Referat Koma

  • Uploaded by: deasy_silvia_lestari
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Referat Koma as PDF for free.

More details

  • Words: 6,998
  • Pages: 38
Loading documents preview...
BAB I PENDAHULUAN

Kesadaran

merupakan

fungsi

utama

susunan

saraf

pusat.

Untuk

mempertahankan fungsi kesadaran yang baik, perlu suatu interaksi yang konstan dan efektif antara hemisfer serebri yang intak dan formasio retikularis di batang otak. Gangguan pada hemisfer serebri atau formasio retikularis dapat menimbulkan gangguan kesadaran. 1 Bergantung pada beratnya kerusakan, gangguan kesadaran dapat berupa apati, delirium, somnolen, sopor atau koma. Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah atau keadaan ‘unarousable unresponsiveness’, yaitu keadaan dimana dengan semua rangsangan, penderita tidak dapat dibangunkan. Dalam bidang neurology, koma merupakan kegawat daruratan medik yang paling sering ditemukan/dijumpai. Koma bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan klinik tertentu yang disebabkan oleh berbagai faktor serta membutuhkan tindakan penanganan yang cepat dan tepat, sebab makin lama koma berlangsung makin parah keadaan susunan saraf pusat sehingga kemungkinan makin kecil terjadinya penyembuhan sempurna. 2 Pada

proses

ini

susunan saraf

pusat

terganggu fungsi utamanya

mempertahankan kesadaran. Gangguan kesadaran ini dapat disebabkan beraneka ragam

penyebab

baik

primer

intrakranial

ataupun

ekstrakranial,

yang

mengakibatkan kerusakan struktural/metabolik di tingkat korteks serebri, batang otak atau keduanya. 2 Penanggulangan koma sangat tergantung pada patologi dasarnya serta patofisiologi gangguan kesadaran. Hal ini sangat sulit, apalagi jika riwayat penyakit dan perkembangan gejala fisik sebelumnya tak jelas diketahui. 3

1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah atau keadaan‘unarousable unresponsiveness’, yaitu keadaan dimana dengan semuarangsangan, penderita tidak dapat dibangunkan. 2 Koma bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan klinik tertentu yang disebabkan oleh berbagai faktor serta membutuhkan tindakan penanganan yang cepat dan tepat, sebab makin lama koma berlangsung makin parah keadaan susunan saraf pusat sehingga kemungkinan makin kecil terjadinya penyembuhan sempurna. 3 Kesadaran adalah suatu kondisi seseorang dengan tingkat awareness terhadap diri yang baik dan dia mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Kesadaran terdiri atas arousal (Kemampuan berinteraksi dengan lingkungan sekitar dan dalam kondisi bangun penuh) dan awareness (Kemampuan untuk menerima dan memahami isi stimulus). Dalam hal menilai penurunan kesadaran, dikenal beberapa istilah yang digunakan di klinik yaitu kompos mentis, delirium, somnolen, stupor, dan koma. Terminologi tersebut bersifat kualitatif. Sementara itu, penurunan kesadaran dapat pula dinilai secara kuantitatif, dengan menggunakan skala koma Glasgow. 3 Tingkat kesadaran kualitatif : 1. Komposmentis berarti kesadaran normal, menyadari seluruh asupan dari panca indera (aware atau awas) dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik dari luar maupun dari dalam (arousal atau waspada), atau dalam keadaan awas dan waspada. 2. Delirium berarti gangguan kesadaran dengan disertai penurunan kemampuan untuk mempertahankan fokus atau mengalihkan perhatian

2

yang ditandai dengan adanya perubahan kognisi atau mengalami gangguan persepsi. Gangguan terjadi dalam jangka waktu yang singkat. 3. Somnolen atau drowsiness atau clouding of cinsiousness, berarti mengantuk, mata tampak cenderung menutup, masih dapat dibangunkan dengan perintah, masih dapat menjawab pertanyaan walaupun sedikit bingung, tampak gelisah dan orientasi terhadap sekitar menurun. 4. Stupor atau sopor lebih rendah daripada somnolen. Mata tertutup, dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata atau bersuara satudua kata. Motorik hanya berupa gerakan mengelak tehadap rangsang nyeri. 5. Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah atau keadaan ‘unarousable/unresponsiveness’, yaitu keadaan dimana dengan semua rangsangan, penderita tidak dapat dibangunkan. Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal membuka mata, bicara, maupun reaksi motorik. 1 Tingkat kesadaran kuantitatif : Secara kuantitatif, kesadaran dapat dinilai dengan menggunakan Glasgow Coma Scale (GCS) yang meliputi pemeriksaan untuk Penglihatan/ Mata (E), Pemeriksaan Motorik (M) dan Verbal (V). 1. Pemeriksaan derajat kesadaran GCS untuk penglihatan/ mata: E1 tidak membuka mata dengan rangsang nyeri E2 membuka mata dengan rangsang nyeri E3 membuka mata dengan rangsang suara E4 membuka mata spontan 2. Pemeriksaan derajat kesadaran GCS untuk Motorik:

3

M1 tidak melakukan reaksi motorik dengan rangsang nyeri M2 reaksi deserebrasi dengan rangsang nyeri M3 reaksi dekortikasi dengan rangsang nyeri M4 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi tidak mencapai sasaran M5 reaksi menghampiri rangsang nyeri tetapi mencapai sasaran M6 reaksi motorik sesuai perintah 3. Pemeriksaan derajat kesadaran GCS untuk Verbal: V1 tidak menimbulkan respon verbal dengan rangsang nyeri (none) V2 respon mengerang dengan rangsang nyeri (sounds) V3 respon kata dengan rangsang nyeri (words) V4 bicara dengan kalimat tetapi disorientasi waktu dan tempat (confused) V5 bicara dengan kalimat dengan orientasi baik (orientated) 1

B. Etiologi Berdasarkan susunan anatomi, koma dibagi menjadi 2 yaitu; koma kortikal bihemisferik dan koma diensefalik: 1. Koma Kortikal Bihemisferik Gangguan kehidupan neuron-neuron sehingga tidak berfungsi lagi, dapat ditinjau secara menyeluruh bilamana struktur dan metabolismenya dipahami. 4 Neuron merupakan satuan fungsional susunan saraf. Berbeda secara struktur, metabolisme dan fungsinya dengan sel tubuh lain. Pertama, neuron tidak bermitosis. Kedua, untuk metabolismenya neuron hanya menggunakan O2 dan glukosa saja. Sebab bahan baku seperti

4

protein, lipid, polysaccharide dan zat lain yang biasa digunakan untuk metabolisme sel tidak dapat masuk ke neuron karena terhalang oleh ‘blood brain barrier’. Angka pemakaian glukosa ialah 5,5 mg/100 gr jaringan otak/menit. Angka pemakaian O2 ialah 3,3 cc/100 gr jaringan otak/menit. 4 Glukosa yang digunakan oleh neuron 35% untuk proses oksidasi, 50% dipakai untuk sintesis lipid, protein, polysaccharide, dan zat-zat lain yang menyusun infrastruktur neuron, dan 15% untuk fungsi transmisi. Hasil akhir dari proses oksidasi didapatkan CO2 dan H2O serta ATP yang berfungsi mengeluarkan ion Na dari dalam sel dan mempertahankan ion K di dalam sel. Bila metabolisme neuron tersebut terganggu maka infrastruktur dan fungsi neuron akan lenyap, bilamana tidak ada perubahan yang dapat memperbaiki metabolisme. Koma yang bangkit akibat hal ini dikenal juga sebagai Koma Metabolik. 4 Yang dapat membangkitkan koma metabolik antara lain: a. Hipoventilasi b. Anoksia iskemik. c. Anoksia anemik. d. Hipoksia atau iskemia difus akut. e. Gangguan metabolisme karbohidrat. f. Gangguan keseimbangan asam basa. g. Uremia. h. Koma hepatik i. Defisiensi vitamin B. 4 2. Koma Diensefalik. Koma akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formation retikularis di daerah mesensefalon dan diensefalon (pusat penggalak kesadaran). Secara anatomik koma diensefalik dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu koma akibat lesi supratentorial dan lesi infratentorial. 4 a. Lesi Supratentorial. Proses desak ruang supratentorial, lama kelamaan mendesak hemisferium ke arah foramen magnum, yang merupakan satu-satunya jalan keluar untuk suatu proses desak didalam ruang tertutup seperti tengkorak. Karena itu batang otak bagian depan (diensefalon) mengalami distorsi dan penekanan.

5

Saraf-saraf otak mengalami penarikan dan menjadi lumpuh dan substansia retikularis mengalami gangguan. Oleh karena itu bangkitlah kelumpuhan saraf otak yang disertai gangguan penurunan derajat kesadaran. Kelumpuhan saraf otak okulomotorius dan trokhlearis merupakan cirri bagi proses desak ruang supratentorial yang sedang menurun ke fossa posterior serebri. Contoh proses desak ruang supratentorial yang dapat menyababkan penurunan kesadaran sampai koma antara lain; tumor serebri, abses dan hematoma intrakranial. Contoh lesi supratentorial:  Infark Thalamus  Perdarahan Intraserebral, Epidural, Subdural, dsb  Infak Trombotik, Emboli  Tumor (Primer maupun metastase)  Abses intraserebral dan Subdural  Trauma Kepala Tertutup 4 b. Lesi Infratentorial. Infark batang otak bagian rostra/ sering terjadi pada konstusio serebri berat. Tumor serebeli atau meningioma serta arakhnoiditis yang menyumbat lintasan likwor adalah contoh-contoh lain proses patologik infratentorial yang lama kelamaan dapat menimbulkan koma, karena merusak lintasan. Ada 2 macam proses patologik dalam ruang infratentorial (fossa kranii posterior). Pertama, proses diluar batang otak atau serebelum yang mendesak system retikularis. Kedua, proses didalam batang otak yang secara langsung mendesak dan merusak system retikularis batang otak. Proses yang timbul berupa, penekanan langsung terhadap

6

tegmentum mesensefalon (formasio retikularis), herniasi serebellum dan batang otak ke rostral melewati tentorium serebelli yang kemudian menekan formation retikularis di mesensefalon, herniasi tonsiloserebellum ke bawah melalui foramen magnum dan sekaligus menekan medulla oblongata. Secara klinis, ketiga proses tadi sukar dibedakan. Biasanya berbauran dan tidak ada tahapan yang khas. Penyebab lesi infratentorial biasanya GPDO di batang otak atau serebelum, neoplasma, abses, atau edema otak. Contoh lesi infratentorial:       

Perdarahan Serebelum Infark Serebelum Tumor Serebelum Abses Serebelu Aneurisma Basilar Infark Batang otak Perdarahan pons Penyebab koma secara garis besar dapat disingkat/dibuat jembatan

keledai menjadi kalimat “SEMENITE”. Dari jembatan keledai ini kita juga dapat membedakan manakah yang termasuk ke dalam koma bihemisferik ataupun koma diensefalik. 2 S

: Sirkulasi – gangguan pembuluh darah otak (perdarahan maupun infark)

E

: Ensefalitis – akibat infeksi baik oleh bakteri, virus, jamur, dll

M

: Metabolik – akibat gangguan metabolic yang menekan/mengganggu kinerja otak. (gangguan hepar, uremia, hipoglikemia, koma diabetikum, dsb).

E

: Elektrolit – gangguan keseimbangan elektrolit (seperti kalium, natrium).

N

: Neoplasma – tumor baik primer ataupun sekunder yang menyebabkan penekanan intracranial. Biasanya dengan gejala TIK meningkat (papiledema, bradikardi, muntah).

I

: Intoksikasi – keracunan.

T

: Trauma – kecelakaan.

E

: Epilepsi.

7

C. Patofisiologi

Kesadaran dibagi dua yaitu derajat kesadaran dan gangguan isi. Gangguan derajat (kuantitas, arousal, wakefulness) menentukan derajat kesadaran. Gangguan isi (kualitas, awareness, alertness) ditentukan oleh cara pengolahan input yang menghasilkan output SSP kesadaran. 3 Kesadaran ditentukan oleh interaksi kontinu antara fungsi korteks serebri

termasuk ingatan, berbahasa dan kepintaran (kualitas), dengan

8

ascending reticular activating system (ARAS) (kuantitas) yang terletak mulai dari pertengahan bagian atas pons. ARAS menerima serabut-serabut saraf kolateral dari jaras-jaras sensoris dan melalui thalamic relay nuclei dipancarkan secara difus ke kedua korteks serebri. ARAS bertindak sebagai suatu off-on switch, untuk menjaga korteks serebri tetap sadar (awake). Maka apapun yang dapat mengganggu interaksi ini, apakah lesi supratentorial, subtentorial dan metabolik akan mengakibatkan menurunnya kesadaran. 3 Karena ARAS terletak sebagian di atas tentorium serebeli dan sebagian lagi di bawahnya, maka ada tiga mekanisme patofisiologi timbulnya koma : 1. Lesi supratentorial, 2. Lesi subtentorial, 3. Proses metabolik.

Koma Supratentorial : 1. Lesi mengakibatkan kerusakan difus kedua hemisfer serebri, sedang batang otak tetap normal. Ini disebabkan proses metabolik. 2. Lesi struktural supratentorial (hemisfer). Adanya massa yang mengambil tempat di dalam cranium (hemisfer serebri) beserta edema sekitarnya misalnya tumor otak, abses dan hematom mengakibatkan dorongan dan pergeseran struktur di sekitarnya; terjadilah : a. Hemiasi girus singuli

9

Hemiasi girus singuli di bawah falx serebri ke arah kontralateral menyebabkan tekanan pada pembuluh darah serta jaringan otak, mengakibatkan iskemi dan edema. b. Hemiasi transtentorial sentral Hemiasi transtentorial atau sentral adalah basil akhir dari proses desak ruang rostrokaudal dari kedua hemisfer serebri dan nukli basalis; secara berurutan mereka menekan diensefalon, mesensefalon, pons dan medula oblongata melalui celah tentorium. c. Herniasi unkus atau tentorial herniation Hemiasi unkus terjadi bila lesi menempati sisi lateral fossa kranii media atau lobus temporalis; lobus temporalis mendesak unkus dan girus hipokampus ke arah garis tengah dan ke atas tepi bebas tentorium; akhirnya menekan n.Ifi.di mesensefalon ipsilateral, kemudian bagian lateral mesensefalon dan seluruh mesensefalon.

Koma Infratentorial Ada dua macam lesi infratentorial yang menyebabkan koma.

10

1. Proses di dalam batang otak sendiri yang merusak ARAS atau/serta merusak pembuluh darah yang mendarahinya dengan akibat iskemi, perdarahan dan nekrosis. Misalnya pads stroke, tumor, cedera kepala dan sebagainya. 2. Proses di luar batang otak yang menekan ARAS. a. Langsung menekan pons. b. Hemiasi ke atas dari serebelum dan mesensefalon melalui celah tentorium dan menekan tegmentum mesensefalon. c. Herniasi ke bawah dari serebelum melalui foramen magnumdan menekan medula oblongata. Dapat disebabkan oleh tumor serebelum, perdarahan serebelum dan sebagainya. Koma Metabolik Proses metabolik melibatkan batang otak dan kedua hemisfer serebri. Koma disebabkan kegagalan difus dari metabolisme sel saraf. 1. Ensefalopati metabolik primer. Penyakit degenerasi serebri yang menyebabkan terganggunya metabolisme sel saraf dan glia. Misalnya penyakit Alzheimer. 2. Ensefalopati metabolik sekunder. Koma terjadi bila penyakit ekstraserebral melibatkan metabolisme otak, yang mengakibatkan kekurangan nutrisi, gangguan keseimbangan elektrolit ataupun keracunan. Pada koma metabolik ini biasanya ditandai gangguan sistim motorik simetris dan tetap utuhnya refleks pupil (kecuali pasien mempergunakan glutethimide atau atropin), juga utuhnya gerakan-gerakan ekstraokuler (kecuali pasien mempergunakan barbiturat). 5 D. Klasifikasi Koma 1. Koma Kortikal Bihemisferik a. Koma Iskhemik-Anoksis Anoksia selama 4 menit dapat mnegakibatkan koma yang ireversible karena kebanyakan neuron kortikal sudah musnah. Proses patologi yang mendasari koma iskhemik dan koma anoksik ialah langkanya 02 untuk metabolisme otak, sebagai akibat kegagalan

11

jantung dari sirkulasi atau akibat kegagalan paru dan pernafasan. Koma iskhmik dan koma anoksik yang seringkali menjadi problema diagnostik ialah koma yangberkembang secara sedikit demi sedikit melalui lesu-letih-lemah, hipersomnia, letargi, dan stupor. Dalam hal penaggulangan koma ishkemik-anoksik dapat diberi tindakan terapetik yang sesuai dengan tahap-tahap yang dihadapi, yang berlaku untuk setiap jenis kasusu koma. 4 Setiap kasus letargi, stupor atau koma harus langsung diperiksa oleh dokter sendiri. Fungsi-fungs vital harus diselidiki secara anamnesis dan fisiik diagnostik :  Tempatkan pendirita dalam posisi miring  Tentukan jenis pernaasan, keadaan jalan napas, keadaan paru-paru  Tentukan keadaan sirkulasi sistemik, denyut jantung dantekanan vena     

jugularis. Tindakan terapetik tahap pertama  Airway, Brithing, Circulation Ambil sample darah untuk pemeriksaan Pasang kateter Buat EKG Ambil tindakan sesuai dengan hasil pemeriksaan darah. Selain tahap pertama, tindakana darurat yang harus dilakukan pada tahap ini dapat berupa :  Penaggulangan “shock”  Penanggulangan perdarahan  Penanggulangan kegagalan respiratorik 4 Pada hipoksia difus subakut atau khronik yang dapat bangkit karena anemia, infarka miokard, congestive heart failure dan penyakit paru, penderita menjurus ke kima melalui tahap-tahap yang dapat disaksikan oleh orang disekitar penderita. Yang dapat dilaporkan ialah bahwa penderita mempunyai penyakit jantung, bahwa tadia ia lesu saja, mau tidur saja, dan akhirnya tidur terus dan tidak dapat dibangunkan lagi. Atau keluarga enderita dapat melaporkan bahwa sebelum “tidak sadar”, justru ia mengacau dan tida ingat. Apa yang diceritakan keluarga itu adalah “Organic Brain Syndrome”.dengan adanya tanda-tanda kegagalan janutng dan sirkulatorik ditambah

12

dengan adanya kelainan diparu serta anemia, maka tidaklah sukar menganal koma yang dihadapai sebagai koma ikhemik-anoksik. 4 Lain halnya, bilamana kasus koma iskhemik-anoksis yang dihadapkan ialah seorang sudah dalam koma dan tidak diketahui keluarganya. Dengan adanya tanda-tanda koma kortikal bihemisferik dan penyakit jantung maka, koma iskhemik-anoksik adalah sukar sekali

dibedakan

dengan

koma

“overdose”

barbiturat

atau

“tranquiliser”. Hipotensi yang ditemukan dapat disebabkan oleh obatobat tersebut juga. Memang benar bahwa hipotensi dan pernapasan parahyang disebabkan oleh “overdose” itu dapat mengakibatkan hipoksia serebri iskhemik dan anoksik, akan tetapi tindakan terapetik terhadap koma yang sama itu adalah, jauh berbeda. Pada koma iskhemik-anoksik tindakan terapetik ditujukkan pada perbaikan fungsi kardiovaaskuler dan hemo-dinamo-pulmona, sedangkan terhadpa koma pada “overdose” sedative tindakan yang langsung diambil ialah penghanyutan sedativa melalui eksresi ginjal. 4 Tindakan terapetik dalam pemebrantasan koma iskhemikanoksik adalah esensi dalam patofiologi koma iskhemik-anoksisk terletak pada adanya insufisiensi sirkulatorik atau respiratorik yang akan membangkitkan koma jika hipoksi serebri meningkat melebihi batas-batas kritis hipoksia serebri iskhemik, hipoksi serebri anoksi dan hipoksi serebri anemik. 4 b. Koma Ensefalopati Hipertensif Koma yang bangkit pada seseorang dengan hipertensi dapat disebabkan oleh perdarahanintraserebral atau intrakranial. Koma ini tergolong dalam koma diessefalik supratentorial dana akan berakhir pada kematian. 4 Akan tetapi koma kortikal bihemisferik dapat timbul juga pada orang-orang hipertensif sedang sampai berat, bukan karena perdarahan, meainkan karena iskhemik dan anoksik. Koma inilahyang dinamakan koma ensefalopati hipertensif. Karena hipertensi dan pembuluh darah serebral, maka autoregulasi serebral tidak lagi sembpurna, sehingga pada lonjakan tekanan darahsewaktu-waktu

13

dapat timbul vasokontriksi secara menyeluruh yang agak lama. Dengan demikian timbullah hipoksi dan anoksi difus yang melumpuhkan metabolisma neural untuk sementara, sehingga bangkit koma. 4 c. Koma Hiperglikemi Keto-Asidosis Keadaan keto-asidosis

diabetik

merupakan

keadaan

gangguan metabolisme yang sangat berat, yang disebabkan oleh kekurangan insulin secara terus menerus, karena faktor yang belum jelas asidosis metabolik timbul bergandengan dengan ketosis, hiperlipidemia dan dehidrasi. Secara klinis, keadaan keto-asidosis dan hiperglikemik dikenal karena adanya muntah, takipne, dehidrasi dan kegagalan sirkulasi. Bilamana prodroma ini tidak dikenal, maka koma akan cepat bangkit. 4 Dalam garis besar, tindakan terapetik secara primer ditujukan kepada pemberian insulin untuk menggeserkan metabolisme substrat lemak ke substrat CHO, sekaligus menegakkan kembali keseimbangan air dan elektrolit. Pemberian insulin dalam dosis rendah merupakan tindakan terapetik deawasa ini. 4 d. Koma Hipoglikemik Koma hipoglikemik menjadi suatu kenyataan jika gula darah menurun sampai dibawah 25-30 mg% dan berlangsung paling sedikitnya 90 menit. Cadangann glukosa dan glikogen serebral telah habis dibakar dalam waktu itu. Proses oksidasi serebral berjalan terus tanpa glukosa eksogen. Karena itu lemak dan protein dimetabolisme dan hasilnya ialah kerusakan struktural neuron yang tidak dapat diperbaiki lagi. Penderita yang mengalami hipoglikemi seberat itu jatuh dalam koma. Sebelumnya atau setelah hipoglikemi berat berlangsung beberapa jam dan dapat dilihat sindrom sebagai berikut :  Delirium yang bangkit melalui tahap hipersomnia dan confusional state yang ringan.  Serangan konfulsi mum, seperti serangan epileptik dengan koma post-iktal

14

 Hemiparesis sementara yang timbul seperti kasus stroke namun setelah

hipoglikemi

teratasi,

penderita

sembuh

tanpa

meninggalkan gejala sisa.  Koma denga pernapasan yang dalam serta cepat dan kaku deserbrasi. 4 Prodroma koma hipoglikemi dapat dibagi dalam dua kelompok, yang awal dan yang langsung disusul oleh koma. Prodroma awal itu adalah gugup, rasa lapar, wajah merah, berkeringat banyak dan tremor. Secara berangsur-angsur penderita menjadi kurang waspada, berbicara sedikit kurang terang dan ngacau., berkali-kali melakukan gerakan dnegan mulutnya seolah-olah sedang menetak, gerakan anggota gerak menjadi kaku dan dapat timbul mioklonus atau konvulsi umum. 4 Jika gula darah <10 mg% maka penderia berada dalam koma yang dalam seklai : wajah pucat, pernapasan dangkal dan cepat, tetapi denyut jantung lambat sekali, sedangkan otot yang tadinya kakau menjadi hipotonik. Tahap ini dikenal sebagai modular koma hipoglikemi. Walaupun dnegan tindakan terapetik penderita dapat diselamatkan dari kematian, fungsi serebral tidak akan pulih kembali dan penderita tetap dalam kaedaan koma tanpa banyak kegawatan pernapasan dan sirkulatorik. 4 e. Koma Hepatik Koma hepatik adalah koma ang bangkit dalam perjalanan kegagalan hepatik. Setiap tahap keadaan dimana hepar tidak dapat berfungsi lagi, disertai oleh manifestasi disfungsi serebral. Pada awalnya dapat dijumapai gejala “organic brain syndrome” yang ringan yang dapat berkisar antara hipersomnia dan letargi saja. Kemudian dapat berkembang delirium, stupor, dan koma. 4 Pada waktu penderita masih dalam keadaan letargi, dpat dijumpai nistagmus, flaping termor (asteriksis) pada tangan, kaki dan rahang bawah serta spastisitas yang bersifat “gagenhalten” (terdapat tahanan yang seolah olah disengaja). Jika koma sudah timbul penderita berada dalam sikap kaku deserbrasi. Konvulsi umu ada

15

kalanya muncul tetapi buka gejala yang selalu bergandengan dengan manifestasi ensefalphatia hepatik atau koma hepatik. 4 Koma hepatik dibagi dalam 4 tahap :  Taha I : lesu, letih, lemah, tanpa flapping tremor dan tanpa kelainan pada Eeg  Tahap II : confulsion state , letargi dengan falpping tremor dan EEG mungkin sudah memperlihatkan slowing  Tahap III : lebih banyak letargi daripada kegelisahan motorik dan mental, hanya kacau jika dibangunkan. Pola EEG pada tahap iini memperlihatkan episode slowing. Astereksis lebih jelas.  Tahap IV : koma f. Koma Uremik Koma uremik terjadi melalui tahap keadaan yang dikenal sebagai ensefalophatia uremik akibat kegagalan ginjal. Gambaran klinisnya tidak khas yaitu terdiri dari manifestasi organic brain syndrome dengan konvulsi, gejala neurologik fokal dan gangguan pernapsan. Reaksi pupil dan gerakan bola mata jarang terganggu. Pada penderita dengan kegagalan ginjal kronik semuanya merasa letihlemah-lesu. Jika ensefalophati mulai berkembang maka manifestasi motorik adalah asteriksis miklonus atau “mucle twitching” dan konfulsi umum. Adakalanya hemiparesis merupakan manifestasi motorik

ensefalophatik

uremik.

Setelah

menjalani

dialisis,

hemiparesis akan lenyap tanpa meninggalkan sisa. 4 g. Koma Pada Penyakit Endokrin Penyakit endokrin yang umumnya dapat menjurus ke koma, ialah penyakit addison. Hipotiroidismus, hiperparatiroidismus, dan hipoparatiroidismus dapat juga membangkitkan koma, tetapi jarang sekali. 4 Penyakit addison yang tidak diobati sering menunjukkan delirium ringan, yang sembuh kembali setelah diberi kortison. Stupor dan koma hanya bangkit pada waktu krisis addison timbul. Sebelum timbul koma, penderita merasa mual sekali, muntah-muntah, sakit perut dan suhu badan meningkat. Gambaran klinis koma ini tidak berbeda dengan koma kortikal bihemisferik lainnya dalam hal

16

respirasi, pupil, dan gerakan okuler. Tetapi dalam hal motorik terdapat manifestasi yang khas, yaitu paralisis flacid yang mungkin terjadi karena hiperkalemia. Manifestasi serebral lainnya yaitu konvulsi umum, adalah akibta hiponatremi dan intoksikasi air yang selalu menyertai krisis addison. 4 h. Koma Akibat Ganguan Elektrolit Asam-Basa Gangguan keseimbanganelektrolit dan asam-basa yang sering membangkitkan gangguan derajat kesadaran yang dapat menjurus ke koma ialah hiponatremi dan hipernatremia. Gejalanya ialah ilusi, waham, dan gangguan psikiatrik lainnya. Delirium pada seseorang yang telah dikenal sebagai penderita dengan nefrolitiasis kebanyakan disebabkan oleh hiperkalsemia. Hipokalsemia biasnaya disebabkan oleh hipoparatiroidismus dan adakalanya karenauremia. Gejala utamanya adalah tetani. Konvulsi umum serng juga menjadi manifestasinya, tetapi kma yang disebabkan hipokalemi jarang terjadi. 4

i. Koma Akibat Infeksi Susunan Saraf Pusat Meningitis dan ensefalits sering menimbulkan koma, melalui mekanisme yang melumpuhkan metabolisme serebral. Infeksi selaput otak yang membangkitkan koma disebabkan oelh kuman piogenik, terutama meningokokus, pneumokokus, hemofilus influenza dan streptokokus. Kuman tersebut menibulkan rekasi vaskuler yang berupa vaskulitis. Proses patologik ini dapat menimbulkan iskhemik serebri. Toksisn yang ada di kuman tersebut merupakan racun bagi neuron. 4 j. Koma Sindrom Reye Sindrom reye adalah penyakit yang melibatkan berbagai organ dalam proses

infeksi virus pada anak. Jenis virusya ialah

kebanyakan virus infuenza B atau varicella. Prodroma sangat lunak, sehingga penderita masih bermainmain seperti biasa tetapi pada hari ketjuh tinbul secraa tiba-tiba muntah, agitasi, delirium, letargi yang cepat menjurus ke stupor dan kooma dalam waktu hanya 24-48 jam. Hiperventilasi merupakan

17

gejala yang selalu dijumpai pada penderita sindrom Reye. Gejala neurologik bersifat fokal, lateraliasi dan papil edem jarang ditemukan. 4

k. Koma Akibat Intoksikasi Eksogen Koma akibat intoksikasi eksogen mencakup presentasi besar kasus koma et kausa ignota. Intoksikasi eksogen dapat dibagi dalam intoksikasi industrial, intoksikasi medisnal, dan intoksikasi lingkungan hidup. Intoksikasi medisinal sering dihasilkan dari bunuh diri. Intoksikasi eksogen yang sering ditemukan yaitu :  Koma akibat overdose obat-obatan - Overdose obat antidepresan - Intoksikasi amphetamin - Overdose opiat  Koma akibat intoksikasi CO  Koma akibat intoksikasi arsenikum 4 2. Koma Diensefalik a. Koma Diensefalik Supratentorial  Koma Hemoragik Epidural Hemoragia atau hematoma epidural dapat didefinisikan sebagai penimbunan darah vena atau arteri diantara tulang tengkorak dan dura meter. Riwayat klasiknya yaitu setelah penderita mengidap trauma kapitis, penderita pingsan sebentar, lalu sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam sampai beberapa hari tidak ada manifestasi yang mengejutkan. Tetapi pada suatu saat penderita mulai suf (drowsy) dan cepat menjurus ke stupor dan koma. Masa antara trauma kapitis dan timbulnya penurunanan kewaspadaan dinamakan bebas gejala. Karena hematoma epidural dapat timbul hemiparesis

kontralatetral

atau

serangan

epileptik

fokal.

Kesadaran yang menurun secara progresi menunjukkan desakan yang semakin besar dan kemudia membangkitkan sindrom herniasi unkus. Pada pemeriksaan ditemukan pupil edem. 4  Koma Akibat Hemoragi Subdural Akut Adalah perdarahan akibat robeknya atau terlukanay vena subdural yang bersifat bridging veins, shingga sebanyak 150 cc darah tertimbun diantara arakhnoid dan dura meter.

18

Setelah mengidap trauma kapitis, penderita pingsan dalam beberapa hari.sebagian menjurus ke stupor, sebagian tidak menimbulkan penurunan kesadaran tetapi fungsi intelektualnya terganggu dalam masa yang cukup panjang. Karena hematoma subdural dapat menimbulkan hemiparesis kontralateral atau ipsilateral.

Hemiparesis

ipsilateral

berkembang

sebagai

penekanan pedunkulus serebri pada tepi tentorium disisi kontralateral terhadap hematoma. 4  Koma Akibat Empiema Subdural Merupakan komplikasi infeksi parasinus atau otitis media. Adakalanya infeksi tulang tengkorak akibat trauma kapitis dapat menimbulkan empiema subdural. Pada pemeriksaan akan didaptkan

kaku

kuduk

dengan

tanda-tanda

meningismus/meningitis yang positif, pupil edem dan sangat mungkin juga serangan epileptik fokal, afasia, kelumpuhan saraf otak dan gangguan penglihatkan yang bersifat hemianopia, dsb. 4  Koma Akibat Hemoragi Serebri Timbul secara tiba-tiba pada orang yang sudah lama menderita hipertensi dan mengeluh tentang sakit kepala yang paling berat sewaktu bangun pagi. TIK meningkat dengan cepat sehingga koma bangkit pada saat terjadinya perdarahan. Olehkarena hemoragi serebri paling sering timbul di kapsula interna , maka hemiparesis merupakan manifestasi yang menyertai koma. Kejadian yang serempak itu dinakan hemoragic stroke. 4  Koma Akibat Tumor Intraserebri Tumor intraserebri jarang meninbulkan koma pada tahap dini. Koma yang timbul pada perkembangan neoplasmatik selanjutnya dapat

terjadi

berangsur-angsur

jika

perluasan

jaringan

neoplasmatik mendesak ke arah batang otak. Timbulnya koma yang secara tiba-tiba pada tahap lanjut dapat dipikirkan jika pertumbuhan neoplasmatik merusak dinding pembuluh darah intraserebral sehingga timbul perdarahan. Dalam hal-hal tersebut koma diensefalik terjadi melalui peningkatan TIK sehingga koma

19

yang dihadapi ialah koma akibat proses desak ruang supratentorial. Dalam hal ini mekanisme koma sesuai dengan mekanisme koma akibat proses patologik infra-tentorial yang langsung merusak “diffuse ascending reticuler system. 4 b. Koma Diensefalik Infratentorial  Koma Akibat Oklusi Arteria Basilaris Aklusi arteria basilaris karena trombus atau embolus sering menimbulkan koma. Sebelum koma, sering dijumpai prodroma yang berupa TIA. Gambarannya adalah tiba-tiba timbul diplopia, sakit kepala didaerah oksiput yang cepat lenyap lagi vertigo, disatria, disfagi, dan gejala defisit sensorik atau motorik secara bilateral dan

sering secara

berselingan.

Setiap

serangan

berlangsung selama 10 detik sampai beberapa menit saja. Beberapa bulan atau minggu setelah TIA timbul, pada suatu saat koma dapat timbul secara tiba-tiba. Kejadian ini merupakan hilangnya fungsi substansi retikularis batang otak bagian rostral yang terusakoleh infark. 4 Keadaan pupil mengungkapkan lokalisasi infark ditingkat batang otak. Pupil sempit (pontin), pupil lebar-sedang (mesenfalondiensefalon), atau lebar maksimal (mesenfalon setinggi inti N III) dapat ditemukan dengan tanda-tanda okular lainnya yang dapat memberikan lebih banyak informasi untuk melokalisasi lesi vaskular secara lebih tepat. 4  Koma Akibat Lesi Non-Vaskuler di Vosa Serebri Posterior Abses, granuloma, tumor primer dan sekunder dapat dijumpai difosa serebri posterior. Pada umunnya lesi tersebut mendesak batang otak ke salah satu sisi. Pada proses desak ruang unilateral, akan dijumapai sindrom batang otak yang mempunyai ciri-ciri lateralisasi. Proses desak ruang digaris tengah akan menibulkan manifestasi umum akibat TIK yang meninggi, yaitu sakit kepala dan muntah-muntah. Tanda klasik Kocher Cushing yang terdiri dari tekanan darah sistemik meingkat dengan frekuensi nadi yang

20

lamabt, sering mencirikan proses desak ruang intratentorial yang berkedudukan digaris tengah. 4 Gangguan kesadaran dapat bermanifestasi langsung sebagai koma atau secara berangsur-angsur melalui letargia, stupor, sampai koma. Pada umumnya diagnostik proses desak ruang intratentorial adalah rumit, sehingga setiap kasusu yang dicurigai harus dimasukkan rumah sakit untuk analisa yang mendalam.4 E. Pemeriksaan Pasien Koma Tujuan pemeriksaan pasien koma adalah untuk menentukan letak proses patologi, apakah di hemisfer, batang otak atau dikeduanya, dan penyebabnya. 1. Anamnesis Sangat penting tapi jarang bisa didapat. Penyebab koma seringkali dapat ditentukan melalui anamnesis perjalanan penyakit melalui keluarga, teman, personel ambulan, atau orang lain yang terakhir kontak dengan pasien dengan menanyakan : a. Kejadian terakhir b. Trauma c. Riwayat medis pasien d. Riwayat psikiatrik e. Obat-obatatan f. Penyalah gunaan obat-obatan atau alkohol 5 2. Pemeriksaan fisik Dengan atau tanpa anamnesis, petunjuk penyebab koma dapat juga ditegakkan melalui pemeriksaan fisik : a. Tanda vital : hipertensi yang berat dapat disebabkan oleh lesi intrakranial dengan peningkatan TIK atau ensefalopati karena hipertensi. b. Kulit : tanda eksternal dari trauma, neddle track, rash, cherry redness ( keracunan CO), atau kuning c. Nafas : alkohol, aseton, atau fetor hepaticus dapat menjadi petunjuk d. Kepala : tanda fraktur, hematoma, dan laserasi e. THT : otorea atau rhinorea CSF, hemotimpanum terjadi karena robeknya duramater pada fraktur tengkorak, tanda gigitan pada lidah menandakan serangan kejang.

21

f. Leher (jangan manipulasi bila ada kecurigaan fraktur dari cervival spine) : kekakuan disebabkan oleh meningitis atau perdarahan subarakhnoid. g. Pemeriksaan neurologis : untuk menentukan dalamnya koma dan lokalisasi dari penyebab koma. 5 3. Pemeriksaan saraf a. Observasi, posisi tidur : alamiah atau posisi tertentu. Menguap, menelan, berarti batang otak masih utuh. Mata terbuka dan rahang tergantung (mulut terbuka) berarti gangguan kesadaran berat. b. Derajat kesadaran ditentukan dengan GCS. c. Pola pemafasan. - Cheyne-Stokes dan central hyperventilation dapat dilihat pada gangguan metabolik dan lesi struktural di beraneka ragam tempat di otak dan tidak dapat menunjukkan tingkat anatomi lesi yang menyebabkan koma.

-

Ataxia

dan

gasping

paling sering dilihat pada -

lesi pontomeduler. Apneustic breathing : kerusakan pons Cluster breathing : kerusakan pons dan cerebelar Depressed, pola pernafasan tidak efektif, dangkal dan lambat disebabkan oleh lesi medula oblongata, atau diakibatkan obatobatan.

22

d. Posisi kepala dan mata Pada lesi hemisfer, kepala dan kedua mata melirik ke arah lesi dan menjauh dari hemiparesis, lesi di pons kebalikannya. Pada Iesi di talamus dan mesensefalon bagian atas, kedua mata melirik ke arah hidung. e. Funduskopi. Papil edema menandakan peninggian tekanan intrakranial. Perdarahan subhyaloid, biasanya menandakan rupture aneurisma atau malformasi arteriovena. f. Pupil. Diperhatikan besar, bentuk dan refleks cahaya direk dan indirek. - Midposition (3--5 mm) dan refleks cahaya negatif -- kerusakan -

mesensefalon (pusat refleks pupil di mesensefalon). Refleks pupil normal, refleks kornea dan gerakan bola mata

-

tidak ada -- koma metabolik dan obat-obatan seperti barbiturat. Dilatasi pupil unilateral dan refleks cahaya negatif menandakan penekanan n.I1I oleh hernia unkus lobus temporalis serebri. Kedua pupil dilatasi dan refleks cahaya negatif bisa juga oleh

-

anoksi, keracunan atropin dan glutethimide. Pupil kecil dan refleks cahaya positif disebabkan kerusakan pons seperti infark atau perdarahan. Opiat dan pilokarpin juga menyebabkan pinpoint pupil dan refleks cahaya positif. Bila

23

dengan rangsang nyeri pads kuduk pupil berdilatasi, berarti bagian bawah batang otak masih utuh. -

g. Gerakan bola mata. Khas untuk lesi batang otak.  Gerakan bola mata spontan. - Pada koma metabolik, kedua mata bergerak spontan dan lambat dari satu sisi ke sisi lainnya. Ini berarti batang otak -

masih utuh. Retractory nystagmus  ciri kerusakan tegmentum

-

mesensefalon. Convergence nystagmus  ciri kerusakan mesensefalon. Ocular bobbing  ciri kerusakan caudal pontin. Nystagmoid jerking of a single eye  ciri kerusakan

-

midpontine-lower pontine. Seesaw nystagmus  ciri lesi di regio ventrikel III dan bukan di batang otak. Gejala tersebut dapat menunjukkan

lokasi lesi structural penyebab koma.  Gerakan bola mata refleks. Tes-tes yang lazim dilakukan : - Doll’s head maneuver (refleks okulosefalik).

24

Bila refleks ini tidak normal, berarti ada lesi struktural ditingkat mesensefalon-pons. Obat-obat ototoksik atau barbiturate dapat menghalangi refleks ini.

-

Tes kalori (refleks okulovestibular). Bila kedua mata melirik ke arah telinga yang diirigasi air dingin, berarti batang otak masih utuh; bila kedua mata tidak bergerak/tidak simetris berarti kerusakan struktural mesensefalon-pons. Obat-obat ototoksik dapat menghalangi refleks ini.

25

 Gerakan bola mata saat istirahat. - Deviasi gaze menjauhi sisi yang hemiparesis menandakan -

-

suatu lesi hemisper kontralateral dari sisi yang hemiparesis Deviasi gaze ke arah sisi yang hemiparesis menunjukkan : Lesi di pons kontralateral hemiparesis Lesi di thalamus kontralateral dari hemiparesis Aktivitas kejang pada hemisfer kontralateral dari hemiparesis Deviasi mata kearah bawah menandakan suatu lesi di tectum dari midbrain, disertai dengan gangguan reaktifitas pupil dan nistagmus refrakter dikenal sebagai sindroma

-

parinoud Slow roving eye movement yang dapat konjugasi atau diskonjugae tidak menunjukkan lokalisasi lesi yang berarti, berhubungan dengan disfungsi hemisfer bilateral dan aktifnya refleks okulosefalik.

26

-

Occular

bobbing,

yaitu

terdapat

reaksi

cepat

dari

pergerakan bola mata ke arah bawah yang kembali ke posisi semula dengan lambat menunjukkan kerusakan bilateral -

dari pusat gaze horisontal pada pons. Saccadic eye movement tidak terlihat pada pasien koma dan

menunjukkan suatu psikogenik unresponsive. h. Refleks muntah Dapat dilakukan dengan memanipulasi endotrakheal tube. i. Refleks kornea Menandakan intaknya batang otak setinggi CN 5 (aferen) dan CN 7 (eferen) j. Respons motoris.  Spontan. - Kejang, kejang fokal mempunyai arti lokasi dari proses patologi struktural. Kejang umum tidak mempunyai arti lokasi. Kejang multifokal berarti koma disebabkan proses -

metabolik. Myoclonic

jerk

dan

asterixis

(flapping

tremor)

berartiensefalopati metabolik.  Gerakan-gerakan refleks. Ditimbulkan dengan rangsang nyeri (penekanan supraorbita). - Gerakan dekortikasi  fleksi dan aduksi lengan dan ekstensi tungkai. Bisa simetris, bisa tidak. Ini artinya lesi hemisfer difus atau persis di batas dengan mesensefalon. -

(nilai 3 pada respons motorik GCS). Gerakan deserebrasi  ekstensi, aduksi dan rotasi interns lengan dan ekstensi tungkai. (nilai 2 pada respons motorik

SKG). k. Respon sensoris Respons asimetris dari stimulasi menandakan suatu lateralisasi defisit sensoris. l. Refleks  Refleks tendon dalam  bila asimetris menunjukkan lateralisasi defisit motoris yang disebabkan lesi struktural  Refleks plantar  respon bilateral Babinski’s menunjukkan coma akibat struktural atau metabolik. 5,6 4. Keadaan - Keadaan Pseudocoma :

27

a. Psychogenic unresponsiveness. Pasien kelihatannya tidak ada reaksi, tapi pada pemeriksaan saraf tidak dijumpai kelainan. b. The locked-in syndrome. Lesi di basis pons akibat infark batang otak yang memutus jaras kortikobulbar dan kortikospinal, tapi jaras yang mengatur kedip mata dan gerakan bola mata vertikal, juga ARAS tetap utuh. Pasien sanggup berkomunikasi dengan kedipan mata (awake dan alert). c. Persistent vegetative state. Koma akibat hipoksifiskemi/lesi struktural, setelah 2 - 4 minggu kembali wakeful tapi tidak aware. Membuka mata spontan. EEG kembali normal, batang otak dan otonom berfungsi normal. Keadaan ini dapat menetap bertahun-tahun. 6

28

5. Ciri-ciri diagnostik a. Koma metabolik : - Refleks pupil dan gerakan bola mata baik. - Pernafasan depressed atau Cheyne-Stokes. - Anggota gerak hipotonus/refleks simetris. b. Hemiasi : - Hemiparesis dan papil edema. Bertahap hilangnya fungsi n.I1I atau ada ciri-ciri kerusakan batang -

otak. Lesi (lokal) batang otak : Gangguan pergerakan bola mata dan tetraplegia sejak permulaan.6

F. Pemeriksaan Penunjang Karena pentingnya penentuan diagnosis yang cepat pada etiologi pasien dengan koma karena dapat mengancam nyawa, maka pemeriksaan penunjang harus segera dilakukan dalam membantu penegakkan diagnosis, yaitu antara lain : 1. CT atau MRI scan Kepala : pemberian kontras diberikan apabila kita curigai terdapat tumor atau abses. Dan mintakan print out dari bone window pada kejadian trauma kepala

29

2. Punksi Lumbal : dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, encephalitis, atau perdarahan subarachnoid bila diagnosis tidak dapat ditegakkan melalui CT atau MRI kepala. 3. EEG : bisa saja diperlukan pada kasus serangan epileptik tanpa status kejang, keadaan post ictal, koma metabolik bila diagnosis tidak ditegakkan melalui pemeriksaan CT dan LP. Keadaan pseudokoma harus kita curigai bila semua pemeriksaan diagnostik telah kita lakukan dan masih tidak dapat menegakkan diagnosis penyebab dari koma tersebut. Diantaranya yaitu : 1. Koma psikogenik 2. Locked in syndrome : kerusakan pons bilateral 3. Mutism akinetik : kerusakan pada frontal dan thalamus 6 G. PENGELOLAAN PASIEN KOMA 1. Penanganan emergensi dekompresi pada lesi desak ruang (space occupying lesions / SOL ) dapat menyelamatkan nyawa pasien. 2. Bila terjadi suatu peningkatan TIK, berikut adalah penanganan pertamanya: a. Elevasi kepala b. Intubasi dan hiperventilasi c. Sedasi jika terjadi agitasi yang berat ( midazolam 1 – 2 mg iv ) d. Diuresis osmotik dengan manitol 20% 1 g/kg BB iv e. Dexametason 10 mg iv tiap 6 jam pada kasus edema serebri oleh tumor atau abses setelah terapi ini monitor ICP harus dipasang. 3. Kasus encephalitis yang dicurigai oleh infeksi virus herpes dapat diberikan acyclovir 10 mg/kg iv tiap 8 jam 4. Kasus meningitis lakukan terapi secara empiris. Lindungi pasien dengan ceftriaxon 2x1 g iv dan ampicillin 4x1 g iv sambil menunggu hasil kultur 6

30

Terapi Umum : 1. Proteksi jalan nafas : adekuat oksigenasi dan ventilasi 2. Hidrasi intravena : gunakan normal saline pada pasien dengan edema serebri atau peningkatan TIK 3. Nutrisi : lakukan pemberian asupan nutrisi via enteral dengan nasoduodenal tube, hindari penggunaan naso gastrik tube karena adanya ancaman aspirasi dan refluks 4. Kulit : hindari dekubitus dengan miring kanan dan kiri tiap 1 hingga 2 jam, dan gunakan matras yang dapat dikembangkan dengan angin dan pelindung tumit 5. Mata : hindari abrasi kornea dengan penggunaan lubrikan atau tutup mata dengan plester 6. Perawatan bowel : hindari konstipasi dengan pelunak feses (docusate sodium 100 mg 3x1 ) dan pemberian ranitidin 50 mg iv tiap 8 jam untuk menghindari stress ulcer akibat pemberian steroid dan intubasi 7. Perawatan bladder : indwelling cateter urin dan intermiten kateter tiap 6 jam 8. Mobilitas joint : latihan pasif ROM untuk menghindari kontraktur 9. Profilaksis deep vein trombosis (DVT) : pemberian 5000 iu sc tiap 12 jam, penggunaan stoking kompresi pneumatik, atau kedua-duanya 6

Hal yang perlu Dipikirkan

31

Dalam menangani pasien dalam keadaan stupor dan koma untuk pertama kali ada beberapa pertanyaan dalam benak kita sebagai pertimbangan yaitu : 1. Bagaimana tanda vital dari pasien tersebut ? 2. Apakah jalan napas baik ? Pasien stupor dan koma beresiko tinggi untuk terjadinya aspirasi, yang disebabkan karena hilangnya refleks batuk dan muntah, hipoksia, yang terjadi karena hilangnya kemampuan bernafas. Pemasangan endotracheal tube (ETT) dengan intubasi merupakan cara yang paling efektif untuk menjaga jalan nafas baik dan oksigenasi yang adekuat. Bila pasien dalam keadaan koma yang dalam atau adanya tanda gangguan respirasi lebih baik kita memanggil dokter Anestesi untuk melakukan intubasi. Pada pasien stupor dengan pernafasan yang normal dapat kita berikan 100 % oksigen dengan face mask sampai hipoksemia tidak kita temukan. 3. Apakah ada riwayat trauma, pemakaian obat-obatan, atau terpapar oleh toksin ? Lakukan deskripsi pasien dengan cepat mengenai riwayat penyakit sekarang dan dahulu baik medis maupun neurologis. 4. Adakah orang yang dapat ditanyakan tentang keadaan pasien sebelumnya? Orang tua, kerabat, teman, personil ambulance, atau orang lain yang terakhir kali kontak dan mengetahui keadaan pasien sebaiknya kita suruh tunggu untuk menanyakan keadaan pasien sebelum kejadian. 6 Setelah keadaan umum pasien kita dapat langkah selanjutnya adalah memberikan terapi emergensi dan melakukan pemeriksaan penunjang yang diperlukan, antara lain : 1. Konsultasi ke anestesiologis bila diperlukan intubasi atau lakukan intubasi bila telah mendapat pelatihan dari Advance Trauma Life Support (ATLS) ataupun Advance Cardiac Life Support (ACLS).

2. Pasang jalur intrravena (iv line) 3. Lakukan pemeriksaan kadar gula sewaktu dengan glucose stick. Hal ini harus dilakukan secepatnya, karena hipoglikemia merupakan kasus yang

32

dapat ditangani secara cepat sebagai penyebab stupor atau koma yang dapat disertai keadaan lain seperti sepsis, henti jantung, atau trauma) - Lakukan pemeriksaan darah antara lain : - Kimia darah ( glukosa darah sewaktu, elektrolit, BUN/ureum, kreatinin) - Hitung darah lengkap - Analisa gas darah - Kalsium dan magnesium - Protrombin time (PT)/ partial thromboplastin time (PTT) 4. Bila etiologi dari koma tidak jelas lakukan pemeriksaan skrining toksikologi, tes fungsi tiroid, fungsi hepar, kortisol serum, dan kadar ammonia. 5. Lakukan pemasangan folley catheter 6. Lakukan pemeriksaan urinalisa, elektrokardiogram (EKG) dan rontgen thoraks. 7. Berikan terapi emergensi. Hal ini dapat diberikan ’dilapangan’ atau bila etiologi dari penyebab koma tidak jelas. Diantaranya : - Thiamin 100 mg iv ( dimana pemberian tiamin dapat mengembalikan pasien dari koma yang disebakan karena defisiensi thiamin akut (Wernicke ensefalopati). Harus diberikan sebelum pemberian dekstrose karena hiperglikemi dapat menyebabkan konsumsi thiamin yang -

berlebihan dan memperburuk keadaan pasien. 50 % dekstrose 50 ml (1 ampul) iv Naloxone (Narcan) 0.4 – 0.8 mg iv, pada keadaan koma yang disebabkan intoksikasi opiat. Dosis dapat diberikan sampai 10 mg.Flumazenil (Romazicon) 0.2 – 1.0 mg iv, diberikan pada pasien yang koma dicurigai karena intoksikasi benzodiazepin. Dosis dapat diberikan hingga 3 mg dan jangan diberikan bila telah terjadi kejang pada pasien, karena flumazenil ini dapat menimbulkan kejang. 6

Perawatan lanjutan (nursing care) : 1. 2. 3. 4.

Mempertahankan fungsi sistim kardiovaskular adekuat. Mempertahankan fungsi sistim pernafasan adekuat. Posisi dan kulit, ubah posisi tiap 1-2 jam. Makanan dimulai dengan makanan IV, kemudian bila situasi telah stabil

atau koma 2-3 hari, baru dimulai tube feeding. 5. Perawatan bowel, mencegah diare; sering memeriksa rektum.

33

6. Perawatan kandung kemih, three-way catheter dipasang menetap, suing diirigasi, clamp buka tiap 3-4 jam. 5,6 Penanggulangan edema serebri dan peninggian tekanan intrakranial Sejumlah

proses

(trauma,

perdarahan,

infark,

tumor

dan

sebagainya) akan mengakibatkan edema serebri yang meninggikan tekanan intrakranial dan menyebabkan herniasi jaringan otak. Dalam banyak hal, bertambah buruknya keadaan disebabkan edema serebri dan edema ini kemungkinan besar adalah reversibel. 5,6 Pengobatan edema serebri merupakan tindakan penyelamatan hidup, sampai dicapainya pengobatan yang mengoreksi proses patologi spesifik. 1. Hindari cairan hipotonik. 2. Hiperventilasi. 3. Mannitol 20% dosis 1.0 gr/kg IV dihabiskan dalam waktu 10-30 menit. Diulang 12 jam kemudian. Pemberian lebih dua kali kurang efektif. Efek antiedema serebrinya segera dan berakhir setelah beberapa jam. 4. Steroid, dexamethason dosis 10-100 mg IV dan kemudian 4 mg IV tiap 6 jam. Efek antiedema serebrinya dimulai dalam 4-6 jam dan maksimal pada 24 jam. 6

H. Prognosis Prognosis pasien tergantung dari penyebab utama penyakit dibanding dari dalamnya suatu koma. Koma yang disebabkan karena metabolik dan intoksikasi obat lebih baik prognosisnya dibanding koma yang disebabkan oleh kelainan struktur intrakranial. Kemungkinan penyembuhan dari koma yang dalam selama lebih dari beberapa jam sulit diramalkan. Jika penyebabnya adalah cedera kepala, bisa terjadi penyembuhan, bahkan jika koma berlangsung selama beberapa minggu (tetapi tidak lebih dari 3 bulan). Penyembuhan total setelah

34

mengalami koma selama 1 bulan karena jantung berhenti atau karena kekurangan oksigen, jarang terjadi. Kadang setelah mengalami cedera kepala, kekurangan oksigen atau kerusakan otak yang berat, penderita bisa masuk ke dalam status vegetatif. Pola tidur dan terjaga relatif normal, penderita bisa bernafas dan menelan secara spontan dan bahkan bisa memberikan reaksi yang mengejutkan terhadap suara keras. Tetapi penderita kehilangan seluruh kemampuan berfikir dan perilaku sadarnya, baik untuk sementara waktu maupun selamanya. Sebagian besar penderita memiliki refleks abnormal yang khas, seperti kekakuan atau sentakan pada lengan dan tungkainya. Status locked-in adalah suatu keadaan yang jarang terjadi, dimana penderita sadar dan mampu berfikir tetapi mengalami kelumpuhan hebat, sehingga hanya bisa berkomunikasi dengan cara membuka atau menutup matanya. Hal ini bisa terjadi bersamaan dengan kelumpuhan saraf tepi yang berat atau dengan stroke akut. Kehilangan kesadaran yang paling berat adalah kematian otak. Pada keadaan ini secara permanen otak telah kehilangan seluruh

fungsi

vitalnya,

termasuk

kesadaran

dan

kemampuan

mempertahankan pernafasan. Tanpa bantuan respirator dan obat-obatan, penderita akan segera meninggal. Secara hukum seseorang dikatakan meninggal jika otaknya telah berhenti berfungsi, meskipun jantungnya masih berdenyut. Dokter dapat menyatakan kematian otak dalam waktu 12 jam setelah berusaha memperbaiki semua kelainan medis, tetapi otak masih tidak memberikan respon, mata tidak bereaksi terhadap cahaya dan penderita tanpa bantuan respirator penderita tidak bernafas. EEG (elektroensefalogram) tidak menunjukkan adanya fungsi otak. Penderita kematian otak yang mendapatkan bantuan respirator bisa memiliki beberapa refleks jika medula spinalisnya masih berfungsi. 5,6

35

BAB III KESIMPULAN

Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah atau keadaan‘unarousable

unresponsiveness’,

yaitu

keadaan

dimana

dengan

semuarangsangan, penderita tidak dapat dibangunkan. Koma bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan klinik tertentu yang disebabkan oleh berbagai faktor serta membutuhkan tindakan penanganan yang cepat dan tepat, sebab

36

makin lama koma berlangsung makin parah keadaan susunan saraf pusat sehingga kemungkinan makin kecil terjadinya penyembuhan sempurna. Berdasarkan susunan anatomi, koma dibagi menjadi 2 yaitu; koma kortikal bihemisferik dan koma diensefalik. Penyebab koma secara garis besar dapat disingkat/dibuat jembatan keledai menjadi kalimat “SEMENITE”. Dari jembatan keledai ini kita juga dapat membedakan manakah yang termasuk ke dalam koma bihemisferik ataupun koma diensefalik dimana S (Sirkulasi) E(Ensefalitis) M (Metabolik) E (Elektrolit) N (Neoplasma) I (Intoksikasi) T (Trauma) E (Epilepsi). Terapi umum pada pasien koma adalah proteksi jalan nafas, hidrasi intravena, nutrisi, perawtan kulit untuk menghindari dekubitus, perawatan matta dengan menghindari abrasi retina, perawatan bowel dengan menghindari konstipasi, perawatan bladder, dan mobilitas joint. Prognosis pasien tergantung dari penyebab utama penyakit dibanding dari dalamnya suatu koma. Koma yang disebabkan karena metabolik dan intoksikasi obat lebih baik prognosisnya dibanding koma yang disebabkan oleh kelainan struktur intrakranial.

DAFTAR PUSTAKA 1. Harsono, dkk : Buku Ajar neurologi Klinis, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2005 2. Hasan, MM. Hamdan, M. Machin, A. RI, W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf. Departemen Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 3. Poerwadi, T. Poernomo, H. Neurologi Klinik, Kepala Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK.Unair / RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

37

4. Sidharta, Priguna, dan Mardjono, Mahar 2004 Neurologis Klinis Dasar. Penerbit Dian Rakyat. 5. Lumbantobing, S.M. (ed. 2005) Neurologi Klinik, pemeriksaan fisik dan mental, cetakan ketujuh. Penerbit Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia, 2005. 6. Google. Manajemen

pasien

stupor

dan

koma.

Tersedia

:

http://74.125.153.132/search? q=cache:3XWqPKbpMRkJ:images.omynenny.multiply.multiplycontent.co m/attachment/0/SGZRtQoKCrsAACSgbA1/MANAJEMEN %2520PASIEN%2520STUPOR%2520DAN%2520KOMA.doc%3Fnmid %3D92637390+coma+diagnosis+etiologi&cd=4&hl=id&ct=clnk&gl=id (diakses tanggal 22 Januari 2016)

38

Related Documents

Referat Koma
February 2021 1
Referat Koma
February 2021 1
Koma
February 2021 3
Koma Hiperglikemia
February 2021 1
Neuro Koma
February 2021 1
Koma Hepatikum
February 2021 1