Loading documents preview...
LAPORAN PENDAHULUAN PNEUMONIA
Disusun Oleh : MAHASARI PAMUNGKAS PUTRI P27220015 155
D-IV KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA 2018
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Teori 1.
Definisi Menurut Arif Mansjoer (2001), Pneumonia adalah infeksi saluran
pernafasan akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Menurut anatomis, pneumonia pada anak dibedakan menjadi pneumonia lobaris, pneumonia interstiasialis dan bronkopneumonia. Sedangkan menurut Jeremy (2007), Pneumonia adalah proses inflamatori parenkim paru yang umumnya disebabkan oleh agen infeksius. Pneumonia adalah penyakit infeksius yang sering mengakibatkan kematian. Pneumonia disebabkan terapi radiasi, bahan kimia dan aspirasi. Pneumonia radiasi dapat menyartai terapi radiasi untuk kanker payudara dan paru, biasanya enam minggu atau lebih setelah pengobatan selesai. Pneoumalitiis kimiawi atau pneumonia terjadi setelah menjadi kerosin atau inhalasi gas yang mengiritasi. Jika suatu bagian substasial dari suatu lobus atau yang terkenal dengan penyakit ini disebut pneumonia lobaris Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pneumonia adalah infeksi saluran pernafasan bagian bawah yang berasal dari suatu infeksi. 2.
Etiologi Pneumonia yang ada di kalangan masyarakat umumnya disebabkan
oleh bakteri, virus, mikoplasma (bentuk peralihan antara bakteri dan virus) dan protozoa. a. Bakteri Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan
menyebabkan kerusakan. Balita yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah dan denyut jantungnya meningkat cepat (Misnadiarly, 2008). b. Virus Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Virus yang tersering menyebabkan pneumonia adalah Respiratory Syncial Virus (RSV). Meskipun virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas, pada balita gangguan ini bisa memicu pneumonia. Tetapi pada umumnya sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influenza, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian (Misnadiarly, 2008). c. Mikoplasma Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia, tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati (Misnadiarly, 2008). d. Protozoa Pneumonia yang disebabkan oleh protozoa sering disebut pneumonia pneumosistis. Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP). Pneumonia pneumosistis sering ditemukan pada bayi yang prematur. Perjalanan penyakitnya dapat lambat dalam beberapa minggu sampai beberapa bulan, tetapi juga dapat cepat dalam hitungan hari. Diagnosis pasti ditegakkan jika ditemukan P. Carinii pada jaringan paru atau spesimen yang berasal dari paru (Djojodibroto, 2009).
3.
Klasifikasi
Beberapa
sumber
membuat
klasifikasi
pneumonia
berbeda-beda
tergantung sudut pandang. Klasifikasi pneumonia tersebut dibuat berdasarkan anatomi, etiologi, usia, klinis dan epidemiologi. Menurut Hockenberry (2009) pneumonia dikelompokan menjadi : a.
Pneumonia lobaris
Peradangan pada semua atau sebagian besar segmen paru dari satu atau lebih lobus paru, kemungkinan disebabkan oleh adanya obstruksi bronkus. misalnya pada aspirasi benda asing atau adanya proses keganasan. Jenis pneumonia ini jarang terjadi pada bayi dan orang tua dan sering pada pneumonia bakterial. b.
Bronkopneumonia
Sumbatan yang dimulai dari cabang akhir bronkiolus oleh eksudat mukopurulen dan berkonsolidasi di lobulus disebut juga pneumonia lobular. pneumonia yang ditandai dengan adanya bercak bercak infiltrat pada lapang paru. Pneumonia jenis ini sering terjadi pada bayi dan orang tua, disebabkan oleh bakteri maupun virus dan jarang dihubungkan dengan obstruksi bronkus. c.
Pneumonia Interstitial
Proses peradangan pada dinding alveolus (interstitial) dan peri bronkial serta jaringan interlobularis. kondisi pernapasan langka yang ditandai dengan pembentukan membran hialin di paru-paru.
4.
5.
Pathway Bakteri, virus, jamur, parasite, bahan kimia
Infeksi parenkim paru Koloni organisme patogen PNEUMONIA Produk toksik
Antigen
Cedera jaringan
Antigen patogen berikatan dengan antibodi
Kerusakan sel
Pengaktifan kaskade komplemen
Menghasilkan produk protein
Pelepasan mediator nyeri
Kemotaksis netrofil dan makrofag
Merobek antigen Pelepasan pirogen endogen (sitokin)
Aktifasi sel masit dan basofil
Merangsang medulla spinalis (reseptor nyeri)
Vasodilator kapiler Aktifasi proses fagositosis
Presepsi nyeri Permeabilitas kapiler meningkat
Penumpukan fibrin, eksudat, eritrosit, leukosit
Merangsang hipotalamus Meningkatkan titik patokan suhu Menggigil, meningkatkan suhu basal
Sekret menumpuk pada bronkus Batuk, sesak nafas, dyspneu
Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
Nyeri akut Perpindahan eksudat ke intersisial Oedema kapiler alveoli
Gangguan Pertukaran Gas
Hipoksia jaringan
Pola Nafas Tidak Efektif
Hipertermi Intoleransi Aktivitas Metabolisme meningkat
Energi meningkat
Keletihan
Sumber : NANDA, 2015
6.
Manifestasi Klinis Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran
napas atas akut selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental, terkadang dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008). Menurut Misnadiarly (2008), tanda-tanda penyakit pneumonia antara lain : a.
Batuk berdahak
b.
Ingus (nasal discharge)
c.
Suara napas lemah
d.
Penggunaan otot bantu napas
e.
Demam
f.
Cyanosis (kebiru-biruan)
g.
Thorax photo menujukkan infiltrasi melebar
h.
Sakit kepala
i.
Kekakuan dan nyeri otot
j.
Sesak napas
k.
Menggigil
l.
Berkeringat
m. Lelah
n.
Terkadang kulit menjadi lembab
o.
Mual dan muntah
7.
Pemeriksaan Penunjang
Menurut Sudoyo, 2006 dalam buku ajar Ilmu Penyakit dalam menjelaskan pemeriksaan penunjang yang diperlukan di antaranya adalah : a.
Pemeriksaan radiologis
Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan air broncogram, penyebab bronkogenik
dan
interstisial serta gambaran kaviti. Gambaran adanya infiltrat dari foto xray merupakan
standar
yang memastikan diagnosis. Foto toraks saja
tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk kearah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus. b.
Pemeriksaan laboratorium
Leukosit umumnya menandai adanya infeksi bakteri, leukosit normal/rendah dapat disebabakan oleh infeksi virus/mikroplasma atau pada infeksi yang berat sehingga tidak terjadi respon leukosit, atau lemah.
Leukopenia
menunjukkan
depresi
imunitas,
misalnya
neutropenia pada infeksikuman gram negative atau S. aureus p ada pasien dengan keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin terganggu. c.
Pemeriksaan bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis,bronkoskopi, atau biosi. Untuk tujuan terapi empiris dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test dan Z. Nielsen. Kuman yang predominan pada sputum yang disertai PMN yang kemungkinan merupakan prnybab infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama pra terapi dan bermanfaat untuk evaluasi terapi selanjutnya d.
Pemeriksaan khusus
Titer antibody terhadap virus,legionella dan mikroplasma. Nilai diagnostic bila titer tinggi atau ada kenaikan titer 4 ksli. Snalisis gas darah dilakukan untukmenilai tingkat hipoksia dan kebutuhan oksigen 8.
Penatalaksanaan
Menurut Jeremy, 2007 penatalaksanaan pada pasien pneumonia adalah a.
Terapi antibiotic
Merupakan terapi utama pada pasien pneumonia dengan manifestasi apapun, yang dimaksudkan sebagai terapi kausal terhadap kuman penyebabnya. b.
Terapi suportif umum 1)
Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi
95-96 % berdasar pemeriksaan AGD 2)
Humidifikasi dengan nebulizer untuk mengencerkan dahak
yang kental 3)
Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya
anjuran untuk batuk dan napas dalam 4)
Pengaturan cairan: pada pasien pneumonia, paru menjadi
lebih sensitif terhadap pembebanan cairan terutama pada pneumonia bilateral
5)
Pemberian kortikosteroid, diberikan pada fase sepsis
6)
Ventilasi mekanis : indikasi intubasi dan pemasangan
ventilator dilakukan bila terjadi hipoksemia persisten, gagal napas yang disertai peningkatan respiratoy distress dan respiratory arrest 7)
Drainase empiema bila ada
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian Menurut Musliha (2010), pengkajian merupakan pendekatan sistematik
untuk
mengidentifikasi
masalah
keperawatan.
Proses
pengkajian dibagi dalam dua bagian yakni : a. Pengkajian Primer Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah aktual/potensial dari kondisi life threatening (berdampak terhadap kemampuan pasien untuk mempertahankan hidup).Pengkajian tetap berpedoman pada inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi jika hal tersebut memungkinkan. Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan: 1) Airway (Jalan Napas) Pada saat dilakukan pengkajian batuk pada klien dengan pneumonia, biasanya didapatkan batuk produktif disertai dengan adanya peningkatan produksi secret dan sekresi sputum yang purulen 2) Breathing (Pernapasan) Pemeriksaan fisik pada klien dengan pneumonia merupakan pemeriksaan focus, berurutan pemeriksaan ini erdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. 1)
Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Gerakan pernapasan simestris. Pada klien dengan pneumonia sering ditemukan peningkatan frekuensi napas cepat dan dangkal, serta adanya retraksi sternum dan intercostals space (ICS). Napas cuping hidung pada sesak berat terutama dialami oleh anak-anak. 2)
Palpasi
Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernapasan. Pada palapasi klien dengan pneumonia, gerakan dada saat bernpas biasanya normal dan seimbanf antara bagian kanan dan kiri.
Getaran suara (fermitus vocal). Taktil fremituspada klien dengan pneumonia biasanya normal. 3)
Perkusi
Klien dengan pneumonia tanpa disertai komplikasi, biasanyan didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Bunyi redup perkusi pada klien dengan pneumonia didapatkan bila bronchopneumonia menjadi suatu sarang (klunfuens). 4)
Auskultasi
Pada klien dengan pneumonia, didapatkan bunyi napas melemah dan bunyi napas tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit. Ronki basah dan gesekan pleura dapat terdengar di atas jaringan yang terserang karena eksudat dan fibrin dalam alveolus. Penting bagi perawat pemeriksa untuk mendokumentasikan hasil auskultasi di daerah mana didapatkan adanya ronchi. 3)
Circulation (Sirkulasi)
Pada pasien pneumonia didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, denyut nadi perifer melemah, tekanan darah biasanya normal, bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan, akral pasien teraba hanngat karna akan adanya peningkatan suhu tubuh, adanya diaphoresis dan pasien pada pasien juga bisa terjadi sianosis 4) Disability (Status Kesadaran) Pada pasien pneumonia akan terjadi intoleransi aktivitas karna adanya gangguan pernapasan sehingga gerak ektermitas melemah (kelemahan atau kelelahan fisik). Klien dengan pneumonia yang berat sering terjadi penurunan kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian objektif, wajah klien tampak meringis, menangis, merintih, meregang, dan
meningkat. Pengukuran Glasgow Coma Scale (GCS) harus sesuai dengan kondisi dan kesadaran pasien 5) Expossure Mengkaji tentang kecurigaan cidera pada daerah dada, luka , tanda tanda peradangan. b. Pengkajian Sekunder Setelah dilakukan pengkajian primer, dilanjutkan pengkajian sekunder yang meliputi: pengkajian SAMPLE yang merupakan pengkajian mengenai riwayat singkat pasien dirawat di rumah sakit. Pengkajian ini dapat dilanjutkan ketika pasien sudah dalam keadaan stabil.Jika pasien mengalami kegawatan maka pengkajian kembali pada pengkajian primer lagi. Pengkajian SAMPLE meliputi: 1)
S (sign and symptoms): tanda dan gejala utama yang
dirasakan pasien saat itu. Data ini biasa data subjektif maupun data objektif. Pada klien dengan pneumonia tanda dan gejala yang sering muncul ialah terjadi batuk disertai secret, demam, suara napas lemah, dan sesak napas 2) A (allergies): ada tidaknya alergi yang dimiliki oleh klien. 3) M (medication): terapi yang sudah diberikan kepada pasien dan apakah terapi tersebut mengurangi permasalahan klien atau tidak 4)
P (pertinent/past medical history): riwayat medis sebelum
klien dirawat saat ini, 5) L (last meal): terakhir kali pasien makan dan minum dan jenis atau detail dari makanan atau minuman yang baru saja dimakan. 6) E
(event
surrounding
thisincident):
hal
yang
memungkinkan atau peristiwa yang mengawali terjadinya serangan atau penyakit saat ini. Disamping pengkajian di atas, pengkajian sekunder yang lain ialah : 1) Sistem pernafasan Kaji ulang pernapasan pasien dari inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi (seperti pada pengkajian Breathing) adakah perubahan atau tidak. 2) Sistem kardiovaskuler
Pada klien denga pneumonia pengkajian yang didapat meliputi Inspeksi : didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum Palpasi : denyut nadi perifer melemah Perkusi : batas jantung tidak mengalami pergeseran Auskultasi: tekanan darah biasanya normal, bunyi jantung tambahan biasanya tidak didapatkan. 3) Sistem persyarafan Klien dengan pneumonia sering terjadi penurunan kesadaran, didapatkan sianosis perifer apabila gangguan perfusi jaringan berat . Pada pengkajian objektif wajah klien tampak meringis ,menangis, merintih ,dan menggeliat. 4) Sistem perkemihan Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh karena itu perawat perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok. 5) Sistem pencernaan Klien biasanya mengalami mual,muntah ,penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan. 6) Sistem muskuloskeletal Kelemahan dan kelelahan fisik secara umum sering menyebabkan ketergantungan klien terhadap bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas sehari hari. Kaji terus setiap perubahan dan perkembangan pada pasien. c. Pemeriksaan diagnostik 1)
Foto rontgen dada (chest x-ray): teridentifikasi penyebaran,
misalnya lobus, bronkial; dapat juga menunjukan multipel abses atau infiltrat,empiema ( staphylococcus ); penyebaran atau lokasi infiltrasi ( bakterial ) ; atau penyebaran ekstensif nodul infiltrat ( sering kali viral ) ; pada pneumonia mycoplasma, gambaran chest x- ray mungkin bersih. 2)
ABGs / pulse oximetry: abnormalitas mungkin timbul
bergantung pada luasnya perusakan paru . 3)
Kultur sputum dan darah atau gram stain: di dapatkan
dengan
needle
boipsy,
transtracheal
aspiration,
fiberopticf
bronchoscopy atau biopsi paru terbuka untuk mengeluarkan organisme penyebab. Akan di dapatkan lebih dari satu jenis kuman, seperti
diplococcus
pneumoniae,
staphylococcus
aureus,
A
hemolitik steapthococcus dan haemophilus influenzae. 4)
Hitung darah lengkap/ complete blood count ( CBC ):
leukositosis biasanya timbul, meskipun nialai SDP rendah pada infeksi virus. 5)
Tes serologik: membantu membedakan diagnosis pada
organisme secara spesifik. 6)
Laju endap darah ( LED ): meningkat.
7)
Pemeriksaan fungsi paru: volume mungkin menurun
( kongesti dan kolaps alveolar ), tekanan saluran udara meningkat, compliance menurun, dan akhirnya dapat terjadi hipoksemia. 8)
2.
Elektrolit: sodium dan klorida mungkin rendah.
Diagnosa Keperawatan Perawat dalam menegakkan suatu diagnosa keperawatan harus
akurat. Diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan Pneumonia terkait dengan kebutuhan oksigenasi menurut Amin (2015) dan SDKI (2017) antara lain : a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi dan obstruksi jalan nafas. Batasan karakteristik : 1) Dyspneu 2) Orthopneu 3) Sianosis 4) Rales 5) Kesulitan berbicara 6) Batuk tidak efektif 7) Produksi sputum meningkat 8) Gelisah
9) Perubahan frekuensi dan irama nafas b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas Batasan karakteristik : 1) Dyspneu 2) Penggunaan otot bantu pernafasan 3) Fase ekspirasi memanjang 4) Pola nafas abnormal 5) Pernafasan cuping hidung 6) Kapasitas vital menurun 7) Tekanan ekspirasi-inspirasi menurun 8) Orthopneu c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan jaringan efektif paru dan kerusakan membrane alveolar-kapiler. Batasan karakteristik : 1) Dyspneu 2) Takikardi 3) Bunyi nafas tambahan 4) Sianosis 5) Diaforesis 6) Gelisah 7) Pernafasan cuping hidung 8) Pola nafas abnormal 9) Warna kulit pucat/kebiruan 10) Kesadaran menurun 11) PO2 menurun d. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru Batasan karakteristik : 1) Menyatakan nyeri 2) Perubahan tekanan darah 3) Perubahan frekuensi napas 4) Sikap melindungi area nyeri 5) Diaforesis 6) Mengekspresikan perilaku (mis :meringis,
gelisah,
menangis) e. Hipertermi
yang
berhubungan
dengan
peningkatan
metabolisme umum sekunder dari reaksi sistemis bakteria/virema Batasan karakteristik : 1)
Photo rontgen thoraks adanya pleuritis
2)
Suhu di atas 37.5oC
3)
Diaforesis intermiten
4)
Leukosit di atas 10.000/mm3
laju
5)
Kultur sputum positif
f. Intoleransi
aktivitas
yang
berhubungan
dengan
kerusakan
pertukaran gas sekunder terhadap pneumonia Batasan karakteristik : 1)
Menyatakan sesak napas dan lelah saat aktivitas minimal
2)
Diaphoresis
3)
Takipnea
4)
Takikardi
3. Intervensi Keperawatan Menurut Amin,2015 dan Mutaqqin 2014 intervensi yang dapat di tegakkan di antaranya a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi dan obstruksi jalan nafas. Tujuan : Mempertahankan jalan nafas agar efektif. Kriteria hasil : 1) Irama nafas dan frekuensi pernafasan dalam rentang normal 2) Tidak ada suara nafas abnormal 3) Mampu mengeluarkan sekret 4) Tidak ada dyspneu Rencana Tindakan : 1)
Kaji fungsi pernafasan : bunyi nafas, kecepatan, irama,
kedalaman dan penggunaan otot aksesori. Rasional : Penurunan bunyi nafas indikasi atelectasis, ronki indikasi akumulasi sekret atau ketidakmampuan membersihkan jalan nafas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernafasan meningkat. 2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan sekret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptysis. Rasional : Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronkial yang memerlukan evaluasi / intervensi lanjut. 3) Berikan pasien posisi semi atau fowler Rasional : Meningkatkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
4) Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan nafas dalam Rasional : Ventilasi maksimal membuka area atelectasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan. 5) Lakukan fisioterapi dada (postural drainage, clapping, perkusi dan vibrasi) Rasional : Meminimalkan dan mencegah sumbatan/obstrusi saluran pernafasan. 6) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu. Rasional : Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret. 7) Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi. Rasional : Membantu mengencerkan sekret sehingga mudah dikeluarkan. 8) Bantu intubasi darurat bila perlu. Rasional : Diperlukan pada kasus jarang bronkogenik, dengan edema laring atau perdarahan paru akut. 9) Berikan obat : agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi. Rasional : Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hiposekmia pada kavitas yang luas. b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas Tujuan : Mempertahankan pola pernafasan agar kembali efektif. Kriteria hasil : 1) Tidak ada dyspnea 2) Tidak ada penafasan cuping hidung 3) Pola nafas normal 4) Tidak sesak nafas Rencana Tindakan : 1)
Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.
Catat
upaya
pernafasan
termasuk
penggunaan
otot
bantu
pernafasan / pelebaran nasal. Rasional : Kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelectasis dan atau nyeri dada. 2) Auskultasi bunyi nafas
Rasional : Ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas/kegagalan pernafasan. 3) Tinggikan kepala dan atau bantu mengubah posisi fowler atau semi fowler. Rasional : Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan 4) Kaji/awasi secara rutin kulit, kuku dan warna dan perubahan yang terjadi pada membran mukosa bibir. Rasional : Hipoksia akan dimanifestasikan dengan perubahan membran mukosa bibir menjadi pucat/sianosis, kuku pucat dengan CRT >3 detik 5) Observasi pola batuk dan karakter sekret Rasional : Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi 6) Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk Rasional : Dapat meningkatkan / banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidaknyaman upaya bernafas 7) Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika diharuskan Rasional : Menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan 8) Kolaborasi (berikan oksigen tambahan, berikan humidifikasi tambahan misalnya nebulizer) Rasional : Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengeceran sekret. c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan jaringan efektif paru dan kerusakan membran alveolar-kapiler. Tujuan : Mempertahankan pertukaran gas Kriteria hasil : 1) Tidak mengalami dyspnea dan sianosis 2) Tidak ada bunyi nafas tambahan 3) Tidak ada takikardi Rencana Tindakan : 1) Kaji dyspnea, takipnea, bunyi pernafasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan. Rasional : Pada beberapa penyakit slauran pernafasan dapat menyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-paru yang berasal
dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress. 2) Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku Rasional : Akumulasi sekret dapat mengganggu oksigenasi di organ vital dan jaringan. 3) Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan Rasional : Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi. 4) Monitor GDA Rasional : Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaCO2 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih adekuat atau perubahan terapi. 5) Tinggikan kepala tempat tidur dan bantu untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas (missal fowler atau semi fowler) Rasional : Suplai oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, tindakan ini juga bisa meningkatkan ekspansi paru secara maksimal. 6) Dorong untuk pengeluaran sputum/penghisapan bila ada indikasi Rasional : Sputum mengganggu proses pertukaran gas serta penghisapan dilakukan bila batuk tidak efektif. 7) Awasi dan pantau tingkat keasadaran / status mental Rasional : Penurunan kesadaran merupakan manifestasi umum dari hipoksia 8) Awasi tanda vital dan status jantung Rasional : Perubahan tekanan darah menunjukkan efek hipoksia sistemik pada fungsi jantung 9) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi dan pertahankan ventilasi mekanik dan bantu intubasi. Rasional : Dapat memperbaiki atau mencegah terjadinya hipoksia dan kegagalan nafas serta tindakan untuk penyelamatan hidup. (Andarmoyo, 2012; NIC, 2013; NOC, 2013). d. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi parenkim paru Tujuan : Diharapkan skala nyeri klien berkurang.
Kriteria hasil : 1) Melaporkan nyeri hilang/ terkontrol. 2) Tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik. 3) Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan. Rencana tindakan: 1) Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri. Buat rentang intensitas pada skala 0 – 10. Rasional : Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena pneumonia. Penggunaan skala rentang membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi kefektifan analgesic, meningkatkan control nyeri. 2) Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri pasien. Rasional : Ketidaksesuaian antar petunjuk verbal/ non verbal dapat memberikan petunjuk derajat nyeri, kebutuhan/ kefeketifan intervensi. 3) Dorong menyatakan perasaan tentang nyeri. Rasional : Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan menurunkan ambang persepsi nyeri. 4) Berikan posisi nyaman kepada pasien Rasional : Posisi yang nyaman untuk mengurangi rasa nyeri yang terjadi. 5) Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan teknik relaksasi Rasional : Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian. 6) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat analgetik Rasional : obat analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri e. Hipertermi
yang
berhubungan
dengan
peningkatan
laju
metabolisme umum sekunder dari reaksi sistemis bakteria/virema Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan di harapkan suhu tubuh dalam rentang normal (36.5O C – 37.5OC) Kriteria hasil : 1) Suhu tubuh normal (36.5O C – 37.5OC) 2) Pasien tidak menggigil Rencana tindakan : 1) Kaji saat timbulnya deman Rasional : mengidentifikasi pola deman 2) Kaji tanda-tanda vital tiap 3 jam atau lebih sering Rasional : acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien 3) Berikan kompres hangat
Rasional : konduksi suhu membantu menurunkan suhu tubuh 4) Kenakan pakaian minimal Rasional : pakaian yang tipis akan membantu mengurangi penguapan tubuh 5) Berikan kebutuhan cairan ekstra Rasional : peningkatan suhu tubuh mengakibatkan penguapan cairan tubuh meningkat, sehingga perlu diimbangi dengan intake cairan yang banyak. 6) Kolaborasi pemberian terapi cairan intravena RL 0.5 dan pemberian antipiretik Rasional : pemberian cairan sangat penting bagi klien dengan suhu tinggi. Pemberian antipiretik akan mempercepat penurunan suhu tubuh 7)
Kolaborasi pemberian antibiotic sesuai dengan anjuran dan
evaluasi kefektifannya Rasional : antibiotik diperlukan untuk mengatasi infeksi. f. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kerusakan pertukaran gas sekunder terhadap pneumonia Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapakan
masalah
intoleransi aktivitas dapat teratasi Kriteria hasil : 1) Klien mendemonstraikan peningkatan toleransi terhaapat aktivitas 2) Klien dapat melakukan aktivitas, tanpa mengalami napas tersenggal-senggal, sesak napas, dan kelelahan Rencana Tindakan : 1) Monitor frekuensi nadi dan napas sebulm dan setelah aktivitas Rasional : mengidentifikasi kamjuan dan penyimpangan dari sasaran yang di harapkan 2) Tunda aktivitas jika frekuensi nadi dan napas meningkat secara cepat dan klien mengeluh
sesak napas dan kelelahan,
tingkatkan aktivitas secara bertahap untuk meningkatkan toleransi. Rasional : gejala-gejala tersebut merupakan tanda adanya intoleransi aktivitas. Konsumsi oksigen meningkat jika aktivitas
meningkat dan daya tahan tubuh klien dapat bertahan lebih lama jika ada waktu istirahat di antara aktivitas 3) Bantu klien dalam melaksanakan aktivitas sesuai dengan kebutuhannya. Beri pasien waktu beristirahat tanpa diganggu berbagai aktivitas Rasional : membantu menurunkan kebutuhan oksigen yang meningkat akibat peningkatan aktivitias. 4) Pertahankan terapi oksigen selama aktivitas dan lakukan tindakan pencegahan terhadap komplikasi akibat imobilisasi jika klien dianjurkan tirah baring lama Rasional : aktivitas fisik meningkatkan kebutuhan oksigen dan system tubuh akan berusaha menyesuaikannya. Tindakan perawatan yang spesifikdapat meminimalkan komplikasi imobilisasi 5) Konsultasi dengan dokter jika sesak napas tetap ada atau betambah berat saat istirahat Rasional : hal tersebut dapat merupakan tanda awal dari komplikasi khususnya gagal napas 4.
Implementasi Keperawatan Setelah perencanaan keperawatan,
tahap
selanjutnya
adalah
implementasi keperawatan yang merupakan tahap ketika perawat mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan ke dalam bentuk intervensi keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah dibuat (Potter, 2009). 5.
Evaluasi Keperawatan Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan
perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap akhir perencanaan. Evaluasi terbagi atas dua jenis yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif berfokus pada aktivitas proses keperawatan dan hasil tindakan keperawatan. Perumusan evaluasi formatif meliputi empat komponen yang dikenal dengan istilah SOAP, yakni : S : subjektif (data berupa keluhan klien) O : objektif (data hasil pemeriksaan)
A : analisis data (pembanding data tentang teori) P : perencanaan. Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan setelah semua aktivitas proses keperawatan selesai dilakukan. Ada tiga kemungkinan kriteria hasil evaluasi yang terkait dengan pencapaian tujuan keperawatan yaitu : a. Tujuan tercapai (jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan standar yang telah ditentukan) b. Tujuan tercapai sebagian atau klien masih dalam proses pencapaian tujuan (jika klien menunjukkan perubahan pada sebagian kriteria yang telah ditetapkan) c. Tujuan tidak tercapai (jika klien hanya menunjukkan sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali serta dapat timbul masalah baru) (Potter, 2009).
Daftar Pustaka Amin, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Medis & NANDA NIC-NOC. Jilid 3. Jakarta : Media Action Publishing. Djojodibroto, D. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta : Buku Kedokteran EGC Hockenberry,M.J., Wilson D. 2009.Wong’s Essentials of Pediatric Nursing (7 th ) edition. St.Louis Missouri Elsevier Mosby Jeremy,P. 2007. At Glance Sistem Respirasi Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga Medical Series Misnadirly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak Balita, Orang Dewasa, Usia Lanjut. Jakarta: Pustaka Popular Obor. Musliha, S. (2010). Keperawatan Gawat Darurat. Yogyakarta: Nuha Medika Mutaqqin, Arif. 2001. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika Potter,Perry (2009). Fundamental of Nursing, Buku 1, Edisi : 7, Salemba Medika : Jakarta Sudoyo,Bambang,dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi I. Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI Nanda. (2015). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klarifikasi. Jakarta:EGC.