. Otitis media kronik adalah stadium

dari

penyakit

telinga

tengah

dimana

terjadi

peradangan kronis dari

telinga tengah dan mastoid dan membran timpani tidak intak (perforasi) dan ditemukan sekret yang hilang timbul. Sekret yang keluar bersifat mukus, purulen, atau mukopurulen, dan berlangsung lebih dari 2 bulan. Peradangan kronik tersebut disebabkan oleh invasi bakteri maupun virus ke dalam telinga tengah baik secara langsung maupun secara tidak langsung sebagai akibat dari infeksi saluran napas atas yang berulang.

II.

ANATOMI Telinga merupakan organ pendengaran dan juga organ keseimbangan. Telinga terdiri dari tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam.

Gambar 1. Bagian dari Telinga

1.

Anatomi Telinga Luar Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula), liang telinga (meatus akustikus eksterna) sampai membran timpani bagian lateral. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit yang berfungsi mengumpulkan gelombang suara, liang telinga sendiri berguna untuk menghantarkan suara menuju membrana timpani. Sepertiga telinga luar terdiri dari tulang rawan yang mengandung kelenjar serumen dan rambut, dua pertiga telinga bagian dalam terdiri dari tulang dengan sedikit serumen. 9

2.

Anatomi Telinga Tengah Telinga tengah adalah ruang yang terisi udara yang terletak di bagian petrosum tulang pendengaran. Telinga tengah terdiri dari membran timpani, kavum timpani, tuba eustachius, dan prosesus mastoideus. Batas-batas telinga tengah yaitu sebagai berikut:  Batas luar

: membran timpani

 Batas depan

: tuba eustachius

 Batas bawah

: vena jugularis

 Batas belakang

: aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

 Batas atas

: tegmen timpani (meninges/otak)

 Batas dalam

: berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis

horizontal,

kanalis

fasialis,

tingkap

lonjong,

tingkap

bundar,

dan

promontorium

Gambar 3. Batas Telinga Tengah

a) Membran timpani Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan memisahkan liang telinga. Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Secara anatomis membran timpani dibagi dalam 2 bagian, bagian atas disebut pars flaksida (membran sharpnell) sedangkan bagian bawah disebut pars tensa (membran propria). Pars flaksida hanya berlapis dua yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia. Pars tensa memiliki satu lapisan di tengah yaitu lapisan yang terdiri dari serat

10

kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler di bagian dalam. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut sebagai umbo. Refleks cahaya yang dihasilkan membran timpani berasal dari cahaya luar yang dipantulkan oleh membran timpani, bermula dari umbo ke arah bawah yaitu pada arah pukul 5 untuk membran timpani kanan, dan arah pukul 7 untuk membran timpani kiri.

Gambar 4. Membran Timpani dan Kavum Timpani

b) Kavum timpani Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya bikonkaf.

Kavum timpani terdiri dari tulang-tulang pendengaran

(maleus, inkus, stapes), dua otot, saraf korda timpani, dan saraf plexus timpanikus. c) Tuba Eustachius Tuba eustachius disebut juga tuba auditiva. Tuba auditiva menghubungkan rongga timpani dengan nasofaring, lumennya gepeng dengan dinding medial dan lateral bagian tulang rawan biasanya saling berhadapan menutup lumen.

3. Anatomi Telinga Dalam Telinga dalam terdiri dari koklea, yaitu sebuah struktur kecil berbentuk spiral berisi cairan. Ketika gendang telinga bergerak, osikulus di telinga tengah menyebabkan stapes menekan membran lentur yang menutupi jendela oval koklea dan menyalurkan tekanan ke cairan ke dalam koklea. Getaran ini menyebabkan gerakan di membran basilaris fleksibel. Gerakan inilah yang merangsang sel-sel rambut atau hair cells di organ corti untuk kemudian menghasilkan pulsa-pulsa listrik (potensial aksi). Sinyal ini kemudian disalurkan ke otak melalui saraf auditorius. Saraf ini memberikan informasi mengenai frekuensi dan intensitas suara yang kita dengar. Dalam koklea terdapat jendela oval yang terletak di salah satu ujung 11

rongga vestibular, pada ruang tengah adalah duktus koklearis, dan ruang ketiga adalah rongga timpani.

Gambar 5. Telinga Dalam

III.

FISIOLOGI PENDENGARAN Proses mendengar ini terdiri dari dua macam proses yaitu proses konduksi dan proses sensorineural. Pada proses konduksi, gelombang bunyi dikumpulkan dan ditentukan arahnya oleh aurikulum. Kemudian diteruskan dan diresonansi melalu meatus akustikus eksternus (MAE) dan diteruskan ke membran timpani dan tulang – tulang pendengaran (meleus, inkus, stapes). Pada proses ini gelombang suara diperkuat sekitar 27 kali, setelah itu dilanjutkan dengan proses sensorineural. Pada proses sensorineural terdiri dari proses yang terjadi pada koklea dan retrokoklea. Dimulai dari proses pada koklea yaitu gerakan cairan perilimfe yang terdapat pada skala timpani dan skala vestibuli yang akan menggetarkan membrana reisner yang akan mendorong endolimfe sehingga menjadikan gerakan relatif terhadap membrana basilaris dan membrana tektoria. Gerakan – gerakan ini merupakan rangsang mekanik yang akan menyebabkan defleksi stereosilia sel – sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menyebabkan proses depolarisasi pada sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius (n. koklearis, n. akustikus) yang akan meneruskan impuls listrik ke nukleus auditorius di batang otak sampai ke pusat pendengaran korteks serebri lobus temporalis pada wernike area 39-40.

12

IV.

KLASIFIKASI OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu :

1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogen. Penyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafasatas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, disamping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous. Sekret mukoid kronis berhubungan dengan hiperplasia goblet sel, metaplasia dari mukosatelinga tengah pada tipe respirasi dan mukosiliar yang jelek.

Secara klinis tipe tubotimpani terbagi atas: • Fase aktif Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan terjadi gangguan pendengaran. Biasanya didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang dimana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dari sebesar jarum sampai perforasi subtotal pada pars tensa. • Fase tidak aktif / fase tenang Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering dengan mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus, atau rasa penuh dalam telinga.

Faktor predisposisi pada penyakit tubotimpani : 

Infeksi saluran nafas yang berulang, alergi hidung, rhinosinusitis kronis



Pembesaran adenoid pada anak, tonsilitis kronis



Mandi dan berenang dikolam renang, mengkorek telinga dengan alat yang terkontaminasi

13



Malnutrisi dan hipogammaglobulinemia



Otitis media supuratif akut yang berulang

2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulang Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan

kolesteatom.

Kolesteatom

adalah

suatu

massa

amorf,

konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel yang telah nekrotis.

Perforasi Membran Tympani Perforasi atau hilangnya sebagian jaringan dari membrane timpani yang menyebabkan hilanggnya sebagian atau seluruh fungsi dari membrane timpani. Membran timpani adalah organ pada telinga yang berbentuk seperti diafragma, tembus pandang dan fleksibel sesuai dengan fungsinya yang menghantarkan energy berupa suara dan dihantarkan melalui saraf pendengaran berupa getaran dan impuls-impuls ke otak. Perforasi dapat disebabkan oleh berbagai kejadian, seperti infeksi, trauma fisik atau pengobatan sebelumnya yang diberikan.

Menurut letaknya : Bentuk perforasi membran timpani adalah : 1. Perforasi sentral Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior, kadang-kadang sub total.

14

2.

Perforasi marginal Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.

3. Perforasi atik Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma. 4. Perforasi postero-superior Menurut luasnya perforasi a) Perforasi kecil b) perforasi sedang c) perforasi luas ( subtotal -- total)

V.

ETIOLOGI Terjadi OMSK

hampir selalu dimulai dengan otitis

media berulang

yang terjadi sebelumnya. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Penyebab OMSK antara lain: 1. Lingkungan 2. Genetik 3. Otitis media sebelumnya 4. Infeksi bakteri atau virus (Streptokokus hemilitikus, Stafilokokus aureus, Haemofilus influenza, Pseudomonas aeruginosa, Respiratory Syncytial Virus (RSV), atau adenovirus) 15

6. Imun 7. Alergi 8. Gangguan fungsi tuba eustachius.

VI.

PATOGENESIS Adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah (kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah (otitis media). Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa.

Gambar 6. Anatomi tuba eustachius anak dan dewasa

Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah. Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah.

16

Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan tersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel sederhana. Gambar 7. Perjalanan Penyakit OMSK

VII.

GEJALA KLINIS 1. Telinga berair (otorrhoe) Sekret bersifat purulen (kental, putih) atau mukoid (seperti air dan encer) tergantung stadium peradangan. Sekret yang mukoid dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah dan mastoid. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukoid yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret

17

yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya.

2. Gangguan pendengaran Gangguan pendengaran terjadi tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran. Penurunan fungsi kokhlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui foramen rotundum atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi koklea.

3. Otalgia ( nyeri telinga) Pada OMSK keluhan nyeri dapat terjadi karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga yang hebat merupakan tanda berkembangnya komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.

4. Vertigo Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif, keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa 18

terjadi akibat komplikasi serebelum. Fistula merupakan temuan yang serius, karena infeksi kemudian dapat berlanjut dari telinga tengah dan mastoid ke telinga dalam sehingga timbul labirinitis dan dari sana mungkin berlanjut menjadi meningitis.

VIII.

PENATALAKSANAAN Pengobatan OMSK tergantung pada stadium penyakitnya yaitu sebagai berikut: OMSK Benigna Tenang Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan dinasehatkan untuk jangan mengorektelinga, air jangan masuk ke telinga sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobatbila menderita infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk mencegah infeksiberulang serta gangguan pendengaran.

OMSK Benigna Aktif Prinsip pengobatan OMSK benigna aktif adalah :  Membersihkan liang telinga dan kavum timpani  Pemberian antibiotika : antibiotika/antimikroba topikal atau antibiotika sistemik

Pembersihan liang telinga dan kavum timpan (aural toilet) Tujuan aural toilet adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme. Pembersihan kavum timpani dengan menggunakan cairan pencuci telinga berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Garam faal agar lingkungan bersifat asam sehingga merupakan media yang buruk untuk pertumbuhan kuman.

Pemberian antibiotik topikal Setelah sekret berkurang, terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid, hal ini dikarenakan biasanya ada gangguan vaskularisasi ditelinga tengah sehingga antibiotika oral sulit mencapai sasaran optimal. Cara pemilihan antibiotika yang paling baik adalah berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi. Preparat antibiotika topikal untuk infeksi telinga tersedia dalam bentuk tetes telinga dan mengandung antibiotika tunggal atau kombinasi, jika perlu ditambahkan kortikosteroid untuk mengatasi manifestasi alergi lokal. Obat tetes yang dijual di pasaran saat ini 19

banyak mengandung antibiotika yang bersifat ototoksik. Oleh sebab itu, jangan diberikan secara terus menerus lebih dari 1-2 minggu atau pada OMSK yang sudah tenang.

Antibiotika yang sering digunakan untuk OMSK adalah: 1. Kloramfenikol 2. Polimiksin B atau Polimiksin E 3. Gentamisin 4. Ofloksasin

Antibiotik oral Secara oral, dapat diberikan antibiotika golongan ampisilin atau eritromisin sebelum hasil tes resistensi diterima. Pada infeksi yang dicurigai penyebabnya telah resisten terhadap ampisilin, dapat diberikan ampisilin-asam klavulanat. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1 minggu dan harus disertai pembersihan sekret.

Bila sekret telah kering tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti yang bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi serta memperbaiki pendengaran.

Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga dengan sekret yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif. Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Dianjurkan irigasi dengan garam faal agar lingkungan bersifat asam dan merupakan media yang burukuntuk tumbuhnya kuman. Selain itu dikatakan bahwa tempat infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh antibiotika topikal. Mengingat pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah, maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan lamanya tidak lebih dari 1minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling baik adalah dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji resistensi.

Jenis pembedahan OMSK Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis baik tipe aman atau bahaya, antara lain:

20

1. Mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy). Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan operasi ini dilakukan pembersihan ruangan mastoid dari jaringan patologik. Tujuannya ialah supaya infeksi tenang dan telinga tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki. 2. Mastoidektomi Radikal Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau kolesteotoma yang sudah meluas. Pada operasi ini rongga mastoid dan kavum tympani dibersihkan dari semua jaringan patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak di perbaiki. Kerugian operasi ini adalah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidupnya. Pasien harus dating dengan teratur untuk control, supaya tidak terjadi infeksi kembali. Pendengaran berkurang sekali, sehingga dapat menghambat pendidikan atau karier pasien. Modifikasi operasi ini ialah dengan memasang tandur (graft) pada rongga operasi serta membuat meatoplast yang lebar, sehingga rongga operasi kering permanen, tetapi terdapat cacat anatomi, yaitu meatus telinga luar menjadi lebar. 3. Mastoidektomi radikal dengan Modifikasi 4. Miringoplasti. 5. Timpanoplasti Timpanoplasti adalah prosedur menghilangkan proses patologik didalam telinga tengah dan diikuti rekontruksi system konduksi suara pada telinga tengah. Tujuan dari timpanoplasti itu sendiri ialah mengembalikan fungsi telinga tengah, mencegah infeksi berulang dan memperbaiki pendengaran. Indikasi timpanoplasti dilakukan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bias ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa. Pada operasi ini selain rekontruksi membrane tympani sering kali harus dilakukan juga rekontruksi tulang pendengaran. Sebelum rekontruksi dikerjakan lebih dahulu dilakukan eksplorasi kavum timpani dengan atau tanpa mastoidektomi, untuk membersihkan jaringan patologis.

IX.

KOMPLIKASI Komplikasi Extrakranial 1. Abses Subperiosteal 2. Abses Bezold 21

Komplikasi Intratemporal 1. Fistula Labirin 2. Mastoiditis Coalescent 3. Facial Paralysis Komplikasi Intrakranial 1. Meningitis 2. Abses Otak 3. Trombosis Sinus Lateral 4. Abses Epidural

X.

PROGNOSIS Prognosis quo ad fungsionam dan sanationam adalah dubia ad bonam jika pengobatan yang didapatkan adekuat. Bila daya tahan tubuh baik adatu virulensi kuman rendah, maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan.

22

DAFTAR PUSTAKA

Djaafar Z.A, Helmi, Restuti R. 2017,. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Ed. 7. Jakarta: Balai penerbit FKUI. Depkes RI. 2013. Panduan Praktik Klinis Dokter Pelayanan Kesehatan Primer Edisi 1. Jakarta Lee, K.J. MD. 2013. Essential Otolaryngology Head & Neck Surgery. 2013. New York: McGraw-Hill. Seeley, Stephens, Tate. 2017. Anatomy and Physiology, Ch 15 The Special Senses 11th Ed. Newyork: The McGraw−Hill Companies. Waseem,

M.

2018.

Otitis

Media.

Available

in

https://emedicine.medscape.com/article/994656-overview (Access date: 3 Maret 2019).

23

Related Documents


More Documents from "Ani Septyaningsih"