Part 1 Pembahasan Seminar Optima Mei 2019.pdf

  • Uploaded by: Irma Kurniawati
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Part 1 Pembahasan Seminar Optima Mei 2019.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 60,973
  • Pages: 1,034
Loading documents preview...
DR. SEPRIANI | DR. YOLINA | DR. OKTRIAN | DR. RIFDA | DR. AULIA DR. REZA | DR. CEMARA | DR. RYNALDO | DR. PATRICIA

OFFICE ADDRESS: Jakarta Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007 Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872 WA. 081380385694/081314412212

Medan Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung Sari, Kec. Medan Selayang 20132 WA/Line 082122727364

w w w. o p t i m a p re p . co . i d

ILMU KESEHATAN ANAK

1. Anak perempuan bernama Momose, usia 10 tahun, datang dengan keluhan BAK berwarna merah seperti air cucian daging sejak 3 hari yang lalu. Riwayat nyeri tenggorokan 2 minggu yang lalu sembuh sendiri. Pemeriksaan fisik TD 140/95 mmHg, nadi 99×/mnt, RR 26×/mnt, suhu 36,8oC, edema minimal pretibial. Urin dipstick di dapatkan bj 1.035 darah +4 protein +2. Urin makroskopik gross hematuria. Apakah etiologi dasar yang menyebabkan penyakit tersebut? A. Retensi Na akibat GFR menurun B. Hipoalbuminemia akibat proteinuria masif C. Ekspansi cairan ekstravaskuler akibat proteinuria D. Deposit kompleks antigen-antibodi E. Tekanan onkotik menurun karena proteinuria

Analisis Soal • Pasien datang dengan gejala yang memenuhi sindrom nefritik karena ditemukan gejala dan tanda berupa hipertensi, gross hematuria, dan edema. • Kecurigaan penyebabnya ialah glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus. Patofisiologi dasar dari penyakit ini akibat adanya kerusakan glomerolus akibat deposit imunkompleks yang diperantarai oleh hipersensitivitas tipe 3. • Pilihan A (retensi natrium akibat GFR turun) merupakan penyebab terjadinya edema pada sindrom nefritik: – kelanjutan dari kerusakan oleh imun kompleks yang menyebabkan proliferai sel-sel kapiler yang menyebabkan penyempitan lumen  GFR turun  aktivasi Renin Aldosteron  retensi natrium  retensi air  hidrostatik meningkat  edema

Mekanisme GNAPS • Terdapat 4 mekanisme yang mungkin menimbulkan GNAPS: 1. Adanya kompleks imun dengan antigen streptokokal yang bersirkulasi dan kemudian terdeposisi. 2. Deposisi dari antigen streptokokus pada membrane basal glomerulus yang berikatan dengan antibody sehingga terbentuk kompleks imun. 3. Adanya antibody terhadap antigen streptokokal yang bereaksi terhadap komponen glomerulus yang menyerupai antigen streptokokus (molecular mimicry) 4. Adanya proses autoimun

• Dari keempat mekanisme tersebut, mekanisme kedua adalah mekanisme pathogenic yang paling banyak ditemukan.

Patogenesis dan Patofisiologi Streptococcal infection Aktivasi komplemen

Komplemen serum turun

Immune injuries Proliferasi selular

Destruksi membran basal glomerulus

Lumen kapiler menyempit hematuria Aliran darah glomerular menurun GFR turun oliguria

Reabsorbsi natrium distal Retensi air dan natrium

Volume darah meningkat Edema dan hipertensi

2. An. Makibao, seorang anak laki-laki usia 9 tahun datang dengan keluhan bengkak pada kelopak mata disusul bengkak pada kedua tungkai. Selama 4 hari ini BAK dikatakan merah tanpa terasa nyeri. Dua sampai tiga minggu lalu sang anak dikatakan oleh ibunya sepat mengelukan tenggorokan sakit dan pembengkakan di leher yang terasa nyeri. Tanda vital didapatkan tekanan darah 150/90 mmHg, sedangkan napas, nadi dan suhu dbn. Bakteri apa yang kemungkinan mencetuskan penyakit yang diderita oleh An. Makibao? A. Staphylococcus Aureus B. Streptococcus pyogenes C. Pseudomonas Aureginosa D. Mycobacterium TB E. Streptococcus beta hemolitikus

Analisis Soal • Pasien datang dengan gejala yang memenuhi sindrom nefritik karena ditemukan gejala dan tanda berupa hipertensi, gross hematuria, dan edema. • Adanya infeksi tenggorokan dengan limfadenopati servikal yang nyeri sebelumnya menandakan pasien mengalami tonsilofaringitis bakterial yang biasanya disebabkan oleh Streptokokus beta hemolitikus grup A atau yang dikenal sebagai Streptokokus pyogenes. • Antigen streptokokal yang beredar dan mengendap di glomerolu mencetuskan glomerulonefritis akut pasca infeksi streptokokus pada pasien ini • Pilihan E. Strep. Beta hemolitikus kurang lengkap karena kelompok bakteri ini memiliki berbagai macam grup, bukan hanya grup A saja

GNAPS

* Streptokokus beta hemolitikus grup A = Streptococcus pyogenes.

GNAPS

3. An. Mojojojo, berjenis kelamin lelaki dengan usia 8 tahun, datang dengan keluhan seluruh tubuh bengkak yang dimulai dari kelopak mata. Pasien mengalami nyeri tenggorok, lidah kemerahan, dan ruam kulit sebelum keluhan bengkak ini terjadi. Ternyata setelah digali lebih lanjut, ibu pasien juga mengeluhkan BAK anaknya berwarna merah agak gelap. Penyakit apa yang juga terkait dengan mikroorganisme penyebab kondisi anak ini? A. Epiglotitis B. Demam skarlatina C. Impetigo bulosa D. Morbili E. Rubella

Analisis Soal • Pasien datang dengan gejala yang memenuhi sebagian kriteria sindrom nefritik karena ditemukan gejala dan tanda berupa gross hematuria, dan edema. • Adanya infeksi tenggorokan dengan strawberry tongue dan ruam kulit menandakan pasien infeksi Streptokokus beta hemolitikus grup A. • Bakteri ini bisa menyebabkan berbagai macam jenis infeksi, mulai dari tonsilofaringitis akut (TFA), scarlet fever, hingga infeksi pioderma (impetigo bulosa, ektima, erisipelas) • Gejala yang ditemukan di soal merupakan gejala TFA dengan scarlet fever/demam skarlatina

Scarlet Fever • Sindrom yang memiliki karakteristik: faringitis eksudatif, demam, dan rash. • Disebabkan oleh group Abetahemolyticstreptococci (GABHS) • Masa inkubasi 1-4 hari. • Manifestasi pada kulit diawali oleh infeksi streptokokus (umumnya pada tonsillopharynx) : nyeri tenggorokan dan demam tinggi, disertai nyeri kepala, mual, muntah, nyeri perut, myalgia, dan malaise.

• Rash : Timbul 12-48 jam setelah onset demam. Dimulai dari leher kemudian menyebar ke badan dan ekstremitas. • Pemeriksaan : Throat culture positive for group A strep • Tatalaksana : Antibiotik antistreptokokal minimal 10 hari (Eritromisin atau Penicillin G)

Scarlet Fever. http://emedicine.medscape.com/article/1053253-overview

4. Seorang anak berusia 5 tahun dibawa ibunya karena timbul benjolan submandibula serta maksila. Pada pemeriksaan histopatologi didapatkan gambaran starry sky, limfosit ukuran sedang, mitosis cukup. Apa diagnosis dari pasien? A. Ameloblastoma B. Neuroblastoma C. Burkitt limfoma D. Hodgkin limfoma E. Non-hodgkin limfoma

Analisis Soal • Benjolan pada daerah mandibula  salah satu kemungkinan penyebab adalah keganasan KGB, yaitu limfoma. • Adanya hasil histopatologi berupa starry sky  limfoma non-hodgkin berupa burkitt’s lymphoma • Ameloblastoma: keganasan yang berasal dari enamel (odontogenic), biasanya di daerah mandibula

Burkitt lymphoma • Burkitt lymphoma is a high-grade malignant lymphoma composed of germinal center B cells • Strong association with EBV. • Three clinical settings: 1.

2.

3.

Endemic. This occurs in the equatorial strip of Africa and is the most common form of childhood malignancy in this area. The patients characteristically present with jaw and orbital lesions. Involvement of the gastrointestinal tract, ovaries, kidney, and breast are also common. Sporadic. This is seen throughout the world. It affects mainly children and adolescents, and has a greater tendency for involvement of the abdominal cavity than the endemic form. Immunodeficiency-associated. This is seen primarily in association with HIV infection and often occurs as the initial manifestation of the disease. 16

Burkitt’s Lymphoma • The tumor cells are monotonous small (10-25μm) round cells. The nuclei are round or oval and have several prominent basophilic nucleoli. The chromatin is coarse and the nuclear membrane is rather thick. • The cytoplasm is easily identifiable; Mitoses are numerous, and a prominent starry sky pattern is the rule, although by no means pathognomonic. • In well-fixed material, the cytoplasm of individual cells ‘squares off’, forming acute angles in which the membranes of adjacent cells abut on each other. • Occasionally, the tumor is accompanied by a florid granulomatous reaction. • Numerous fat vacuoles in cytoplasm (Oil Red O positive)

17

Burkitt lymphoma with characterstic starry sky appearance. 18

Ameloblastoma • Tumor jinak odontogenic yang berasal dari lamina dental pada daerah mandibula • Gejala klinis khas: benjolan keras tanpa nyeri di daerah mandibula • Predileksi terutama pada area molar 3 • Pada beberapa kasus dapat juga berada di maxilla

5. Setsuka, wanita berusia 32 tahun P2A0 post melahirkan dengan DM tipe II yang tidak terkontrol. Bayi lahir dengan berat badan 5.550 gr. Pemeriksaan laboratorium yang perlu diperiksa pada bayi adalah... A.Darah rutin B. GDS C. Kolesterol D.Ureum E. Elektrolit

Analisis Soal • Bayi yang lahir dari ibu DM tidak terkontrol biasanya mengalami kondisi hiperinsulinemia sebagai mekanisme kompensasi dalam usaha mengendalikan hiperglikemia selama dalam kandungan. • Ketika dilahirkan, pasokan glukosa yang berlebihan dari ibu terputus sedang bayi hiperinsulinemia  bisa jatuh ke dalam kondisi hipoglikemia neonatal  o.k itu perlu skrining GDS pada saat lahir, 30 menit kemudian, lalu setiap 2-4 jam hingga usia 48 jam.

Hipoglikemia pada Neonatus • Hipoglikemia adalah kondisi bayi dengan kadar glukosa darah <45 mg/dl (2.6 mmol/L), baik bergejala atau tidak • Hipoglikemia berat (<25 mg/dl) dapat menyebabkan palsi serebral, retardasi mental, dan lain-lain • Etiologi – Peningkatan pemakaian glukosa (hiperinsulin): Neonatus dari ibu DM, Besar masa kehamilan, eritroblastosis fetalis – Penurunan produksi/simpanan glukosa: Prematur, IUGR, asupan tidak adekuat – Peningkatan pemakaian glukosa: stres perinatal (sepsis, syok, asfiksia, hipotermia), defek metabolisme karbohidrat, defisiensi endokrin, dsb

• Insulin dalam aliran darah fetus tidak bergantung dari insulin ibu, tetapi dihasilkan sendiri oleh pankreas bayi • Pada Ibu DM terjadi hiperglikemia dalam peredaran darah uteroplasental bayi mengatasinya melalui hiperplasia sel B langerhans yang menghasilkan insulin  insulin tinggi • Begitu lahir, aliran glukosa yang menyebabkan hiperglikemia tidak ada, sedangkan insulin bayi tetap tinggi  hipoglikemia

Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010

Pemantauan dan Skrining Hipoglikemia pada Neonatus

PPM IDAI jilid 1

6. Seorang anak perempuan 10 tahun diantar ke IGD dengan penurunan kesadaran. Pasien memiliki riwayat suntik insulin. Pasien sedang pergi berlibur dan telat mengkonsumsi insulin, pada pemeriksaan didapatkan GDS 470 mg/dL. Etiologi dari kondisi akut pasien di atas ialah.... A. Defisit insulin absolut B. Mutasi gen C. Autoimun D. Genetik E. Infeksi

Analisis Soal • Anak dengan riwayat penggunaan insulin  DM tipe I • Datang dengan penurunan kesadaran + tidak suntik insulin + GDS tinggi  komplikasi akut berupa ketoasidosis diabetikum • Penyebab KAD  kurangnya insulin dan naiknya hormon-hormon kontrainsulin seperti kortisol, epinefrin, glukagon, GH yang memicu terjadinya lipolisis  memicu penumpukan badan keton dan ketosis  akhirnya disertai dengan asidosis  KAD

KAD

Ketoasidosis Diabetikum • Diagnosis ketoasidosis diabetik ditegakkan jika terdapat:

• Manifestasi klinis • Gejala klasik DM berupa – Hiperglikemia yaitu kadar glukosa darah poliuria, polidipsi, serta >200 mg/dL (>11 mmol/L) penurunan berat badan. – Asidosis yaitu pH <7,3 dan/atau HCO3- <15 • Dehidrasi, dengan derajat mEq/L, dan yang bervariasi. – Ketonemia dan ketonuria. • Mual, muntah, nyeri perut, • Klasifkasi ketoasidosis diabetik takikardi, hipotensi, turgor – KAD ringan: pH < 7,3 atau HCO3 < 15 mEq/L kulit menurun, dan syok. – KAD sedang: pH < 7,2 atau HCO3 < 10 mEq/L • Perubahan kesadaran – KAD berat: pH < 7,1 atau HCO3 < 5 mEq/L dengan derajat yang bervariasi, mulai dari bingung sampai koma. • Pola napas Kussmaul. PPK IDAI. 2017. Ketoasidosis Diabetik dan Edema Serebri pada Diabetes Melitus Tipe-1

7. Pasien usia 2 tahun datang dengan keluhan nyeri pada tungkai. Pasien hanya diberikan ASI sampai usia 1 tahun sisanya diganti air teh dan makan nasi serta sayur. Pasien tinggal di daerah perumahan padat yang kumuh, hanya menghabiskan waktu di dalam rumah saja. Pada pemeriksaan didapatkan gambaran greenstick pada tibia. Apa penyebab kelainan tersebut ? A. Kekurangan vitamin A B. Kekurangan vitamin B C. Kekurangan vitamin C D. Kekurangan vitamin D E. Kekurangan vitamin K

Analisis Soal • Anak dengan riwayat nutrisi ASI (ASI kandungan kalsium rendah) dan pemberian makanan yang rendah kalsium (hanya teh, nasi, sayur) dan paparan sinar mentari yang kurang (tidak terjadinya konversi proVitD3 menjadi vitamin D3)  menyebabkan anak defisiensi vitamin D  lebih mudah mengalami fraktur (ps. Tersebut mengalami fraktur greenstick)

Overview Vitamin D • Sumber Vit D dr makanan alami sedikit kec. di fatty fish shg sintesis Vit D di kulit adl sumber utama • Milk, infant formula, breakfast cereals, and some other foods are fortified with synthetic vitamin D2 (ergocalciferol) • Vit D yang disintesis o/ tubuh merupakan Vit D3, sedangkan sumber dr makanan bisa berupa Vit D2 ataupun D3 • Vit D dari kulit dan makanan akan diaktivasi di hepar dan ginjal untuk menjadi kalsitriol  Target organ GI tract, ginjal dan tulang (LIHAT DIAGRAM!)

Pathways of vitamin D synthesis • The result is an increase in the serum calcium and phosphate concentrations. • 25-hydroxyvitamin D2 has a lower affinity than 25hydroxyvitamin D3 for vitamin D-binding protein. • Thus, 25-(OH)D2 has a shorter half-life than 25(OH)D3, and treatment with vitamin D2 may not increase serum total 25(OH)D levels as efficiently as vitamin D3.

Vit D Deficiency in Children • Risk factor in infants : dark skinned and exclusively breastfed beyond three to six months of age, particularly if there are additional risk factors such as maternal vitamin D deficiency during pregnancy or prematurity. • Risk factor in children who are dark skinned and on vegetarian and unusual diets, use anticonvulsant or antiretroviral medications, or those with malabsorptive conditions.

• Additional risk factors include residence at higher latitudes, winter season, and other causes of low sun exposure.

Rickets Clinical Features • GENERAL: – Failure to thrive, Unenergetic, Protuding abdomen , Muscle weakness (especially proximal), Fractures

• HEAD : – Craniotabes (Softening of cranial bones. Detected by applying pressure at the occiput or parietal bones, like pinpong ball)

– Frontal bossing, Delayed fontanelle closure, Delayed dentition; caries, Craniosynostosis

Rickets Clinical Features • CHEST – Rachitic rosary: Widening of costochondral junctions. Feels like beads of a rosary as the examiner's fingers move along the costochondral junctions from rib to rib. – Harrison groove: Horizontal depression along lower anterior chest. • Due to pulling of softened ribs by diaphragm during inspiration. • Softening of ribsimpairs air movement & predisposes to atelectasis.

– Respiratory infections and atelectasis

• BACK – Scoliosis, Kyphosis, Lordosis

• EXTREMITIES – Enlargement of wrists and ankles, Valgus or varus deformities, Anterior bowing of the tibia and femur, Coxa vara, Leg pain

Toddlers: Bowed legs (genu varum)

Older children: Knockknees (genu valgum)

Windswept deformity (combination of valgus deformity of 1 leg with varus deformity of the other leg)

Harrison groove

Anterior bowing of the tibia

Frontal bossing

Widening of wrist, knee and ankle due to physeal over growth

8. Seorang anak, 2 tahun, datang dengan gigi belum tumbuh, tidak mau minum susu, jarang keluar rumah. Terapi yang akan diberikan ialah... A. Vitamin D2 50.000 1x/bulan B. Vitamin D2 50.000 2x/bulan C. Vitamin D2 50.000 3x/bulan D. Vitamin D2 50.000 4x/bulan E. Vitamin D2 50.000 5x/bulan

Analisis Soal • Untuk kasus defisiensi vitamin D, bisa memakai dosis oral harian Vitamin D2/D3 sebanyak 2000 IU/hari selama 6-12 minggu • Alternatif oral lainnya adalah pemberian per minggu sebanyak 50.000 IU/minggu selama 6 minggu  sediaan sebanyak ini peroral jarang ditemukan (biasanya yang ditemukan adalah sediaan 1000 IU), sehingga pada pakteknya lebih sering digunakan dosis harian. • Alternatif lainnya bisa dengan Stoss therapy (lihat slide selanjutnya)

Vitamin D Deficiency Treatment • Either vitamin D2 (ergocalciferol) or vitamin D3 (cholecalciferol) may be used. – <1 month old – 1000 IU/day 3 months, followed by maintenance 400 IU/day. – 1 to 12 months old – 1000 to 2000 IU/day 3 months, followed by maintenance 400 IU/day. – 1 to 12 years – 2000 to 6000 IU/day 3 months, followed by maintenance 600 IU/day. • Alternative: 50.000 IU/week for 6 weeks

– ≥12 years old – 6000 IU/day 3 months, followed by maintenance 600 IU/day.

Vitamin D Deficiency Treatment • Stoss therapy (using Vitamin D3, not Vitamin D2)– Short-term administration of high dose vitamin D, known as "stoss therapy", is an effective alternative, and can be a good solution for patients who do not adhere to oral therapy. • Stoss therapy should not be used for young infants, and careful dosing is important to avoid risks of hypercalcemia. – Infants <3 months of age – stoss therapy not recommended – Infants 3 to 12 months of age – a single dose of 50,000 international units – Children 1 to 12 years – a single dose of 150,000 international units – Children ≥ 12 years – a single dose of 300,000 international units

Vitamin D Deficiency Treatment Calcium supplementation during treatment of Vitamin D deficiency • For patients with elevated levels of parathyroid hormone (PTH) or clinical evidence of rickets, calcium should be supplemented along with vitamin D. • This is because vitamin D replacement and a normalization of PTH levels can precipitate hypocalcemia by suppressing bone resorption and from increased bone mineralization, also referred to as the "hungry bone" syndrome. • Hence, calcium replacement is necessary along with vitamin D replacement and should be given at doses of 30 to 75 mg/kg/day of elemental calcium given in two to three divided doses for two to four weeks, until vitamin D doses have been reduced to maintenance levels of 600 to 1000 IU daily

9. Bayi Ny. Sakana, usia 2 minggu datang dengan keluhan ada benjolan pada daerah pusat. Bayi juga tampak lemas, jarang menetek. Tampak pada pemeriksaan fisik kulit kering, bayi hipotonus, perut buncit, dan makroglosi. Untuk menilai kemungkinan diagnosis pada bayi ini, kita bisa menggunakan.... A. Billewicz score B. Wayne score C. Quebec score D. Burch-Wartofsky score E. New Castle score

Analisis Soal • Neonatus usia 2 minggu dengan hernia umbilikal (benjolan pada daerah pusat), lemas, jarang menetek, kulit kering, bayi hipotonus, perut buncit, dan makroglosi  gejala ini sesuai dengan hipotiroid kongenital • Kriteria yang dipakai dalam membantu diagnosis hipotiroid kongenital adalah kriteria QUEBEC o Billewicz score: kriteria hipotiroid dewasa o Wayne score: kriteria hipertiroid o Burch-Wartofsky score: kriteria krisis tiroid o New Castle score: kriteria hipertiroid

Hipotiroid kongenital pada Anak •



Most affected infants have few or no symptoms, because their thyroid hormone level is only slightly low. However, infants with severe hypothyroidism often have a unique appearance, including: – Dull look – Puffy face – Thick tongue that sticks out This appearance usually develops as the disease gets worse. The child may also have: – Choking episodes – Constipation – Dry, brittle hair – Jaundice – Lack of muscle tone (floppy infant) – Low hairline – Poor feeding – Short height (failure to thrive) – Sleepiness Neeonatal hypothyroidism. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmedhealth/PMH0002174/ – Sluggishness

Quebec Clinical Scoring for Congenital Hypothyroid

10. Bayi usia 5 hari, dengan keluhan lemas tidak kuat menetek, sadar. PF tanda vital normal. Dilakukan pemeriksaan laboratorium didapatkan TSH naik, FT4 rendah. Kapan usia yang tepat untuk mulai pengobatan untuk mencegah kerusakan otak permanen? A. 1 bulan B. 2 bulan C. 3 bulan D. 4 bulan E. 5 bulan

Analisis Soal • Bayi lemas dan tidak kuat menetek dengan TSH tinggi dan FT4 yang rendah menandakan adanya hipotiroid kongenital. • Pada prinsipnya, setelah diagnosis hipotiroid kongenital terkonfirmasi (sebaiknya sudah terdiagnosis dalam 2 minggu), tatalaksana dengan levotiroksin harus dilakukan secepatnya, sehingga dipilih jawaban 1 bulan dibanding pilihan jawaban lainnya.

Skrining + Diagnosis Hipotiroid Kongenital • Pengambilan spesimen darah yang paling ideal adalah ketika umur bayi 48 sampai 72 jam. • Namun, pada keadaan tertentu pengambilan darah masih bisa ditolerir antara 24–48 jam (contoh: ibu pulang paksa). • Akan tetapi, sebaiknya darah tidak diambil dalam 24 jam pertama setelah lahir karena pada saat itu kadar TSH masih tinggi, sehingga akan memberikan sejumlah hasil tinggi/positif palsu (false positive). • Sampel darah diteteskan di kertas saring dan diperiksa di laboratorium • Jika kadar TSH antara ≥ 20 μU/mL , perlu pengambilan spesimen ulang (resample) atau dilakukan pemeriksaan DUPLO (diperiksa dua kali dengan spesimen yang sama, kemudian diambil nilai rata-rata). Bila pada hasil pengambilan ulang didapatkan:  Kadar TSH < 20 μU/mL, maka hasil tersebut dianggap normal.  Kadar TSH ≥ 20 μU/mL, maka harus dilakukan pemeriksaan TSH dan FT4 serum Pedoman skrining hipotiroid kongenital kemenkes 2014

Skrining + Diagnosis Hipotiroid Kongenital • Jika kadar serum neonatus TSH tinggi disertai kadar T4 atau FT4 rendah, maka dapat ditegakkan diagnosis hipotiroid (kongenital) primer. • Pengobatan dengan L-T4 diberikan segera setelah hasil tes konfirmasi di atas. • Pemberian tiroksin dikonsultasikan dengan dokter spesialis anak konsultan endokrin.

www.optimaprep.co.id

OPTIMA MEDAN

OPTIMA MEDAN

11. Seorang anak dibawa oleh ibunya dengan keluhan sesak nafas sudah sejak 3 hari yang lalu yang dirasakan semakin memberat. Pada foto radiologi terlihat gambaran "Valeculla sign." Apakah diagnosis pada anak tersebut? A.Bronkopneumoni B. Bronkiektasis C. Epiglotitis D. Asma E. Faringitis

Analisis Soal • Anak sesak nafas + radiologi vallecula sign  mengarah pada epiglotitis • Epiglotitis  infeksi bakteri pada saluran napas di daerah epiglotis disebabkan oleh H. influenza tipe B (Hib)  epiglotis bengkak dan edema (thrumprint sign) dan vallecula menjadi datar (valeculla sign) serta pica aryepiglotic menebal

Epiglotitis • Life-threatening, medical emergency due to infection with edema of epiglottis and aryepiglottic folds • Organism: Haemophilus influenzae type B: most common (bacil gram (-), needs factor X and V for growth) • Location – Purely supraglottic lesion • Associated subglottic edema in 25%

– Associated swelling of aryepiglottic folds causes stridor

• Classical triad is: drooling, dysphagia and distress (respiratory) • Abrupt onset of respiratory distress with inspiratory stridor, Sore throat, Severe dysphagia, muffled voice/hot potato voice • Older child may have neck extended and appear to be sniffing due to air hunger

Tripod sign • Pt appears anxious

• Leans forward with support of both forearms • Extends neck in an attempt to maintain an open airway

X-ray soft tissue neck • Lateral view taken in erect position only (Supine

position may close off airway)

– Enlargement of epiglottis (thumb sign) – Absence of well defined vallecula (Vallecula sign) – Thickening of aryepiglottic folds (cause for stridor) – Circumferential narrowing of subglottic portion of trachea during inspiration (25% cases) – Ballooning of hypopharynx

Red arrow = enlarged epiglottis Yellow arrow = thickened ary-epiglottic folds

X-ray diagnosis? 2-year-old boy with fever, stridor, tripoding and NO cough.

Epiglottitis • Epiglottis (E) – wide (thumblike) • Vallecula shallow • Trachea normal • Prevertebral soft tissue normal

P

E

V

C

T

Epiglottis (E) Vallecula (V) Vocal cords (C) Trachea (T) Prevertebral soft tissue (P)

12. Seorang anak perempuan berusia 5 tahun dibawa oleh ibunya dengan keluhan sesak nafas sudah sejak 5 hari yang lalu yang dirasakan semakin memberat. Pasien juga mengeluarkan air liur karena sulit menelan. Pada foto radiologi terlihat gambaran "Thumprint sign." Apakah hal yang bisa dilakukan untuk mencegah penyakit tersebut? A. Menghindari makanan pedas dan dingin B. Mendapatkan vaksinasi DTPa minimal 3 kali C. Memberikan vaksin Hib secara lengkap hingga booster D. Menghindari alergen seperti serbuk bunga dan debu E. Tidur dengan posisi berbaring miring

Analisis Soal • Anak sesak nafas + disfagia + drooling  trias gejala epiglotitis • Diagnosis epiglotitis diperjelas dengan radiologi Thumbrint sign • Epiglotitis  infeksi bakteri pada saluran napas di daerah epiglotis disebabkan oleh H. influenza tipe B (Hib)  pencegahan dengan imunisasi HiB o Mendapatkan vaksinasi DTPa minimal 3 kali  pencegahan tetanus, difteri, dan pertusis o Menghindari alergen seperti serbuk bunga dan debu  pencegahan penyakit alergi seperti rhinitis alergi dan konjungtivitis alergi o Tidur dengan posisi berbaring miring  edukasi pada pasien OSA

Jadwal Imunisasi Anak Usia 0 – 18 Tahun Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Tahun 2017 Usia Imunisasi Hepatitis B Polio BCG DTP Hib PCV Rotavirus Influenza Campak MMR Tifoid Hepatitis A Varisela HPV Japanese encephalitis Dengue Keterangan Cara membaca kolom usia : misal

Lahir 1

1 0

2 2 1

3 3 2

4 4 3

1 1 1 1

2 2

3 3 2 2

Bulan 5 6

9

12

15

18

24

3

5

6

7

Tahun 8

9

10

12

18

4

1 kali 4

5

6 (Td/Tdap)

7 (Td)

4 3 3a

4

1

2 berarti usia 2 bulan (60 hari) s.d. 2 bulan 29 hari (89 hari) Rekomendasi imunisasi berlaku mulai Januari 2017 Dapat diakses pada website IDAI (http:// idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-anak-idai.html) a Vaksin rotavirus monovalen tidak perlu dosis ke-3 (lihat keterangan) b Apabila diberikan pada remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antibodi setara dengan 3 dosis (lihat keterangan) Optimal Catch-up Booster Daerah Endemis Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel 1. Vaksin hepatit i s B (HB). Vaksin HB pertama (monovalen) paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului pemberian suntikan vitamin K1 minimal 30 menit sebelumnya. Jadwal pemberian vaksin HB monovalen adalah usia 0,1, dan 6 bulan. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin HB dan imunoglobulin hepatit i s B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Apabila diberikan HB kombinasi dengan DTPw, maka jadwal pemberian pada usia 2, 3, dan 4 bulan. Apabila vaksin HB kombinasi dengan DTPa, maka jadwal pemberian pada usia 2, 4, dan 6 bulan. 2. Vaksin polio. Apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di sarana kesehatan, OPV-0 diberikan saat bayi dipulangkan. Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3, dan polio booster diberikan OPV atau IPV. Paling sedikit harus mendapat satu dosis vaksin IPV bersamaan dengan pemberian OPV-3. 3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan, a optiml usia 2 bulan. Apabila diberikan pada usia 3 bulan atau lebih, perlu dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. 4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTPw atau DTPa atau kombinasi dengan vaksin lain. Apabila diberikan vaksin DTPa maka interval mengikuti rekomendasi vaksin tersebut yaitu usia 2, 4, dan 6 bulan. Untuk anak usia lebih dari 7 tahun diberikan vaksin Td atau Tdap. Untuk DTP 6 dapat diberikan Td/Tdap pada usia 10-12 tahun dan booster Td diberikan setia p 10 t ahun.

2 1

Ulangan 1 kali setiap tahun 3 2 Ulangan setiap 3 tahun 2 kali, interval 6 – 12 bulan 1 kali 2 atau 3 kalib

1

2 3 kali, interval 6 bulan 5. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada usia 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan; dan pada usia lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya perlu booster pada usia lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak usia di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali. 6. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14 minggu (dosis pertamaatidk diberikan pada usia > 15 minggu), dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Batas akhir pemberian pada usia 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14 minggu (dosis pertamaatidk diberikan pada usia > 15 minggu), dosis kedua dan ketiga diberikan dengan interval 4-10 minggu. Batas akhir pemberian pada usia 32 minggu. 7. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada usia lebih dari 6 bulan, diulangp setia tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunizatio n ) pada anak usia kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6-36 bulan, dosis 0,25 mL. Untuk anak usia 36 bulan a atau lebih, dosis 0,5 mL. 8. Vaksin campak. Vaksin campak kedua (18 bulan) tidk per l u diberikan apabila sudah mendapatkan MMR. 9. Vaksin MMR/MR. Apabila sudah mendapatkan vaksin campak pada usia 9 bulan, maka vaksin MMR/MR diberikan pada usia 15 bulan (minimal interval 6 bulan). Apabila pada usia 12 bulan belum mendapatkan vaksin campak, maka dapat diberikan vaksin MMR/MR. 10. Vaksin varisela. Vaksin varisela diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik pada usia sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada usia lebih dari 13 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu. 11. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV diberikan mulai usia 10 tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga kali dengan jadwal 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan jadwal 0,2,6 bulan. Apabila diberikan pada remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antib o d i setara dengan 3 dosis. 12. Vaksin Japanese encephalitis (JE). Vaksin JE diberikan mulai usia 12 bulan pada daerah endemis atau turis yang akan bepergian ke daerah endemis tersebut. Untuk perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster 1-2 tahun berikutnya. 13. Vaksin dengue. Diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0, 6, dan 12 bulan.

13. Anak usia 5 tahun datang dgn keluhan kaki bengkak. Dari pemeriksaan fisik didapatkan edema tungkai, ascites. Lab darah perifer normal, tetapi terdapat hipoalbumin, hiperkolestrolemia, proteinuria (+4). Diagnosis yang tepat ialah... A. Sindrom nefritik B. Sindrom nefrotik primer C. Sindrom nefrotik sekunder D. Sindrom nefrotik kongenital E. Sindrom metabolik

Analisis Soal • Anak dengan edema (dan asites) + hipoalbumin + hiperkolesterolemia  gejala sindrom nefrotik • Penyebab Sindrom nefrotik pada anak bisa akibat idiopatik (Primer), kongenital, dan sekunder (misal karena SLE) • Penyebab terbanyak pada kasus pediatrik adalah sindrom nefrotik primer (idiopatik)

Sindrom Nefrotik • Sindrom nefrotik (SN) adalah suatu sindrom klinik dengan gejala: – Proteinuria massif (≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/mg atau dipstik ≥ 2+) – Hipoalbuminemia ≤ 2,5 g/dL – Edema – Dapat disertai hiperkolesterolemia

• Etiologi SN dibagi 3 yaitu kongenital, primer/idiopatik, dan sekunder (mengikuti penyakit sistemik antara lain lupus eritematosus sistemik (LES), purpura Henoch Schonlein) KONSENSUS TATA LAKSANA SINDROM NEFROTIK IDIOPATIK PADA ANAK. Unit Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia

Sindrom Nefrotik •



• •

Spektrum gejala yang ditandai dengan protein loss yang masif dari ginjal Pada anak sindrom nefrotik mayoritas bersifat idiopatik, yang belum diketahui patofisiologinya secara jelas, namun diperkirakan terdapat keterlibatan sistem imunitas tubuh, terutama sel limfosit-T Gejala klasik: proteinuria, edema, hiperlipidemia, hipoalbuminemia Gejala lain : hipertensi, hematuria, dan penurunan fungsi ginjal





Di bawah mikroskop: Minimal change nephrotic syndrome (MCNS)/Nil Lesions/Nil Disease (lipoid nephrosis) merupakan penyebab tersering dari sindrom nefrotik pada anak, mencakup 90% kasus di bawah 10 tahun dan >50% pd anak yg lbh tua. Faktor risiko kekambuhan: riwayat atopi, usia saat serangan pertama, jenis kelamin dan infeksi saluran pernapasan akut akut (ISPA) bagian atas yang menyertai atau mendahului terjadinya kekambuhan, ISK

Lane JC. Pediatric nephrotic syndrome. http://emedicine.medscape.com/article/982920-overview

14. Bayi berusia 1 bulan didapatkan microcephaly dan chorioretinitis. Dari hasil CT scan kepala terdapat kalsifikasi intrakranial periventrikular. Penyebab anak mengalami hal tersebut adalah... A. Infeksi toxoplasma B. Infeksi CMV C. Infeksi herpes simplex D. Infeksi sifilis kongenital E. Infeksi rubella

Analisis Soal • Bayi dengan korioretinitis, mikrosefali, dan kalsifikasi intrakranial dicurigai mengalami Infeksi kongenital TORCH, terutama toksoplasma atau CMV • Adanya pola kalsifikasi intrakranial di area periventrikular lebih mengarahkan pada infeksi CMV congenital simtomatik (Cytomegalic Inclusion Disease) • Pola kalsifikasi intrakranial pada toksoplasma lebih bersifat difus

Clinical manifestations that are suggestive of specific congenital infections in the neonate Uptodate. 2017

Congenital toxoplasmosis • Intracranial calcifications (diffuse) • Hydrocephalus • Chorioretinitis • Otherwise unexplained mononuclear CSF pleocytosis or elevated CSF protein Congenital syphilis • Skeletal abnormalities (osteochondritis & periostitis)

Congenital rubella • Cataracts, congenital glaucoma, pigmentary retinopathy • Congenital heart disease (most commonly patent ductus arteriosus or peripheral pulmonary artery stenosis) • Radiolucent bone disease • Sensorineural hearing loss Congenital cytomegalovirus

• Thrombocytopenia

• Pseudoparalysis

• Periventricular intracranial calcifications

• Persistent rhinitis

• Microcephaly

• Maculopapular rash (particularly on palms and soles or in diaper area)

• Hepatosplenomegaly • Sensorineural hearing loss

Cytomegalic inclusion disease (CID) • Approximately 10% of infants with congenital infection have clinical evidence of disease at birth. • The most severe form of congenital CMV infection is referred to as CID. • CID almost always occurs in women who have primary CMV infection during pregnancy, although rare cases are described in women with preexisting immunity who presumably have reactivation of infection during pregnancy.

Cytomegalic Inclusion Disease (CID) • • • •

Intrauterine growth restriction, Hepatosplenomegaly, Hematological abnormalities (particularly thrombocytopenia), Various cutaneous manifestations, including petechiae and purpura (ie, blueberry muffin baby). • However, the most significant manifestations of CID involve the CNS. – – – – –

Microcephaly, ventriculomegaly, cerebral atrophy, chorioretinitis, and sensorineural hearing loss

• Intracerebral calcifications typically demonstrate a periventricular distribution and are commonly encountered using CT scanning (see the image below). – The finding of intracranial calcifications is predictive of cognitive and audiologic deficits in later life and predicts a poor neurodevelopmental prognosis.

Tissue invasive disease - infected cells are identified on H & E stain by characteristic features including a large cell nucleus with perinuclear clearing, and basophilic staining cytoplasmic inclusion bodies which are often referred to as the “owl’s eye” appearance.

15. Seorang bayi laki-laki baru dilahirkan di Rumah Sakit tampak kuning dan pucat. Dari pemeriksaan didapatkan skor APGAR 4 pada menit pertama dan 9 pada menit ke lima. Pada pemeriksaan laboratorium Hb 6 g/dL, retikulosit 12%, bilirubin total 16 mg/dL. Hal ini disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ibu dan janin, sehingga menyebabkan produksi antibodi yang mengancurkan eritrosit janin. Apakah jenis antibodi yang dapat menyebabkan hal tersebut? A. IgA B. IgM C. IgG D. IgE E. IgD

Analisis Soal • Adana anemia dan ikterik pada bayi tidak lama setelah dilahirkan memiliki salah satu penyebab berupa inkompatibilitas golongan darah ibu dan janin (biasanya karena inkompatibilitas Rh atau ABO) • Hal ini terjadi karena adanya antibodi ibu yang melewati sawar plasenta dan menyerang antigen pada permukaan eritrosit janin/bayi  menyebabkan lisis eritrosit janin • Perlu diingat, dari semua jenis imunoglobulin, yang bisa melewati sawar darah plasenta hanya IgG

Anemia Hemolisis Neonatus ec. Inkompatibilitas P E N YA K I T

KETERANGAN

Inkompatibilitas ABO

Adanya aglutinin ibu yang bersirkulasi di darah anak terhadap aglutinogen ABO anak. Ibu dengan golongan darah O, memproduksi antibodi IgG Anti-A/B terhadap gol. darah anak (golongan darah A atau B). Biasanya terjadi pada anak pertama

Inkompatibilitas Rh

Rh+ berarti mempunyai antigen D, sedangkan Rh– berarti tidak memiliki antigen D. Hemolisis terjadi karena adanya antibodi ibu dgn Rh- yang bersirkulasi di darah anak terhadap antigen Rh anak (berati anak Rh+). Jarang pada anak pertama krn antibodi ibu terhadap antigen D anak yg berhasil melewati plasenta belum banyak. Ketika ibu Rh - hamil anak kedua dgn rhesus anak Rh + antibodi yang terbentuk sudah cukup untuk menimbulkan anemia hemolisis

I N K O M PAT I B I L I TA S A B O

I N K O M PAT I B I L I TA S R H

Tidak memerlukan proses sensitisasi Butuh proses sensitisasi oleh kehamilan RH + oleh kehamilan pertama karena sdh pertama karena ibu blm punya antibodi. terbentuk IgG. Dapat terjadi pada Terjadi pada anak ke dua atau lebih anak 1 Inkompatibilitas ABO jarang sekali menimbulkan hidrops fetalis dan biasanya tidak separah inkompatibilitas Rh

Gejala biasanya lebih parah jika dibandingkan dengan inkompatibilotas ABO, bahkan hingga hidrops fetalis

Risiko dan derajat keparahan tidak meningkat di anak selanjutnya

Risiko dan derajat keparahan meningkat seiring dengan kehamilan janin Rh (+) berikutnya, kehamilan kedua menghasilkan bayi dengan anemia ringan, sedangkan kehamilan ketiga dan selanjutnya bisa meninggal in utero

apusan darah tepi memberikan gambaran banyak spherocyte dan sedikit erythroblasts

pada inkompatibilitas Rh banyak ditemukan eritoblas dan sedikit spherocyte

16. Seorang bayi lahir menangis spontan dbn semua tapi status HbsAg ibu belum diketahui. Bagaimana pemberian imunisasi Hep B? A. Tunda, cek HbsAg ibu tunda sampai 1 bulan B. Tunda, cek HbsAg bayi jika positif suntik HBIG C. Tunda, cek HbsAg bayi jika negatif suntik HBIG dan hep B aktif D. Tunda, cek HbsAg ibu, suntik HBIG /hep B aktif dalam 12 hari E. Suntik hep B aktif, kemudian cek HbsAg ibu jika positif suntik HBIG dalam 7 hari

Analisis Soal • Semua bayi cukup bulan, baik yang lahir dari ibu HbsAg (-), (+), ataupun yang status HbsAg belum diketahui harus diberikan vaksin HepB setelah penyuntikan vitamin K supaya bayi membentuk kekebalan thd virus Hep B secara aktif (bayi membentuk sendiri antibodi thd HepB ) Otomatis pilihan jawaban A-D SALAH • Jika yang awalnya status HbsAg ibu belum diketahui ternyata positif, bayi perlu diberikan HBIG sebagai bentuk kekebalan segera (pasif) untuk melindungi bayi dari infeksi virus Hep B yang mungkin telah masuk ke dalam tubuh janin (kekebalan yang terbentuk secara aktif dari vaksin memakan waktu, ditakutkan tidak sempat menetralisir virus yang telah masuk)

Imunisasi pada Anak dengan Ibu Penderita Hepatitis B • Tujuan utama imunisasi hepatitis B (HB) ialah untuk mencegah terjadinya hepatitis kronik serta karier dan bukan untuk menyembuhkan hepatitis akut atau infeksi oleh virus HB (VHB) • Indonesia adalah negara dengan angka prevalensi HB berkisar antara 5 – 20 %  endemisitas sedang sampai tinggi • Transmisi vertikal HB 48 %  imunisasi harus diberikan segera setelah lahir • Dosis dan jadwal imunisasi HB diberikan berdasarkan status HBsAg ibu

Bayi lahir dari ibu dengan status HBsAg yang tidak diketahui : • Diberikan vaksin rekombinan (10 mg) secara intramuskular, dalam waktu 12 jam sejak lahir. • Dosis ke dua diberikan pada umur 1-2 bulan dan dosis ke tiga pada umur 6 bulan (jika monovalen). • Apabila pada pemeriksaan selanjutnya diketahui HbsAg ibu positif, segera berikan 0,5 ml imunoglobulin anti hepatitis (HBIG) (sebelum usia 1 minggu).

Bayi lahir dari ibu dengan HBsAg positif: • Dalam waktu 12 jam setelah lahir, secara bersamaan diberikan 0,5 ml HBIG dan vaksin rekombinan secara intramuskular di sisi tubuh yang berlainan. • Dosis ke dua diberikan 1-2 bulan sesudahnya, dan dosis ke tiga diberikan pada usia 6 bulan (jika monovalen)

• Bayi prematur, termasuk bayi berat lahir rendah, tetap dianjurkan untuk diberikan imunisasi, sesuai dengan umur kronologisnya dengan dosis dan jadwal yang sama dengan bayi cukup bulan

17. Seorang anak laki-laki berusia 8 tahun diantar ibunya ke Puskesmas dengan keluhan diare lebih dari 2 minggu. Keluhan kadang diselingi kesulitan buang air besar. Penderita juga mengeluh kembung dan nyeri ulu hati. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan pada regio epigastrium dan bising usus meningkat. Tinja berwarna pucat, disertai lendir dan lemak. Hasil pemeriksanaan feses mikroskopis menunjukkan adanya mikroorganisme berbentuk seperti jambu mete pipih dorso-ventral dengan 2 inti, 4 pasang flagela dan 2 benda parabasal. Apakah diagnosis yang paling tepat pada pasien ini? A. Balantidiasis B. Giardiasis C. Amebiasis D. Metagoimiasis E. Heteropiasis

Analisis Soal • Anak dengan gejala diare lendir dan lemak + parasit berbentuk jambu mete dengan 2 nukleus dan badan parabasal serta 4 pasang flagel mengarahlan diagnosis pada infeksi giardiasis oleh giardia lamblia o Balantidiasis: asimtomatik hingga diare berdarah, mikroskopik: tropozoit/ kista dengan makronukleus dan mikronukleus serta vakuol kontraktil. Alat gerak tropozoitnya disebut cilia o Amebiasis : penyebab disentri amuba o.k E. Histolytica, mikroskopik: tropozoit bentuk tidak teratur dengan central chromosome dan kromatin tersusun di perifer, berisi eritrosit, alat gerak disebut pseudopodia o Metagonimiasis: infeksi cacing trematoda (fluke) terkecil yang menyerang manusia ( spesiesnya disebut Metagonimus Yokagawai). Gejala: diare dan nyeri abdomen o Heteropiasis: infeksi cacing trematoda (fluke) (spesiesnya disebut Heterophyes heterophyes). Gejala: diare dan nyeri abdomen

Giardiasis Anerior membulat

Trofozoit Kista Trofozoit: - Pear shaped Flagel Inti - Sepasang nukleusseperti mata - Pada bagian ventral Posterior tajam terdapat alat isapuntuk menempel di mukosa usus

Giardiasis • Etiologi: Giardia interstinalisdikenal sebagai Giardia lamblia (protozoa) • Gejala klinis:  Dapat asimptomatik  Diare bisa menjadi akut/kronik Ekskresi lemak meningkatsteatorrhea

Akut: berbau, mual, distensi abdomen, demam, tidak ada darah dalam tinja

Kronik: nyeri dan distensi abdomen, tinja berlendir, dan BB turun

• Terapi: DOC: metronidazole 3x250 mg selama 5-7hari (anak: 3x15 mg/kgBB selama 5 hari) Alternatif: Tinidazole 2 gr PO SD (anak: 50 mg/kgBB PO SD)

18. Pasien anak laki-laki, 7 tahun dibawa oleh ibunya datang dengan keluhan terlihat lebih kecil dari anak seusianya, belum mimpi basah. Ayah pasien dulunya memiliki keluhan yang sama, ibu pasien mens pada usia 15 tahun. Pada pemeriksaan tanda vital dbn, pemfis tidak di temukan pertumbuhan kumis, tidak di temukan pertumbuhan payudara, tidak ditemukan pertumbuhan bulu ketiak, tidak ada bulu pubis, skrotum dan penis lebih kecil dari anak seusianya. Pemeriksaan penunjang awal pada pasien ini adalah... A. Growth Hormon B. Bone age C. USG abdomen D. USG genital E. Urin lengkap

Analisis Soal • Pada soal, anak 7 tahun dibawa dengan keluhan lebih kecil dari anak seusianya, sehingga diperkirakan anak memiliki perawakan pendek. • Ternyata dari pemeriksaan tidak ditemukan adanya tanda-tanda pubertas dini, tetapi ukuran penis dan testis leih kecil dari normal • Pada kasus anak dengan perawakan pendek, ada variasi fisiologis berupa Familial short stature dan Constitutional delay of growth and puberty • Pada soal disebutkan ayah pasien dulunya memiliki keluhan yang sama, ibu pasien mens pada usia 15 tahun (pubertas terlambat karena lebih dari usia 13 tahun)  mengarahkan pada Constitutional delay of growth and puberty • Salah satu pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan ialah Bone age pada Constitutional delay of growth and puberty akan ditemukan Bone age terlambat (tetapi masih sesuai dengan height age)

Perawakan Pendek

Anamnesis Perawakan Pendek

Variasi Normal Perawakan Pendek Yang Fisiologis • Familial short stature – – – – –

Pertumbuhan selalu dl bawah persentil 3 Kecepatan pertumbuhan normal Umur tulang (bone age) normal Tinggi badan kedua orangtua pendek Tinggi akhir di bawah persentil 3

• Constitutional delay of growth and puberty – Perlambatan pertumbuhan linier pada tiga tahun pertama kehidupan – Pertumbuhan linier normal atau hamplr normal pada saat prapubertas dan selalu berada di bawah persentil 3 – Bone age terlambat (tetapi masih sesuai dengan height age) – Maturasi seksual terlambat – Tinggi akhir pada umumnya normal – Pada umumnya terdapat riwayat pubertas terlambat dalam keluarga

Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Pemeriksaan Penunjang

Tatalaksana Perawakan Pendek

19. Seorang anak laki-laki usia 4 tahun datang dengan keluhan demam 3 hari disertai batuk. Anak tidak mau makan. BB 12 kg, lingkar lengan 10 cm. Tatalaksana yang tepat dari pilihan di bawah ialah... A. Periksa Hb B. Rujuk C. Rawat jalan dan edukasi D. Modisko E. Foto rontgen thoraks

Analisis Soal • Anak usia 4 tahun pada soal memiliki lingkar lengan atas 10 cm  sudah termasuk ke dalam kriteria gizi buruk (LILA < 11,5 cm untuk usia 6-59 bulan) • Anak ini ditambah dengan keluhan tidak mau makan  anoreksia  merupakan tanda komplikasi medis • Gizi buruk + tanda komplikasi medis  rawat inap di RS/ puskes dengan fasilitas rawat inap

Kriteria Gizi Kurang dan Gizi Buruk • Z-score → menggunakan kurva WHO weight-forheight • <-2 – moderate wasted • <-3 – severe wasted  gizi buruk

• Lingkar Lengan Atas < 11,5 cm

• BB/IBW (Ideal Body Weight) → menggunakan kurva CDC • ≥80-90%  mild malnutrition • ≥70-80%  moderate malnutrition • ≤70%  severe malnutrition  Gizi Buruk

20. Anak usia 5 tahun datang ke puskesmas diantar oleh ibunya dengan keluhan pertumbuhan tidak sesuai dengan usianya, rewel dan tidak mau makan. Pada PF ditemukan rambut tipis berwarna merah mudah dicabut, kulit kering, hipotrofi otot. Diagnosis yang tepat pada pasien ini adalah... A. Marasmus B. Kwashiorkor C. Defisiensi Fe D. Defisiensi Vitamin A E. Defisiensi vitamin B12

Analisis Soal • Anak dengan rambut tipis berwarna merah mudah dicabut, kulit kering, hipotrofi otot  merupakan ciri klinis kwashiorkor • Marasmus: baggy pants, wajah spt orang tua, iga gambang, kulit kendur, atrofi otot

Marasmus  wajah seperti orang tua  kulit terlihat longgar  tulang rusuk tampak terlihat jelas  kulit paha berkeriput  terlihat tulang belakang lebih menonjol dan kulit di pantat berkeriput ( baggy pant )

Kwashiorkor  edema  rambut kemerahan, mudah dicabut  kurang aktif, rewel/cengeng  pengurusan otot  Kelainan kulit berupa bercak merah muda yg meluas & berubah warna menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)

Marasmik-kwashiorkor • Terdapat tanda dan gejala klinis marasmus dan kwashiorkor secara bersamaan

OPTIMA MEDAN

OPTIMA MEDAN

OPTIMA MEDAN

21. Anak laki-laki, 12 tahun, sesak sejak 2 hari. Tidak ada kebiruan. BB tidak mau naik dan anak tidak nafsu makan. PF: TD 110/70 N: dbn, RR: 55x/menit, suhu: dbn. Terdapat murmur ejeksi sistolik grade II/6 di SIC 2-3 linea parasternal sinistra, hepatosplenomegali (+), edem tungkai +/+ Ro thorax kardiomegali. Diagnosis pada pasien ini adalah... A. Gagal jantung kongestif B. Gagal jantung kanan C. Gagal jantung kiri D. Syok kardiogenik E. VSD dengan sindrom Eisenmenger

Analisis Soal • Anak laki-laki, 12 tahun, sesak, tidak ada kebiruan, BB tidak mau naik dan anak tidak nafsu makan  gejala umum PJB asianotik • murmur ejeksi sistolik grade II/6 di SIC 2-3 linea parasternal sinistra  ASD (murmor terjadi akibat aliran darah di ventrikel kanan yang berlebihan mengalami turbulensi ketika melewati katup pulmonal) • RR: 55x/menit  takipnea + keluhan dispnea  gejala kongesti jantung kiri • Hepatosplenomegali (+), edem tungkai +/+  gejala kongesti jantung kanan • Kesimpulan pasien mengalami gagal jantung kongestif (baik kiri maupun kanan) karena PJB ASD yang tidak dikoreksi

Atrial Septal Defect

Gagal Jantung

22. Anak laki-laki berusia 12 tahun dibawa ke rumah sakit dengan penurunan kesadaran sejak 1 hari yang lalu. Sebelumnya pasien mengalami demam dan keluarnya cairan warna kuning kental dari telinga selama 4 hari. Tanda vital didapatkan suhu 39oC, lainnya normal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pasien somnolen-sopor, refleks pupil (+), Brudzinski (+), kernig (+). Apakah diagnosis kerja pasien ini? A. Meningoencephalitis B. Encephalitis C. Tumor otak D. Stroke hemoragik E. Stroke iskemik

Analisis Soal • Anak dengan penurunan kesadaran sejak 1 hari yang lalu + demam dgn tanda infeksi otitis media  infeksi SSP • Brudzinski (+), kernig (+)  tanda rangsang meningeal +  meningitis • Penurunan kesadaran  infeksi sudah mencapai parenkim otak  ensefalitis • Kesimpulan: pasien mengalami meningoensefalitis sebagai komplikasi dari otitis media

Meningitis & ensefalitis • Meningitis – Meningitis bakterial: E. coli, Streptococcus grup B (bulan pertama kehidupan); Streptococcus pneumoniae, H. influenzae, N. meningitidis (anak lebih besar) – Meningitis viral: paling sering pada anak usia < 1 tahun. Penyebab tersering: enterovirus – Meningitis fungal: pada imunokompromais – Gejala klasik: demam, sakit kepala hebat, tanda rangsang meningeal (+).

• Ensefalitis: inflamasi pada parenkim otak – Penyebab tersering: ensefalitis viral – Gejala: demam, sakit kepala, defisit neurologis (penurunan kesadaran, gejala fokal, kejang)

• Meningoensefalitis: inflamasi pada meningens dan parenkim otak Hom J. Pediatric meningitis and encephalitis. http://emedicine.medscape.com/article/802760-overview

Pemeriksaan Penunjang • Darah perifer lengkap dan kultur darah • Gula darah dan elektrolit jika terdapat indikasi • Pungsi lumbal untuk menegakkan diagnosis dan menentukan etiologi – Pada kasus berat sebaiknya ditunda – Kontraindikasi mutlak : Terdapat gejala peningkatan tekanan intrakranial – Diindikasikan pada suspek meningitis, SAH, dan penyakit SSP yang lain (eg. GBS)

• CT Scan dengan kontras atau MRI pada kasus berat, atau dicurigai adanya abses otal, hidrosefalus, atau empiema subdural • EEG jika ditemukan perlambatan umum

23. Seorang anak perempuan usia 16 tahun belum menstruasi, memiliki kakak perempuan yang sudah menarche di usia 12 tahun, TB: 127 cm, BB: 50 kg pasien mengatakan aktivitas biasa saja. Untuk mengetahui penyebab kondisi pasien pemeriksaan yang diperlukan…. A. Estrogen B. Progesteron C. Prolactin D. FSH E. Tirosin

Amenorea Primer

Hunter TM. Heiman DL. Amenorrhea. Am Fam Physician.

• Pada soal di atas, diagnosis pasien mengarahkan pada amenorhea primer, di mana pasien tidak mengalami haid hingga usia 16 tahun. • Amenorhea sekunder  terhentinya haid setelah menarkhe. • Pemaparan pada soal berupa perawakan pendek tanpa gangguan aktivitas harian mengarahkan pada dugaan Sindrom Turner yang mempunyai ciri khas disgenesis ovarium dengan amenorrhea primer serta infertilitas.

Disfungsi Aksis H-P-G

• Berdasarkan algoritma pemeriksaan amenorhea primer, yang dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa kadar FSH dan LH untuk membedakan etiologi antara: – hipogonadotropik hipogonadisme  Tumor SSP, penyakit kronis (CKD, Chronic Liver Disease, Diabetes, Imunodefisiensi, Penyakit Tiroid), Kallmann Syndrome – hipergonadotropik hipogonadisme  Turner Syndrome, Premature Ovarian Failure Hunter TM. Heiman DL. Amenorrhea. Am Fam Physician.

Hunter TM. Heiman DL. Amenorrhea. Am Fam Physician.

Hunter TM. Heiman DL. Amenorrhea. Am Fam Physician.

24. Seorang bayi usia 3 hari dibawa ibunya dengan keluhan badan kaku, malas menetek, rewel. Pemeriksaan fisik ditemukan postur anak melengkung seperti busur panah, dan kemerahan di sekitar umbilicus, berbau. Ada diagnosisnya? A. Tetanus neonatorum B. Tetanus fokal C. Meningitis D. Menioencephalitis E. Tetanus sefalik

Analisis Soal • Bayi usia 3 hari dibawa ibunya dengan keluhan badan kaku dengan postur anak melengkung seperti busur panah  opistotonus + sumber infeksi di sekitar umbilicus (kemerahan dan berbau)  kecurigaan ke arah tetanus neonatorum

4 Macam Manifestasi klinis Tetanus •

Tetanus lokal – kekakuan dan spasme yang menetap disertai rasa sakit pada otot disekitar atau proksimal luka. – Tetanus lokal dapat berkembang menjadi tetanus umum.



Tetanus sefalik – Bentuk tetanus lokal yang mengenai wajah dengan masa inkubasi 1-2 hari, yang disebabkan oleh luka pada daerah kepala atau otitis media kronis. – Gejalanya berupa trismus, disfagia, rhisus sardonikus dan disfungsi nervus kranial. – Tetanus sefal jarang terjadi, dapat berkembang menjadi tetanus umum dan prognosisnya biasanya jelek.



Tetanus umum/generalisata – Gejala klinis dapat berupa berupa trismus, iritable, kekakuan leher, susah menelan, kekakuan dada dan perut (opistotonus), rasa sakit dan kecemasan yang hebat serta kejang umum yang dapat terjadi dengan rangsangan ringan seperti sinar, suara dan sentuhan dengan kesadaran yang tetap baik.



Tetanus neonatorum – Tetanus yang terjadi pada bayi baru lahir, disebabkan adanya infeksi tali pusat, Gejala yang sering timbul adalah ketidakmampuan untuk menetek, kelemahan, irritable. – kekakuan dan spasme dan posisi tubuh klasik: trismus, kekakuan pada otot punggung menyebabkan opisthotonus yang berat dengan lordosis lumbal. – Bayi mempertahankan ekstremitas atas fleksi pada siku dengan tangan mendekap dada, pergelangan tangan fleksi, jari mengepal, ekstremitas bawah hiperekstensi dengan dorsofleksi pada pergelangan dan fleksi jari-jari kaki.

Tatalaksana tetanus neonatorum • Ruang isolasi karena suara dan cahaya dapat menimbulkan serangan kejang. • Diazepam 10 mg/kg/hari secara IV dalam 24 jam atau bolus IV setiap 3-6 jam (0,10,2 mg/kg per kali), maksimum 40 mg/kg/hari • Human tetanus imunoglobulin 500 U IM atau Antitoksin Tetanus Serum 5000 U IM • TT 0.5 ml IM di tempat yang berbeda dengan situs injeksi HTIG/ATS • Metronidazol 30 mg/kg/hari dengan interval setiap 6 jam selama 7-10 hari atau penisilin prokain 100.000 U/kg dosis tunggal selama 7-10 hari • Berikan pengobatan untuk infeksi lokal tali pusat • Bila terjadi spasme berulang atau gagal napas, rujuk ke RS dengan NICU • Langkah promotif/preventif : – Pelaksanaan Pelayanan Neonatal Esensial, lakukan pemotongan tali pusat secara steril – Tidak mengoles atau menabur sesuatu yang tidak higienis pada tali pusat – Bila sudah terjadi infeksi tali pusat, berikan pengobatan yang tepat dengan antibiotik lokal dan sistemik jika diperlukan

Perawatan penunjang • • • •

Tirah baring, Oksigen, bersihkan jalan nafas secara teratur, Cairan infus dan diet per sonde Monitoring kesadaran, TTV, trismus, asupan / keluaran, elektrolit • Konsultasikan ke bagian lain bila perlu.

25. Seorang anak, 15 tahun, dibawa ke UGD RS karena penurunan kesadaran. 3 jam yang lalu pasien kejang, 3 kali dalam 30 menit. Setelah kejang pasien tidak sadar. Pasien memiliki riwayat meminum obat kejang, namun 3 hari yang lalu berhenti meminum obat tersebut. Saat ini pasien kesadaran koma, TD 100/80, HR 80x/menit, RR 18x/menit, suhu 39.3°C. Diagnosis pasien ini adalah… A. Demam tifoid B. Kejang demam kompleks C. Epilepsi D. Status epileptikus E. Meningoencephalitis

Analisis Soal • Pasien 15 tahun memiliki riwayat meminum obat kejang, namun 3 hari yang lalu berhenti meminum obat tersebut  kemungkinan pasien menderita epilepsi • Sudah kejang 3 kali dalam 30 menit tanpa pengembalian kesadaran  pasien mengalami status epileptikus (stadium menetap/ established)

Status Epileptikus • Definisi Status epileptikus (SE) adalah bangkitan yang berlangsung lebuh dari 30 menit, atau adanya dua bangkitan atau lebih dan diantara bangkitan-bangkitan tadi tidak terdapat pemulihan kesadaran. • Namun demikian penanganan bangkitan konvulsif harus dimulai bila bangkitan konvulsif sudah berlangsung lebih dari 5-10 menit. • SE merupakan keadaan kegawatdaruratan yang memerlukan penanganan dan terapi segera guna menghentikakn bangkitan (dalam waktu 30 menit). • Dikenal dua tipe SE; SE konvusif (terdapat bangkitan motorik) dan SE non-konfusif (tidak terdapat bangkitan motorik).

Status Epileptikus • Definisi Operasional Status Epileptikus Konvulsif • Status epileptikus konvulsif adalah bangkitan dengan durasi lebih dari 5 menit, atau bangkitan berulang 2 kali atau lebih tanpa pulihnya kesadaran diantara bangkitan. • Definisi Status Epileptikus Nonkonvulsif • Status epileptikus nonkonvulsif adalah sejumlah kondisi saat aktivitas bangkitan elektrografik memanjang (EEG status) dan memberikan gejala klinis nonmotorik termasuk perubahan perilaku atau “ awareness”. • Berdasarkan durasi: – SE Dini (5-30 menit) – SE menetap/ Established (>30 menit) – SE Refrakter (bangkitan tetap ada setelah mendapat dua atau tiga jenis antikonvulsan awal dengan dosis adekuat )

26. Anak perempuan berusia 4 tahun dibawa ibunya ke RS dengan keluhan kejang 30 menit lalu. Kejang berlangsung 10 menit. Tiga hari sebelumnya, pasien demam dan kejang selama 3 menit yang kemudian berhenti spontan. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan nadi 115 kali/menit, napas 24 kali/menit, suhu 39,5oC, berat badan 16 kg. Pasien sudah dipasang akses intravena. Jika pasien kejang lagi di RS, obat yang sebaiknya diberikan adalah… A. Diazepam rektal 5 mg B. Diazepam intravena 5 mg C. Diazepam intravena 10 mg D. Fenitoin intravena 25 mg E. Fenitoin oral 25 mg

Analisis Soal • Berdasarkan alur tatalaksana Kejang Akut dan Status Epileptikus pada Anak (IDAI, 2016), di rumah sakit, pengobatan awal untuk menghentikan kejang anak adalah Diazepam IV atau midazolam Buccal/IM • Pada soal sdh terpasang akses intravena  memekai diazepam IV • Dosis diazepam IV anak ialah 0,2-0,5 mg/kgBB maksimal 10 mg • Perkiraan berat badan anak berdasarkan rumus Pediatric Anvanced Life Support ataupun Nelson (2n+8) ialah (2x4)+8= 16 kg • Kebutuhan diazepam IV anak tsb: 16 x 0,2 s.d 16 x 0,5 mg = 3,2 – 8 mg • Jawaban yang tepat ialah Diazepam IV 5 mg

Algoritma tata laksana kejang akut dan status epileptikus berdasarkan Konsensus UKK Neurologi IDAI 2016

Keterangan • • •

Diazepam IV: 0,2 - 0,5 mg/kg IV (maksimum 10 mg) dalam spuit, kecepatan 2 mg/menit. Bila kejang berhenti sebelum obat habis, tidak perlu dihabiskan. Fenobarbital: pemberian boleh diencerkan dengan NaCl 0,9% 1:1 dengan kecepatan yang sama Midazolam buccal: dapat menggunakan midazolam sediaan IV/IM, ambil sesuai dosis yang diperlukan dengan menggunakan spuit 1 cc yang telah dibuang jarumnya, dan teteskan pada buccal kanan, selama 1 menit. Dosis midazolam buccal berdasarkan kelompok usia; – – – –



• •

2,5 mg (usia 6 – 12 bulan) 5 mg (usia 1 – 5 tahun) 7,5 mg (usia 5 – 9 tahun) 10 mg (usia ≥ 10 tahun)

Tapering midazolam infus kontinyu: Bila bebas kejang selama 24 jam setelah pemberian midazolam, maka pemberian midazolam dapat diturunkan secara bertahap dengan kecepatan 0,1 mg/jam dan dapat dihentikan setelah 48 jam bebas kejang. Midazolam: Pemberian midazolam infus kontinyu seharusnya di ICU, namun disesuaikan dengan kondisi rumah sakit Bila pasien terdapat riwayat status epileptikus, namun saat datang dalam keadaan tidak kejang, maka dapat diberikan fenitoin atau fenobarbital 10 mg/kg IV dilanjutkan dengan pemberian rumatan bila diperlukan.

Pediatric Weight Estimation Formula

NELSON FORMULA

27. Seorang anak usia 10 tahun datang dgn keluhan kelemahan di keempat ekstremitas secara tiba-tiba. Sebelumnya didahului demam. Pasien mengeluhkan kelemahan anggota gerak disertai gangguan bernafas. Diagnosis yg tepat pada kasus ini A. Acute poliomyelitis tipe spinal B. Acute poliomyelitis tipe bulbar C. Acute poliomyelitis tipe bulbospinal D. Acute poliomyelitis tipe periodic E. Acute poliomyelitis tipe intermittent

Analisis Soal • Anak dengan acute placcid paralysis  salah satu penyebabnya ialah poliomielitis • PF: berupa kelemahan anggota gerak  mengenai spinal + disertai gangguan bernafas  mengenai bulbar  poliomielitis bulbospinal

Polio • Poliomyelitis adalah penyakit menular yang diakibatkan oleh infeksi virus • Predileksi virus ada kornu anterior massa kelabu medulla spinalis dan batang otak • Tipe polio – Polio paralitik • Polio spinal • Polio bulbar • Polio bulbospinal

Tipe polio paralitik • Polio spinal – Tipe poliomielitis paralisis yang paling sering akibat invasi virus pada motor neuron di kornu anterior medula spinalis yang bertanggung jawab pada pergerakan otot-otot, termasuk otototot interkostal, trunkus, dan tungkai. – Kelumpuhan maksimal terjadi cukup cepat (2-4 hari), dan biasanya timbul demam serta nyeri otot. – Virus dapat merusak otototot pada kedua sisi tubuh, tetapi kelumpuhannya paling sering asimetris. – Kelumpuhan seringkali lebih berat di daerah proksimal dari pada distal

• Polio bulbar – Polio bulbar Terjadi kira-kira 2% dari kasus polio paralitik. – Poliovirus menginvasi dan merusak sarafsaraf di daerah bulbar batang otak. – Destruksi saraf-saraf ini melemahkan otototot yang dipersarafi nervus kranialis, menimbulkan gejala ensefalitis, dan menyebabkan susah bernafas, berbicara, dan menelan – Akibat gangguan menelan, sekresi mukus pada saluran napas meningkat, yang dapat menyebabkan kematian

Tipe polio paralitik • Polio bulbospinal – Kira-kira 19% dari semua kasus polio paralitik yang memberikan gejala bulbar dan spinal – Subtipe ini dikenal dengan polio respiratori atau polio bulbospinal. – Poliovirus menyerang nervus frenikus, yang mengontrol diafragma untuk mengembangkan paru-paru dan mengontrol otot-otot yang dibutuhkan untuk menelan. https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/biomedik/article/viewFile/9327/8901

28. Anak perempuan usia 4 tahun dibawa dengan keluhan berat badan tidak naik-naik. Pada anamnesis dan pemeriksaan didapatkan temuan batuk 4 minggu, demam 3 minggu naik turun, kontak TB (-), mantoux 10 mm, KGB (-), BB kurang, radiologi normal, widal (-). Tatalaksana yang diberikan ialah... A. Terapi profilaksis INH B. Terapi broadspectrum AB, lanjut evaluasi C. Terapi OAT RHZ selama 2 bulan, lanjut evaluasi, jika ada perbaikan, hentikan OAT D. Terapi OAT RHZ selama 2 bulan, lanjutkan dengan RH selama 4 bulan E. Lakukan observasi per bulan tanpa memberikan obat

Analisis Soal • Anak perempuan usia 4 tahun dibawa dengan keluhan berat badan tidak naik-naik  salah satu gejala TB paru (t.u setelah dicoba tatalaksana keluhan tsb tetap tidak ada perbaikan) • Di soal terdapat data untuk melakukan skoring TB (pastikan dulu ada atau tidak px BTA/TCM anak) – – – – – – –

batuk 4 minggu  1 demam 3 minggu naik turun  1 kontak TB (-)  0 mantoux 10 mm  3 KGB (-)  0 BB kurang  1 radiologi normal  0

• TOTAL SKOR 6  TB ANAK KLINIS  pengobatan dengan regimen 2 bulan HRZ dilanjutkan 4 bulan RH

ALUR DIAGNOSIS TB ANAK

Sistem Skoring

Petunjuk Teknis Manajemen TB Anak. 2016. Depkes.

29. Pasien anak usia 2 tahun mengeluhkan sesak nafas dan batuk seperti menggonggong. Pasien tampak gelisah. Pada PF di dapatkan nadi 136x/menit, RR 30x/menit, terdapat stridor inspirasi, retraksi epigastric. Struktur apa yang paling sering terkena pada penyakit tersebut? A. Faring dan tonsil B. Laring dan bronkus C. Faring dan laring D. Laring dan trakea E. Trakea dan bronkus

Analisis Soal • Pasien anak usia 2 tahun mengeluhkan sesak nafas gelisah, stridor inspirasi, retraksi epigastrik + batuk seperti menggonggong  CROUP • Croup bisa mengenai struktur laring, trakea, bronkus, terkadang bisa sampai parenkim paru • Struktur yang paling sering terkena ialah laring dan trakea (laringotrakeitis)

Croup • “Croup” is a generic term encompassing a heterogeneous group of illnesses affecting the larynx, trachea, and bronchi • croup generally affects the larynx and trachea, although this illness may also extend to the bronchi. • Laryngotracheitis, laryngotracheobronchitis, laryngotracheobronchopneumonitis, and spasmodic croup are included in the croup syndrome. • In children with croup, upper airway obstruction causes a barking cough(a seal-like barking cough), a hoarse voice, inspiratory stridor, and varying degrees of respiratory distress.

Klasifikasi dan Penatalaksanaan Ringan • Gejala: – – – –

Demam Suara serak Batuk menggonggong Stridor bila anak gelisah

• Terapi: – Rawat jalan – Pemberian cairan oral, ASI/makanan yang sesuai – Simtomatik

Berat • Gejala: – Stridor saat istirahat – Takipnea – Retraksi dinding dada bagian bawah

• Terapi: – Steroid (dexamethasone) dosis tunggal (0,6 mg/kg IM/PO) dapat diulang dalam 6-24 jam – Epinefrin 1:1000 2 mL dalam 23 mL NS, nebulisasi selama 20 menit

WHO. Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit. WHO; 2008.

30. Pasien anak usia 2 tahun mengeluhkan demam, sesak nafas dan batuk seperti menggonggong. Pasien tampak gelisah. Pada PF di dapatkan nadi 136x/menit, RR 44x/menit, terdapat stridor inspirasi. Pemeriksaan radiologis apakah yang sebaiknya dilakukan? A. CT scan leher B. MRI leher C. Foto Ro neck soft tissue AP D. Foto Ro neck soft tissue Lateral E. USG leher

Analisis Soal • Pasien anak usia 2 tahun mengeluhkan sesak nafas, gelisah, takipnea, stridor inspirasi, retraksi epigastrik + batuk seperti menggonggong  CROUP • Pemeriksaan radiologis croup biasanya ditujukan untuk mencari steeple/pencilpoint/ wine bottle sign; yang terlihat dari foto jaringan lunak leher AP • Foto Ro neck soft tissue Lateral  untuk kasus epiglotitis

Pemeriksaan Penunjang Croup • Croup is primarily a clinical diagnosis • Laboratory test results rarely contribute to confirming this diagnosis. The complete blood cell (CBC) count may suggest a viral cause with lymphocytosis • Radiography : verify a presumptive diagnosis or exclude other disorders causing stridor. – The anteroposterior (AP) radiograph of the soft tissues of the neck classically reveals a steeple sign (also known as a pencil-point sign or wine bottle sign), which signifies subglottic narrowing – Lateral neck view may reveal a distended hypopharynx (ballooning) during inspiration

• Laryngoscopy is indicated only in unusual circumstances (eg, the course of illness is not typical, the child has symptoms that suggest an underlying anatomic or congenital disorder)

Steeple sign

OPTIMA MEDAN

OPTIMA JAKARTA

OPTIMA JAKARTA

31. Pasien anak usia 1 tahun mengeluhkan sesak nafas dan batuk "seal-like barking". Pasien tampak sakit sedang. Pada PF di dapatkan nadi 120x/menit, RR 55x/menit, terdapat stridor inspirasi, retrakasi epigastric. Penyebab tersering dari penyakit anak tersebut ialah.... A. Adenovirus B. Rhinovirus C. Parainfluenza virus tipe 1 dan 3 D. Parainfluenza virus tipe 1 dan 2 E. Enterovirus

Analisis Soal • Anak sesak napas, takipnea, stridor inspirasi (sumbatan jalan napas atas)  jika disebabkan infeksi akut salah satu penyebabnya adalah croup dan epiglotitis • Batuk "seal-like barking”  mengonggong  Croup • Penyebabnya ialah virus Parainfluenza tipe 1, 2, dan 3 – Paling sering tipe 1 dan 2 (terutama tipe 1)

Croup • Croup (laringotrakeobronkitis viral) adalah infeksi virus di saluran nafas atas yang menyebabkan penyumbatan • Merupakan penyebab stridor tersering pada anak • Penyebabnya ialah virus Parainfluenza tipe 1, 2, dan 3 – Paling sering tipe 1 dan 2 (terutama tipe 1)

• Gejala: batuk menggonggong (barking cough), stridor, demam, suara serak, nafas cepat disertai tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam

Penyebab Viral Croup (berdasarkan frekuensi)

32. Seorang anak laki-laki usia 7 tahun diantar orang tuanya ke IGD RS dengan keluhan patah tulang pada paha. Orang tua mengeluh anak sering mengalami patah walau hanya dengan benturan ringan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tulang femur pipih. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan fr. Os femur 1/3 tengah dan bentuk tulang "saber shin deformity". Apakah diagnosis kasus tersebut? A. Osteogenesis imperfecta B. Osteomalacia C. Rakitis D. Ricketsia E. Achondroplasia

Analisis Soal • Seorang anak laki-laki usia 7 tahun patah tulang pada femur + sering mengalami patah walau hanya dengan benturan ringan  fraktur patologis; penyebabnya pada pediatrik bisa bermacam-macam, diantaranya osteogenesis imperfecta, kanker tulang, dan rickets (rakhitis) • Radiologi "saber shin deformity”: bisa ditemukan di beberapa kasus seperti sifilis kongenital, paget disease of bone, rickets/osteomalasia, dan osteogenesis imperfecta • Pada soal, ditekankan riwayat fraktur berulang tanpa trauma berat  hal ini sering disebutkan terjadi pada osteogenesis imperfecta dibandingkan pada rickets (sesuai nama lainnya, yaitu brittle bone disease  rapuh) • Namun, tentunya kemungkinan diagnosis osteogenesis imperfecta ini sebaiknya ditunjang dengan tampilan klinis lainnya (seperti joint laxity, dentinogenesis imperfecta, triangular face, wormian bones) jika memang ada di keterangan tambahan lainnya.

Osteogenesis imperfecta • Osteogenesis imperfecta (OI) is an inherited connective tissue disorder with many phenotypic presentations. • It is often called "brittle bone disease." • Severely affected patients suffer multiple fractures with minimal or no trauma, and infants with the worst form of OI die in the perinatal period. • Mild forms of OI may manifest with only premature osteoporosis or severe postmenopausal bone mineral loss.

Clinical Manifestation • • • • • • • • •

Blue sclerae Triangular facies Macrocephaly Hearing loss Defective dentition (dentinogenesis imperfecta) Barrel chest Scoliosis Limb deformities Saber Shin Deformities

• Fractures(most commonly transverse humerus, olecranon, diaphyseal humerus fracture) • Wormian bones (small irregular bones along the cranial suture) • Joint laxity • Growth retardation • Constipation and sweating

Acute fractures are observed in the radius and ulna. Multiple fractures can be seen in the ribs. Old healing humeral fracture with callus formation is observed.

Lateral radiograph of the leg in a child with OI shows anterior bowing of the tibia (Saber Shin)

Blue sclera in a child with osteogenesis imperfecta.

Dentinogenesis imperfecta Lateral radiograph of the skull in a child with OI reveals multiple wormian bones embedded in the lambdoid sutures.

Saber Shin • A saber (also spelt as ‘sabre’) is a type of backsword with a singleedged, curved blade in use since the early medieval periods. • The saber saw extensive military use in the early 19th century when horse cavalry was the norm. • ‘Saber shin’ refers to anterior bowing of tibia with a sharp edge seen in congenital/tertiary syphilis, osteogenesis imperfecta, Paget's disease and vitamin D deficiency

33. Seorang anak dengan benjolan di leher di daerah angulus mandibula, di sisi kiri dan kanan sejak 3 hari yang lalu. Didapatkan gejala demam sebelumnya. Benjolan terasa nyeri, tanpa fluktuasi. Vaksin untuk mencegah penyakit ini ialah... A. MMR B. Hep B C. DTPw D. Campak E. PCV

Analisis Soal • Anak dengan keluhan demam (pertanda infeksi) dan benjolan angulus mandibula bilateral  mengarah pada parotitis ec mumps  waksin untuk mencegah penyakit ini adalah MMR

Mumps (Parotitis Epidemica) • Acute, self-limited, systemic viral illness characterized by the swelling of one or more of the salivary glands, typically the parotid glands. • Highly infectious to nonimmune individuals and is the only cause of epidemic parotitis. • Taksonomi: – – – –

Species: Mumps rubulavirus Genus: Rubulavirus Family: Paramyxoviridae Order: Mononegavirales

• Komplikasi : Meningitis/encephalitis, Sensorineural hearing loss/deafness, Guillain-Barré syndrome, Thyroiditis, Myocarditis, orchitis (terjadi pada laki-laki usia postpubertal) • Approximately one third of postpubertal male patients develop unilateral orchitis. • Prevention : Vaccinating children with MMR Jadwal IDAI 2017: jika sudah imunisasi campak 9 bulan, MMR diberikan usia 15 bulan (interval minimal 6 bulan); jika belum mendapat campak 9 bulan, MMR bisa diberikan usia 12 bulan

Mumps • Salah satu penyebab parotitis • Satu-satunya penyebab parotitis yang mengakibatkan “occasional outbreak” • Disebabkan oleh paramyxovirus, dengan predileksi pada kelenjar dan jaringan syaraf. • The transmission mode is person to person via respiratory droplets and saliva, direct contact, or fomites. • Insidens puncak pada usia 5-9 tahun. • Imunisasi dengan live attenuated vaccine sangat berhasil (98%)

• Penularan terjadi sejak 6 hari sebelum timbulnya pembengkakan parotis sampai 9 hari kemudian. • Bisa tanpa gejala • Masa inkubasi 12-25 hari, gejala prodromal tidak spesifik ditandai dengan mialgia, anoreksia, malaise, sakit kepala dan demam ringan  Setelah itu timbul pembengkakan unilateral/bilateral kelejar parotis. • Gejala ini akan berkurang setelah 1 minggu dan biasanya menghilang setelah 10 hari.

Jadwal Imunisasi Anak Usia 0 – 18 Tahun Rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Tahun 2017 Usia Imunisasi Hepatitis B Polio BCG DTP Hib PCV Rotavirus Influenza Campak MMR Tifoid Hepatitis A Varisela HPV Japanese encephalitis Dengue Keterangan Cara membaca kolom usia : misal

Lahir 1

1 0

2 2 1

3 3 2

4 4 3

1 1 1 1

2 2

3 3 2 2

Bulan 5 6

9

12

15

18

24

3

5

6

7

Tahun 8

9

10

12

18

4

1 kali 4

5

6 (Td/Tdap)

7 (Td)

4 3 3a

4

1

2 berarti usia 2 bulan (60 hari) s.d. 2 bulan 29 hari (89 hari) Rekomendasi imunisasi berlaku mulai Januari 2017 Dapat diakses pada website IDAI (http:// idai.or.id/public-articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-anak-idai.html) a Vaksin rotavirus monovalen tidak perlu dosis ke-3 (lihat keterangan) b Apabila diberikan pada remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antibodi setara dengan 3 dosis (lihat keterangan) Optimal Catch-up Booster Daerah Endemis Untuk memahami tabel jadwal imunisasi perlu membaca keterangan tabel 1. Vaksin hepatit i s B (HB). Vaksin HB pertama (monovalen) paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan didahului pemberian suntikan vitamin K1 minimal 30 menit sebelumnya. Jadwal pemberian vaksin HB monovalen adalah usia 0,1, dan 6 bulan. Bayi lahir dari ibu HBsAg positif, diberikan vaksin HB dan imunoglobulin hepatit i s B (HBIg) pada ekstremitas yang berbeda. Apabila diberikan HB kombinasi dengan DTPw, maka jadwal pemberian pada usia 2, 3, dan 4 bulan. Apabila vaksin HB kombinasi dengan DTPa, maka jadwal pemberian pada usia 2, 4, dan 6 bulan. 2. Vaksin polio. Apabila lahir di rumah segera berikan OPV-0. Apabila lahir di sarana kesehatan, OPV-0 diberikan saat bayi dipulangkan. Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3, dan polio booster diberikan OPV atau IPV. Paling sedikit harus mendapat satu dosis vaksin IPV bersamaan dengan pemberian OPV-3. 3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum usia 3 bulan, a optiml usia 2 bulan. Apabila diberikan pada usia 3 bulan atau lebih, perlu dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. 4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada usia 6 minggu. Dapat diberikan vaksin DTPw atau DTPa atau kombinasi dengan vaksin lain. Apabila diberikan vaksin DTPa maka interval mengikuti rekomendasi vaksin tersebut yaitu usia 2, 4, dan 6 bulan. Untuk anak usia lebih dari 7 tahun diberikan vaksin Td atau Tdap. Untuk DTP 6 dapat diberikan Td/Tdap pada usia 10-12 tahun dan booster Td diberikan setia p 10 t ahun.

2 1

Ulangan 1 kali setiap tahun 3 2 Ulangan setiap 3 tahun 2 kali, interval 6 – 12 bulan 1 kali 2 atau 3 kalib

1

2 3 kali, interval 6 bulan 5. Vaksin pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada usia 7-12 bulan, PCV diberikan 2 kali dengan interval 2 bulan; dan pada usia lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya perlu booster pada usia lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah dosis terakhir. Pada anak usia di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali. 6. Vaksin rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14 minggu (dosis pertamaatidk diberikan pada usia > 15 minggu), dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Batas akhir pemberian pada usia 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen diberikan 3 kali, dosis pertama diberikan usia 6-14 minggu (dosis pertamaatidk diberikan pada usia > 15 minggu), dosis kedua dan ketiga diberikan dengan interval 4-10 minggu. Batas akhir pemberian pada usia 32 minggu. 7. Vaksineinflunz a. Vaksineinflunz a diberikan pada usia lebih dari 6 bulan, diulangp setia tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunizatio n ) pada anak usia kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6-36 bulan, dosis 0,25 mL. Untuk anak usia 36 bulan a atau lebih, dosis 0,5 mL. 8. Vaksin campak. Vaksin campak kedua (18 bulan) tidk per l u diberikan apabila sudah mendapatkan MMR. 9. Vaksin MMR/MR. Apabila sudah mendapatkan vaksin campak pada usia 9 bulan, maka vaksin MMR/MR diberikan pada usia 15 bulan (minimal interval 6 bulan). Apabila pada usia 12 bulan belum mendapatkan vaksin campak, maka dapat diberikan vaksin MMR/MR. 10. Vaksin varisela. Vaksin varisela diberikan setelah usia 12 bulan, terbaik pada usia sebelum masuk sekolah dasar. Apabila diberikan pada usia lebih dari 13 tahun, perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu. 11. Vaksin human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV diberikan mulai usia 10 tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga kali dengan jadwal 0, 1, 6 bulan; vaksin HPV tetravalen dengan jadwal 0,2,6 bulan. Apabila diberikan pada remaja usia 10-13 tahun, pemberian cukup 2 dosis dengan interval 6-12 bulan; respons antib o d i setara dengan 3 dosis. 12. Vaksin Japanese encephalitis (JE). Vaksin JE diberikan mulai usia 12 bulan pada daerah endemis atau turis yang akan bepergian ke daerah endemis tersebut. Untuk perlindungan jangka panjang dapat diberikan booster 1-2 tahun berikutnya. 13. Vaksin dengue. Diberikan pada usia 9-16 tahun dengan jadwal 0, 6, dan 12 bulan.

34. Seorang anak perempuan usia 5 tahun dibawa ibunya ke IGD RS dengan keluhan demam 5 hari disertai nyeri perut dan nyeri otot. Pemeriksaan fisik didapatkan Pethecie (+), hepatomegali, Suhu 39,4 C dan pemeriksaan NS 1 (+). Pemeriksaan apa yang perlu dilakukan evaluasi? A. Hemoglobin dan Hematrokrit B. Hemoglobin dan trombosit C. Hematokrit dan Leukosit D. Hemoglobin dan Leukosit E. Trombosit dan Hematoktrit

Analisis Soal • Keluhan demam (<1 minggu) dengan mialgia, nyeri perut, dan manifestasi perdarahan (petechie), hepatomegali; ditunjang dengan NS1 (+)  infeksi dengue • Hepatomegali lebih sering ditemukan pada kasus DBD dibandingkan DD • Pemeriksaan yang diperlukan ialah darah perifer berupa Hb, Ht, trombosit, leukosit dan hitung jenis • Pada pilihan jawaban, harus memilih duu dari hasil darah perifer, dan dipilih Ht serta trombosit, alasannya adalah yang perlu dimonitor secara ketat pada kasus DBD/ 6 jam berdasarkan algoritma adalah Ht dan trombosit

Pemeriksaan PenunjangInfeksi Dengue

Pemantauan Rawat

Alur Perawatan

35. Pasien anak laki-laki usia 7 tahun datang ke IGD RS diantar orangtuanya. Anak demam 8 hari. Riwayat mimisan 1 jam yang lalu. TD 100/70. HR 90x/menit. T 38,0, RR 24x/menit. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 15 gr/dl, Hct 58%. Diagnosis pasien ini ialah... A. DHF grade II B. DHF grade I C. Dengue shock syndrome D. DHF grade III E. DHF grade IV

Analisis Soal • Langkah I: tentukan apakah ini DD atau DBD (ingat! DBD berarti ada tanda plasma leakage) – Anak 7 tahun demam 8 hari Ht 58% (Ht normal anak usia 7 tahun sekitar 31-37%, jika dihitung persentase kenaikan hemokonsentrasinya >20%  adanya plasma leakage)  infeksi dengue berupa DBD

• Langkah 2: tentukan derajat DBD – Ada mimisan  perdarahan spontan  DBD derajat II – Belum ada tanda-tanda syok/ gangguan sirkulasi (belum derajat III/IV/DSS)

Pediatric Vital Signs Age

Heart Rate (beats/min)

Premature

120-170 *

0-3 mo

100-150 *

3-6 mo

90-120

6-12 mo

80-120

1-3 yr

70-110

3-6 yr

65-110

6-12 yr

60-95

12 > yr

55-85

http://web.missouri.edu/~proste/lab/vitals-peds.pdf

Kleigman, R.M., et al. Nelson Textbook of Pediatrics. 19th ed. Philadelphia: Saunders, 2011. * From Dieckmann R, Brownstein D, Gausche-Hill M (eds): Pediatric Education for Prehospital Professionals. Sudbury, Mass, Jones & Bartlett, American Academy of Pediatrics, 2000, pp 43-45. † From American Heart Association ECC Guidelines, 2000.

1Soldin, S.J., Brugnara, C., & Hicks, J.M. (1999). Pediatric reference ranges (3rd ed.). Washington, DC: AACC Press. http://wps.prenhall.com/wps/media/objects/354/36284 6/London%20App.%20B.pdf

36. Anak laki-laki, 10 tahun, keluhan gelisah dan demam. Demam tinggi sejak 5 hari yang lalu disertai mual, pegalpegal. Demam sempat turun 2 hari yang lalu, demam muncul lagi 1 hari. PF : kesadaran delirium, TD 80 palpasi, HR 120, RR 30. Lab : Hb 17,2, Ht 52%, Leu 3.500, trombosit 20.000, LED 45, ALT 400, AST 350, albumin 2. Pemeriksan penunjang yang tepat ialah... A. Rapid ICT IgM/IgG anti dengue B. Rapid ICT NS-1 antigen dengue C. Rapid ICT anti malaria D. Igm anti salmonella typhi E. Widal

Analisis Soal • Anak laki-laki, 10 tahun, delirium dgn demam dengan pola bifasik sejak 5 hari + mual, pegal-pegal + plasma leakage (ditandai dengan albumin 2, hemokonsentrasi > 20% (Hb 17,2, Ht 52%), trombositopenia <100.000, gangguan fungsi hepar (ALT 400, AST 350)  DBD + tanda syok (TD 80 palpasi, HR 120)  DSS • Pemeriksaan Laboratorium yang disaranka: Rapid ICT IgM/IgG anti dengue dibandingkan NS1 karena sudah demam hari ke% (kemungkinan NS1 negatif besar, sehingga bukti infeksi dengue false negatif)

Serologi Dengue • NS1: – antigen nonstructural untuk replikasi virus yang dapat dideteksi sejak hari pertama demam. – Puncak deteksi NS1: hari ke 2-3 (sensitivitas 75%) & mulai tidak terdeteksi hari ke 5-6.

• Untuk membedakan infeksi dengue primer atau sekunder digunakan pemeriksaan IgM & IgG antidengue. – Infeksi primer IgM (+) setelah hari ke 3-6 & hilang dalam 2 bulan, IgG muncul mulai hari ke-12. – Pada infeksi sekunder IgG dapat muncul sebelum atau bersamaan dengan IgM – IgG bertahan berbulan-bulan & dapat (+) seumur hidup sehingga diagnosis infeksi sekunder dilihat dari peningkatan titernya. Jika titer awal sangat tinggi 1:2560, dapat didiagnosis infeksi sekunder. WHO SEARO, Dengue prevention & management. 2011.

Primary infection: • IgM: detectable by days 3–5 after the onset of illness,  by about 2 weeks & undetectable after 2–3 months. • IgG: detectable at low level by the end of the first week & remain for a longer period (for many years).

Secondary infection: • IgG: detectable at high levels in the initial phase, persist from several months to a lifelong period. • IgM: significantly lower in secondary infection cases.

37. Seorang anak perempuan berusia 5 tahun datang dibawa ibunya dengan keluhan ruam-ruam kemerahan yang muncul di seluruh tubuhnya sejak 1 hari yang lalu. Ruam muncul ketika pasien mengalami demam yang cukup tinggi, mulai dari leher meluas ke badan hingga ekstremitas. Sebelumnya pasien juga mengalami batuk, pilek dan mata merah. Apa yang mungkin menjadi komplikasi tersering dari penyakit ini? A. Perikarditis dan ensefalitis B. Subacute slerosing panencephalitis C. Bronkopneumonia dan ensefalitis D. Otitis media dan bronkopneumonia E. Otitis media dan perikarditis

Analisis Soal • Anak dengan gejala demam + 3C (cough, coryzae, conjunctivitis) + exanthema dari leher meluas ke badan hingga ekstremitas  Morbili • Komplikasi terseringnya ialah diare dan otitis media (1 dari 10 kasus) serta bronkopneumonia (1 dari 20 kasus) • Perikarditis, ensefalitis, subacute sclerosing panencephalitis merupakan komplikasi morbili yang jauh lebih jarang terjadi

Morbili/Rubeola/Campak •





• •

Pre-eruptive Stage – Demam – Catarrhal Symptoms – coryza, conjunctivitis – Respiratory Symptoms – cough Eruptive Stage/Stage of Skin Rashes – Exanthem sign • Maculopapular Rashes – Muncul 2-7 hari setelah onset • Demam tinggi yang menetap • Anoreksia dan iritabilitas • Diare, pruritis, letargi dan limfadenopati oksipital Stage of Convalescence – Rash – menghilang sama dengan urutan munculnya (muka lalu ke tubuh bag bawah) → membekas kecoklatan – Demam akan perlahan menghilang saat erupsi di tangan dan kaki memudar Patognomonik: Koplik’s spots muncul 2 hari sebelum ruam dan bertahan selama 2 hari. Tindakan Pencegahan : – Imunisasi Campak pada usia 9 bulan – Mencegah terjadinya komplikasi berat

Morbili KOMPLIKASI • • •

• • •

Otitis Media (1 dari 10 penderita campak pada anak) Diare (1 dari 10 penderita campak) Bronchopneumonia (komplikasi berat; 1 dari 20 anak penderita campak) Encephalitis (komplikasi berat; 1 dari 1000 anak penderita campak) Pericarditis Subacute sclerosing panencephalitis – late sequellae due to persistent infection of the CNS; 7-10 tahun setelahnya; 1: 100,000 orang)

DIAGNOSIS & TERAPI •

Diagnosis: – manifestasi klinis, tanda patognomonik bercak Koplik – isolasi virus dari darah, urin, atau sekret nasofaring – pemeriksaan serologis: titer antibodi 2 minggu setelah timbulnya penyakit



Terapi: – Suportif, – Vitamin A • Bayi usia kurang dari 6 bulan 50.000 IU/hari PO diberi 2 dosis. • Umur 6-11 bulan 100.000 IU/hari PO 2 dosis. • Umur di atas 1 tahun 200.000 IU/hari PO 2 dosis.

38. Sifilis yang diderita oleh ibu hamil dapat menular melalui transmisi secara vertikal dari ibu ke anak. Berikut ini merupakan manifestasi sifilis kongenital laten pada anak adalah... A. Korioretinitis, clutton joint, nasal snuffles B. Hutchinson teeth, clutton joint, saddle nose C. Saddle nose, kondiloma lata, bula pada kulit D. Mulberry mollar, katarak, petechial rash E. Keratitis interstitial, nasal snuffles, bula pada kulit

Analisis Soal • Manifestasi sifilis kongenital laten yang tepat pada pilihan adalah Hutchinson teeth, clutton joint, saddle nose, Mulberry mollar, Keratitis interstitial • Korioretinitis, katarak, petechial rash, Nasal snuffles, kondiloma lata, Bula pada kulit  manifestasi sifilis kongenital dini

Congenital Syphilis

Congenital

syphilis

Early

Within first year

Late

Later than 1 yr

Sifilis Kongenital Dini

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2819963/

Sifilis Kongenital Dini

Eyes • Choroidoretinits, glaucoma, uveitis . • Choroidoretinitis in later life is seen as salt & pepper fundus showing black pigment & white atrophic patches.

Congenital Syphilis

Hydrops fetalis Nasal discharge Petechial rash Necrotizing funisitis within the matrix of the umbilical cord

Hepatomegaly Rash

Ostitis, Metaphysitis, Periostitis Wimberger sign

Multiple, discrete, tense blisters seen over a normal looking skin Contain serous/ seropurulent discharge (spirochetes)

Decreased mineralization of the metaphyses of long bones of the upper extremities

bilateral lytic lesions of the talus, calcareous, and proximal tibia (Wimberger sign) medially

Radiographic Abnormalities

A more specific finding is localized bony destruction of the medial portion of the proximal tibial metaphysic (Wimberger’s sign). Other findings include metaphyseal serration (“sawtooth metaphyses”), and diaphyseal involvement with periosteal reaction.

Sifilis Kongenital Laten

Among these manifestations, Hutchinson triad (Hutchinson teeth, interstitial keratitis, and sensorineural hearing loss), mulberry molars, and Clutton joints are relatively specific for congenital syphilis http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2819963/

39. Seorang anak perempuan usia 10 tahun datang dengan keluhan demam sejak 2 hari yang lalu. Keluhan disertai dengan nyeri sendi. Awalnya nyeri sendi dan bengkak dirasakan pada lutut kanan. Berikutnya lutut kanan membaik, pasien mulai merasakan nyeri dan bengkak di siku kanan. Riwayat nyeri tenggorokan 3 minggu sebelumnya, lalu minum amoxicillin hanya 2 hari saja. Pemfis CM, sakit sedang, TD 100/60 mmHg, nadi 120 x/menit, RR 28 x/menit, suhu 38,2oC, jantung ditemukan murmur. Berat badan anak 22 kg. Diagnosis yang paling mungkin adalah… A. Stenosis katup mitral B. Insufficiency katup mitral C. Stenosis katup trikuspid D. Insufficiency katup trikuspid E. Stenosis katup aorta

Analisis Soal • Anak dengan 2 kriteria mayor JONES poliartritis migrans + karditis (adanya murmur pada jantung) + 2 kriteia minor JONES (demam dan atralgia) + adanya kemungkinan infeksi Strep. Pyogenes (infeksi tenggorokan)  kecurigaan mengarah pada demam rematik • Karditis pada demam rematik biasanya menyerang katup mitral (paling sering) dan katup aorta; menyebabkan adanya insufisiensi/regurgitasi akibat peradangan dan inflamasi katup • Kasus stenosis mitral/aorta terkait demam rematik bisanya merupakan kelanjutan/komplikasi yang telah menjadi penyakit jantung rematik (rheumatic heart disease)  katup sudah mengalami kerusakan menetap menjadi “keras”

Demam rematik • Penyakit sistemik yang terjadi setelah faringitis akibat GABHS (Streptococcus pyogenes) • Usia rerata penderita: 10 tahun • Komplikasi: penyakit jantung reumatik • Demam rematik terjadi pada sedikit kasus faringitis GABHS setelah 1-5 minggu • Valvulitis merupakan tanda utama karditis reumatik : • katup mitral (76%), • katup aorta (13%), • dan katup mitral+ aorta (97%) • Penyakit jantung rematik: sekuelae demam reumatik akut yang tidak di-tx adekuat. Manifestasi 10-30 th pasca DRA – MS: fusi komisura  fish mouth – AI + MS

Chin TK. Pediatric rheumatic fever. http://emedicine.medscape.com/article/1007946-overview Behrman RE. Nelson’s

Ket: ASO=ASTO

Tatalaksana • Terapi antiinflamasi harus segera dimulai setelah diagnosis demam reumatik ditegakkan. • Hanya artritis – aspirin 100 mg/kg/ hari sampai 2 minggu – dosis diturunkan menjadi 75 mg/kg/hari seiama 2-3 minggu berikutnya. • Karditis ringan sampai sedang – aspirin 100 mg/kg/hari dibagi 4-6 dosis seiama 4-8 minggu, tergantung pada respons klinis – Bila ada perbaikan maka dosis diturunkan bertahap seiama 4-6 minggu berikutnya. • Karditis berat dengan gagal jantung, AV blok total, kardiomegali – Prednison 2 mg/kg/hari diberikan seiama 2 minggu dilanjutkan dengan aspirin 75 mg/kg/hari. • Untuk kasus korea: Antikonvulsan/neuroleptik: fenobarbital/haloperidol/klorpromazin

40. Seorang anak laki-laki berusia 10 bulan datang dengan keluhan sesak nafas sejak 1 hari. Empat hari sebelumnya didahului demam dan batuk pilek. Pada pemeriksaan fisik ditemukan RR 54x/mnt, pernafasan cuping hidung (+), retraksi suprasternal dan interkostal, pada auskultasi ditemukan crackles di seluruh lapang paru. Apakah gambaran radiologis yang paling mungkin pada kasus ini? A. Perselubungan homogen pada lobus kanan atas B. Bercak infiltrate ‘patchy’ pada seluruh lapang paru C. Gambaran hiperlusen avascular pada rongga dada kanan D. Pendataran diafragma dan hiperaerasi seluruh lapang paru E. Streaky infiltrate seluruh lapang paru disertai hiperinflasi dada

Analisis Soal • Anak 10 bln dengan sesak nafas akut + takipnea RR 54x/mnt, pernafasan cuping hidung (+), retraksi suprasternal dan interkostal dengan gejala infeksi (demam dan batuk pilek)  bisa saja merupakan bronkiolitis, bronkopneumonia, ataupun pneumonia lobaris, (atau penyebab lainnya misal epiglotitis, croup, tapi kemungkinan bukan, karena biasanya disertai dengan stridor) • Auskultasi ditemukan crackles di seluruh lapang paru  lebih cocok ke arah bronkopneumonia/pneumonia lobularis – Bukan bronkiolitis karena pada auskultasi biasanya ditemukan ekspirasi memanjang, wheezing, atau “FINE” crackles – Bukan pneumonia lobaris karena lebih sering pada dewasa dan pd PF biasanya rhonki pada daerah lobus paru tertentu yang megalami infeksi, bukan di seluruh lapang

• Radiologi bronkopneumonia: Bercak infiltrate ‘patchy’ pada seluruh lapang paru • Pilihan lainnya: – Perselubungan homogen pada lobus kanan atas : KONSOLIDASI (misal pneumopnia lobaris) – Gambaran hiperlusen avascular pada rongga dada kanan: PNEUMOTHORAKS – Pendataran diafragma dan hiperaerasi seluruh lapang paru: KASUS OBSTRUKSI (PPOK, ASMA, BRONKIOLITIS) – Streaky infiltrate seluruh lapang paru disertai hiperinflasi dada: bisa terjadi pada MECONIUM ASPIRATION SYNDROME

Gambaran Radiologis DISEASE

RADIOGRAPHY

Pneumonia lobaris

Characteristically, there is homogenous opacification in a lobar pattern. The opacification can be sharply defined at the fissures, although more commonly there is segmental consolidation. The non-opacified bronchus within a consolidated lobe will result in the appearance of air bronchograms.

Pneumonia lobularis/ bronko pneumonia

associated with suppurative peribronchiolar inflammation and subsequent patchy consolidation of one or more secondary lobules of a lung in response to a bacterial pneumoniAssociated a: multiple small nodular or reticulonodular opacities which tend to be patchy and/or confluent.

Asthma

bronkiolitis

pulmonary hyperinflation Increased Bronchial wall markings (most characteristic)  Associated with thicker Bronchial wall, inflammation Flattening of diaphragm (with chronic inflammation or Associated with accessory muscle use) Hyperinflation (variably present) Patchy infiltrates (variably present) from Atelectasis Hyperexpansion (showed by diaphragm flattening), hyperluscent, Peribronchial thickening Variable infiltrates or Viral Pneumonia

Bronchopneumonia

Bronchiolitis

Pneumonia Lobaris

Etiology: Pneumococcus Mycoplasma Gram negative organisms Legionella

OPTIMA MEDAN

OPTIMA JAKARTA

OPTIMA JAKARTA

41. Seorang anak perempuan berusia 2 tahun dibawa orangtuanya ke UGD RS dengan keluhan mencret dan muntah sejak 2 hari sebelumnya. Saat ini pasien sudah tidak mau minum lagi. Pada pemeriksaan fx dijumpai frekuansi nadi 172x/mnt, halus, tekanan darah 92/70 mmHg, tangan dan kaki teraba dingin. Waktu pengisisn kapiler lebih dari 3 detik dan pasien hampir tidak bereaksi saat dilakukan pemasangan infuse. Apakah faktor yang paling berperan dalam menimbulkan gangguan hantaran oksigen pada pasien tersebut? A. Penurunan preload B. Penurunan Hb C. Penurunan saturasi oksigen D. Penurunan kontraktilitas jantung E. Peningkatan kontraktilitas jantung

Analisis Soal • Anak dengan diare, dengan gejala gangguan sirkulasi/ syok (takikardia, nadi halus/lemah, akral dingin, CRT>2”), penurunan kesadaran (tidak bereaksi saat dilakukan pemasangan infus) • Jenis syok yang dialami adalah syok hipovolemik akibat berkurangnya volume cairan ec diare  rendahnya preload jantung  gangguan hantaran oksigen pada pasien

42. Anak usia 5 tahun dengan keluhan tidak mau makan selama 5 hari, dari usia 2 bln sudah tidak diberikan ASI, minum sup kacang ijo 2 mangkuk kecil. anak terdapat hepatomegali, diare dan tidak ada edema. VS : nadi 115x/ menit, TD 90/50, RR 30x/menit dengan BB 6 kg. penatalaksanaan awal pada kasus diatas adalah… A. Tahap stabilisasi B. Tahap transisi C. Tahap rehabilitasi D. Tahap akut E. Tahap tindakan lanjut

Analisis Soal • Anak usia 5 tahun dengan keluhan tidak mau makan selama 5 hari, dari usia 2 bln sudah tidak diberikan ASI, minum sup kacang ijo 2 mangkuk kecil. anak terdapat hepatomegali, diare dan tidak ada edema, BB 6 kg  BB/U < 60%  gizi buruk • Urutan fase tatalaksana gizi buruk: Stabilisasi – transisi – rehabilitasi – tindakan lanjut

10 Langkah Utama Penatalaksaan Gizi Buruk No Tindakan

Stabilisasi H 1-2 H 3-7

Transisi H 8-14

Rehabilitasi Tindaklanjut mg 3-6 mg 7-26

1. Atasi/cegah hipoglikemia

2. Atasi/cegah hipotermia 3. Atasi/cegah dehidrasi 4. Perbaiki gangguan elektrolit 5. Obati infeksi 6. Perbaiki def. nutrien mikro 7. Makanan stab & trans 8. Makanan Tumb.kejar 9. Stimulasi 10. Siapkan tindak lanjut

tanpa Fe

+ Fe

43. seorang bayi perempuan umur 10 hari dibawa oleh ibunya ke rumah sakit akibat kuning pada kulit bagian dada sampai perut. Ibunya mengatakan bahwa kuning sejak hari ke-2. Dari pemeriksaan didapatkan sklera ikterik, kadar bilirubin indirek 22 mg/dL dan kadar bilirubin direct 3 mg/dL. Apakah komplikasi yang ditakutkan yang dapat terjadi pada pasien ini? A. Kernikterus B. Hepatitis C. Obstruksi bilier D. Breast milk jaundice E. Chronic liver disease

Analisis Soal • Neonatus dengan kadar bilirubin indirek 22 mg/dL dan kadar bilirubin direct 3 mg/dL bil indirek tinggi  bil indirek sifatnya larut lemak, sehingga bisa melewati sawar darah otak  kernikterik

Kernikterus • “Kernicterus” refers to the neurologic consequences of the deposition of unconjugated bilirubin in brain tissue • Serum unconjugated bilirubin level exceeds the binding capacity of albumin → unbound lipid-soluble bilirubin crosses the blood-brain barrier • Albumin-bound bilirubin may also cross the blood-brain barrier if damage has occurred because of asphyxia, acidosis, hypoxia, hypoperfusion, hyperosmolality, or sepsis in the newborn • The exact bilirubin concentration associated with kernicterus in the healthy term infant is unpredictable. In the term newborn with hemolysis, a bilirubin level above 20 mg per dL (342 μ mol per L) is a concern Am Fam Physician. 2002 Feb 15;65(4):599-607. Hyperbilirubinemia in the Term Newborn.

Kernikterus • Bilirubin indirek bersifat lipofilik • Peningkatan bilirubin indirek  menembus sawar darah otak  ensefalopati bilirubin (kernikterus) Tahap 1: Letargi, hipotonia, refleks isap buruk Tahap 2: hipertonia, opistotonus, retrocollis Tahap 3: Hypotonia is a typical sign. Sekuele/kronik: Kehilangan pendengaran sensorineural, Serebral palsi koreoatetoid, Abnormalitas daya pandang

• Prinsip tatalaksana adalah mencegah neurotoksisitas • Pilihan utamanya adalah transfusi tukar • Apabila transfusi tukar belum bisa dikerjakan, maka dilakukan fototerapi dahulu hingga transfusi tukar dapat dikerjakan

44. Anak perempuan, 6 tahun, dibawa ibunya berobat ke puskesmas dengan keluhan nyeri di daerah kemaluannya, keputihan dan sulit buang air kecil. Sejak seminggu belakangan anak sering terbangun saat tidur malam karena daerah anusnya gatal sehingga digaruk. Pada suatu malam ibunya pernah menemukan benda putih kecil seukuran kelapa parut di daerah perianal. Dari pemeriksan kulit perianal diperoleh kemerahan dan luka karena di garuk. Pada pemeriksaan apusan perianal dokter menemukan telur cacing berbentuk asimetris berisi larva. Mengapa dapat terjadi keputihan pada pasien ini? A. Kedua kondisi koinsiden dan tidak berkaitan B. Rasa gatal menyebar dari perianal hingga vagina C. Migrasi cacing betina ke vagina menimbulkan vaginitis D. Garukan yang kuat menyebabkan lecet dan infeksi di daerah vagina E. Penyebaran secara sistemik sehingga seluruh tubuh bisa terasa gatal

Analisis Soal • Anak sering terbangun tidur malam karena anus gatal + benda putih kecil spt kelapa parut di perianal + telur cacing berbentuk asimetris berisi larva  infeksi cacing Enterobius (Oxyuris) vermikularis/ cacing kremi • Keputihan pada anak perempuan ini terjadi karena cacing betina gravid bisa mengembara dan dapat bersarang di vagina dan tuba fallopii sehingga menyebabkan radang di saluran telur dan vulvovaginitis pada anak perempuan prapubertas.

Oksiuriasis (Cacing Kremi) • Nama lain: Enterobius vermicularis • Gejala – Gatal di sekitar dubur (terutama pada malam hari pada saat cacing betina meletakkan telurnya), gelisah dan sukar tidur – Pemeriksaan: perianal swab dengan Scotch adhesive tape – Telur lonjong dan datar pada satu sisi, bening DOC: Mebendazole 500 mg SD Alternatif: Albendazole 400 mg SD Hamil atau usia < 2 tahun: Pyrantel pamoat 11 mg/kgBB 2 minggu setelahnya diberikan lagi dosis sama

Manifestasi Klinis •





Cacing betina yang gravid umumnya pada malam hari akan turun ke bagian bawah kolon dan keluar melalui anus. Telur akan diletakkan di perianal dan di kulit perineum, kadang- kadang cacing betina dapat bermigrasi ke vagina. Gejala klinis yang mencolok disebabkan iritasi di sekitar anus, perineum, dan vagina oleh cacing betina gravid yang bermigrasi ke daerah anus dan vagina  pruritus lokal, anak menggaruk kulit di sekitar anus, berakibat terjadinya iritasi + bisa infeksi bakteria sekunder.







Perasaan gatal sering terjadi pada malam hari sehingga pasien terganggu tidurnya, anak menjadi lemah, dan iritabel, (tidur tidak pulas) atau mimpi yang menakutkan (nightmare), sehingga kelopak mata bawah tampak bayangan kulit gelap. Cacing betina gravid mengembara dan dapat bersarang di vagina dan tuba fallopii sehingga menyebabkan radang di saluran telur dan vulvovaginitis pada anak perempuan prapubertas. Juga diketahui merupakan penyebab potensial enuresis sekunder dan infeksi saluran kemih.

45.

A. B. C. D. E.

Seorang anak berusia 6 tahun datang dengan keluhan pandangan mata kabur. Pasien tampak kurus kering, rambut kering, dan kulit pasien juga tampak kusam. Pada pemeriksaan didapatkan seperti gambar berikut. Apakah terapi yang dapat diberikan kepada pasien?

Vitamin A 3 x 50.000 IU pada hari 1, 2, 14 Vitamin A 1 x 50.000 IU pada hari 1, 2, 14 Vitamin A 3 x 100.000 IU pada hari 1, 2, 14 Vitamin A 1 x 100.000 IU pada hari 1, 2, 14 Vitamin A 1 x 200.000 IU pada hari 1, 2, 14

Analisis Soal • Anak pandangan mata kabur, rambut kering, dan kulit pasien juga tampak kusam  tanda defisiensi vitamin A • Untuk usia > 1 tahun, dosis terapi yang tepat ialah Vitamin A 1 x 200.000 IU pada hari 1, 2, 14

Therapy • For treatment of xerophthalmia, vitamin A is given in three doses at the age-specific doses: – Infants < 6 months of age: 50,000 international units orally – Infants 6 to 12 months of age: 100,000 international units orally – Children >12 months: 200,000 international units orally – Adolescent and adults is 200,000 international units orally

• The first dose is given immediately on diagnosis, the second on the following day, and the third dose at least two weeks later.

46. Seorang anak datang diantar oleh ibunya dengan keluhan melihat kabur terutama sore hari. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan bercak berbentuk segitiga dari area temporal. Diagnosis yang mungkin ialah... A. XN B. X1A C. X1B D. X2 E. XS

Analisis Soal • Seorang anak datang diantar oleh ibunya dengan keluhan melihat kabur terutama sore hari  hemeralopia  salah satu penyebabnya def. vit A/xeroftalmia • PF bercak berbentuk segitiga dari area temporal  bercak bitot  stadium X1B

Xerophthalmia (Xo) Stadium : XN X1A X1B X2 X3A X3B XS XF

: night blindness (hemeralopia) : xerosis conjunctiva : xerosis conjunctiva (with bitot’s spot) : xerosis cornea : Ulcus cornea < 1/3 : Ulcus cornea > 1/3, keratomalacea : Corneal scar : Xeroftalmia fundus

Xerophthalmic fundus

47. An. I, 4 tahun, datang dengan keluhan BAB encer sejak 3 hari terakhir. Orang tua pasien mengeluhkan anaknya BAB encer 3x/ hari, konsistensi lembek, warna coklat kekuningan, tidak ada darah. Pada pemeriksaan fisik pasien tampak sadar, mata cekung (-), turgor kulit kembali cepat, CRT 2 detik. Berapa kebutuhan cairan yang diperlukan pasien tersebut? A. 50-100 ml tiap BAB cair B. 100-200 ml tiap BAB cair C. 200-250 ml tiap BAB cair D. 250-300 ml tiap BAB cair E. 300-400 ml tiap BAB cair

Analisis Soal • An 4 tahun, datang dengan keluhan BAB encer sejak 3 hari terakhir dengan PF tampak sadar, mata cekung (-), turgor kulit kembali cepat, CRT 2 detik  diare akut tanpa dehidrasi • Kebutuhan cairan utk rehidrasi terapi A usia > 2 tahun (buku WHO) ialah 100-200 ml tiap BAB cair

KLASIFIKASI DIARE

48. Anak laki-laki, 3 tahun, mengalami kelemahan pada ekstremitas kirinya sejak seminggu yang lalu. Riwayat demam, nyeri kepala, diare, dan nyeri tenggorokkan seblumnya. Ibunya adalah penganut paham antivaksin. Pada pemeriksaan fisik didapatkan acute flaccid paralysis dengan kelemahan pada ekstrimitas kiri terutama tungkai. refleks fisiologis berkurang. Berapa hari masa inkubasi penyebab kelainan tersebut? A. 3-15 hari B. 3-20 hari C. 3-25 hari D. 3-30 hari E. 3-35 hari

Analisis Soal • Anak laki-laki acute flaccid paralysis sifat asimetris + gejala demam, nyeri kepala, diare, dan nyeri tenggorokkan seblumny + Ibu penganut paham antivaksin Poliomielitis paralitik • Masa inkubasi virus polio berkisar antara 5-35 hari (PPM IDAI 2011)

Poliomyelitis • Polio (poliomyelitis) adalah infeksi oleh enterovirus dari famili Picornaviridae • 4 bentuk: inapparent infection (90-95%), abortif/minor illness (4-8%), poliomielitis nonparalitik (meningitis aseptik), dan poliomyelitis paralitik (1-2%) • lebih sering mengenai anak < 5 tahun dengan frekuensi anak laki-laki dan perempuan sama banyak. • Poliovirus adalah RNA virus yang ditransmisi melalui orofekal atau tertelan air yang terkontaminasi. • Terdiri dari 3 serotipe: 1, 2, dan 3 dengan masa inkubasi 5-35 hari. • The viral replicate in the nasopharynx and GI tract → invade lymphoid tissues → hematologic spread → viremia → neurotropic and produces destruction of the motor neurons in the anterior horn

49. Anak, 5 bulan datang dibawa ibu dengan keluhan perkembangan anak tampak lebih lambat dari usianya. Riwayat lahir 7 bulan dengan berat 2100g. Pada pemeriksaan fiaik ditemukan tetraplegi. Diagnosis pasien tersebut yang paling mungkin adalah.... A. Meningitis B. Cerebral palsy spatik C. Cerebral palsy athetoid D. Enchephalitis E. Meningoensephalitis

Analisis Soal • Anak, 5 bulan dgn perkembangan anak tampak lebih lambat + tetraplegi + Riwayat lahir 7 bulan dengan berat 2100g  prematur merupakan salah satu faktor risiko cerebral palsy • Tipe cerebral palsy tersering ialah spastik • Pilihan lainnya ensefalitis, meningitis, meningoensefalitis biasanya memiliki gejala infeksi (ditambah gejala lain seperti penurunan kesadaran, kejang, tana rangsang meningeal)

Cerebral Palsy • Cerebral palsy (CP) describes a group of permanent disorders of the development of movement and posture, causing activity limitation, that are attributed to non-progressive disturbances that occurred in the developing fetal or infant brain. • The motor disorders of cerebral palsy are often accompanied by disturbances of sensation, perception, cognition, communication, and behaviour, by epilepsy, and by secondary musculoskeletal problems. ”Rosenbaum et al, 2007 • Although the lesion is not progressive, the clinical manfestations change over time • CP is caused by a broad group of developmental, genetic, metabolic, ischemic, infectious, and other acquired etiologies that produce a common group of neurologic phenotypes Behrman: Nelson Textbook of Pediatrics, 17th ed

Cerebral Palsy Risk factor

Clinical Manifestation • Spastic hemiplegia: decreased spontaneous movements on the affected side, the arm is often more involved than the leg. Spasticity is apparent in the affected extremities, particularly the ankle, causing an equinovarus deformity of the foot • Spastic diplegia is bilateral spasticity of the legs greater than in the arms. Examination: spasticity in the legs with brisk reflexes, ankle clonus, and a bilateral Babinski sign. When the child is suspended by the axillae, a scissoring posture of the lower extremities is maintained • Spastic quadriplegia is the most severe form of CP because of marked motor impairment of all extremities and the high association with mental retardation and seizures • Athetoid CP, also called choreoathetoid or extrapyramidal CP, is less common than spastic cerebral palsy. Affected infants are characteristically hypotonic with poor head control and marked head lag

50. Bayi laki-laki usia 1 hari dibawa ke UGD karena penurunan kesadaran disertai adanya perdarahan dari hidung. Bayi lahir aterm di dukun beranak tanpa komplikasi. Saat ini hanya diberi ASI. Tampak konjungtiva anemis dan ubun-ubun menonjol pada pemeriksaan fisik. Kemungkinan bayi ini mengalami.... A. Acquired prothrombin complex deficiency B. Hemofilia C. ITP D. Vonwillebrand disease E. Meningitis

Analisis Soal • Bayi laki-laki usia 1 hari + penurunan kesadaran + perdarahan(dari hidung) + UUB menonjol dan KA anemis + lahir di dukun beranak (mungkin tidak mendapat vit K suntik pasca lahir)  perdarahan intrakranial ec. Vit K deficiency bleeding • Acquired prothrombin Complex Deficiency sebetulnya merupakan bentuk late onset VKDB yang biasanya muncul pada minggu ke 2 hingga usia 6 bulan • Biasanya yang muncul pada hari kedua hingga 7 merupakan tipe classic yang biasanya mengalami perdarahan pada umbilikal, GI tract, hidung,kulit, dan kadang intrakranial

Vitamin K Deficiency Bleeding (VKDB) Stadium

Characteristic

Early-onset VKDB

usually occurs during first 24 hours after birth. Baby born of mother who has been on certain drugs: anticonvulsant, antituberculous drug, antibiotics, VK antagonist anticoagulant.

Classic VKDB

Occurs during 2 to 7 day of life when the prothrombin complex is low. It was found in babies who do not received VKP or VK supplemented. Bleeding commonly occurs in the umbilicus, gastrointestinal (GI) tract (ie, melena), skin, nose, surgical sites (ie, circumcision) and, uncommonly, in the brain.

Late-onset VKDB / APCD (acquired prothrombin complex disorder)

Late-onset vitamin K deficiency bleeding usually occurs between age 2-12 weeks; however, it can be seen as long as 6 months after birth. This disease is most common in breastfed infants who did not receive vitamin K prophylaxis at birth. More than half of these infants present with acute intracranial hemorrhages

Acquired Prothrombine Complex Deficiency (APCD) dengan Perdarahan Intrakranial • Acquired Prothrombine Complex Deficiency (APCD) dengan Perdarahan Intrakranial merupakan kelanjutan dari VKDB (late onset VKDB) • Etiologinya adalah defisiensi vitamin K yang dialami oleh bayi karena : (1) Rendahnya kadar vitamin K dalam plasma dan cadangan di hati, (2) Rendahnya kadar vitamin K dalam ASI, (3) Tidak mendapat injeksi vitamin K1 pada saat baru lahir • Mulai terjadi 8 hari-6 bulan, insidensi tertinggi 3-8 minggu • 80-90% bermanifestasi menjadi perdarahan intrakranial Pedoman Pelayanan Medis IDAI 2010

APCD • Diagnosis

• Tatalaksana APCD

– Anamnesis : Bayi kecil yang sebelumnya sehat, tiba-tiba tampak pucat, malas minum, lemah. Tidak mendapat vitamin K saat lahir, konsumsi ASI, kejang fokal – PF : Pucat tanpa perdarahan yang nyata. Tanda peningkatan tekanan intrakranial (UUB membonjol, penurunan kesadaran, papil edema), defisit neurologis fokal – Pemeriksaan Penunjang : Anemia dengan trombosit normal, PT memanjang, APTT normal/memanjang. USG/CT Scan kepala : perdarahan intrakranial – Pada bayi dengan kejang fokal, pucat, disertai UUB membonjol harus difikirkan APCD sampai terbukti bukan

– Pada bayi dengan kejang fokal, pucat, dan UUB membonjol, berikan tatalaksana APCD sampai terbukti bukan – Vitamin K1 1 mg IM selama 3 hari berturut-turut – Transfusi FFP 10-15 ml/kgBB selama 3 hari berturut-turut – Transfusi PRC sesuai Hb – Tatalaksana kejang dan peningkatan tekanan intrakranial (Manitol 0,5-1 g/kgBB/kali atau furosemid 1 mg/kgBB/kali) – Konsultasi bedah syaraf



Pencegahan : Injeksi Vitamin KI 1 mg IM pada semua bayi baru lahir

Buku PPM Anak IDAI

OPTIMA JAKARTA

OPTIMA JAKARTA

OPTIMA JAKARTA

51. Seorang anak berumur 3 bulan di bawa oleh ibunya untuk periksa dengan keluhan kaki kiri tampak lebih pendek dari kaki kanan. Pada lipat paha juga terlihat tampakan tidak sama antara kanan dan kiri. Riwayat persalinan dengan letak lintang dan dibantu bidan. Tes Barlow dan tes Ortolani positif. Apakah pemeriksaan lain yang bisa membantu diagnosis pasien tersebut?? A. Klisic dan galleazi test B. Laseque dan kernig test C. Patrick dan kontrapatrick test D. Galleazi dan spurling test E. Lhermitte dan patrick test

Analisis Soal • Anak berumur 3 bulan riwayat lahir lintang + kaki kiri tampak lebih pendek dari kaki kanan, lipat paha asimetris + Tes Barlow dan tes Ortolani positif  congenital hip dysplasia. • Pemeriksaan lainnya yang mendukung ialah Klisic dan galleazi test • Pilihan lain: • Laseque: TRM dan radikulopati L4-S1 • Kernig test: TRM • Patrick dan kontrapatrick test: kelainan panggul seperti sakroiliitis (koksitis) dan hip impingement • Spurling test: radikulopati servikal • Lhermitte test: mielopati servikal

Developmental Dysplasia of the Hip • Developmental Dysplasia of the Hip (DDH) atau yang dahulu dikenal dengan Congenital Dysplasia of the Hip (CDH) merupakan suatu abnormalitas hubungan antara caput femur dengan asetabulum. • Tiga kali lebih sering pada pinggul kiri dibandingkan kanan. • Faktor risiko: – – – – –

presentasi bokong riwayat keluarga dengan DDH (khususnya orang tua atau saudara) bayi perempuan (4 kali lebih sering pada bayi perempuan) berat bayi lahir lebih dari 4kg kehamilan lebih dari 42 minggu, oligohidramnion, anak pertama atau kehamilan multipel – budaya “membedong” terlalu ketat.

http://orthoinfo.aaos.org

Clinical Manifestations In newborn: • We can diagnose DDH in this period by +ve Ortolani test. • Asymmetry of the skin fold may help, but its not specific. • Shortening of the limb at this age doesn’t exist. • We cant use X-rays because the acetabulum and proximal femur are cartilaginous and wont be shown on X-ray. • Ultrasound is the best method to Dx.

In the intermediate age (after 3 months): • The most diagnostic sign is Ortolani’s limitation of abduction. • Abduction less than 60 degrees is almost diagnostic. • Shortening of the limb is more obvious now.(Galeazzi’s test) • X-rays after the age of 3 can be helpful esp. after the appearance of the ossific nucleus of the femoral head • US is 100% diagnostic. In older children: • Complaints of limping, waddling (bilateral DDH), lumbar lordosis, limitation of hip abduction, toe-walking, wide perineum

CLINICAL TESTS • Barlow's test: – the Barlow maneuver identifies the unstable hip that is in a reduced position that the clinician can passively dislocate.

• Ortolani ‘s test: – performed following Barlow's test to determine if the hip is actually dislocated  clunk sound

• Klisic’s test • Galeazzi’s test • Limited abduction

Limited abduction

Uji Ortolani

Uji Barlow

Tanda Galleazi

• Dalam keadaan berbaring dan lutut dilipat, kedua lutut seharusnya sama tinggi. • Bila terdapat dislokasi panggul, maka lutut pada pada tungkai yang bersangkutan akan terlihat lebih rendah.

Asymmetric gluteal, thigh, labial folds

Klisic’s test

52. Seorang anak usia 7 tahun dibawa ke puskesmas oleh ibunya dengan keluhan bintik-bintik kemerahan di sekitar bibir sejak 3 hari lalu. Keluhannya berupa nyeri dan panas. Pemeriksaan dermatologis menunjukkan terdapat vesikel multipel warna merah muda dengan isi cairan bening dasar kemerahan. Diagnosis kasus ini adalah… A. Varicella B. HSV tipe 1 C. HSV tipe 2 D. Herpes Zoster E. Variolla

Analisis Soal • Anak dengan demam + di area bibir terdapat vesikel multipel warna merah muda dengan isi cairan bening dasar kemerahan + nyeri  infeksi HSV, karena area tubuh bagian atas, kemungkinan HSV tipe 1 (HSV tipe 2 biasanya di area genitalia) • Bukan varicella karena kelainan kulitnya biasanya tersebar di seluruh tubuh, bukan berkelompok, bersifat polimorfik (berupa papul, vesikel isis cairan bening hingga bustul, atau ada yg sudah pecah) • Buka H. zoster karena kelainan kulit biasanya unilateral dermatomal • Variola sudah tereradikasi

Herpes Simpleks • Infeksi, ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa di daerah dekat mukokutan • Predileksi HSV tipe I di daerah pinggang ke atas, predileksi HSV tipe II di daerah pinggang ke bawah terutama genital • Pemeriksaan – Ditemukan pada sel dan dibiak, antibodi, percobaan Tzanck (ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear, glass cell)

• Gejala klinis: – Infeksi primer: vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab & eritematosa, berisi cairan jernih yang kemudian seropurulen, dapat menjadi krusta dan kadang mengalami ulserasi dangkal, tidak terdapat indurasi, sering disertai gejala sistemik – Fase laten: tidak ditemukan gejala klinis, HSV dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif di ganglion dorsalis – Infeksi rekuren: gejala lebih ringan dari infeksi primer, akibat HSV yang sebelumnya tidak aktif mencpai kulit dan menimbulkan gejala klinis

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2015.

Regimen terapi (PPK Perdoski) Untuk yang baru pertama kali menderita • Acyclovir 3x400 mg/hari selama 7-10 hari, ATAU • Acyclovir 5x200 mg/hari selama 7-10 hari, ATAU • Valacyclovir 2x1 gram/hari selama 7-10 hari, ATAU • Famcyclovir 3x250 mg/hari selama 7-10 hari Untuk yang rekuren • Acyclovir 3x400 mg/hari selama 5 hari, ATAU • Acyclovir 5x200 mg/hari selama 5 hari, ATAU • Acyclovir 3x800 mg/hari selama 2 hari, ATAU • Valacyclovir 2x500 mg/hari selama 5 hari, ATAU • Famcyclovir 2x125 mg/hari selama 5 hari, ATAU

Tipe II

Tipe I

53. Pasien anak usia 7 tahun BB 25 kg datang dengan demam terutama sore menjelang malam. Dua minggu lalu baru pulang dari labuan Bajo untuk liburan. Pemeriksaan darah didapatkan adanya plasmodium falciparum dan plasmodium vivax. Obat yang diberikan adalah .... A. ACT 1½ tab 3 hari + primakuin ½ tab 14 hari B. ACT ½ tab 3 hari + primakuin ¼ tab 1 hari C. ACT ½ tab 3 hari + primakuin ¼ tab 3 hari D. ACT 4 tab 3 hari + primakuin 1 tab 14 hari E. ACT 3 tab 3 hari + primakuin 1 tab 14 hari

Analisis Soal • Pasien anak usia 7 tahun demam + pulang dari daerah endemis malaria + Pemeriksaan darah plasmodium falciparum dan plasmodium vivax  Infeksi malaria mix  pengobatan ACT 3 hari dan primakuin 14 hari • Usia 7 tahun, BB 25 kg ACT 1½ tab 3 hari + primakuin ½ tab 14 hari • Jika antara usia dan BB julalah tabletnya berbeda, ikuti berdasarkan BB

Catatan • Sebaiknya dosis pemberian DHP berdasarkan berat badan, apabila penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur. • Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan. • Untuk anak dengan obesitas gunakan dosis berdasarkan berat badan ideal. • Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil. • Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dicurigai melalui anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah minum obat primakuin, maka pengobatan diberikan secara mingguan selama 8-12 minggu dengan dosis mingguan 0,75mg/kgBB. Pengobatan malaria pada penderita dengan Defisiensi G6PD segera dirujuk ke rumah sakit.

54. Pasien anak perempuan usia 7 tahun dibawa ibunya karena telah menstruasi. Pada pemeriksaan fisik didapatkan pertumbuhan payudara dan rambut pubis. Hormon apa yang berperan penting pada kondisi anak tersebut? A. GnRH B. GH C. LH D. Prolaktin E. Oksitosin

Analisis Soal • Anak perempuan usia 7 tahun dibawa ibunya karena telah menstruasi + pertumbuhan payudara dan rambut pubis  pubertas prekoks • Hormon yang berperan dalam memicu pubertas prekoks (terutama sentral) adalah LH, FSH, GnRH • Lebih dipilih jawaban LH dibandingkan GnRH karena pemeriksaan yang dilakukan adalah nilai basal LH dan FSH. – Kadar basal LH basal >0,83 U/L atau rasio LH/FSH >1 menunjukkan stadium pubertas

Pubertas Prekoks •

• • •

Definisi: tanda-tanda maturasi seksual sebelum usia 8 tahun pada perempuan dan 9 tahun pada lakilaki Lebih banyak pada perempuan Perempuan  idiopatik; laki-laki  kelainan CNS Efek estrogen → – ”tall child but short adult” - karena penutupan epifisis tulang dini – ginekomastia



Efek testosteron – hirsutism – Acne – male habitus



Efek umum – sexual behavior – agresif





GnRH dependent (central) : early reactivation of Hypothalamuspitutary- gonad axis GnRH independent (peripheral): autonom sex steroid, not affected by Hypothalamus-pitutary-gonad axis

Etiologi GnRH dependent (sentral) • idiopatik • kelainan SSP

GnRH independent (perifer); Lelaki: • (isoseksual) – adrenal: tumor, CAH – testes : tumor sel Leydig, familial testotoksikosis – gonadotropin-secreting tumor:

– tumor – non-tumor: pasca infeksi, radiasi, trauma, kongenital

• Iatrogenik • keterlambatan diagnosis pada GIPP GnRH independent (perifer), perempuan: • (isoseksual) – McCune Albright – Hipotiroid berat



• •



non SSP: hepatoma, germinoma, teratoma SSP: germinoma, adenoma (LH secreting)

Heteroseksual – peningkatan aromatisasi perifer



heteroseksual – adrenal: tumor, CAH – Tumor ovarium:arrhenoblastoma

Pubertas Prekoks, Diagnosis & Tatalaksana. H. Hakimi; Melda Deliana; Siska Mayasari Lubis. Divisi Endokrinologi Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan

Gejala + Tanda GnRH Dependent Precoccious Puberty • Selalu isoseksual • perkembangan tanda-tanda pubertas • mengikuti pola stadium pubertas normal • gambaran hormonal: peningkatan aktivitas hormonal di seluruh poros

GnRH Independent Precoccious Puberty • Isoseksual atau heteroseksual (late onset CAH, tumor adrenal) • perkembangan seks sekunder tidak sinkron (volume testes tidak sesuai dengan stadium pubertas - lebih kecil) • peningkatan kadar seks steroid tanpa disertai peningkatan kadar GnRH dan LH/FSH

Pubertas Prekoks, Diagnosis & Tatalaksana. H. Hakimi; Melda Deliana; Siska Mayasari Lubis. Divisi Endokrinologi Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan

Anamnesis • Usia awitan saat terjadi pubertas dan progresivitas perubahan fisik pubertal. • Pola pertumbuhan (kecepatan tumbuh) anak sejak bayi. • Adanya kelainan SSP atau gejala kelainan SSP • Riwayat penyakit dahulu – kemoterapi, radiasi, operasi, trauma atau infeksi SSP, riwayat konsumsi obat-obatan jangka panjang (obat yang mengandung hormon steroid seks)

• Riwayat penyakit keluarga – riwayat pubertas anggota keluarga yang lain, tinggi badan, dan rerata pertumbuhan orangtua dan saudara kandungnya.

• Adanya paparan kronik terhadap hormon seks steroid eksogen.

Pemeriksaan fisis • Pengukuran tinggi badan, berat badan, rasio segmen atas/bawah tubuh. • Palpasi tiroid: ukuran, ada tidaknya nodul, konsistensi, dan bruit • Status pubertas sesuai dengan skala maturasi Tanner – Perempuan: rambut aksila (A), payudara atau mammae (M), dan rambut pubis (P). – Laki-laki: rambut aksila (A), rambut pubis (P), dan genital (G).

• Lesi kulit hiperpigmentasi menunjukkan neurofibromatosis atau sindrom McCune- Albright. • Palpasi abdomen untuk mendeteksi adanya tumor intraabdomen. • Pemeriksaan status neurologis, funduskopi, visus.

Pemeriksaan laboratorium + Radiologi • Nilai basal LH dan FSH. – Kadar basal LH basal >0,83 U/L menunjang diagnosis pubertas prekoks sentral. – rasio LH/FSH lebih dari satu menunjukkan stadium pubertas.

• Hormon seks steroid: estradiol pada anak perempuan dan testosteron pada anak laki- laki. • Kadar DHEA (dehydroepiandrosterone) atau DHEAS (DHEA sulfate) jika terdapat bukti adrenarke. • Tes stimulasi GnRH/GnRHa: kadar puncak LH 5-8 U/L menunjukkan pubertas prekoks progresif.

• RUTIN: – Usia tulang/bone age – USG pelvis pada anak perempuan • ATAS INDIKASI: – Ultrasonografi testis pada anak laki-laki jika terdapat asimetri pembesaran testis. – USG atau CT-Scan abdomen. – MRI kepala untuk mencari lesi hipotalamus

55. Seorang anak berusia 7 tahun karena demam selama 7 hari, terutama pada sore hari dan makin lama demam makin tinggi suhunya. Anak juga menjadi malas makan, terakhir BAB 5 hari yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan demam dan bradikardia relatif. Pemeriksaan penunjang yang sesuai ialah... A. IgM IgG Dengue B. NS1 C. Tubex D. Urinalisis E. Kultur urin

Analisis Soal • Demam selama 7 hari, terutama pada sore hari dan makin lama demam makin tinggi suhunya + gangguan pencernaan + bradikardia relatif  karakteristik demam typhoid • Pemeriksaan penunjang: dalam minggu pertama paling baik kultur darah dengan media empedu sapi  tidak ada – Kultur urin biasanya positif di minggu III

• Alternatif lainnya serologi; yang bisa diperiksa sejak minggu pertama adalah Tubex

Pemeriksaan Demam Tifoid Spesimen

Minggu I

Minggu II

Darah (GOLD STANDARD)

Sensitivitas 70%

Sensitivitas 40-50% disarankan kultur feses/urin

Bone marrow

Sensitivitas 90% (setelah 5 hari antibiotik akan turun) terlalu invasif dan tidak menjadi pilihan utama

Feses Urin

Minggu III

Minggu IV

Sensitivitas 20-60% Sensitivitas 25-30%

Typhidot • Deteksi IgM dan IgG terhadap outer membrane protein (OMP) 50 kDa dari S. typhi. • Positif setelah infeksi hari 2-3. • Sensitivitas 79%, spesifisitas 89%

Tubex TF • Deteksi IgM anti lipopolisakarida O9 dari Salmonella serogroup D (salah satunya S. typhi). • Positif setelah hari ke 3-4. • Sensitivitas 78%, spesifisitas 89% A Comparative Study of Typhidot and Widal Test in Patients of Typhoid Fever. JIACM 2004; 5(3): 244-6.

Tes Widal: • Deteksi antibodi terhadap antigien somatik O & flagel H dari salmonella. • Diagnosis (+): peningkatan titer >4 x setelah 5-10 hari dari hasil pertama. • Antibody O meningkat setelah 6-8 hari, antibodi H meningkat setelah 10-12 hari. • Pada daerah endemik, tes widal tunggal tidak reliabel karena antibodi terhadap H dan O dapat terdeteksi hingga 1/160 pada populasi normal. Karena itu, sebagian memakai batas titer H dan/ O ≥ 1/320 sebagai nilai yang signifikan. • Sensitivitas 64% dan spesifisitas 76%

NEUROLOGI

56. Seorang perempuan datang ke RS dengan keluhan mulut mencong. Sebelumnya pada malam hari, pasien mengaku dibonceng naik sepeda motor. Dari pemeriksaan dijumpai sudut mulut jatuh ke kiri, mata kiri tidak dapat tertutup sempurna dan kerut kening tidak simetris. Fungsi saraf yang mengalami gangguan adalah… A. B. C. D. E.

Nervus trigeminus perifer Nervus trigeminus sentral Nervus facialis perifer Nervus facialis sentral Nervus labialis

• Pasien mengeluhkan mulut mencing setelah sehari sebelumnya dibonceng naik sepeda motor. Pada pemeriksaan didapatkan sudut mulut jatuh ke kiri, mata kiri tidak dapat menutup sempurna, dan kerut kening tidak simetris. Diagnosis yang sesuai pada kasus ini adalah Bell’s Palsy yang merupakan paralisis N. VII (fasialis) perifer.

Bell’s Palsy

57. Wanita usia 60 tahun datang ke praktek dokter dengan keluhan nyeri pada pinggang menjalar ke kaki. Pasien bekerja sebagai tukang cuci. Nyeri bertambah jika mengangkat beban berat, berkurang jika istirahat. TTV dalam batas normal, tes laseque (+), Patrick (-), Contra Patrick (-). Diagnosis pasien ini adalah… A. HNP B. Spondilosis C. Spondilolitis D. Spondilolisthesis E. Spondilitis TB

• Pasien mengeluhkan nyeri pinggang yang mnejalar hingga kaki. Nyeri memberat saat mengangkat beban berat dan berkurang saat istirahat. Pada pemeriksaan didapatkan tes lasegue (+), patrick test (-), dan contrapatrick test (-). Dari pilihan jawaban yang ada diagnosis yang paling mungkin adalah HNP. • Spondilosis: degenerasi pada sendi tulang belakang. • Spondilolisthesis: pergeseran vertebra kedepan terhadap segment yang lebih rendah, yang biasa terjadi pada lumbal vertebra ke 4 atau ke 5 akibat kelainan pada pars interartikularis. • Spondilolitis: peradangan pada vertebrae. • Spondilosis, spondilolisthesis, dan spondilolitis ditegakan dengan XRay. • Spondilitis TB: inflamasi pada vertebrae yang disebabkan oleh infeksi TB. Gejala khas adalah adanya gibbus yang teraba pada vertebrae.

HNP • HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu : keluarnya nucleus pulposus dari discus melalui robekan annulus fibrosus keluar ke belakang/dorsal menekan medulla spinalis atau mengarah ke dorsolateral menakan saraf spinalis sehingga menimbulkan gangguan.

Fakultas Kedokteran UI, Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2, Media Acsculapius, Jakarta 2000, hal; 54-57.

Lasegue’s Test (Straight Leg Raising Test) • Prosdur: pasien supine. Fleksikan sendi pinggul pasien dengan lutut tertekuk. Jaga pinggul tetap dalam keadaan fleksi, kemudian ekstensikan tungkai bawah. • Tes positif: radikulopati sciatik (+), jika: – Nyeri tidak ada pada kondisi pinggul dan lutut fleksi. – Nyeri muncul saat pinggul fleksi, dan kemudian lutut diekstensikan.

• Patrick Test (FABER) and contra-patrick test – Deteksi kondisi patologis dari sendi paggul dan sakroiliaka. – Pemeriksaan (+) jika terasa nyeri pada salah satu atau kedua sendi tersebut.

Patrick Test

Contra-patrick Test

58. Seorang pasien jatuh dari motor dengan kedua lengan menahan di aspal. Saat ini pasien lumpuh pada kedua lengan atas dan bawah. Dimanakah letak kelainan tersebut… A. N. Medianus B. N. Radialis C. N. Ulnaris D. Plexus Brachialis E. Lumbosacral

• Pasien terjatuh dari motor dan mengalami kelumpuhan kedua lengan atas dan bawah. Saraf yang paling mungkin mengalami kelumpuhan adalah plexus brachialis. • N. medianus  Ape thumb/ monkey hand. • N. radialis  drop hand. • N. ulnaris  claw hand.

Cedera Pleksus Brakhialis • Pleksus brakhialis dibentuk oleh radiks C5 – T1 • Cedera pleksus Brakhialis dapat dibagi menjadi cedera pleksus bagian atas dan bawah

Upper Brachial Plexus Injury – Erb’s Palsy • Appearance: drooping, wasted shoulder; pronated and extended limb hangs limply (“waiter’s tip palsy”) • Loss of innervation to abductors, flexors, & lateral rotators of shoulder and flexors & supinators of elbow • Loss of sensation to lateral aspect of UE • More common; better prognosis

Bayne & Costas (1990)

Netter 1997

Lower Brachial Plexus Injury – Klumpke’s Palsy • Much rarer than UBPIs and Erb’s Palsy • Loss of C8 & T1 results in major motor deficits in the muscles working the hand: “claw hand” • Loss of sensation to medial aspect of UE • Sometimes ptosis or full Horner’s syndrome • Much rarer (1%) but poorer prognosis

“claw hand” 2006 Moore & Dalley COA

Netter 1997

59. Laki-laki, 60 tahun, datang dengan keluhan nyeri pada wajah sebelah kanan sejak 3 bulan. Pada anamnesis didapatkan panas dan terbakar. Nyeri ini timbul ketika pasien disentuh daerah pipi dan dagu serta ketika pasien menggosok gigi. Pada pemeriksaan neuro dalam batas normal. Diagnosis pasien ini adalah… A. Alodinia B. Anestesia C. Hipostesia D. Parastesia E. Hiperalgesia

• Pasien dengan keluhan nyeri pada wajah sebelah kanan sejak 3 bulan yang lalu. Wajah terasa panas dan terbakar saat daerah pipi disentuh atau saat sikat gigi. Diagnosis yang sesuai adalah neuralgia trigeminal dan yang dialami pasien adalah alodinia, yakni rangsang nyeri yang muncul saat diberikan rangsangan yang normalnya tidak menimbulkan nyeri, seperti raba atau sentuhan. • Hiperalgesia: saat diberikan rangsang nyeri (mis: tusukan jarum), pasien merespon nyeri tersebut secara berlebihan, sehingga nyeri terasa lebih berat.

Neuralgia Trigeminal

60. Seorang wanita, 55 tahun, datang dengan keluhan kebal di kedua kaki sejak 1 bulan. Riwayat DM 5 tahun yang lalu. Tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan neurologi hipestesi stoking gloves kaki kanan dan kiri. Pemeriksaan penunjang yang tepat adalah… A. MRI B. EMG C. EEG D. CT Scan E. HbA1C

• Pasien 55 tahun dengan riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu, mengeluhkan baal di kedua kaki sejak 1 bulan. Pemeriksaan status neurologis didapatkan hipestesi pada kedua pedis. Diagnosis yang sesuai pada kasus ini adalah neuropati DM. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis tersebut EMG.

Neuropati Diabetikum • Neuropati diabetikum merupakan komplikasi yang paling sering pada diabetes mellitus (DM), sekitar 50% dari pasien dengan DM tipe 1 dan tipe 2. • Neuropati diabetika perifer meliputi gejala atau tanda- tanda disfungsi pada saraf perifer pada penderita diabetes mellitus setelah penyebablainnya disingkirkan. • Neuropati perifer simetrik yang mengenai systemsaraf motorik serta sensorik ekstremitas bawah yang disebabkan oleh jejas sel Schwann, degenerasi myelin, dan kerusakan akson saraf. • Neuropati otonom dapat menimbulkan impotensi seksual yang bersifat fokal (mononeuropati diabetik) paling besar kemungkinannya disebabkan olehmakroangiopati

Klasifikasi Diabetic Neuropathy • Peripheral simetric distal polyneuropathy (sensoric >> motoric) – Bentuk paling lazim dari diabetic neuropathy – Mengenai ekstremitas bawah distal dan tangan (“stocking-glove” sensory loss) – Gejala/tanda • • • •

Nyeri, rasa terbakar pada feet, leg, hand, arm Numbness Tingling Paresthesia

• Autonomic neuropathy – Mengenai saraf otonom yang mengontrol organ dalam. Gejala dapat berupa disfungsi ereksi, konstipasi, diare, gangguan kontrol kandung kemih, kulit menjadi kering, hipertensi orthostatik, dsb.

• Asymetric Mononeuropathy/ Mononeuropathy (motoric >> sensoric)

327

• Electromyography ( EMG) adalah suatu teknik untuk mengevaluasi dan merekam isyarat pengaktifan otot. • Mendeteksi potensi yang elektrik yang dihasilkan oleh sel otot ketika kontraksi dan juga ketika sel pada posisi diam. • Tujuan: Pemeriksaan pada terjadinya lemah otot yang belum diketahui. • EMG dapat membedakan kelemahan otot oleh gangguan otot dan kelemahan oto tyang disebabkan oleh kelainan saraf. • EMG dapat juga digunakan untuk menentukan derajat iritasi dan kerusakan saraf.

EMG Indikasi: • Motor neuron disease • Gangguan saraf tepi & akson (neuropati ) • Gangguan pada neuromuskular – junction (miastenia gravis) • Penyakit otot primer ( DMP ) • Membantu menegakkan diagnosis seperti Bells Palsy

OPTIMA JAKARTA

OPTIMA JAKARTA

OPTIMA JAKARTA

61. Pasien laki-laki, 20 tahun, terjatuh saat naik pohon kelapa. Dari pemeriksaan didapatkan rangsang propioseptif normal disertai dengan parestesi, kekuatan ekstremitas atas 2/2/2 bawah 4/4/4. Jenis trauma medula spinalis yang dialami pasien adalah… A. Brown Sequard syndrome B. Anterior cord syndrome C. Central cord syndrome D. Posterior cord syndrome E. Cauda equine syndrome







• •

Central cord syndrome  Defisit neurologis motoric dan sensorik, namun gejala pada ekstrimitas atas lebih berat dibandingkan ekstrimitas bawah. Mekanisme traum yang paling sering terjadi adalah hiper-ekstensi cervical. Ekstrimitas atas dapat mengalami kelumpuhan motoric tipe LMN disertai hilangnya rangsang suhu dan nyeri, sedangkan ekstrimitas bawah mengalami kelumpuhan motoric tipe UMN dengan deficit sensorik yang lebih ringan. Brown-Séquard’s syndrome (BSS) terjadi karena hemisection dari medulla spinalis akibat trauma tembus (baik karena pisau maupun luka tembak) atau fraktur tulang belakang. Kondisi ini jarang terjadi, dan umumnya datang dengan presentasi berupa parase motorik ipsilateral dibawah lesi, hilangnya fungsi sensorik untuk nyeri, temperatur, dan raba pada kontralateral dari lesi, dan hilangnya fungsi proprioseptif ipsilateral dari lesi. Anterior cord syndrome paralisis bilateral setinggi lesi disertai hilangnya fungsi sensorik nyeri, suhu, serta bladder dysfunction. Namun pasien masih dapat merasakan fungsi proproseptif, raba, dan tekanan. Posterior cord syndrome  hilangnya rangsang proprioseptif, raba, dan tekanan setinggi lesi ke bawah. Cauda equina syndrome (ECS) adanya disfungsi miksi dini dan saddle-type anesthesia, kelemahan flaccid ekstremitas bawah yang simetris, nyeri hebat.

62 Laki-laki, 60 tahun, datang ke IGD RS dengan keluhan lemas anggota gerak sebelah kanan sejak 1 jam yang lalu. Pemfis: TD 160/50 mmhg. Kesadaran komposmentis, pemeriksaan status neurologis dalam batas normal. Apakah diagnosisnya? A. TIA B. Stroke hemoragik C. Stroke iskemik D. Perdarahan epidural E. Perdarahan subdural

• Laki-laki 60 tahun, datang dengan keluhan anggota gerak sisi sebelah kanan mengalami kelumpuhan 1 jam yang lalu. Didapatkan hipertensi. Namun pada pemeriksaan di RS tidak ditemukan defisit neurologis. Diagnosis yang paling mungkin pada kasus ini adalah TIA. • Stroke hemoragik dan iskemik: gejala defisit neurologis akan menetap, dan diagnosis ditegakan dengan CT Scan kepala. • Perdarahan epidural: gejala khas adalah adanya interval lucid. Hasil CT Scan: Gambaran Biconvex Hiperdens. • Perdarahan subdural: terjadi akibat robekan pada bridging vein. CT Scan kepala didapatkan hasil crescent shape hyperdens

Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila (2012) • Transient Ischemic Attack (TIA) • defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otaksepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebihdari 24 jam.

• Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND) • defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung lebih dair 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 72 jam.

• Stroke in Evolution (Progressing Stroke) • deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal dalam beberapa jam hingga beberapa hari4.

• Stroke in ResolutionStroke in resolution: • deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari.

• Completed Stroke (infark serebri): • defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpamemburuk lagi

Manajemen TIA • Tujuan tatalaksana TIA adalah untuk menurunkan angka kejadian stroke setelah adanya serangan TIA. • Tatalaksana TIA – Modifikasi faktor risiko: tekanan darah tinggi, diabetes mellitus, kolesterol, merokok, alkohol, konsumsi garam dan lemak, dan aktifitas fisik. – Antiplatelet: • Rekomendasi Aspirin (50-325mg/ day) monoterapi atau dapat diberikan kombinasi Aspirin 25 mg dan Dipyridamol 20mmg twice daily. Terapi antiplatelet dapat diberikan selama 1 tahun.

• ABCD2 Score untuk menilai risiko terjadinya stroke pasca TIA. https://www.ahajournals.org/doi/pdf/10.1161/STR.0000000000000024

63. Seorang lelaki datang dengn keluhan nyeri di kedua pelipis. Nyeri seperti ditekan, menjalar hingga belakang kepala dan leher. Keluhan disertai mata kiri seperti tertusuk, mata berair, dan hidung berair. Diagnosis pasien ini adalah… A. Tension type headache B. Migrain dengan aura C. Migrain tanpa aura D. Paroxysmal hemicranial neuralgia E. Cluster type headache

• Pilihan diagnosis cluster type headache memang agak tidak sesuai dengan keluhan nyeri di kedua pelipis pada pasien. Keluhan nyeri cluster type headache unilateral. Keluhan nyeri bilateral dapat ditemukan pada tension type headache (TTH), namun pada TTH tidak ditemukan gejala autonom seperti lakrimasi ataupun rinorea, sehingga pilihan jawaban yang lebih tepat adalah cluster type headache. • Paroxysmal hemicranial neuralgia (paroxysmal hemicrania): tipe sakit kepala yang jarang terjadi. Insiden pada wanita lebih banyak daripada laki-laki. Gejala sakit kepala unilateral yang berlangsung 2-30 menit tanpada adanya gejala penyerta yang menyertai sedangkan pada sakit kepala tipe cluster terdapat gejala autonom yang menyertai, lakrimasi dan rinorea.

Cluster Type Headache

64 Laki-laki 39 tahun datang dengan keluhan sakit kepala sejak 5 hari yang lalu, keluhan disertai mual dan sakit kepala berputar hingga terjatuh, keluhan sakit kepala berputar disakan sudah 3 bulan terakhir, pemeriksaan neurologis papil edema (+), nistagmus horizontal (+), tes rebond (+), tanda tanda vital dalam batas normal, pemeriksaan radiologis di temukan massa/tumor, lokasi kelainan? A. Korteks motorik B. Lobus frontal C. Cerebellum D. Lobus oksipital E. Cerebelopontine angle

64 • Pusing berputar disertai mual  vertigo • Papil edema (+)  ada kelainan sentral  kemungkinan vertigo tipe sentral • Nistagmus horizontal (+), tes rebond (+)  kemungkinan berasal dari kelainan serebelum • Pemeriksaan radiologis ditemukan tumor  tumor intracranial • Kemungkinan lokasi tumor: cerebellum • Tumor cerebellopontine angle dapat juga menyebabkan vertigo namun disertai tinnitus dan hilang kemampuan mendengar

Cerebellum tumor • Tumor pada SSP dapat diklasifikasikan sebagai jinak atau ganas, dan dapat ditemukan pada semua usia, terutama pada dewasa. • Tumor cerebellum diketahui merupakan tumor SSP yang paling sering terjadi pada anak, namun jarang pada dewasa. • Tumor pada serebellum merupakan salah satu lesi yang berbahaya karena menyebabkan kompresi pada serebelum dan batang otak, termasuk juga menyebabkan obstruksi cairan CSF • Gejala klinis bergantung pada ukuran, lokasi, dan usia. • Pada neonatus pada umumnya berupa fetal distress, sedangkan pada bayi dapat berupa gangguan pertumbuhan dan perkembangan serta muntah. • Pada anak dapat ditemukan adanya hidrosefalus akibat adanya obstruksi pada aliran CSF • Sedangkan pada remaja dan dewasa gejala yang umum ditemukan adalah peningkatan TIK berupa nyeri kepala, mual, muntah, dan papil edema, yang kemudian dapat berlanjut menjadi hidrosefalus sekunder akibat obstruksi CSF. • Temuan pemeriksaan fisik yang ditemukan adalah gait and truncal ataxia, dysmetria, dan nystagmus Huisman TAGM, Manto M. Handbook of Clinical Neurology, 2018

Cerebellum tumor vs cerebellopontine angle • Cerebellopontine angle (CPA) tumors merupakan tumor SSP yang paling sering pada regio fossa posterior. • Sebagian besar bersifat jinak, dengan gejala yang paling sering ditemukan dapat berupa acoustic CPA tumor (vestibular schwannomas) atau non-acoustic CPA tumor (meningioma) • Acoustic CPA tumor merupakan tipe yang paling sering muncul, dan memiliki gejala berupa hilang pendengaran, tinnitus, vertigo, nyeri kepala, hipestesia wajah, dan diplopia • Pada tumor cerebellum, ditemukan juga adanya vertigo, namun tidak terdapat keterlibatan N VIII seperti pada tumor CPA (tinnitus dan hearing loss) • Pada tumor cerebellum yang mencolok adalah ditemukannya nyeri kepala, mual, muntah, dan papil edema, dengan temuan pemeriksaan fisik berupa gait and truncal ataxia, dysmetria, dan nystagmus Huisman TAGM, Manto M. Handbook of Clinical Neurology, 2018

65 Perempuan, 47 tahun, datang ke puskesmas demgan keluhan nyeri pipi kanan, nyeri dirasakan seperti disetrum. Nyeri bertambah ketika pasien menyikat gigi atau mengunyah makanan. Nyeri di rasakan hilang timbul setiap hari. Nyeri berkurang ketika diberi obat anti nyeri. Menyangkal adanya demam. Pemeriksaan fisik nervus cranialis dalam batas normal. Diagnosis pasien adalah… A. Neuralgia trigeminal B. Polineuropati C. Cluster headach D. Ramsya hunt sindrom E. Tolasa hunt sindrom

65 • Nyeri pipi kanan seperti disetrum. • Nyeri bertambah ketika pasien menyikat gigi atau mengunyah makanan  allodinia • Area yang mengalami keluhan adalah area wajah tempat persarafan trigerminal  Kasus ini merupakan neuralgia trigerminal

Neuralgia Trigeminal

66 An. S dibawa ibunya ke UGD dengan keluhan kejang. Mulanya anak teriak, kemudian kaku dan dilanjutkan dengan gerakan ritmik pd kedua tangan dan kakinya. Termasuk kejang apakah pada pasien tersebut? A. Klonik B. Mioklonik C. Tonik klonik D.Kejang parsial simpleks E. Kejang parsial kompleks

66 • Kejang dengan karakteristik kaku dan gerakan ritmik pd kedua tangan dan kakinya  kejang generalized tipe tonik klonik • Tonik: karena diawali kaku pada awalnya • Klonik: terdapat gerakan ritmik pada kedua tangan dan kaki

Kejang • Kejang merupakan perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai dari aktivitas neuronal yang abnormal dan pelepasan listrik serebral yang berlebihan. (Betz & Sowden,2002)

Manifestasi Klinik 1. Kejang parsial ( fokal, lokal ) a) Kejang parsial sederhana : Kesadaran tidak terganggu, dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini : – Tanda – tanda motoris, kedutan pada wajah, atau salah satu sisi . Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi pupil. – Gejala somatosensoris atau sensoris khusus : mendengar musik, merasa seakan jtuh dari udara, parestesia. – Gejala psikis : dejavu, rasa takut, visi panoramik. – Kejang tubuh; umumnya gerakan setiap kejang sama.

b) Parsial kompleks – Terdapat gangguankesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks – Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap – ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang – ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya. – Dapat tanpa otomatisme : tatapan terpaku

2. Kejang umum ( konvulsi atau non konvulsi ) a) Kejang absans – Gangguan kewaspadaan dan responsivitas – Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik – Awitan dan akhiran cepat, setelah itu kempali waspada dan konsentrasi penuh b) Kejang mioklonik – Kedutan – kedutan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi secara mendadak. – Sering terlihat pada orang sehat selaam tidur tetapi bila patologik berupa kedutan keduatn sinkron dari bahu, leher, lengan atas dan kaki. – Umumnya berlangsung kurang dari 5 detik dan terjadi dalam kelompok – Kehilangan kesadaran hanya sesaat. c) Kejang tonik klonik – Diawali dengan kehilangan kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ekstremitas, batang tubuh dan wajah yang berlangsung kurang dari 1 menit – Dapat disertai hilangnya kontrol usus dan kandung kemih – Saat tonik diikuti klonik pada ekstrenitas atas dan bawah. – Letargi, konvulsi, dan tidur dalam fase postictal d) Kejang atonik – Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk,atau jatuh ke tanah. – Singkat dan terjadi tanpa peringatan.

67 Seorang perempuan, 28 tahun, mengalami nyeri kepala sebelah kiri sejak 3 hari lalu. Nyeri kepala terasa berdenyut dan terkadang menjalar ke tengkuk. nyeri kepala disertai mual dan muntah sehingga mengganggu pekerjaan pasien. Fotofobia dan fonofobia positif. Sebelum nyeri kepala muncul pasien merasa melihat bintik bintik hitam. Tanda vital dalam batas normal. Tidak ada kelainan sentral. Diagnosa paling tepat adalah… A. Cluster headache B. Migrain tanpa aura C. Migrain dengan aura D. Migrain opthalmoplegi E. Tension type headache

Migrain dengan aura • Nyeri kepala sebelah kiri, berdenyut dan menjalar ke tengkuk  migrain. • Nyeri kepala disertai mual dan muntah sehingga mengganggu pekerjaan pasien migrain sedangberat. • Melihat bintik bintik hitam  aura • Tidak ada kelainan sentral menunjukkan nyeri kepala primer • Diagnosis: migrain dengan aura

Migrain • Migren: nyeri kepala primer dengan kualitas vaskular (berdenyut), diawali unilateral yang diikuti oleh mual, fotofobia, fonofobia, gangguan tidur dan depresi • Penyebab Idiopatik (belum diketahui hingga saat ini) : • Gangguan neurobiologis • Perubahan sensitivitas sistem saraf • Avikasi sistem trigeminalvaskular • Pada wanita migren lebih banyak ditemukan dibanding pria dengan skala 2:1. Faktor Predisposisi • • • • • • •

Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/ perubahan hormonal. Puasa dan terlambat makan Makanan misalnya akohol, coklat, susu, keju dan buahbuahan. Cahaya kilat atau berkelip Banyak tidur atau kurang tidur Faktor herediter Faktor kepribadian

Kriteria Diagnosis Migrain

Grades of Migraine • Mild migraine: – may be one attack per month throbbing but tolerable headache lasting upto 8 hours which does not incapacitate the individual

• Moderate migraine: – The throbbing headache more intense, lasts for 6-24 hours, nausea/vomiting and other features are more prominent patient is functionally impaired. One or more attacks occur per month.

• Severe migraine: – 2-3 or more attacks per month of severe throbbing headache lasting 12-48 hours, often accompanied by vertigo, vomiting and other symptoms; the subject grossly incapacitated during the attack. 1: Pascual J. Recent advances in the pharmacological management of migraine. F1000 Med Rep. 2009 May 8;1. pii: 39. doi: 10.3410/M1-39. PubMed PMID: 20948742; PubMed Central PMCID: PMC2924709.

Alur Tatalaksana Migrain Akut

Gilmore B, Michael B. Treatment of Acute Migrain. AAFP Volume 83, Number 3 . 2011

Penatalaksanaan Migrain • Pada saat serangan pasien dianjurkan untuk menghindari stimulasi sensoris berlebihan. • Bila memungkinkan beristirahat di tempat gelap dan tenang dengan dikompres dingin Pengobatan Abortif : 1. Analgesik spesifik analgesik khusus untuk nyeri kepala. – – –

Lebih bermanfaat untuk kasus yang berat atau respon buruk dengan NSAID. Contoh: Ergotamin, Dihydroergotamin, dan golongan Triptan (agonis selektif reseptor serotonin / 5-HT1) Ergotamin dan DHE  migren sedang sampai berat apabila analgesik non spesifik kurang terlihat hasilnya atau memberi efek samping. Kombinasi ergotamin dengan kafein bertujuan untuk menambah absorpsi ergotamin sebagai analgesik. Hindari pada kehamilan, hipertensi tidak terkendali, penyakit serebrovaskuler serta gagal ginjal.

IDI. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan primer. Ed I.2013

2. Analgesik non-spesifik Yakni: analgesik yang dapat digunakan pada nyeri selain nyeri kepala Respon terapi dalam 2 jam (nyeri kepala residual ringan atau hilang dalam 2 jam) • Aspirin 600-900 mg + metoclopramide • Asetaminofen 1000 mg • Ibuprofen 200-400 mg Terapi Profilaksis (The U.S. Headache Consortium’s) • Diberikan pada orang yang memiliki KI atau intoleransi terhadap terapi abortif • Nyeri kepala muncul lebih dari 2 hari/minggu • Nyeri kepala yang berat dan mempengaruhi kualitas hidup (walau telah diberi terapi abortif) • Gejala migrain jarang including hemiplegic migraine, basilar migraine, migraine with prolonged aura, or migrainous infarction • Terapi preventif jangka pendek pasien akan terkena faktor risiko yang telah dikenal dalam jangka waktu tertentu, misalnya migren menstrual. • Terapi preventif kronis diberikan dalam beberapa bulan bahkan tahun tergantung respon pasien.

68 • Seorang pasien usia 40 tahun datang dengan keluhan pandangan ganda. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil sebagai berikut.

Kemungkinan diagnosis dan lesi kelainan yang dialami pasien adalah A. Hemianopsia bitemporal dan chiasma optikum B. Hemianopsia bitemporal dan nervus opticus C. Hemianopsia bitemporal dan traktus opticus D. Hemianopsia homonim kontralaterl dan traktus opticus E. Hemianopsia homonim kotralateral dan chiasma opticum

Hemianopsia bitemporal • Pandangan ganda  bisa karena kelainan kedudukan bola mata atau gangguan neurologi pada jaras visual Tampak lapang pandang sisi temporal kedua mata hilang, namun sisi medial masih ada  hemianopsia bitemporal Letak lesi untuk kelainan demikian terdapat pada chiasma opticum

69 Seorang pria, 65 tahun, dirawat di RS selama 2 minggu karena serangan stroke. Pasien menjelaskan bahwa ini adalah serangan stroke yang ketiga. Saat ini dokter melihat pasien mengalami stroke yang mengenai hemisfer kanan. Riwayat sebelumnya pasien pernah terkena serangan stroke 2 kali yang mengenai hemisfer kiri. Pasien masih dapat bercerita secara runtun namun bicara pelo dan air liur menetes. Kondisi apakah ini? A. Afasia B. Afagia C. Disfasia D. Disartria E. Disfonia

Stroke • Saat ini serangan stroke yang ketiga, mengenai hemisfer kanan. • Riwayat sebelumnya pasien pernah terkena serangan stroke 2 kali yang mengenai hemisfer kiri. • Pasien masih dapat bercerita secara runtun namun bicara pelo dan air liur menetes  gangguan artikulasi disartria

Disartria • Disartria adalah gangguan artikulasi yang disebabkan oleh kerusakan sistem saraf pusat yang secara langsung mengontrol aktivitas otot-otot yang berperan dalam proses artikulasi dalam pembentukan suara pengucapan. • Menunjukkan gangguan di dalam pelaksanaan pola – pola motorik wicara yang mengarah kepada kelumpuhan, kelemahan, atau kesalahan dalam mengorganisasikan otot – otot wicara. • Disartria Ataksia berhubungan dengan kerusakan ada system cerebellum.

Lesi pada bagian spesifik: • Paralisis palatum – bicara sengau • Lesi serebelum – biacara tidak jelas (skrining irreguler) • Lesi ekstrapiramidal – bicara dengan nada monoton dan lemah • Kerusakan kortikobulbar bilateral – bicara lambat, menggerutu, “spastic”

Kerusakan antara saraf otak V, VII, IX, X dan XII

Kerja sama gerak antar otot lidah, bibir, pita suara dan otot-otot yang membuka dan menutup mulut bersimpang siur, sehingga kelancaran kalimat dan konyinuitas kalimat yang diucapkan sangat terganggu

Keterangan Disfagia

Disfagia biasanya merujuk kepada gangguan dalam makan sebagai gangguan dari proses menelan. Disfagia dapat mejadi ancaman yang serius terhadap kesehatan seseorang karena adanya resiko pneumonia aspirasi, malnutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, dan sumbatan jalan napas.

Disfasia

Disfasia adalah gangguan perkembangan bahasa yang tidak sesuai dengan perkembangan kemampuan usia seharusnya. (biasa pada anakanak).

Dismetria

Dismetria berarti hilangnya kemampuan untuk memulai atau menghentikan suatu gerak motorik halus. Untuk menguji adanya suatu dismetria bisa dilakukan beberapa pemeriksaan, salah satunya adalah finger to nose test.

70 Pasien datang ke IGD dibawa keluarga dengan penurunan kesadaran. 2 jam yang lalu pasien mengeluhkan nyeri kepala yang sangat hebat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 210/110 mmHg, pupil anisokor, hemiparesis sinistra. Dokter mendiagnosis pasien sebagai perdarahan subarachnoid. Keluhan yang paling khas pada pasien ini adalah… A. Sakit kepala yang sangat hebat B. Pupil anisokor C. Penurunan kesadaran D. Hemiparesis sinistra E. Lucid interval

Perdarahan subarachnoid • Penurunan kesadaran disertai hipertensi, pupil anisokor, dan hemiparesis sinistrakhas perdarahan intracranial • Penurunan kesadaran akut (2 jam) mendukung ke arah perdarahan dan didiagnosis sebagai perdarahan subarachnoid • Gejala klinis perdarahan subarachnoid adalah:  Thunderclap headache (nyeri kepala yang sangat berat)  Tanda rangsang meningeal positif  Gambaran star sign pada CT Scan • Pupil anisokor, penurunan kesadaran, hemiparesis sinistra, dan lucid interval hanya merupakan tanda umum dari perdarahan intracranial (bisa karena EDH, SDH, dsb)

Subarachnoid Hematom • Perdarahan fokal di daerah subarahnoid. CT scan terdpt lesi hiperdens yg mengikuti arah girus-girus serebri daerah yg berdktan dg hematom. • Gejala klinik = kontusio serebri. • Penatalaksanaan : perawatan dengan medikamentosa dan tidak dilakukan operasi

PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006

HEMATOM EPIDURAL

HEMATOM SUBDURAL

• Lucid interval • Kesadaran makin menurun • Late hemiparesis kontralateral lesi • Pupil anisokor • Babinsky (+) kontralateral lesi • Fraktur daerah temporal * akibat pecah a. meningea media

• akut: 1- 3 hr pasca trauma • Subakut: 4-21 hr pasca trauma • Kronik : > 21 hari • Gejala: sakit kepala disertai /tidak disertai penurunan kesadaran * akibat robekan bridging vein

HEMATOM SUBARAKHNOID • Kaku kuduk • Nyeri kepala • Bisa didapati gangguan kesadaran • Akibat pecah aneurisme berry

Aneurysm

5/8/2019© 2009, American Heart Association. All rights reserved.

CT Scan non-contrast showing blood in basal cisterns (SAH) – so called “Star-Sign”

CT Scan courtesy: University of Texas Health Science Center at San Antonio, Department of Neurosurgery 5/8/2019© 2009, American Heart Association. All rights reserved.

OPTIMA JAKARTA

OPTIMA JAKARTA

OPTIMA JAKARTA

71 Wanita dewasa muda datang dengan keluhan nyeri kepala. Riwayat hipertensi 5 tahun. Pasien pernah minum obat, tapi lalu berhenti sendiri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 200/130 HR 86 RR 20 suhu 36,5. Pemeriksaan neurologis: dbn, tidak ada laterisasi. Selanjutnya pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah… A. MRI B. CT scan kepala C. Foto polos kranii D. EEG E. EKG

Hipertensi urgensi • Nyeri kepala pada pasien hipertensi yang tidak terkontrol  curiga perdarahan intracranial hipertensi emergensi • Tekanan darah 200/130  krisis hipertensi, bisa urgensi atau emergensi • Pemeriksaan neurologis dbn dan tidak ada laterisasi  tidak ada target organ sehingga kemungkinan hipertensi urgensi. • Penunjang yang perlu dilakukan CT Scan: karena perdarahan paling baik dilihat dengan CT Scan, dan dengan CT dapat dilihat sampai setinggi level apa

72 Pria, 50 tahun, datang diantar teman dengan keluhan nyeri kepala hebat sejak 1 jam SMRS saat bekerja. Diikuti penurunan kesadaran. Tidak ada riwayat trauma. Tidak pernah alami hal serupa sebelumnya. Riwayat HT (+), kaku kuduk (+), TD 150/90, nadi 32x/m, RR 24x/m, suhu 36.6, VAS 9-10. Diagnosis yang paling mungkin adalah… A. Perdarahan epidural B. Perdarahan subdural C. Perdarahan subarachnoid D. Meningitis E. Ensefalitis

Subarachnoid hemorrhage • Nyeri kepala hebat (VAS 9-10) sejak 1 jam SMRS  thunderclap headache • Penurunan kesadaran dan adanya kaku kuduk  perdarahan intracranial ciri dari subarachnoid hemorrhage • Perdarahan pada regio subarachnoid  menekan dan iritasi meninges sehingga menimbulkan kaku kuduk • Pada meninges terdapat reseptor nyeri  menimbulkan nyeri hebat

Subarachnoid Hemorrhage • Perdarahan fokal di daerah subarahnoid. CT scan terdpt lesi hiperdens yg mengikuti arah girus-girus serebri daerah yg berdktan dg hematom. • Gejala klinis =  Thunderclap headache  Tanda rangsang meningeal (+)  Penurunan kesadaran

• Penatalaksanaan : perawatan dengan medikamentosa dan tidak dilakukan operasi PERDOSSI. Trauma Kapitis. 2006

HEMATOM EPIDURAL

HEMATOM SUBDURAL

• Lucid interval • Kesadaran makin menurun • Late hemiparesis kontralateral lesi • Pupil anisokor • Babinsky (+) kontralateral lesi • Fraktur daerah temporal * akibat pecah a. meningea media

• akut: 1- 7 hr pasca trauma • Subakut: 7-21 hr pasca trauma • Kronik : > 21 hari • Gejala: sakit kepala disertai /tidak disertai penurunan kesadaran * akibat robekan bridging vein

HEMATOM SUBARAKHNOID • Kaku kuduk • Nyeri kepala hebat • Bisa didapati gangguan kesadaran • Akibat pecah aneurisme berry

Aneurysm

5/8/2019© 2009, American Heart Association. All rights reserved.

CT Scan non-contrast showing blood in basal cisterns (SAH) – so called “Star-Sign”

CT Scan courtesy: University of Texas Health Science Center at San Antonio, Department of Neurosurgery 5/8/2019© 2009, American Heart Association. All rights reserved.

73 Seorang wanita, 42 tahun, mengeluh sakit kepala. Keluhan dirasakan setelah mendengar anaknya tidak naik kelas. Keluhan disertai mual, dada berdebar dan kaku pada bahu. TTV normal, pemeriksaan neurologis normal. Apakah diagnosis pasien pada kasus di atas? A. Migrain klasik B. Tension headache C. Vertigo non vestibular D.Vertigo vestibular E. BPPV

Tension type headache • Sakit kepala disertai mual, dada berdebar dan kaku pada bahu. • Sakit kepala dengan kaku pada bahu  ciri TTH • Pemeriksaan neurologi normal  nyeri kepala primer

Tension Type Headache • (TTH) adalah sakit kepala yang terasa seperti tekanan atau ketegangan di dalam dan disekitar kepala. • Nyeri kepala karena tegang yang menimbulkan nyeri akibat kontraksi menetap otot- otot kulit kepala, dahi, dan leher yang disertai dengan vasokonstriksi ekstrakranium. • Nyeri ditandai dengan rasa kencang seperti pita di sekitar kepala dan nyeri tekan didaerah oksipitoservikalis. The International Classification of Headache Disorders: 2nd edition. Cephalalgia 2004, 24 Suppl 1:9-160.

Menurut International Headache Society Classification, TTH terbagi atas 3 yaitu: • Episodik tension-type headache, • Chronik-tension type Headache, dan • Headache of the tension type not fulfilling above criteria Etiologi • Tension (keteganggan) dan stress. • Tiredness (Kelelahan). • Ansietas (kecemasan). • Lama membaca, mengetik atau konsentrasi (eye strain) • Posture yang buruk. • Jejas pada leher dan spine. • Tekanan darah yang tinggi. • Physical dan stress emotional The International Classification of Headache Disorders: 2nd edition. Cephalalgia 2004, 24 Suppl 1:9-160.

Diagnosis TTH

• Diagnosis nyeri kepala sebahagian besar didasarkan atas keluhan, maka anamnesis memegang peranan penting. • Dari anamnesis, biasanya gejala terjadinya TTH terjadi setiap hari dan terjadi dalam 10 kali serangan dalam satu hari. • Durasi atau lamanya TTH tersebut dapat terjadi selama antara 30 menit sampai dengan 7 hari. • Nyerinya dapat bersifat unilateral atau bilateral, dan pada TTH tidak adanya pulsating pain serta intensitas TTH biasanya bersifat ringan. • Pada TTH pun terdapat adanya mual, muntah dan kelaian visual seperti adanya fonofobia dan fotofobia • Pemeriksaan tambahan pada TTH adalah pemeriksaan umum seperti tekanan darah, fungsi cirkulasi, fungsi ginjal, dan pemeriksaan lain seperti pemeriksaan neurologi (pemeriksaan saraf cranial, dan intracranial particular), serta pemeriksaan lainnya, seperti pemeriksaan mental status. • Pemeriksaan lainnya seperti pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan radiologi (foto rontgen, CT Scan), Elektrofisiologik (EEG, EMG) The International Classification of Headache Disorders: 2nd edition. Cephalalgia 2004, 24 Suppl 1:9-160.

74 Tn. Adit usia 65 tahun ke IGD dengan keluhan kelemahan pada tangan dan tungkai kiri sejak 2 jam yang lalu. Keluhan di awali sejak bangun tidur dan disertai baal pada wajah, tangan dan kaki kiri. Riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu. TD 140/90, N 100x/menit, RR 20x/menit. Hemiparesis sinistra, parese VII dan XII lesi UMN. Apakah diagnosis yang paling tepat pada pasien ini ? A. Stroke infark embolus B. Stroke infark trombus C. Perdarahan Intraserebral D. Perdarahan Subarachnoid E. Perdarahan intraventrikel

Stroke Iskemik • Kelemahan pada tangan dan tungkai kiri sejak 2 jam yang laluhemiparesis sinistra • Keluhan di awali sejak bangun tidur seringkali menjadi gejala dari stroke iskemik tipe thrombosis • Disertai baal pada wajah, tangan dan kaki kiriparaesthesia • Riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu faktor resiko aterosklerosis. • Hemiparesis sinistra, parese VII dan XII lesi UMN lokasi lesi pada SSP. • Stroke iskemik tipe trombosis terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. • Gejala dan tanda akibat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan yang terkena dan berkaitan dengan lesi aterosklerotik • TD yang tidak termasuk krisis dan tidak ada penurunan kesadaranmenyingkirkan stroke hemoragik • Tidak adanya riwayat aritmia dan paresis berat yang terjadi mendadak saat aktivitasmenyinkirkan stroke iskemik tipe emboli

Stroke

Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila (2012) • Transient Ischemic Attack (TIA) • defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otaksepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebihdari 24 jam.

• Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND) • defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak berlangsung lebih dair 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1 – 3 minggu.

• Stroke in Evolution (Progressing Stroke) • deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal dalam beberapa jam hingga beberapa hari4.

• Stroke in ResolutionStroke in resolution: • deficit neurologik fokal akut karena gangguan peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal dalam beberapa jam sampai bebrapa hari.

• Completed Stroke (infark serebri): • defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpamemburuk lagi

SUBTIPE STROKE ISKEMIK Stroke Lakunar • Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadangkadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah oklusi aterotrombotik atau hialin lipid salah satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan basilaris. Trombosis yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini menyebabkan daerah-daerah infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna. • Gejala-gejala yang mungkin sangat berat, bergantung pada kedalaman pembuluh yang terkena menembus jaringan sebelum mengalami trombosis. Terdapat empat sindrom lakunar yang sering dijumpai : – – – –

Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna posterior Hemiparesis motorik murni akibat infark pars anterior kapsula interna Stroke sensorik murni akibat infark thalamus Hemiparesis ataksik atau disartria serta gerakan tangan atau lengan yang canggung akibat infark pons basal

SUBTIPE STROKE ISKEMIK Stroke Trombotik Pembuluh Besar • Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda akibat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran kolateral di jaringan yang terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi aterosklerotik. • Hipertensi non simptomatik pada pasien berusia lanjut harus diterapi secara hatihati dan cermat, karena penurunan mendadak tekanan darah dapat memicu stroke atau iskemia arteri koronaria atau keduanya. Stroke Embolik • Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan deficit neurologik mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi saat pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko besar menderita stroke hemoragik di kemudian hari.

Stroke Kriptogenik • Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostic dan evaluasi klinis yang ekstensif.

75 Seorang pasien datang dibawa keluarga nya karena tidak dapat mengerti apa yang orang lain katakan, tapi pasien dapat mengucapkan kata dengan lancar. Pada keadaan seperti ini kelainannya terdapat dibagian atau lobus otak sebelah mana? A. Frontal B. Temporal C. Parietal D.Oksipital E. Vertex

Afasia wernicke • Tidak dapat mengerti apa yang orang lain katakan  afasia Wernicke • Pasien dapat mengucapkan kata dengan lancer  tidak ada gangguan pada area broca. • Letak kelainan: area Wernicke (sensorik bicara) area 22 terletak di lobus temporal kiri

Afasia • Kelainan yang terjadi karena kerusakan dari bagian otak yang mengurus bahasa. • kehilangan kemampuan untuk membentuk katakata atau kehilangan kemampuan untuk menangkap arti kata-kata sehingga pembicaraan tidak dapat berlangsung dengan baik.

Pembagian Afasia : 1. Afasia Motorik (Broca) 2. Afasia Sensorik (Wernicke) 3. Afasia Global

Afasia Motorik : Terjadi karena rusaknya area Broca (area 44 dan 45) di gyrus frontalis inferior. Mengerti isi pembicaraan, namun tidak bisa menjawab atau mengemukakan pendapat Disebut juga Afasia Expressif atau Afasia Broca Bisa mengeluarkan 1 – 2 kata(nonfluent) Afasia Sensorik Terjadi karena rusaknya area Wernicke (area 22 dan 23) di girus temporal superior. Tidak mengerti isi pembicaraan, tapi bisa mengeluarkan kata-kata(fluent) Disebut juga Afasia reseptif atau Afasia Wernicke

76 Pasien Ny. X usia 21 tahun datang ke dokter karena kedua kelopak matanya sulit dibuka sejak 3 bulan yang lalu. Mata tidak sembab atau kemerahan, keluhan bisa sembuh sendiri namun muncul kembali apabila pasien kelelahan. Pasien sering merasakan lemas pada tungkai dan lengan saat sedang berolah raga atau beraktifitas berat tetapi membaik bila ia beristirahat. Pada pemeriksaan fisik dan neurologis tidak didapatkan kelainan. Kemungkinan patogenesis terjadinya penyakit tersebut? A. Ensefalitis virus B. Antibodi terhadap reseptor nikotinik asetilkolin C. Penurunan reseptor asetilkolin D. Perubahan kalsium chanel pada celah presinaps E. Blokade pada neuron motoric junction

Myasthenia gravis • Kedua kelopak matanya sulit dibuka dan memberat ketika kelelahan ptosis khas MG • Mata tidak sembab atau kemerahan  menyingkirkan edema palpebra atau kelainan lain akibat infeksi • Lemas pada tungkai dan lengan saat sedang berolah raga atau beraktifitas berat tetapi membaik bila ia beristirahat gejala khas MG • Ptosis + gejala MG pada ekstremitas generalized myasthenia gravis • Patogenesisnya: terdapat antibodi terhadap reseptor nikotinik asetilkolin sehingga reseptor asetilkolin menuruntimbul gejala • Semakin tinggi aktivitassemakin banyak gerakan otot  semakin tinggi aktivitas antibody reseptor asetilkolin  reseptor asetilkolin semakin menurunsemakin memberat gejala

Myasthenia Gravis Kelemahan yang terjadi diakibatkan gangguan transmisi sinyal pada neuromuscular junction  terdapat antibodi IgG terhadap reseptor nikotinik asetilkolin di membran post sinaptik Tanda dan Gejala •kelemahan tubuh asimetris yang memburuk dengan aktivitas dan membaik dengan istirahat •Pertama kali mengenai otot ekstraokular (ptosis) •otot faring dan fasial juga dipengaruhi  wajah datar, disartria, kesulitan menelan, ketidakmampuan menjaga postur kepala •Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan beberapa tes Rohkamm R. Color Atlas of Neurology.Thieme 2004

77 Seorang laki-laki, 49 tahun, datang dengan keluhan mata susah dibuka sebelah kanan, terkadang cepat lelah terlebih pada sore hari. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan kepada pasien dengan kompres es dan keluhan mata pasien berkurang. Terapi yang diberikan adalah... A. Immunoglobulin B. Diazepam C. ATS D.Karbamazepin E. Piridostigmin

Myasthenia gravis • Mata susah dibuka sebelah kanan, cepat lelah terlebih pada sore hari  otot semakin lelah jika semakin sering dipakai atau menjelang siang dan sore harikhas MG • Dokter kemudian melakukan pemeriksaan kepada pasien dengan kompres es Ice test • Pada pemeriksaan MG, ice test berupa pemberian es pada mata, dan mata yang mengalami ptosis akan berkurang ptosisnya • Diagnosis: myasthenia gravis • Tatalaksana  memberikan antikolinesterasi sehingga tidak mengurangi jumlah dari asetilkolinpiridostigmin

Diagnosis

Ice test • Prosedur: Menaruh ice pack selama 2 menit, kemudian diangkat dan

mengobservasi palpebra. Jika palpebra superior naik lebih dari 2 mm dianggap signifkan • Mekanisme yang mendasari fenomena ini belum banyak dipahami.

• Diduga bahwa penurunan suhu pada area neuromuscular junction menurunkan aktivitas kolinesterasi  jumlah asetilkolin tidak berkurang  dapat memicu depolarisasi kembali

Jenis pemeriksaan Weber test

Repetitive Nerve Stimulation (RNS)

Tes tensilon (endorphium)

Single Fiber EMG Ice Test

Keterangan tes penala dan diletakkan di dahi

Bagian tubuh yang akan diperiksa dikeringkan lalu diolesi campuran yodium, minyak kastroli dan alkohol. Bagian yang diolesi ini lalu ditaburi tepung. Positif bila tepung berwarna biru, negatif bila tepung tetap berwarna putih. Tes ini berfungsi untuk menilai ada atau tidaknya kerusakan otonom Tes untuk mendiagnosis myasthenia gravis dengan menggunakan obat tensilon (endrophonium), yang disuntikkan secara IV . Tensilon mencegah penghancuran acetylcholine pada NMJ. Bila pasien menderita MG maka tes akan positif  otot pasien menjadi lebih kuat setelah diberikan obat ini Mengukur aktivitas otot Es ditaruh di kelopak mata yang mengalami kelainan, jika ptosis >2mm positive MG

Sensitivitas 72%

75%

60%

88-99% 77%

Myasthenia Gravis Pemeriksaan • Anti-acetylcholine receptor antibody • Anti-striated muscle antibody →84% pada pasien denganthymoma • Tensilon test • Single fiber EMG • Chest X-ray/Chest CT Scan →thymoma

• Tatalaksana • AChE inhibitors  Pyridostigmine bromide (Mestinon) dan Neostigmine Bromide

• • • •

Immunomodulating therapies : Prednisone Plasmapheresis Thymectomy

78 Ny. Nia usia 40 tahun, demam tinggi sejak 2 hari lalu. Riwayat batuk lama, penurunan berat badan dan keringat malam tanpa sebab, PF kaku kuduk +. Apakah diagnosis yang paling tepat ? A. Meningitis viral B. Meningitis bakterial C. Meningitis TB D.Meningitis viral E. Ensefalopati

Meningitis TB • Demam tinggi sejak 2 hari lalu kemungkinan besar infeksi. • Riwayat batuk lama, penurunan berat badan dan keringat malam tanpa sebab suspek TB • PF kaku kuduk +  meningitis • Diagnosis: meningitis TB

Meningitis TB • Meningitis adalah radang umum pada arakhnoid dan piamater yang dapat terjadi secara akut dan kronis. Sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak. • Meningoensefalitis tuberkulosis adalah peradangan pada meningen dan otak yang disebabkan oleh Mikobakterium tuberkulosis (TB). • Penderita dengan meningoensefalitis dapat menunjukkan kombinasi gejala meningitis dan ensefalitis.

Patologi • Meningitis TB tak hanya mengenai meningen tapi juga parenkim dan vaskularisasi otak. Bentuk patologis primernya adalah tuberkel subarakhnoid yang berisi eksudat gelatinous. • Pada ventrikel lateral seringkali eksudat menyelubungi pleksus koroidalis. Secara mikroskopik, eksudat tersebut merupakan kumpulan dari sel polimorfonuklear (PMN), leukosit, sel darah merah, makrofag, limfosit diantara benang benang fibrin. • Selain itu peradangan juga mengenai pembuluh darah sekitarnya, pembuluh darah ikut meradang dan lapisan intima pembuluh darah akan mengalami degenerasi fibrinoid hialin. Hal ini merangsang terjadinya proliferasi sel sel subendotel yang berakhir pada tersumbatnya lumen pembuluh darah dan menyebabkan infark serebral karena iskemia. • Gangguan sirkulasi cairan serebrospinal (CSS) mengakibatkan hidrosefalus obstruktif (karena eksudat yang menyumbat akuaduktus spinalis atau foramen luschka, ditambah lagi dengan edema yang terjadi pada parenkim otak yang akan semakin menyumbat. • Adanya eksudat, vaskulitis, dan hidrosefalus merupakan karakteristik dari menigoensefalitis yang disebabkan oleh TB.

Gejala klinis Gejala klinis meningitis TB dibagi 3 stadium: Stadium I : Stadium awal (2-3 minggu) • Gejala prodromal non spesifik : apatis, iritabilitas, nyeri kepala, malaise, demam, anoreksia Stadium II : Intermediate (transisi 1-3 minggu) • Gejala menjadi lebih jelas: mengantuk, kejang • Defisit neurologik fokal : hemiparesis, paresis saraf kranial(terutama N.III dan N.VII, gerakan involunter • Hidrosefalus, papil edema Stadium III : Advanced (± 3 minggu setelah gejala awal) • Penurunan kesadaran • Disfungsi batang otak, dekortikasi, deserebrasi

Diagnosis Diagnosa pada meningitis TB dapat dilakukan dengan beberapa cara :8 1. Anamnese: ditegakkan berdasarkan gejala klinis, riwayat kontak dengan penderita TB 2. Lumbal pungsi: • Gambaran LCS pada meningitis TB : Warna jernih / xantokrom, jumlah Sel meningkat MN > PMN, Limfositer, protein meningkat, glukosa menurun <50 % kadar glukosa darah. • Pemeriksaan tambahan lainnya : Tes Tuberkulin, Ziehl-Neelsen ( ZN ), PCR 3. Rontgen thorax: TB apex paru, TB milier 4. CT scan otak • Penyengatan kontras ( enhancement ) di sisterna basalis • Tuberkuloma : massa nodular, massa ring-enhanced • Komplikasi : hidrosefalus 5. MRI Diagnosis dapat ditegakkan secara cepat dengan PCR, ELISA dan aglutinasi Latex. Baku emas diagnosis meningitis TB adalah menemukan M. tb dalam kultur CSS. Namun pemeriksaan kultur CSS ini membutuhkan waktu yang lama dan memberikan hasil positif hanya pada kira-kira setengah dari penderita

79 Laki-laki, 40 tahun, datang ke UGD RS dengan keluhan lumpuh pada kedua kaki sejak 3 hari SMRS. Keluhan dirasakan setelah mengalami kecelakaan lalu lintas. Pemfis : TD: 135/85 Nadi: 88 RR: 18 suhu: 37.2. Refleks patella dan achilles meningkat, babinski +, ditemukan anestesi pada regio umbilikus dan terdapat gangguan BAB dan BAK. Letak gangguan? A. Medulla spinalis Th 3-4 B. Medulla spinalis Th 5-6 C. Medulla spinalis Th 7-8 D. Medulla spinalis Th 9-10 E. Medulla spinalis Th 11-12

Trauma Medulla Spinalis • Berdasarkan pemaparan pada soal, keluhan akibat trauma medula spinalis dengan temuan anestesi setinggi regio umbilikus dan gangguan BAB serta BAK, sesuai dengan lesi di tingkat Th 910. • Medulla spinalis Th 3-4  lesi setinggi dada sejajar interkosta 35 dan papila mammae • Medulla spinalis Th 5-6  lesi setinggi prosesus xiphoid • Medulla spinalis Th 7-8  lesi setinggi regio epigastrium • Medulla spinalis Th 11-12  lesi setinggi pubis International Standards for neurological class of spinal cord injury. ASIA ISCOS 2019

80. • Seorang laki-laki usia 10 tahun di bawa ibunya ke IGD dalam keadaan kejang sejak 30 menit yang lalu. Awalnya kejang hanya tangan kanan saja lama kelamaan menjadi kejang seluruh tubuh. Ibu pasien memberikan diazepam perektal saat kejang 5 menit pertama, lalu mentelepon ambulans. Saat di ambulans pasien kejang kembali dan diberikan diazepam perektal setelah 15 menit kejang, lalu menyungkup mulut pasien dengan oksigen. Pasien kejang kembali. Ibu pasien mengatakan 2 minggu lalu pasien sudah tidak minum obat kejang lagi (fenitoin). 2 hari sebelumnya, pasien batuk pilek. Apa yang harus dilakukan? A. Pemasangan infus dan pemberian fenitoin infus B. Pemasangan infus dan pemberian fenobarbital bolus C. Pemasangan infus dan pemberian loratadine D. Pemasangan infus dengan pemberian cefriaxon E. Pemberian ulang diazepam perektal

Kejang pada anak • Pada soal kemungkinan telah terjadi status epilepticus pada pasien karena kejang selama 30 menit. • Ada kemungkinan pasien memang menderita epilepsi. • Pada tatalaksana kejang diberikan diazepam per rektal 2 kali, lalu dilanjutkan dengan fenitoin, lalu dengan fenobarbital. • Selain itu pada pasien ini sebenarnya telah rutin mengonsumsi fenitoin. • Agar tidak kejang, pasien epilepsy harus mempertahankan dosis optimum pemeliharaan phenytoin.

www.optimaprep.co.id

OPTIMA MEDAN

ILMU BEDAH

81. Laki laki usia 40 tahun mengeluh nyeri di seluruh lapang perut sejak 3 jam smrs. Keluhan diawali nyeri ulu hati yang menjalar sampai ke perut kanan bawah. Keluhan juga disertai dengan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Pemeriksaan fisik didapatkan defans muscular, distensi, nyeri tekan dan nyeri lepas (+). Diagnosis pasien ini adalah… A. Volvulus B. Peritonitis C. Perforasi gaster D. Pankreatitis E. Kolelitiasis

• Pasien mengalami nyeri pada seluruh lapang abdomen. Keluhan nyeri diawali dengan migrating pain dari ulu hati menjalar ke perut kanan bawah. Saat ini, keluhan nyeri perut disertai mual, muntah, tidak nafsu makan, dan PF didapatkan defans muskular, nyeri tekan (+), nyeri lepas (+). Kemungkinan diagnosis pada kasus ini adalah peritonitis akibat appendisitis perforasi. • Volvulus: gejala nyeri perut disertai muntah hijau dan bloody stool. • Pankreatitis: keluhan nyeri epigastrium dengan penjalaran ke punggung, berkurang saat tidur terlentang. • Perforasi gaster: gejala peritonitis dengan pneumoperitoneum. • Kolelitiasis: nyeri perut kanan atas.

Peritonitis

Gambaran radiologis pada peritonitis: a) adanya kekaburan pada cavum abdomen b) preperitonial fat dan psoas line menghilang c) adanya udara bebas subdiafragma atau d) adanya udara bebas intra peritoneal

82. Tn X, 30 tahun, datang ke dokter praktek klinik dengan keluhan BAB berdarah. Selain itu, pasien juga mengeluhkan benjolan yang keluar dari anus saat mengedan. Benjolan tersebut masuk kembali dengan sendirinya. Diagnosis yang tepat adalah… A. Haemoroid interna grade 0 B. Haemoroid interna grade 1 C. Haemoroid interna grade 2 D. Haemoroid interna grade 3 E. Haemoroid interna grade 4

• Pilihan jawaban yang tepat dari soal di atas adalah B. Haemoroid interna grade II. Hal ini ditunjang dari keluhan pasien BAB berdarah yang menyertai benjolan yang keluar dari anus dan dapat masuk kembali secara spontan. • Haemoroid interna grade 0  tidak ada dalam klasifikasi. • Haemoroid interna grade I  keluhan utama BAB berdarah tanpa disertai adanya benjolan yang keluar dari anus. Benjolan dapat teraba jika dilakukan pemeriksaan Rectal Toucher. • Haemoroid interna grade III  Benjolan tidak dapat masuk secara spontan, namun masih dapat dimasukan dengan bantuan jari. • Haemoroid interna grade IV  Benjolan tidak dapat dimasukan kembali ke dalam anus, terjadi trombus sehingga terasa nyeri.

Hemoroid

83. Pria, 26 tahun, datang ke poli paru dengan keluhan sesak napas sejak 2 hari yang lalu. Keluhan sesak dirasakan semakin lama semakin berat. PF: toraks asimetris. Paru kiri : vesikuler menurun, hipersonor, suara napas menurun. Paru kanan: suara napas vesikuler dan tidak ada suara napas tambahan. Diagnosisnya adalah… A. Pneumotoraks kiri B. Pneumonia C. Bronkiektasis D. Efusi pleura kiri E. Tumor paru kiri

• Diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah Pneumotoraks Kiri yang terjadi spontan (etiologi tidak digambarkan pada soal). Diagnosis tersebut ditunjang dengan keluhan pasien yang mengalami sesak napas, gerak paru yang asimetris, dan hasil PF hemitoraks kiri yang menunjukan suara napas vesikuler menurun dan perkusi hipersonor. • Sedangkan pada kasus efusi pleura dan tumor paru, akan didapatkan gambaran PF suara napas menurun dengan perkusi: redup. • Pada pneumonia, keluhan sesak biasanya disertai dengan bunyi napas tambahan Ronkhi. • Bronkiektasis merupakan penyakit kronis akibat infeksi paru berulang/ lama. Sehingga terjadi remodelling pada bronkus. Gejala utama biasanya sesak disertai dengan mengi.

Pneumothorax Definisi: udara bebas di dalam rongga pleura. • Anamnesis o Gejala penyakit dasar o Sesak napas mendadak o Nyeri dada o Tanpa atau dg penyakit paru sebelumnya o PF ; Takipnea Taki kardi • PF Paru •



• • •

Inspeksi : Tertinggal pada pergerakan napa, lebih cembung , sela iga melebar Palpasi :Fremitus melemah , Deviasi trakea Perkusi :Hipersonor, tanda 2 pendorongan organ Auskul : Suara napas melemah / tidak terdengar

• Ro :

– Paru kolaps – Pleural line – Daerah avascular/ Hiper radio lusen – Sela iga melebar – Tanda-tanda pendorongan

PNEUMOTORAKS

WSD

84. Bayi laki-laki, 10 bulan, dibawa ibunya dengan keluhan keluar cairan kental seperti BAB dari pusar. PF: umbilikal tampak keluar secret dan berbau. Kemungkinan diagnosis pasien ini adalah… A. Hernia umbilikal B. Kista umbilikal C. Fistula ileoumbilical D. Sinus omphalomesenterika E. Fistula vesica urinaria - umbilikalis

• Bayi laki-laki, dengan keluhan keluar cairan kental seperti BAB dari pusar. PF: umbilikal tampak keluar sekret dan berbau. Dari pilihan jawaban yang ada, jawaban yang paling sesuai adalah fistula ileoumbilical yang merupakan bagian dari omphalomesenteric remnant/ vitello-intestinal duct. Gambaran klinis paling umum dari omphalomesenteric remnant adlaah diverticuluim Meckel. Gambaran lain dapat berupa kista, sinus, atau fistula yang menghubunkan organ dalam organ dalam abdomen seperti ileum, gaster, atau colon dengan umbilikal. • Hernia umbilikal: gejala klinis berupa benjolan yang keluar pada area umbilikal terutama saat bayi menangis/ mengedan. • Kista umbilikal: tidak dijelaskan secara spesifik jenis kista umbilikal yang dimaksus. Kista umbilikal sering disertai dengan fistula. Paling sering terjadi adalah kista urachus dan kista omphalomesenterikus. • Sinus omphalomesenterika: merupakan bagian dari omphalomesenteric remnant. Namun pada sinus omphalomesenterica tidak memiliki saluran, hanya terbentuk kantung-kantung pada dinding usus. • Fistula vesica urinaria – umbilikal: disebut juga paten duktus urachus. Gejala utama umbilikal mengeluarkan sekret seperti urin.

Omphalomesenteric Remnant • Sinonim: Vitello-intestinal duct. • Duktus vitello-intestinal biasanya akan menutup pada minggu ke 5 – 9 kehamilan. • Bentuk klinis: – Vitello-intestinal cord – Persistent fistula (ileum/ colon/ gaster) – Sinus – Kista – Meckel’s diverticulum (paling sering).

85. Pasien usia 45 tahun perempuan datang dengan keluhan nyeri pada pergelangan tangan kiri sejak 1 bulan yg lalu. Pasien memiliki profesi sebagai penjahit yang sudah ditekuni selama 20 tahun. Pada pemeriksaan fisik didapatkan perabaan area lateral pergelangan tangan kir ihangat dan nyeri tekan, finklestein sign (+). Tanda vital dalam batas normal. Leukosit. 9.000, Hb : 11 g/dL, Trombosit 165.000. dan finklestein (+). Apa kemungkinan diagnosis pasien di atas? A. De Quarvein’s Syndrome B. Carpal Tunnel Syndrome C. Abses Cutan D. Fraktur Colles E. Kista Ganglion

• Perempuan, 45 tahun, dengan profesi menjahit, mengeluhkan nyeri pada pergelangan tangan kiri. Dari pemeriksaan didapatka nyeri berpusat pada area lateral pergelangan tangan kiri, teraba hangat, terdapat nyeri tekan, dan finklestein sign (+) Diagnosis yang paling sesuai pada kasus ini adalah de quarvain syndrome. • Carpal tunnel syndrome: nyeri pergelangan tangan menjalar hingga digiti 1-3. • Abses cutan: tidak ada massa yang tampak pada penjelasan soal. • Fraktur colles: tidak ada keterangan adanya deformitas atau krepitasi pada soal. • Kista ganglion: gejala utama berupa benjolan pada pergelangan tangan dapat disertai nyeri terutama saat aktifitas berat.

De Quervain’s Tenosynovitis • DeQuervain's Tenosynovitis adalah peradangan selubung tendon (disebut Synovium) pada bagian dasar ibu jari. • Tendon yang menggerakkan ibu jari menjadi terbatas dalam tunnel (terowongan) yang ketat. • Peradangan berasal dari gesekan yang ditimbulkan saat tendon menggelincir di sepanjang ibu jari dengan gerakan yang berulang-ulang.

https://www.gleneagles.com.sg/id/specialties/medical-specialties/orthopaedic-surgery-sportsmedicine/dequervain-tenosynovitis

Gejala Gejala utama yaitu rasa nyeri pada persendian pergelangan tangan dekat bagian bawah ibu jari. Gejala lainnya mencakup: • Rasa nyeri setelah terjadi peningkatan aktivitas yang melibatkan pergelangan dan tangan • Rasa nyeri berawal seperti rasa sakit dan terus berkembang sampai tahap ketika menggerakkan pergelangan tangan atau ibu jari menimbulkan rasa nyeri yang menusuk di area yang terpengaruh • Area pergelangan tangan yang sakit dapat membengkak https://www.gleneagles.com.sg/id/specialties/medical-specialties/orthopaedic-surgery-sportsmedicine/dequervain-tenosynovitis

86. Laki-laki, 35 tahun, datang dengan keluhan nyeri pada pinggang kanan menjalar sampai buah zakar pada sisi yang sama. Pasien juga mengeluh mual tapi tidak muntah. Pasien mengeluh ada riwayat BAK berdarah dan berpasir. Pada PF: tanda vital dalam batas normal, nyeri ketok CVA kanan (+). Kemungkinan diagnosis pasien ini adalah… A. Batu ureter proksimal B. Batu ureter media C. Batu ureter distal D. Batu kandung kemih E. Batu uretra posterior

• Dari penjelasan adanya nyeri pinggang kanan dengan riwayat kencing berpasir dapat disimpulkan diagnosis pada kasus ini adalah urolithiasis/ batu saluran kemih. Nyeri yang menjalar dari pinggang kanan hingga skrotum, menandakan letak batu berada pada ureter distal sedangkan nyeri ketok CVA (+) menandakan adanya batu pada ginjal. Sehingga pada kasus ini didapatkan diagnosis yang berbeda: nefrolithiasis kanan dan batu ureter distal. Pilihan jawaban yang ada hanya C. Batu ureter distal.

Urolithiasis

Nyeri Alih

87. Seorang pria usia 61 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan berkemih tidak lampias sejak dua bulan yang lalu. Keluhan disertai nyeri saat berkemih dan kadang berdarah saat berkemih. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri regio suprapubik. Pada colok bubur didapatkan pool atas prostat tidak teraba, permukaan licin, dan tidak nyeri. Diagnosis yang paling mungkin adalah… A. Pembesaran prostat jinak B. Prostatitis akut C. Prostatitis kronik D. Vesikolithiasis E. Uretrolithiasis

• Pasien geriatri, laki-laki, keluhan BAK tidak lampias, nyeri saat BAK, terkadang disertai darah (Gejala LUTS). Pada pemeriksaan DRE didapatkan pool atas prostat tidak teraba, permukaan licin, dan tidak ada nyeri tekan. Kesimpulan diagnosis pada kasus ini adalah BPH. • Pada kasus prostatitis pemeriksaan DRE yang dapat ditemukan adalah prostat membesar secara divergen, teraba hangat, dan terdapat nyeri tekan. • Vesikulolitihiasis gejala utama nyeri saat BAK/ tidak lampias disertai BAK berpasir. Pada pemeriksaan USG buli dapat ditemukan accoustic shadoe. • Uretrolithiasis: gejala utama pasien tidak dapat BAK, Jika batu terdapat pada ureter distal dapat teraba pada ventral penis. Pemeriksaan terbaik dengan Retrograde Urografi.

Diagnosis of BPH • Symptom assessment – the International Prostate Symptom Score (IPSS) is recommended as it is used worldwide – IPSS is based on a survey and questionnaire developed by the American Urological Association (AUA). It contains: • seven questions about the severity of symptoms; total score 0–7 (mild), 8–19 (moderate), 20–35 (severe) • eighth standalone question on QoL

• Digital rectal examination(DRE) – inaccurate for size but can detect shape and consistency

• Prostat Volume determination- ultrasonography • Urodynamic analysis – Qmax >15mL/second is usual in asymptomatic men from 25 to more than 60 years of age

• Measurement of prostate-specific antigen (PSA) – high correlation between PSA and Prostat Volume, specifically Trantitional Zone Volume – men with larger prostates have higher PSA levels – PSA is a predictor of disease progression and screening tool for CaP – as PSA values tend to increase with increasing PV and increasing age, PSA may be used as a prognostic marker for BPH 1

Gambaran BNO IVP Pada BNO IVP dapat ditemukan: • Indentasi caudal buli-buli • Elevasi pada intraureter menghasilkan bentuk J-ureter (fish-hook appearance) • Divertikulasi dan trabekulasi vesika urinaria

“Fish Hook appearance”(di tandai dengan anak panah) Indentasi caudal buli-buli

Pada USG (TRUS, Transrectal Ultrasound) • Pembesaran kelenjar pada zona sentral • Nodul hipoechoid atau campuran echogenic • Kalsifikasi antara zona sentral • Volume prostat > 30 ml 8

CT Scan: • Tampak ukuran prostat membesar di atas ramus superior simfisis pubis.

88. Bayi umur 2 hari datang ke IGD RS dengan keluhan muntah-muntah dan tidak mau minum susu. Muntah berwarna hijau dan sejak 2 hari belum buang air besar. Bayi tampak dehidrasi, pemeriksaan fisik ditemukan anus normal, perut distensi, dan peristaltic meningkat. Px colok dubur didapatkan tinja menyemprot. Manakah penanganan pasien yang paling tepat? A. Bayi tetap diberi ASI B. Pemeriksaan yang paling akurat untuk diagnosis pasti adalah CT scan abdomen C. Rectal biopsy dapat dilakukan pada keadaan acute D. Rectal biopsy harus dilakukan secepatnya untuk diagnosis pasti E. Abdominal X-ray dan barium enema harus dilakukan setelah kondisi akut dapat ditangani

• Pasien bayi usia 2 hari dengan keluhan muntah-muntah tidak mau minum ASI. Dari pemeriksaan bayi tampak dehidrasi, distensi abdomen, dan gerak peristaltik usus meningkat. Pemeriksaan colok dubur, tinja menyemprot keluar. Dari penjabaran gejala diatas diagnosis pada kasus ini mengarah pada penyakit hirschprung. Pilihan jawaban yang tepat adalah E. Abdominal X-ray dan barium enema harus dilakukan setelah kondisi akut dapat ditangani. • Kondisi akut pada pasien ini adalah dehidrasi dan distensi abdomen. Tindakan yang dapat dilakukan adalah rehidrasi intravena dan untuk mengurangi distensi abdomen dapat dilakukan pemasangan NGT dan menggunakan rectal tube. • Setelah kondisi stabil baru dapat dilakukan pemeriksaan penunjang Abdominal X-Ray dan barium enema.

Hirschsprung • Suatu kelainan bawaan berupa aganglionik usus, mulai dari spinchter ani interna kearah proksimal dengan panjang yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidaktidaknya sebagian rectum dengan gejala klinis berupa gangguan pasase usus (keterlambatan evakuasi mekonium, muntah hijau, distensi abdomen. • Tidak terdapat ganglion Meisner dan Auerbach

BNO POLOS Gambaran hearing bone

BARIUM ENEMA Gambaran zona transisi

• Darm kontur: terlihatnya bentuk usus pada abdomen • Darm Steifung: terlihatnya gerakan peristaltik pada abdomen Rontgen : • Abdomen polos – Dilatasi usus – Air-fluid levels. – Empty rectum

• Contrast enema – Transition zone – Abnormal, irregular contractions of aganglionic segment – Delayed evacuation of barium

• Biopsy : – absence of ganglion cells – hypertrophy and hyperplasia of nerve fibers,

89. Seorang anak laki-laki, usia 12 bulan, diantar ibunya ke poli dengan keluhan terdapat benjolan di punggung. Perkembangan komunikasi dan motorik pasien dirasa terganggu. Apakah diagnosis yang mungkin pada pasien? A. Spina bifida B. Syndrome rett C. Guillane Barre Syndrome D. Multiple Sclerosis E. Myasthenia Gravis











Anak laki-laki, 12 bulan, didapatkan benjolan pada area punggung disertai gangguan perkembangan komunikasi dan motorik. Dengan adanya benjolan di punggung dan gangguan motorik, diagnosis yang paling mungkin dari pilihan jawaban tersebut adalah spina bifida. Terdapat beberapa klasifikasi spina bifida, dari yang paling ringan adalah spina bifida occulta, spina bifida cystica (meningokel dan meningomielokel), dan yang paling berat myeloschisis. Meningomielokel dan myeloschisis menimbulkan gejala defisit neurologis setinggi lumbal ke bawah, oleh karena gangguan spina bifida biasanya terletak pada area lumbosakral. Pada spina bifida, jarang disertai dengan retardasi mental. Oleh karena, itu gangguan komunikasi yang dijelaskan pada soal masih mungkin disebabkan oleh kemunkinan lain. Syndrome rett: Suatu mutasi genetik yang langka yang mempengaruhi perkembangan otak pada anak perempuan. Bayi tampak sehat selama enam bulan pertama mereka, tapi seiring berjalannya waktu, cepat kehilangan koordinasi, ucapan, dan penggunaan tangan. Guillaine Barre Syndrome: kondisi ketika sistem kekebalan tubuh menyerang saraf. Kondisi ini dapat dipicu oleh bakteri akut atau infeksi virus. Gejala berawal dengan lemas dan kesemutan di kaki dan telapak kaki yang menyebar ke tubuh bagian atas. Kelumpuhan bisa terjadi. Multiple sclerosis: Sklerosis multipel menyebabkan banyak gejala yang berbeda, termasuk hilangnya penglihatan, nyeri, rasa lelah, dan gangguan koordinasi. Gejala, keparahan, dan durasi dapat bervariasi dari orang ke orang. Beberapa orang mungkin bebas dari gejala pada sebagian besar hidup mereka, sementara yang lain dapat memiliki gejala kronis yang parah yang tidak pernah pergi. Tidak disertai adanya benjolan di punggung. Myasthenia gravis: Gejala berupa lemah di otot lengan dan kaki, pandangan ganda, serta kesulitan berbicara dan mengunyah terutama pada sore hari/ setelah beraktifitas. Disebabkan oleh autoimun.

SPINA BIFIDA : • Spina Bifida Occulta • Spina Bifida Cystica o Meningokel o Meningomielokel

• Spina Bifida Aperta (myeloschisss/rachischisis)

Occulta • Ringan • Lengkung-lengkung vertebranya dibungkus o/ kulit yg biasanya tidak mengenai jaringan saraf yg ada di bawahnya. • Cacat di daerah lumbosakral ( L4 – S1 ) • Biasanya ditandai dg plak rambut yg menutupi daerah yg cacat. • Kecacatan ini disbbkan krn tdk menyatunya lengkung-lengkung vertebra (defek tjd hanya pd kolumna vertebralis ) • Tjd pada sekitar 10% kelahiran

Meningokel • Pada beberapa kasus hanya meningens saja yg berisi cairan yg menonjol melalui daerah cacat. • Meningokel merupakan bentuk spina bifida di mana cairan yg ada di kantong terlihat dr luar (daerah belakang ), ttp kantong tsb tdk berisi spinal cord atau saraf.

477

Meningomielokel

• bentuk spina bifida dimana jaringan saraf ikut di dalam kantong tersebut. • Bayi yang terkena akan mengalami paralisa di bagian bawah • affected babies: leg paralysis and bladder and bowel control problems

478

Myeloschisis • Bentuk spina bifida yang paling berat. Pada kasus ini neural fold gagal menutup sehingga medulla spinalis terbuka. Medulla spinalis akan tampak seperti flatenned mass of nervous tissue and devoid of skin.

479

90. Laki laki, 45 tahun, datang dengan kekuhan tidak bisa buang air kecil yang dirasakan sejak 5 jam lalu. Pasien mengatakan belum pernah seperti ini. Saat buang air kecil awalnya tidak bisa, setelah mengedan beberapa saat urin keluar namun terasa nyeri dan warna urin kemerahan. PF: nyeri ketok CVA pinggang (+)/ (+), TTV dbn. USG accoustic shadow pada vesica. Diagnosis yang tepat adalah… A. Vesikolithiasis B. Striktur uretra C. BPH D. Uretritis E. FImosis

• Pasien laki-laki, 45 tahun, mengalami retensio urin. Setelah mengedan urin dapat keluar namun terasa nyeri dan berwarna kemerahan. Terdapat nyeri ketok CVA (+)/(+) yang menandakan adanya kemungkinan nefrolithiasis. Sedangkan gambaran USG tampak gambaran accoustic shadow pada vesica yang menunjukan adanya vesicolithiasis. Sehingga pada kasus ini bisa kemungkinan terdapat 2 diagnosis: nefrolithiasis dan vesicolithiasis. Namun pilihan jawaban yang ada, A. Vesikolithiasis. • Striktur uretra: pasien dengan keluhan BAK tidak lancar, namun penyebab utama terjadinya striktur uretra adalah riwayat uretritis sebelumnya. Pemeriksaan gold standard dengan retrograde urography. • BPH: faktor risiko pada laki-laki diatas usia 60 tahun. Bisa terdapat gejala LUTS. Pada pemeriksaan Rectal Toucher akan ditemukan pool atas prostat tidak teraba, tanpa adanya nyeri atau benjolan. • Uretritis: radang (paling sering disebabkan oleh infeksi bakteri) pada dinding uretra. Biasanya pasien akan merasakan nyeri saat BAK/ terasa panas, dapat disertai hematuria, dan limfadenopati pada selah paha. • Fimosis: preputium tidak dapat ditarik ke arah proksimal.

Vesikulolithiasis • adalah masa yang berbentuk kristal yang terbentuk atas material mineral dan protein yang terdapat pada urin.

Vesikolithiasis Tanda & Gejala • Nyeri suprapubik • Penghentian miksi tiba tibasesuai dengan perubahan posisi • Poliuria • Disuria • Hematuria • PF: demam, conj anemis/akral anemis, nyeri ketok CVA dapat (+).

USG: gambaran objek hiperekoik yang berbayang pada bagian posterior

OPTIMA MEDAN

OPTIMA MEDAN

91. Seorang anak laki-laki, 4 tahun, diantar ibunya ke IGD RS dengan keluhan nyeri pada scrotum kirinya sejak 2 jam yang lalu. Nyeri dirasakan mendadak saat ia sedang bermain dengan teman-temannya. Pada PF: TTV normal, scrotum kiri tampak lebih pendek di banding scrotum kontralateral. Pada pemeriksaan USG tidak tampak vaskularisasi pada scrotum kiri. Diagnosis yang tepat? A. Ureterolitihiasis B. Torsio testis C. Hernia scrotalis D. Prostatitis E. Epididimis

• Anak laki-laki, usia 4 tahun, dengan keluhan nyeri mendadak pada skrotum kiri. Pada PF didapatkan skrotum kiri lebih tinggi deobandingkan kanan dan USG tidak tampak vaskularisasi pada skrotum kiri. Diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah torsio testis dan perlu dilakukan tindakan segera. • Epididimitis  keluhan nyeri tidak mendadak dan tidak mengganggu vaskularisasi dari skrotum. Pemeriksaan phren sign (+). • Hernia scrotalis  merupakan lanjutan dari hernia inguinalis lateral. Keluhan utama merupakan benjolan di sela paha hingga masuk ke skrotum. Menyebabkan nyeri bila terjadi strangulata. • Ureterolitihiasis dan prostatitis tidak menyebabkan nyeri pada skrotum.

Torsio Testis Gejala dan tanda: • Nyeri hebat pada skrotum yang mendadak • Pembengkakan skrotum • Nyeri abdomen • Mual dan muntah • Testis terletak lebih tinggi dari biasanya atau pada posisi yang tidak biasa

Ultrasound

• Normal: homogenous symmetric

Late ischemia/infarct: hypoechoic

Early ischemia: enlargement, no Δ echogenicity

• Hemorrhage: hyperechoic areas in an infarcted testis, heterogenous, extra testicular fluids • Penurunan Vaskularisasi

92. Seorang pria, 25 tahun, datang dengan keluhan nyeri pada testis sejak 1 hari yang lalu. Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal. Dilakukan pemeriksaan dengan mengangkat testis dan testis masih terasa sakit. Pemeriksaan fisik diatas adalah… A. Phren sign B. Psoas sign C. Obturator sign D. Murphy sign E. Dunphy sign

• Phren sign merupakan pemeriksaan uang dilakukan untuk membedakan epididimitis akut dan torsio testis. Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengangkat skrotum yang sakit (terasa nyeri). Hasil test positif apabila nyeri berkurang saat skrotum diangkat (diagnosis epididimitis akut). Hasil test negatif apabila nyeri menetap/ bertambah saat skrotum diangkat (diagnosis torsio testis). • Psoas sign: merupakan pemeriksaan pada appendisitis akut. Pemeriksaan positif apabila pasien merasakan nyeri perut kanan bawah saat dilakukan hiper-ekstensi panggul kanan. • Obturator sign: pemeriksaan pada appendistis akut. Pemeriksaan positif apabila abdomen terasa nyeri pada hipogastrium/ area vagina saat dilakukan fleksi + rotasi interna panggul kanan. • Murphy sign: manuver untuk pemeriksaan kolesistitis. Pemeriksa memberikan tekanan dengan tangan pada margin costa kanan di garis midklavikula kanan. Pasien diminta inspirasi. Hasil positif apabila pasien merasa nyeri pada area tersebut. • Dunphy sign: pemeriksaan pada appendisitis akut. Dunphy sign positif apabila pasien merasa nyeri pada testis saat batuk/ mengejan/ atau bergerak.

Phren Sign

Murphy’s Sign

Sign of Appendicitis

93. Wanita usia 60 tahun mengeluhkan sulit BAB dalam 1 bulan terakhir. Setiap BAB dirasakan tidak tuntas. Sering terdapat bekas kotoran pada celana dalam. Pasien memiliki 7 anak (2 laki-laki dan 5 perempuan). Pada pemeriksaan tampak massa sirkumferensial yang keluar dari anus. Penyebab hal tersebut adalah… A. Kelemahan otot panggul B. Kelemahan otot spincter ani C. Kelemahan plexus hemoroidalis interna D. Kelemahan plexus hemoridalis eksterna E. Kelemahan dinding rectum.

• Massa sirkumferensial yang keluar dari anus, mengarahkan diagnosis pada kasus ini adalah prolaps recti. Terdapat pilihan jawaban etiologi pada prolaps recti yakni: kelemahan otot dasar panggul dan kelemahan m. sphincter ani. Namun pada kasus ini lebih dipilih kelemahan otot dasar panggul, oleh karena pasien dengan faktor risiko: wanita, geriatri dengan riwayat multipara.

PROLAPS REKTUM (PROCIDENTIA)  Seluruh bagian rektum turun melalui anus  Penyebab : • Kelemahan otot dasar panggul • Tekanan abdomen yang meningkat

Gejala Klinik: • Terjadi prolap pada saat tekanan abdomen meningkat • Sfingter ani dilatasi dan lemah • Inkonentia alvi • Mukosa rektum lecet, mudah berdarah, mengeluarkan sekret mukous • Perlu tindakan manual untuk reposisi

94. Seorang laki-laki, berusia 30 tahun, datang setelah kecelakaan. Pasien kesakitan pada tungkai kiri karena terbentur aspal. Tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan tungkai didapatkan adduksi dan endorotasi tungkai kiri. Diagnosis pasien ini adalah… A. Dislokasi panggul posterior B. Dislokasi panggul anterior C. Fraktur caput femur D. Fraktur corpus femur E. Ankle sprain

• Diagnosis pada kasus ini adalah dislokasi panggul posterior karena posisi dari panggul pasien adduksi disertai dengan endorotasi tungkai kiri. Dengan riwayat kecelakaan lalu lintas sebelumnya. • Posisi pada dislokasi panggul anterior: panggul abduksi dan eksorotasi tungkai. Secara epidemiologis dislokasi panggul anterior juga jarang terjadi. • Fraktur pada kasus ini dapat disingkirkan karena tidak adanya deformitas dari tungkai dan tidak ditemukan krepitasi. • Ankle sprain  tidak sesuai dengan posisi anatomis dari gejala yang ada pada soal.

Posterior Hip Dislocation

soundnet.cs.princeton.edu

Anterior Hip Dislocation Gejala • Nyeri pada sendi panggul • Tidak dapat berjalan atau melakukan adduksi dari kaki. • The leg is externally rotated, abducted, and extended at the hip

netterimages.com

95. Seorang bayi berusia 3 hari dibawa ibunya ke IGD RS dengan keluhan sesak dan badannya membiru. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan fisik dan ditemukan pada pemeriksaan thorak kanan ditemukan ronkhi dan tanda schapoid pada abdomen kiri. Apa diagnosa yang paling mungkin? A. Hernia Umbilikalis B. Hernia scrotalis C. Hernia diafragmatica D. Volvulus E. Invaginasi

• Bayi usia 3 hari, dengan keluhan sesak dan badan membiru. Pada abdomen kiri ditemukan tanda scaphoid. Tanda Scphoid adalah dinding anterior abdomen tampak terbenam, membentuk kontur cekung diabndingkan bentuk yang seharusnya mencembung pada bagian anterior abdomen. Sehingga diagnosis yang paling tepat pada kasus ini adalah C. Hernia diafragmatica

Hernia Diafragmatika Penonjolan organ perut ke dalam rongga dada melalui suatu lubang pada diafragma. Akibat penonjolan viscera abdomen ke dalam rongga thorax melalui suatu pintu pada diafragma. Terjadi bersamaan dengan pembentukan sistem organ dalam rahim.

Pembagian Hernia Diafragmatika a. Traumatica : hernia akuisita, akibat pukulan, tembakan, tusukan b. Non-Traumatica 1)Kongenital › Hernia Bochdalek atau Pleuroperitoneal Celah dibentuk pars lumbalis, pars costalis diafragma › Hernia Morgagni atau Para sternalis Celah dibentuk perlekatan diafragma pada costa dan sternum 2)Akuisita Hernia Hiatus esophagus Ditemukan pada 1 diantara 2200-5000 kelahiran dan 8090% terjadi pada sisi tubuh bagian kiri.

Tanda dan gejala 1. Gangguan pernafasan yang berat 2. Sianosis (warna kulit kebiruan akibat kekurangan oksigen) 3. Takipneu (laju pernafasan yang cepat) 4. Bentuk dinding dada kiri dan kanan tidak sama (asimetris) 5. Scaphoid sign pada abdomen kiri. 6. Takikardia (denyut jantung yang cepat).

96. Laki-laki, 30 tahun, mengalami kecelakaan lalu lintas. Pasien ditabrak dari samping ketika menyebrang jalan, kesadaran pasien menurun serta mulut dan hidung penuh darah. Tindakan pertama saat pasien sampai UGD? A. Pasang kateter uretra B. Evaluasi tanda vital C. Beri oksigen D. Pasang pulse oximetri E. Evaluasi jalan nafas

• Pada penanganan kasus trauma prinsip utama adalah ABC (Airway, Breathing, Circulation). Oleh karena itu penanganan pertama pada soal di atas adalah evaluasi jalan napas. Terlebih pada soal diatas pasien mengalami kecelakaan lalu lintas dan didapatkan darah pada mulut dan hidung yang dapat menghambat jalan napas. Baru berikutnya diberikan support pada breathing dan circulation.

Initial Assessment Penderita trauma/multitrauma memerlukan penilaian dan pengelolaan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan jiwa penderita. Waktu berperan sangat penting, oleh karena itu diperlukan cara yang mudah, cepat dan tepat. Proses awal ini dikenal dengan Initial assessment ( penilaian awal ). Penilaian awal meliputi: 1. Persiapan 2. Triase 3. Primary survey (ABCDE) 4. Resusitasi 5. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi 6. Secondary survey 7. Tambahan terhadap secondary survey 8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinarnbungan 9. Transfer ke pusat rujukan yang lebih baik ATLS Coursed 9th Edition

ATLS Coursed 9th Edition

97 Perempuan, 50 tahun, keluhan bengkak kedua tungkai bawah sejak 2 bulan, disertai nyeri, kemerahan dan gatal kulit kering. Pasien kebiasaan berdiri lama dan pakai hak tinggi. Pasien penderita diabetes sejak 5 tahun yang lalu. PF: edem tungkai, hiperemis, dan hangat. Pemeriksaan penunjang untuk menegakan diagnosis tersebut adalah… A. MRI B. Angiografi C. Venous Ultrasound D. CT Scan E. Foto Polos Tungkai

• Perempuan 50 tahun, dengan edema kedua tungkai, teraba hangat, dan hiperemis. Pasien memiliki riwayat DM sebelumnya. Gambaran tersebut sesuai dengan deep vein trombosis (DVT). Kemungkinan pasien memiliki riwayat varicose vein sebelumnya sehingga dapat menyebakan DVT pada kedua tungkai. Pemeriksaan yang sesuai pada kasus ini adalah venous ultrasound.

Trombosis Vena Dalam •



Skoring Wells – Kanker aktif (sedang terapi dalam 1-6 bulan atau paliatif) (skor 1) – Paralisis, paresis, imobilisasi (skor 1) – Terbaring selama > 3 hari (skor 1) – Nyeri tekan terlokalisir sepanjang vena dalam (skor 1) – Seluruh kaki bengkak (skor 1) – Bengkak betis unilateral 3 cm lebih dari sisi asimtomatik (skor 1) – Pitting edema unilateral (skor 1) – Vena superfisial kolateral (skor 1) – Diagnosis alternatif yang lebih mungkin dari DVT (skor -2) Interpretasi: – >3: risiko tinggi (75%) – 1-2: risiko sedang (17%) – < 0: risiko rendah (3%)

Sudoyo A dkk. Panduan Diagnosis dan Tatalaksana Trombosis Vena Dalam dan Emboli Paru. 2015

Patient with suspect symptomatic Acute lower extremity DVT

Venous duplex scan

negative

Low clinical probability

observe

High clinical probability

positive

negative

Evaluate coagulogram /thrombophilia/ malignancy

Repeat scan / Venography Anticoagulant therapy contraindication

IVC filter

yes

No

pregnancy OPD hospitalisation

LMWH LMWH UFH

+

warfarin

Compression treatment

Color duplex scan of DVT

Venogram shows DVT

98. Seorang anak laki-laki, usia 12 tahun, mengeluhkan nyeri pada kaki kanan sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan dirasa memberat sejak 1 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan keterbatasan gerak oleh karena nyeri. Riwayat trauma disangkal. Pada pemeriksaan radiologi di dapatkan gambaran brodies abcess pada metafisis. Apa diagnosis pasien tersebut? A. Osteomyelitis akut B. Osteomyelitis subakut C. Osteomyelitis kronis D. Osteosarcoma E. Ewing Sarcoma

• Pasien mengeluhkan nyeri pada kaki kanan sejak 2 minggu yang lalu. Pada rontgen didapatkan abses brodie. Dari gejala tersebut dapat disimpulkan diagnosis yang sesuai pada kasus ini adalah osteomyelitis subakut. • Osteomyelitis akut  gambaran X-Ray tidak khas. Bisa didapatkan gambaran jaringan lunak sekitar tulang yang edem dan detruksi tulang yang bertambah berat seiring perjalan penyakit yang semakin kronis. • Osteomnyelitis kronik  gambaran X-Ray akan tampak adanya sequestrum dan involucrum. • Osteosarcoma  sunburst appearance. • Ewing sarcoma moth eaten lesion, onion skin, dan codman triangle.

SUBACUTE HEMATOGENOUS OSTEOMYELITIS • More insidious onset and lacks the severity of symptoms • Diagnosis typically is delayed for more than 2 weeks. • a pathogen is identified only 60% of the time • S. aureus and Staphylococcus epidermidis • The diagnosis often must be established by an open biopsy and culture

Brodie’s abcess • Bone abscess containing pus or jelly like granulation tissue surrounded by a zone of sclerosis • Age 11-20 yrs, metaphyseal area, usually upper tibia or lower femur • Deep boring pain, worse at night, relieved by rest • Circular or oval luscency surrounded by zone of sclerosis • Treatment: – Conservative if no doubt - rest + antibiotic for 6 wks. – if no response – surgical evacuation & curettage, if large cavity - packed with cancellous bone graft

99. Pria, 37 tahun, seorang pekerja pipa. Tangan kanan terguyur zat basa saat bekerja. Tangan kanan tampak kemerahan dan melepuh. Tindakan awal yang tepat pada kasus ini adalah… A. Diguyur dengan NaCl 0.9% B. DIguyur dengan RL C. Diguyur dengan air mengalir 30 menit D. Diguyur zat asam E. Dressing dengan salep antibiotic

• Pasien pada soal diatas mengalami luka bakar akibat tersiram zat basa. Penanganan awal yang tepat dari pilihan jawaban yang ada adalah diguyur dengan menggunakan air yang mengalir selama 30 menit. • NaCl 0,9% dan RL dapat pula digunakan sebagai cairan irigasi, namun pada kedua pilihan jawaban tersebut tidak dijelaskan diberikan dengan cara dialirkan dan selama 30 menit, untuk menghilang kontak jaringan dengan zat basa tersebut. • Pemberian zat asam merupakan kontraindikasi. • Dressing dilakukan setelah penanganan awal dilakukan. Dressing pada luka bakar bermacammacam tidak harus salep antiobiotik.

Luka Bakar Kimia • Kerusakan jaringan yang disebabkan kontak dengan bahan kimia. • Penyebab: asam, alkali, logam, fosfor, dll. • Dapat ditemukan pada: cairan pembersih, baterai, bahan baku produk rumah tangga dan kesehatan. • Mekanisme  pembentukan panas + perubahan kimiawi jaringan tubuh. • Tingkat keparahan bergantung: pH bahan kimia, konsentrasi, jumlah, lama kontak, bentuk fisik, tipe kontak, trauma kejadian.

Asam • Termasuk diantaranya: asam sulfat, nitrat, krlorida, hidrofluorat. • Perubahan kimiawi  denaturasi protein  nekrosis koagulasi  eskar.

Basa/ Alkali • Termasuk: natrium dan kalium hidroksida, kalsium oksida, hipoklorit, amonia. • Mekanisme: – Saponifikasi jaringan lemak – Berikatan dengan protein jaringan  gugus hidroksil  kerusakan jaringan – Ekstraksi air dari sel

Tatalaksana Penangan awal  cegah kontak lebih lanjut irigasi

• Stabilisasi ABC • Lepaskan pakaian dan cegah kontaminasi • Irigasi minimal 30 menit. Tindakan operatif: eskarotomi, skin graft sesuai indikasi

100. Laki-laki, 23 tahun, datang dengan keluhan benjolan di leher sejak 3-4 minggu yang lalu. Benjolan soliter, kenyal, dan terletak di anterior M. Sternocleidomastodeus. Tidak ditemukan nyeri (-), demam (-), batuk(-) pilek (-). Pemeriksaan penunjang yang tepat adalah… A. Foto dada AP - Lateral B. Aspirasi jarum halus C. USG leher D. Darah rutin E. Cek BTA

• Pasien datang dengan keluhan adanya benjolan di area leher. Benjolan soliter, kenyal, dan terletak di anterior M. Sternocleidomastoideus. Dari keterangan soal terseut dapat disimpulkan diagnosis pada kasus ini adalah limfadenopati colli. Oleh karena keterangan klinis pada soal tidak dijelaskan secara detail makan pilihan penunjang yang tepat pada kasus ini adalah aspirasi jarum halus. Dari BJH/ FNAB dapat diketahui secara sitologi sehingga diagnosis etiologi dapat ditegakan secara lebih definitif dibandingkan pilihan jawaban yang lain.

Lymphadenopathy • Findings from a Dutch study revealed a 0.6% annual incidence of unexplained lymphadenopathy in the general population. • Of 2,556 patients in the study who presented with unexplained lymphadenopathy to their family physicians, 256 (10 %) were referred to a subspecialist and 82 (3.2 %) required a biopsy, but only 29 (1.1 %) had a malignancy.

OPTIMA MEDAN

OPTIMA MEDAN

101. Pasien laki-laki, 20 tahun, datang ke UGD diantar keluarganya dengan keluhan nyeri lutut sebelah kiri sejak 1 jam yang lalu. Pasien terjatuh pada pertandingan bola basket. TD: 120/80 mmHg, RR: 22 x/mnt, N: 88 x/mnt, S: 36,6OC. Pemeriksaan status lokalis: lutut kiri nyeri, bengkak, ngilu, dan terdengar bunyi klik saat digerakan. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk mendiagnosis penyakit pasien ini adalah… A. EMG B. MRI C. CT Scan D. USG E. Foto polos genue AP/Lat

• Kemungkinan diagnosis pada kasus ini adalah ruptur meniskus. Ditunjang dengan keluhan nyeri pada lutut saat bermain basket. Pada PF lutut tampak bengkak, nyeri tekan (+), dan terdengar bunyi klik saat digerakan. Pada soal tidak ditemukan adanya gangguan pergerakan ataupun instabilitas sendi yang signifikan pada sendi lutut sehingga kemungkinan terjadinya cedera ligamen lebih kecil. Terlebih pada olahraga basket banyak terjadi gerakan pivoting/ memutar sendi lutut yang merupakan salah satu patomekanisme cedera meniskus. Tindakan radiologi yang tepat untuk mendiagnosis kasus tersebut di atas adalah MRI. • Foto genu AP/ Lateral dapat digunakan sebagai penunjang tambahan untuk menyingkirkan kemunginan adanya fraktur atauun arthritis.

Cedera Meniskus • Sering terjadi pada olahraga yang melibatkan gerakan berputar dan squat seperti pada bola basket, sepak bola atau bulu tangkis. • Mekanisme cedera meniskus – akibat gerakan berputar dari sendi lutut – akibat gerakan squat atau fleksi (menekuknya) sendi lutut yang berlebihan.

102. Tn. Z, usia 40 tahun, datang dengan keluhan penis ereksi. Ereksi sudah berlangsung selama 6 jam, pasien mengaku selama ereksi tidak nyeri dan tanda vital dalam batas normal. Satu bulan yang lalu pasien mengalami kecelakaan saat menggowes sepeda, selangkangan pasien membentur stang sepeda. Keluhan ini merupakan kali kedua. Kemungkinan diagnosisnya adalah… A. Priapismus B. Erektogenik medikamentosa C. Insufisiensi vena D. Oklusi arteri dosalis penis E. Paraphimosis

• Pasien dengan keluhan ereksi penis yang sudah berlangsung selama 6 jam tanpa disertai rasa nyeri serta terdapat riwayat straddle injury sebelumnya. Diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah high flow priapismus/ non-ischemic priapismus.

Priapism • Priapism: a persistent penile erection that continues hours beyond, or is unrelated to, sexual stimulation. • Ischemic (veno-occlusive, low flow) priapism is a nonsexual, persistent erection characterized by little or no cavernous blood flow and abnormal cavernous blood gases (hypoxic, hypercarbic, and acidotic). The corpora cavernosa are rigid and tender to palpation. Patients typically report pain. =Ischemic priapism is an emergency. • Nonischemic (arterial, high flow) priapism is a nonsexual, persistent erection caused by unregulated cavernous arterial inflow. Cavernous blood gases are not hypoxic or acidotic. Typically the penis is neither fully rigid nor painful. Antecedent trauma is the most commonly described etiology. Nonischemic priapism does not requireemergent treatment. • Stuttering (intermittent) priapism is a recurrent form of ischemic priapism in which unwanted painful erections occur repeatedly with intervening periods of detumescence. This historical term identifies a patient whose pattern of recurrent ischemic priapism encourages the clinician to seek options for prevention of future episodes.

103. Laki-laki, 40 tahun, datang ke RS dengan keluhan nyeri ulu hati sejak 1 hari yang lalu, disertai dengan mual dan muntah, dan terkadang diare. Pada pemeriksaan fisik bising usus menurun dan terdapat nyeri pada epigastrium dan titik Mc Burney. Apa kemungkinan diagnosis pasien tersebut? A. Appendisitis B. Kolesistitis C. Kolangitis D. Pankreatitis E. Peritonitis

• Diagnosis pada kasus ini adalah appendisitis akut ditunjang dengan adanya keluhan nyeri pada epigastrium dan titik Mc Burney. Keluhan appendisitis akut dapat disertai mual, muntah dan diare. Pemeriksaan bising usus dapat menurun pada area usus yang dekat dengan posisi appendix sehingga menimbulkan gejala gangguan pasase usus. • Keluhan nyeri pada kolesistitis dan kolangitis terdapat pada perut kanan atas. • Pankreatitis: keluhan nyeri epigastrium dengan penjalaran ke punggung, berkurang saat tidur terlentang. • Peritonitis keluhan nyeri pada seluruh lapang abdomen disertai adanya defans muskular.

Alvarado Score

104. • Seorang wanita, 45 tahun, datang dengan keluhan nyeri punggung. Wanita tersebut diketahui memiliki riwayat batuk lama. Dari hasil pemeriksaan dijumpai adanya gibbus, dan dari MRI dijumpai adanya massa di Vertebra T9-11. Apa diagnosis yang paling mungkin pada kasus di atas? A. B. C. D. E.

Osteoporosis Tumor vertebra Spondilolistesis Spondilolisis Spondilitis tuberculosis

• Pasien dengan nyeri punggung, dengan riwayat batuk lama. Pada pada pemeriksaan fisik ditemukan gibbus dan dari MRI ditemukan massa setinggi T9-T11. Dari gejala yang ada tersebut, diagnosis pada kasus ini mengarah pada spondilitis TB. Massa yang terlihat pada MRI adalah massa abses (tuberkel). • Osteoporosis: gambaran radiologi, fraktur kompresi, dengan matriks tulang yang berkurang. • Tumor vertebrae: pada hasil MRI akan menampakan gambaran massa pada vertebrae, namun tidak dijumpai gibbus. • Spondilolisthesis: pergeseran vertebra kedepan terhadap segment yang lebih rendah, yang biasa terjadi pada lumbal vertebra ke 4 atau ke 5 akibat kelainan pada pars interartikularis. • Spondilolisis: stress fracture Os. Vertebrae.

Spondilitis TB

105. Seorang wanita, 22 tahun, datang dengan keluhan benjolan pada payudara kanan sejak beberapa bulan yang lalu. Keluhan tidak disertai rasa nyeri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan benjolan sebesar kelereng, konsistensi kenyal, permukaan licin, dan mudah digerakkan. Diagnosis pasien yang tepat adalah… A. Penyakit fibrokistik B. Ca Mammae C. Abses Mammae D. Fibroadenoma Mammae E. Tumor Philloides

• Diagnosis pada kasus ini adadalah fibroadenoma mammae. Ditunjang dengan faktor disposisi penyakit yang muncul pada wanita dengan usia dewasa muda. Karakteristik benjolan bersifat kenyal, batas tegas, permukaan licin, tidak ada nyeri dan mudah digerakan. • Fibrokistik: lesi non kanker, gejala berupa perubahan pada tekstur payudara, dapat disertai benjolan dan rasa nyeri yang dipengaruhi siklus menstruasi. • Ca Mammae: epidemiologi pada wanita usia 40 tahun ke atas. Benjolan dengan tepi tidak rata, batas tidak tegas dan immobile. • Abses Mammae: menimbulkan gejala pembengkakan payudara, benjolan tampak memerah disertai nyeri, dan fluktuasi (+). • Tumor Philoides: merupakan tumor fibroepitelial yang jarang ditemukan. Bersifat jinak. Benjolan kenyal, dengan batas tegas, namun dengan sifat pertumbuhan yang cepat.

Fibroadenoma • Most common benign tumor of breast. • Benign tumors that represent a hyperplastic or proliferative process in a single terminal ductal unit. • Young females:15 -25yrs of age. • Aberration in normal development of a lobule. • Cause -unknown. • 10% of disappear spontaneously each year. • Most stop growing after they reach 2-3 cm.

• Clinical features – Painless swelling – Smooth, firm, nontender – Well-localized – Moves freely within the breast tissue- breast mouse. – Axillary LN not enlarged.

• Treatment • Excision of the lump • In pericanalicular type periareolar incision • Intracanalicularsubmammary incision

The Breast Lump

106. Seorang anak datang dengan keluhan patah tulang yang terbuka setelah jatuh dari pohon beberapa jam SMRS. Didapatkan patah tulang femur terbuka dengan perdarahan aktif yang keluar terus menerus. Pemeriksaan TTV dbn. Tatalaksana awal yang tepat pada pasien ini adalah… A. Pasang spalk di antara 2 sendi B. Pasang spalk di atas tulang yang patah C. Pasang spalk di bawah tulang yang patah D. Balut tekan E. Reposisi dan traksi

• Pasien mengalami fraktur terbuka pada Os. Femur dengan perdarahan aktif yang keluar terus menerus. Tindakan awal yang tepat pada kasus ini adalah balut tekan untuk menghentikan perdarahan. • Jika perdarahan telah berhenti dan kondisi pasien stabil baru diberikan spalk yang melewati 2 sendi untuk memberikan support immbolilasis dan mengurangi nyeri. • Reposisi dan traksi sebaiknya dilakukan oleh expert yang sudah berpengalaman.

Fraktur Terbuka • Dimana terjadi hubungan dengan lingkungan luar melalui kulit. • Terjadi kontaminasi bakteri  komplikasi infeksi • Luka pada kulit : – Tusukan tulang tajam keluar menembus kulit (from within) – Dari luar misal oleh peluru atau trauma langsung (from without)

107. Seorang laki-laki, 27 tahun, datang dengan keluhan nyeri dan bengkak pada tungkai kanan. Pasien sebelumnya mengalami kecelakaan 14 hari yang lalu dan berobat ke dukun. Pemeriksaan fisik: tampak hiperemis pada kruris, bengkak, dan nyeri tekan. Rontgen: tidak ada fraktur, tampak pembengkakan jaringan lunak pada regio cruris. Pemeriksaan lab: leukosit 12.000. Diagnosis yang tepat adalah… A. Sarkoma ewing B. Osteosarkoma C. Artritis septik D. Fraktur kruris E. Osteomyelitis pyogenes

• Laki-laki, 27 tahun, tungkai kanan bengkak dan nyeri. Disertai leukositosis. Rontgen, tidak ditemukan fraktur, jaringan lunak bengkak pada regio cruris. Dari pilihan jawaban yang ada pilihan yang paling sesuai adalah E. Osteomyelitis Pyogenes. Kemungkinan pasien mengalami infeksi per kontinuitatum dari luka jaringan lunak saat kecelakaan 14 hari yang lalu.

Osteomyelitis • Osteomyelitis is an inflammation of bone caused by an infecting organism. • It may remain localized, or it may spread through the bone to involve the marrow, cortex, periosteum, and soft tissue surrounding the bone. • Based on the duration and type of symptoms:

Local signs (Acute) • Calor, rubor, dolor, tumor • Heat, red, pain or tenderness, swelling • Initially, the lesion is within the medually cavity, there is no swelling, soft tissue is also normal. • The merely sign is deep tenderness. • Localized finger-tip tenderness is felt over or around the metaphysis. • It is necessary to palpate carefully all metaphysic areas to determine local tenderness, pseudoparalysis

X-ray findings • X-ray films are negative within 1-2 weeks • Careful comparison with the opposite side may show abnormal soft tissue shadows. • It must be stressed that x-ray appearances are normal in the acute phase. • There are little value in making the early diagnosis. • By the time there is x-ray evidence of bone destruction, the patient has entered the chronic phase of the disease.

X-ray findings • It takes from 10 to 21 days for an osseous lesion to become visible on conventional radiography, because a 30–50% reduction of bone density must occur before radiographic change is apparent

Bonakdarpour A, Gaines VD (1983) The radiology of osteomyelitis. Orthop Clin North Am 14:21–33

X-ray findings 1. Localized osteopaenia and trabecular destruction are early signs of a suppurative acute process in the bone. 2. The type and extent of cortical destruction is variable . A wide spectrum is encountered, ranging from a solitary radiolucency to irregular, multiple radiolucencies (mottling) to a permeative pattern. The individual lesions are generally indistinct and irregular in outline.

108. Seorang laki-laki, 26 tahun, jatuh tertabrak mobil saat mengendarai sepeda motor. Tampak deformitas pada area bahu kiri, nyeri tekan (+), dan krepitasi (+). Foto radiologi sebagai berikut: Diagnosis yang tepat adalah… A. Fraktur midclavicula B. Fraktur clavicular 1/3 proksimal C. Fraktur clavicula 1/3 distal D. Fraktur costae E. Fraktur humeri

• Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas. Dari pemeriksaan didapatkan deformitas pada bahu kiri, nyeri tekan (+), dan krepitasi (+). Dari gambaran foto Rontgen jelas tampak fraktur pada Os. Clavicula di bagian tengah. Sehingga diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah fraktur midclavicula.

Fraktur Klavikula Tipe I: Fraktur mid klavikula (Fraktur 1/3 tengah klavikula) • Fraktur pada bagian tengah clavicula • Lokasi yang paling sering terjadi fraktur, paling banyak ditemui Tipe II : Fraktur 1/3 lateral klavikula Fraktur klavikula lateral dan ligament korako-kiavikula, yang dapat dibagi: – type 1: undisplaced jika ligament intak – type 2: displaced jika ligamen korakokiavikula ruptur. – type 3: fraktur yang mengenai sendi akromioklavikularis.

Tipe III : Fraktur pada bagian proksimal clavicula. Fraktur yang paling jarang terjadi

109. Anak laki-laki, 4 tahun, diantar ke poli dengan keluhan kulit pada kelamin ditarik dan tidak bisa kembali. Diagnosis pada kasus ini adalah… A. B. C. D. E.

Fimosis Parafimosis Epispadia Hipospadia Balanitis

• Diagnosis pada kasus ini adalah parafimosis. Pada kasus ditemukan kulit kelamin (preputium) ditarik dan tidak bisa kembali ke posisi normal. • Fimosis  preputium tidak dapat ditarik ke arah proksimal. • Epispadia Orificium uretra eksternum (OUE) terletak pada dorsal penis. • Hipospadia  OUE berada pada ventral penis. • Balanitis  peradangan pada glans penis. Glas penis tampak merah dan bengkak.

Phimosis Phimosis • Prepusium tidak dapat ditarik kearah proksimal • Fisiologis pada neonatus • Komplikasiinfeksi – Balanitis – Postitis – Balanopostitis

• Treatment – Dexamethasone 0.1% (6 weeks) for spontaneous retraction – Dorsum incisionbila telah ada komplikasi

Paraphimosis • Prepusium tidak dapat ditarik kembali dan terjepit di sulkus koronarius • Gawat darurat bila – Obstruksi vena superfisial  edema dan nyeri  Nekrosis glans penis

• Treatment – Manual reposition – Dorsum incision

Balanitis

Definisi • Balanitis adalah radang pada glans penis • Posthitis adalah radang pada kulup. • Radang pada kepala penis dan kulup (balanoposthitis) bisa juga terjadi. • Pria yang mengalami balanoposthitis mengalami peningkatan resiko berkembangnya balanitis xerotica obliterans, phimosis, paraphimosis, dan kanker di kemudian hari. Etiologi • Penyebab paling umum dari balanitis adalah kebersihan yang buruk. • Lebih sering pada pasien dengan fimosis Gejala • Penderita merasa nyeri dan gatal, warna kepala penis kemerahan dan bengkak.

Pengobatan • Salah satu pengobatan terbaik balanitis adalah menjaga kebersihan di kepala penis dan antibiotik. • Saat fase akut tidak dilakukan tindakan operasi • Jika sudah terlanjur kulup menutup maka harus dilakukan penyunatan.

110. Pasien usia 70 tahun datang dengan keluhan BAB berdarah dan keluar benjolan sejak 2 bulan yang lalu dan memberat 5 hari ini, pasien sering merasa BAB nya keras dan harus mengedan agar BAB bisa dan keluar keluar darah menetes setelah feses. Pada pemeriksaan RT terdapat benjolan pada jam 6, benjolan pasien saat ini menetap. Apakah faktor risiko pada pasien tersebut? A. Konstipasi B. Karsinoma rectum C. Fistula recti D. Fissura recti E. Abses perianal

• Adanya benjolan yang keluar dari anus disertai dengan darah yang keluar menetes setelah feses, hasil pemeriksaan RT juga didapatkan benjolan di arah jam 6, serta tidak ditemukan adanya tanda-tanda keganasan, dapat disimpulkan diagnosis pada kasus ini adalah hemoroid interna. • Faktor risiko hemoroid interna pada plihan jawaban yang ada, adalah konstipasi.

Hemoroid

OPTIMA MEDAN

OPTIMA JAKARTA

111. Seorang laki laki, 46 tahun, mengeluhkan keluar benjolan dari sela paha kanan. Benjolan keluar masuk. Benjolan keluar terutama saat pasien batuk atau mengejan. Terkadang benjoan mencapai scrotum kanan. Kemungkinan diagnosis pasien ini adalah… A. Hernia inguinalis reponibel B. Hernia inguinalis ireponibel C. Hernia inguinalis medial D. Hernia femoralis E. Hernia scrotalis

• Pasien mengeluhkan adanya benjolan pada sela paha kanan yang keluar terutama saat pasien batuk atau mengejan. Benjolan dapat keluar dan masuk dnegan sendiri dan terkadang mencapai skrotum. Diagnosis yang paling tepat pada kasus ini adalah hernia inguinalis reponible. • Hernia inguinalis ireponible: benjolan tidak dapat masuk kembali ke peritoneum. • Hernia inguinalis media: dikenal juga hernia inguinalis direk, benjolan tidak dapat mencapai skrotum. • Hernia femoralis: benjolan teraba di lipat paha dibawah ligamentum inguinalis. • Hernia scrotalis: merupakan bagian dari hernia inguinalis lateral yang massa hernia mencapai skrotum.

Hernia

Tipe Hernia

Definisi

Reponible

Kantong hernia dapat dimasukan kembali ke dalam rongga peritoneum secara manual atau spontan

Irreponible

Kantong hernia tidak adapat masuk kembali ke rongga peritoneum

Inkarserata

Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat di dalam kantong hernia

Strangulata

Obstruksi dari pasase usus dan obstruksi vaskular dari kantong hernia  tanda-tanda iskemik usus: bengkak, nyeri, merah, demam

112. Seorang anak laki-laki, 5 tahun, dibawa ibunya ke IGD, karena alat kelaminya membesar. Tidak disertai nyeri tekan. Pemeriksaan fisik di dapatkan kantung zakar membesar, tidak teraba buah pelir, trasluminasi (+). Diagnosis yang mungkin adalah… A. Hidrokel B. Varikokel C. Hernia skrotalis D. Tumor testis E. Torsio testis

• Anak laki-laki 5 tahun, dengan keluhan alat kelaminnya membesar. Pada pemeriksaan didapatkan kantung zakar membesar, tidak nyeri, testis tidak teraba, dan transluminasi (+). Pada hidrokel tranluminasi (+), namun biasanya testis teraba pada area posterior skrotum. Kemungkinan diagnosis ini adalah undesensus testis (karena testis yang tidak teraba) dengan hidrokel. Karena pilihan jawaban tersebut tidak ada maka jawaban yang paling mendekati adalah A. Hidrokel. • Pada undesensus testis, prosesus vaginalis PV, saluran yang menghubungkan antara peitoneum dan skrotum pada masa embrional gagal menutup. Karena pada prosesnya PV akan menutup setelah testis melewati saluran dan sampai ke skrotum. Namun hal tersebut tidak terjadi pada undensensus testis sehingga PV tidak menutup. Saluran PV yang tidak menutup tersebut merupakan meningkatkan risiko terjadinya hernia inguinalis dan hidrokel komunikan.

Hydrocele

113. Seorang laki-laki, 21 tahun, datang dengan keluhan nyeri buah zakar. Saat berkemih nyeri sejak 1 minggu yang lalu dan disertai demam. Pada px fisik: testis membesar, batas tegas, hiperemis (+), nyeri tekan (+), transiluminasi (-), phren sign (+). Apa diagnosis yang tepat? A. Hidrokel B. Varikokel C. Epididimitis D. Hernia strangulata E. Torsio testis

• Pasien mengeluhkan nyeri pada buah zakar sejak 1 minggu yang lalu dan disertai demam. Pada pemeriksaan didapatkan testis membesar, hiperemis, batas tegas, nyeri tekan (+), dengan phren sign (+) dan transluminasi (-). Dapat disimpulkan diagnosis pada kasus ini adalah epididimitis. • Hidrokel  pembesaran skrotum, dengan tes transluminasi (+) sedangkan testis biasa teraba pada area posterior. • Varikokel  benjolan seperti untaian cacing pada area epididimis, terkadang disertai nyeri. Diagnosis biasanya ditegakan setelah sebelumnya pasien mengalami infertilitas. • Hernia stragulata  keluhan utama adanya benjolan dilipat paha, jika hernia mengalami strangulata benjolan nyeri dan hiperemis. • Torsio testis  gejala nyeri pada skrotum dialami tiba-tiba, dan pada pemeriksaan phren sign (-).

Epididymitis • Inflamasi dari epididimis • Bila ada keterlibatan testisepididymoorchit is • Biasanya disebabkan oleh STD • Common sexually transmitted pathogen, Chlamydia

PRESENTATION

TREATMENT

• Nyeri skrotum yang menjalar ke lipat paha dan pinggang. • Pembengkakan skrotum karena inflamasi Gejala dari uretritis, sistitis, prostatitis. • O/E tendered red scrotal swelling. • Elevation of scrotum relieves painphren sign (+)

• Oral antibiotic. • Scrotal elevation, bed rest, &use of NSAID. • Admission & IV drugs used. • In STD treat partner. • In chronic pain do epididymectomy.

114. An. A, 5 tahun, datang diantar kedua orang tuanya dengan keluhan BAB berdarah sejak 4 hari yang lalu. Orang tua pasien menjelaskan bahwa dari lubang anus pasien terdapat benjolan yang dapat keluar dan masuk sendiri. Pada pemeriksaan fisik pada bagian anus pasien terlihat adanya benjolan bertangkai dengan ukuran 6x3x2 cm, berwarna merah. Diagnosis pasien adalah… A. Hemorroid interna B. Hemorroid eksterna C. Polip juvenile D. Abses perianal E. Prolaps rekti

• Anak usia 4 tahun, dengan keluhan BAB berdarah. Keluhan disertai adanya benjolan yang keluar dari anus, benjolan tampak bertangkai, hiperemis, ukuran 6x3x2 cm. Diagnosis yang paling mungkin dengan gambaran klinis tersebut adalah polip juvenile (juvenile colorectal polyp). • Hemoroid: memiliki keluhan yang sama berupa BAB berdarah, namun hemoroid merupakan massa radial pada anus, tidak bertangkai. • Abses perianal: massa di sekitar anus, hiperemis, disertai nyeri tekan dan fluktuasi (+). • Prolaps ani: keluhan utama massa sirkumferensial yang keluar dari anus disertai dengan enkopresis.

115. Tn. N, 25 tahun, datang ke IGD dengan keluhan nyeri selangkang kiri sejak 2 hari yang lalu. Pasien mengatakan teraba benjolan di selangkang kiri yang keluar ketika pasien beraktivitas dan masuk kembali ketika pasien berbaring, serta tidak terasa nyeri. Namun 2 hari terkahir ini pasien mengatakan benjolan di selangkang kiri tidak dapat masuk kembali meskipun dengan posisi berbaring serta pasien merasakan nyeri disertai mual. Pada pemeriksaan tanda vital TD 130/80, HR 110x/menit, RR 20x/menit, suhu 37,0oC. Pada pemeriksaan abdomen bising usus (+) tampak benjolan di selangkang kiri, nyeri tekan, daerah sekitarnya tampak hiperemis. Diagnosis pasien adalah… A. Hernia inguinalis medialis reponibilis B. Hernia inguinalis medialis irreponibilis C. Hernia inguinalis medialis inkarserata D. Hernia inguinalis medialis strangulate E. Hernia inguinalis medialis irreducible

• Pasien dengan keluhan benjolan di selangkangan kiri. Awalnya benjolan tersebut muncul saat beraktifitas dan hilang saat pasien berbaring, serta tidak terasa nyeri. Namun, saat ini benjolan tersebut menetap dan terasa nyeri. Pada PF benjolan tampak hiperemis dan nyeri tekan (+). Sehingga diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah Hernia inguinalis medialis strangulate.

Hernia

Tipe Hernia

Definisi

Reponible

Kantong hernia dapat dimasukan kembali ke dalam rongga peritoneum secara manual atau spontan

Irreponible

Kantong hernia tidak adapat masuk kembali ke rongga peritoneum

Inkarserata

Obstruksi dari pasase usus halus yang terdapat di dalam kantong hernia

Strangulata

Obstruksi dari pasase usus dan obstruksi vaskular dari kantong hernia  tanda-tanda iskemik usus: bengkak, nyeri, merah, demam

116. An. Y, usia 4 hari, dibawa ke IGD RS oleh ibunya dengan keluhan muntah hijau sejak 2 hari yang lalu. Pasien sulit minum ASI dan terlihat sangat rewel. PF dalam batas normal. Pada gambaran babygram didapatkan gambaran double bubble. Apakah diagnosis untuk pasien diatas? A. B. C. D. E.

Atresia Jejunum Stenosis Esofagus Stenosis Duodenum Stenosis Pilorus Atresia Esofagus

• Pasien bayi, usia 4 hari, dengan keluhan muntah hijau sulit minum ASI dan rewel. Pada pemeriksaan babygram didapatkan gambaran Double Bubble. Dari gambaran tanda dan gejala yang disebutkan dapat disimpulkan diagnosis pada kasus ini adalah stenosis duodenum. • Atresia jejunum  gambaran X- Ray: triple bubble appearance. • Stenosis esofagus  keluhan utama pasien sulit minum ASI, muntah tersedak dengan warna ASI, dan hipersalivasi  pemeriksaan barium meal, terdapat penyempitan pada lumen esofagus. • Stenosis pilorus  pemeriksaan Rontgen single bubble appearances. • Atresia esofagus  bayi tersedak tiap kali diberi ASI dan hipersalivasi. Dapat dilakukan pemeriksaan dengan NGT tidak dapat mencapai lambung. Pemeriksaan dengan barium meal untuk melihat letak atresia dan kemungkinan adanya fistula.

Stenosis Duodenum • Obstruksi dari duodenum dapat berlangsung secara intrinsik dan ekstrinsik. • Obstruksi intrinsik, merupakan bagian dari dinding duodenum itu sendiri. Sedangakan obstruksi ekstrinsik dapat berupa: annular pancreas, pre-duodenal portal vein, Ladd bands, dan volvulus. • Gejala dan tanda: – Maternal polyhidramnion pada 30-65% kasus. – Billious vomitus/ muntah hijau – Pada high grade stenosis dapat dengan mudah ditemukan double bubble apperance.

117. Laki-laki, 35 tahun, datang diantar temannya ke IGD RS karena kecelakaan lalu lintas. Dari anamnesis diketahui bahwa mekanisme trauma mengenai tulang kemaluan. Hasil primary survey normal. Pemeriksaan fisik kompresi dan dekompresi normal. CT scan ditemukan molar tooth sign. Apa diagnosisnya? A. B. C. D. E.

Trauma buli Trauma uretra Trauma ginjal Trauma ureter Trauma pubovesicalis

• Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas dengan trauma pada area tulang kemaluan. Gejala lain tidak dijelaskan pada soal, namun pada CT Scan ditemukan gambaran mollar tooth sign yang merupakan gambaran khas pada ruptur buli. Sehingga pilihan jawaban yang tepat adalah A. Trauma Buli. • Trauma uretra  gambaran khas adalah adanya darah yang menetes keluar dari OUE. Gejala tambahan berupa butterfly hematom di area kemaluan dan floating prostat (pada ruptur uretra posterior). • Trauma ginjal hematom pada area flank disertai dengan hematuria. • Trauma ureter  jarang terjadi, pemeriksaan gold standard dengan CT Scan Kontras. • Trauma pubovesical terminologi tidak spesifik. Pada anatomi terdapat pubovesical ligament, pubovesical pouch, dan pubovesical fascia. Trauma pada ketiga struktur tersebut tidak memberikan gambaran s[esifik pada soal.

Trauma Buli • Ruptur intraperitoneal terjadi akibat trauma pada abdomen bagian bawah atau jg trauma pelvis pada saat buli2 penuh. • Ruptur extraperitoneal lbh sering berkaitan dg fraktur pelvis

• Molar tooth appearance pada cystography. (Ruptur buli ekstraperitoneal).

118. Seorang pasien laki-laki berusia 57 tahun terkena luka bakar akibat kompor meledak. Luka bakar terdapat pada tubuh pasien. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan, tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80x, nafas 20x, suhu 36 C. Sementara BB pasien 50kg, diagnosis luka bakar grade IIB 10%. Pasien diterapi Baxter, berapa jumlah tetesan RL berdasarkan rumus Baxter tahap I terapi? A. 41-42/menit B. 95-96/menit C. 83-84/menit D. 90-91/menit E. 55-56/menit

• Pasien geriatri mengalami luka bakar grade IIB seluas 10%. Pasien diberikan terapi cairan dengan menggunakan rumus Baxter. • Kebutuhan cairan 24 jam pertama: – 4ml x kgBB x % Luka Bakar – 4ml x 50 kg x 10% = 2000 ml – (1/2 diberikan dalam 8 jam pertama = 1000ml)

• Hitungan tetes per menit: – Jumlah cairan : waktu dalam menit x 20 tetes (IV makro) – 1000 ml : (8 jam x 60 menit) x 20 tetes – 41,67 = 41-42 tpm.

Luka Bakar

Indikasi Resusitasi Cairan • Rumus Baxter adalah dasar pemberian cairan pertama kali • Titrasi sesuai produksi urine – Bila kurang dari target 0,5-1 cc/KgBB/Jam tambahkan volume cairan resusitasi menjadi 150% pada jam berikutnya atau bolus cairan 5-10cc/KgBB Emergency Management of Severe Burns (EMSB) COURSE MANUAL 17th edition Feb 2013 Australia and New Zealand Burn Association Ltd 1996

119. Seorang anak usia 3 tahun datang dengan ibunya dengan keluhan air kencing keluar tidak dari ujung penis. Keluhan dirasakan sejak lahir. Dari pemeriksaan fisik didaptkan OUE berada di ventral dan penis bengkok. Apakah diagnosinya? A. Parafimosis B. Fimosis C. Hipospadia D. Epispadia E. Webbed penis

• Anak laki-laki 3 tahun, dengan keluhan urin tidak keluar dari ujung penis saat BAK. Dari pemeriksaan didapatkan OUE pada ventral penis dan penis tampak membengkok. Kesimpulan yang dapat diambil adalah hipospadia. • Parafimosis preputium penis tidak dapat kembali lagi setelah ditarik ke arah proksimal. Preputium tertahan pada sulcus coronarius. • Fimosis  preputium tidak dapat ditarik ke arah proksimal. • Epispadia  OUE berada pada dorsal penis. • Webbed penis termasuk salah satu klasifikasi insconspicuous. Dimana ukuran penis tampak lebih kecil karena kulit skrotum meluas hingga meliputi penis.

Hipospadia

http://emedicine.medscape.com/article/1015227

Hypospadia • OUE berada pada ventral penis • Three anatomical characteristics • An ectopic urethral meatus • An incomplete prepuce • Chordee ventral shortening and curvature

EpispadiaOUE berada di dorsum penis • Penis lebar, pendek dan melengkung keatas (dorsal chordee) • Penis menempel pada tulang pelvis • Tulang pelvis terpisah lebar • Classification: • the glans (glanular) • along the shaft of the penis (penile) • near the pubic bone (penopubic)

http://www.genitalsurgerybelgrade.com/urogenital_surgery _detail.php?Epispadias-4

120. Bayi laki-laki, usia 10 bulan, datang dibawa ibunya ke Puskesmas. Ibu pasien mengatakan lubang kencing bayinya berada di punggung penis dan penis pasien tampak lebih pendek dari anak lain seusianya. Kemungkinan diagnosis adalah… A. Hipospadia B. Epispadia C. Fimosis D. Parafimosis E. Micropenis

• Bayi laki-laki, 10 bulan, dengan keluhan lubang kencing berada di bagian dorsal penis dan ukuran penis tampak lebih kecil. Dari data tersebut dapat disimpulakn kemungkinan diagnosis pada kasus ini adalah epispadia. • Hipospadia  OUE berada pada ventral penis. • Fimosis  preputium penis tidak dapat ditarik ke arah proksimal. • Parafimosis preputium penis tidak dapat kembali lagi setelah ditarik ke arah proksimal. Preputium tertahan pada sulcus coronarius. • Micropenis  etiologi biasanya disebabkan oleh kelaianan hormonal sehingga ukuran penis lebih kecil dibandingkan anak seusianya. Namun ukuran penis yang tampak lebih kecil pada soal ini bukan karena micropenis, akan tetapi pada epispadia penis biasanya menempel pada tulang pelvis sehingga tampak lebih kecil.

EpispadiaOUE berada di dorsum penis • Penis lebar, pendek dan melengkung keatas (dorsal chordee) • Penis menempel pada tulang pelvis • Tulang pelvis terpisah lebar • Classification: • the glans (glanular) • along the shaft of the penis (penile) • near the pubic bone (penopubic)

http://www.genitalsurgerybelgrade.com/urogenital_surgery _detail.php?Epispadias-4

Hipospadia

http://emedicine.medscape.com/article/1015227

Hypospadia • OUE berada pada ventral penis • Three anatomical characteristics • An ectopic urethral meatus • An incomplete prepuce • Chordee ventral shortening and curvature

OPTIMA JAKARTA

OPTIMA JAKARTA

121. Pria, 28 tahun, datang ke UGD dlm keadaan lemah setelah terjatuh dari motor 2 jam yll. Vital sign, TD 90/50mmHg, terdapat jejas/luka memar dan nyeri parut pada hipokondrium sinistra. Nyeri drasakan pada puncak bahu kiri (Kehr’s sign). Teraba massa di abdomen kiri dengan perkusi pekak dan perut mengalami distensi tegang. Diagnosis pasien ini adalah… A. Trauma lambung B. Trauma colon desenden C. Trauma limpa D. Trauma hepar E. Trauma ginjal sinistra

• Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas, keadaan umum lemah, keluhan nyeri perut dengan TD 90/50 mmHg. Tampak jejas pada hipokondrium sinistra dan nyeri pada puncak bahu (Kehr’s sign). Teraba massa di abdomen kiri, perkusi pekak, dan distensi abdomen. Kemungkinan organ yang mengalami traum adalah limpa. • Trauma lambung: gejala peritonitis dengan pneumoperitoneum. • Trauma colon desenden: jejas pada area abdomen kiri, dan terdapat pneumoperitoneum. • Trauma hepar: secara anatomis jejas seharusnya pada abdomen kanan atas. • Trauma ginjal: jejas pada area flank disertai dengan hematuria.

Abdominal Injuries Ruptur organ berongga • Akan mengeluarkan udara dan cairan/sekret GIT yang infeksius • Sangat mengiritasi peritoneumperitonitis

Ruptur Organ Solid • Menyebabkan perdarahan internal yang berat • Darah pada rongga peritoneum peritonitis • Terlihat gejala syok akibat perdarahan hebat – Gejala peritonitis dapat tidak terlalu terlihat

Pattern of Injury in Blunt Abdominal Trauma Spleen

40.6%

Colorectal

3.5%

Liver

18.9%

Diaphragm

3.1%

Retroperitoneum

9.3%

Pancreas

1.6%

Small Bowel

7.2%

Duodenum

1.4%

Kidneys

6.3%

Stomach

1.3%

Bladder

5.7%

Biliary Tract

1.1%

* Rosen: Emergency Medicine (1998)

Trauma Abdomen

122. Seorang laki-laki mengalami kecelakaan lalu lintas. Terdapat luka terbuka pada tungkai bawah kaki kirinya. Luka terbuka tampak kotor. Luka terbuka sepanjang 15 cm, terdapat avulsi kulit dan jaringan lunak, tulang mencuat keluar, sensasi nyeri (+), arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis posterior masih teraba. Apakah diagnosanya? A. Open fraktur tibia derajat 1 B. Open fraktur tibia derajat 2 C. Open fraktur tibia derajat 3A D. Open fraktur tibia derajat 3B E. Open fraktur tibia derajat 3C

• Laki-laki, mengalami kecelakaan lalu lintas. Dari pemeriksaan didapatkan luka pada area cruris. Luka terbuka sepanjang 15 cm, tampak kotor, terdapat avulsi jaringan lunak, tulang mecuat keluar, dan neurvaskular distal baik. Diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah open fraktur tibia grade 3B.

123. Seorang laki-laki sedang bermain sepak bola. Tibatiba lututnya di tendang oleh lawannya. Keluhan nyeri. Pada pemeriksaan fisik arteri dorsalis pedis tidak teraba. Arteri manakah yang mengalami cedera? A. Arteri tibialis posterior B. Arteri tibialis anterior C. Arteri peroneus D. Arteri femoralis E. Arteri poplitea

• Pasien mengalami cedera lutut saat bermain sepakbola dan pada pemeriksaan a. dorsalis pedis tidak teraba. Kemungkinan pembuluh darah yang mengalami gangguan adalah a. tibialis anterior, oleh karena a. dorsalis pedis merupakan percabangan dari a. tibialis anterior.

Vaskularisasi Tungkai Bawah

124. Seorang laki-laki, 30 tahun, mengalami kecelakaan lalu lintas 1 jam yang lalu. Pinggang pasien terjepit dashboard mobil. Pada pemeriksaan didapatkan butterfly hematom dan floating prostat. Pemeriksaan penunjang yang sebaiknya dilakukan adalah… A. MRI B. X Ray pelvis AP C. CT Scan tanpa kontras D. CT Scan kontras E. Retrograde uretrografi

• Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas dan pinggang pasien terjepit dashboard mobil. Dari pemeriksaan didapatkan butterfly hematom di area perineum dan floating prostat (Rectal Toucher). Dari penjelasan tersebut diagnosis pada kasus ini mengarah pada ruptur uretra. Pemeriksaan gold standard pada ruptur uretra adalag retrograd urography.

Ruptur Uretra Anterior: • Anatomy: – Bulbous urethra – Pendulous urethra – Fossa navicularis

• Etiologi: – Straddle type injuries – Intrumentasi – Fractur penis

• Gejala Klinis: – Disuria, hematuria – Hematom skrotal – Hematom perineal akan timbul bila terjadi robekan pada fasia Buck’s sampai ke dalam fasia Colles‘‘butterfly’’ hematoma in the perineum – will be present if the injury has disrupted Buck’s fascia and tracks deep to Colles’ fascia, creating a characteristic ‘‘butterfly’’ hematoma in the perineum

• Therapy: – Cystostomi – Immediate Repair

Ruptur Uretra Posterior : • Anatomy – Prostatic urethra – Membranous urethra

• Etiologi: – Fraktur tulang Pelvis

• Gejala klinis: – – – –

Darah pada muara OUE Nyeri Pelvis/suprapubis Perineal/scrotal hematom RT Prostat letak tinggi atau melayang

• Radiologi: – Pelvic photo – Urethrogram

• Therapy: – Cystostomi – Delayed Repair

• Don't pass a diagnostic catheter up the patient's urethra because:

• Retrograde urethrography

– The information it will give will be unreliable. – May contaminate the haematoma round the injury. – May damage the slender bridge of tissue that joins the two halves of his injured urethra Posterior urethral rupture above the intact urogenital diaphragm following blunt trauma http://ps.cnis.ca/wiki/index.php/68._Urinary

– Modalitas pencitraan yang utama untuk mengevaluasi uretra pada kasus trauma dan inflamasi pada uretra

125. Pasien laki-laki, 60 tahun, datang dengan keluhan BAK tidak tuntas. Sejak kemarin pasien belum BAK. Tindakan awal yang perlu dilakukan adalah… A. B. C. D. E.

Pasang kateter folley Pungsi supra pubik BNO IVP USG CT Urografi

• Pasien laki-laki, usia 60 tahun, dengan keluhan BAK sering tidak tuntas. Pasien belum BAK sejak kemarin. Kemungkinan diagnosis pada pasien ini adalah BPH dengan Retensio Urin. Tatalaksana awal yang perlu dilakukan adalah penanganan terhadap retensio urin tersebut. Tindakan yang dapat dilakukan adalah pemasangan kateter foley (kateter urin). • Pungsi suprapubik  dapat dilakukan apabila pemasangan kateter gagal. • Setelah gangguan akut tertangani, pemeriksaan lanjutan dapat dilakukan dimulai dari DRE, penunjang yang biasa dilakukan adalah USG dan PSA. • BNO IVP  BPH memberikan hasil adanya indentasi pada caudal buli-buli. Tidak dilakukan rutin pada BPH, karena butuh persiapan dan akurasi yang kurang dalam diagnosis BPH.

Diagnosis of BPH • Symptom assessment – the International Prostate Symptom Score (IPSS) is recommended as it is used worldwide – IPSS is based on a survey and questionnaire developed by the American Urological Association (AUA). It contains: • seven questions about the severity of symptoms; total score 0–7 (mild), 8–19 (moderate), 20–35 (severe) • eighth standalone question on QoL

• Digital rectal examination(DRE) – inaccurate for size but can detect shape and consistency

• Prostat Volume determination- ultrasonography • Urodynamic analysis – Qmax >15mL/second is usual in asymptomatic men from 25 to more than 60 years of age

• Measurement of prostate-specific antigen (PSA) – high correlation between PSA and Prostat Volume, specifically Trantitional Zone Volume – men with larger prostates have higher PSA levels – PSA is a predictor of disease progression and screening tool for CaP – as PSA values tend to increase with increasing PV and increasing age, PSA may be used as a prognostic marker for BPH 1

Acute Urinary Retention in BPH

Ket: • AUR – Acute Urinary Retention • PUC – Per-Urethral Catheter • SPC – Suprapubic Catheter • TWOC – Trial Without Catheter

Acute urinary retention in benign prostatic hyperplasia: Risk factors and current management. Muruganandham K, Dubey D, Kapoor R - Indian J Urol (2007).

126. Laki-laki, 32 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan ujung jari kelingking kanan kehitaman dirasakan sudah 3 minggu nyeri (+) hingga sulit tidur, perokok berat, dengan merokok 2 bungkus sehari. Diagnosis yang mungkin? A. Oklusi arteri kronik et causa aterosklerosis B. Gangrene diabetic C. Penyakit takayasu D. Tromboangitis obliterans E. Raynaud disease

• Laki-laki 32 tahun, seorang perokok berat, mengeluhkan nyeri pada jari kelingking kanan dan tampak kehitaman. Diagnosis yang sesuai pada kasus ini adalah tromboangitis obliterans. • Oklusi arteri kronik et causa aterosklerosis: gejala utama klaudikasio intermiten. • Gangrene diabetic: pada soal tidak disebutkan adanya riwayat DM. • Takayasu disease: gejala khas TD pada ekstrimitas atas lebih rendah dibandingkan dengan ekstrimitas bawah. • Raynaud disease: Jari tangan, jari kaki, telinga, atau ujung hidung mati rasa dan terasa dingin sejuk saat suhu dingin atau stres. Kondisi ini sering disertai dengan perubahan warna kuli

Buerger’s Disease (Thrombangiitis Obliterans) • Secara khusus dihubungkan dengan merokok • Terjadi Oklusi pada arteri muskular, dengan predileksi pada pembuluh darah tibial • Presentation – Nyeri tidak dipengaruhi aktivitas – Gangrene – Ulceration

• Recurrent superficial thrombophlebitis (“phlebitis migrans”) • Dewasa muda, perokok berat, tidak ada faktor risiko aterosklerosis yang lain • Angiography - diffuse occlusion of distal extremity vessels • Progresivitas – dari distal ke proximal • Remisi klinis dengan penghentian merokok

CT-angiografi menunjukan stenosis segmental arteri tungkai bawah

Disease

Pathophysiology

Symptoms

Peripheral Artery Occlusive Disease

Arterial narrowing Claudication with exertion, in  Decreased blood flow = Pain severe occlusion ischemic pain at Pain results from rest. an imbalance Pain reproduced between supply by elevating the and demand of leg. blood flow

Buerger

Combination of acute inflammation and thrombosis of the arteries and veins in the hands and feet

Pain or tenderness not affected by exercise Numbness and tingling in the limbs. Skin ulcers or gangrene of the digits.

Physical

Workup

Abnormal lower extremity pulse mottling & cyanosis

Ankle Brachial Index. Duplex Ultrasound. Digital Subtraction Angiography Buerger Test: Gold Elevate the leg Standard to 45° - and Intervention look for pallor at the same time Enlarged, red, tender cordlike veins. Discoloration Two or more limbs affected

An angiogram or arteriogram of the extremities. A Doppler ultrasound.

Takayasu Arteritis

Giant Cell Arteritis

Tromboangitis Obliterans

Lokasi

Aorta & cabang utama

Arteri sedang-besar (kranial, aorta+cabang)

Arteri kecil-sedang distal (inflamasi segmental)

Prevalensi

1-3 per 1 juta 80-90% wanita 10-40 tahun

24 per 100.000 >50 tahun, 65% wanita

Pria <45 tahun, merokok HLA-A9 &HLA B-5 +

Gejala

Malaise & demam Iskemia serebrovaskular, miokard, claudication lengan, hipertensi

Polimialgia rheumatika Nyeri kepala Nyeri wajah + fatigue mengunyah Gangguan penglihatan

Oklusi arteri distal fatigue, iskemia Fenomena Raynaud Thrombophlebitis

Histologi

Inflamasi granulomatosa, proliferasi & gangguan elastisitas intima, fibrosis

Infiltrasi limfosit + makrofag, fibrosis intima, nekrosis fokal + granuloma

Inflamasi & thrombosis tanpa nekrosis (keterlibatan vaskular minimal)

ESR & CRP meningkat USG : halo hipoechoic sekitar lumen arteri stenosis

Penanda inflamasi & penyakit autoimun (-) Arteriograf : stenosis segmental (distal berat), corkscrew kolateral, aterosklerosis proks(-) Penghentian merokok, debridemen

Pemeriksaan

Tatalaksana

Steroid & sitotoksik, pembedahan bypass

Steroid sistemik dosis tinggi

Prognosis

5 tahun  80-90%

Self limiting 1-5 tahun

Lilly LS. Pathophysiology of heart disease. 5th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins; 2011. p. 350 - 2

127. Seorang laki-laki datang di keluhan nyeri pergelangan kaki. Sebelumnya bermain basket dan terdengar bunyi "pop" saat melompat. Pada pemeriksaan pergelangan kaki pasien bengkak, dan tidak dapat melakukan plantar fleksi. Kelainan pada bagian manakah pada keluhan pasien? A. Ruptur ligament cruciatum anterior B. Ruptur ligament cruciatum posterior C. Ruptur tendon Achilles D. Ruptur ligamen calcaneus E. Sprained ankle

• Laki-laki, nyeri pada pergelangan kaki saat melompat dalam pertandingan basket. Pergelangan kaki bengkak dan tidak dapat melakukan gerakan plantar fleksi. Diagnosis yang sesuai pada kasus ini adalah ruptur tendon Achilles. • Ligament cruciatum: letak anatomis di lutut. • Ruptur ligamen calcaneus: tidak mengganggu gerakan plantar fleksi. • Sprained ankle: gejala utama bengkak, nyeri, dan instabilitas sendi ankle.

Tendon Achilles Rupture

• Weakness in plantarflexion • Gap in tendon • Palpable swelling • Positive Thompson test

128. Seorang perempuan, usia 56 tahun, datang dengan keluhan nyeri lutut. Nyeri lutut terutama dirasakan saat pagi hari dan terasa kaku. Tidak ada riwayat trauma. Tanda tanda vital dalam batas normal. Berat badan 95 kg dan tinggi badan 160cm. Pemeriksaan McMurray (+). Struktur manakah yang mengalami kelainan ? A. Meniscus B. Bursae C. Ligamentum Cruciatum D. Ligamentum Patella E. Ligamentum Poplitea

• Perempuan 56 tahun, dengan obesitas, mengeluhkan nyeri lutut terutama pagi hari disertai rasa kaku. Pemeriksaan Mc Murray (+). Diagnosis yang paling mungkin pada kasus ini adalah ruptur meniskus.

Cedera Meniskus • Sering terjadi pada olahraga yang melibatkan gerakan berputar dan squat seperti pada bola basket, sepak bola atau bulu tangkis. • Mekanisme cedera meniskus – akibat gerakan berputar dari sendi lutut – akibat gerakan squat atau fleksi (menekuknya) sendi lutut yang berlebihan.

Tes-tes Meniskus Pada Regio Knee (Lutut) Tes Apley • Posisi pasien : telungkup, dengan lutut fleksi ± 90˚. • Pegangan : pada kaki disertai dengan pemberian tekanan vertikal ke bawah • Gerakan: • Putar kaki ke eksorotasikompresi pada meniscus lateralis • Putar kaki endorotasikompresi pada meniscus medialis • Positif bila ada nyeri dan bunyi “kIik”.

Tes McMurray • Posisi pasien : telentang dengan pancjgul ± 110˚ fIeksi, tungkai bawah maksimal feksi. • Pegangan : tangan pasif pada tungkai atas sedekat mungkin dengan lutut, tangan aktif memegang kaki. • Gerakan : • Tungkai bawah ekstensi disertai dengan tekanan ke valgus dan eksorotasiprovokasi nyeri pada meniscus Iateralis dan bunyi “kIik” • Gerakan tungkai bawah ekstensi disertai dengan tekanan ke varus dan endorotasi provokasi nyeri pada meniscus medialis dan bunyi “kIik”

Tes Steinman • Posisi pasien : telentang, dengan lutut lurus • Pegangan: tangan aktif pada kaki, tangan pasif memegang lutut dari arah depan dengan ibu jari memberi tekanan pada celah sendi bagian medial (letak berpindah-pindah) untuk provokasi nyeri tekan. • Gerakan : • Gerakkan tungkai bawah ke arah fleksi dan ekstensi • Positif bila ada nyeri tekan yang berpindah letak saat posisi lutut (ROM) berubah.

129 Seorang Laki-laki, 42 tahun, datang ke IGD dengan keluhan nyeri hebat pada kemaluannya. Pasien mengatakan penisnya tegak sudah hampir 6 jam. Pasien memiliki riwayat anemia sel sabit. Pada pemeriksaan didapatkan rigiditas pada seluruh bagian penis, kulit tampat merah gelap, terdapat nyeri dengan atau tanpa penekanan. Apakah dagnosis pasien ? A. Peyronie disease B. Priapismus low-flow C. Priapismus high-flow D. Balanitis E. Parafimosis

Priapismus • Berdasarkan pemaparan kasus pada soal, diagnosis pasien mengarah pada priapismus. • Priapismus  Ereksi involunter dan prolong, yang tidak berkaitan dengan stimulasi seksual serta tidak berkurang dengan ejakulasi. – Low-Flow  Darah terperangkap di dalam erection chamber • • • •

Nyeri dengan ereksi rigid Terjadi iskemia pada korpus Tidak ada riwayat trauma Faktor risiko: Penyakit sel sabit, leukemia, malaria

– High-Flow  Ruptur arteri sekitar penis atau perineum • • • •

Tidak nyeri Timbul episodik Aliran arteri adekuat  kopus teroksigenasi baik Riwayat trauma

• Penyakit Peyronie  terbentuknya jaringan fibrosa pada penis akibat injuri berulang, terutama akibat aktivitas seksual atau aktivitas fisik lain  penis melengkung dan nyeri saat ereksi. • Balanitis  peradangan pada glans penis, seringkali beruhubungan dengan infeksi dengan faktor risiko terbanyak pada pria yang tidak disunat. • Parafimosis  prepusium yang tidak dapat kembali ke posisi semula setelah ditarik. Al Qudah HS. Priapism. Emedicine. 2016.

130. • Sepasang suami istri, datang ke RS dengan keluhan belum memiliki anak setelah menikah 5 tahun. Dari berbagai pemeriksaan, Dokter menemukan pembuluh darah berkelok-kelok dan terkumpul di sekitar testis. Apakah pembuluh darah yang mengalami kelainan pada kasus di atas? A. V. Pampiniformis B. V. Deferentis C. V. Testicularis D. A. Deferential E. A. Testicularis

Varikokel • Pada soal kemungkinan diagnosis pada pasien adalah varikokel. • Varikokel adalah pembengkakan pembuluh darah vena dalam skrotum (v.pampiniformis). • Komplikasi dari variokel antara lain adalah mengecilnya testis dan infertilitas

Varikokel

OPTIMA JAKARTA

OPTIMA JAKARTA

ILMU P E N YA K I T M ATA

131 Anak, 7 tahun, datang dengan keluhan pandangan buram saat belajar di sekolah, saat diperiksa didapatkan visus ODS 20/70 lalu dikoreksi dengan S+0.50 C-1.50 x 180 dan didapatkan VODS 20/20. Diagnosisnya adalah.. A. Miopia astigmat compositus ODS B. Hipermetrop astigmat compositus ODS C. Presbyopia miopia ODS D.Presbyopia hipermetrop ODS E. Astigmat mixtus ODS

Astigmatisme • Pandangan buram saat belajar visus ODS 20/70 gangguan refraksi • Dikoreksi dengan S+0.50 C-1.50 x 180 VODS 20/20 kelainan refraksi non organik • Adanya penggunaan lensa sferis dan cylindric  astigmatisme • S +0.50 C -1.50  kemungkinan mixtus atau bisa myopia/hypermetropia kompositus konfirmasi dengan transposisi untuk mencari sferis pada aksis yang berlawanan Untuk sferis= S+C  +0.50 + (-1.50) = -1.00 Untuk cylindric: -1.50  +1.50 Sehingga hasilnya S (-1.00) C (+1.50)  sferis pada aksis yang berlawanan (aksis 90) bersifat miop, sedangkan pada aksis yang lain hipermetrop (di soal S+0.50 pada aksis 180)  A. Mixtus

Astigmatisme • SIMPLE ASTIGMATISM – When one of the principal meridians is focused on the retina and the other is not focused on the retina (with accommodation relaxed) – Terdiri dari • astigmatisme miopikus simpleks • astigmatisme hipermetrop simpleks

• COMPOUND ASTIGMATISM – When both principal meridians are focused either in front or behind the retina (with accommodation relaxed) – Terdiri dari • astigmatisme miopikus kompositus • astigmatisme hipermetrop kompositus

• MIXED ASTIGMATISM – When one of the principal meridians is focused in front of the retina and the other is focused behind the retina (with accommodation relaxed)

TIPS & TRIK • Rumus hapalan ini bisa digunakan untuk menentukan jenis jenis astigmatisme berdasarkan kedudukannya di retina kalau disoal diberikan rumus astigmatnya sbb 1.sferis (-) silinder (-)  pasti miop kompositus 2.Sferis (+); silinder (+)  pasti hipermetrop kompositus 3.Sferis (tidak ada); silinder (-) pasti miop simpleks 4.Sferis (tidak ada); silinder (+)  pasti hipermetrop simpleks • Agak sulit dijawab jika di soal diberikan rumus astigmat sbb: 1.Sferis (-) silinder (+) 2.Sferis (+) silinder (-)  BELUM TENTU astigmatisme mikstus! Harus melalui beberapa tahap penjelasan untuk menemui jawabannya

cara menentukan jenis astigmatisme berdasarkan kedudukannya di retina kalau disoal diberi rumus S(-) Cyl(+) atau S(+) Cyl(-)

• PERTAMA, rumus kacamata astigmat adalah

SFERIS ± X SILINDER ±Y x AKSIS Z • Sferis tidak harus selalu ada, kadang jika tidak ada, nilai sferis akan dihilangkan penulisannya menjadi C (silinder) ± .… x …..° atau menjadi pl (plano) C (silinder) ± …. x …..°

KEDUA, TRANSPOSISI • Transposisi itu artinya: notasi silinder bisa ditulis dalam nilai minus atau plus • Rumus ini bisa ditransposisikan (dibolak-balik) tetapi maknanya sama. Cara transposisi: • To convert plus cyl to minus cyl: – Add the cylinder power to the sphere power – Change the sign of the cyl from + to – – Add 90 degrees to the axis is less than 90 or subtract 90 if the original axis is greater than 90.

• To convert minus cyl to plus cyl: – add the cylinder power to the sphere – Change the sign of the cylinder to from - to + – Add 90 to the axis if less than 90 or subtract if greater than 90

• Misalkan pada soal ODS ∫+0.50 C-1.50 X 1800minus cylinder notation yang jika ditransposisi maknanya sama dengan ∫-1.00 C+1.50 X 900 (plus cylinder notation)

KETIGA, CARA MEMBACA • ODS ∫+0.50 C-1.50 X 1800 artinya adalah kekuatan lensa pada aksis 180 adalah +0.50 D. Kemudian kita transposisikan menjadi ∫-1.00 C+1.50 X 900 artinya kekuatan lensa pada 90 adalah -1.00 D

132 Seorang anak laki-laki diantar oleh orang tuanya dengan keluahan mata kanan sulit untuk melihat setelah terkena bola tenis. Pemfis mata : blefarospasme, injeksi mata kanan, edem kornea. Bilik mata depan tertutup darah. Visus OD 1/300. Visus OS 6/6. Diagnosis pasien ini adalah… A. Edem kornea B. Edem skelera C. Konjungtivitis D.Hifema E. Uveitis

Hifema • Mata kanan sulit melihat setelah terkena bola tenis trauma mekanik bola mata • Blefarospasme, injeksi mata kanan, edem kornea reaksi inflamasi akibat trauma • Bilik mata depan tertutup darah  hifema • Hifema perlu mendapat perhatian lebih dibandingkan edema kornea karena hifema beresiko menimbulkan komplikasi red cell glaucoma

HIFEMA • Definisi: – Perdarahan pada bilik mata depan – Tampak seperti warna merah atau genangan darah pada dasar iris atau pada kornea

• Tujuan terapi: – Mencegah rebleeding (biasanya dalam 5 hari pertama) – Mencegah noda darah pada kornea – Mencegah atrofi saraf optik

• Halangan pandang parsial / komplet • Komplikasi: – Perdarahan ulang • Etiologi: pembedahan – Sinekiae anterior perifer intraokular, trauma tumpul, – Atrofi saraf optik trauma laserasi – Glaukoma

Tatalaksana • Prinsip: – Kenali kasus hifema dengan risiko tinggi – bed rest & Elevasi kepala malam hari – Eye patch & eye shield – Mengendalikan peningkatan TIO – Pembedahan bila tak ada perbaikan / terdapat peningkatan TIO – Hindari Aspirin, antiplatelet, NSAID, warfarin – Steroid topikal (dexamethasone 0.1% atau prednisolone acetate 1% 4x/hari) – Pertimbangkan siklopegia (atropine 1% 2x/hari, tetapi masih kontroversial).

133 Seorang anak laki-laki, 10 tahun, datang ke puskesmas bersama ibunya dengan keluhan mata merah sejak 1 minggu yg lalu. Keluhan disertai tidak dapat melihat pada cahaya redup dan sore hari dan berair. Di koreksi mata 20/40 pada pinhole (-) dan ditemukan bintik bitot. Diagnosis yang tepat adalah… A.Xeroftalmia B. Retinitis pigmentosa C. Keratitis D.Konjungtivitis E. Ulkus perifer

Xeroftalmia • Seorang anak laki-laki 10 tahun mata merah dan tidak dapat melihat pada cahaya redup dan sore hari dan berair kemungkinan besar xeroftalmia • Di koreksi mata 20/40 pada pinhole (-)kelainan organik • Adanya bintik bitot  xeroftalmia grade 1B

Defisiensi vitamin A • Vitamin A meliputi retinol, retinil ester, retinal dan asam retinoat. Provitamin A adalah semua karotenoid yang memiliki aktivitas biologi β-karoten • Sumber vitamin A: hati, minyak ikan, susu & produk derivat, kuning telur, margarin, sayuran hijau, buah & sayuran kuning • Fungsi: penglihatan, diferensiasi sel, keratinisasi, kornifikasi, metabolisme tulang, perkembangan plasenta, pertumbuhan, spermatogenesis, pembentukan mukus Kliegman RM. Nelson’s textbook of pediatrics, 19th ed. McGraw-Hill; 2011

• Konjungtiva normalnya memiliki sel goblet. Hilangnya/ berkurangnya sel goblet secara drastis bisa ditemukan pada xerosis konjungtiva. • Gejala defisiensi: – Okular (xeroftalmia): rabun senja, xerosis konjungtiva & kornea, keratomalasia, bercak Bitot, hiperkeratosis folikular, fotofobia – Retardasi mental, gangguan pertumbuhan, anemia, hiperkeratosis folikular di kulit

Xerophthalmia (Xo) Stadium : XN X1A X1B X2 X3A X3B XS XF

: night blindness (hemeralopia) : xerosis conjunctiva : xerosis conjunctiva (with bitot’s spot) : xerosis cornea : Ulcus cornea < 1/3 : Ulcus cornea > 1/3, keratomalacea : Corneal scar : Xeroftalmia fundus

Xeroftalmia XN. NIGHT BLINDNESS • Vitamin A deficiency can interfere with rhodopsin production, impair rod function, and result in night blindness. • Night blindness is generally the earliest manifestation of vitamin A deficiency. • “chicken eyes” (chickens lack rods and are thus night-blind) • Night blindness responds rapidly, usually within 24—48 hours, to vitamin A therapy

X1A, X1B. CONJUNCTIVAL XEROSIS AND BITOT’S SPOT • The epithelium of the conjunctiva in vitamin A deficiency is transformed from the normal columnar to the stratified squamous, with loss of goblet cells, formation of a granular cell layer, and keratinization of the surface. • Clinically, these changes are expressed as marked dryness or unwettability, the affected area appears roughened, with fine droplets or bubbles on the surface.

• Conjunctival xerosis first appears billateraly, in the temporal quadrant, as an isolated oval or triangular patch adjacent to the limbus in the interpalpebral fissure.

X1A, X1B. CONJUNCTIVAL XEROSIS AND BITOT’S SPOT • In some individuals, keratin and saprophytic bacilli accumulate on the xerotic surface, giving it a foamy or cheesy appearance, known as Bitot’s spots and they’re easily wiped off) • Generalized conjunctival xerosis, involving the inferior and/or superior quadrants, suggests advanced vitamin A deficiency.

• Conjunctival xerosis and Bitot’s spots begin to resolve within 2—5 days, most will disappear within 2 weeks.

134 Seorang laki-laki berusia 35 tahun datang dengan keluhan nyeri pada kelopak mata akibat tersayat batang pohon 30 menit yang lalu. Keluhan disertai dengan bengkak dan kemerahan pada kelopak mata, namun tidak terdapat gangguan penglihatan. Pada pemeriksaan didapatkan laserasi pada kelopak mata bagian lateral 1cm kedalaman sampai dermis namun tidak sampai mengenai bola mata, tidak didapatkan gangguan penglihatan. Komplikasi akut yang dapat terjadi pada pasien diatas adalah, kecuali… A. Trichiasis B. Entropion C. Lagoftalmus D. Keratopathy E. Uveitis

Uveitis • Nyeri pada kelopak mata akibat tersayat batang pohon 30 menit yang lalu trauma mekanik pada mata • Bengkak dan kemerahan pada kelopak mata reaksi inflamasi akibat trauma • Terdapat laserasi pada kelopak mata bagian lateral 1cm kedalaman sampai dermis namun tidak sampai mengenai bola mata, tidak didapatkan gangguan penglihatan  VL pada palpebra.

Eyelid trauma • Eyelid is specialized tissue characterized by skin on anterior surface and mucous membrane – tarsal conjunctiva on its posterior. • Eyelid skin is thinnest in the body. • It has loose attachment and absence of fat in corium. • Lid contains muscle, glands, blood vessels and nerves. • The firmness to the lid is provided with tarsus which is dense fibrous tissue and not a cartilage

• Eyelid margin has slightly rounded anterior edge and sharp posterior edge. – – – –

Vichare N. Management of Eyelid Lacerations. DOS Times - Vol. 20, No. 8 February, 2015

Mucocutaneous junction Meibomian gland orifices Gray line Eyelash follicles

Repair of eyelid trauma • Preoperative evaluation • Repairing of eyelid injuries – Detailed history is obtained to determine requires knowledge and time, course and circumstances of injury. meticulous approach. – Management of ocular injury starts after • Gentle tissue handling and proper traumatized patient is stabilized and life threatening injuries are addressed alignment should be done. – Detailed ocular examination includes visual • Aim should be to achieve best acuity, ocular movements, intra ocular possible functional and cosmetic pressure, pupillary reactions and posterior segment examination. outcome – Eyelid trauma can be associated with • Timing of repair hyphema, angle recession or retinal detachment. – Every effort must be made to – Globe injuries should be attended before lid reconstruct the injured injuries. tissues as soon as possible. – Systemic antibiotics should be started.  Intravenous antibiotics are preferable for – Primary repair can be done severely contaminated wounds. even after 24 -48 hrs after the – Wounds are irrigated thoroughly to remove patient is stabilized. all debris. – Tetanus toxoid must be given to nonimmunized patients.

Complications • Complications of eyelid lacerations that do not involve the canalicular system include missed injury, infection, eyelid notching, irregular eyelid contour, lagophthalmos, exposure keratopathy, septal perforation, prolapse of orbital fat, keratitis, shortening of eyelid fornices, wound dehiscence, entropion, trichiasis, and hemorrhage. • Additional complications include lacerations involving the canalicular system such as epiphora, stent migration, and epistaxis

135 Seorang anak berusia 1 bulan, dibawa ibunya ke IGD karena kedua mata berair sejak lahir. Keluhan kotoran pada mata dan mata merah disangkal. Px : VODS blink (+), sekret (-), refluks (+) pada palpebra inferior. Apakah diagnosis yang tepat? A. Dakriosistitis B. Dakriostenosis C. Keratitis D.Atresia punctum E. Glaukoma kongenital

Dakriostenosis • Kedua mata berair sejak lahir  epiphora • Keluhan kotoran pada mata dan mata merah disangkal menyingkirkan konjungtivitis neonatorum • VODS blink (+), sekret (-), refluks (+) pada palpebra inferior  Dakriostenosis karena adanya obstruksi pada ductus lakrimal yang bersifat kongenital

ANATOMI DUKTUS LAKRIMALIS

Congenital Nasolacrimal Duct Obstruction (CNDO) • Embriology – This condition affects nearly 20 % of all newborns – The development of the lacrimal drainage system begins at approximately 6 weeks of gestation – Communication between the lacrimal drainage system and the nose occurs at the end of the sixth month. – Tears are normally produced a few weeks after birth; hence nasolacrimal duct (NLD) obstruction may not be recognised until several weeks after birth.

• Etiology : – Most commonly, this is due to the presence of a membrane at the level of the valve of Hasner, which is present at the nasal opening of the nasolacrimal duct Murthy R. Congenital Nasolacrimal Duct Obstruction (CNLDO). Kerala Journal of Ophthalmology. 2007.9:2

Blink test • Prinsip: kelopak mata menggerakkan air mata pada matamata terlubrikasi • Drainase air mata terletak pada ductus nasolacrimal menuju hidung • Saat berkedip  kantong lakrimal tertekanmemaksa air mata keluar ke duktus nasolacrimal • Jika terdapat obstruksi pada ductus nasolacrimal air mata akan refluks dan mata tampak sangat berair  epiphora blink test (+)

Congenital nasolacrimal duct obstruction

Epiphora and matting

Infrequently acute dacryocystitis

Treatment • one third: bilateral • Role out congenital glaucoma  fotophobia • Conservative management by massage can be done safely upto 1 year of age; • the reason being most of the cases (96 %) will resolve within the first year of life • Massage of nasolacrimal duct: 10 strokes 4 times a day • antibiotic drops 4 times daily for mucopurulent discharge • If no improvement - probe at 12 months • Results - 90% cure by first probing , 6% by repeated probing

136 Seorang perempuan usia 40 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan mata mudah iritasi dan terasa perih. Muncul lapisan yang tumbuh di mata, pada pemeriksaan fisik didapatkan selaput segitiga yang berjalan dari medial mata. Apakah diagnosis yang tepat pada kasus ini? A. Pingekuela B. Pterigium C. Katarak D.Keratitis E. Glaukoma

Pterygium • Mata mudah iritasi dan terasa perih, serta muncul lapisan yang tumbuh di matakemungkinan pterygium • Selaput segitiga yang berjalan dari medial mataciri pterygium

PTERIGIUM • • • • •

• •

Pertumbuhan fibrovaskuler konjungtiva, bersifat degeneratif dan invasif Terletak pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea Mudah meradang Etiologi: iritasi kronis karena debu, cahaya matahari, udara panas Keluhan : asimtomatik, mata iritatif, merah, mungkin terjadi astigmat (akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterigium), tajam penglihatan menurun Tes sonde (-)  ujung sonde tidak kelihatan pterigium Pengobatan : konservatif; Pada pterigium derajat 1-2 yang mengalami inflamasi, pasien dapat diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid 3 kali sehari selama 5-7 hari. Pada pterigium derajat 3-4 dilakukan tindakan bedah

DERAJAT PTERIGIUM • Derajat 1: Jika pterigium hanya terbatas pada limbus kornea • Derajat 2: Jika pterigium sudah melewati limbus kornea tetapi tidak lebih dari 2 mm melewati kornea • Derajat 3: Jika pterigium sudah melebihi derajat dua tetapi tidak • melebihi pinggiran pupil mata dalam keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3-4 mm) • Derajat 4: Jika pertumbuhan pterigium sudah melewati pupil sehingga mengganggu penglihatan

PTERIGIUM – DIAGNOSIS BANDING

137 Seorang perempuan usia 37 tahun datang dengan keluhan mata merah sejak 4 hari yang lalu, keluhan tidak disertai pandangan buram namun seperti adanya benda asing. Pasien belum belum pernah berobat ke dokter, hanya menggunakan tetes air mata buatan, tidak sembuh namun terasa membaik. Disertai gambaran injeksi konjungtiva (+). Apa diagnosa dari pasien tersebut? A. Episkleritis B. Skleritis C. Konjungtivitis D. Blefaritis E. Hordeolum

Konjungtivitis • Mata merah dan tidak disertai pandangan burammata merah visus normal • Terdapat sensasi adanya benda asing  gejala konjungtivitis • Hanya menggunakan tetes air mata buatan, tidak sembuh namun terasa membaik kemungkinan disebabkan bacterial infection, karena kalau viral self limiting • Gambaran injeksi konjungtiva (+)  temuan pada konjungtivitis.

Conjunctivitis • Inflammationor infection of the conjunctiva  conjunctivitis • Characterized by : dilatation of the conjunctival vessels, resulting in hyperemia and edema of the conjunctiva, typically with associated discharge • Viral conjunctivitis is the most common cause of infectious conjunctivitis both overall and in the adult population • Bacterial conjunctivitis is the second most common cause and is responsible for the majority (50%-75%) of cases in children The conjunctiva is a thin membrane covering the sclera (bulbar conjunctiva, labeled with purple) and the inside of the eyelids (palpebral conjunctiva, labeled with blue Azari A, Barney N. Conjunctivitis A Systematic Review of Diagnosis and Treatment. JAMA: 310(16).2013

Classification • infectious and noninfectious causes.

– Infectious : Viruses, bacteria  the most common infectious causes. – Noninfectious conjunctivitis : allergic, toxic, and cicatricial conjunctivitis, as well as inflammation secondary to immunemediated diseases and neoplastic processes.1

• Acute, hyperacute, and chronic according to the mode of onset and the severity of the clinical response. • Primary or secondary to systemic diseases such graft-vs-host disease, and Reiter syndrome,

138 Pasien umur 60 tahun datang dengan keluhan penglihatan bercak hitam di bagian tengah. Visus 2/60. Tekanan bola mata normal. Segmen anterior tidak ada kelainan dan lensa mata stabil berada di bagian posterior. Pasien memiliki riwayat merokok. Apakah penyebab dari keluhan pasien? A. Katarak pada subskapular posterior B. Degenerasi makula karena usia lanjut C. Uveitis D.Glaukoma E. Retinopati

Age related macular degeneration • Pasien umur 60 tahun dengan keluhan penglihatan bercak hitam di bagian tengah scotoma sentral • Visus 2/60, tekanan bola mata normal menyingkirkan glaucoma • Segmen anterior tidak ada kelainan dan lensa mata stabil berada di bagian posterior menyingkirkan kelainan COA dan katarak • Sehingga kasus ini kemungkinan merupakan suatu ARMD

ARMD (Age Related Macular Degeneration) • Degenerasi progresif makula retina yg dpt memberikan gangguan pd penglihatan sentral • Biasanya tjd pd usia di atas 60 thn • Gejala klinis gradual loss of visual acuity. Where macular edema is present, patients complain of image distortion (metamorphopsia),macropsia, or micropsia

Drussen  deposit lipofiuscin di lapisan pigmen epitel retina yg berwarna kekuningan

Sumber: Ophthalmology. Lang. 2000.

139 Seorang wanita usia 40 tahun datang dengan keluhan mata buram saat melihat jarak dekat, namun tidak ada keluhan saat melihat jauh. Visus mata OD 6/20 dengan lensa S+1.00 menjadi 6/6, OS 6/20 dengan lensa S+1.25 menjadi 6/6. Apakah diagnosis yang tepat? A. Miopia ods B. Hipermetrop ods C. Simple hipermetrop ods D.Prebiopi ametrop E. Presbiopi emetrop

Hipermetropia • Mata buram saat melihat jarak dekat, namun tidak ada keluhan saat melihat jauh  gejala klinis hypermetropia • Visus mata OD 6/20 dengan lensa S+1.00 menjadi 6/6, OS 6/20 dengan lensa S+1.25 menjadi 6/6  membaik dengan lensa sferis positif  hipermetropia

HIPERMETROPIA • Gangguan kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina (di belakang makula lutea) • Etiologi : – sumbu mata pendek (hipermetropiaaksial), – kelengkungan kornea atau lensa kurang (hipermetropia kurvatur), – indeks bias kurang pada sistem optik mata (hipermetropia refraktif)

• Gejala : penglihatan jauh dan dekat kabur, sakit kepala, silau, rasa juling atau diplopia Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas ; dasar– teknik Pemeriksaandalam Ilmu Penyakit Mata, sidarta Ilyas

HIPERMETROPIA •







Pengobatan : Pemberian lensasferis positif akan meningkatkan kekuatan refraksi mata sehingga bayangan akan jatuhdi retina koreksi dimana tanpa siklopegia didapatkan ukuran lensa positif maksimal yangmemberikan tajam penglihatan normal (6/6), hal ini untuk memberikan istirahat pada mata. Jika diberikan dioptri yg lebih kecil, berkas cahaya berkonvergen namun tidak cukup kuat sehingga bayangan msh jatuh dibelakangretina, akibatnya lensa mata harus berakomodasi agar bayangan jatuh tepat di retina. Contoh bila pasien dengan +3.0 atau dengan +3.25 memberikan tajam penglihatan 6/6, maka diberikan kacamata +3.25 Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas

BENTUK HIPERMETROPIA • Hipermetropia total = laten + manifest – Hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan siklopegia

• Hipermetropia manifes = absolut + fakultatif – Yang dapat dikoreksi dengan kacamata positif maksimal dengan hasil visus 6/6 – Terdiri atas hipermetropia absolut + hipermetropia fakultatif – Hipermetropia ini didapatkan tanpa siklopegik

• Hipermetropia absolut : – “Sisa”/ residual dari kelainan hipermetropia yang tidak dapat diimbangi dengan akomodasi – Hipermetropia absolut dapat diukur, sama dengan lensa konveks terlemah yang memberikan visus 6/6

Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas

BENTUK HIPERMETROPIA • Hipermetropia fakultatif : – Dimana kelainan hipermetropia dapatdiimbangi sepenuhnya dengan akomodasi – Bisa juga dikoreksi olehlensa – Dapat dihitungdengan mengurangi nilai hipermetrop manifes – hipermetrop absolut

• Hipermetropia laten: – – – –

Hipermetropia yang hanya dapatdiukur bila diberikan siklopegia bisa sepenuhnya dikoreksi oleh tonus otot siliaris Umumnya lebih sering ditemukan pada anak-anak dibandingkan dewasa. Makin muda makin besar komponen hipermetropia laten, makin tua akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten menjadifakultatif dan kemudia menjadiabsolut

Ilmu Penyakit Mata, Sidharta Ilyas & Manual ofocular diagnosis andtherapy

• Contoh pasien hipermetropia, 25 tahun, tajam penglihatan OD 6/20 – Dikoreksi dengan sferis +2.00  tajam penglihatan OD 6/6 – Dikoreksi dengan sferis +2.50  tajam penglihatan OD 6/6 – Diberi siklopegik, dikoreksi dengan sferis +5.00  tajam penglihatan OD 6/6 ARTINYA pasien memiliki: – Hipermetropia absolut sferis +2.00 (masih berakomodasi) – Hipermetropia manifes Sferis +2.500 (tidak berakomodasi) – Hipermetropia fakultatif sferis +2.500 – (+2.00)= +0.50 – Hipermetropia laten sferis +5.00 – (+2.50) = +2.50

140 Perempuan, 17 tahun, mengeluh terdapat mata merah 2 hari. Penurunan penglihatan (-), mata berair, rasa menganjal. Riwayat kontak dengan kakak yang mengalami gejala yang sama. Pemeriksaan fisik edema palpebra, folikel cairan serous, injeksi konjungtiva. Terapi suportif yang akan diberikan pada pasien ini adalah… A. Pilokarpin B. Betametason C. Gentamisin D.Artificial tears E. Tobramisin

Konjungtivitis virus • Mata merah dengan tidak adanya penurunan penglihatanmata merah visus normal • Mata berair, rasa menganjalkemungkinan konjungtivitis • Riwayat kontak dengan kakak yang mengalami gejala yang samatransmisi antar manusia, paling sering karena virus. • Pemeriksaan fisik edema palpebra, folikel cairan serous, injeksi konjungtivakonjungtivitis virus • Terapi pada konjungtivitis viruss bersifat suportifartificial tears

Viral Conjunctivitis •

Etiology : Adenovirus (65-90% of cases) – produce 2 of the common clinical entities associated with viral conjunctivitis : 1. pharyngoconjunctival fever • Abrupt onset of high fever, pharyngitis, bilateral conjunctivitis and periauricular lymphnode enlargement 2. epidemic keratoconjunctivitis • More severe and presents with watery discharge, hyperemia, chemosis, and ipsilateral lymphadenopathy









Viral conjunctivitis secondary to adenoviruses  highly contagious, and the risk of transmission 10% 50% The virus spreads through direct contact via contaminated fingers, medical instruments, swimming pool water,or personal items Incubation and communicability are estimated to be 5 to 12 days and 10 to 14 days, respectively Treatment – artificial tears, topical antihistamines, or cold compresses  alleviating some of the symptoms – Available antiviral medications are not useful and topical antibiotics are not indicated

OPTIMA JAKARTA

OPTIMA JAKARTA

141 Wanita, 18 tahun, datang dengan mata merah dan penglihatan kabur. Riwayat penggunaan lensa kontak sehari yang lalu. Dari pemeriksaan fisik didapatkan visus 1/60. Terdapat bercak putih pada kornea. Pemeriksaan yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnose adalah... A. Tes anel B. Tes schimer C. Tes slit lamp D.Tes sonde E. Tes fluorescence

141 • Mata merah dan penglihatan kabur mata merah visus turun • Riwayat penggunaan lensa kontak sehari yang lalukemungkinan suatu keratitis • Terdapat bercak putih pada kornea dapat berupa suatu keratitis atau ulkus kornea • Pemeriksaan yang diperlukanfluorescence untuk mendeteksi defek epitel kornea

Keratitis & Ulkus Kornea

Fluorescein Staining (Test) • Assessment of ocular surface integrity • Fluorescein staining helps identify a corneal epithelial defect. • Frequently used to detect lesions of ocular surface owing to its high degree of ionization, it neither penetrates the intact corneal epithelium nor forms a firm bond with any vital tissue. • Instillation of dye in cul-de-sac allows determination of corneal & conjunctival lesions such as abrasions ulcers & edema & aids in detection of foreign bodies. • Epithelial defect appears as vivid green fluorescence

How does staining take place?

Any break in epithelium

Penetration of Fluorescein in adjoining bowman’s & stromal layer

Fluid turns bright green owing to its PH Dye makes contact with indicator properties & depending to an alkaline extent of lesion interstitial fluid

Staining of corneal infiltrate

Corneal abrasion

Conjunctival lesion

Seidel test • The test is particularly useful when evaluating for possible full thickness lacerations of the cornea. • Topical anesthesia +10% fluorescein dye  carefully examined under blue cobalt filter with the slit lamp. – Concentrated dye will appear dark orange under the blue cobalt filter. – If perforation or leakage is present, the concentrated dye will be diluted by aqueous from the anterior chamber. – If there’s perforation, the aqueous fluid “flow” or “stream” across the surface of the cornea.

• Positive Seidel test: – Fluorescein dye diluted by aqueous fluid – Darker, diluted Fluorescein dye streams from Globe Rupture site – Bright green concentrated dye surrounds leak site (above and to side)

Positive Seidel Test

142 Pria, 35 tahun, bekerja sebagai petani datang ke poli dengan keluhan penurunan penglihatan pada mata kanan sejak 1 hari yang lalu. Riwayat terkena air saat bekerja di sawah. Mata kanan merah, nyeri, bengkak dan berair dan silau bila melihat cahaya. Visus 1/60 terdapat bercak keputihan pada kornea. Diagnosanya adalah… A.Keratitis B. Konjunctivitis C. Blefaritis D.Endophtamitis E. Ulkus kornea

Keratitis • Penurunan penglihatan pada mata kanan sejak 1 hari yang laluakut • Riwayat terkena air saat bekerja di sawahberkaitan dengan infeksi jamur. • Mata kanan merah, nyeri, bengkak dan berair dan silau bila melihat cahaya ditambah visus 1/60 terdapat bercak keputihan pada korneakeratitis

Keratitis/ulkus Fungal • Gejala  nyeri biasanya dirasakan diawal, namun lama-lama berkurang krn saraf kornea mulai rusak. • Pemeriksaan oftalmologi : – Grayish-white corneal infiltrate with a rough, dry texture and feathery borders; infiltrat berada di dalam lapisan stroma – Lesi satelit, hipopion, plak/presipitat endotelilal – Bisa juga ditemukan epitel yang intak atau sedikit meninggi di atas infiltrat stroma

• Faktor risiko meliputi : – Trauma mata (terutama akibat tumbuhan) – Terapi steroid topikal jangka panjang – Preexisting ocular or systemic immunosuppressive diseases Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.

Keratitis/ ulkus Fungal • Meskipun memiliki karakteristik, terkadang sulit membedakan keratitis fungal dengan bakteri. – Namun, infeksi jamur biasanya localized, dengan “button appearance” yaitu infiltrat stroma yang meluas dengan ulserasi epitel relatif kecil.

• Pd kondisi demikian sebaiknya diberikan terapi antibiotik sampai keratitis fungal ditegakkan (mis. dgn kultur, corneal tissue biopsy).

Stromal infiltrate

Ulkus kornea Jamur

Lesi satelit (panah merah) pada keratitis jamur Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion, peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi). Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.

143 Laki- laki, 50 tahun, datang dengan keluhan penglihatan kedua mata buram. Sejak 2 tahun yang lalu. Pada PF VOD : 1/60 VOS : 3/60 TOD : 30 TOS : 17, pada ODS : lensa keruh. Shadow test (+), OD didapatkan refleks cahaya tak langsung melambat. Bagaimana diagnosa OS kasus ini? A. Katarak senilis insipien B. Katarak senilis imatur C. Katarak senilis matur D.Katarak senilis hipermatur E. Katarak komplikata

Katarak senilis • • • •

Penglihatan kedua mata buramgangguan refraksi Sejak 2 tahun yang lalu proses gradual kronik ODS : lensa keruhkatarak Katarak dengan shadow test (+), OD didapatkan refleks cahaya tak langsung melambat katarak senilis imatur

Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006

KATARAK-SENILIS •

• •

Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun Epidemiologi : 90% dari semua jenis katarak Etiologi :belum diketahui secara pasti  multifaktorial:  Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetik  Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat mempunyai efek buruk terhadap serabu-serabut lensa.  Faktor imunologik  Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi, gangguan permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari.  Gangguan metabolisme umum



• • •

4 stadium: insipien, imatur (In some patients, at this stage, lens may become swollen due to continued hydration  ‘intumescent cataract’), matur, hipermatur Gejala : distorsi penglihatan, penglihatan kabur/seperti berkabut/berasap, mata tenang Penyulit : Glaukoma, uveitis Tatalaksana : operasi (ICCE/ECCE)

144 Seorang laki-laki, 40 tahun, dengan keluhan mata merah, terasa gatal, nyeri, dan tajam penglihatan menurun. Pasien seorang petani dan terdapat riwayat mata terkena tanaman padi. Pada pemeriksaan fisik di dapatkan pada kornea terdapat gambar bulat berbatas tegas dengan lesi satelit (+). Maka diagnosis yang tepat pada kasus ini adalah… A. Keratitis bacterial B. Keratitis jamur C. Konjungtivutis bacterial D.Keratitis virus E. Konjungtivitis vernal

Keratitis jamur • Mata merah, terasa gatal, nyeri, dan tajam penglihatan menurunmata merah visus turun • Pasien seorang petani dan terdapat riwayat mata terkena tanaman padikemungkinan keratitis atau ulkus karena infeksi jamur • Pada kornea terdapat gambar bulat berbatas tegas dengan lesi satelit (+)infeksi jamur

Keratitis/ulkus Fungal • Gejala  nyeri biasanya dirasakan diawal, namun lama-lama berkurang krn saraf kornea mulai rusak. • Pemeriksaan oftalmologi : – Grayish-white corneal infiltrate with a rough, dry texture and feathery borders; infiltrat berada di dalam lapisan stroma – Lesi satelit, hipopion, plak/presipitat endotelilal – Bisa juga ditemukan epitel yang intak atau sedikit meninggi di atas infiltrat stroma

• Faktor risiko meliputi : – Trauma mata (terutama akibat tumbuhan) – Terapi steroid topikal jangka panjang – Preexisting ocular or systemic immunosuppressive diseases Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.

Keratitis/ ulkus Fungal • Meskipun memiliki karakteristik, terkadang sulit membedakan keratitis fungal dengan bakteri. – Namun, infeksi jamur biasanya localized, dengan “button appearance” yaitu infiltrat stroma yang meluas dengan ulserasi epitel relatif kecil.

• Pd kondisi demikian sebaiknya diberikan terapi antibiotik sampai keratitis fungal ditegakkan (mis. dgn kultur, corneal tissue biopsy).

Stromal infiltrate

Ulkus kornea Jamur

Lesi satelit (panah merah) pada keratitis jamur Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion, peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi). Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.

145 Laki – laki berumur 40 tahun datang dengan keluhan mata kanan merah. Keluhan dirasakan nyeri dan mata silau. Terdapat riwayat mata kemasukan tanaman 1 minggu yang lalu saat berkebun. Pada pemeriksaan oftalmologi didapatkan penurunaan visus dan konjungtiva hiperemis. Pemeriksaan slit lamp didapatkan gambaran lesi satelit. Terapi topikal yang diberikan adalah… A. Acyclovir B. Gentamisin C. Kloramfenikol D. Amfoterisin B E. Betametason

Keratitis/ulkus korena jamur • Mata merah, silau, dan riwayat mata kemasukan tanamankemungkinan suatu keratitis atau ulkus kornea akibat jamur • Pemeriksaan slit lamp didapatkan gambaran lesi satelit infeksi jamur. • Terapi topikal yang diberikan adalah antifungal: amfoterisin B • Pilihan lain A. Acyclovir antiviral B. Gentamisinantibacterial C. Kloramfenikol antibacterial D.Amfoterisin Bantifungal E. Betametasonkortikosteroid

Keratitis/ulkus Fungal • Gejala  nyeri biasanya dirasakan diawal, namun lama-lama berkurang krn saraf kornea mulai rusak. • Pemeriksaan oftalmologi : – Grayish-white corneal infiltrate with a rough, dry texture and feathery borders; infiltrat berada di dalam lapisan stroma – Lesi satelit, hipopion, plak/presipitat endotelilal – Bisa juga ditemukan epitel yang intak atau sedikit meninggi di atas infiltrat stroma

• Faktor risiko meliputi : – Trauma mata (terutama akibat tumbuhan) – Terapi steroid topikal jangka panjang – Preexisting ocular or systemic immunosuppressive diseases Sumber: American Optometric Association. Fungal Keratitis. / Vaughan Oftalmologi Umum 1995.

Keratitis/ ulkus Fungal • Meskipun memiliki karakteristik, terkadang sulit membedakan keratitis fungal dengan bakteri. – Namun, infeksi jamur biasanya localized, dengan “button appearance” yaitu infiltrat stroma yang meluas dengan ulserasi epitel relatif kecil.

• Pd kondisi demikian sebaiknya diberikan terapi antibiotik sampai keratitis fungal ditegakkan (mis. dgn kultur, corneal tissue biopsy).

Stromal infiltrate

Ulkus kornea Jamur

Lesi satelit (panah merah) pada keratitis jamur Keratitis fungi bersifat indolen, dengan infiltrat kelabu, sering dengan hipopion, peradangan nyata pada bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi-lesi satelit (umumnya infiltrat di tempat-tempat yang jauh dari daerah utama ulserasi). Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.

Ulkus Kornea Jamur • Indolen, disertai infiltrat kelabu, sering dgn hipopion, peradangan nyata bola mata, ulserasi superfisial, dan lesi satelit. • The most common pathogens are Fusarium and Aspergillus (filamentous fungi) in warmer climates and Candida (a yeast) in cooler climates. Tabel 1. Pengobatan Keratitis Fungal Organisme

Rute obat

Pilihan pertama

Pilihan kedua

Alternatif

Organisme mirip ragi = Candida sp

Topikal Subkonjungtiva Sistemik

Natamycin Natamycin Flycytosine

Amphotericin B Miconazole Ketoconazole

Nystatin -

Organisme mirip hifa = ulkus fungi

Topikal Subkonjungtiva Sistemik

Natamycin Amphotericin B Fluconazole

Amphotericin B Miconazole Ketoconazole

Miconazole -

Sources:

Vaughan DG, dkk. Oftalmologi Umum Edisi 14. 1996.

146 Seorang perempuan usia 9 tahun datang dengan keluhan sering keluar air mata dari kedua mata dan terasa sangat gatal sejak 1 minggu yang lalu. Pasien mengatakan pernah mengalami hal yang sama hampir setiap tahunnya. Pada pemeriksaan ditemukan sekret mukoserosa, injeksi konjungtiva, dan cobblestone appearance. Diagnosis yang paling tepat untuk pasien ini adalah… A. Konjungtivitis bakterial B. Konjungtivitis viral C. Konjungtivitis vernal D. Konjungtivitis jamur E. Keratokonjungtivitis viral

Konjungtivitis vernal • Sering keluar air mata dari kedua mata dan terasa sangat gatal sejak 1 minggu yang lalu kemungkinan suatu konjungtivitis • Pasien mengatakan pernah mengalami hal yang sama hampir setiap tahunnyabersifat atopikonjungtivitis alergi • Pada pemeriksaan ditemukan sekret mukoserosa, injeksi konjungtiva, dan cobblestone appearancekonjungtivitis alergi subtype konjungtivitis vernal

KONJUNGTIVITIS VERNAL • Nama lain: – spring catarrh – seasonal conjunctivitis – warm weather conjunctivitis

• Etiologi: reaksi hipersensitivitas bilateral (alergen sulit diidentifikasi) • Epidemiologi: – Dimulai pada masa prepubertal, bertahan selama 5-10 tahun sejak awitan – Laki-laki > perempuan – Paling sering pada Afrika Sub-Sahara & Timur Tengah – Temperate climate > warm climate > cold climate (hampir tidak ada) Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.

• Gejala & tanda: – Rasa gatal yang hebat, dapat disertai fotofobia – Sekret ropy – Riwayat alergi pada RPD/RPK – Tampilan seperti susu pada konjungtiva – Gambaran cobblestone (papila raksasa berpermukaan rata pada konjungtiva tarsal) – Tanda Maxwell-Lyons (sekret menyerupai benang & pseudomembran fibrinosa halus pada tarsal atas, pada pajanan thdp panas) – Bercak Trantas (bercak keputihan pada limbus saat fase aktif penyakit) – Dapat terjadi ulkus kornea superfisial

• Komplikasi: • Blefaritis & konjungtivitis stafilokokus

Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.

Tatalaksana • Self-limiting • Akut: • Steroid topikal (+sistemik bila perlu), jangka pendek  mengurangi gatal (waspada efek samping: glaukoma, katarak, dll.) • Vasokonstriktor topikal • Kompres dingin & ice pack

• Jangka panjang & prevensi sekunder: • Antihistamin topikal • Stabilisator sel mast Sodium kromolin 4%: sebagai pengganti steroid bila gejala sudah dapat dikontrol • Tidur di ruangan yang sejuk dengan AC • Siklosporin 2% topikal (kasus berat & tidak responsif)

• Desensitisasi thdp antigen (belum menunjukkan hasil baik)

Vaughan & Asbury General Ophtalmology 17th ed.

147 Laki-laki, 17 tahun, datang dengan keluhan pandangan buram. Visus OD 6/18, OS 6/24. Koreksi dengan pinhole didapatkan visus OD 6/9, OS 6/12. Koreksi dengan lensa spheris -0,5D ODS 6/9, -1,00D ODS 6/6, -1,25D ODS 6/6, -1,5D ODS 6/9. Lensa yang diberikan adalah… A. - 0,50 D B. - 0,75 D C. - 1,00 D D.- 1,25 D E. - 1,50 D

Miopia • Pandangan buramgangguan refraksi • Visus OD 6/18, OS 6/24Koreksi dengan pinhole didapatkan visus OD 6/9, OS 6/12kelainan refraksi non organik • Koreksi dengan lensa spheris -0,5D ODS 6/9, -1,00D ODS 6/6, -1,25D ODS 6/6, -1,5D ODS 6/9 lensa pilihan adalah -1.00 D dan -1.25 D karena visus bisa mencapai 6/6 • Prinsip pemilihan lensa pada myopiayang terlemahsehingga dipilih S -1.00 D

KELAINAN REFRAKSI -MIOPIA • MIOPIA  bayangan difokuskan di depan retina, ketika mata tidak dalam kondisi berakomodasi (dalam kondisi cahaya atau benda yang jauh)

• Etiologi: – Aksis bola mata terlalu panjang miopia aksial – Miopia refraktif  media refraksiyang lebih refraktif dari rata-rata: kelengkungan kornea terlalu besar

• Dapat ditolong dengan menggunakan kacamata negatif (cekung)

• Normal aksis mata 23 mm (untuk setiap milimeter tambahan panjang sumbu, mata kira-kira lebih miopik 3 dioptri) • Normal kekuatan refraksi kornea (+43 D) (setiap 1 mmpenambahan diameter kurvatura kornea, mata lebih miopik 6D) • Normal kekuatan refraksi lensa (+18D) • People with high myopia – more likely to have retinal detachments and primary open angle glaucoma – more likely to experience floaters

KELAINAN REFRAKSI -MIOPIA • Miopia secara klinis : – Simpleks: kelainan fundus ringan, < -6D – Patologis: Disebut juga sebagai miopia degeneratif, miopia maligna atau miopia progresif, adanya progresifitas kelainan fundus yang khas pada pemeriksaan oftalmoskopik, > -6D

• Miopia berdasarkan ukuran dioptri lensa : – Ringan (lavior) : lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri – Sedang (moderate): lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri. – Berat (grandior): lensa koreksinya > 6,00 Dioptri.

• Miopia berdasarkan umur : – – – –

Kongenital : sejak lahir dan menetap pada masa anak-anak. Miopia onset anak-anak : di bawah umur 20 tahun. Miopia onset awal dewasa : di antara umur 20 sampai 40 thn. Miopia onset dewasa : di atas umur 40 tahun (> 40 tahun).

148 Seorang laki – laki datang ke poli dengan keluhan mata merah karena sehabis terkena serpihan besi. Pasien kerja di pabrik besi. Pemeriksaan fisik tanda vital stabil, pemeriksaan mata injeksi konjungtiva +, injeksi sklera +, edema kornea, bintik kehitaman serbuk besi pada kornea. Tatalaksana awal yang tepat adalah… A. Irigasi NaCl B. Tetes pantocain C. Ambil menggunakan pinset D.Ambil menggunakan kapas lidi E. Tetes antibiotic

Benda asing pada mata • Mata merah karena sehabis terkena serpihan besimicrotrauma pada mata • Injeksi konjungtiva +, injeksi sklera +, edema kornea, bintik kehitaman serbuk besi pada korneainflamasi akibat benda asing. • Tatalaksana awal yang tepat adalah tetes pantocain untuk anestesi mata sehingga saat dilakukan irigasi mata tidak bergerak-gerak • Kalau tidak diberikan pantocainsaat irigasi mata bergerak-gerakbenda asing akan menimbulkan kerusakan lebih lanjut

Ocular Foreign body • An ocular foreign body : – common condition, in which a small particle (such as a piece of grit or small rust particle) becomes stuck on eye. • Corneal foreign body  CA stuck on the eye ; • sub-tarsal foreign body  the object is stuck under your lid scratches to the surface of your cornea.

– Symptoms • painful, red, watery and light sensitive and ↓ vision • Subconjunctival hemorrhage • Corneal laceration and abrasion  heal within 48 hours after removal • if CA is metal, a small ring of rust may form around it  a dark spot on the white of eye and can cause a scar that may affect vision

Management • First aid – Wash the eye with water or saline. Do not try to remove a foreign body yourself.  Go straight to doctor

• Emergency departement 1. Local anaesthetic eye drops to numb the eye  pain may return after the anaesthetic drops wear off, 20 to 60 minutes. 2. Remove the foreign body with a cotton bud or a small sterile needle 3. Painkiller  PCT or ibuprofen 4. Antibiotic drops or oinment to prevent infection www.moorfields.nhs.uk

Benda Asing di Konjungtiva • •





Gejala yang ditimbulkan berupa nyeri, mata merah dan berair, sensasi benda asing, dan fotofobia. Faktor Risiko: Pekerja di bidang industri yang tidak memakai kacamata pelindung, seperti: pekerja gerinda, pekerja las, pemotong keramik, pekerja yang terkait dengan bahan-bahan kimia (asam-basa), dll. Pemeriksaan Fisik – Biasanya visus normal; – Ditemukan injeksi konjungtiva tarsal dan/atau bulbi – Pada konjungtiva tarsal superior

Penatalaksanaan (menurut buku panduan layanan primer IDI & emedicine) – Berikan tetes mata pantokain 2% sebanyak 1-2 tetes pada mata yang terkena benda asing. – Gunakan kaca pembesar (lup) dalam pengangkatan benda asing. – Periksa lokasi benda asing dengan meminta pasien melihat ke atas, ke bawah, kiri, dan kanan – Periksa inferior conjunctival cul-de-sac dengan meminta pasien melihat ke atas ketika pemeriksa membuka kelopak mata bawah – Untuk memeriksa superior conjunctival cul-de-sac, lakukan eversi kelopak mata atas dengan kapas lidi atau paper clip (seperti gambar) – Angkat benda asing dengan menggunakan lidi kapas yang lembab atau jarum suntik ukuran 23G. – Arah pengambilan benda asing dilakukan dari tengah ke tepi. – Oleskan lidi kapas yang dibubuhkan betadin pada tempat bekas benda asing. – Kemudian, berikan antibiotik topikal (salep atau tetes mata) seperti kloramfenikol tetes mata, 1 gtt setiap 2 jam selama 2 hari.

Corneal Foreign Body • If a corneal foreign body is discovered, it must be removed to prevent permanent scarring and vision loss. Saline irrigation is often successful. • If irrigation is unsuccessful, a topical anesthetic should be administered and a cotton swab gently swept over the cornea. • If the foreign body is superficial, irrigate the eye to moisten the cornea and attempt to remove the foreign body by using a gentle rolling motion with a wetted cotton-tipped applicator. – Take care not to apply pressure, which may push the foreign body deeper into the cornea, or scrape, which may create a large corneal abrasion.

• If swabbing is unsuccessful, foreign body removal using an eye spud or 25-gauge needle should be done by a trained, experienced physician. Emedicine & AAFP

149 Ny. Y usia 43 tahun datang ke poli mata dengan keluhan kedua mata buram saat membaca tulisan pada buku dalam jarak yang dekat. Pasien dapat membaca tulisan dalam buku jika jarak tulisan dijauhkan dari mata. Apa diagnosis pada pasien ini? A. Miopia B. Hipermetropia C. Presbiopia D.Astigmatisma E. Ambliopia

Presbiopia • Buram saat membaca tulisan pada buku dalam jarak yang dekat gangguan refraksi hypermetropia • Pasien dapat membaca tulisan dalam buku jika jarak tulisan dijauhkan dari matabentuk gejala hypermetropia, namun khususnya pada presbyopia • Berdasarkan usia pasien dan jarak pandang yang dekat sekali (membaca buku)merupakan gambaran klinis dari hipermetropia

Presbiopia • Merupakan keadaan berkurangnya daya akomodasi pada usia lanjut • Penyebab: – Kelemahan otot akomodasi – Lensa mata tdk kenyal / berkurang elastisitasnya akibat sklerosis lensa

• Diperlukan kacamata baca atau adisi : – – – – –

+ 1.0 D : 40 thn + 1.5 D : 45 thn + 2.0 D : 50 thn + 2.5 D : 55 thn + 3 .0 D : 60 thn

Sumber: Ilmu Penyakit Mata. Sidarta Ilyas. 2000.

Presbiopia Pemeriksaan dengan kartu Jaeger untuk melihat ketajaman penglihatan jarak dekat.

• Koreksi→ lensa positif untuk menambah kekuatan lensa yang berkurang sesuai usia • Kekuatan lensa yang biasa digunakan: + 1.0 D → usia 40 tahun + 1.5 D → usia 45 tahun + 2.0 D → usia 50 tahun + 2.5 D → usia 55 tahun + 3.0 D → usia 60 tahun

– The card is held 14 inches (356 mm) from the persons's eye for the test. A result of 14/20 means that the person can read at 14 inches what someone with normal vision can read at 20 inches.

http://www.ivo.gr/files/items/1/145/51044.jpg

150 Seorang datang dengan keluhan nyeri pada mata. Ditemukan flare, cell dan mutton fat. VOD 6/60 VOS 6/6. Diagnosis pada pasien adalah… A. Keratitis B. Uveitis C. Glaukoma D.Konjungtivitis E. Ulkus kornea

Uveitis anterior • Nyeri pada matareaksi inflamasi • Flare, cell dan mutton fat ciri khas dari uveitis. • VOD 6/60 mata merah visus turun

Uveitis ANAMNESIS MATA MERAH VISUS NORMAL

MATA MERAH VISUS TURUN

• struktur yang bervaskuler  sklera konjungtiva • tidak menghalangi media refraksi • Konjungtivitis murni • Trakoma • mata kering, xeroftalmia • Pterigium • Pinguekula • Episkleritis • skleritis

mengenai media refraksi (kornea, uvea, atau seluruh mata) • • • • • • •

Keratitis Keratokonjungtivitis Ulkus Kornea Uveitis glaukoma akut Endoftalmitis panoftalmitis

MATA TENANG VISUS TURUN MENDADAK • • • • • •

uveitis posterior perdarahan vitreous Ablasio retina oklusi arteri atau vena retinal neuritis optik neuropati optik akut karena obat (misalnya etambutol), migrain, tumor otak

MATA TENANG VISUS TURUN PERLAHAN • Katarak • Glaukoma • retinopati penyakit sistemik • retinitis pigmentosa • kelainan refraksi

UVEITIS Radang uvea: • mengenai bagian depan atau selaput pelangi (iris) iritis • mengenai bagian tengah (badan silier) siklitis • mengenai selaput hitam bagian belakang mata koroiditis • Biasanya iritis disertai dengan siklitis = uveitis anterior/iridosikl itis

UVEITIS • Dibedakan dalam bentuk granulomatosa akut-kronis dan non-granulomatosa akut- kronis • Bersifat idiopatik, ataupun terkait penyakit autoimun, atau terkait penyakit sistemik • Biasanya berjalan 6-8 minggu • Dapat kambuh dan atau menjadi menahun • Gejala akut: – – – – –

mata sakit Merah Fotofobia penglihatan turun ringan mata berair

• Tanda : – pupil kecil akibat rangsangan proses radang pada otot sfingter pupil – edema iris – Terdapat flare atau efek tindal di dalam bilik mata depan – Bila sangat akut dapat terlihat hifema atau hipopion – Presipitat halus pada kornea

Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous Barrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel radang dalam humor akuos. Pada pemeriksaan biomikroskop (slit lamp) hal ini tampak sebagai flare, yaitu partikel-partikel kecil dengan gerak Brown (efek tyndall). Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006

OPTIMA JAKARTA

OPTIMA JAKARTA

151 Laki-laki, 28 tahun, keluhan mata kanan merah. PF: visus kanan menurun, terdapat vesikel-vesikel di palpebra superior et inferior dextra, hanya disisi mata kanan. Apa tatalaksana yg tepat dilakukan? A. Kompres hangat, asiklovir 5x400mg selama 5 hari B. Kompres dingin, asiklovir 5x400mg selama 5 hari C. Kompres hangat, asiklovir 5x800mg selama 5 hari D.Kompres hangat, asiklovir 5x400mg selama 10 hari E. Kompres dingin, asiklovir 5x800 mg selama 5 hari

Keratitis herpetik • Mata kanan merah dan visus kanan menurunmata merah visus turun, bisa karena keratitis, ulkus kornea, atau uveitis • Terdapat vesikel-vesikel di palpebra superior et inferior dextraciri khas dari infeksi virus pada kulit • Herpes simpleks memiliki lesi kulit demikian dan dapat bermanifestasi menyebabkan keratitis • Tatalaksana yang menjadi pilihan: Kompres hangat, asiklovir 5x400mg selama 10 hari

Ocular Manifestation of HSV • • • • • • •

Periocular herpes simplex Blepharitis Conjunctivitis Scleritis Keratitis Iridocyclitis Retinitis

Herpes Simplex Keratitis

Keratitis Herpes Simpleks • Herpes simpleks virus (HSV) keratitis, sama dengan penyakit herpes simpleks lainnya dapat ditemukan dalam dua bentuk: primer atau rekuren. • Kebanyakan infeksi HSV pada kornea disebabkan oleh HSV tipe 1, namun pada balita dan orang dewasa, dapat juga disebabkan oleh HSV tipe 2. Lesi kornea yang disebabkan kedua virus tersebut tidak dapat dibedakan. • Kerokan dari lesi epitel pada keratitis HSV mengandung sel-sel raksasa berinti banyak. • Virus dapat dibiakkan di dalam membran khorioallantoik embrio telur ayam dan di dalam jaringan seperti sel-sel HeLa . • Identifikasi akurat virus dilakukan menggunakan metode PCR

Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007

• Tanda dan gejala: – Infeksi primer biasanya berbentuk blefarokonjungtivitis vesikular, kadang disertai keterlibatan kornea. Umumnya self-limmited tanpa menyebabkan kerusakan mata yang signifikan. – Iritasi, fotofobia, peningkatan produksi air mata, penurunan penglihatan, anestesi pada kornea, demam. – Kebanyakan unilateral, namun pada 4-6% kasus dapat bilateral – Lesi: Superficial punctate keratitis -- stellate erosion -dendritic ulcer -- Geographic ulcer • Dendritic ulcer: Lesi yang paling khas pd keratitis HSV. Berbentuk linear, bercabang, tepi menonjol, dan memiliki tonjolan di ujungnya (terminal bulbs), dapat dilihat dengan tes flurosensi. • Geographic ulcer. Lesi defek epitel kornea berbentuk spt amuba Sumber: Riordan-Eva P, Whitcher JP. Vaughan and Asbury’s General Ophtalmology 17th ed. Philadephia: McGraw-Hill, 2007

• Tatalaksana: – Dokter umum: RUJUK SEGERA – Debridement – Antivirus topikal, kortikosteroid (pertimbangan khusus) • Topical antiviral: trifluridine 1% 8x/day (watch for epithelial toxicity after 1 week fo therapy), acyclovir 3% drops initially 5x/day gradually tapering down but continued for at least 3 days after complete healing; if resistant, consider ganciclovir 0.15% gel initially 5x/day.

– Bedah – Mengontrol reaktivasi HSV: hindari demam, pajanan sinar matahari berlebihan, imunosupresi, dll

Keratitis herpes zoster • Bentuk rekuren dari keratitis Varicella • Lesi pseudodenditik: lesi epitel yang menonjol dengan ujung mengerucut, sedikit tonjolan pada ujungnya (terminal bulbs)

Keratitis varicella • Bentuk infeksi primer pada mata dari virus Varicella • Ciri khas: lesi pseudodendritik disertai lesi pada stroma kornea dan uveitis Keratitis marginal • Keratitis non infeksius, sekunder setelah konjungtivitis bakteri, terutama Staphylococcus • Keratitis ini merupakan hasil dari sensitisasi tubuh terhadap produk bakteri. Antibodi dari pembuluh darah di limbus bereaksi dgn antigen yang terdifusi ke dalam epitel kornea

Keratitis bakteri • Biasanya unilateral, terjadi pd org dengan penyakit mata sebelumnya atau mata org yang menggunakan kontak lens • Infiltrat stroma berwarna putih, edema stroma, pembentukan hipopion

152 Seorang laki-laki, 65 tahun, datang dengan keluhan penglihatan buram pada mata kanan. Pada pemeriksaan mata didapatkan visus OD 1/60 tidak membaik dengan lensa sferis, lensa keruh shadow test negatif. OS 20/70, membaik dengan lensa sferis, lensa jernih. Kemungkinan diagnosis pasien pasien ini adalah… A. Katarak traumatik OD B. Katarak senilis immatur OD C. Katarak senilis matur OD D. Katarak presenilis immatur OD E. Katarak presenilis matur OD

Katarak senilis • Penglihatan buram pada mata kanan dengan visus OD 1/60 tidak membaik dengan lensa sferis  kelainan organik • Lensa keruh shadow test negatif katarak insipiens atau matur. • VOD mencapai 1/60katarak senilis matur

Ilmu Penyakit Mata Ed 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2006

KATARAK-SENILIS •

• •

Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terdapat pada usia lanjut, yaitu usia di atas 50 tahun Epidemiologi : 90% dari semua jenis katarak Etiologi :belum diketahui secara pasti  multifaktorial:  Faktor biologi, yaitu karena usia tua dan pengaruh genetik  Faktor fungsional, yaitu akibat akomodasi yang sangat kuat mempunyai efek buruk terhadap serabu-serabut lensa.  Faktor imunologik  Gangguan yang bersifat lokal pada lensa, seperti gangguan nutrisi, gangguan permeabilitas kapsul lensa, efek radiasi cahaya matahari.  Gangguan metabolisme umum



• • •

4 stadium: insipien, imatur (In some patients, at this stage, lens may become swollen due to continued hydration  ‘intumescent cataract’), matur, hipermatur Gejala : distorsi penglihatan, penglihatan kabur/seperti berkabut/berasap, mata tenang Penyulit : Glaukoma, uveitis Tatalaksana : operasi (ICCE/ECCE)

153 Anak Jonardi usia 4 tahun datang dengan keluhan mata kanannya tertusuk pensil sejak 4 jam yang lalu. Pemeriksaan visus tidak dapat dilakukan karena anak belum dapat membaca, pemeriksaan oftalmologi didapatkan perdarahan pada sklera dengan warna merah terang. Pemeriksaan lanjutan apa yang dapat dilakukan pada pasien ini ? A. Pemeriksaan Funduskopi B. Pemeriksaan Skleroskopi C. Pemeriksaan tekanan intraokular D. Pemeriksaan amsler grid E. Pemeriksaan anel

Trauma mekanik bola mata • Mata kanannya tertusuk pensil  trauma mekanik bola mata • Pemeriksaan visus tidak dapat dilakukan karena anak belum dapat membaca  karena Snellen chart butuh sikap kooperatif dari pasien pasien belum bisa membaca  tidak dapat menyebutkan huruf yang tertera • Pemeriksaan oftalmologi didapatkan perdarahan pada sklera dengan warna merah terang  hasil pemeriksaan segmen anterior • Perlu diperiksa juga segmen posterior funduskopi • Pilihan lain  Pemeriksaan Skleroskopi  sudah ada hasil pemeriksaan segmen anterior  Pemeriksaan tekanan intraocular setelah funduskopi, untuk mencari apakah ada glaucoma sekunder  Pemeriksaan amsler grid  untuk ARMD  tidak berhubungan dengan kasus  Pemeriksaan anel  untuk kasus obstruksi ductus lakrimal  tidak berhubungan pada kasus ini

Trauma Mekanik Bola Mata • Cedera langsung berupa ruda paksa yang mengenai jaringan mata. • Beratnya kerusakan jaringan bergantung dari jenis trauma serta jaringan yang terkena • Gejala : penurunan tajam penglihatan; tanda-tanda trauma pada bola mata • Komplikasi :       

Endoftalmitis Uveitis Perdarahan vitreous Hifema Retinal detachment Glaukoma Oftalmia simpatetik

Panduan Tatalaksana Klinik RSCM Kirana, 2012

• Pemeriksaan Rutin :  Visus : dgn kartu Snellen/chart projector + pinhole  TIO : dgn tonometer aplanasi/schiotz/palpasi  Slit lamp : utk melihat segmen anterior  Funduskopi : utk melihat segmen posterior  Ro orbita : jika curiga fraktur dinding orbita/benda asing

• Tatalaksana :  Bergantung pada berat trauma, mulai dari hanya pemberian antibiotik sistemik dan atau topikal, perban tekan, hingga operasi repair

TRAUMA MATA Kondisi Akibat trauma mata Iridodialisis

known as a coredialysis, is a localized separation or tearing away of the iris from its attachment to the ciliary body; usually caused by blunt trauma to the eye

may be asymptomatic and require no treatment, but those with larger dialyses may have corectopia (displacement of the pupil from its normal, central position) or polycoria (a pathological condition of the eye characterized by more than one pupillary opening in the iris) and experience monocular diplopia, glare, or photophobia

Hifema

Blood in the front (anterior) chamber of the eyea reddish tinge, or a small pool of blood at the bottom of the iris or in the cornea. May partially or completely block vision. The most common causes of hyphema are intraocular surgery, blunt trauma, and lacerating trauma The main goals of treatment are to decrease the risk of rebleeding within the eye, corneal blood staining, and atrophy of the optic nerve.

Treatment :elevating the head at night, wearing an patch and shield, and controlling any increase in intraocular pressure. Surgery if non- resolving hyphema or high IOP Complication: rebleeding, peripheral anterior synechiea, atrophy optic nerve, glaucoma (months or years after due to angle closure)

TRAUMA MATA Kondisi Akibat trauma mata Hematoma Palpebral

Pembengkakan atau penimbunan darah di bawah kulit kelopak akibat pecahnya pembuluh darah palpebra.

Sering terlihat pada trauma tumpul kelopak. Bila perdarahan terletak lebih dalam dan mengenai kedua kelopak dan berbentuk seperti kacamata hitam yang sedang dipakai

Perdarahan Subkonjungtiva

Pecahnya pembuluh darah yang terdapat dibawah konjungtiva, seperti arteri konjungtiva dan arteri episklera. Bisa akibat dari batu rejan, trauma tumpul atau pada keadaan pembuluh darah yang mudah pecah.

Pemeriksaan funduskopi perlu dilakukan pada setiap penderita dengan perdarahan subkonjungtiva akibat trauma tumpul. Akan hilang atau diabsorbsi dengan sendirinya dalam 1 – 2 minggu tanpa diobati.

Penglihatan kabur dan terlihatnya pelangi sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh dengan uji plasedo yang positif

Edema Kornea

Terjadi akibat disfungsi endotel kornea local atau difus. Biasanya terkait dengan pelipatan pada membran Descemet dan penebalan stroma. Rupturnya membran Descemet biasanya terjadi vertikal dan paling sering terjadi akibat trauma kelahiran.

Ruptur Koroid

Trauma keras yang mengakibatkan ruptur koroid  perdarahan subretina, biasanya terletak di posterior bola mata

Perdarahan subretina, visus turun dengan sangat, bila darah telah terabsorpsi maka daerah ruptur akan tampak berwarna putih (daerah sklera)

Subluksasi

Lensa berpindah tempat

Penglihatan berkurang, pada iris tampak iridodenesis (iris tampak bergetar atau bergoyang saat mata bergerak)

154 Seorang perempuan datang dengan keluhan penglihaatn kabur sejak 2 minggu yang lalu, pada pemeriksaan nyeri edema - didapatkan visus OD: visus 6/10 pada S +1 koreksi 6/6. OS: visus 6/12 pada S+2 koreksi 6/6. Patomekanisme kondisi diatas adalah… A. Kurvatura kornea landai dari normal B. Kurvatura kornea lebih cembung dari normal C. Kurvatura irregular D. Indeks refraktif lensa yang lebih besar dari normal E. Indeks bola mata yang lebih besar dari normal

Hipermetropia • Berdasarkan pemaparan soal, kasus yang terjadi adalah hipermetropia, di mana didapatkan visus 6/6 dengan koreksi lensa sferis (+). • Patofisiologi terjadinya hipermetropia yaitu: – Ukuran sumbu aksial bola mata lebih pendek dibandingkan ukuran normal – Kurvatura kornea lebih landai

• Patofisiologi miopia: – Kurvatura kornea lebih cembung dari normal – Sumbu aksial bola mata lebih panjang dibandingkan ukuran normal – Indeks bias atau refraksi lebih besar dari normal

• Kurvatura irregular  penyebab astigmatisme Boyd K. Hyperopia. American academy of ophtalmology. 2014.

155. • Seorang laki-laki 45 tahun datang dengan keluhan buram bila membaca buku, dan sulit mengambil barang disekitarnya. setelah dilakukan pemeriksaan diberikan S+1D dengan hasil koreksi 5/5. apakah pemeriksaan yang dilakukan selanjutnya? A. Periksa segmen posterior B. Tekanan intra okular C. Slit lamp D. Tes baca dekat E. Tes amsler • Jawaban: D. Tes baca dekat

Pemeriksaan mata • Pada soal dijelaskan bahwa pasien telah berusia 45 tahun, kemungkinan diagnosis pasien adalah hipermetrop. • Namun perlu juga dilakukan tes baca dekat untuk mengetahui apakah pasien menderita presbiop

Pemeriksaan mata • Langkahlangkah pemeriksaan – Visus/ ketajaman penglihatan – Refraksi – Penglihatan binokuler dan akomodasi Mancil GL, Bailey IL, Brookman KE. Optometric clinical practice guildeline: Care of the patient with presbyopia. American Optometric Association;2011.

KULIT & KELAMIN, MIKROBIOLOGI, PARASITOLOGI

No. 156 • Seorang wanita datang dengan keluhan terdapat massa berbentuk seperti jengger ayam pada kemaluan pasien. Apakah agen penyebab keluhan pada pasien tersebut? A. HPV tipe 6 B. HPV tipe 1 C. Human herpes virus D. Herpes simpleks virus tipe 1 E. Herpes simpleks virus tipe 2

Pembahasan Soal • Diagnosis pasien ini adalah Kondiloma akuminatum, karena terdapat keluhan massa seperti jengger ayam pada kemaluan. • Penyebab dari kondiloma akuminatum adalah HPV 6 dan 11 • Maka jawaban soal ini adalah A. HPV tipe 6 • Pilihan B. HPV tipe 1, menyebabkan myrmecia (plantar wart), dengan gejala adanya kutil pada telapak kaki yang sangat nyeri, dengan adanya telangiektasis pada kutil tersebut • Pilihan C. Human Herpes virus, merupakan klasifikasi umum dari HSV, Varisella zoster, EBV, CMV, Kapossi sarcoma associated herpes virus (KSHV) • Pilihan D. Herpes simpleks virus tipe 1, menyebabkan herpes simpleks, dengan predileksi terutama disekitar oral • Pilihan E. Herpes simpleks virus tipe 2, menyebabkan herpes simpleks, dengan predileksi terutama di sekitar genitalia

156. Kondiloma Akuminata

Kondiloma Akuminata • Pemeriksaan: – Tes asam asetat 5%  warna lesi acetowhite – Kolposkopi – Histopatologi  gambaran papilomatosis, akantosis, pemenjangan dan penebalan rete ridges, parakeratosis, dan koisilositosis

• Tata Laksana: – Kemoterapi: • podofilin 25%  lesi permukaan verukosa, tidak boleh pada hamil&menyusui serta lesi luas • podofilotoksin 0,5%  tidak boleh pada hamil • asam triklorasetat 80-90%  lesi genital eksterna, serviks, dan di dalam anus, boleh hamil

– Krioterapi  lesi genital eksterna, vagina, serviks, meatus uretra, dan di dalam anus – Imunoterapi  krim imiquimod bila lesi luas dan resisten – Pembedahan: • Elektrokauterisasi  lesi anogenital, terutama ukuran besar • Bedah skalpel  eksisi  lesi sangat besar sehingga menimbulkan obstruksi atau tidak dapat dilakukan terapi lain Ghadishah D. Condyloma acuminatum. Emedicine. 2018. Kutil Anogenital. Perdoski. • Bedah laser CO2  lesi anogenital, vagina, serviks, lesi besar 2017.

No. 157 • Seorang laki-laki, 23 tahun, datang dengan keluhan utama nyeri menelan sejak 3 minggu sebelumnya. Keluhan disertai lidah terasa terbakar dan tidak dapat merasakan apapun. Pada mulut ditemukan banyak bercak bercak putih yang tidak dapat dibersihkan. Pasien datang bersama pacar laki lakinya. CD4 <100. Apa diagnose pasien ini? A. B. C. D. E.

Kandidiasis oral Oral trush dengan HIV AIDS Hairy leukoplakia dengan HIV AIDS Liken planus Apthous stomatitis dengan HIV AIDS

Pembahasan Soal • Pasien ini kemungkinan mengidap AIDS karena didapatkan CD4<100 • Selain itu, pasien ini mengalami kandidiasis oral – karena terdapat keluhan lidah terasa terbakar dan tidak dapat merasakan apapun, serta ditemukan adanya banyak bercak bercak putih yang tidak dapat dibersihkan – Dari pemeriksaan fisik tersebut, kemungkinan pasien mengalami kandidiasis oral jenis hiperplastik. – Kandidiasis oral disebut juga dengan oral thrush.

• Untuk soal ini, lebih dipilih jawaban B karena berisi diagnosis yang lebih lengkap. Pilihan jawaban A, tidak mencantumkan HIV AIDS sebagai diagnosis • Pilihan jawaban C tidak dipilih karena hairy leukoplakia tidak menimbulkan keluhan selain bercak putih, dengan predileksi di lidah • Pilihan jawaban D, merupakan penyakit yang berada di kulit, tidak di rongga mukosa • Pilihan jawaban E tidak dipilih karena pada penyakit ini, gejala berupa adanya ulkus-ulkus dangkal pada rongga mulut, bukan bercak-bercak putih

Oral Manifestations of HIV Infection Type of Infection

Oral Disease Candidiasis

Fungal

- Pseudomembranous, Erythematous, and Angular Cheilitis

Invasive Fungal Infections - Histoplasmosis, Mucormycosis, Crytococcosis

Viral

Bacterial April 2003

Herpes Simplex Herpes Zoster Cytomegalovirus Hairy Leukoplakia (Epstein Barr Virus) Oral Warts (Human Papilloma Virus) Human Herpes Virus–8 [Kaposi’s sarcoma] Linear Gingival Erythema Necrotizing Ulcerative Periodontitis Tuberculosis* Mycobacterium avium complex* Bacillary angiomatosis*

Oral Manifestations of HIV Infection Type of Lesion

Neoplastic

Oral Disease Kaposi’s Sarcoma (KS) [HHV-8] Lymphoma Squamous Cell Carcinoma* HIV-associated Necrotizing Ulceration

Other

April 2003

HIV-Salivary Gland Disease/Xerostomia Immune Thrombocytopenic Purpura* Abnormalities of Mucosal Pigmentation

Kandidosis Oral/ Oral Thrush JENIS

KLINIS

Kandidosis Pseudomembran Akut



Plak putih serupa susu pada mukosa --> Diangkat --> dasar eritema

Kandidosis Eritematosa Atrofik Akut dan Kronik



Area eritematosa pada dorsum lidah, palatum atau mukosa bukal

Kandidosis Hiperplasia Kronik • Kandidosis Oral Kronik (Leukoplakia Kandida) • Sindrom Kandidosis Endokrin • Kandidosis Mukokutaneus Terlokalisasi Kronis • Kandidosis Kronik Difus



Plak putih yang tidak dapat diangkat

Denture Related Stomatitis



Eritema dan edema kronik pada mukosa yang berkontak dengan denture

Kelitis Angular

• •

Lesi pada sudut mulut perih, eritema dan fissura

a

GAMBARAN KLINIS

Fungal Infections: Candidiasis • Hyperplastic Candidiasis – white and hyperplastic and cannot be removed by scraping

April 2003

Oral Epstein Barr Infections • Oral Hairy Leukoplakia – White corrugated hyperkeratotic lesion of the lateral borders of the tongue / other areas – Asymptomatic – Clinical Diagnosis: • Marker for disease progression (CD4 <300 cells/mm3) • Definitive diagnosis requires identification of EBV in infected epithelial cells • Marker for immune suppression (non-HIV patients)

Liken Planus • Kelainan inflamatorik pada kulit, mukosa, kuku, dan rambut. • Lesi papul poligonal berkelompok, puncak datar, simetrik, eritematosa hingga keunguan • Distribusi seluruh tubuh, predileksi pada lipatan tangan dan kaki. • Histologi: kerusakan keratinosit epidermis basal dan reaksi limfositik likenoid. • Tatalaksana: – Steroid topikal 1-2x/hari – Steroid intralesi 5-20 mg/mL – Tacrolimus, pimecrolimus

No. 158 • Ibu membawa anaknya, 10 tahun, dengan keluhan gatal pada rambut sejak 1 bulan yang lalu. Terdapat rambut juga mudah rontok. Pada PF ditemukan telur pada batang rambut. Apa etiologi penyebab? A. B. C. D. E.

Pedikulosis humanus ver kapitis Triciphyton Microsporum Scabies Epidermiphyton

Pembahasan Soal • Pada soal didaptkan keluhan gatal dan telur pada rambut sehingga dipikirkan infestasi parasit • Parasit yang sering ada di rambut adalah pilihan jawaban A • Jawaban B, C dan E adalah jamur sehingga tidak meninggalkan telur • Jawaban D scabies adalah infestasi parasite pada kulit dan bukan pada scalp

158. Pedikulosis • Infeksi kulit/rambut pada manusia yang disebabkan Pediculus • 3 macam infeksi pada manusia – Pedikulosis kapitis: disebabkan Pediculus humanus var. capitis – Pedikulosis korporis: disebabkan pediculus humanus var. corporis – Pedukulosis pubis: disebabkan Phthirus pubis Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Pedikulosis kapitis • Infeksi kulit dan rambut kepala • Banyak menyerang anak-anak dan higiene buruk • Gejala • Mula-mula gatal di oksiput dan temporal, karena garukan terjadi erosi, ekskoriasi, infeksi sekunder

• Diagnosis • Menemukan kutu/telur, telur berwarna abuabu/mengkilat

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Prinsip pemberian terapi pedikulosis kapitis • First line: Permethrin lotion atau shampoo 1% • Terapi topikal diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada hari 0 dan hari 7-10 agar dapat mengeradikasi kutu dengan sempurna. • Obat lainnya: Pyrethrins 0.3%-piperonyl butoxide 4% shampoo, Malathion 0.5% lotion, Benzyl alcohol 5% lotion, Ivermectin lotion 0.5%, gameksan shampoo 1% (not recommended as a first–line treatment) Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Pedikulosis korporis • Biasanya menyerang orang dewasa dengan higiene buruk (jarang mencuci pakaian) • Kutu melekat pada serat kapas dan hanya transien ke kulit untuk menghisap darah • Gejala • Hanya bekas garukan di badan

• Diagnosis • Menemukan kutu/telur pada serat kapas pakaian

• Pengobatan • • • • •

DOC: Permetrin 1%, Gameksan 1%, benzil benzoat 25% Malathion 0,5% pakaian direbus/setrika

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Pengobatan Pedikulosis Korporis • Improved hygiene and access to regular changes of clean clothes is the only treatment needed for body lice infestations. • A body lice infestation is treated by improving the personal hygiene of the infested person, including assuring a regular (at least weekly) change of clean clothes. • Clothing, bedding, and towels used by the infested person should be laundered using hot water (at least 54°C) and machine dried using the hot cycle. • Sometimes the infested person also is treated with a pediculicide; however, a pediculicide generally is not necessary if hygiene is maintained and items are laundered appropriately at least once a week. • If you choose to treat, guidelines for the choice of the pediculicide are the same as for head lice.

Pedikulosis pubis • Infeksi rambut di daerah pubis dan sekitarnya • Terutama menyerang dewasa dan dapat menyerang jenggot/kumis • Dapat menyerang anak-anak, seperti di alis/bulu mata dan pada tepi batas rambut kepala • Termasuk infeksi menular seksual • Gejala • Gatal di daerah pubis dan sekitarnya, dapat meluas ke abdomen/dada, makula serulae (sky blue spot), black dot pada celana dalam

2016 European Guideline for the Management of Pediculosis Pubis

Nits

Nits • Merupakan telur dari parasite • Lebih banyak ditaruh oleh ibu kutu di basis/pangkal rambut sehingga sering sulit dibedakan dengan ketombe

Sky Blue Spot/ Macula cerulae

Prinsip Tatalaksana Based on 2016 European Guideline for the Management of Pediculosis Pubis

• Semua lesi harus diberikan obat topikal • Kulit harus dingin dan kering agar absorbsi maksimal • Mencukur pubis tidak perlu, meskipun pada populasi umum insidens turun karena tidak ada habitat bagi ptirus pubis • Mencuci semua pakaian di suhu 50oC atau lebih • First line: Permethrin cream 1% dan dicuci setelah 10 menit (aman juga untuk kehamilan)termasuk juga kalau ada lesi di bulu mata • Second line: Malathion 0.5% dicuci setelah 12 jam pemakaian • Terapi lain: Ivermectin topical, Benzyl benzoate lotion 25% 2016 European Guideline for the Management of Pediculosis Pubis

No. 159 • Seorang perempuan, 35 tahun, datang dengan keluhan kemerahan pada perut sejak 1 jam yang lalu. Keluhan dirasakan hilang timbul sejak 2 tahun yang lalu. PF DBN. Status dermatologis terdapat plak eritema dengan skuama halus. Pada pemeriksaan kerokan dengan menggunakan tepi glass objek didapatkan gambaran titik pendarahan. Apakah kesimpulan hasil pemeriksaan tersebut? A. B. C. D. E.

Tes tetesan lilin positif Tes Asboe Hansen positif Fenomena korbner positif Tes Nikolsky positif Tes auspitz positif

Pembahasan Soal • Dipilih jawaban E karena tampak gambaran bintik perdarahan yang disebut tanda Auspitz • Tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada kerokan • Fenomena Kobner adalah terbentuknya lesi baru pada trauma di kulit yang normal • Tes Aboe Hansen dan Nikolsky adalah untuk menguji adanya epidermolisis

159. Psoriasis vulgaris •

Bercak eritema berbatas tegas dengan skuama kasar berlapis-lapis dan transparan



Predileksi • Skalp, perbatasan skalp-muka, ekstremitas ekstensor (siku & lutut), lumbosakral • Khas: fenomena tetesan lilin, Auspitz sign, Kobner sign



Patofisiologi – Genetik: berkaitan dengan HLA – Imunologik: diekspresikan oleh limfosit T, sel penyaji antigen dermal, dan keratinosit – Pencetus: stress, infeksi fokal, trauma, endokrin, gangguan metabolisme, obat, alkohol, dan merokok



Tata laksana (pemilihan Tx lihat slide selanjutnya): – Topikal: preparat ter, kortikosteroid, ditranol, tazaroen, emolien, dll – Sistemik: KS, sitostatik (metotreksat), levodopa, etretinat, dll – PUVA (UVA + psoralen)

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2010.

Psoriasis Vulgaris Tanda dan Gejala • Perburukan lesi skuama kronik • Onset cepat pada banyak area kecil dengan skuama dan kemerahan • Baru terinfeksi radang tenggorokan (streps), virus, imunisasi, obat antimalaria, trauma • Nyeri (terutama pada kasus psoriasis eritrodermis atau pada sendi yang terkena arthritis psoriasis) • Pruritus • Afebril • Kuku distrofik • Ruam yang responsif terhadap steroid • Konjungtivitis atau blepharitis http://emedicine.medscape.com/article/1943419-overview

Psoriasis Vulgaris: Tanda Khas Tanda

Penjelasan

Skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada Fenomena goresan, seperti lilin yang digores, akibat berubahnya tetesan lilin indeks bias.

Fenomena Auspitz

Tampak serum atau darah berbintik-bintik akibat papilomatosis dengan cara pengerokan skuama yang berlapis-lapis hingga habis.

Fenomena Kobner

Kelainan yang sama dengan kelainan psoriasis yang timbul akibat trauma pada kulit sehat penderita psoriasis, kira-kira muncul setelah 3 minggu.

Dermatologic signs • Asboe-Hansen sign is • Nikolsky’s sign: – Marginal sign: ability to also known as split the epidermis of the skin beyond the blisterspread sign – Refers to the ability to enlarge a blister in the direction of the periphery by applying mechanical pressure on the roof of the intact blister

preexisting erosion by pulling the remnant of a ruptured blister or rubbing at the periphery of existing lesions – Direct sign: the ability to split the epidermis on skin areas distant from the lesions by lateral pressure with a finger

160. Wanita usia 30 tahun, datang ke klinik dokter karena gatal kemerahan di telapak kiri bawahnya. Sudah diobati dengan obat warung namun kemerahan semakin bertambah hingga punggung tangan. Dari pemeriksaan didapatkan lesi plak eritema berbatas tegas, ukuran plakat, kemerahan di tepi luka dengan skuamasi halus, terdapat papul dan pustul milier multiple di tepi lesi dan di bagian tengahnya. Apakah diagnosis yang tepat pada kasus di atas? A. Tinea manus B. Dermatitis Kontak Iritan C. Dermatitis Kontak alergi D. Impetigo krustosa E. Folikulitis akut

Tinea Manus

• Berdasarkan pemaparan kasus pada soal, diagnosis pasien mengarahkan pada infeksi jamur. • Keluhan gatal serta florosensi khas berupa lesi plak eritema batas tegas, kemerahan di tepi luka dengan skuamasi halus mengarahkan pada Tinea Manus. • Temuan papul dan pustul milier multipel di sekitar lesi kemungkinan menandakan adanya infeksi sekunder akibat kondisi dermatologis sebelumnya atau disebut dermatitis impetigenisata.

Noble SN, Forbes RC. Diagnosis and management of common tinea infections. Am Fam Physician.

• Dermatitis kontak baik alergi ataupun iritan identik dengan pajanan terhadap alergen atau iritan. Di mana DKI terjadi pajanan iritan yang lama dan berulang sehingga memicu respon inflamasi (dose-dependent). Sementara DKA merupakan inflamasi yang dimediasi limfosit T spesifik terhadap alergen, yang walau dalam konsentrasi sedikit dapat memicu lesi. • Impetigo krustosa  peradangan akibat vesikel yang dapat dengan cepat berubah menjadi pustul lalu pecah membentuk krusta kekuningan seperti madu. Biasanya terjadi di sekitar hidung, mulut, telinga, atau anus. • Folikulitis  pioderma superfisialis akibat peradangan folikel rambut yang ditandai dengan papul eritema perifolikuler dan rasa gatal atau perih.

www.optimaprep.co.id

OPTIMA MEDAN

No. 161 Pasien datang dengan keluhan ada bercak merah di lengan kanan yang berwarna kemerahan dan tidak merasakan nyeri. Pasien juga mengatakan pada bercak tampak kering. Bercak membentuk seperti gambaran seperti donat. Diagnosis pasien ini adalah… A. Lepra PB B. Lepra MB C. Reaksi Lepra 1 D. Reaksi Lepra 2 E. Intermediette

Pembahasan Soal • Pada soal didapatkan lesi khas seperti donat, dipikirkan adalah sebuah “punched out lesion” menurut klasifikasi Ridley Jopling adalah tipe BB. • Bila dimasukkan klasifikasi WHO adalah tipe Multibasilar (MB) • Tidak dipilih Pausibasilar (PB) walaupun lesi hanya 1 karena telah didapatkan lesi khas BB • Reaksi lepra (C dan D) tidak dipilih karena terjadi setelah pengobatan, sedangkan pada soal belum dilakukan pengobatan • Lepra intermediate ditandai dengan adanya infiltrate dengan permukaan halus/berkilat

161. Morbus Hansen • Etiologi: Mycobacterium leprae • Gejala klinis: 5A – – – – –

Anestesi Alopesia Akromia/apigmentasi Anhidrosis Atrofi otot

• Klasifikasi gejala klinis – Klasifikasi WHO (MB, PB) – Klasifikasi Joppling (TT, LL, BL)

Morbus Hansen • Pemeriksaan fisik: - Sensibilitas kulit: hypoesthesia - Pemeriksaan saraf tepi: penebalan N. fascialis, N. auricularis magnus, N. radialis, N. medianus, N. peroneus communis, N. ulnaris, N. tibialis posterior - Foot drop atau clawed hands - Wasting dan kelemahan otot - Ulserasi yang tidak nyeri pada tungkai atas atau bawah - Lagophtalmus, iridocyclitis, ulserasi kornea, dan/atau katarak sekunder akibat kerusakan saraf atau invasi bakteri secara langsung, bahkan hingga amputasi Claw hands

Pemeriksaan penunjang Histopatologi • •

Histiosit: makrofag di kulit, sel virchow/sel lepra/foamy cell Granuloma: akumulasi makrofag dan derivatnya

Bakteriologi • • •

Pemeriksaan BTA dari kerokan kulit atau sekret mukosa hidung Pemeriksaan kerokan kuliit pada 4-6 tempat, yaitu kedua cuping telinga dan 4 tempat dengan lesi paling aktif Pemeriksaan BTA dihitung indeks bakteri dan indeks morfologi

Imunologi • •

Immunoglobulin: IgM dan IgG Lepromin skin test

Klasifikasi Kusta tipe MB berdasarkan Jopling Sifat

Lepromatosa (LL)

Borderline Lepromatosa (BL)

Mid Borderline (BB)

Bentuk

Makula Infiltrat difus Papul Nodul

Makula Plakat Papul

Plakat Dome shape (kubah) Punched out

Jumlah

Tidak terhitung, tidak Sukar dihitung, masih ada ada kulit sehat kulit sehat

Dapat dihitung, kulit sehat jelas masih ada

Distribusi

Simetris

Hampir simetris

Asimetris

Permukaan

Halus berkilat

Halus berkilat

Agak kasar, agak berkilat

Batas

Tidak jelas

Agak jelas

Agak jelas

Anestesia

Tidak jelas

Tidak jelas

Jelas

Lesi kulit

Banyak (ada globus)

Banyak

Agak banyak

Sekret hidung

Banyak (ada globus)

Biasanya negatif

Negatif

Lesi

BTA

Klasifikasi Kusta tipe PB berdasarkan Jopling Sifat

Tuberculoid (TT)

Borderline Tuberculoid (BT)

Intermediate (I)

Bentuk

Makula dibatasi infiltrat

Makula dibatasi infiltrat atau infiltrat saja

Hanya infiltrat

Jumlah

Satu atau beberapa

Beberapa atau satu dengan lesi satelit

Satu atau beberapa

Distribusi

Terlokalisir dan asimetris

Asimetris

Bervariasi

Permukaan

Kering, berskuama

Kering, skuama

Fapat halus agak berkilat

Batas

Jelas

Jelas

Bisa jelas/tidak jelas

Anestesia

Jelas

Jelas

Tidak ada sampai tidak jelas

Lesi kulit

Hampir selalu negatif

Negatif atau hanya 1+

Negatif

Tes lepromin

Positif kuat (3+)

Positif lemah

Dapat positif lemah atau negatif

Lesi

BTA

Mid Borderline (BB) Several “punchedout” lesions very characteristic of borderline leprosy; central areas are anesthetic. Lesi berbentuk seperti kue donat http://ppid.kemsos.go.id/?news/read/Berita/237/MENGENAL%20EKS %25%2020KUSTA

Tipe Kusta Menurut WHO

Flowchart of Diagnosis & Classification

Pengobatan Kusta

No. 162 • Pasien laki-laki usia 37 tahun mengeluh timbul bercak kemerahan yang terasa menebal. Pasien didiagnosa MB dan sedang pengobatan MB MDT ke 12. Dari pemeriksaan fisik didapatkan bercak kemerahan yang terasa menebal dan nyeri pada siku kiri, demam (-). Diagnosis pasien ini adalah A. reaksi reversal B. resistensi primer C. resistensi sekunder D. ENL E. Reaksi kusta

Pembahasan Soal • Pada soal didapatkan pasien sedang dalam pengobatan MB, kemudian didapat bercak kemerahan dan nyeri, dipikirkan suatu reaksi kusta, yaitu reaksi reversal • Tidak dipilih jawaban ENL karena tidak terdapat nodul • Jawaban E terlalu umum meliputi semua jenis reaksi kusta • Resistensi pengobatan (C dan D) dipikirkan bila tidak ada perbaikan klinis dan masih terdapat BTA setelah pengobatan, hal ini tidak disebutkan di soal

162. Reaksi Kusta • Interupsi dengan episode akut pada perjalanan penyakit yang sebenarnya sangat kronik • Dapat menyebabkan kerusakan syaraf tepi terutama gangguan fungsi sensorik (anestesi) sehingga dapat menimbulkan kecacatan pada pasien kusta • Reaksi kusta dapat terjadi sebelum mendapat pengobatan, pada saat pengobatan, maupun sesudah pengobatan  paling sering terjadi pada 6 bulan sampai satu tahun sesudah dimulainya pengobatan.

Morbus Hansen: Reaksi Kusta REAKSI

LESI

Eritema nodosum leprosum (reaksi kusta tipe 2)

• • • • •

• • Reaksi reversal/borderline/ • upgrading (reaksi • • kusta tipe 1) •

Pada tipe MB (BL,LL) Nodus eritema dan nyeri Predileksi : lengan dan tungkai Tidak terjadi perubahan tipe Hipersensitivitas tipe 3 Pada tipe borderline (Li,BL,BB,BT,Ti) Terjadi perubahan tipe Lesi menjadi lebih aktif/timbul lesi baru Peradangan pada saraf dan kulit Pada pengobatan 6 bulan pertama Hipersensitivitas tipe 4

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI hal 82-83

Faktor Pencetus Reaksi Kusta

Buku Panduan Praktik Klinis. IDI

Perbedaan Reaksi Kusta 1 dan 2

Buku Panduan Praktik Klinis. IDI

Reaksi Kusta: Klasifikasi (Terbaru) ERITEMA NODOSUM LEPROSUM (ENL) • Respon Imun humoral (kompleks imun) • Tidak terjadi perubahan tipe • Klinis – Nodus eritema (penanda) – Nyeri (predileksi lengan & tungkai) – Gejala konstitusi ringan sd berat – Dapat mengenai organ lain (iridosiklitis, neuritis akut, artritis, limfadenitis dll)

• Pada pengobatan tahun kedua

REAKSI REVERSAL/ REAKSI UPGRADING • Reaksi hipersensitivitas tipe lambat • Reaksi borderline (dapat berubah tipe) • Klinis – Sebagian/seluruh lesi yang telah ada bertambah aktif dan/ timbul lesi baru dalam waktu relatif singkat – Dapat disertai neuritis akut

• Pada pengobatan 6 bulan pertama

Menald, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015

Reaksi Kusta: Tipe 1 (Reaksi Reversal)

• Rekasi hipersensitivitas tipe IV (Delayed Type Hypersensitivity Reaction) • Terutama terjadi pada kusta tipe borderline (BT, BB, BL)

• Biasanya terjadi dalam 6 bulan pertama ataupun sedang mendapat pengobatan • Patofisiologi – Terjadi peningkatan respon kekebalan seluler secara cepat terhadap kuman kusta dikulit dan syaraf  berkaitan dengan terurainya M.leprae yang mati akibat pengobatan yang diberikan

Reaksi Kusta: Tipe 2 • Reaksi tipe 2 (Reaksi Eritema Nodosum Leprosum=ENL) • Termasuk reaksi hipersensitivitas tipe III • Terutama terjadi pada kusta tipe lepromatous (BL, LL) • • Diperkirakan 50% pasien kusta tipe LL Dan 25% pasien kusta tipe BL mengalami episode ENL • Umumnya terjadi pada 1-2 tahun setelah pengobatan tetapi dapat juga timbul pada pasien kusta yang belum mendapat pengobatan Multi Drug Therapy (MDT) • Patofisiologi: Manifestasi pengendapan kompleks antigen antibodi pada pembuluh darah.

Reaksi Kusta: Pengobatan ERITEMA NODOSUM LEPROSUM (ENL) • Kortikosteroid – Prednison 15-30 mg/hari (dapat timbul ketergantungan)

• Klofazimin – 200-300 mg/hari – Khasiat lebih lambat dari kortikosteroid – Dapat melepaskan ketergantungan steroid – Efek samping: kulit berwarna merah kecoklatan (reversible)

REAKSI REVERSAL/ REAKSI UPGRADING

• Tanpa neuritis akut – Tidak ada pengobatan selain MDT

• Dengan neuritis akut – Prednison 40 mg/hari  lihat skema

Menald, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015

Reaksi Reversal: Pengobatan Minggu Pemberian Prednison • • • • • •

Minggu 1-2 Minggu 3-4 Minggu 5-6 Minggu 7-8 Minggu 9-10 Minggu 11-12

Dosis Harian yang Dianjurkan 40 mg 30 mg 20 mg 15 mg 10 mg 5 mg

• Pemberian Lampren – 300 mg/hari selama 2-3 bulan, bila ada perbaikan turunkan menjadi – 200 mg/hari selama 2-3 bulan, bila ada perbaikan turunkan menjadi – 100 mg/hari selama 2-3 bulan, bila ada perbaikan turunkan menjadi – 50 mg/hari bila pasien masih dalam pengobatan MDT, atau stop bila penderita sudah dinyatakan RFT Menald, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015

E.N.L

Reversal reaction of leprosy

Lucio’s phenomenone

No. 163 Seorang perempuan, 42 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan gatal pada bagian tungkai dan kaki belakang sejak 9 bulan. Keluhan terutama dirasakan setelah lembur. Pasien mengaku sering menggaruk pada daerah tersebut hingga kemerahan dan bersisik. Lama kelamaan menjadi warna kehitaman. Pada pemeriksaan fisik didapatkan plak erimatosa dengan likenifikasi dan skuama halus kekuningan. Tatalaksana yang tepat pada kasus diatas adalah… A. Cetirizin salep B. Krim betametason C. Kotrimoxazol salep D. Antihistamin E. Kloramfenikol

Pembahasan Soal • Keluhan gatal yang dipengaruhi kondisi emosi (lembur) dan status lokalis yaitu plak likenifikasi mengarahkan diagnosis neurodermatitis. • Prinsip tatalaksana dengan kortikosteroid topical dan emollient untuk memutus siklus gatal-garuk (pilihan A) • Cetirizine dan cotrimoxazole tidak tersedia dalam bentuk salep (A dan C) sehingga tidak dipilih • Antibiotik bukan merupakan tatalaksana LSK/neurodermatitis sehingga kloramfenikol tidak dipilih • Antihistamin bila ditambahkan dalam pengobatan bertujuan mendapatkan efek sedative, tidak dijelaskan jenis antihistamin dalam pilihan D, karena itu tidak dipilih

163. Neurodermatitis • Liken simpleks kronikus (LSK) atau neurodermatitis sirkumskripta  peradangan kulit kronik yang sangat gatal berupa penebalan kulit dan likenifikasi berbentuk sirkumkripta, akibat garukan atau gosokan berulang • Nama lain: Liken Vidal atau neurodermatitis sirkumskripta • Penebalan kulit akibat gesekan atau garukan berulang • Gatal (dengan atau tanpa penyebab patologis kulit)  garukan berulang  trauma mekanis  likenifikasi • Predileksi utama yaitu daerah yang mudah dijangkau oleh tangan seperti kulit kepala, tengkuk, ekstremitas ekstensor, pergelangan tangan dan area anogenital, meskipun dapat timbul di area tubuh manapun Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI

PPK PERDOSKI 2017

Gambaran klinis

Plak eritematosa, skuama, dengan likenifikasi

Tatalaksana • Menghindari menggaruk lesi • Antipruritus: antihistamin H1 generasi 1 efek sedatif agar mengurangi sifat menggaruk • Kortikosteroid potensi kuat Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI

Tatalaksana Medikamentosa • Prinsip: memutuskan siklus gatal-garuk: 1. Topikal • Emolien  kombinasi dengan kortikosteroid topical atau pada lesi di vulva dapat diberikan terapi tunggal krim emolien. • Kortikosteroid topikal: dapat diberikan kortikosteroid potensi kuat seperti salep klobetasol propionat 0,05%, satu sampai dua kali sehari. • Calcineurin inhibitor topikal seperti salep takrolimus 0,1%, atau krim pimekrolimus 0,1% dua kali sehari selama 12 minggu. • Preparat antipruritus nonsteroid yaitu: mentol, pramoxine, dan doxepin. 2. Sistemik • Antihistamin sedatif • Antidepresan trisiklik 3. Tindakan • Kortikosteroid intralesi (triamsinolon asetonid) Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2010, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI

PPK PERDOSKI 2017

No. 164 Pasien laki-laki, 30 tahun, mengeluh terasa lepuh pada kulit bagian bahu, lengan dan punggung serta hampir seluruh tubuh. Sebelumnya pasien meminum obat selama 2 minggu. Terdapat riwayat batuk pilek sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik terdapat macula eritema dan erosi > 30% pada kulit. Kemungkinan diagnosis tersebut adalah… A. Steven Jonson Syndrom B. Fixed Drug eruption C. Nekrolisis Epidermal Toksik D. Dermatatitis Kontak E. Dermatitis Atopi

Pembahasan Soal • Pada soal didapatkan keluhan lepuh pada hampir seluruh tubuh, dengan riwayat minum obat sebelumnya, didapatkan luas lesi >30% kulit • Dari data tersebut dipilih diagnosis NET karena luas lesi>30% • Tidak dipilih SSJ karena untuk SSJ luas <10% • Dermatitis kontak dan dermatitis atopi tidak sesuai dengan deskripsi soal karena riwayat minum obat • FDE terjadi hanya pada satu bagian tubuh dan berulang

164. Nekrolisis epidermal • Nekrolisis epidermal mencakup Sindrom StevensJohnson (SSJ) dan Nekrolisis Epidermal Toksik (NET). • Merupakan reaksi mukokutaneus yang mengancam jiwa. • Ditandai dengan nekrosis dan pelepasan epidermis yang ekstensif. • Kedua kondisi ini digolongkan sebagai varian keparahan dari proses yang serupa, karena adanya kesamaan temuan klinis dan histopatologis. • Perbedaan terdapat pada keparahan yang ditentukan berdasarkan luas area permukaan kulit yang terkena PPK Perdoski 2017

Nekrolisis epidermal • Penyebab terpenting adalah penggunaan obat. • Jangka waktu dari pemberian obat sampai timbul kelainan kulit: segera, beberapa saat atau jam atau hari atau hingga 8 minggu. • SSJ dan NET ditandai dengan keterlibatan kulit dan membran mukosa. Kriteria: - SSJ (<10% luas permukaan tubuh), - SSJ overlap NET (10-30%) - NET (>30%)

PPK Perdoski 2017

SSJ vs TEN Clinical Features that Distinguish SJS, SJS-TEN Overlap, and TEN

Harr T, French LE. Toxice Epidermal Necrolysis and Steven-Johnson Syndrome. Oprhanet Journal of Rare Disease. 2010.

Clinical entitiy

SJS

SJS-TEN overlap

TEN

Primary lesions

• Dusky red lesion • Flat atypical targets

• Dusky red lesions • Flat atypical targets

• Poorly delineated erythematous plaques • Epidermal detachment • Dusky red lesions • Flat atypical targets

Distribution

• Isolated lesions • Confluenc e (+) on face and trunk

• Isolated lesions • Confluence (++) on face and trunk

• Isolated lesions (rare) • Confluence (+++) on face, trunk, and elsewhere

Mucosal involvement

Yes

Yes

Yes

Systemic symptoms

Usually

Always

Always

Detachment (% body surface area)

< 10

10-30

>30

Nekrolisis epidermal • Kelainan kulit yaitu: eritema, vesikel, papul, erosi, eskoriasi, krusta kehitaman, kadang purpura, dan epidermolisis. • Tanda Nikolsky positif pada kedua tipe ini. • Kelainan mukosa (setidaknya pada dua tempat): biasanya dimulai dengan eritema, erosi dan nyeri pada mukosa oral, mata dan genital. • Kelainan mata berupa konjungtivitis kataralis, purulenta, atau ulkus. • Kelainan mukosa oral berupa erosi hemoragik, nyeri yang tertutup pseudomembran putih keabuan dan krusta. • Kelainan genital berupa erosi yang dapat menyebabkan sinekia (perlekatan). • Gejala ekstrakutaneus: demam, nyeri dan lemah badan, keterlibatan organ dalam PPK Perdoski 2017

Manifestasi Klinis A. Early eruption. Erythematous dusky red macules (flat atypical target lesions) that progressively coalesce and show epidermal detachment. B. Early presentation with vesicles and blisters, note the dusky color of blister roofs, strongly suggesting necrosis of the epidermis. C. Advanced eruption. Blisters and epidermal detachment have led to large confluent erosions. D. Full-blown epidermal necrolysis characterized by large erosive areas reminiscent of scalding.

Medications and the Risk of Epidermal Necrolysis High Risk

Lower Risk

Doubtful Risk

No Evidence of Risk

• • • • • • • • • • • • • •

• Acetic acid NSAIDs (e.g., diclofenac) • Aminopenicillins • Cephalosporins • Quinolones • Cyclins • Macrolide

• Paracetamol (acetaminophen) • Pyrazolone analgesics • Corticosteroids • Other NSAIDs (except aspirin) • Sertraline

• Paracetamol (acetaminophen) • Pyrazolone analgesics • Corticosteroids • Other NSAIDs (except aspirin) • Sertralin

Allopurinol Sulfamethoxazole Sulfadiazine Sulfapyridine Sulfadoxine Sulfasalazine Carbamazepine Lamotrigine Phenobarbital Phenytoin Phenylbutazone Nevirapine Oxicam NSAIDs Thiacetazone

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2012

Tatalaksana • Topikalmencegah kulit terlepas lebih banyak, infeksi mikroorganisme, dan mempercepat reepitelialisasi: - Dapat diberikan pelembab berminyak seperti 50% gel petroleum dengan 50% cairan parafin. • Sistemik: - Kortikosteroid sistemik: deksametason intravena dengan dosis setara prednisone  1-4 mg/kgBB/hari untuk SSJ.  3-4 mg/kgBB/hari untuk SSJ-NET  4-6 mg/kgBB/hari untuk NET. - Analgesik • Pilihan lain: - Intravenous immunoglobulin (IVIg) dosis tinggi dapat diberikan segera setelah pasien didiagnosis NET dengan dosis 1 g/kgBB/hari selama 3 hari • Kombinasi IVIg dengan kortikosteroid sistemik dapat mempersingkat waktu penyembuhan, tetapi tidak menurunkan angka mortalitas. • Antibiotik sistemik sesuai indikasi PPK Perdoski 2017

Tatalaksana Skor SCORTEN

PPK Perdoski 2017

No. 165 Seorang laki-laki berusia 19 tahun datang dengan keluhan bintik kemerahan pada wajah sejak 2 minggu yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan komedo sebanyak 15 dan papul eritema sebanyak 3. Apakah diagnosis pada kasus di atas? A.Acne vulgaris tipe konglobata B.Acne vulgaris tipe Komedonal derajat ringan C. Acne vulgaris tipe Komedonal derajat sedang D.Acne vulgaris tipe papulopustular derajat sedang E. Acne vulgaris tipe nodul kistik derajat sedang

Pembahasan Soal • Berdasarkan klasifikasi Lehmann, diagnosis pasien adalah acne vulgaris derajat ringan karena didapatkan komedo 15 dan papul eritem sebanyak 3 • Acne derajat sedang didapatkan komedo 20-100 atau papul-pustule 15-50, atau total lesi 30-125 • Klasifikasi berdasarkan erupsi yang dominan (komedonal, papulopustul, nodular), biasa digunakan untuk membantu menentukan terapi • Acne konglobata bila sudah terdapat nodus, sinus, scarring pada kulit • Karena pada soal erupsi yang dominan adalah komedo, maka dipilih jawaban B

165. Akne Vulgaris Definisi •Peradangan kronik folikel pilosebasea. Lesi Akne Vulgaris dapat berupa • Comedo : closed (‘whiteheads’) open (‘blackheads’). • Papules • Pustules • Nodules • Cysts • Scars

Manifestasi klinis Predileksi • Muka, bahu, dada atas, punggung atas Erupsi kulit polimorfik • Tak beradang : komedo putih, komedo hitam, papul • Beradang : pustul, nodus, kista beradang

Menaldi, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015

Faktor Predisposisi

Weller C, Hunter H, Mann M. Clinical Dermatology.5th edition. New York : Willey : 2015

Patogenesis

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2012

Manifestasi Klinis

Acne Vulgaris derajat ringan

Acne Vulgaris derajat sedang

Acne Vulgaris derajat berat

Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest et all. Fitzpatrick's Dermatology in General Medicine.8th edition.New York: Mc Graw Hill ; 2012

Klasifikasi Lehman (2002) Klasifikasi Lehmann (2002) Comedo

Papul/pustul

Ringan

Sedang

Berat

< 20

20-100

> 100

or

or

or

< 15

15-50

> 50

or

or

Nodul/kista

Total

or

>5

or

or

< 30

30-125

Menaldi, Sri Linuwih. Buku Ajar Penyakit Kulit & Kelamin. Balai Penerbit FKUI. 2015

or

> 125

Klasifikasi Global Alliance to Improve Outcome in Acne • Klasifikasi ini bertujuan untuk menentukan terapi yang paling efektif untuk setiap derajat acne

Practical management of acne forclinicians: An international consensusfrom the Global Alliance to ImproveOutcomes in Acne. https://www.jaad.org/article/S0190-9622(17)32603-8/pdf

Tatalaksana (PERDOSKI 2017) Derajat ringan • Hanya obat topikal tanpa obat oral. – Lini 1: asam retinoat 0,01-0,1% atau benzoil peroksida atau kombinasi. •

Ibu hamil atau menyusui: benzoil peroksida

– Lini 2: asam azelaik 20% – Lini 3: asam retinoat + benzoil peroksida atau asam retinoat + antibiotik topikal



Evaluasi: setiap 6-8 minggu

Derajat sedang • Obat topikal dan oral. – Lini 1:  Topikal: asam retinoat + benzoil peroksida atau bila perlu antibiotik.  Ibu hamil/menyusui tetap benzoil peroksida.

 Oral: doksisiklin 50-100 mg  Ibu hamil atau menyusui eritromisin 500-1000 mg/hari

– Lini 2/3:  Topikal: asam azelaik, asam salisilat (AS) atau kortikosteroid intralesi (KIL), dapson gel  Oral: antibiotik lainnya 

Ibu hamil/menyusui eritromisin 500-1000 mg/hari

• Evaluasi setiap 6-8 minggu • Tambah kombinasi oral kontrasepsi atau spironolakton (untuk perempuan) atau oral isotretinoin

Tatalaksana (PERDOSKI 2017) Derajat berat • Lini 1: Topikal: antibiotik7,28 (A,1). Ibu hamil/menyusui tetap benzoil peroksida11 Oral : azitromisin pulse dose (hari pertama 500 mg dilanjutkan hari ke 2-4 250 mg Ibu hamil: eritromisin 500-1000 mg/hari • Lini 2:  Topikal: asam azelaik, asam salisilat, kortikosteroid intralesi  Ibu hamil/menyusui tetap benzoil peroksida  Wanita: anti androgen  Laki-laki: isotretinoin oral (Isotret O) 0,5-1 mg/kgBB/hari  Ibu hamil: eritromisin 500-1000 mg/hari • Lini 3:  Topikal: asam azelaik7,12,13 (A,1), asam salisilat, kortikosteroid intralesi.  Ibu hamil/menyusui tetap benzoil peroksida.  Wanita: isotretinoin oral  Ibu hamil/menyusui: eritromisin 500-1000 mg/hari  Pemberian asam azelaik dan Isotretinoin oral harus mengikuti standar operasional prosedur (SOP) masing-masing

No. 166 Seorang perempuan usia 41 tahun datang dengan keluhan kepala yang semakin botak sejak 7 bulan. tidak disertai gatal maupun kemerahan. keluarga tidak ada yang mengeluh keluhan serupa. dari pemeriksaan didapatkan botak diameter 3 cm dengan tepi excalamation mark hair. Tatalaksana pada pasien ini adalah… A. Ketokonazol shampoo B. Trisiklik antidepresant C. Finasteride oral D. Zinc piritione 1% shampoo E. Triamcinolone acetonid intralesi

Pembahasan Soal • Pada soal didapatkan tanda khas alopecia areata yaitu exclamation mark hair, terapi pilihan adalah triamcinolone intralesi (E) • Ketokonazol adalah obat untuk tinea kapitis • Antidepresant digunakan untuk trikotilomania • Finasteride dan Zinc piritone dipakai untuk pengobatan alopecia androgenik, tidak cocok dengan pola kebotakan pada pasien

166. Alopesia Areata • Adalah kebotakan tanpa tanda skar berbentuk bulat-oval, diskret atau konfluens. Hair pull test (+) • Sering pada anak-anak dan dewasa muda • 20-40% orang dengan alopesia areata memiliki riwayat keluarga dengan alopesia areata • Dikaitkan dengan penyakit autoimun, seperti vitiligo, diabetes, penyakit tiroid, RA, lupus eritematosa. • Tatalaksana: • Induksi pertumbuhan rambut • Hair loss <50%: steroid intralesi (1st line tx) • Hair loss >50%: imunoterapi topikal (dyphenyl-cycloprophenone atau squaric acid)

Tipe Alopecia • Alopesia areata -

Kebotakan berbentuk bulat atau lonjong Seperti tanda seru Pada tepi daerah yang botak ada rambut yang putus Jika rambut dicabut tampak bulbus atrofi Adanya exclamation mark: batang rambut yang semakin ke pangkal semakin halus Rambut tampak normal namun mudah dicabut

Causes exclamation mark appearance

N Engl J Med 2012;366:1515-25.

How to Do Hair Pull Test • 20-60 hairs are grasped between thumb and index finger and middle finger from the base of the hairs near the scalp and firmly (not forcefully) pulled away from the scalp. Patient must not shampoo for at least 24 hours prior to the test – Positive result>10% of hairs pulled away implies active shedding – Negative result less than 10% of hairs pulled away

Alopesia Areata: Tatalaksana

No. 167 Bayi usia 2 bulan dibawa ibunya ke puskesmas dengan keluhan timbul bintik-bintik putih di leher kanan yang biasanya meluas pada cuaca panas sejak 5 hari yang lalu. Pada pemeriksaan fisik ditemukan vesikel kecil multipel berukuran 1-2 mm pada leher dan wajah. Anak tampak aktif bergerak. Terapi yang diberikan pada pasien adalah… A. Bedak salisilat 2% B. Bedak salisilat 5% C. Kortikosteroid topikal D. Kortikosteroid sistemik E. Resorsin

Pembahasan Soal • Keluhan muncul bintik-bintik putih terutama saat berkeringat mengarahkan diagnosis miliaria • Terapi miliaria adalah dengan bedak salicylate 2% (A), konsentrasi 5%(B) tidak tepat • Kortikosteroid tidak diperlukan pada pengobatan miliaria • Resorsin dipakai pada pengobatan acne

167. Miliaria • Penyumbatan pada kelenjar keringat akibat peningkatan kelembaban dan panas serta oklusi kulit MILIARIA

PATOFISIOLOGI

Miliaria kristalina

• penyumbatan terjadi di stratum korneum (superfisial) • Neonatus < 2 minggu atau dewasa dengan demam

Miliaria rubra

• penyumbatan di epidermis  papul eritematosa yang gatal • Bila papul menjadi pustul  miliaria pustulosa • Neonatus usia 1-3 minggu dan dewasa di lingkungan lembab

Miliaria profunda

• Obstruksi duktus terjadi di dermal-epidermal junction  papul sewarna kulit • Dewasa di iklim tropis atau terkena miliaria rubra berulang

Miliaria pustulosa

• Terjadi infeksi sekunder sehingga muncul pustul

KLINIS

http://emedicine.medscape.com/article/1070840-treatment

Miliaria: Terapi

• Prinsip utama terapi: menjaga kelembapan tubuh, segera mengganti baju jika berkeringat • Terapi – Topikal: Bedak salisil 2%, kalamin, asam boraks, mentol, mandi dengan sabun, steroid topikal, antibiotik topikal, lanolin anhidrosa (miliaria profunda)

• Pencegahan – Kontrol kelembaban dan panas, menggunakan pakaian yang menyerap keringat, batasi aktivitas, gunakan air conditioning Jenis

Terapi

Miliaria kristalina

Tidak perlu terapi karena self limited

Miliaria rubra

Losio Faberi

Miliaria profunda

Lanolin Losio Calamine

Miliaria pustulosa

Clorhexidine topical

Macam Pengobatan Topikal Untuk Berbagai Penyakit Kulit Bahan aktif yang sering dipakai pada pengobatan topikal berbagai penyakit kulit: • Asam salisilat – 0,1% antiseptik – 1-2% keratoplastik – 3-20% keratolitik – 40% utk kelainan yang dalam (veruka plantaris, kalus) • Resorsinol – 2-3% antibakterial, antimikotik, keratolitik, antiseboroik



Bedak Salicyl (Salicyl Talk) – Komposisi: • Asam Salisilat 2 % • Talk 98%



Losio Faberi: – Komposisi: • • • • •



Acid.Salicylic 1% Talc.venet 10% Oxyd.zinc 10 % Amyl.oryzae 10 % Spiritus ad. 200 cc

CALAMIN LOTIO – KomposisiTiap 100 ml mengandung • • • • •

Calaminum 8g Zinc Oxydum 8g Glycerolum 2 ml Bentolum magma 25 ml Calcii Hydroxydi Solutio ad 100 ml

No. 168 Seorang pasien perempuan, 32 tahun, datang dengan keluhan gatal di lengan bawah sejak 2 minggu yang lalu. Keluhan diawali dengan bentol-bentol pada kedua lengan bawah sejak 1 minggu setelah menggunakan lotion, lalu menggunakan minyak tawon. Setelahnya, kulit menjadi kering dan mengelupas. Riwayat atopic dan alergi disangkal. Pasien pernah mengalami keluhan serupa 2 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan dermatologis didapatkan luka dengan tepi tidak aktif, hiperpigmentasi, terdapat skuama dan xerosis at regio ekstermitas dextra et sinistra. Apakah pemeriksaan penunjang yang tepat? A. Patch test B. Skin Prick test C. Genitol D. Biopsi kulit E. Pemeriksaan KOH 10%

Pembahasan Soal • Pada soal didapatkan pasien mengalami keluhan setelah menggunakan lotion, dipikirkan dermatitis kontak alergi, sehingga pemeriksaan yang dipilih adalah patch test • Prick test diperlukan pada dermatitis atopik • Genitol tidak dikenal dalam uji diagnosis kelainan kulit • Biopsi kulit pilihan pada keganasan • KOH 10% diperlukan bila curiga infeksi jamur

168. DKI vs DKA: Perbedaan

• Terapi – Topikal • Akut & eksudatif: kompres NaCl 0.9% • Kronik & kering: krim hidrokortison

Terapi • Sistemik: Kortikosteroid • Prednison 5-10 mg/ dosis, 2-3x/hari • Deksametason 0.5-1 mg, 23x/hari

DKI vs DKA: Patch Test • Untuk metode diagnostik delayed contact hypersensitivity  DKA • DKI: diagnosis berdasarkan klinis saja dan dengan menyingkirkan DKA (hasil Patch Test negatif) • Patch test: – Antigen dibiarkan menempel selama 48 jam – Pembacaan dilakukan 2 kali: pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas; kedua dilakukan 72-96 jam setelah dilepas – Bila reaksi bertambah (crescendo) di antara kedua pembacaan, cenderung ke respons alergi. Disesuaikan juga dengan keadaan klinis.

No. 169 Perempuan, 30 tahun, belum menikah datang dengan keluhan benjolan pada ketiak kanan. Benjolan dirasakan nyeri hilang timbul sejak 6 bulan yang lalu. Benjolan ada beberapa dan jika diraba terasa nyeri. Lesi berbentuk eritema multiple nodul dengan sinus dan pus pada axilla kanan. Diagnosisnya adalah... A. Erisipelas B. Hidradenitis supuratif C. Ektima D. Selulitis E. Sifilis

Pembahasan Soal • Dari keluhan dan predileksi dipikirkan hidradenitis supuratif, diperkuat dengan pemeriksaan klinis didapat nodul, sinus, dan pus • Erisipelas dan selulitis umumnya terdapat pada ekstremitas dengan lesi berupa macula eritematosa yang tepinya meninggi dan terdapat pembesaran kelenjar getah bening, bila sudah terjadi selulitis batas menjadi tidak tegas • Sifilis primer terjadi ulkus pada genitalia

169. Hidradenitis suppurativa • Infeksi kelenjar apokrin • Etiologi : Staphylococcus aureus • Didahului oleh trauma, ex: keringat berlebih, pemakaian deodorant, dll • Gejala konstitusi : demam, malaise • Ruam berupa nodus dan tanda inflamasi (+) lalu melunak menjadi abses, pecah membentuk fistel dan sinus yang multiple • Lokasi: ketiak, perineum • Lab: leukositosis

Tatalaksana • • • •

Avoidance of moisture Antiseptic soaps Topical clindamycin 1% Oral clindamycin(300 mg bid) +rifampicin (600 mg once a day or 300 bid) commonly used combination and under investigation • Other drugs under investigation: – – – – –

Djuanda A., Hamzah M., Aisah S., 2008, Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi 5. Jakarta: FKUI Hal 61-62

Dapsone Isotretinoin TNF-∝ inhibitors Finasteride infliximab

No. 170 An. Lili, 5 tahun, diantar ibunya dengan keluhan luka di kaki yang tidak kunjung sembuh. Awalnya luka kecil, yang kemudian berubah menjadi bintil yang membesar dan pecah. Lili dan ibunya tinggal di lingkungan yang kumuh. Pada PF, didapatkan BB 12 kg, dan status lokalis tampak ulkus soliter tampak dasar kotor, dan sekret produktif. Diagnosis pasien ini adalah… A. Ulkus Tropikum B. Ulkus varikosum C. Ektima D. Ulkus arteriosum E. TB Kutis

Pembahasan Soal • Ulkus pada ekstremitas dengan riwayat hygiene buruk, gizi buruk dan pada pemeriksaan fisik didapatkan ulkus kotor mengarahkan diagnosis ulkus tropikum • Ulkus varicosum predileksi pada medial cruris dan pada gangguan aliran balik vena • Ektima kelainan berupa krusta tebal • Ulkus arteriosum pada gangguan aliran arteri • Tb kutis ada berbagai bentuk, yang berupa ulkus adalah scrofuloderma, namun predileksinya diatas kelenjar getah bening

170. Ulkus Tropikum/ Tropical Phagedenic Ulcer • •

Predileksi terutama di tungkai bawah Ulkus yang cepat berkembang dan nyeri, lebih sering ditemukan pada anak-anak kurang gizi di daerah tropik • Etiologi –



Efloresensi: – –



Ulkus soliter, numular, kadang disertai lesi satelit akibat autoinokulasi, nyeri, tanpa gejala konstitusi Pinggir ulkus meninggi, dinding menggaung, dasar kotor, cekung berbenjol-benjol, tepi teratur, sekret produktif (kuning coklta kehijauan), berbau

Klinis –



Trauma, higiene dan gizi, serta infeksi oleh kuman Bacillus fusiformis yang biasanya bersama-sama dengan Borrelia vincentii

Dimulai dengan luka kecil  papula  meluas menjadi vesikel  pecah  ulkus kecil  terinfeksi kuman  meluas ke samping dan dalam

Tatalaksana – –



Perbaikan gizi dan higiene Pengobatan Topikal: kompres dengan larutan antiseptik ringan seperti KMnO4 (kalium permanganas) 1:5.000/ solusio asam salisilat 1:1000 (0,1%); dilanjutkan dengan pemberian salep salisilat 2% (untuk membantu keratoplasti) Pengobatan sistemik: • •

Penisilin 600.000-1,2 juta IU/hari, IM selama 7-10 hari Tetrasiklin 3 x 500 mg/hari, PO, selama 7 hari

OPTIMA MEDAN

OPTIMA MEDAN

No. 171 Laki-laki, 35 tahun, datang ke IGD dengan keluhan demam sejak 4 hari yang lalu. Demam disertai mual, muntah, penurunan nafsu makan, nyeri kepala dan nyeri sendi. Riwayat pergi ke hutan lindung 3 minggu yang lalu. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis dan hepatosplenomegali. Pada hapusan darah didapatkan gambaran darah sel-sel besar. Diagnosis yang tepat adalah… A. Malaria B. Demam dengue C. Demam typhoid D. Leptospirosis E. Chikungunya

Pembahasan Soal • Keluhan demam dengan riwayat pergi ke hutan, didapatkan hepatosplenomegaly dan anemia, pada pemeriksaan apus darah tepi didapatkan sel darah besar-besar, menunjukkan diagnosis malaria • Demam dengue, typhoid, leptospirosis dan chikungunya tidak menunjukkan perubahan sel darah

171. Malaria

No. 172 Seorang perempuan, 25 tahun, datang dengan keluhan bengkak pada tungkai kanan sejak 4 bulan yang lalu. Bengkak semakin membesar. Dari anamnesis tetangga sekitar rumah ada yang mengalami keluhan serupa. PF pada ekstremitas inferior dekstra didapatkan adanya limfadenopati inguinalis dan non pitting edema disertai penebalan kulit. Pada hitung jenis leukosit didapatkan eosinofilia. Apakah terapi yang tepat pada pasien ? A. Monoetilkarbamazepin 6mg/kgbb/hari selama 6 hari B. Monoetil karbamazepin 6mg/kgbb/hari selama 12 hari C. Dietilkarbamazepin 6mg/kgbb/hari selama 6 hari D. Dietilkarbamazepin 6mg/kgbb/hari selama 12 hari E. Ivermektin 6mg/kgbb/hari selama 6 hari

Pembahasan Soal • Riwayat pembesaran pada tungkai dan ada tetangga yang punya keluhan serupa, pemeriksaan fisik didapat limfadenopati dan non pitting edema mengarahkan diagnosis pada limfedema akibat filariasis • Pengobatan dengan DEC, yang sesuai dosisnya adalah pilihan (D)

172. Filariasis • Penyakit yang disebabkan cacing Filariidae, dibagi menjadi 3 berdasarkan habitat cacing dewasa di hospes: – Kutaneus: Loa loa, Onchocerca volvulus, Mansonella streptocerca – Limfatik: Wuchereria bancroftii, Brugia malayi, Brugia timori – Kavitas tubuh: Mansonella perstans, Mansonella ozzardi

• Fase gejala filariasis limfatik: – Mikrofilaremia asimtomatik – Adenolimfangitis akut: limfadenopati yang nyeri, limfangitis retrograde, demam, tropical pulmonary eosinophilia (batuk, mengi, anoreksia, malaise, sesak) – Limfedema ireversibel kronik

• Grading limfedema (WHO, 1992): – Grade 1 - Pitting edema reversible with limb elevation – Grade 2 - Nonpitting edema irreversible with limb elevation – Grade 3 - Severe swelling with sclerosis and skin changes

Wayangankar S. Filariasis. http://emedicine.medscape.com/article/217776-overview WHO. World Health Organization global programme to eliminate lymphatic filariasis. WHO Press; 2010.

Distribusi Cacing Filaria Limfatik di Indonesia

Subdit Fiariasis dan Kecacingan, Direktorat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tular Vektor dan Zoonotik

WUCHERERIA BANCROFTII

• Panjang: lebar kepala sama • Inti teratur • Tidak terdapat inti di ekor

BRUGIA M A L AY I

• Perbandingan panjang:lebar kepala 2:1 • Inti tidak teratur • Inti di ekor 2-5 buah

BRUGIA TIMORI

• Perbandingan panjang:lebar kepala 3:1 • Inti tidak teratur • Inti di ekor 5-8 buah

Filaria Limfatik (B. Malayi)

Filariasis: Pemeriksaan dan Terapi • Pemeriksaan penunjang: – – – –

Deteksi mikrofilaria di darah Deteksi mikrofilaria di kiluria dan cairan hidrokel Antibodi filaria, eosinofilia Biopsi KGB

• Pengobatan:



– Tirah baring, elevasi tungkai, kompres – Antihelmintik (ivermectin, DEC, albendazole) – DEC: 6 mg/kgBB/hari selama 12 hari (DOC) – Ivermectin hanya membunuh mikrofilaria: 150 ug/kgBB SD/6 bln, atau /tahun bila dikombinasi dengan DEC SD

– Suportif – Bedah (untuk kasus hidrokel/elefantiasis skrotal) – Diet rendah lemak dalam kasus kiluria Pengobatan massal : - Di Indonesia: DEC (6 mg/kgBB) + Albendazole 400 mg  1x/tahun selama min. 5 tahun berturut-turut - Albendazole bertujuan untuk meningkatkan efek dari DEC - Dipersiapkan juga obat-obatan untuk efek samping seperti parasetamol, antasida, CTM, atau kortikosteroid Parasitologi Kedokteran, FKUI Pedoman tatalaksana filaria kemenkes

Stadium limfedema

Tatalaksana limfedema

No. 173 • Laki-laki, 54 tahun, datang dengan keluhan BAB berair sejak 5 hari yang lalu. Awalnya BAB berair lalu menjadi keras dan menetap berair. BAB berisi makanan yang belum dicerna. Warna BAB kuning kehijauan. Pada pemeriksaan mikroskopis ditemukan telur berbentuk lonjong dengan operculum. Penyebab keadaan pasien adalah… A. B. C. D. E.

Ascaris lumbricoides Fascilopsis buski Blastocystis hominis Tricuris trichura Gardeni malia

Pembahasan Soal • Pada soal didapatkan keluhan BAB disertai ditmukan telur pada feses, mengarhkan pada infestasi parasite • Ciri-ciri telur yang mempunyai operculum khas untuk fasciolopsis buski • Ascaris mempunyai bentuk telur bulat • Blastocystis mempunyai kista, bukan telur • Trichuris telur berbentuk tempayan • Gardeni malia bukan nama parasit

173. Fasciolopsis Buski (Intestinal Fluke) • Also called asia giant intestinal fluke • Prevalent in southeast asia and lives in humans and pigs’ intestines • Related to growing water plants and feeding pigs on water plants • Treatment: – Praziquantel as a single dose 25 mg/kg (10-20 mg/kg may be sufficient) – Albendazole (400 mg orally on empty stomach twice daily for three days) may also be used

https://emedicine.medscape.com/article/219662-treatment

• Symptoms – Many people do not have symptoms – Symptoms are due to inflammation, ulceration, and microabscesses – abdominal pain and diarrhea can occur 1 or 2 months after infection. – heavy infections: • • • • •

intestinal obstruction, abdominal pain, nausea, vomiting, Fever Allergic reactions and swelling of the face and legs can also occur - and anemia may be present

https://www.uptodate.com/contents/intestinalflukes?source=search_result&search=fasciolopsis%20buski&selecte dTitle=1~5#H3

https://www.cdc.gov/parasites/ fasciolopsis/biology.html

Life Cycle

1. 2. 3.

Site of inhabitation: small intestine Infective stage: metacercaria Infective mode: eating raw water plants with metacercariae

4. Medium of water plants: chestnut, water bamboo and caltrop 5. Intermediate hosts: Planorbis snail 6. Reservoir host: pig 7. Life span: 1-4 years

• Egg is oval in shape, slight yellow in color, 130-140×80-85µ(the largest helminth egg) • Thinner shell with an operculum encloses an ovum and 20-40 yolk cells • Endemic at: • Southeast asia • China • India • Korea https://emedicine.medscape.com/article/219662-treatment

Nama cacing

Gejala Klinis

Morfologi

Fasciola hepatika

Gangguan GIT mual, muntah, nyeri abdomen, demam Peradangan, penebalan,sumbatan sal.empedusiroris periporta

• Cacing pipih spt daun • Cacing dewasa memiliki batil isap kepala dan perut • Telursulit dibedakan dengan F.buski, sdkt melebar pada abopercular • Telur dikeluarkan belum matang, matang dalam air berisi mirasidium

Fasciolopsis buski

Sebagian besar asimptomatik. Nyeri perut (epigastrium),diare kronik diselingi konstipasi,tinja berisi makanan yang tidak tercerna,anemia akibat perdarahan ulkus/abses,reaksi alergi thdp komponen cacing,obstruksi usus

• Cacing dewasa memiliki batil isap kepala dan perut • Telurelips,dinding transparan,operkulum kecil nyaris tidak terlihat,imatur(tidak ada embrio)

Bentuk

No. 174 Seorang ibu, 25 tahun, datang dengan keluhan gatal pada sela jari dan pergelangan sejak 1 bulan. Keluhan makin lama makin parah dan semakin memberat 1 minggu terakhir. Gatal umumnya muncul pada malam hari. Dari hasil pemeriksaan langsung didapat: Apabila saat ini ibu tersebut sedang hamil, apa terapi yang diberikan pada pasien ini? A. Sulfur precipitatum B. Gameksan C. Permetrin 1% D. Permetrin 5% E. Malation 5%

Pembahasan Soal • Keluhan gatal pada pergelangan terutama malam hari, sediaan langsung terdapat tungau sarcoptes scabiei, diagnosis scabies. Hal khusus pada soal ini adalah kehamilan. • Permethrin 5%, aman untuk kehamilan • Efektivitas permethrin 5% lebih baik sehingga dipilih (D) • Permethrin 1% dipakai untuk pediculosis kapitis • malation digunakan sebagai second line dengan konsentrasi 0,5%

174. Skabies • Penyakit kulit akibat infestasi dan sensitisasi terhadap Sarcoptes scabiei var. hominis • Termasuk dalam infeksi menular seksual • Transmisi: langsung (skin to skin) dan tidak langsung • Diagnosis perkiraan (presumtif)1-3 apabila ditemukan trias:  Lesi kulit pada daerah predileksi. • Lesi kulit: terowongan (kunikulus) berbentuk garis lurus atau berkelok, warna putih atau abu-abu dengan ujung papul atau vesikel. Apabila terjadi infeksi sekunder timbul pustul atau nodul. • Daerah predileksi pada tempat dengan stratum korneum tipis, yaitu: sela jari tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak, areola mamae, umbilikus, bokong, genitalia eksterna, dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat mengenai wajah, skalp, telapak tangan dan telapak kaki.

 Gatal terutama pada malam hari (pruritus nocturnal).  Terdapat riwayat sakit serupa dalam satu rumah/kontak.

• Diagnosis pasti apabila ditemukan: tungau, larva, telur atau kotorannya melalui pemeriksaan penunjang (mikroskopis). • Terdapat 2 tipe, yaitu Classic Scabies dan Crusted (Norwegian) Scabies PERDOSKI 2017

0.5% 5%

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5122270/

No. 175 Pasien datang dengan keluhan buang air besar berlendir dan berdarah. Keluhan dirasakan sejak 1 minggu terakhir. Selain itu pasien juga mengeluhkan perutnya terasa mulas. Setelah dilakukan pemeriksaan feses, didapatkan gambaran kista yang besamya 10 -20 mikron, berbentuk bulat lonjong, mempunyai dinding kista dan ada inti sebuah. Selain itu didapatkan endoplasma yang mengandung banyak vakuola yang banyak mengandung eritrosit. Apakah parasite penyebab keluhan pasien? A. Entamoeba histolyta B. Shigella sp C. Entamoeba coli D. Balantidium coli E. Ascaris lumbricoides

Pembahasan Soal • Pada soal didapatkan keluhan disentri dan didapatkan kista serta endoplasma yang terdapat eritrosit di dalamnya • Parasit yang sesuai adalah E. hystolytica • Shigella adalah bakteri yang tidak memiliki bentuk kista • Entamoeba coli tidak mencerna jaringan tubuh sehingga tidak memiliki eritrosit dalam vakuol • Balantidium coli khas memiliki dua inti makro dan mikro

175. Amoebiasis: Diagnosis • Laboratorium – – – –

Leukositosis tanpa eosinofilia (80%) Peningkatan alkaline phosphatase (80%) Peningkatan kadar transaminase dan bilirubin Penurunan albumin dan anemia

• Mikroskopik  terlampir • Feses: adanya bentuk tropozoit dan kista (lihat slide selanjutnya)

• Pewarnaan Lugol pada jaringan terinfeksi • USG – Abses hati amoeba: lesi bulat hipoekoik homogen soliter di aspek posterior lobus kanan hati (70-80%)

http://emedicine.medscape.com/article/212029-workup#c7

Morfologi Entamoeba histolytica memiliki bentuk trofozoit dan kista. Trofozoitnya memiliki ciri-ciri morfologi : – Ukuran 10 – 60 μm – Sitoplasma bergranular dan mengandung eritrosit, yang merupakan penanda penting untuk diagnosisnya – Terdapat satu buah inti entamoeba, ditandai dengan karyosom padat yang terletak di tengah inti, serta kromatin yang tersebar di pinggiran inti – Bergerak progresif dengan alat gerak ektoplasma yang lebar, disebut pseudopodia.

Amoebiasis: Stadium Trofozoit

Sel darah merah

Amoebiasis: Stadium Kista

Uninucleated cyst

Binucleated cyst

Quadrinucleated cyst

Amoebiasis vs Infeksi Pencernaan Lain P E N YA K I T

ETIOLOGI

AMOEBIASIS

Entamoeba histolytica

TRICURIASIS

Tricuris trichuria

GEJALA KLINIS

T E L U R / K I S TA

Diare berdarah, nyeri perut, tenesmus

Psedoupodium dengan sel darah didalamnya

Anemia (hidup di sekum- colon asendens) gejala diare-disentri atau tanpa gejala

Tempayan dengan penonjolan pada kedua kutubnya

BALANTIDIASIS

Balantidium coli

Sindroma disentri

Berdinding tebal, bervakuola, makronukleus

TAENIASIS

T. Solium/ T. Saginata

Nyeri ulu hati, mual, muntah, mencret, obstipasi dan pusing

Telur dibungkus embriofor yang bergaris radial

Diarrhea, Malodorous, greasy stools

Aktif: berflagel, In aktif: oval, dinding tipis dan kuat, berinti 2-4

GIARDIASIS

Giardia intestinalis

No. 176 Ibu, 50 tahun, datang ke dokter umum dengan keluhan nyeri dada sekitar bahu kanan sampai ke belakang, terdapat bintil-bintil. Sebelumnya demam, penurunan nafsu makan. Pemeriksaan dokter ditemukan vesikel di thoraks dextra ke posterior. Diobati dengan obat herbal namun tidak membaik. Diagnosis pasien tersebut adalah… A. DKI B. DKA C. Herpes simplex D. Herpes zoster E. Erisipelas

Pembahasan Soal • Keluhan nyeri dada sekitar bahu kanan dengan efloresensi bintil2 sesuai dermatom, sehingga mengarahkan diagnosis herpes zoster • Tidak ada riwayat kontak dengan bahan iritan maupun benda yang baru, sehingga tidak dipikirkan DKI atau DKA • Herpes simplex predileksi sekitar wajah (HSV1`) dan genital (HSV2) • Erisipelas predileksi di ekstremitas, dan tidak berupa vesikel

176. Herpes zoster Herpes Zoster

Lesi Kulit pada Herpes Zoster

• Penemuan utama dari PF: kemerahan yang terdistribusi unilateral sesuai dermatom • Rash dapat berupa eritematosa, makulopapular, vesikular, pustular, atau krusta tergantung tahapan penyakit • Terapi nyeri: Gabapentine oral/NSAID topikal/Lidocaine topikal • Anti-Viral (diberikan < 72 jam setelah onset, atau pada manula/imunokompromais) – Acyclovir (5x800mg selama 7-10 hari) – Valacyclovir 3x1 g/hari selama 5-10 hari – Famcyclovir 3x500 mg/hari selama 7 hari

• Komplikasi – Neuralgia pasca herpes, herpes zoster oftalmika, sindrom Ramsay-Hunt

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007. http://www.merckmanuals.com/professional/infectious-diseases/herpesviruses/herpes-zoster

Herpes zoster • Gejala – Gejala prodromal sistemik (demam, pusing, malaise) & lokal (mialgia, gatal, pegal) – Timbul eritema yang kemudian menjadi vesikel berkelompok dengan dasar eritematosa & edema  pustul & krusta – Pembesaran KGB regional – Herpes zoter oftalmikus: infeksi n. V-1 – Sindrom Ramsay-Hunt: gangguan n. fasialis & otikus

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Herpes zoster • Gejala – Gejala prodromal sistemik (demam, pusing, malaise) & lokal (mialgia, gatal, pegal) – Timbul eritema yang kemudian menjadi vesikel berkelompok dengan dasar eritematosa & edema  pustul & krusta – Pembesaran KGB regional – Herpes zoter oftalmikus: infeksi n. V-1 – Sindrom Ramsay-Hunt: gangguan n. fasialis & otikus

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

177. • Seorang perempuan berusia 12 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan ibu jari kirinya terasa nyeri yang dirasakan sudah 3 hari ini. Sebelumnya pasien menarik kulit kuku pada jari yang sakit tersebut. Pemeriksaan fisik didapatkan ibu jari eritema, edema, dan bagian bawah kuku terlihat kekuningan. Pemeriksaan KOH (-) . Apa diagnosisnya? A. Tinea unguium B. Pionikia C. Abses D. Tinea pedis E. Candidiasis

Pionikia • Pada soal dijelaskan bahwa terdapat tandatanda infeksi pada kuku pasien • Namun pemeriksaan KOH yang spesifik untuk jamur negatif. • Dengan demikian dipilih pionikia. • Pada soal tidak disebutkan kumpulan nanah, jika terdapat nanah pasien dapat didiagnosis sebagai abses

https://www.slideshare.net/DonnaPotter/pioderma-non-kokus

No. 178 Seorang anak umur 8 tahun datang dengan keluhan kemerahan pada punggung dan perut yang dialami sejak 1 bulan yang lalu. Dokter ingin melakukan diaskopi. Bagaimana cara melakukannya? A. Menekan dengan benda transpran pada lesi kemerahan B. Menggores dengan benda transpran pada lesi kemerahan C. Mengerok dengan benda transpran pada lesi kemerahan D.Mencungkil dengan benda transpran pada lesi kemerahan E. Menggeser dengan benda transpran pada lesi kemerahan

Pembahasan Soal • Pemeriksaan diaskopi dengan menekan benda transparan pada lesi kemerahan (A)

178. Diaskopi • Diaskopi dilakukan dengan menekan objek datar, keras dan transparan (seperti dua slide mikroskop) pada permukaan kulit • Dilakukan untuk membedakan apakah lesi disebabkan kelainan vaskular (inflamasivasodilatasi, kongenital) atau non vaskular (nevus) dan lesi hemorhagik (peteki-purpura) • Lesi hemorhagik dan lesi non vaskular tidak berubah warna saat ditekan

No. 179 Seorang pasien datang dengan keluhan adanya koreng di lipat paha. Koreng awalnya berupa benjolan yang lamalama melunak dan pecah menjadi koreng. Dari pemeriksaan fisik didapatkan papul dan ulkus di sepanjang lipatan paha. Tidak didapatkan adanya nyeri. Ulkus memiliki tepi yang menggaung dengan dasar mukopurulen. Diagnosis pasien tersebut adalah… A. Tuberkulosis kutis B. Scrofuloderma C. Eritema induratum D. Eritema nodusum E. Subcutaneus Lupus Erythematosus

Pembahasan Soal • Keluhan awal berupa benjolan di lipat paha yang mnelunak kemudian pecah, sesuai dengan pathogenesis scrofuloderma yaitu infeksi tuberculosis pada kelenjar getah bening ynag kemudian menjalar ke kulit, didukung oleh penampakan lesi berupa ulkus menggaung, purulen dan tidak nyeri • Tuberkulosis kutis tidak dipilih karena mencakup manifestasi selain scrofuloderma, misalnya TB chancre dan eritema induratum • subcutaneous lupus erythematosus bukan terminologi yang tepat (seharusnya subacute cutaneous lupus)

179. Tuberkulosis kutis • • • -

Penyebaran infeksi tuberkulosis ke kulit Etiologi utama Mycobacterium tuberculosis (91,5%) TB kutis diklasifikasikan berdasarkan 2 kriteria: Rute infeksi: eksogen, endogen, limfogen, dan heamtogen Banyaknya BTA: multibasiler dan pausibasiler

Sumber: Andriani PI. Pendekatan klinis infeksi tuberculosis pada kulit. CDK, 2014; 41(8): 584-8

Skrofuloderma • Penjalaran perkontinuitatum dari organ dibawah kulit yang diserang penyakit TB (KGB, sendi, tulang) • Lokasi – Leher: dari tonsil atau paru – Ketiak: dari apeks pleura – Lipat paha: dari ekstrimitas bawa  KGB inguinal lateral

• Perjalanan Penyakit – – – –

Awal: Limfadenitis TB (KGB membesar tanpa tanda radang akut) Periadenitis: Perlekatan kelenjar dengan jaringan sekitar Perlunakan tidak serentak  cold abses  pecah Fistel  memanjang, tidak teartur, sekitarnya livide, menggaung tertutup pus seropurulen  sikatrik  skin bridge

• Diagnosis Banding – Limfosarkoma, limfoma malignum, hidradenitis supurativa, LGV

Limfadenitis TB

Periadenitis

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Cold Abses

Fistel

Sikatrik → skin bridge

Djuanda A. Ilmu penyakit kulit dan kelamin, 5th ed. Balai Penerbit FKUI; 2007.

Skrofuloderma Histopatologi

Skrofuloderma Perjalanan Penyakit

Jenis TB kutis TB inokulasi primer (Tuberculous chancre)

Gambaran Klinis -

Skrofuloderma

-

Tuberkulosis orifisialis

-

-

Terjadi pada orang yang belum pernah terinfeksi TB sebelumnya Predileksi: wajah, tangan, dan kaki Lesi: papul/nodul2-3 minggu: ulkus keras, dangkal, tidak nyeri Limfadenopati tidak nyerikompleks primer/Gohn Infeksi pada struktur di bawah kulit, terutama kelenjar limfe superfisial Berawal dari limfadenitis TB multipelberkonfluensiperlunakan (cold abcess)pecahterbentuk fistelulkus memanjang dan tidak teratur, sekitarnya berwarna kebiruan (livid), dinding bergaung, dasar jaringan granulasi tertutup pus seropurulen Predileksi: orifisium Ulkus di mulut, bibir, dan sekitarnya karena kontak langsung dengan sputum (anus kontak dengan feses, OUE kontak dengan urin) Tersering pada pasien imunodefisiensi Lesi: nyeri dengan tepi tidak rata (punched out), dasar tertutup pseudomembran fibrin dan mudah berdarah, mukosa sekitar edema dan mengalami inflamasi.

Sumber: Andriani PI. Pendekatan klinis infeksi tuberculosis pada kulit. CDK, 2014; 41(8): 584-8

Jenis TB kutis

Gambaran Klinis

Tuberkulosis miliaris akut

-

Lesi: makula eritema dan papul eritema multipel, ukuran kecil <5 mm Penyebaran hematogen, dapat mencapai meninges Pemeriksaan diaskopi: apple jelly colour Sering pada AIDS

TB Gumosa

-

Lesi: infiltrat subkutan, lunak, berbatas tegas, kronis, dan bersifat destruktif. Predileksi: ekstremitas dan badan karena penyebaran hematogen

TB verukosa kutis

-

Reinfeksi pada individu yang pernah terinfeksi Predileksi: daerah yang sering terkena trauma (ekstremitas) Lesi: plak hiperkeratosis atau plak verukosa dengan tepi inflamasi yang tidak nyeri, permukaan kulit mengalami fisura, eksudat, dan krusta Tepi lesi tersusun serpiginosa, bagian tengah mengalami involusi

-

Lupus vulgaris

-

Tuberkulid

-

TB kutis tersering Penyebaran hematogen dan limfogen Lesi: soliter atau bisa multipel, berupa papul atau plak merah kecoklatan, berbatas tegas. Pemeriksaan diaskopi: apple jelly colour Ulkus/nodul hiperkeratosis Reaksi hipersensitivitas terhadap bakteri Terjadi pada host dengan imunitas baik, tes tuberculin (+) Lesi: Eritema induratum of Bazin (Nodular tuberculid), tuberkulid papulonekrotik, Lichen Skrofulosorum

Sumber: Andriani PI. Pendekatan klinis infeksi tuberculosis pada kulit. CDK, 2014; 41(8): 584-8

Tuberculous Chancre • Afek primer : papul, pustule, ulkus indolen, menggaung, disekitarnya livide • Masa tunas: 2-3 minggu Limfangitis, limfadenitis setelah afek primer • (tuberculin positif) Semua di atas: komplek primer Ulkus dengan indurasi

TUBERKULOSIS KUTIS VERUKOSA • Berbeda dgn skrofuloderma, penjalaran tipe verukosa terjadi secara eksogen • Kuman masuk melalui kulit pada orang yang sudah terinfeksi TB (primer) • Predileksi : punggung tangan, tungkai bawah, kaki (tempat yang lebih sering terkena trauma) • Gambaran klinisnya khas sekali: Bentuk bulan sabit akibat penjalaran serpiginosa • Papul lentikuler diatas kulit yang eritematosa • Dapat pula menjalar ke perifer sehingga terbentuk sikatriks di tengah

Tuberkulosis Kutis: Terapi (PERDOSKI 2017) • •

Topikal: pada bentuk ulkus: kompres dengan larutan antiseptik (povidon iodin 1%) Sistemik • Tahap intensif (dua bulan) • Dosis lepasan:  INH • Dewasa: 5 mg/kgBB/hari, oral, dosis tunggal • Anak <10 tahun: 10 mg/kgBB/hari, dan  Rifampisin • Dewasa: 10 mg/kgBB/hari, oral, dosis tunggal pada saat lambung kosong (sebelum makan pagi) • Anak: 10-20 mg/kgBB/hari. Maksimal: 600mg/hari, dan  Etambutol • Dewasa: 15-25 mg/kgBB/hari, oral, dosis tunggal • Anak: maksimal 1250 mg/hari, dan  Pirazinamid • Dewasa: 20-30 mg/kgBB/hari, oral, dosis terbagi • Anak: 30-40 mg/kgBB/hari. Maksimal: 2000 mg/hari • Dosis FDC (fixed dosed combination for four drugs) R 150 mg, H 75 mg, Z 400 mg, E 275 mg. • FDC diminum sekali sehari, satu jam sebelum atau dua jam setelah sarapan pagi.

Tuberkulosis Kutis: Terapi (PERDOSKI 2017) • Tahap lanjut • Tahap lanjut diberikan hingga 2 bulan setelah lesi kulit menyembuh. • Durasi total pengobatan (tahap intensif + tahap lanjutan) minimal 1 tahun. • Dosis lepasan: INH: dewasa 5 mg/kgBB/hari, anak 10 mg/kgBB/hari (maksimal 300 mg/hari), oral, dosis tunggal, dan Rifampisin: 10 mg/kgBB/hari, anak 10-20 mg/kgBB/hari (maksimal 600 mg/hari), oral, dosis tunggal pada saat lambung kosong • Dosis FDC R 150 mg, H 150 mg (dosis lihat halaman 1

No. 180 Seorang pria berusia 50 tahun datang ke RS dengan keluhan tidak sadar dan demam tinggi secara kontinu. Pada urin bag terlihat urin berwarna agak kehitaman. Hb = 5,5 gr/dL dan pada pemeriksaan SADT didapatkan multiple ring form pada eritrosit yang tidak membesar. Apa penyebab urin berwarna agak kehitaman? A. Kompleks antigen – antibody pada glomerulus ginjal B. Adhesi eritrosit pada endotel C. Eritrosit bersequestrasi pada mikrovaskular ginjal D. Hemolisis intravascular yang massif E. Perkembang biakan seksual pada eritrosit

Pembahasan Soal • Demam tinggi dan urine kehitaman, pada pemeriksaan darah tepi tampak multiple ring, mengarahkan diagnosis pada malaria falciparum bentuk khusus yakni black water fever • Patofisiologi terjadinya kehitaman pada urine adalah hemolysis intravascular yang massif sehingga pigmen eritrosit keluar lewat urine

180. Acute Hemoglobinuria • Definition: – The presence of free hemoglobin in the urine, which make the urine look darker. – One of the manifestations of severe malaria

• Acute hemoglobinuria indicates massive intravascular hemolysis • It can be caused by a variety of factors in patients with P. falciparum infestation, including classic blackwater fever (BWF) https://malariajournal.biomedcentral.com/articles/10.1186/1475-2875-11-336

Blackwater fever (BWF) • Definition: – Severe, acute intravascular hemolysis with hemoglobinuria and a dramatic fall in hemoglobin value, but scant or absent parasitemia, that occurred in a patient (a European expatriate) who had lived in an area of malarial endemicity for several years, during which amino-alcohol drugs (quinine, halofantrine, mefloquine) were taken in an irregular fashion for prophylaxis and treatment. (WHO,1990) – A severe clinical syndrome, characterized by intravascular hemolysis, hemoglobinuria, and acute renal failure that is classically seen in long-term residents in Plasmodium falciparum endemic areas and irregularly taking quinine – This syndrome became less frequent when chloroquine was the drug of choice for malaria from 1950 until the 1990s

http://cid.oxfordjournals.org/content/32/8/1133.full

Clinical Feature • Characterized by severe intravascular hemolysis and anemia producing dark urine in patients with severe malaria – Massive hemolysis parasitised and non parasitised RBCsdifficult to find parasitised (scant or absent parasitemia)

• • • • • •

Fever, chills Abdominal pain jaundice Hepatosplenomegaly Vomiting Renal failure

http://wwwnc.cdc.gov/eid/article/11/7/pdfs/04-1237.pdf

OPTIMA MEDAN

OPTIMA MEDAN

ILMU PSIKIATRI

181 Seorang wanita usia 26 tahun dibawa ke IGD karena menjadi banyak bicara, tetapi tidak nyambung dan topik pembicaraan melompat-lompat. Pasien juga menjadi cepat marah pada keluarganya. Pasien berkelakuan seperti ini semenjak ditinggal suaminya meninggal. Pasien tinggal bersama orang tuanya. Manakah yang paling menonjol dalam kasus diatas ? A. Ilusi B. Waham C. Delusi D. Persepsi E. Flight of ideas

Analisis Soal • Adanya keluhan banyak bicara, tidak nyambung, bicara melompat-lompat menunjukkan gejala yang dominan pada pasien ini adalah flight of ideas. • Ilusi  persepsi panca indera disebabkan adanya rangsang panca indera yang ditafsirkan salah. Misal: suara daun gemerisik terdengar seperti suara orang yang mendekati • Waham / delusi keyakinan salah yang tidak dapat dikoreksi

GANGGUAN PROSES PIKIR Gangguan bentuk pikir Gangguan proses pikir

Gangguan isi pikir Gangguan arus pikir

Gangguan Arus Pikir Jenis

Karakteristik

Neologisme

Pembentukan kata-kata baru yang memiliki arti khusus bagi penderita, sering terdapat pada pasien skizofrenia. Neologisme dapat pula akibat halusinasi akustik sehingga sering merupakan kata yang diulang

Sirkumstansial

Gangguan asosiasi karena terlalu banyak ide yang disampaikan. Pada umumnya pasien dapat mencapai tujuannya, tetapi harus secara bertahap.

Tangensial

Pembicaraan pasien terlepas sama sekali dari pokok pembicaraan dan tidak kembali ke pokok pembicaraan tersebut, sehingga tujuan tidak pernah tercapai

Asosiasi longgar

Pasien berbicara dengan kalimat-kalimat yang tidak berhubungan, namun masih dapat dimengerti.

Flight of ideas

Melompat-lompat dari satu topik ke topik lain tanpa terputus, dimana masih terdapat benang merah.

Inkoherensi/ word salad

asosiasi longgar yang berat, kata yang satu tidak berhubungan dengan kata yang lain.

182 Perempuan, 25 tahun, datang dengan keluhan sering mengantuk sejak 1 bulan yang lalu. Pasien mengeluh selama 1 bulan ini selalu tidur sering lebih dari 12 jam. Pasien juga mengaku nafsu makannya meningkat dan makannya selalu banyak sehingga BBnya naik 3 kg dalam 1 bulan. Pasien merasa mudah tersinggung, dan akhir-akhir ini mengaku mudah lelah. Apa diagnosis pada pasien ini? A. Atypical depression B. Hipersomnia C. Eating disorder D. Somatic disorder E. Major depression

Analisis Soal •

Diagnosis atypical depression ditegakkan atas dasar adanya mood yang reaktif (mudah tersinggung) disertai dua atau lebih kriteria berikut selama minimal 2 minggu: – Peningkatan nafsu makan atau berat badan yang signifikan – Peningkatan waktu tidur – Rasa berat di lengan atau sensitivitas di tungkai yang menyebabkan gangguan fungsi sosial atau pekerjaan – Gangguan interaksi pada kehidupan sosial dan pekerjaan

• • • •

Pada depresi mayor, terdapat gejala mayor depresi dan gejala lainnya. Gangguan tidur yang dialami pada depresi mayor biasanya berupa tidur terganggu, sementara pada atypical depression terjadi peningkatan waktu tidur. Masalah tidur pada pasien di soal tidak memenuhi kriteria hipersomnia, yaitu terjadi sebanyak tiga kali seminggu selama 3 bulan. Eating disorder  gejala dominan adalah masalah makan, terdiri dari tiga yaitu anorexia, bulimia, dan binge eating disorder Somatic disorder  kelainan mental yang gejalanya berupa nyeri secara fisik yang tidak dapat dibuktikan dari pemeriksaan penunjang

Atypical Depression

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC181236/#!po=6.81818

183 Pasien wanita usia 32 tahun datang dengan keluhan tidak dapat orgasme selama setelah 2 tahun menikah dengan suaminya padahal pasien memiliki dorongan seksual yang cukup tinggi. Hal ini terutama terjadi saat pasien memikirkan tentang pekerjaannya. Pekerjaan pasien karyawan swasta akuntan. Diagnosis yang paling mungkin adalah… A. Gangguan Orgasme primer B. Gangguan Orgasme sekunder C. Gangguan Vaginismus D. Gangguan dorongan seksual E. Gangguan Cemas

Analisis Soal • Adanya dorongan seksual yang tinggi namun tidak dapat orgasme setelah 2 tahun menikah mengarahkan pada gangguan orgasme. Gangguan orgasme primer  bila wanita tidak pernah merasakan orgasme sama sekali dalam kondisi apapun. Pasien pada soal tidak dapat mengalami orgasme terutama bila memikirkan pekerjaannya sehingga yang lebih tepat adalah gangguan orgasme sekunder. • Gangguan vaginismus  gangguan seksual akibat nyeri • Gangguan dorongan seksual  kurangnya keinginan untuk aktivitas seksual atau mempertahankan aktivitas seksual • Gangguan cemas  gejala yang dominan adalah kecemasan (takut akan nasib buruk, dsb), disertai ketegangan otot dan overaktivitas otonomik

Sexual Dysfunction • Sexual desire disorders – Hypoactive Sexual Desire Disorder (HSDD); • Persistently or recurrently deficient (or absent) sexual fantasies and desire for sexual activity – Sexual Aversion Disorder (SAD) • Persistent or recurrent extreme aversion to, and avoidance of, all (or almost all) genital sexual contact with a sexual partner.

• Sexual arousal disorders – Female Sexual Arousal Disorder (FSAD) • Persistent or recurrent inability to attain, or to maintain until completion of the sexual activity, an adequate lubricationswelling response of sexual excitement. – Male Erectile Disorder • Persistent or recurrent inability to attain, or to maintain until completion of the sexual activity, an adequate erection.

Sexual Dysfunction •

Orgasmic disorders – Female Orgasmic Disorder (Inhibited Female Orgasm) – Male Orgasmic Disorder (Inhibited Male Orgasm): sometimes called inhibited orgasm or retarded ejaculation, a man achieves ejaculation during coitus with great difficulty

– Premature Ejaculation •

Sexual pain disorders – Dyspareunia: recurrent or persistent genital pain associated with sexual intercourse.

– Vaginismus: involuntary muscle constriction of the outer third of the vagina that interferes with penile insertion and intercourse. •

Sexual dysfunction due to general medical condition



Substance-Induced Sexual Dysfunction

– With impaired desire/With impaired arousal/With impaired orgasm/With sexual pain/With onset during intoxication

184 Laki-laki usia 40 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan sulit tidur dan sulit berkonsentrasi. Keluhan disertai kewaspadaan yang berlebihan dan takut saat ingat kecelakaan berat yangg dialaminya 6 bulan yang lalu. Pasien tidak dapat bekerja dengan tenang dan selalu was was padahal sudah di pindahkan ke bagian tata usaha. Diagnosis pasien ini adalah… A. Gangguan somatisasi B. Fobia sosial C. Gangguan stress pasca trauma D. Gangguan anxietas menyeluruh E. Gangguan penyesuaian dengan afek cemas

Analisis Soal • Pasien di atas mengalami gangguan stress pasca trauma karena adanya keluhan sulit tidur, sulit konsentrasi, waspada berlebihan dan takut saat ingat kecelakaan berat yang dialaminya 6 bulan lalu (flashback). • Gangguan penyesuaian tidak dipilih karena stressor biasanya bersifat ringan sedang dan gejala maksimal 6 bulan setelah stressor.

Reaksi Stres Akut vs PTSD vs Gangguan Penyesuaian Reaksi Stres Akut

Ggn. Penyesuaian

PTSD

Tipe stresor

Berat (kejadian traumatis, kehilangan orang terdekat)

Ringan-sedang

Berat (kejadian traumatis, kehilangan orang terdekat)

Waktu antara stresor dan timbulnya gejala

Beberapa hari hingga maksimal 4 minggu

Maksimal 3 bulan

Bisa bertahuntahun

Durasi gejala

Maksimal 1 bulan

Maksimal 6 bulan setelah stresor berakhir

>1 bulan

185 Seorang laki – laki, 39 tahun, datang ke klinik untuk konsultasi agar berhenti merokok. Pasien sudah merokok selama 4 tahun. Terapi yang digunakan untuk pasien adalah…. A. Buproprion B. Duloxetine C. Clobazam D. Venlafaxine E. Amitriptilin

Analisis Soal • Penatalaksanaan pada kasus nicotine addiction adalah pemberian nicotine replacement therapy atau medikamentosa non-nicotine seperti buproprion. Buproprion bekerja dengan mengurangi gejala nicotine withdrawal, termasuk depresi.

Smoking cessation medication • Nicotine replacement medicine – Nicotine chewing gum – Nicotine patch – Nicotine spray (dengan resep dokter)

• Non-nicotine medicine – Buproprion (Zyban®, Wellbutrin®, Wellbutrin SR® and Wellbutrin XL®) – Varenicline (Chantix®) http://www.heart.org/HEARTORG/HealthyLiving/QuitSmoking/QuittingSmoking/Medicines-That-Can-Help-You-QuitSmoking_UCM_307921_Article.jsp#.Wf1HbrBx3IU

Buproprion (Zyban®, Wellbutrin®, Wellbutrin SR® and Wellbutrin XL®) • The first non-nicotine based drug for smoking cessation was licensed in the United States of America (US) in 1997 and in the United Kingdom (UK) in 2000 for smoking cessation in people aged 18 years and over. • Bupropion is a potent inhibitor of cytochrome p450 and reduces the clearance of drugs metabolised by this enzyme. • Buproprion anti depressan drug https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2528204/

186 Seorang laki-laki 19 tahun di antar orang tua ke puskesmas karna sikap congkak, tidak empati, menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keinginan, ambisius, haus pujian, memperlakukan teman seperti budak, merasa berteman dengannya eksklusif. Diagnosis yang mungkin ialah... A. Gangguan kepribadian skizoid B. Gangguan kepribadian Anankastik C. Gangguan kepribadian Dissosiatif D. Gangguan kepribadian Narsistik E. Gangguan kepribadian Histrionik

Analisis Soal • Adanya sikap congkak, tidak empati, menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keinginan, haus pujian mengarahkan pada kondisi gangguan kepribadian narsistik. • Gangguan kepribadian skizoid  gejalanya: suka menyendiri, introvert • Gangguan kepribadian anankastik  gejala: perfeksionis dan sangat taat aturan • Gangguan kepribadian histrionik  gejala: berlebihan menanggapi banyak hal

GANGGUAN KEPRIBADIAN

Ciri Khas Masing-masing Gangguan Kepribadian Gangguan Kepribadian Cluster A (ditandai dengan perilaku/ tindakan yang eksentrik): • Paranoid: mudah curiga, sering berpikiran buruk • Skizotipal: penampilan dan kepercayaan aneh/ magis • Skizoid: introvert, suka menyendiri, afek terbatas Gangguan Kepribadian Cluster B (orang yang cenderung emosional): • Antisosial: suka melanggar peraturan, mudah marah • Borderline/ ambang: moodnya tidak stabil, perilaku impulsive • Histrionik: ‘drama-queen’ • Narsistik: hanya peduli diri sendiri, kurang empati Gangguan Kepribadian Cluster C (orang yang cenderung mudah cemas): • Avoidant/ cemas menghindar: hipersensitif terhadap pandangan negatif orang lain • Dependen: tidak bisa mengambil keputusan sendiri, harus dirawat orang lain • Anankastik: kaku, perfeksionis, sangat taat aturan

187 Perempuan 20 th dibawa org tua nya dengan keluhan sering berpakaian seperti laki-laki. Sudah sejak kecil. Ia merasa lebih nyaman sebagai laki-laki daripada perempuan. Diagnosa ? A. Gangguan perkembangan seksual B. Gangguan identitas gender C. Gangguan identitas diri D. Gangguan identitas disosiasi E. Gangguan homoseksual

Analisis Soal • Dipilih gangguan identitas gender karena adanya keinginan berpakaian seperti lawan jenis (perempuan berpakaian laki-laki) dan merasa lebih nyaman sebagai lawan jenis. • Gangguan perkembangan seksual  kelainan perkembangan seksual dimana terjadi ketidakjelasan jenis kelamin • Gangguan identitas disosiatif  seseorang memiliki dua atau lebih kepribadian atau kepribadian pengganti (alter ego) • Gangguan homoseksual  adanya ketertarikan kepada lawan jenis

DSM-IV-TR Diagnostic Criteria For Gender Identity Disorder A.

A strong and persistent cross-gender identification (not merely a desire for any perceived cultural advantages of being the other sex). In children, the disturbance is manifested by four (or more) of the following: 1. 2. 3. 4. 5.

B. C. D.

repeatedly stated desire to be, or insistence that he or she is, the other sex in boys, preference for cross-dressing or simulating female attire; in girls, insistence on wearing only stereotypical masculine clothing strong and persistent preferences for cross-sex roles in make-believe play or persistent fantasies of being the other sex intense desire to participate in the stereotypical games and pastimes of the other sex strong preference for playmates of the other sex

Persistent discomfort with his or her sex or sense of inappropriateness in the gender role of that sex. The disturbance is not concurrent with a physical intersex condition. The disturbance causes clinically significant distress or impairment in social, occupational, or other important areas of functioning.

188 Laki-laki datang dengan keluhan tangan gemetar. Diketahui pasien pecandu NAPZA yg 1 bulan yg lalu tidak konsumsi. PF dbn. Status mental kooperatif, afek cemas, tremor (+). Diagnosis pasien ini adalah… A. Intoksikasi alkohol B. Sindrom putus alkohol C. Sindrom putus opiod D. Sindrom putus amfetamin E. Sindrom putus kanabis

Analisis Soal • Pasien datang dengan keluhan tangan gemetar dalam satu bulan terakhir mengarahkan pada diagnosis sindrom putus alcohol. • Sindrom putus opioid gejalanya: diare, muntah, jantung berdebar, pupil melebar, mata berair • Sindrom putus amfetamin gejalanya: dilatasi pupil, keringat dingin, mual, muntah, mata berair, keringat • Sindrom putus kanabis gejalanya: iritabel, cemas, sulit tidur, penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, tremor, sakit kepala  berlangsung selama 1-2 minggu.

Alcohol Withdrawal Syndrom

Alcohol Withdrawal Syndrome, AAFP.

189 Seorang anak perempuan usia 14 tahun diantar ibunya ke dokter umum karena mencabuti rambutnya sendiri sejak 1 bulan yang lalu. Diketahui ayahnya meninggal 2 bulan yang lalu. Pasien mengeluhkan gatal di bagian rambut sehingga sudah diperiksa ke dokter spesialis kulit namun tidak ditemukan kelainan. Ibunya sering memarahi sampai memukul pasien karna kebiasaannya yang tidak bisa dihentikan namun pasien tidak bisa menahan impuls dari dalam dirinya untuk tetap mencabuti rambutnya. Dari pemeriksaan fisik ditemukan rambut tipis dan kebotakan di beberapa bagian kepala. Apa diagnosis dari kasus tersebut? A. Trikotilomania B. Kleptomania C. Gangguan obsesif kompulsif D. Steriotipik E. Gangguan Pika

Trikotilomania Kulit: tidak ada kelainan Gatal e.c infeksi (jamur) dsb

Mencabuti rambut

Trikotilom ania

Psikogenik

Stressor: ayahnya meninggal + dipukuli ibunya

Trikotilomania

Rambut tipis dan kebotakan tidak merata di kepala

“Adanya dorongan untuk mencabuti rambut sendiri dari bagian tubuh yang manapun, termasuk rambut di kulit kepala, alis dan bulu bulu tangan”

Trikotilomania (DSM V Criteria) • Recurrent pulling out of one’s hair, resulting in hair loss • Repeated attempts to decrease or stop the hair-pulling behavior • The hair pulling causes clinically significant distress or impairment in social, occupational, or other important areas of functioning • The hair pulling or hair loss cannot be attributed to another medical condition (eg, a dermatologic condition) • The hair pulling cannot be better explained by the symptoms of another mental disorder (eg, attempts to improve a perceived defect or flaw in appearance, such as may be observed in body dysmorphic disorder)

Therapy: • Main therapy is cognitive behavior therapy  Habit Reversal Training (HRT). • Pharmacologic therapy: The primary agents used are selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs).

DSM-V

190 Laki-laki, 35 tahun, datang ke praktek dokter dengan keluhan akhir-akhir ini sering terbangun pada tidur malam karena mimpi menyeramkan. Menurut pasien dapat bangun kapan saja, setelah bangun pasien sadar sepenuhnya dan mampu mengenali lingkungannya. Apakah diagnosis pada pasien ini? A. Teror tidur B. Mimpi buruk C. Somnabulisme D. Middle insomnia E. Late insomnia

Nightmare Mimpi menyeramkan Terbangun dari tidur

• •

Sadar penuh Responsif terhadap lingkungan

• • •

Cemas Agitasi Tidak responsive terhadap lingkungan

Nightmare

Night terror

F51.4 Teror tidur (night terrors) • Night terror adalah suatu kondisi terbangun dari sepertiga awal tidur malam, biasanya diikuti dengan teriakan dan tampakan gejala cemas yang berlebihan, berlangsung selama 1 – 10 menit. • Gejala Dalam episode yang khas, penderita akan terduduk di tempat tidur dengan kecemasan yang sangat dan tampakan agitasi serta gerakan motorik perseverativ (seperti menarik selimut), ekspresi ketakutan, pupil dilatasi, keringat yang berlebihan, merinding, nafas dan detak jantung yang cepat. • Kriteria DSM-IV untuk Night Terror : – Episode berulang dari bangun secara tiba-tiba dari tidur, biasanya berlangsung pada sepertiga awal tidur dan dimulai dengan teriakan yang panik. – Ketakutan yang sangat dan tanda-tanda sistem autonomik yang meningkat seperti takikardi, bernafas dengan cepat, dan keringat dalam setiap episode. – Tidak responsif secara relatif terhadap dukungan orang sekitar untuk menenangkan disaat episode. – Tidak dijumpainya mimpi yang dapat diingat dan timbulnya amnesia terhadap episode. – Episode-episode serangan dapat menyebabkan distress tang tampak secara klinis dan ketidak seimbangan dalam lingkungan, pekerjaan dan dalam aspek lain. – Gangguan tidak disebabkan oleh efek psikologis suatu zat secara langsung (seperti penyalahgunaan zat atau untuk medikasi) ataupun dalam suatu kondisi medis umum.

F51.5 Mimpi buruk (nightmare) • Gangguan ini terdiri dari terjaga dari tidur yang berulang dengan ingatan terperinci yang hidup akan mimpi menakutkan. • Gambaran klinis berikut adalah esensial untuk diagnosis secara pasti terhadap mimpi buruk, yaitu: – Terbangun dari tidur malam atau tidur siang berkaitan dengan mimpi yang menakutkan yang dapat diingat kembali secara terperinci dan jelas (vivid), – Setelah terbangun dari mimpi yang menakutkan, individu segera sadar dan mampu mengenali lingkungannya. – Pengalaman mimpi itu dan akibat dari tidur yang terganggu, menyebabkan penderitaan yang cukup berat bagi individu.

• Psikoterapi dan pengobatan perilaku merupakan metode pengobatan paling efektif.

OPTIMA MEDAN

OPTIMA JAKARTA

191 Seorang laki-laki usia 30 tahun datang diantar keluarganya dengan keluhan sering mematung sejak kurang lebih 2 bulan terakhir. Jika berdiri atau duduk, pasien akan mempertahankan posisi atau tidak bergerak, bisa sampai 2 jam. Status psikiatri afek tidak serasi, bicara terbatas dan arus pikir irelevan. Apakah diagnosis dari kasus di atas? A. Skizofrenia paranoid B. Skizofrenia katatonik C. Skizoafektif D. Skizofrenia hebefrenik E. Skizofrenia tak terinci

Skizofrenia katatonik • Seorang laki-laki sering mematung sejak kurang lebih 2 bulan terakhir katalepsi • Jika berdiri atau duduk, pasien akan mempertahankan posisi atau tidak bergerak, bisa sampai 2 jam katalepsi • Status psikiatri afek tidak serasi, bicara terbatas dan arus pikir irelevan gangguan arus pikir

Skizofrenia katatonik (DSM V) A. Criteria for catatonia are the same throughout the manual, independent from the initial diagnosis: psychotic, bipolar, depressive, medical disorders or an unidentified medical condition. In order to facilitate the recognition, catatonia is defined by the presence of at least 3 symptoms from a list of 12. B. The catatonic subtype of schizophrenia is deleted (along with all other schizophrenia subtypes) and catatonia becomes a specifier for schizophrenia as for major mood disorders. C. Catatonia becomes a specifier for four additional psychotic disorders: 1. Brief psychotic disorder; 2. Schizo phreniform disorder; 3. Schizoaffective disorder; 4. Substance-induced psychotic disorder. D. A new residual diagnostic category: “Catatonia not otherwise specified-NOS” is added, to facilitate the diagnosis in patients with psychiatric conditions other than schizophrenia and mood disorders or when the underlying general medical condition is not immediately recognized.

192 Laki-laki, 20 tahun, datang ke puskesmas diantar oleh ibunya dengan keluhan suka meperlihatkan kemaluannya ditempat umum. Hal ini sudah dilakukan nya sejak 6 bulan yang lalu. Pasien tersebut mengaku merasakan kepuasan seksual setelah memperlihatkan alat kemaluannya di tempat umum dan berniat untuk mengulangnya kembali. Warga yang resah langsung melaporkan hal tersebut. Pada pemeriksaan fisik TD120/80, HR 80x/mnt, Rr18x/mnt, suhu 36;5c. Dan dari pemeriksaan fisik lainnya dalam batas normal. Apakah diagnosis yang kasus diatas? A. Ekshibisonis B. Tranvertisme C. Voyeurisme D. Sadisme E. Masokisme

Eksibisionisme • Laki-laki, 20 tahun suka meperlihatkan kemaluannya ditempat umum dan merasakan kepuasan seksual setelah memperlihatkan alat kemaluannyaeksibisionisme • Eksibisionisme = gangguan preferensi seks DSM V criteria • Over a period of at least 6 months, recurrent and intense sexual (parafilia) fantasies, sexual urges, or sexual behaviors involving the exposure of one’s genitals to an unsuspecting stranger. • The person is distressed or impaired by these attractions, or has sought sexual stimulation from exposing the genitals to three or more unsuspecting strangers on separate occasions

SEXUAL DISORDER (PARAFILIA) Diagnosis

Karakteristik

Fetishism

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the use of nonliving objects (e.g., female undergarments).

Frotteurism

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving touching and rubbing against a nonconsenting person.

Masochism

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the act (real, not simulated) of being humiliated, beaten, bound, or otherwise made to suffer.

Sadism

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving acts (real, not simulated) in which the psychological or physical suffering (including humiliation) of the victim is sexually exciting to the person.

Voyeurism

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the act of observing an unsuspecting person who is naked, in the process of disrobing, or engaging in sexual activity.

Necrophilia

Necrophilia is an obsession with obtaining sexual gratification from cadavers.

SEXUAL DISORDER (PARAFILIA) Diagnosis

Karakteristik

Pedophilia

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving sexual attraction to prepubescent children (generally 13 years or younger) and the pedophilia must at least 16 years or older and at least 5 years older than the child

Eksibisionis

Seseorang yang selalu ingin memperlihatkan kemaluannya/genital kepada orang lain (biasanya orang asing) untuk mendapatkan kepuasan seksual

193 Pasien laki-laki dengan keluhan belakangan ini merasa tidak bersemangat, hanya ingin di dalam kamar dan menyendiri sejak 2 minggu terakhir. Menurut keluarga pasien, 3 bulan yang lalu sikap pasien sangat bertolak belakang. Pasien sangat bersemangat, terus menerus bercerita, terlihat sangat ceria sepanjang hari. Apa diagnosis dari keluhan pasien diatas? A. Gejala psikotik B. Skizoafektif C. Gejala bipolar dengan episode kini depresi D. Gejala bipolar dengan episode kini manik E. Depresi

Bipolar • Pasien laki-laki dengan keluhan belakangan ini merasa tidak bersemangat, hanya ingin di dalam kamar dan menyendiri sejak 2 minggu terakhirgejala depresi • 3 bulan yang lalu sikap pasien sangat bersemangat, terus menerus bercerita, terlihat sangat ceria sepanjang hari  gejala manik • Adanya kedua kutub mood (manik dan depresif) yang diselingi kondisi eutimia bipolar, dengan episode kini depresi

Episode Manik (DSM-IV)

Bipolar Tipe I dan II Gangguan bipolar

Bipolar tipe I

1 atau lebih episode manik, dapat disertai gejala psikotik

Bipolar tipe II

Pada pria dan wanita

Episode depresi berulang dan episode hipomanik

Lebih sering pada wanita

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubme

Bipolar tipe I dan II Keterangan: Pada bipolar tipe II, episode peningkatan mood lebih ke arah hipomanik. Pada bipolar tipe I, episode peningkatan mood lebih berlebihan (full-blown manik, bisa disertai dengan gejala psikotik)

http://www.medscape.com/viewart

194 Ny. Antonia, 26 tahun, datang ke dokter keluarga dengan keluhan nyeri pada saat bersenggama. Sudah menikah 6 tahun. Tapi sulit melakukan penetrasi waktu berhubungan dengan suami karena vaginanya menyempit. Riwayat diperkosa usia 11 tahun. Diagnosis pasien ini adalah… A. Vaginismus B. Dispareunia C. Female orgasm disorder D. Female sexual desire disorder E. Female sexual arousal disorder

Vaginismus • Ny. Antonia, 26 tahun mengeluhkan nyeri pada saat bersenggama dispareunia. • Sulit melakukan penetrasi waktu berhubungan dengan suami karena vaginanya menyempit kontraksi otot-otot vaginaVaginismus

Sexual Dysfunction • Sexual desire disorders – Hypoactive Sexual Desire Disorder (HSDD); • Persistently or recurrently deficient (or absent) sexual fantasies and desire for sexual activity – Sexual Aversion Disorder (SAD) • Persistent or recurrent extreme aversion to, and avoidance of, all (or almost all) genital sexual contact with a sexual partner.

• Sexual arousal disorders – Female Sexual Arousal Disorder (FSAD) • Persistent or recurrent inability to attain, or to maintain until completion of the sexual activity, an adequate lubrication- swelling response of sexual excitement. – Male Erectile Disorder • Persistent or recurrent inability to attain, or to maintain until completion of the sexual activity, an adequate erection.

Sexual Dysfunction •

Orgasmic disorders – Female Orgasmic Disorder (Inhibited Female Orgasm) – Male Orgasmic Disorder (Inhibited Male Orgasm): sometimes called inhibited orgasm or retarded ejaculation, a man achieves ejaculation during coitus with great difficulty – Premature Ejaculation



Sexual pain disorders

– Dyspareunia: recurrent or persistent genital pain associated with sexual intercourse. – Vaginismus: involuntary muscle constriction of the outer third of the vagina that interferes with penile insertion and intercourse. •

Sexual dysfunction due to general medical condition



Substance-Induced Sexual Dysfunction – With impaired desire/With impaired arousal/With impaired orgasm/With sexual pain/With onset during intoxication

195 Seorang laki-laki berusia 22 tahun dibawa orangtuanya ke puskesmas karena makannya kurang sejak 1 bulan yang lalu. Keluhan disertai tidak mau mandi dan lebih banyak diam diri di kamar. Saat keluar kamar, pasien meminta semua orang dirumah berkumpul dan mendengarkan firman Tuhan yang didapatkannya dari semedi selama ia berdiam di kamar. Ia menjadi marah-marah ketika ada yang menanyakan penjelasannya yang tidak masuk akal dan berputarputar, ia mengatakan tidak seharusnya manusia biasa tidak menuruti perintah nabi yang penuh kemualiaan seperti dirinya. Apakah gejala yang menonjol dari pasien tersebut? A. Ilusi B. Waham C. Obsesi D. Halusinasi E. Ambivalensi

Waham • Berdasarkan pemaparan kasus tersebut, gejala dominan berupa waham. • Waham  keyakinan yang salah, menetap, dan tidak dapat digoyahkan serta bertentangan dengan realita normal. • Jenis waham: kejar, rujuk, kebesaran, erotomania, nihilistik, somatik. • Halusinasi  persepsi penginderaan tanpa adanya input dari lingkungan, dapat berupa pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecapan, atau taktil. • Obsesi  peristiwa pikiran atau kognitif repetitif, tidak diinginkan, dan intrusif atau mengganggu berbentuk hasrat atau dorongan di mana pasien tidak mampu untuk menghentikannya. • Ambivalensi  perasaan yang bertentangan terhadap sesuatu yang terjadi secara bersamaan. American Psychiatric Association’s Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition (DSM-5)

Related Documents


More Documents from "Annisa Nadia"

Master Data 2019.xlsx
January 2021 11
Waiting - I Ching 5
March 2021 0
January 2021 2
Gentle Giant
March 2021 0
Winter,
March 2021 0