Bells Palsy Tajuddin

  • Uploaded by: Gabriela Intan N
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Bells Palsy Tajuddin as PDF for free.

More details

  • Words: 5,298
  • Pages: 34
Loading documents preview...
LAPORAN KASUS “ PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA GANGGUAN AKTIFITAS FUNGSIONAL AKIBAT BELL’S PALSY BAGIAN DEXTRA DI RSK TAJUDDIN CHALID”

DISUSUN OLEH :

NUR PURNAMASARI YUSUF PO. 714.241.141.029

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR JURUSAN D.IV FISIOTERAPI 2016/2017

KATA PENGANTAR Puji syukur

kehadirat Allah SWT, karena karunia-Nya

sehingga

penyusunan laporan klinik dengan judul “Gangguan aktifitas fungsional akibat bell’s palsy bagian dextra di RSK Tajuddin Chalid”

Ini dapat di selesaikan. Dalam penyusunan laporan ini, saya megucapkan terimakasih banyak kepada pembingbing di bagian Rehab Medik yang telah membimbing saya, sehingga saya mampu menyelesaikannya dengan baik. Laporan kasus ini dimaksudkan untuk memenuhi tugas dalam pre klinik .Laporan ini diperuntukkan bagi diri sendir imaupunu mum yang ingin mempelajarinya. Selain itu juga dapat dijadikan acuan bagi pembingbing dalam menilai kemampuan mahasiswanya. Demikian, semoga bermanfaat.Kritikdan saran yang konstuktif sangat penyusun harapkan untuk kesempurnaan penyusunan laporan kasu sselanjutnya.

Makassar, 29 November 2017

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bell’s Palsy merupakan kelumpuhan saraf fasialis yang bersifat akut, perifer, penyebabnya tidak diketahui (idiopatik) dan umumnya unilateral. Bell’sPalsy merupakan bahan studi yang menarik untuk dibicarakan di samping masih didapatkannya laporan bahwa 10-15% dari penderita Bell’s palsy belum tersembuhkan dengan baik, juga masih terdapat kontroversi yang berkembang tentang definisi, etiologi, evaluasi, dan pengobatannya. Prevalensi Bell’s Palsy di beberapa negara cukup tinggi. Bell’s palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralysis fasial akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Insiden Bell’s palsy di Amerika Serikat setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang. Sedangkan di Inggris terdapat 22,4 penderita per 100.000 penduduk per tahun. Insiden di Belanda (1987) penderita per 5000 orang dewasa dan 1 penderita per 20,000 anak pertahun. Di Indonesia, insiden Bell’s palsy masi sulit ditentukan. Data yang dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bell’s palsy sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21 – 30 tahun. Bell’s palsy dapat terjadi pada pria ataupun wanita pada semua umur, namun lebih sering dijumpai pada kelompok umur 20 sampai dengan 50 tahun. Pada kasus Bell’s Palsy, Fisioterapi memegang peranan penting dalam memberikan tindakan atau intervensi yang tepat. Dalam hal ini fisioterapi berperan dalam mempertahankan tonus otot wajah dan semaksimal mungkin

mengembalikan fungsional wajah yang mengalami kelemahan, karena penelitian membuktikan bahwa dalam 5 hari sampai 2 bulan, 95% kasus Bell’s Palsy dapat disembuhkan. B. RUMUSAN MASALAH Dalam makalah ini menjelaskan tentang : 1. Apa definisi dari Bell’s palsy ? 2. Bagaimana anatomi dan patofisiologi dari Bell’s palsy ? 3. Bagaimana mengetahui pelaksanaan fisioterapi pada Bell’s palsy ? C. TUJUAN PENULISAN 1. Untuk mengetahui apa definisi dari Bell’s palsy 2. Untuk mengetahui bagaimana anatomi dan patofisiologi dari Bell’s palsy 3. Untuk mengetahui bagaimana mengetahui pelaksanaan fisioterapi pada Bell’s palsy 4. MANFAAT PENULISAN Dengan tersusunnya laporan kasus ini penyusun di harapkan mampu

memahami

tentang

bell’s

palsy

dan

penanganan

fisioterapinya.

BAB II ANATOMI FISIOLOGI Daerah wajah umumnya dipersarafi oleh nervus fasialis (Nervus VII) dan nervus trigeminus (Nervus V). Nervus fasialis dan nervus trigeminus termasuk kedalam saraf cranialis, dimana saraf cranialis merupakan sistem saraf tepi yang terdiri dari 12 pasang saraf cranialis. Kedua belas pasang saraf cranialis adalah : 1.

Nervus Olfactorius (Nervus I)

2.

Nervus Opticus (Nervus II)

3.

Nervus Occulomotorius (Nervus III)

4.

Nervus Trochlearis (Nervus IV)

5.

Nervus Trigeminus (Nervus V)

6.

Nervus Abducens (Nervus VI)

7.

Nervus Facialis (Nervus VII)

8.

Nervus Vestibulocochlearis (Nervus VIII)

9.

Nervus Glossopharyngeus (Nervus IX)

10. Nervus Vagus (Nervus X) 11. Nervus Acessorius (Nervus XI) 12. Nervus Hypoglossus (Nervus XII) Dalam Bab ini akan dibahas tentang saraf fasialis dan saraf trigeminus A. Nervus Trigeminus (Nervus V) Nervus trigeminus terdiri dari 2 bagian yaitu bagian sensorik dan bagian motorik. Bagian motorik mempersarafi otot-otot pengunyah yaitu m. masseter, m. temporalis, m. pterigoid medialis, dan m. pterigoid lateralis. M. masseter, m. temporalis, dan m. pterigoid medialis berfungsi untuk menutup mulut sedangkan m. pterigoid lateralis berfungsi untuk menggerakkan rahang bawah ke samping dan membuka mulut. Rahang dapat ditarik ke belakang oleh m. temporalis. Menggerakkan rahang bawah ke depan dapat terjadi oleh kontraksi m. pterigoideus lateralis dan m. pterigoideus medialis. Bagian sensorik dari nervus trigeminus mempersarafi sensibilitas dari muka melalui ketiga cabangnya, yaitu : 1. Cabang (ramus) oftalmik, yang mempersarafi sensibilitas dahi, mata, hidung, kening, selaput otak, sinus paranasal dan sebagian mukosa hidung. 2. Cabang (ramus) maxillaris, yang mempersarafi sensibilitas rahang atas, gigi atas, bibir atas, pipi, palatum durum, sinus maxillaris dan mukosa hidung. 3. Cabang (ramus) mandibularis, yang mempersarafi sensibilitas rahang bawah, gigi bawah, bibir bawah, mukosa pipi, 2/3 bagian depan lidah dan sebagian dari telinga (eksternal), meatus dan selaput otak. B. Nervus Fasialis (Nervus VII) Nervus fasialis (nervus VII) mengandung 4 macam serabut, yaitu :

1. Serabut somato motorik, yang mempersarafi otot-otot wajah (kecuali m. levator palpebrae yang dipersarafi oleh N.III), otot platisma, stylohyoid, digastricus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah. 2. Serabut viscero-motorik (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius superior. Serabut saraf ini mempersarafi glandula dan mukosa pharynx, palatum, rongga hidung, sinus paranasal, dan glandula submaxilaris serta sublingual dan lacrimalis. 3. Serabut visero-sensorik yang menghantar impuls dari alat pengecap di 2/3 bagian depan lidah. 4. Serabut somato-sensorik rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus. Daerah overlapping (dipersarafi oleh lebih dari 1 saraf sehingga tumpang tindih) ini terdapat di lidah, palatum, meatus akustikus eksterna dan bagian luar gendang telinga. Nervus fasialis terutama merupakan saraf motorik yang mempersarafi otot-otot ekspresi wajah. Disamping itu, saraf ini membawa serabut parasimpatis ke kelenjar ludah dan air mata serta ke selaput mukosa rongga mulut dan hidung, dan juga menghantar berbagai jenis sensasi, termasuk sensasi eksteroseptif dari daerah gendang telinga, sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah, dan sensasi viseral umum dari kelenjar ludah, mukosa hidung dan pharinx, serta sensasi proprioseptif dari otot-otot yang dipersarafi. Secara anatomis, bagian motorik saraf ini terpisah dari bagian yang menghantar sensasi dan serabut parasimpatis ; yang terakhir ini sering disebut dengan saraf intermedius atau pars intermedius Wisberg. Ada pakar yang menganggapnya sebagai saraf yang terpisah, namun umumnya saraf intermedius ini dianggap bagian dari saraf fasialis. Sel sensoriknya terletak di ganglion genikulatum, pada lekukan saraf fasialis di canal fasialis. Sensasi pengecapan dari 2

/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual ke korda timpani dan

kemudian ke ganglion genikulatum. Serabut yang menghantar sensasi eksteroseptif mempunyai badan selnya di ganglion genikulatum dan berakhir pada

akar desendens serta inti akar desendens dari saraf trigeminus (N.V). Hubungan sentralnya identik dengan saraf trigeminus. Inti motorik nervus fasialis (nervus VII) terletak di Pons. Serabutnya mengitari inti nervus VI, dan keluar di bagian lateral Pons. Nervus intermedius keluar di permukaan lateral Pons, diantara nervus VII dan nervus VIII. Nervus VII bersama nervus intermedius dan nervus VIII kemudian memasuki meatus akustikus internus. Disini nervus fasialis bersatu dengan nervus intermedius dan menjadi satu berkas saraf yang berjalan dalam kanalis fasialis dan kemudian masuk kedalam os mastoid. Nervus VII keluar dari tulang tengkorak melalui foramen stylomastoideus, dan bercabang untuk mempersarafi otot-otot wajah. Bagian inti motorik yang mempersarafi wajah bagian bawah mendapat persarafan dari korteks motorik kontralateral, sedangkan yang mempersarafi wajah bagian atas mendapat persarafan dari kedua sisi korteks motorik (bilateral). Otot-otot yang dipersarafi oleh nervus VII adalah : 1.

M. Occipitofrontalis, berfungsi untuk mengangkat alis mata dan mengerutkan dahi.

2.

M. Corrugator Supercilii, berfungsi untuk menarik alis mata kearah medial.

3.

M. Orbicularis Oculi, berfungsi untuk menutup mata.

4.

M. Procerus, berfungsi untuk menarik sudut medial alis mata kearah bawah.

5.

M. Nasalis, berfungsi untuk melebarkan lubang hidung.

6.

M. Levator Labii Superior, berfungsi untuk mengangkat bibir atas.

7.

M. Levator Anguli Oris, berfungsi untuk mengangkat sudut mulut.

8.

M. Zygomaticus Major, berfungsi untuk menarik sudut mulut keatas dan belakang sebagaimana tersenyum atau ketawa.

9.

M. Orbicularis Oris, berfungsi untuk menguncupkan mulut ke depan (seperti bersiul).

10. M. Risorius, berfungsi untuk retraksi sudut mulut atau menarik sudut lateral bibir kearah belakang.

11. M. Buccinator, berfungsi untuk menekan kedua pipi atau menarik kedua pipi melawan molar dan menarik sudut mulut kearah belakang, seperti meniup terompet. 12. M. Depressor Labii Inferior, berfungsi untuk depresi sudut mulut atau menarik sudut lateral bibir kearah bawah dan belakang. 13. M. Mentalis, berfungsi untuk menaikkan kulit dagu sementara menguncupkan bibir bawah. 14. M. Depressor Anguli Oris, berfungsi untuk depresi sudut mulut atau menarik sudut bibir kearah bawah. 15. M. Platysma, berfungsi untuk menarik bibir bawah dan sudut mulut kearah lateral dan inferior.(Rosdiana Ramli, 2009).

BAB III PATOLOGI TERAPAN A.

Pengertian Bell’s palsy didefinisikan sebagai gangguan nervus fasialis (N.VII) perifer

akut, yang penyebabnya tidak diketahui dengan pasti atau idiopatik. Bell’s palsy merupakan jenis kelumpuhan saraf fasialis perifer yang paling sering terjadi, tujuh puluh lima persen dari seluruh lesi saraf fasialis termasuk di dalam kelompok ini. (Ika Puji Hastuti, 2008).

Istilah Bell’s Palsy telah digunakan untuk menjelakan paralisis pada wajah dengan onset yang akut dan terjadi secara cepat, dimana etiologinya belum diketahui secara pasti. Bell’s Palsy adalah suatu kelumpuhan yang akut n. fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya. Sir Charles Bell (1821) seorang ahli bedah dari Skotlandia adalah orang yang pertama kali meneliti beberapa penderita dengan wajah asimetrik, sejak itu semua kelumpuhan n. fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya disebut Bell’s Palsy. Pengamatan klinik, pemeriksaan neurologik, laboratorium dan patologi anatomi menunjukkan bahwa Bell’s Palsy bukan penyakit tersendiri tetapi berhubungan erat dengan banyak faktor dan sering merupakan gejalah penyakit lain. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada usia dewasa, jarang pada anak dibawah umur 2 tahun. Biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas yang erat hubungannya dengan cuaca dingin.a B.

Penyebab Para ahli menyebutkan bahwa pada Bell’s palsy terjadi proses inflamasi akut

pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bell’s palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Namun demikian dalam jarak waktu satu minggu atau lebih dapat terjadi paralysis bilateral. Penyakit ini dapat berulang atau kambuh. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada

pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer Klasifikasi fungsional dari saraf cranialis lebih rumit, karena beberapa dari saraf tersebut berhubungan dengan organ sensorik khusus yang sangat tinggi dan melayani fungsi seperti penglihatan, pendengaran, penciuman dan pengecapan. Saraf- saraf kranialis lainnya adalah brankiomerik (V,VI, IX dan XI), dan serat eferennya mempersarafi otot yang berasal dari arkus brankialis. Semua nervi kranialis mempunyai hubungan dengan brain stem kecuali N. Olfactorius dan N. Opticus yang merupakan bagian dari otak. Tempat keluar masuk nervus kranialis pada brain stem adalah sebagai berikut: a. N. Olfactorius (N.I) adalah saraf sensorik sebagai persepsi penciuman. Saraf ini berasal dari epitalium olfactori mukosa nasal mengarah kebulbus olfactori sampai kelobus temporalis. b. N. Opticus (N.II) adalah saraf sensorik untuk persepsi penglihatan. Saraf ini dimulai di retina melalui tractus opticus dan berakhir dilobus occipitalis c. N. Occulomotorius (N.III) adalah saraf motorik otot bola mata dan saraf sensorik proprioseptik bola mata.

d. N. Trochlearis (N.IV) adalah saraf motorik m. Obliquus superior bola mata dan saraf sensorik spindel otot informasi indera m. Obliquus superior e. N. Trigeminus (N.V) adalah saraf sensorik wajah, cavum nasi dan cavum oris f. N. Abducens (N.VI) adalah saraf motorik m. Rectus lateralis bola mata dan sensori proprioseptif m. Rectus lateralis menuju ke pons g. N. Facialis (N.VII) adalah saraf motorik otot-otot ekspresi wajah dan saraf sensorik reseptor pengecap dua pertiga bagian anterior lidah h. N. Vestibulocochlearis (N.VIII) adalah saraf sensorik untuk indera pendengaran dan keseimbangan. i. N. Glossopharyngeus (N.IX) adalah saraf motorik untuk otot wicara dan menelan, saraf sensorik untuk bagian posterior lidah, pharynx dan larynx. j. N. Vagus (N.X) adalah saraf motorik untuk hampir semua organ thorax dan abdomen, saraf sensorik untuk pharynx, larynx, trachea, esophagus, cor dan visera abdominalis. k. N. Accecorius (N.XI) adalah saraf motorik untuk otot volunter pharynx dan larynx, m. Trapesius dan m. Sternocleidomastoideus, saraf sensorik sama dengan innervasi saraf motorik. l. N. Hypoglossus (N.XII) adalah saraf motorik otot lidah dan saraf sensorik untuk spindel otot lidah. (Fakultas kedokteran, 2007). Nervus fasialis (N. VII) mengandung 4 macam serabut, yaitu:

a.

Serabut somatomotorik, yang mempersarafi otot-otot wajah (kecuali m. Levator palpebrae yang dipersarafi oleh N.III), otot platisma, stylohyoid, digastricus bagian posterior dan stapedius ditelinga tengah.

b.

Serabut viscero-motorik (parasimpatis) yang datang dari nukleus salivatorius superior. Serabut saraf ini mempersarafi glandula dan mukosa pharynx, palatum, rongga hidung, sinus paranasal dan glandula submaxilaris serta sublingual dan lacrimalis.

c.

Serabut vicero-sensorik yang menghantar impuls dari alat pengecapan 2/3 bagian depan lidah.

d.

Serabut somato-sensorik rasa nyeri (dan mungkin juga dan rasa raba) dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang dipersarafi oleh nervus trigeminus. Daerah overlapping (dipersarafi oleh lebih dari 1 saraf sehingga tumpang tindih) ini terdapat dilidah, palatum, meatus akustikus eksterna dan bagian luar gendang telinga.

Gambar I. Saraf Facialis dan Vaskularisasi Pada Wajah (Sobotta, 2005). Keterangan : 1. Arteri Fasialis 2. Arteri temporalis superfisial 3. Nervus Fasialis 4. Arteri Infra Orbitalis 5. Vena Fasialis

Nervus fasialis merupakan nervus kranialis yang mengandung serabut motorik, somatosensorik serta serabut nervus intermedius. Nervus ini sering mengalami gangguan karena mempunyai perjalanan yang panjang dan berkelokkelok, berada di dalam saluran tulang yang sempit dan kaku. Saraf fasialis mempunyai 2 subdivisi, yaitu 1. Saraf fasialis propius: yaitu saraf fasialis yang murni untuk mempersarafi otot-otot ekspresi wajah, otot platisma, stilohioid, digastrikus bagian posterior dan stapedius di telinga tengah. 2. Saraf intermediet (pars intermedius wisberg), yaitu subdivisi saraf yang lebih tipis yang membawa saraf aferen otonom, eferen otonom, aferen somatis.

a. Aferen otonom: mengantar impuls dari alat pengecap di dua pertiga depan lidah. Sensasi pengecapan dari 2/3 bagian depan lidah dihantar melalui saraf lingual ke korda timpani dan kemudian ke ganglion genikulatum dan kemudian ke nukleus traktus solitarius. b. Eferen otonom (parasimpatik eferen): datang dari nukleus salivatorius superior. Terletak di kaudal nukleus. Satu kelompok akson dari nukleus ini, berpisah dari saraf fasilalis pada tingkat ganglion genikulatum dan diperjalanannya akan bercabang dua yaitu ke glandulala krimalis dan glandula mukosa nasal. Kelompok akson lain akan berjalan terus ke kaudal dan menyertai korda timpani serta saraf lingualis ke ganglion submandibularis. Dari sana impuls berjalan ke glandula sublingualis dan submandibularis, dimana impuls merangsang salivasi. c. Aferen somatik: rasa nyeri (dan mungkin juga rasa suhu dan rasa raba) dari sebagian daerah kulit dan mukosa yang disarafi oleh saraf trigeminus. Daerah overlapping (disarafi oleh lebih dari satu saraf atau tumpang tindih) ini terdapat di lidah, palatum, meatusakustikus eksterna, dan bagian luar membran timpani.

Inti motorik saraf VII terletak di pons. Serabutnya mengitari saraf VI, dan keluar di bagian lateral pons. Saraf intermedius keluar di permukaan lateral pons di antara saraf VII dan saraf VIII. Ketiga saraf ini bersama-sama memasuki meatus akustikus internus. Di dalam meatusini, saraf fasialis dan intermediet berpisah dari saraf VIII dan terus ke lateral dalam kanalis fasialis, kemudian ke atas ke tingkat ganglion genikulatum. Pada ujung akhir kanalis, saraf fasialis meninggalkan kranium melalui foramen stilomastoideus. Dari titik ini, serat motorik menyebar di atas wajah. Dalam melakukan penyebaran itu, beberapa melubangi glandula parotis. Sewaktu meninggalkan pons, saraf fasialis beserta saraf intermedius dan saraf VIII masuk ke dalam tulang temporal melalui porus akustikus internus. Dalam perjalanan di dalam tulang temporal, saraf VII dibagi dalam 3 segmen, yaitu segmen labirin, segman timpani dan segmen mastoid. Nukleus fasialis juga menerima impuls dari talamus yang mengarahkan yang mengarahkan gerakan ekspresi emosional pada otot-otot wajah. Juga ada hubungan dengan gangglion basalis. Jika bagian ini atau bagian lain dari sistem piramidal menderita penyakit, mungkin terdapat penurunan atau hilangnya ekspresi wajah (hipomimia atau amimi).

Gambar II. Otot – otot wajah Adapun otot-otot wajah yang mempunyai arti klinis penting ialah: a. M. Occipitofrontalis 1) Origo

:

a) Venter frontalis : kulit dahi membentuk anyaman otot bersama dengan M. Procerus, corrugator dan depresor supercilii serta M. Orbicularis oculi b) Venter occipitalis : linea nuchalis suprema 2) Insertio

: Galea aponeurotica

3) Fungsi

: Pergerakan kulit kepala, mengangkat alis mata dan mengerutkan dahi.

b. M. Corrugator Supercilii 1) Origo

: Pars nasalis (os frontale)

2) Insertio

:

Sepertiga

aponeurotika

tengah

kulit

allis

mata,

galea

3) Fungsi

: Menurunkan kulit dahi dan alis mata, menarik alis mata kearah medial.

c. M. Orbicularis Oculi 1) Origo

: a) Pars orbitalis : pars nasalis (os frontale), proc. Frontalis

maxillae, os lacrimale, lig.

Palpebrale medial, saccus lacrimale b) Pars palpebrae : lig. Palpebrale medial, saccus lacrimale c)

Pars lacrimalis : Crista lacrimalis

(os

lacrimale) 2) Insertio

: Mengilili aditus orbitae seperti sfinkter a) Pars orbitalis : lig. Palpebrale lateral, disampingnya merupakan peralihan menjadi simpul otot berbentuk cincin b) Pars palpebralis : ligamentum palpebrae lateral c). Pars lacrimalis

: lubang air mata, tepi

kelopak mata 3) Fungsinya

: Menutup kelopak mata, menekan kantung air mata, pergerakan alis mata

d. M. Procerus 1) Origo

: Os nasale, carilago nasi lateralis

2) Insertio

: Kulit grabella

3) Fungsinya

: Menarik sudut medial alis mata kearah bawah.

e. M. Nasalis 1). Origo

: a) Pars alaris : jugum alveolare gigi seri lateral b) Pars transversa : jugum alveolare gigi seri

2) Insertio

: a) Pars alaris : cuping hidung, tepi lubang hidung b) Pars transversa : cartilago nasi lateralis, lempeng tendo diatas

3) Fungsinya

lubang hidung

: pergerakan cuping hidung dan hidung dan melebarkan lubang hidung

f. M. Levator Labii Superior 1) Origo

: Proc. Frontalis maxilla; berasal dari massa otot M. Orbicularis oculi

2) Insertio

: Cuping hidung dan bibir atas; serabut dalam; lingkar samping dan belakang lubang hidung

3) Fungsinya

: Mengangkat bibir atas.

g. M. Levator Anguli Oris 1) Origo

: fossa canina maxillae

2) Insertio

: Angullus oris

3) Fungsinya

: Mengangkat sudut mulut.

h. M. Zygomaticus Major 1) Origo

: Os zygomaticum dekat sutura zygomaticotemporalis

2) Insertio

: Bibir atas, anguli oris

3) Fungsinya

: Menarik sudut mulut keatas dan belakang sebagaimana tersenyum atau ketawa.

i. M. Orbicularis Oris 1) Origo

: Pars marginalis dan pars labialis: sebelah lateral angulus oris

2) Insertio

: Bagian utama bibir

3) Fungsinya

: Pergerakan bibir, cuping hidung, pipi dan kulit dagu serta menguncupkan mulut ke depan (seperti bersiul).

j. M. Risorius 1) Origo

: fascia parotideomasseterica

2) Insertio

: bibir atas, anguli oris

3) Fungsinya

: retraksi sudut mulut atau menarik sudut lateral bibir kearah belakang.

k. M. Buccinator 1) Origo

: Bagian belakang proc. Alveolaris maxillae,

raphe

pterygomandibularis,

bagian

belakang

proc.

Alveolaris

mandibulae 2) Insertio

: Angulus oris, bibir atas dan bawah; membentuk dasar pipi

3) Fungsinya

: Sangat diperlukan sebagai sinergi untuk meningkatkan tekanan dalam rongga mulut, misalnya pada saat meniup dan mngunyah; menekan kedua pipi atau menarik kedua pipi melawan molar dan menarik sudut mulut kearah belakang, seperti meniup terompet.

l. M. Depressor Labii Inferior 1) Origo

:

Basis

mandibulae

medial

dibawah

foramen mentale 2) Insertio

: Bibir bawah, tonjolan dagu, serabut dalam keselaput lendir

3) Fungsinya

: Depresi sudut mulut atau menarik sudut lateral bibir kearah bawah dan belakang.

m. M. Mentalis 1) Origo

: Jugum alveolare gigi seri lateral bawah

2) Insertio

: Kulit dagu

3) Fungsinya

: Menaikkan kulit dagu sementara menguncupkan bibir bawah.

n. M. Depressor Anguli Oris 1) Origo

: Basis mandibulae dibawah foramen mentale

2) Insertio

: Bibir bawah, pipi disebelah lateral angulus oris, bibir atas

3) Fungsinya : Bepresi sudut mulut atau menarik sudut bibir kearah bawah. o. M. Platysma 1) Origo

: Basis mandibulae, fascia parotidea

2) Insertio

: Kulit dibawah clavicula, fascia petoralis

3) Fungsinya : Peregangan kulit leher, menarik bibir bawah dan sudut mulut kearah lateral dan inferior. (Rosdiana Ramli, 2009). C. Gejala Adapun gejala terjadinya kelumpuhan otot-otot wajah (Bells Palsy) : 1.

Ada kerusakan pada foramen stylomastoideus dibagian distal

2.

Mata dapat dibuka tetapi tidak dapat ditutup sempurna akibat kelumpuhan dari M. Orbicularis Oculi, sehingga dapat timbul conjungtivitas, karena reflex mata hilang, akhirnya mudah kemasukan benda.

3.

Sudut mata pada satu sisi akan drop, sehingga tidak dapat menarik sudut mulutnya pada saat tersenyum.

4.

Makanan terkumpul antara gigi dan pipi saat mengunyah karena paralysis M. Buccinafor, dimana penderita tidak dapat bersiul dan juga berkumur.

5.

Tidak dapat menyebutkan huruf L, M, N.

6.

Tidak dapat mengerutkan dahi secara vertikal.

7.

Lipatan hidung lebih dangkal (pesek sebelah)

8.

Hilangnya perasaan 2/3 bagian anterior dari lidah.

9.

Penderita sensitif terhadap pendengaran

Tanda-tanda Bell’s Palsy adalah terjadi asimetri pada wajah, rasa baal/ kebas diwajah, air mata tidak dapat dikontrol dan sudut mata turun. Selain itu, tanda lainnya adalah kehilangan refleks konjungtiva, sehingga tidak dapat menutup mata, rasa sakit pada telinga terutama dibawah telinga, tidak tahan suara keras pada sisi yang terkena, sudut mulut turun, sulit untuk berbicara, ait menetes saat minum atau setelah membersihkan gigi dan kehilangan rasa dibagian depan lidah. Manifestasi klinik Bell’s Palsy khas dengan memperhatikan riwayat penyakit dan gejala kelumpuhan yang timbul mendadak. Perasaan nyeri, pegal, linu dan rasa tidak enak pada telinga atau sekitamya sering merupakan gejala awal yang segera diikuti oleh gejala kelumpuhan otot wajah berupa : a.

Dahi tidak dapat dikerutkan atau lipat dahi hanya terlihat pada sisi yang sehat.

b.

Kelopak mata tidak dapat menutupi bola mata pada sisi yang lumpuh (lagophthalmus).

c.

Gerakan bola mata pada sisi yang lumpuh lambat, disertai bola mata berputar ke atas bila memejamkan mata, fenomena ini disebut Bell's sign.

d. Sudut mulut tidak dapat diangkat, lipat nasolabialis mendatar pada sisi yang lumpuh dan mencong ke sisi yang sehat. e. Selain gejala-gejala diatas, dapat juga ditemukan gejala lain yang menyertai antara lain gangguan fungsi pengecap, hiperakusis dan gangguan lakrimasi. (Putri Dewita, 2011).

BAB IV PROSES FISIOTERAPI A.

Data Medis Rumah Sakit 1.

B.

Diagnostik Medis

: Bell’s Palsy Dextra

Pemeriksaan Fisioterapi 1.

Anamnesis a.

Anamnesis Umum Nama

:

Yusdayana

Umur

:

30 tahun

Jenis Kelamin

:

Perempuan

Agama

:

islam

Pekerjaan

:

PNS

Anamnesis Khusus Keluhan Utama

: Kelemahan bagian dextra

otot-otot

wajah

Kapan Terjadi

: Kurang lebih 3 bulan yang lalu

Lokasi

: sisi wajah bagian dextra

Sifat Keluhan

: Terlokalisir

Riwayat Perjalanan Penyakit : kurang lebih 3 bulan yang lalu tepatnya sebelum mengalami persalinan ( hamil trimester 3 ) tiba-tiba

pasien

merasakan

mulutnya merot ke arah kiri dan mata

kanan

sulit

tertutup.

Pasien sudah ke dokter tetapi di anjurkan

untuk

melakukan

perawatan setelah persalinan. 2.

Inspeksi a.

Statis  Nampak mulut merot ke sisi kiri dan wajah asimetris  Mata kanan tampak lebih bulat  Pipi kanan agak tampak lemah

b.

Dinamis  Sulit menutup mata sebelah kanan dengan rapat  Sulit mengangkat alis sebelah kanan  Sulit menarik sudut bibir ke daerah yang lemah  Sulit mengkerutkan kening sebelah kanan  Sulit menggembungkan pipi

3.

Pemeriksaan Fungsional a. Tes Orientasi  Tes menutu mata Hasilnya : Mata kanan belum bisa tertutup rapat  Tes menggembungkan pipi

Hasilnya : Belum maximal  Tes mengkerutkan dahi/mengangkat alis Hasilnya

: Belum bisa

 Tes tersenyum Hasilnya

: Belum maksimal

 Tes meniup Hasilnya

: Belum maksimal (sudut bibir kanan masih lemah)

b. Palpasi Hasilnya

: -

Di bagian dahi tampak kurang kerutannya

-

atropi otot pada bagian pipi

-

dirakana

kelemahan

otot

sisi

kanan c. Pemeriksaan Fungsi Dasar Gerakan Aktif a) Pasien diminta mengangkat kedua alisnya Hasil

: Pasien tidak mampu melakukan pada wajah sebelah kanan

Interpretasi : Kelemahan M. Frontalis b) Pasien diminta untuk mengerutkan batang hidungnya Hasil

: Pasien tidak mampu melakukan pada wajah sebelah kanan

Interpretasi : Kelemahan M. Proserus c) Pasien disuruh menarik bibir atas ke atas (tersenyum) Hasilnya

: Pasien kurang tidak mampu tersenyum

Interpretasi : Kelemahan otot M. Levator labii superior kanan. d) Pasien diminta mengangkat sudut mulut

Hasilnya

: Pasien kurang mampu mengangkat sudut

mulut Sebelah kanan Interpretasi : Kelemahan M. Levator anguli kanan. e) Pasien diminta mengerutkan alis dan dahi Hasil

: Pasien tidak mampu melakukan pada alis sebelah kanan.

Interpretasi : Kelemahan M. Corugator Supercili f) Pasien diminta untuk menutup mata Hasil

: Mata pasien sebelah kanan tidak dapat tertutup rapat

Interpretasi : Kelemahan M. Orbicularis Oculi g) Pasien diminta menekan ke bawah sudut mulut kiri Hasil

: Pasien kurang mampu melakukannya

Interpretasi : Kelemahan M. Depresor labii inferior h) Pasien diminta menarik sudut mulut Hasil

: Pasien tidak mampu melakukannya

Interpretasi : Kelemahan M. Risorius i) Pasien diminta untuk tersenyum Hasil

: Kurang mampu tersenyum dengan baik

Interpretasi : Kelemahan otot M. Zygomaticum Major kanan

d. Pemeriksaan Kognitif, Intrapersonal dan Interpersonal a). Kognitif

: Pasien mampu mengetahui orientasi waktu

dan tempat, bahasa dalam keadaan baik dan pasien mampu melakukan semua instruksi FT’s. b). Intrapersonal baik

: Pasien dapat diajak berkomunikasi dengan

c). Interpersonal

: Pasien memiliki semangat dan motivasi untuk

sembuh e. Pemeriksaan Spesifik 1. MMT (Manual Muscle Testing) Tujuan : Untuk mengetahui nilai otot wajah - Nilai 0 apabila tidak ada kontraksi intramuskular - Nilai 1 apabila hanya terjadi kontraksi intramuskular - Nilai 3 apabila terjadi kontraksi dan ekspresi yang dilakukan dengan kepayahan dan tak sempurna - Nilai 5 apabila pasien mampu berekspresi tanpa susah payah dan sempurna. a). Pasien disuruh mengangkat alis Tujuan

: MMT pada M. Frontalis kanan

Nilai otot

:0

b). Pasien disuruh mengkerutkan kening Tujuan

: MMT pada M. Corugator Supercili kanan

Nilai Otot

:0

c). Pasien disuruh menutup mata dengan rapat Tujuan

: MMT pada M. Orbicularis Oculi kanan

Nilai Otot

:3

e). Pasien diminta untuk mengerutkan hidungnya Tujuan

: MMT pada M. Procerus

Nilai Otot : 0 f). Pasien disuruh menarik bibir atas ke atas Tujuan

: MMT pada M. Levator labii superior kanan

Nilai Otot

:1

g). Pasien diminta mengangkat sudut mulut Tujuan

: MMT pada M. Levator anguli kanan

Nilai Otot

:1

h). Pasien diminta menarik sudut mulut kesamping kanan Tujuan

: MMT pada M. Risorrius.

Nilai Otot

:1

i). Pasien diminta menekan ke bawah sudut mulut kiri Tujuan

: MMT pada M. Depresor labii inferior

Nilai Otot

:1

j). Pasien diminta untuk tersenyum Tujuan

: MMT pada M. Zygomaticum Major kiri

Nilai Otot

:1

l). Pasien diminta untuk bersiul Tujuan

: MMT pada M. Orbicularis Oris kiri

Nilai Otot

:3

m). Pasien diminta untuk mengkerutkan dagunya Tujuan

: MMT pada M. Mentalis

Nilai Otot

:3

2. Tes Pengukuran Jarak menutup mata Hasil :

di

dapatkan

setelah

menginstruksikan pasien untuk menutup mata dan fisioterapis menarik sudut mata pasien supaya di dapatkan hasil yang jelas. Lalu di lakukan pengukuran dan hasilnya jarak kelopak mata dengan bagian mata bawah 5mm, 1 minggu yang lalu pasien juga di ukur dengan hasil 8mm 3. Tes ADL Hasil

:

o Pasien kesulitan menutup mata saat tidur o Pasien jika berbicara kadang tidak jelas o Sulit tersenyum

4. Tes Mottorik a). Pasien diminta meniup Hasil : Pasien belum mampu melakukan dengan sempurna b). Pasien diminta untuk mengangkat alisnya Hasil : Belum mampu c). Pasien diminta untuk menggembungkan pipinya dengan bibir di tutup rapat Hasil : Pasien belum mampu melakukan dengan maksimal, masih ada angin yang keluar di mukut sisi kanan. C.

Diagnosa Gangguan aktifitas fungsional akibat Bell’s Palsy bagian dextra.

D.

Problematik Fisioterapi 1. Kelemahan otot wajah sebelah dextra 2. Atropi otot wajah sebelah dextra 3. Gangguan ekspresi dan kosmetik wajah

E.

Perencanaan Fisioterapi 1.

2.

Tujuan Jangka Pendek -

Meningkatkan kekuatan otot wajah bagian dextra

-

Mengembalikan ekspresi wajah

Tujuan Jangka Panjang Mengembalikan kapsitas fisik dan kemampuan fungsional pasien

F.

Pelaksanaan Fisioterapi 1.

SWD Tujuan

: Sebagai preliminary exercise, melancarkan sirkulasi darah.

Dosis

: F = 3x seminggu I =

watt

T = Pasien side lying dan posisi condensator coplanar pada bagian belakang leher dan sisi yang satu di bagain wajah dextra

T = 10 menit 2.

INFRA RED Tujuan

: Sebagai preliminary exercise, melancarkan sirkulasi darah.

Dosis

: F = 3X seminggu I = submitis T = Pasien tidur terlentang, lalu disinari pada sisi wajah yang lemah dengan jarak 40-60 cm. T = 10 menit

3.

TENS Tujuan

: Untuk menstimulasi otot bekerja

Dosis

: F = 3x seminggu I = 3-15 T =

Pelaksanaan

:

pasien

tidur

terlentang,

menggunakan 1 pad dan 1 pen. Satu dibelakang leher dan satu pen digunakan pada 12 titik wajah. T = masing masing titik otot 2 menit 4.

Massage Tujuan

: Merileksasikan otot wajah, menghilangkan

spasme serta Merangsang elastisitas jaringan lunak Pelaksanaan

: dengan ujung jari-jari pada wajah. Friction dan efflurage pada motor point otot wajah

Dosis

: F = 3 x seminggu I = 5x pengulangan T = friction dan efflurage

T = 7 menit 5.

PNF Tujuan

: Memfasilitasi respon muskuler otot wajah, meningkatkan Kekuatan otot wajah

Dosis

: F = 3 x seminggu I = 6 – 8x detik/otot T = PNF Wajah T = 5 menit

Teknik

: Pasien tidur terlentang di atas bed, FT’s berada diatas kepala Pasien kemudian melakukan terapi dengan berbagai teknik PNF pada otot-otot wajah sebagai berikut :

a). M. Frontalis Fisioterapi memegang dahi pasien dengan ujung jari, gunakan tahanan pada dahi, dorong ke arah caudal dan medial. Pasien diminta melawan gerakan tersebut dengan meminta mengangkat dahinya. b). M. Corugator Supercili Ujung jari FT’s diletakkan pada kedua sisi dahi pasien, berikan tahanan dibawah alis mata secara diagonal ke arah cranial dan lateral. Selanjutnya pasien diminta untuk mengkerutkan kening secara vertikal melawan

gerakan yang diberikan FT’s

c). M. Orbicularis Oculi Gunakan latihan yang terpisah untuk bagian upper dan lower kelopakmata. Pada saat FT’s menarik keatas, pasien diminta menutup mata. Sedang untuk lower kelopak mata, ibu jari diletakkan pada kedua mata bagian bawah sambil menarik ke bawah, pasien diminta menutup mata. d). M. Procerrus

Ujung jari-jari FT’s diletakkan pada kedua sisi hidung pada saat FT’s menarik kearah lateral, pasien diminta melawan gerakan tersebut dengan mengkerutkan bagian atas hidungnya. e). M. Risorrius dan M. Zygomaticum Major Ujung jari-jari diletakkan pada kedua sudut mulut pasien, gunakan tahanan pada sudut mulut kearah caudal dan medial. Pada saat itu pasien diminta menarik sudut mulutnya ke atas. f). M. Orbicularis Oris Ujung jari-jari FT’s diletakkan pada sudut mulut pasien sambil menarik ke samping. Pada saat itu pula pasien diminta untuk menarik sudut mulutnya kedepan sambil mencucukan bibirnya. g). M. Levator Labii Superior Ujung jari-jari Ft’s diletakkan pada sudut mulut pasien kemudian mencucukan mulut pasien dan pada saat itu pasien diminta menarik sudut mulutnya ke samping sambil memperlihatkan giginya h). M. Depressor Labii Inferior Ujung jari-jari Ft’s diletakkan pada bagian medial bibir bawah, gunakan tahanan kearah atas dan medial pada bibir bawah. Pada saat itu pasiendiminta menggerakkan keatas sambil menjulurkan bibir kebawah. i). M. Mentalis Ujung jari-jari FT’s diletakkan pada dagu pasien, berikan tahanan kearah bawah dan luar pada daerah dagu kemudian pasien diminta menggerakkan ke atas sambil menjulurkan bibirnya kebawah. j). M. Bucinator Gunakan tahanan pada permukaan bagian dalam pipi dengan menggunakan stik, tahanan dapat dilakukan secara diogonal

keatas

atau

diagonal

ke

bawah

sambil

meminta

pasien

menggembungkan pipinya 6.

Latihan ADL Tujuan

: Mempercepat proses penyembuhan dengan

memberikan Gerakan aktifitas fungsional pada otot wajah Dosis

: F = 1-3x sehari I

= 6-8x detik/otot

T = self exercise T = 5-10 menit Teknik

: Memberikan Home Program atau edukasi berupa :

 Melakukan gerakan-gerakan fungsional seperti mengangkat alis, mengkerutkan dahi, membuka mata, mutup mata, meniup, menggembungkan pipi, dan gerakan lainnya pada wajah  Gerakan ADL dan ekspresi wajah tersebut diatas dapat dilakukan didepan cermin (mirror exercise).  Di ajarkan pasien untuk menyebutkan huruf Vokal ( A, I, U, E, O ) dengan full ekspresi. G.

Home Program b. pasien dinajurkan untuk menghindari cuaca dingin c.

Pasien diminta untuk melakukan mirror exercise

c. Pasien dianjurkan untuk melakukan latihan home program yang telah di ajarkan sebelumnya H.

Evaluasi Sesaat

: Pasien merasa otot-otot wajahnya lebih rileks

Berkala : Setelah beberapa kali terapi pasien merasa sudah tampak ada perubahan dari wajah pasien yang sudah tidak terlalu merot ke kiri dan dari

pengukuran mata ada perubahan 3 mm pada saat menutup mata pada saat pasien awal terapi.

DAFTAR PUSTAKA

Hariandja, Andy MA, dkk.2014.Elektrofisika dan sumber fisis. Makassar : Poltekkes kemenkes Makassar Nancy, Berryman Reese 1999. Muscle and Sensory Testing. USA : W.B. Saunders Company

Related Documents

Bells Palsy Tajuddin
January 2021 1
Bells Palsy
January 2021 1
Bells Palsy
March 2021 0
Ppt Bells Palsy
February 2021 0

More Documents from "FinaNurInsiyah"