Referat Koma

  • Uploaded by: Fikar Yunus
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Koma as PDF for free.

More details

  • Words: 3,458
  • Pages: 17
Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN Dalam bidang neurologi, koma merupakan kegawatdaruratan medik yang paling sering dijumpai. Koma bukanlah suatu penyakit melainkan suatu keadaan klinik tertentu yang disebabkan oleh berbagai faktor. Koma memerlukan tindakan yang cepat dan tepat, dimana saja dan kapan saja. Dengan demikian setiap dokter perlu memahami koma dengan sebaik-baiknya. Mengingat faktor penyebab koma yang begitu banyak (yang meliputi bidang neurologi, penyakit dalam, bedah, THT, anestesi dan farmakologi) serta memperhatikan pula patofisiologi koma, maka penanganan penderita pada tingkat pertama akan sangat menentukan prognosisnya.1 Koma merupakan permasalahan medis yang terus menjadi perhatian bagi banyak kalangan, baik dari jaman para klinisi Yunani kuno sampai masa sekarang. Gangguan kesadaran sebagai bagian yang lebih luas dari koma telah menjadi pusat penelitian dari banyak ilmuwan, namun hingga kini masih banyak aspek dari koma dan gangguan kesadaran yang masih menjadi misteri. Meskipun demikian banyak kemajuan yang telah mampu dicapai oleh dunia medis dalam penelusuran sebab, diagnosis dan tatalaksana dari koma. 1 Koma dan gangguan penurunan kesadaran merupakan gambaran dari adanya gangguan atau kerusakan fungsi otak yang menyeluruh. Penanganan medis dan intervensi di dalam koma dan gangguan penurunan kesadaran harus dilakukan secara tepat dan sesegera mungkin untuk meminimalisir kerusakan dan memperbesar kemungkinan pemulihan pasien. Kedua hal tersebut di atas perlu dilakukan oleh karena otak manusia mempunyai cadangan fungsi yang terbatas, sehingga apabila penanganan tidak dilakukan segera tidak banyak yang dapat dilakukan untuk mengembalikan atau mencegah kerusakan fungsi lebih lanjut.1

BAB II ISI A. DEFINISI Istilah sadar atau kesadaran bermakna luas, bergantung pada ruang lingkup bahasan masing-masing cabang ilmu yang berkaitan dengannya. Dengan demikian kesadaran tidak begitu mudah untuk didefinisikan, namun demikian apabila terjadi gangguan kesadaran, maka kita akan cepat mengetahuinya melalui gejala-gejala yang timbul. WHO mendefinisikan koma sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat membuka mata dengan rangsangan apapun, tidak dapat membuat suatu kata apapun dan tidak dapat melaksanakan perintah sederhana.1,2 Apabila terjadi gangguan kesadaran secara psikiatrik, maka kita menyebutnya sebagai perubahan kesadaran. Dan bila terjadi gangguan kesadaran secara neurologis, maka kita menyebutnya sebagai penurunan kesadaran. Dalam hal penilaian penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang masih dipakai di klinis seperti compos mentis, somnolen, sopor/stupor, soporokoma, dan koma. Terminologi tersebut lebih bersifat kualitatif dan mungkin menghasilkan pemahaman yang berbeda dari setiap klinisi. Sementara itu terdapat penilaian penurunan kesadaran yang bersifat kuantitatif dan dipakai di seluruh dunia yaitu dengan menggunakan skala koma Glasgow (GCS). 1,2 B. EPIDEMIOLOGI Data tentang epidemiologi koma bervariasi dari setiap pusat di suatu negara, dan bergantung dari data sumber penelititan. Banyak faktor yang turut mempengaruhi terjadinya koma, seperti kebiasaan, adat-istiadat, keadaan ekonomi, dan pendidikan pasien sehingga tidak ada data yang pasti tentang koma jenis apa yang terbanyak di seluas dunia.2 Prevalensi dan insidensi dari koma dan gangguan kesadaran sulit untuk ditentukan secara pasti, mengingat luas dan beragamnya faktor penyebab dari koma. Laporan rawat inap nasional dari Inggris tahun 2002-2003 melaporkan 1

bahwa 0,02% (2.499) dari seluruh konsultasi rumah sakit disebabkan oleh gangguan terkait dengan koma dan penurunan kesadaran, 82% dari kasus tersebut memerlukan rawat inap di rumah sakit. Koma juga nampaknya lebih banyak dialami oleh pasien usia paruh baya dan lanjut usia, dengan rata-rata usia rawat inap untuk koma adalah 57 tahun pada laporan yang sama. (2) Hasil lain dilaporkan oleh dua rumah sakit daerah Boston, Amerika Serikat, di mana koma diperkirakan menyebabkan hampir 3% dari seluruh diagnosis masuk rumah sakit. Penyebab yang paling banyak dari laporan tersebut adalah alkoholisme, trauma serebri dan stroke, di mana ketiga sebab tersebut menyebabkan kurang lebih 82% dari semua admisi.2 C. ETIOLOGI Ada beberapa penyebab koma seperti sirkulasi (meluputi stroke dan penyakit

jantung), ensefalitis

(dengan tetap mempertimbangkan

adanya

kemungkinan infeksi di tempat lain maupun sepsis), metabolik (hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, dan penyakit hati), elektrolit (misalnya diare dan muntah), neoplasma (seperti tumor otak baik primer maupun metastasis), intoksikasi (obat maupun bahan kimia), trauma (seperti comotio, kontusio, perdarahan epidural, perdarahan subdural), serta epilepsi (pasca serangan grandmal atau pada status epileptikus).2 D. KLASIFIKASI Klasifikasi koma lebih bersifat memberi gambaran umum tentang koma, bukan tujuan terapeutik yang spesifik. Klasifikasi koma didasarkan atas anatomi, patofisiologi, serta gambaran klinis.3 Berdasarkan anatomi dan patofisiologinya, koma dibagi menjadi : 1.

Koma kortikal bihemisferik Merupakan koma/ensefalopati metabolik, dan/atau gangguan fungsi/lesi struktur korteks bihemisferik. Faktor penyebabnya antara lain sinkop, syok, hipoksia, gangguan cairan dan elektrolit, intoksikasi, demam tinggi.

2

2.

Koma diensefalik Dapat bersifat supratentorial, infratentorial, dan kombinasi antara keduanya. Terjadinya koma dapat melalui mekanisme herniasi unkus, tentorial, atau sentral. Faktor penyebabnya antara lain stroke atau gangguan peredaran darah otak, tumor otak, abses otak, edema otak, perdarahan traumatik, hidrosefalus obstruktif, meningitis dan ensefalitis. Sedangkan berdasarkan gambaran kliniknya, koma dibagi menjadi :

1.

Koma dengan defisit neurologis fokal Defisit neurologis fokal dapat berupa hemiplegia, paralisis nervi kranialis, pupil anisokoria, afasia, refleks fisiologis/patologis asimetri, rigiditas, dekortikasi atau deserebrasi. Faktor penyebab meliputi gangguan peredaran darah otak, tumor otak, ensefalitis, abses otak, kontusio serebri, perdarahan epidural, dan perdarahan subdural.

2.

Koma dengan tanda rangsang meningeal Faktor penyebabnya antara lain meningitis, meningoensefalitis, perdarahan subaraknoid, tumor di fosa posterior.

3.

Koma tanpa defisit neurologis fokal/tanda rangsang meningeal Faktor penyebabnya antara lain intoksikasi, gangguan metabolik, sinkop, syok, comotio serebri, hipertermia, hipotermia, sepsis, malaria otak, ensefalopati hipertensi, eklampsia, dan epilepsi.

E. FISIOLOGI KESADARAN NORMAL Pusat pengaturan kesadaran pada manusia secara anatomi terletak pada serabut transversal retikularis dari batang otak sampai thalamus dan dilanjutkan dengan formasio activator reticularis, yang menghubungkan thalamus dengan korteks cerebri. Formasio reticularis terletak di substansi grisea otak dari daerah medulla oblongata sampai midbrain dan thalamus. Neuron formasio reticularis menunjukkan hubungan yang menyebar. Perangsangan formasio reticularis midbrain membangkitkan gelombang beta, individu menjadi dalam keadaan bangun dan terjaga. Lesi pada formasio reticularis midbrain mengakibatkan orang dalam stadium koma, dengan gambaran EEG gelombang delta. Jadi formasio reticularis midbrain merangsang ARAS (Ascending Reticular Activating System), 3

suatu proyeksi serabut difus yang menuju bagian area di forebrain. Nuklei reticular thalamus juga masuk dalam ARAS, yang juga mengirimkan serabut difus ke semua area di korteks cerebri.4 Formasio reticularis secara difus menerima dan menyebarkan rangsang, menerima imput dari korteks cerebri, ganglia basalis, hipothalamus, sistem limbik, cerebellum, medula spinalis dan semua sistem sensorik. Sedangkan serabut efferens formasio retikularis yaitu ke medula spinalis, cerebellum, hipothalamus, sistem limbik dan thalamus yang lalu akan berproyeksi ke korteks cerebri dan ganglia basalis. ARAS juga mempunyai proyeksi non spesifik dengan depolarisasi global di korteks, sebagai kebalikan dari proyeksi sensasi spesifik dari thalamus yang mempunyai efek eksitasi korteks secara khusus untuk tempat tertentu. Eksitasi ARAS umum memfasilitasi respon kortikal spesifik ke sinyal sensori spesifik dari thalamus. Dalam keadaan normal, sewaktu perjalanan ke korteks, sinyal sensorik dari serabut sensori aferens menstimulasi ARAS melalui cabang-cabang kolateral akson. Jika sistem aferens terangsang seluruhna, proyeksi ARAS memicu aktivasi kortikal umum dan terjaga.4 Neurotransmitter yang berperan pada ARAS yaitu neurotransmitter kolinergik, monoaminergik dan GABA. Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar dari susunan saraf pusat di mana korteks ini berperan dalam kesadaran akan diri sendiri terhadap lingkungan atau input-input rangsang sensoris (awareness). Jadi kesadaran akan bentuk tubuh, letak berbagai bagian tubuh, sikap tubuh dan kesadaran diri sendiri merupakan funsi area asosiasi somestetik (area 5 dan 7 brodmann) pada lobus parietalis superior meluas sampai permukaan medial hemisfer.4 Jaras kesadarannya: masukan impuls dari pusat sensorik pada korteks serebri menuju ARAS → diproyeksikan kembali ke korteks cerebri → terjadi peningkatan aktivitas korteks dan kesadaran.4

4

F. PATOFISIOLOGI Koma disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan langsung atau tidak langsung terhadap formatio retikularis di talamus, mesensefalon, atau pons. Secara anatomik, letak lesi yang menyebabkan koma dapat dibagi sebagai berikut : supratentorial (15%), infratentorial (15%), dan difus (70%), misalnya pada intoksikasi obat dan gangguan metabolik.5,6 1. Koma kortikal-bihemisferik Fungsi dan metabolisme otak sangat bergantung pada tercukupinya penyediaan O2. Pada individu sehat dengan konsumsi O2 otak ± 3,5 mL/100 gram otak/menit maka aliran darah otak adalah ± 50 mL/100 gram otak/menit. Bila aliran darah otak turun menjadi 20-25 mL/100 gram otak/menit, mungkin akan terjadi kompensasi dengan menaikkan ekstraksi O2 dari aliran darah. Apabila aliran darah otak turun lebih rendah lagi maka akan terjadi penurunan konsumsi O2 secara proporsional.5,6 Glukosa merupakan satu-satunya substrat yang digunakan otak dan teroksidasi menjadi CO2 dan air. Untuk memelihara integritas neuronal, diperlukan penyediaan ATP yang konstan untuk mengeluarkan ion Na2+ dari dalam sel dan mempertahankan ion K+ di dalam sel. Apabila tidak ada oksigen, maka terjadilah glikolisis anaerob untuk memproduksi ATP. Glukosa dapat berubah menjadi laktat dan ATP, tetapi energi yang ditimbulkan menjadi lebih kecil.5,6 Dengan demikian, glukosa dan O2 memegang peranan yang penting dalam memelihara kesadaran dengan baik. Meskipun demikian, kesadaran dapat dipengaruhi oleh hal lain seperti gangguan asam basa darah, elektrolit, osmolalitas, ataupun defisiensi vitamin.5,6 a.

Hipoventilasi Diperkirakan berhubungan dengan hipoksemia, hiperkapnia, gagal jantung kongestif, infeksi sistemik, serta penurunan kemampuan respirasi. Dasar mekanisme terjadinya gangguan kesadaran pada hipoventilasi belum

5

diketahui secara jelas. Hipoksia merupakan faktor potensial untuk terjadinya ensefalopati, tetapi bukan faktor tunggal karena gagal jantung kongestif masih mempunyai toleransi terhadap hipoksemia dan pada kenyataannya tidak menimbulkan ensefalopati. Retensi CO2 justru berhubungan dengan gejala neurologis yang timbul, dan bergantung pula pada lamanya kondisi hipoventilasi.5,6 b. Anoksia iskemik Merupakan suatu keadaan dimana darah masih mampu untuk membawa oksigen ke otak, tetapi aliran darah otak mengalami gangguan untuk menyuplai darah ke otak. Penyakit yang mendasari biasanya menurunkan curah jantung misalnya infark jantung, aritmia, syok, refleks vasofagal, atau penyakit yang meningkatkan resistensi vaskular serebral misalnya sumbatan arteri.5,6 c.

Anoksia anoksik Merupakan suatu keadaan dimana terjadi ketidakcukupan jumlah oksigen yang masuk kedarah. Dengan demikian, baik isi maupun tekanan oksigen dalam darah menjadi menurun. Keadaan demikian ini terdapat pada tekanan oksigen di lingkungan rendah, atau ketidakmampuan oksigen untuk mencapai dan menembus membran kapiler alveoli akibat penyakit paru.5,6

d. Anoksia anemik Disebabkan oleh jumlah Hb yang menurun sehingga tidak ada yang membawa dan mengikat oksigen, sementara oksigen yang masuk ke dalam darah cukup. Keadaan ini terjadi pada anemia maupun pada keracunan CO.5,6 e.

Hipoksia atau iskemia difus Disebabkan oleh dua keadaan, yaitu penurunan kadar oksigen dalam darah yang terlalu cepat atau aliran darah otak yang menurun mendadak. Penyebab utamanya antara lain adanya obstruksi jalan napas, obstruksi arteri serebral masif (akibat gantung diri), atau keadaan yang menyebabkan menurunnya curah jantung secara mendadak (seperti asistole, aritmia berat, emboli pulmonal, atau perdarahan sistemik masif). Keadaan seperti trombosis atau emboli termasuk purpura trombositopenia trombotika, DIC, endokarditis 6

bakterialis

akut,

malaria

falsiparum,

dan

emoboli

lemak

mampu

menimbulkan iskemia multifokal yang luas dan secara klinis akan memberi gambaran iskemia serebral difus.5,6 f.

Gangguan metabolisme Gangguan metabolisme yang paling sering menimbulkan gangguan adalah gangguan

metabolisme

karbohidrat

yang

meliputi

hiperglikemia,

hipoglikemia, dan asidosis laktat. Diabetes melitus tidak mengganggu otak secara langsung, tetapi komplikasi yang ditimbulkan oleh DM seperti ketoasidosis metabolik dan hiperosmolar non ketotik pada DM sering menimbulkan koma. Selain itu, keadaan seperti asidosis laktat, iatrogenik, hiponatremia, hipofosfatemia, uremia juga dapat menimbulkan koma. Perlu dicatat bahwa pada infark otak dan cedera kepala, glukosa darah dapat meningkat. Hipoglikemia yang terjadi dapat mengganggu sintesis asetilkolin di dalam otak. Hal ini akan menimbulkan blokade jalur kolinergik, dan kegagalan demikian dapat menurunkan fungsi kerja sejumlah asam amino seperti glutamat, glutamin, GABA dan alanin. Sementara itu aspartat meningkat 4x dan amonia meningkat 14x sehingga mengganggu kesadaran dan jika didiamkan dapat menimbulkan koma. Hipoglikemia akan mengganggu korteks otak secara difus, atau mengganggu fungsi batang otak atau keduanya. Terdapat kerusakan neuron secara dini dan paling berat di korteks otak, sementara neuron di batang otak dan ganglia basal mengalami kerusakan yang lebih ringan.5,6 g.

Gangguan keseimbangan asam basa Dari keempat gangguan asam basa yang ada, yang dapat menimbulkan koma secara langsung adalah asidosis respiratorik. Asidosis metabolik lebih sering menimbulkan delirium dan obtundansi. Alkalosis respiratorik menimbulkan bingung dan perasaan tidak enak di kepala. Alasan mengapa gangguan keseimbangan asam basa sistemik tidak mempengaruhi kesadaran otak adalah karena adanya mekanisme fisiologis dan biokimia seperti kompensasi respirasi, perubahan aliran darah otak, gradien ion antara darah dan otak,

7

buffer selular dalam jaringan saraf yang melindungi keseimbangan asam basa di otak terhadap perubahan pH serum yang cukup besar.5,6 h. Koma hepatik Meningkatnya kadar amonia dalam darah merupakan faktor utama penyebab terjadinya koma hepatik. Amonia dalam kadar tinggi bersifat toksik terhadap sel-sel otak. Selain itu, amonia juga dapat mengganggu pompa natrium dan kalium, sehingga juga dapat mengganggu sistem kerja Na-K-ATP-ase. Lebih dari itu, kadar amonia yang tinggi dapat mengganggu metabolisme energi sel otak yang mirip dengan keadaan hipoksia berat. 5,6 i.

Defisiensi vitamin B Defisiensi vitamin B sering kali mengakibatkan delirium, demensia, dan mungkin stupor. Defisiensi tiamin dianggap sebagai diagnosis banding yang paling serius dari koma, karena dapat mengakibatkan penyakit Wernicke, yaitu suatu kompleks gejala yang disebabkan oleh kerusakan neuron dan vaskular di substantia grisea daerah sekitar akuaduktus Sylvii dan ventrikel.5,6

2. Koma diensefalik Koma akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formasio retikularis di daerah mesensefalon dan diensefalon disebut koma diensefalik. Secara anatomis, koma diensefalik dibagi menjadi 2 bagian, yaitu akibat lesi di daerah supratentorial dan infratentorial.5,6,7 a.

Lesi supratentorial

8

Pada umumnya berbentuk SOL sebagai akibat dari beberapa hal seperti gangguan peredaran darah otak dalam bentuk perdarahan, neoplasma, abses otak, edema otak, dan hidrosefalus obstruktif. SOL tersebut menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial yang kemudian menekan formatio retikularis di mesensefalon dan diensefalon.5,6,7 b. Lesi infratentorial Meliputi dua macam proses patologis dalam ruang infratentorial. Pertama proses diluar batang otak atau serebelum yang mendesak sistem retiukularis, dan yang kedua merupakan proses di dalam batang otak yang secara langsung mendesak dan merusak sistem retiularis batang otak. Proses yang timbul berupa :5,6,7 1. Penekanan langsung terhadap tegmentum mesensefalon 2. Herniasi serebelum dan batang otak ke rostral melewati tentorium serebeli yang kemudian menekan formasio retikularis di mesensefalon 3. Herniasi tonsilo serebellum ke bawah melalui foramen magnum dan sekaligus menekan medula oblongata c.

Herniasi sentral

Disebabkan oleh meningkatnya tekanan intrakranial secara menyeluruh, dimana terjadi hernia otak melalui tentorium serebeli secara simetris.

9

Penyebab terseringnya adalah perdarahan talamus, edema otak akut, dan hidrosefalus obstruktif akut.5,6,7 d. Herniasi unkus Merupakan herniasi lobus temporal bagian mesial terutama unkus. Herniasi ini disebabkan oleh kompresi rostrokaudal progresif, secara bertahap tekanan makin ke kaudal dan makin berat, dan dikenal empat tahap dengan sindrom yang khas. Bagian pertama yang tertekan adalah diensefalon dan nukleus hipotalamus. Tahap berikutnya merupakan penekanan terhadap mesensefalon. Dalam keadaan ini, N III ipsilateral akan terjepit diantara arteri serebri posterior dan arteri serebelli superior sehingga terjadilah oftalmoplegi ipsilateral. Apabila penekanan terus berlangsung, maka pons akan tertekan dan akhirnya akan berlanjut menekan medula oblongata. Tahap terakhir ini merupakan tahap agonia. Faktor penyebabnya adalah gangguan peredaran darah otak, neoplasma, abses dan edema otak.5,6,7 e.

Herniasi singuli Terjadi dibawah falks serebri, disebabkan oleh proses penekanan dari satu sisi hemisfer otak. Akibat dari herniasi singuli adalah tertekannya sistem arteri dan vena serebri anterior yang kemudian mengganggu fungsi lobus frontalis bagian puncak dan medial. Keadaan ini akan menimbulkan inkontinensia urin dan alvi serta gejala gegenhalten dan negativisme motorik atau paratonia (pada setiap rangsangan akan timbul gerakan melawan secara refelktorik).5,6,7

G. GAMBARAN KLINIK Manifestasi klinik penurunan kesadaran dapat bersifat akut atau bertahap. Dipandang dari penampilan klinik, penderita koma dapat bersikap tenang seakanakan tidur pulas, atau gelisah dan banyak gerak yang mungkin disertai dengan teriakan. Penurunan kesadaran dapat disertai oleh tanda dan gejala klinik lainnya, bergantung pada penyakit yang mendasarinya atau pada komplikasi yang muncul setelah terjadinya penunan kesadaran. Dengan demikian, manifestasi klinik penurunan kesadaran sangat bervariasi.8 Tanda dan gejala klinik yang dapat menyertai koma antara lain demam, gelisah, kejang, muntah, retensi lendir/sputum di tenggorokan, retensi atau 10

inkontinentia urin, hipertensi, hipotensi, takikardia, bradikardi, takipnea, dispnea, edema fokal atau anasarka, ikterus, sianosis, pucat, perdarahan subkutis, dan sebagainya. Pada lesi intrakranial dapat terjadi hemiplegia, defisit nervi kraniales, kaku kuduk, deviasi mata, perubahan diameter pupil, edema papil. Pada trauma kapitis dapat terjadi hematom disekitar orbita, hematom di belakang telinga, perdarahan telinga dan hidung, dan mungkin likorea.8 H. TATALAKSANA Tatalaksanan koma meliputi 3 hal, yaitu life saving, terapi spesifik, dan perawatan umum. Terapi spesifik dalam hal ini tidak dibahas karena terdapat banyak faktor yang mendasarinya.9,10 1.

Life saving

Tindakan ini berpedoman pada prinsip 5B, yaitu breath, blood, brain, bladder, bowel. Uraiannya adalah sebagai berikut:9,10 a.

Breath

Tindakan ini merupakan cakupan dari penanganan jalan napas seperti membebebaskan dan membersihkan jalan napas agar oksigen dapat masuk dan kebutuhan tubuh akan oksigen dapat terpenuhi. Apabila terdapat tanda-tanda kesulitan napas dapat dilakukan intubasi untuk memasang pipa endotrakeal, atau jika perlu dilakukan trakeostomi. Pemantauan pernafasan harus terus dilakukan secara ketat meliputi frekuensi, irama, dalam atau dangkalnya pernapasan, sianosis. Jika dibutuhkan, lakukan analisa gas darah. b. Blood Perlu diperhatikan pada pasien-pasien koma agar sirkulasi darah dijaga tetap baik, karena aliran darah yang tidak adekuat akan mengakibatkan perfusi darah ke jaringan otak yang kurang. Hal ini meliputi pemantauan tekanan darah, jantung, dan komponen darah. Penurunan tekanan darah pada pasien dengan gangguan peredaran darah otak perlu dilakukan, tetapi hati-hati agar tidak sampai mendadak. Tekanan darah perlu diturunkan apabila tekanan diastolik diatas 130 mmHg, dan atau tekanan sistolik diatas 200 mmHg.

11

c.

Brain

Hal ini mencakup menjaga fungsi otak tetap optimal yang meliputi pemenuhan kebutuhan aliran darah otak, suplai oksigen dan glukosa otak. Waspadai gejalagejala yang dapat mengganggu fungsi otak seperti hiperpireksia atau kejang. Apabila kejang terus menerus, dapat diberikan diazepam 10 mg intravena dan dapat diulang setiap 15-30 menit. Karena pemberian diazepam, maka perlu diperhatikan pernafasan pasien. Fenitoin dapat diberikan dengan dosis 10-18 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan, minimal 50 mg/menit. Preparat fenitoin jarang dimasukkan ke dalam infus karena akan terjadi presipitasi. Sesudah pemberian fenitoin perlu diawasi nadi dan irama jantung dengan EKG. Herniasi otak merupakan keadaan yang sangat gawat dan membutuhkan tindakan yang cepat. Deksametason dapat diberikan dalam dosisi tinggi (20-40 mg) secara intravena kemudian dosis diturunkan secara bertahap dengan interval 6 jam. Hatihati kemungkinan terjadinya perdarahan lambung dan kenaikan glukosa darah. Apabila terjadi peningkatan tekanan darah dan tidak segera turun maka dapat diberikan furosemid 0,5-1 mg/kgBB. Infus manitol dapat diberikan dengan dosis 0,5-1 gr/kgBB, dengan tetesan cepat selama 15-30 menit dan diulang tiap 4 jam. Dosis kemudian diturunkan secara bertahap untuk menghindari terjadinya rebound phenomenon. d. Bladder Berarti menjaga fungsi vesika urinaria secara optimal. Pemasangan kateter merupakan hal yang mutlak dalam hal pasien dengan koma, dan pemasangan kateter akan membuat vesika urinaria berkontak langsung dengan dunia luar, sehingga kemungkinan infeksi menjadi lebih besar. Urin yang keluar ditampung dan jika perlu selama 24 jam untuk mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit. e.

Bowel

Berarti memperhatikan nutrisi dan fungsi usus. Pada 3 hari pertama, mungkin kebutuhan gizi penderita dapat dicukupi dengan pemberian infus. Tetapi selebihnya perlu dicukupi dengan pemasangan NGT, dengan formula gizi yang

12

disesuaikan. Disamping itu perlu diperhatikan apakah terdapat inkontinensi alvi, dan apakah meteorismus dapat terjadi, mungkin karena adanya obstruksi atau paralisis. Pemasangan NGT juga bersifat eksploratif, untuk mengetahui apakah terjadi perdarahan lambung atau tidak karena perdarahan lambung sering terjadi pada pasien dengan gangguan peredaran darah otak. Secara ringkas, tindakan pertama terhadap penderita koma adalah sebagai berikut : 1.

Berikan oksigen

2.

Pertahankan sirkulasi darah tetap optimal

3.

Berilah glukosa

4.

Turunkan tekanan intrakranial

5.

Hentikan segera serangan kejang

6.

Obati setiap infeksi yang ada

7.

Perbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit

8.

Awasi dan pertahankan suhu tubuh normal

9.

Berikan tiamin

10. Kontrol setiap agitasi

13

Algoritma pentalaksanaan koma

I. PROGNOSIS Prognosis koma bergantung pada banyak faktor, seperti penyebab, situasi klinik pada saat pertama kali ditangani, kecepatan tindakan, kelengkapan fasilitas, penyulit yang muncul dan kemampuan dokter serta perawat yang menanganinya. Dengan demikian prognosis koma cukup bervariasi, mulai dari infaust, kemudian berturut-turut menjadi persistent vegetative state, sadar kembali dengan gejala sisa (motorik, autonom, fungsi luhur, epilepsi, dan sebagainya) sampai dengan sadar kembali tanpa gejala apapun, atau mungkin meninggal.9,10

14

BAB III KESIMPULAN Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya koma, dengan penanganan yang mungkin berbeda disetiap penyebab. Faktor risiko yang ditimbulkan sering kali beragam, bergantung dari kondisi awal penyebab pasien koma. Prinsip penanganan koma sebagian besar sama, tetapi jika terdapat penyulit atau terdapat beberapa penyakit lain, maka penanganan yang lebih kompleks dibutuhkan untuk menangani penyakit tersebut. Prongosis dari koma bergantung dari banyak hal, dan sering kali berakibat fatal jika tidak ditangani dengan baik, atau meskipun sudah ditangani dengan baik.

15

DAFTAR PUSTAKA

1. Harsono (ed.) 2005 buku ajar Neurologis klinis, cetakan ketiga. Penerbit Gajah Mada University Press. 2. Prof. Dr. dr. B. Chandra, Neurologi Klinik, Kepala Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK.Unair / RSUD Dr. Soetomo Surabaya,. 3. Priguna Sidharta, M. D., Ph. D. , Tata Pemeriksaan Klinis Dalam Neurologi, 4. Ropper AH, Brown RH. Adams and Victor's Principles of Neurology. New York : McGraw-Hill, 2005. Vol. 8. 0-07-146971-0. 5. Kelley SD, Saperston A. Coma. [book auth.] Humpreys RL Stone CK. Current Diagnosis and Treatment: Emergency Medicine. s.l. : McGraw-Hill, 2008, 15. 6. Ropper AH. Coma. [book auth.] Kasper DL, Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, Loscalzo J Fauci AS. Harrison's Principles of Internal Medicine. New York : McGraw-Hill, 2008, Vol. 17, 268. 7. Papadopoulos J. Pocket Guide to Critical Care Pharmacotherapy. New Jersey : Humana Press, 2008. 978-1-59745-488-9. Dian Rakyat. 8. standar pelayan medik bidang neurologi 9. Prof.DR.dr. S.M. Lumbantobing (ed. 2005) Neurologi Klinik, pemeriksaan fisik dan mental, cetakan ketujuh. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 10. Rifat Naghmi, BSo, MD, Coma: quick evaluation and management

16

Related Documents

Referat Koma
February 2021 1
Referat Koma
February 2021 1
Koma
February 2021 3
Koma Hiperglikemia
February 2021 1
Neuro Koma
February 2021 1
Koma Hepatikum
February 2021 1

More Documents from "afridaayn"