Neuro Koma

  • Uploaded by: Daffa Dhifa
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Neuro Koma as PDF for free.

More details

  • Words: 3,064
  • Pages: 20
Loading documents preview...
Koma

KOMA PENDAHULUAN Gangguan kesadaran meliputi 2 aspek, yaitu aspek neurologik dan psikiatrik. Diantara 2 aspek tersebut terdapat suatu keadaan yang merupakan kombinasi antara aspek neurologik dan psikiatrik yang disebut sindroma otak organik. Dalam bidang neurologi, koma merupakan kegawat daruratan medik yan sering dijumpai. Koma bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan suatu keadaan klinik tertentu yang disebabkan oleh berbagai faktor. Koma memerlukan tindakan yang cepat dan tepat, dimana saja dan kapan saja. Dengan demikian setiap dokter perlu sekali memahami koma dengan sebaik baiknya. Mengingat faktor penyebab koma yang begitu banyak ( yang meliputi bidang neurologi, penyakit dalam, bedah, THT, Anestesia, dan farmakologi) serta memperhatikan pula patofisiologi koma, maka penanganan penderita pada tingkat pertama akan sangat menentukan prognosisnya. Pada pasien koma perlu dilakukan pemeriksaan neurologis, karena dengan melakukan pemeriksaan neurologis yang benar akan membantu menentukan jenis koma, pengobatan dan prognosa terhadap pasien.(1)

KKS Departement Neurologi RS. TK II Kesdam I BB Medan 2006 SUHANDI. AG, 99310075, FK – UNBRAH PADANG

1

Koma KESADARAN NORMAL  Sadar penuh (bangun)  Respons terhadap rangsangan psikologis  Sadar secara sama akan dirinya sendiri dan lingkungannya (sikap dan berbicara(1)

DEFINISI KOMA Pengertian dan reaksi penurunan terhadap rangsang eksternal dan internal . Istilah sadar atau kesadaran bermakna luas, bergantung pada ruang lingkup bahasan masing



masingcabang

ilmu

yang

berksitsn

dengannya

misalnya

psikologi,neurologi,anatomi,fisiologi,hukium dan sebagainya. Dengan kata lain kesadaran tidak begitu mudah untuk didefinisikan. Namun demikian apabila terjadi gangguan kesadaran maka kita akan cepat mengetahuinya melalui gejala-gejala tertentu yang muncul. Apabila terjadi gangguan kesadaran secara psikiatrik maka kita menyebut dengan perubahan kesadaran dan bila terjadi gangguan kesadaran secara neurologik maka kita menyebut dengan penurunan kesadaran. Dalam hal menilai kesadaran, dikenal beberapa istilah yang masih tetap dipakai diklinik, ilah : Komposmentis, somnolen,Stupor, Soporokoma dan koma.Terminologi tersebut bersifat kualitratif. Sementara itu penurunan kesadaran dapat pula dinilai secara kuantitatif, ilah dengan menggunakan Scala koma Glasglow (SKG), Berikut ini penjelasan tentang terminologi kualitatif tersebut diatas.

KKS Departement Neurologi RS. TK II Kesdam I BB Medan 2006 SUHANDI. AG, 99310075, FK – UNBRAH PADANG

2

Koma Kompos mentis berarti kesadaran normal, menyadari seluruh asupan dari panca indra dan beraksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik dari luar maupun dari dalam. Atau dalam keadaan awas dan waspada. Somnolen berarti mengantuk, mata tampak cenderung menutup, masih dapat dibangunkan dengan perintah, masih dapat menjawab pertanyaan walupun sedikit bingung,tampak gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya menurun. Stupor atau Sopor lebih rendah daripada Somnolen,mata tertutup; denga rangsang nyeri atau suara kerasbaru membuka mata atau bersuara satu-dua kata.Motorik hanya berup[a gerakan mengelakterhadap rangsang nyeri. Semikoma atao Soporo koma, mata tetap tertutup walaupun dirangsang dengan nyeri yang adekuat hanya dapat mengerang tanpa arti; motorik hanya dapat berupa gerakanprimitif. Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah.dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali.(1) Secara skematis koma dapat digambarkan sebagai berikut :  Tidur  Tdk merasa/bereaksi adekuat thdp rangsang externa & interna dgn tingkatan yang bervariasi  Dalam bila : Reaksi (-) Seluruh refleks (-)RR (Cepat atau lambat ttp dalam)  Ringan bila:

Hanya ada refleks Pupil & Pergerakan bola mata

 Koma hepatikum (koma yg paling tinggi

reversibilitasnya)(1,2,3)

KKS Departement Neurologi RS. TK II Kesdam I BB Medan 2006 SUHANDI. AG, 99310075, FK – UNBRAH PADANG

3

Koma ETIOLOGI KOMA Koma disebabkan oleh gangguan umum dari hemisfer serebri, dan suatu sistem retikuler menuju pusat. Ada bermacam – macam penyebab dari koma, dan dapat diklasifikasikan sebagai disfungsi otak fokal maupun menyeluruh. Disfungsi otak fokal  Tumor otak  Gangguan vaskuler (CVA)  Demyielinasi  Infeksi, seperti cerebral abscess  Focal head injury Disfungsi otak menyeluruh  Infeksi, seperti meningitis atau ensefalitis  Epilepsi  Hipoxia dan hiperkarbia  Obat – obatan, keracunan dan overdosis (termasuk alkohol)  Penyebab metabolik/endokrine, seperti koma diabetika, gagal hepatik atau renal, hipothirodisme, gangguan elektrolit yang berat.  Hipotensi, atau krisis hipertensi  Cedera kepala difus  Perdarahan subarachnoid  Hipotermia, hipertermia

KKS Departement Neurologi RS. TK II Kesdam I BB Medan 2006 SUHANDI. AG, 99310075, FK – UNBRAH PADANG

4

Koma

PATOLOGI KOMA Selalu ada lesi kecil pd midbrain dan talamus (makros atau mikros/ tumor otak atau kel mata bolik) pd koma yg berlarut-larut. Prolong koma (-) lesi seluruh bgn neuron dan system kortikal diensepalik dari neuron

KLASIFIKASI Klasifikasi kronis lebih bersifat memberi gambaran umum tentang koma, bukan untuk tujuan terapetik yang spesifik. Klasifikasi koma didasarkan atas anatomi, patofisiologi, maka dikenal koma kortikal bihemisferik dan koma diensefalik.Apabila didasarkan atas gambaran klinik maka dikenal koma dengan kelainan neurologik fokal, Koma dengan tanda meningeal positif, dan koma tanpa kelaina neurologik fokal maupun tanda meningeal. Daftar 1 dan daftar 2 member gambaran lebih rinci tentang klasifikasi koma.

Klasifikasi Koma berdasarkan Anatomi dan patofisiologi a. Koma Kortikal-bihemisferik Merupakan koma / ensefalopati metabolik dam/atau gangguan fungsi/lesi struktur korteks bihemisferik. Faktor penyebabantara lain; Sinkop, renjatan, hipoksia, gangguan cairan dan elektrolit, intoksikasi, demam tinggi. b. Koma Diensefalik KKS Departement Neurologi RS. TK II Kesdam I BB Medan 2006 SUHANDI. AG, 99310075, FK – UNBRAH PADANG

5

Koma Dapat bersifat supratentorial, Infratentorial, fan kombinasi antara supratentorial dan Infratentorial. Terjadinya koma melalui makanisme haerniasi unkus, tentorial,atau sentral .Faktor penyebab antara lain; Stroke atau GPDO, tumor otak, abses otak, edema otak, perdarahan traumatik, hidrosefalus obstruktif, meningitis, dan ensefalitis.

Klasifikasi Koma berdasarkan gambaran klinis a. Koma dengan defisit Neurologis fokal Defisit neorologis fokal dapat berupa hemiplegia, paralisis nervi kranialis, Pupiol anisokora, afasia,refleks fisiologik/patologik asimetri, rigiditas dekortikasi atai deserebrasi. Faktor penyebab meliputi GDPO, Tumor otak, ensefalitis, abses otak, kontusio serebri, perdarahan epidural, da perdarahan subdural. b. Koma dengan tanda rangsangan meningeal Faktor penyebab antara lain; meningitis, meningoensefalitis, perdarahan subaraknoidal, tumor difosa posterior. c. Koma tanpa defisit neorologis fokal/ atau rangsangan meningeal Faktor penyebab anatara lain: Intoksikasi, gangguan metabolik, sinkop, renjatan, komusio serebri, hipertermia, hipotermia, sepsis, malaria otak, ensefalopati hipertensi,eklamsia, dan epilepsi umum.(1)

EPIDEMIOLOGI

KKS Departement Neurologi RS. TK II Kesdam I BB Medan 2006 SUHANDI. AG, 99310075, FK – UNBRAH PADANG

6

Koma Data epidemiologi koma cukup bervariasi,bergantung pada cara dan sumber penelitian di samping itu adat dan kebiasaan masyarakat tertentu dapat mempengaruhi data tentang koma. Pada suatu saat, dirumah sakit tertentu, koma akibat keracunan obat dapat menduduki peringkat teratas dalam kelompok koma metabolik. Di tempat yang lain,gangguan elektrolit dapat menduduki perinngkat pertama.

DIAGNOSA  Koma (ggn kesadaran) 

Respons



Rangsang

 Etiologi 

Vital Sign



PD

 Koma (ggn kesadaran ) (posisi kepala, mata,

rangsang suara/sakit)

 Etiologi 

VS-Temp

- >410C (kulit kering) HS - <350C (keracunan) - RR

- (asidosis, pneumonia) -  (teleintra cranival )

- Nadi - (tachicardia)

-

(Blok jantung) KKS Departement Neurologi RS. TK II Kesdam I BB Medan 2006 SUHANDI. AG, 99310075, FK – UNBRAH PADANG

7

Koma 

PS-Kulit

-Sianose (Hipoksemia) -Cherry red (keracunan CO -Perdarahan bwh kulit kpl,hidung,telinga(trauma kapitas) - Muka hieperemis, konjungtivitis, teleangiektase (alkolis) - Maculohemorhagiec rash(infeksi) - Keringat (hipoglikemia/schock) -

- Odor

Kering (DM, uremia dan asidosis).

- Alkohol (Alkoholis) - Jeruk busuk (DM) - Urin (Uremia) - Pengab (Hepatik) - Kaku kuduk (Miningeal, cerebrum,batang otak) - Histori medis (sakit kepala, muntah2, udema pupil à tak intra kranial

PEMERIKSAAN Anamnesa kasus koma Orang yang berada dalam koma sudah barang tentu tidak dintegerogasi. Dalam hal inilah alloanamnesa merupakan pengganti autoanamnesa. Pemeriksaan fisik dignostik serta laboratorik sangat menentukan dalam sebab musabab koma.

KKS Departement Neurologi RS. TK II Kesdam I BB Medan 2006 SUHANDI. AG, 99310075, FK – UNBRAH PADANG

8

Koma 1. Telusuri pada keluarga atau teman penderita apakah mempunyai penyakit yang dapat menerangkan kejadian koma yang dialaminya. Apakah penderita menderita penyakit diabetes melitus (DM)? Apakah mempunyai kebiasaan ketergantungan obat atau alkohol? Apakah penderita minum obat tidur? Apakah penderita sedang depresi? Mengalami benturan pada kepala? Apakah penderita pernah mengalami keadaan serupa (koma) sebelumnya? 2. Apabila sebelumnya penderitamengalami suatu penyakit. Apakah terdapat faktor-faktor yang memperberat dan mencetuskan koma (penyakit hati kronis dan perdarahan saluran pencernaan; urenia dan infeksi; epilepsi tanpa pengobatan antikonvulsan)? SKALA KOMA GLASGOW Reaksi membuka mata

Reaksi Verbal atau Bicara



Spontan

4



Mengikuti perintah panggilan

3



Terhadap rangsang nyeri

 Tak ada reaksi terhadap nyeri Berorientasi baik

2 1 5

Disorientasi/bingung

4

Tidak sesuai/satu kata saja

3

Tidak dimengerti/suara saja

2

Tidk ada suara sama sekali

1

KKS Departement Neurologi RS. TK II Kesdam I BB Medan 2006 SUHANDI. AG, 99310075, FK – UNBRAH PADANG

9

Koma Reaksi motorik

Mengikuti perintah

6

Menepis rangsang nyeri

5

Gerakan menghindari nyeri

4

Gerakan fleksi dekortikasi

3

Gerakan ekstensi deserebrasi

2

Takl ada gerakan sama sekali

1

Catatan : 1. Reaksi membuka mata : panggilah namanya, pak, buk, dan sebagainya : rangsang nyeri dengan menekan pepat kuku (nail bed) jari tangan. 2. Reaksi verbal : berilah pertanyaan secara sederhana, kemudian meningkat ke arah pengertian yang lebih kompleks. 3. Reaksi motorik : yang dinilai adalah anggota gerak yang tidak lumpuh (the best motor response): rangsang nyeri di arkus orbita, hati - hati jangan sampai menekan bola mata. 4. Cara menulis skala : 4,5,6 : 1,1,1:.1,2,3,:2,3,5 dan sebagainya (3,5)

Periksa pasien dengan teliti 1. Apakah terdapat posisi dekortikasi (fleksi lengan dengan ekstensi tungakai), mencerminkan disfungsi hemisfer atau diensefalonyang kemungkinan disebabkan oleh suatu lesi destruktif dan dampak sekunder terhadap gangguan metabolik?

KKS Departement Neurologi RS. TK II Kesdam I BB Medan 10 2006 SUHANDI. AG, 99310075, FK – UNBRAH PADANG

Koma 2. Apakah terdapat posisi deserebrasi ( ekstensi lengan dan tungkai), mencerminkan disfungsi mesenfalon atau pons bagian atas akibat kelainan struktural atau metabolik ? 3. Apakah penderita masih dapat menelan, menggerakkan rahang atau bibirnya? Bila dapat, berarti koma penderita tidak dalam dan kemungkinan fungsi batang otak masih utuh. 4. Apakah terdapat gerakan – gerakan berulang seperti ” myoclonic jerk” multifokal atau kejang multifokal? Hal tersebut merupakan suatu gambaran khas ensefalopati metabolik seperti uremia atau hipoksia.

Apakah pola pernafasan penderita ? Pernafasan cheyne-stokes mencerminkan disfungsi kedua hemisper dengan fungsi batang otak masih utuh. Pernafasan cheyne stokes kemungkinan berkaitan gangguan metabolik dan penyakit jantung kongesti. Meskipun jarang, dapat juga merupakan tanda awal suatu herniasi transtentorial. Hiperventilasi neurogenik sentral

menunjukkan adanya kerusakkan

tegmentum batang otak antara mesensefalon dan pons. Pernafasan apneustik biasanya menunjukkan adanya infark pons. Pernafasan ataksik merupakan suatu keadaan praterminal dan mencerminkan kerusakkan pusat pernafasan pada medulla oblongata. Perlu diingat bahwa jarang didapatkan pola pernafasan yang normal pada kerusakkan batang otak. Koma dengan hiperventilasi sering mencerminkan adanya gangguan metabolik : KKS Departement Neurologi RS. TK II Kesdam I BB Medan 11 2006 SUHANDI. AG, 99310075, FK – UNBRAH PADANG

Koma 

Asidosis metabolik : diabetes mellitus, uremia, asidosis – laktat, intoksikasi.



Alkalosis respiratorik : gagal hepar, intoksikasi salisilat.

Koma dengan hipoventilasi sering mencerminkan depresi susunan saraf pusat secara umum yang merupakan dampak sekunder terhadap kelebihan dosis obat, pada penderita dengan penyakit paru kronik dan retensi CO2

Apakah penderita memberi reaksi terhadap rangsang dari luar? 1. Gunakan rangsang nyeri untuk menentukan apakah penderita tidak memberikan reaksi terhadap rangsang luar. Rangsang nyeri dapat mencetuskan posisi dekortikasiatau deserebrasi dan merupakan petunjuk tingkat disfungsi atau kerusakan otak. 2. Periksa adanya reaksi yang bersifat dapat dikontrol penderita. Lepaskan tangan penderita sehingga terjatuh ke arah wajah penderita dan perhatikan apakah terdapat upaya menahan tangan tersebut (pemeriksaan terhadap malingering) 3. Periksa adanya reaksi anggota gerak terhadap nyeri. Apakah terjadi suatu reflek bagian bawah (batang otak) seperti fleksi,ekstensi,atau adduksi? Abduksi bahu atau pinggul menunjukkan suatu pola kebiasaan yang bertujuan (terkontrol).

KKS Departement Neurologi RS. TK II Kesdam I BB Medan 12 2006 SUHANDI. AG, 99310075, FK – UNBRAH PADANG

Koma Periksa pupil dengan teliti Perhatikan ukuran pupil, bandingkan kiri dan kanan, dan reaksi pupil terhadap rangsang cahaya. Penderita koma oleh karena kelainan metabolik biasanya tidak akan memberikan reaksi terhadap rangsangan dari luar, reflek okulosefalik(doll, eyes) dan reflek kornea (-), tetapi reflek pupil terhadap cahaya masih positif. Sering terjadi sekunder akibat minum barbiturat. Intoksikasi

Glutethimide

(Doriden)

dan

atropin

atau

skopolamin

mengakibatkan pupil midriasis tanpa reaksi terhadap rangsang cahaya, sehingga sering disalah tafsirkan sebagai kelainan struktural. Pupil dengan ukuran normal reaktif mencerminkan

mesensefalaon

yang

masih

utuh.

terhadap rangsang cahaya Kerusakan

mesensefalon

mengakibatkan dilatasi pupil dan tidak reaktif terhadap rangsang cahaya tetapi ukuran pupil dapat berfluktuasi. Kerusakan pons mengakibatkan pupil sangat kecil (Pin Point Pupil0 yang masih reaktif terhadap rangsang

cahay bila dilihat dengan menggunakan kaca

pembesar. Heroin dan pilokarpin dapat mengakibatkan pin point pupil. Pupil dilatasi tanpa reaktif terhadap rangsang cahaya unilateral terlihat pada kerusakan

N III (Okulomotorius) dan sering merupakan suatu gejala awal dari

herniasi lobus temporalis (unkus) akibat lesi supratentorial.(4,5)

Periksa refleks kornea dan reflek okulo sefalik (Doll,s Eye)

KKS Departement Neurologi RS. TK II Kesdam I BB Medan 13 2006 SUHANDI. AG, 99310075, FK – UNBRAH PADANG

Koma Tidak adanya refleks kornea dan ”Doll’s eyes” menunjukkan disfungsi atau kerusakan pons . bila respon ’dol’s eyes’ negatif, gunakan irigasi air dingin (20 cc tiap telinga), suatu rangsang kuat pada reflek okulovestibular. Deviasi bola mata secara tonik kesisi irigasi merupakan reaksi normal, membuktikan fungsi batang otak masih utuh. Fungsi kortikal yang masih utuh ( koma pada reaksi Histeria) akan menimbulkan nistagmus dengan komponen cepat kearah berlawanan dengan sisi irigsi air dingin. Tidak adanya reaksi

pada pemeriksaan okulovestibuler

mencerminkan depresi berat fungsi batang otak. Pastikan tidak ada fraktur servikal sebelum melakukan pemeriksaan okulo sefalik/ ”Dol’s Eyes”

Penting dilakukan sistem motorik Hiper

refleeksia

dan

refleks

patologis

atau

hemiplegia

biasanya

menunjukkan adanya lesi struktura susunan saraf pusat yang mengakibatkan koma. Beberapa pengecualian adalah koma hepatikum, dan uremia, dapat berkaitan dengan gejala fokal atau hiper-refleksia. Oleh karenanya harus segera dilakukan pemeriksaan laboratorium. Hipo refleksia dan tidak adanya reflek patologis dan hemiplegia berarti tidak ada lesi struktural susunan saraf pusat, kemungkinan terdapat reaksi penggunaan obat atau kelainan metabolik.

Pemeriksaan fisik lain Pemeriksaan fisik lain yang teliti dapat menemukan petunjuk lain sebagai penyebab koma, seperti gejala – gejala trauma kepala pada hematoma epidural, dada seperti tong (tabung) pada gagal paru, hepatomegali pada koma hepatikum, denyut KKS Departement Neurologi RS. TK II Kesdam I BB Medan 14 2006 SUHANDI. AG, 99310075, FK – UNBRAH PADANG

Koma nadi yang lemah dan hipotensi pada syok kardiogenik, serta kaku kuduk pada meningitis dan perdarahan sub arakhnoidea. Kemungkinan terjadi sianosis dan hipoksia atau ’cherry red spot” pada intoksikasi CO. Hipotermia menunjukkan keterkaitan dengan intoksikasi barbiturat atau etanol, sedang hipertermia terjadi pada ”heat stroke”(4,5)



Pola nafas tanpa nilai lokasi 1. Deposed respiratory Dapat terjadi pada koma dalam, oleh sebab apapun 2. Cheynes stokes respiratory Biasanya pada lesi bihemisfer/pada ensefalopati metabolik Bukan tanda – tanda inpending apnoe 3. Hyperventilasi Kebanyakan karena penyakit sistemik (metabolik) -

Bila terakit dengan metabolik asidosis à asidosis laktat, ketoasidosis, uremia, keracunan asam organik.

-

Bila terkait dengan alkolosis respiratorik à hipoksia dan enselopatik hepatik

Central neurogenik hyperventilasi (kelainan struktural) disebabkan oleh kerusakan batang otak, misalnya: karena herniasi tentorial. 

Pola nafas dengan lokalisasi 1. Apneutic Breathing à kerusakan Pons

KKS Departement Neurologi RS. TK II Kesdam I BB Medan 15 2006 SUHANDI. AG, 99310075, FK – UNBRAH PADANG

Koma 2. Cluster Breathing à kerusakan Pons/Cerebellum 3. Ataxis Breathing Kerusakan pusat pernafasan medulla. Biasanya terlihat pada lesi fossa posterior, sering berlanjut dengan apnoe. Lumbal fungsi seringkali dilakukan, dan akan memberikan informasi tentang infeksi atau perdarahan. Pemeriksaan EKG dapat memberikan informasi yang berguna, terutama jika dicurigai adanya epilepsi.

Pemeriksaan penunjang Hitung darah lengkap, dan uji biokimiawi sederhana, memberikan banyak informasi yang berguna yang dapat digunakan dalam menegakkan diagnosis. Uji sederhana lainnya seringkali berguna dalam penegakkan diagnosis koma yang tidak dapat dijelaskan termasuk kadar gula darah, kandungan parasetamol dan aspirin dalam darah. Pemeriksaan yang semakin sering digunakan, terkadang tanpa melakukan pemeriksaan fisik yang lengkap pada pasien, adalah Computerized Tomogram kepala (CT Scan. Prosedur ini membuat pasien sedikit mengambil resiko pada saat berada berada di dalam pemindai, namun memberikan cukup banyak informasi tentang apa yang terjadi di dalam kepala. Pemeriksaan ini akan menemukan lesi – lesi yang memakan tempat, peradrahan dan pembengkakan di dalam otak. Seringkali CT scan tidak menolong, kecuali hanya untuk membuang kemungkinan – kemungkinan

KKS Departement Neurologi RS. TK II Kesdam I BB Medan 16 2006 SUHANDI. AG, 99310075, FK – UNBRAH PADANG

Koma penyebab. Terdapat alat pencitraan yang lebih canggih, MRI, yang menunjukkan tampilan yang serupa namun lebih mendetail. Memakan waktu lebih lamadan tidak selalu tersedia, sehingga seringkali tidak digunakan untuk pengangan kasus akut.

KKS Departement Neurologi RS. TK II Kesdam I BB Medan 17 2006 SUHANDI. AG, 99310075, FK – UNBRAH PADANG

Koma Secara ringkas tindakan pertama terhadap penderita koma adalah: 1. Berilah oksigen 2. Pertahankan sirkulasi darah secara normal 3. Turunkan tekanan intra kranial 4. Hentikan segera setiap serangan kejang 5. Obati stiap infeksi yang ada 6. Perbaiki keseimbangan air dan elektrolit 7. Awasi dan pertahankan suhu tubuh normal.(1,2,3,4,5)

Penanganan pasien koma lebih lanjut Perawatan seringkali diberikan pada perawatan khusus, seringkali intensive care/therapy unit. Manajemen jangka panjang melibatkan pertimbangan masalah yang diderita pasien terbaring untuk jangka waktu yang lama tanpa adanya reflek perlindungan, hal ini antara lain:  Perawatan area yang tertekan  Perawatan mulut, mata dan kulit  Fisioterapi untuk melindungi otot dan sendi  Resiko trombosis vena dalam  Resiko ulkus stress pada lambung  Keseimbangan nutrisi dan cairan  Katerisasi urin  Monitoring sistem serebrovaskuler KKS Departement Neurologi RS. TK II Kesdam I BB Medan 18 2006 SUHANDI. AG, 99310075, FK – UNBRAH PADANG

Koma  Kontrol infeksi  Mempertahankan oksigenasi yang adekuat, dengan bantuan pernafasan buatan.

Kapan disebut koma dan tidak koma? Seringkali, jika penyebab koma tidak diobati, maka selanjutnya akan berkembang kepada tahap kerusakan otak irreversibel dan atau kematian otak. Kematian otak lebih tepatnya disebut mati batang otak yang diperlukan untuk kelangsungan hidup dari tubuh, yang terpenting adalah pernafasan. Uji yang dilakukan untuk memastikan mati batang otak adalah mencari adanya refleks – refleks batang otak. Sebelum kita melakukan pengujian kita harus yakin pasien ini pada tahap koma irreversibel, dan tidak masuk diantaranya: 

Obat – obatan yang dapat menyebabkan depresi SSP atau paralisis



Semua gangguan metabolik dan endokrin yang dapat menyebabkan depresi SSP



Hipotermi (suhu kurang dari 35 0 C).

Selanjutnya kita mencari: 

Hilangnya respon pupil terhadap cahaya



Tidak adanya reflek kornea

KKS Departement Neurologi RS. TK II Kesdam I BB Medan 19 2006 SUHANDI. AG, 99310075, FK – UNBRAH PADANG

Koma 

Hilangnya reflek okulovestibular (nistagmus sebagi respon pemberian air dingin di telinga)



Tidak ada respon motoris terhadap nyeri



Tidak ada reflek batuk dan muntah



Tidak adanya usaha bernafas, meskipun terdapat rangsangan kuat dari kadar CO2 dalam darah.

Uji – uji ini dilakukan oleh 2 dokter senior, dan biasanya dilakukan 2 kali. Setelah dilakukan, pasien dinyatakan mati, dan dapat menjadi donor organ jika memungkinkan. Jika pasien bernafas, maka bukanlah mati batang otak, namun pada status vegetatif persisten yang dapat terjadi hingga bertahun – tahun.

KKS Departement Neurologi RS. TK II Kesdam I BB Medan 20 2006 SUHANDI. AG, 99310075, FK – UNBRAH PADANG

Related Documents

Neuro Koma
February 2021 1
Koma
February 2021 3
Koma Hiperglikemia
February 2021 1
Referat Koma
February 2021 1
Koma Hepatikum
February 2021 1
Koma Metabolik
February 2021 1

More Documents from "Putri Harmen"

Neuro Koma
February 2021 1
Manual Pemakaian Stockxel
January 2021 1