Laporan Kasus Pneumonia

  • Uploaded by: Rizki Putri Andini
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Laporan Kasus Pneumonia as PDF for free.

More details

  • Words: 6,152
  • Pages: 37
Loading documents preview...
LAPORAN KASUS PNEUMONIA PADA ANAK

DISUSUN OLEH : Rizki Putri Andini Rahmah 1710221017

PEMBIMBING : dr. Tundjungsari Ratna Utami, Msc, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UPN “VETERAN” JAKARTA RSUD AMBARAWA 2018

KATA PENGANTAR Dalam kesempatan ini puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan nikmat-Nya laporan kasus yang berjudul Pnemonia Pada Anak dapat terselesaikan dengan baik. Penulis ucapkan terima kasih kepada dr. Tundjungsari RU, MSc, Sp,A selaku pembimbing selama penulis menjalani kepaniteraan klinik anak di RSUD Ambarawa serta teman-teman satu bimbingan yang saling membantu dan mendukung. Penulis menyadari masih ada kekurangan dalam penulisan laporan kasus ini, oleh karena itu penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga laporan kasus yang disusun penulis ini dapat bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan di masa yang akan datang.

Ambarawa,

November 2018

Penulis

PENGESAHAN

Laporan Kasus diajukan oleh Nama

: Rizki Putri Andini Rahmah

NRP

: 1710221017

Program studi

: Kedokteran umum

Judul

: Pneumonia pada Bayi

Telah berhasil dipertahankan di hadapan pembimbing dan diterima sebagai syarat yang diperlukan untuk ujian kepaniteraan klinik anak Program Studi Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jakarta.

Pembimbing

dr. Tundjungsari Ratna Utami, MSc, Sp.A

Ditetapkan di : Ambarawa Tanggal

:

November 2018

BAB I PENDAHULUAN Pneumonia merupakan penyebab utama kematian balita di dunia, lebih banyak dibanding dengan gabungan penyakit AIDS, malaria dan campak. Penyakit ini lebih banyak menyerang pada anak khususnya di bawah usia 5 tahun dan diperkirakan 1,1 juta kematian setiap tahun disebabkan Pneumonia (WHO, 2012). Diperkirakan 2 Balita meninggal setiap menit disebabkan oleh pneumonia (WHO,2013).Pada tahun 2013 sekitar 940.000 anak meninggal akibat Pneumonia (15% dari semua kematian balita; UNICEF 2015). Di Indonesia, Pneumonia masih merupakan masalah besar mengingat angka kematian akibat penyakit ini masih tinggi. Berdasarkan SDKI (Survei Demografi Kesehatan Indonesia) 2012, Angka kematian bayi 32/1.000 kelahiran hidup, angka kematian balita 40/ 1.000 kelahiran hidup, lebih dari ¾ kematian balita pada tahun pertama kehidupan, terbanyak saat neonatus. Hasil survey Sistem Registrasi Sampel (SRS) oleh Balitbangkes tahun 2014. Proporsi kematian Pneumonia pada balita yaitu 9,4%.

BAB II STATUS PASIEN 1.1 Identitas Pasien Nama

: By. A

Umur

: 3 bulan 3 hari

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Pledokan 2/1 Sumowono, Kab. Semarang

Nama Ayah

: Tn. F

Pendidikan Ayah : SMP Pekerjaan Ayah

: Supir

Nama Ibu

: Ny. A

Pendidikan Ibu

: SMP

Pekerjaan Ibu

: Pedagang

Tanggal Perawatan di RS : 28 Oktober 2018 – 1 November 2018

1.2 Anamnesis Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis kepada orangtua pasien di Bangsal Anak Anggrek RSUD Ambarawa tanggal 30 Oktober 2018. A Keluhan Utama Demam sejak 3 hari sebelum masuk RSUD Ambarawa

B Riwayat Penyakit Sekarang Ayah pasien mengatakan anaknya demam sejak 3 hari sebelum masuk RSUD Ambarawa. Demam naik turun, terutama meningkat saat malam hari, pada saat siang hari demam turun namun tidak sampai ke suhu normal. Keluhan disertai batuk berdahak sejak 1 minggu yang lalu dan semakin memburuk sejak 3 hari SMRS. Batuk tanpa disertai darah, ayah pasien mengatakan dahak pada pasien sulit dikeluarkan. Keluhan disertai sesak sejak 3 hari SMRS. Sesak terus menerus, terdapat bunyi grok grok terutama saat pasien tidur, tanpa disertai bunyi ngik-ngik dan tidak dipengaruhi suhu maupun cuaca dingin. Pasien masih mau menyusu namun setelah minum susu pasien sering tersedak kemudian

muntah. Kadang pada saat tersedak, lidah dan bibir pasien menjadi berwarna biru selama beberapa menit kemudian warna bibir dan lidah menjadi normal kembali. BAB dan BAK normal, keluhan pilek disangkal.

C Riwayat Penyakit Dahulu Riwayat rawat inap sebelumnya disangkal. Riwayat alergi, asma, HIV, TB disangkal.

D Riwayat Penyakit Keluarga Kakek pasien memiliki riwayat batuk lama pada saat pasien berusia 1 bulan dan saat ini sudah sembuh. Kakek pasien tidak tinggal satu rumah dengan pasien namun sering bertemu dengan pasien kurang lebih sebulan sekali. Riwayat TB, HIV, asma, alergi di keluarga disangkal.

E Riwayat Pengobatan Pasien sebelumnya sudah berobat ke klinik dokter dan mendapat terapi Lapicef serta Cetirizine, namun karena keluhan tidak membaik keluarga pasien kemudian membawa pasien ke RSUD Ambarawa.

F Riwayat Kehamilan Ibu :  Morbiditas kehamilan : Selama masa kehamilan, ibu pasien menyatakan bahwa dalam keadaan sehat, tidak mengkonsumsi alkohol, tidak mengkonsumsi obat-obatan dan tidak merokok.  Perawatan antenatal : Ibu pasien rutin kontrol ke dokter dan menjalani pemeriksaan USG setiap bulan sekali.  G1P1A0 Kesan : Tidak ditemukan adanya riwayat kelainan pada kehamilan

G Riwayat Kelahiran :  Tempat Bersalin

: Klinik dokter

 Penolong

: Dokter

 Cara persalinan

: Spontan

 Berat Badan Lahir

: 3200 gram

 Masa Gestasi

: 39 minggu

 Keadaan Setelah Lahir: Langsung menangis, tidak pucat dan tidak kuning.  Kelainan Bawaan

: Tidak Ada

Kesan : Pasien lahir spontan, dengan kehamilan cukup bulan.

H Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan :  Riwayat Pertumbuhan

I

o BB lahir

: 3200 gram

o BB sekarang

: 6.5 kg

o PB lahir

: 50 cm

o TB sekarang

: 61 cm

Riwayat Makanan Pasien minum ASI sejak lahir, menyusu kuat. Sejak sakit pasien masih mau menyusu namun setiap minum ASI pasien muntah.

J

Riwayat Imunisasi • <7 hari

: Hepatitis (HB)0

• 1 bulan

: BCG, Polio1

• 2 bulan

: DPT-HB-Hib1, Polio2

Imunisasi dilakukan di Posyandu

K Silsilah Keluarga

Keterangan : Pasien tinggal di rumah bersama ayah, ibu, dan kakaknya : Ayah pasien

: Kakak perempuan pasien

: Ibu pasien

: Pasien

L Keadaan Sosial, Ekonomi, Kebiasaan dan Lingkungan  Keadaan Sosial Pasien merupakan anak kedua di keluarga yang tinggal bersama orangtua dan kakak perempuannya.  Ekonomi Ayah pasien seorang supir truk dan ibu pasien berdagang di rumah. Penghasilan orangtuanya dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari.  Keadaan Lingkungan Rumah orangtua pasien memiliki ventilasi yang cukup dan sinar matahari dapat masuk melalui jendela. Sumber air berasal dari sumur. Pasien tidak memiliki hewan peliharaan. Pasien memiliki boneka berbulu, dan bantal kapuk. Ayah pasien sering merokok di dekat pasien kemudian menggendong pasien tanpa mencuci tangan, mandi, ataupun mengganti pakaiannya terlebih dahulu. Keadaan rumah pasien penuh dengan asap dan debu. Kesan: keadaan sosial dan lingkungan kurang baik, keadaan ekonomi pasien tergolong menengah ke bawah.

1.3 Anamnesis Sistem A Sistem Cerebrospinal Keluhan kejang disangkal, ubun-ubun belum menutup, ukuran kepala normal. B Sistem Kardiovascular Tidak ada keluhan bengkak, denyut jantung berdebar-debar. C Sistem Respirasi Terdapat keluhan batuk berdahak, sesak, saat tidur napas berbunyi grokgrok. Tidak ada keluhan pilek, pasien menangis kuat.

D Sistem Gastrointestinal BAB konsistensi normal, tidak terdapat darah maupun lendir, tidak berbau amis. Terdapat muntah setiap kali minum ASI. E Sistem Muskuloskeletal Pasien bergerak aktif, tidak terdapat kelemahan pada ekstremitas. F Sistem Integumen Pada saat pemeriksaan tidak terdapat kebiruan, namun saat pasien tersedak menurut keluarga terdapat kebiruan pada bibir. Tidak terdapat bintik perdarahan, turgor kulit dalam batas normal. G Sistem Urogenital BAK lancar, berwarna kuning jernih, tidak terdapat darah, tidak berbau.

1.4 Pemeriksaan Fisik Status Pasien tanggal 30 Oktober 2018 - Keadaan umum

: Tampak sakit sedang

- Kesadaran

: composmentis

- Nadi

: 136 x/menit, regular, equal, isi cukup

- Respirasi

: 52 x/menit, regular

- SpO2

: 98%

- Suhu

: 37.8 ºC

- Berat Badan

: 6.5 kg

- Tinggi Badan

: 61 cm

Status Generalis  Kelainan mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh: Pucat (-), Sianosis (-), Ikterus (-), Perdarahan (-), Oedem (-), Turgor cukup, Lemak bawah kulit cukup  Kepala

:

Normocephal, ubun-ubun besar rata, rambut hitam, terdistribusi merata, tidak mudah dicabut, kulit kepala tidak ada eritema dan skuama

 Mata

: Palpebra tidak edema, tidak cekung, konjungtiva tidak anemis dan

sclera tidak ikterik, kornea jernih (+/+), lensa jernih (+/+), refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+/+)  Telinga - Daun telinga

: Bentuk, besar dan posisinya normal

- Lubang telinga

: Tidak ada sekret, serumen (-)

- Gendang telinga

: Sedikit cekung dan mengkilat

 Hidung

:

Bentuk normal, sekret (-), napas cuping hidung (-)  Tenggorokan : Sulit dinilai  Mulut

:

Bibir tidak sianosis, mukosa bibir lembab, lidah tidak kotor  Leher

: Trachea di tengah, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

 Thorax

: Bentuk simetris, tidak ada deformitas

o Paru ANTERIOR KIRI Inspeksi

KANAN

POSTERIOR KIRI

KANAN

Pergerakan

Pergerakan dada

Pergerakan dada

Pergerakan

dada simetris

simetris

simetris

simetris

Palpasi

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Perkusi

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Sulit dinilai

Auskultasi

Reguler

Reguler

Reguler

Reguler

Ronkhi (+)

Ronkhi (+)

Ronkhi (+)

Ronkhi (+)

Wheezing (-)

Wheezing (-)

Wheezing (-)

Wheezing (-)

dada

o Jantung 

Inspeksi

: Iktus kordis tidak terlihat



Palpasi

: Iktus kordis tidak teraba



Perkusi

: Sulit dinilai



Auskultasi : SI-II reguler, murmur (-), gallop (-)

 Abdomen

:

Bentuk datar, bising usus (+) normal, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba membesar  Ekstremitas : Akral hangat, CRT <2 detik, tidak edem  Genital

: Fimosis (-), hipospadia (-), epispadia (-)

1.4 Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan Darah Lengkap (27 Oktober 2018) Pemeriksaan

Hasil Darah Lengkap

Nilai Rujukan

Tanggal

28/10/2018

Hemoglobin

11.8

9.6-12.8 g/dL

Leukosit

18500 H

6000-17500 U/L

Hematokrit

36 L

40-52 %

Eritrosit

4.40

3.1-4.7 ^6/uL

Trombosit

529.000 H

150.000– 400.000 /uL

MCV

81.7 L

82-98 fL

MCH

26.9 L

27-32 Pg/cell

MCHC

32.9

32 – 37 g/dL

RDW

13.5

10 – 15 %

MPV

8.0

7-11 fL

Hitung Jenis Leukosit Limfosit

14.2 H

4.0–10.5 103/mikro

Monosit

1.05 H

0–0.8 103/mikro

Eosinofil

0.26

0.05 – 0.7 103/mikro

Basofil

0.09

0 – 0.2 103/mikro

Neutrofil

2.88

1.5 – 8.5 103/mikro

Limfosit%

76.8 H

25 – 40%

Monosit%

5.7

2 – 8%

Eosinofil%

1.4

2 – 4%

Basofil%

0.5

0 – 1%

Neutrofil%

15.6 L

50 – 70%

PCT

0.422

0.2 – 0.5%

PDW

8.3 L

10 – 18%

b. Pemeriksaan x-Foto Thorax PA (28 Oktober 2018)

Kesan: Bentuk dan letak jantung normal Gambaran pneumonia

Diagnosis Akhir  Pneumonia

1.7 Penatalaksanaan  Inf KAEN 3A 12 tpm  Inj Ampisilin-Sulbactam 3x200 mg  Inj paracetamol 65 mg/4-6 jam K/P  Nebulizer ventolin+pulmicort 1:1 / 8 jam

1.8

Prognosis Ad Vitam

: dubia ad bonam

Ad Functionam : dubia ad bonam Ad Sanationam : dubia ad bonam

1.11 Catatan Perkembangan Perjalanan Penyakit Tanggal

Subyektif

Obyektif

28/10/

S = batuk berdahak sejak 1 minggu SMRS, semakin memberat sejak 1 hari yang lalu. Muntah sebanyak 1 kali berisi susu dan lender, sesak sejak 3 hari SMRS. Demam naik turun sejak 3 hari SMRS, demam terutama saat malm hari. Pasien mau menyusu, BAK & BAB lancar.

Keadaan Umum : sakit sedang, CM

S = batuk berdahak, pasien tersedak setelah minum susu kemudian muntah, lidah dan bibir pasien sedikit berwarna kebiruan, sesak napas.

Keadaan Umum : sakit sedang, CM

2018

29/10/ 2018

Assesment

-

Inj Paracetamol 4x65 mg

-

Inj Ampisilin 3x100 mg

-

Nebulizer ventolin+pulmicort/6 jam

-

Inf KAEN 3A mikro 12 tpm

-

- Nadi : 136x / menit, isi dan tekanan cukup.

Inj Ampisilin 3x200 mg

-

- Pernafasan : 52x / menit, reguler, retraksi (+)

Inj Paracetamol 65 mg/4-6 jam prn

-

Nebulizer ventolin+pulmicort/8 jam

-

Inf KAEN 3A mikro 12 tpm

-

- Nadi : 130x / menit, isi dan tekanan cukup.

Inj Ampisilin 3x200 mg

-

- Pernafasan : 51x / menit, reguler, retraksi (+)

Inj Paracetamol 65 mg/4-6 jam prn

-

Nebulizer ventolin+pulmicort/8 jam

-

Inf KAEN 3A mikro 12 tpm

-

- Nadi : 130x / menit, isi dan tekanan cukup.

Inj Ampisilin 3x200 mg

-

- Pernafasan : 50x / menit, regular, retraksi (+)

Inj Paracetamol 65 mg/4-6 jam prn

-

Nebulizer ventolin+pulmicort/8 jam

Tanda Vital

:

- Nadi : 136x / menit, isi dan tekanan cukup. - Pernafasan : 50x / menit, reguler, retraksi (+) :37.8 0 C (aksila)

- Suhu

Tanda Vital

2018

S = batuk berdahak, pasien sudah tidak muntah, sesak napas

: 36.9 0 C (aksila)

Keadaan Umum : sakit sedang, CM Tanda Vital

2018

S = batuk berdahak, dahak berwarna bening, muntah setiap kali minum ASI, sesak napas

: 36.8 0 C (aksila)

Keadaan Umum : sakit sedang, CM Tanda Vital

- Suhu

Pneumonia

:

- Suhu

31/10/

Pneumonia

:

- Suhu

30/10/

Pneumonia

Terapi

:

: 36.6

0

C (aksila)

Pneumonia

01/11/ 2018

S = batuk berdahak, muntah berkurang, sesak napas berkurang

Keadaan Umum : sakit sedang, CM

-

O2 1 Lpm NK

-

Inf KAEN 3A mikro 12 tpm

- Nadi : 120x / menit, isi dan tekanan cukup.

-

Inj Ampisilin 3x200 mg

- Pernafasan : 40x / menit

-

Nebulizer ventolin+pulmicort/8 jam

Tanda Vital

- Suhu

Pneumonia

:

: 37.2 0 C (aksila)

BAB III TINJAUAN PUSTAKA A DEFINISI Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Tanda dan gejala penyakit infeksi saluran pernapasan dapat berupa: batuk, kesukaran bernapas, sakit tenggorok, pilek, sakit telinga dan demam. Anak dengan batuk atau kesukaran bernapas mungkin menderita pneumonia atau infeksi saluran pernapasan yang berat lainnya. Akan tetapi sebagian besar anak batuk yang datang ke Puskesmas/fasilitas kesehatan lainnya hanya menderita infeksi saluran pernapasan yang ringan. Petugas kesehatan perlu mengenal anak-anak yang sakit serius dengan gejala batuk atau kesukaran bernapas yang membutuhkan pengobatan dengan antibiotik, yaitu pneumonia (infeksi paru) yang ditandai dengan napas cepat dan mungkin juga Tarikan Dinding Dada bagian bawah Ke dalam (TDDK) (Kemenkes RI, 2015).

B EPIDEMIOLOGI Sampai saat ini, penyakit pneumonia merupakan penyebab utama kematian balita di dunia. Diperkirakan ada 1,8 juta atau 20% dari kematian anak diakibatkan oleh pneumonia, melebihi kematian akibat AIDS, malaria dan tuberkulosis (WHO, 2006). Di Indonesia, pneumonia juga merupakan urutan kedua penyebab kematian pada balita setelah diare (Kemenkes RI, 2012).

C PATOFISIOLOGI Paru-paru terdiri dari ribuan bronkhi yang masing-masing terbagi lagi menjadi bronkhioli, yang tiap-tiap ujungnya berakhir pada alveoli. Di dalam alveoli terdapat kapiler-kapiler pembuluh darah dimana terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida. Ketika seseorang menderita pneumonia, nanah (pus) dan cairan mengisi alveoli tersebut dan menyebabkan kesulitan penyerapan oksigen sehingga terjadi kesukaran bernapas (Kemenkes RI, 2015).

Anak yang menderita pneumonia, kemampuan paru-paru untuk mengembang berkurang sehingga tubuh bereaksi dengan bernapas cepat agar tidak terjadi hipoksia (kekurangan oksigen). Apabila pneumonia bertambah parah, paru akan bertambah kaku dan timbul tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Anak dengan pneumonia dapat meninggal karena hipoksia atau sepsis (infeksi menyeluruh) (Kemenkes RI, 2015).

D KLASIFIKASI Klasifikasi

pneumonia

memungkinkan

seseorang

dengan

cepat

menentukan apakah kasus yang dihadapi adalah suatu penyakit serius atau bukan, apakah perlu dirujuk segera atau tidak. Dalam membuat klasifikasi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) (Kemenkes RI, 2015): - Kelompok umur <2 bulan - Kelompok umur 2 bulan s .d 59 bulan Menentukan tindakan yaitu mengambil tindakan pengobatan terhadap infeksi bakteri yang secara garis besar dibedakan menjadi 3 (tiga) yaitu (Kemenkes RI, 2015): - Rujuk segera ke rumah sakit - Beri antibiotik di rumah - Beri perawatan di rumah Pemilihan pengobatan dengan antibiotik lebih bersifat empiris, bukan berdasarkan diagnosis etiologis (Kemenkes RI, 2015). Dalam penentuan klasifikasi penyakit pneumonia dibedakan atas 2 kelompok, yaitu: 1. Kelompok umur 2 bulan - < 5 tahun, klasifikasi dibagi atas : pneumonia berat, pneumonia dan bukan pneumonia 2. Kelompok umur <2 bulan, klasifikasi dibagi atas : pneumonia berat dan bukan pneumonia. (Depkes RI, 2002)

Klasifikasi Pada Anak Berumur 2 Bulan-<60 Bulan a. Pneumonia Sangat Berat Pada Anak Berumur 2 Bulan - <60 Bulan Seorang anak berumur 2 bulan -<60 bulan menderita Penyakit Sangat Berat apabila dari pemeriksaan ditemukan salah satu “tanda bahaya” yaitu: Tidak bisa minum Kejang Kesadaran menurun atau Kesukaran dibangunkan Stridor pada waktu anak tenang Gizi buruk (Kemenkes RI, 2015).

b. Pneumonia Berat pada anak berumur 2 Bulan s. d 59 bulan Apabila tidak ditemukan tanda bahaya , maka tentukan klasifikasi sebagai berikut. Seorang anak berumur 2 bulan s.d 59 bulan diklasifikasikan menderita pneumonia berat apabila dari pemeriksaan ditemukan: Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (TDDK) Atau Saturasi oksigen <90% (Kemenkes RI, 2015).

c. Pneumonia Pada Anak Berumur 2 Bulan s.d 59 Bulan Sebagian besar anak yang menderita pneumonia tidak akan menjadi pneumonia berat jika mendapat pengobatan yang cepat dan tepat. Seorang anak berumur 2 bulan s.d 59 bulan diklasifikasikan menderita pneumonia apabila berdasarkan pemeriksaan ditemukan: Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam (T DDK) Adanya napas cepat: - 50 x/menit atau lebih pada anak umur 2 bulan s.d.<12 bulan - 40 x/menit atau lebih pada umur 12 bulan s.d. 59 bulan (Kemenkes RI, 2015).

d. Batuk Bukan Pneumonia pada anak berumur 2 Bulan s.d 59 Bulan Sebagian besar pasien batuk-pilek tidak disertai tanda-tanda bahaya atau tanda-tanda pneumonia (TDDK dan napas cepat). Pasien tersebut hanya mengalami batuk-pilek biasa atau selesma dan diklasifikasikan sebagai “batuk bukan pneumonia” Seorang anak berumur 2 bulan s.d. 59 bulan diklasifikasikan menderita batuk bukan pneumonia apabila dari pemeriksaan: Tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam Tidak ada napas cepat, frekuensi napas: - Kurang dari 50 x/menit pada anak umur 2 bulan s.d. <12 bulan - Kurang dari 40 x/menit pada umur 12 bulan s.d. 59 bulan (Kemenkes RI, 2015).

Klasifikasi Pada Bayi Umur <2 Bulan Bayi muda yang menderita pneumonia berat seringkali tidak dapat dibedakan dengan penyakit infeksi berat lainnya, seperti meningitis atau sepsis, sehingga diklasifikasikan sebagai penyakit sangat berat. Pada anak usia<2 bulan dengan batuk atau Kesukaran bernapas, sebelum menentukan klasifikasi lakukan penilaian tanda bahaya : ·Napas cepat ·TDDK ·kurang mau minum, ·demam , ·kejang ·kesadaran menurun ·stridor ·tangan dan kaki teraba dingin ·wheezing ·Tanda gizi buruk . Batasan napas cepat pada bayi kurang 2 bulan ialah bila frekuensi napasnya 60 kali/menit atau lebih.

Bayi berumur kurang 2 bulan tergolong menderita pneumonia berat bila mempunyai TDDK kuat. Pada kelompok umur 2 bulan - < 60 bulan, setiap adanya TDDK (walaupun tidak kuat) sudah bisa digolongkan sebagai pneumonia berat (Kemenkes RI, 2015).

a. Menentukan Penyakit Sangat Berat Pada Bayi Berumur <2 Bulan Bayi muda dengan tanda bahaya sangat berisiko untuk meninggal. Sulit membedakan antara pneumonia, sepsis atau meningitis pada kelompok umur ini. Terdapatnya tanda-tanda bahaya menunjukkan penyakit sangat berat. (Kemenkes RI, 2015).

b. Menentukan Pneumonia Berat Pada Bayi Berumur <2 Bulan Seorang bayi berumur <2 bulan diklasifikasikan menderita pneumonia berat bila dari pemeriksaan ditemukan : Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang kuat (TDDK kuat) ATAU Adanya napas cepat: 60 x/menit atau lebih (Kemenkes RI, 2015).

E ETIOLOGI Pneumonia dapat disebabkan karena infeksi berbagai bakteria, virus dan jamur. Namun, penyakit pneumonia yang disebabkan karena jamur sangatlah jarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70% penyakit pneumonia disebabkan oleh bakteria. Sulit untuk membedakan penyebab pneumonia karena virus atau bakteria. Seringkali terjadi infeksi yang didahului oleh infeksi virus dan selanjutnya terjadi tambahan infeksi bakteri. Kematian pada pneumonia berat, terutama disebabkan karena infeksi bakteria (Kemenkes RI, 2010). Bakteri penyebab pneumonia tersering adalah Haemophilus influenzae (20%) dan Streptococcus pneumoniae (50%). Bakteri penyebab lain adalah Staphylococcus aureaus dan Klebsiella pneumoniae. Sedangkan virus yang sering menjadi penyebab pneumonia adalah respiratory syncytial virus (RSV) dan influenza. Jamur yang biasanya ditemukan sebagai penyebab pneumonia

pada anak dengan AIDS adalah Pneumocystis jiroveci (PCP) (Kemenkes RI, 2010). Data mengenai kuman penyebab pneumonia sangat terbatas. Padahal, mengetahui kuman penyebab pneumonia sangat penting untuk menyesuaikan dengan antibiotika yang akan diberikan. Penelitian Kartasasmita, dkk di Majalaya, Kabupaten Bandung pada tahun 2000 menyatakan bahwa Streptococcus pneumoniae (Pneumococcus/ pneumokokus) diduga menjadi penyebab utama pneumonia pada balita. Penelitian tersebut diperkuat dengan didapatkannya 67.8% bakteri pneumokokus dari 25% apus tenggorok yang positif dari balita yang sakit (Kemenkes RI, 2010). Pada Bayi baru lahir, pneumonia seringkali terjadi karena aspirasi, infeksi virus Varicella-zoster dan infeksi berbagai bakteri gram negatif seperta bakteri Coli, TORCH, Streptokokus dan Pneumokokus. Pada Bayi, pneumonia biasanya disebabkan oleh berbagai virus, yaitu Adenovirus, Coxsackie, Parainfluenza, Influenza A or B, Respiratory Syncytial Virus (RSV), dan bakteri yaitu B. streptococci, E. coli, P. aeruginosa, Klebsiella, S. pneumoniae, S. aureus, Chlamydia. Pneumonia pada batita dan anak pra-sekolah disebabkan oleh virus, yaitu: Adeno, Parainfluenza, Influenza A or B, dan berbagai bakteri yaitu: S. pneumoniae, Hemophilus influenzae, Streptococci A, Staphylococcus aureus, Chlamydia. Pada anak usia sekolah dan usia remaja, pneumonia disebabkan oleh virus, yaitu Adeno, Parainfluenza, Influenza A or B, dan berbagai bakteri, yaitu S. pneumoniae, Streptococcus A dan Mycoplasma (Kemenkes RI, 2010).

F FAKTOR RISIKO Faktor risiko adalah faktor atau keadaan yang mengakibatkan seorang anak rentan menjadi sakit atau sakitnya menjadi berat. Berbagai faktor risiko yang meningkatkan kejadian, beratnya penyakit dan kematian karena pneumonia, yaitu status gizi (gizi kurang dan gizi buruk memperbesar risiko), pemberian ASI ( ASI eksklusif mengurangi risiko), suplementasi vitamin A (mengurangi risiko), suplementasi zinc (mengurangi risiko), bayi berat badan lahir rendah (meningkatkan risiko), vaksinasi (mengurangi risiko), dan polusi

udara dalam kamar terutama asap rokok dan asap bakaran dari dapur (meningkatkan risiko) (Kemenkes RI, 2010). Asupan gizi yang kurang merupakan risiko untuk kejadian dan kematian balita dengan infeksi saluran pernapasan. Perbaikan gizi seperti pemberian ASI ekslusif dan pemberian mikro-nutrien bisa membantu pencegahan penyakit pada anak. Pemberian ASI sub-optimal mempunyai risiko kematian karena infeksi saluran napas bawah, sebesar 20% (Kemenkes RI, 2010). Program pemberian vitamin A setiap 6 bulan untuk balita telah dilaksanakan di Indonesia. Vitamin A bermanfaat untuk meningkatkan imunitas dan melindungi saluran pernapasan dari infeksi kuman. Hasil penelitian Sutrisna di Indramayu (1993) menunjukkan peningkatan risiko kematian pneumonia pada anak yang tidak mendapatkan vitamin A. Namun, penelitian Kartasasmita (1993) menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna insidens dan beratnya pneumonia antara balita yang mendapatkan vitamin A dan yang tidak, hanya waktu untuk sakit lebih lama pada yang tidak mendapatkan vitamin A. Suplementasi Zinc (Zn) perlu diberikan untuk anak dengan diet kurang Zinc di negara berkembang (Kemenkes RI, 2010). Penelitian di beberapa negara Asia Selatan menunjukkan bahwa suplementasi Zinc pada diet sedikitnya 3 bulan dapat mencegah infeksi saluran pernapasan bawah. Di Indonesia, Zinc dianjurkan diberikan pada anak yang menderita diare. Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) mempunyai risiko untuk meningkatnya ISPA, dan perawatan di rumah sakit penting untuk mencegah BBLR. Pemberian imunisasi dapat menurunkan risiko untuk terkena pneumonia. Imunisasi yang berhubungan dengan kejadian penyakit pneumonia adalah imunisasi pertusis (DTP), campak, Haemophilus influenza, dan pneumokokus (Kemenkes RI, 2010).

Polusi udara yang berasal dari pembakaran di dapur dan di dalam rumah mempunyai peran pada risiko kematian balita di beberapa negara berkembang. Diperkirakan 1,6 juta kematian berhubungan dengan polusi udara dari dapur. Hasil penelitian Dherani, dkk (2008) menyimpulkan bahwa dengan menurunkan polusi pembakaran dari dapur akan menurunkan morbiditas dan mortalitas pneumonia. Hasil penelitian juga menunjukkan anak yang tinggal di rumah yang dapurnya menggunakan listrik atau gas cenderung lebih jarang sakit ISPA dibandingkan dengan anak yang tinggal dalam rumah yang memasak dengan menggunakan minyak tanah atau kayu. Selain asap bakaran dapur, polusi asap rokok juga berperan sebagai faktor risiko. Anak dari ibu yang merokok mempunyai kecenderungan lebih sering sakit ISPA daripada anak yang ibunya tidak merokok (16% berbanding 11%) (Kemenkes RI, 2010). Faktor lain yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas ISPA adalah pendidikan ibu dan status sosio-ekonomi keluarga. Makin rendah pendidikan ibu, makin tinggi prevalensi ISPA pada balita (Kemenkes RI, 2010).

G GEJALA KLINIS Gejala pneumonia bervariasi tergantung pada umur penderita dan penyebab

infeksinya.

Pneumonia

karena

infeksi

bakteri

biasanya

menyebabkan anak sakit berat mendadak dengan demam tinggi dan napas cepat. Infeksi karena virus umumnya lebih gradual dan bisa memburuk setiap saat. Gejala - gejala yang sering ditemui pada anak dengan pneumonia adalah napas cepat dan sulit bernapas, batuk, demam, menggigil, sakit kepala, nafsu makan hilang, dan mengik. Balita yang menderita pneumonia berat bisa mengalami kesulitan bernafas, sehingga dadanya bergerak naik turun dengan cepat atau tertarik ke dalam saat menarik napas/inspirasi yang dikenal sebagai ‘lower chest wall indrawing’ (Kemenkes RI, 2010). Gejala pada anak usia muda bisa berupa kejang, kesadaran menurun, suhu turun (hipotermia), tidak bereaksi (letargi) dan minum terganggu. Diagnosis pneumonia dipastikan dengan foto dada (X-ray) dan uji laboratorium,

namun

pada

tempat-tempat

yang

tidak

mampu

melaksanakannya, kasus dugaan pneumonia dapat ditetapkan secara klinis dari gejala klinis yang ada (Kemenkes RI, 2010). Hal yang penting untuk diperhatikan adalah apabila seorang anak batuk dan sulit bernapas, untuk mencegah menjadi berat dan kematian, anak tersebut harus segera mendapatkan pertolongan sesuai dengan pedoman tatalaksana (Kemenkes RI, 2010).

H DIAGNOSIS Menurut publikasi WHO, penelitian di berbagai negara menunjukkan bahwa Streptococcus pnemoniae dan Hemophylus influenzae merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada penelitian tentang etiologi di negara berkembang. Jenis bakteri ini ditemukan pada dua per tiga dari hasil isolasi yaitu 73,9% aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi spesimen darah. Sedangkan di negara maju dewasa ini pnemonia pada anak umumnya disebabkan oleh virus (WHO, 1999).

Klasifikasi pnemonia adalah penderita dengan gejala batuk atau sukar bernafas dengan tanda-tanda nafas cepat. Untuk anak umur 1-5 tahun, dikatakan mempunyai nafas cepat apabila frekuensi nafasnya lebih dari 40 kali per menit. Gejala umum pnemonia adalah batuk atau sukar bernafas dan

beberapa tanda bahaya umum atau tarikan dinding dada kedalam atau stridor pada anak dalam keadaan tenang (WHO, 1999). Diagnosis pneunonia didapatkan dari anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisis, foto toraks dan laboratorium (priyanti ZS, 2001). Diagnosis pnemonia terutama didasarkan pada gejala klinis berupa batuk, kesukaran bernafas. Gambaran rontgen toraks tidak menunjukkan kelainan yang jelas pada

penderita

bronkitis

sedang

pada

penderita

pnemonia

atau

broncopnemonia didapatkan gambaran infiltrat di paru (mangunegoro, 2005). Diagnosis pneumonia pada balita didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat) sesuai umur. Penentuan nafas cepat dilakukan dengan cara menghitung frekuensi pernafasan dengan menggunkan sound timer. Batas nafas cepat adalah: 1) Pada anak usia 2 bulan - < 1 tahun frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali per menit atau lebih 2) Pada anak usia 1 tahun - < 5 tahun frekuensi pernafasan sebanyak 40 kali per menit atau lebih 3) Pada anak usia kurang 2 bulan frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali permenit atau lebih. (Depkes RI, 2002) Diagnosis pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2 bulan - < 5 tahun. Untuk kelompok umur kurang 2 bulan diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya nafas cepat, yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali per menit atau lebih, atau adanya penarikan yang kuat pada dinding dada sebelah bawah ke dalam. Rujukan penderita pneumonia berat dilakukan dengan gejala batuk atau kesukaran bernafas yang disertai adanya gejala tidak sadar dan tidak dapat minum. Pada klasifikasi bukan pneumonia maka diagnosisnya adalah : batuk pilek biasa (common cold), pharyngitis, tonsilitis, otitis atau penyakit lainnya (Mardjanis, 2007)

I

DIAGNOSIS BANDING Tabel 1. Diagnosis Banding Anak umur 2 bulan-5 tahun yang datang dengan Batuk dan atau Kesulitan Bernapas (Hospital Care for Children, 2016)

DIAGNOSIS

Pneumonia

GEJALA YANG DITEMUKAN  Demam  Batuk dengan napas cepat  Crackles (ronki) pada auskultasi  Kepala terangguk-angguk  Pernapasan cuping hidung  Tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam  Merintih (grunting)  Sianosis 

Bronkiolitis

   

Asma

  

Riwayat wheezing berulang Riwayat asma pada keluarga Umumnya terdapat pencetus



Dapat menunjukkan gejala takipnea yang serupa dengan gejala respiratorydistress pada pneumonia. Hal ini dapat dibedakan dengan melakukan anamnesis adanya penyakit yang dapat menimbulkan asidosis metabolik dan dapat dilakukan analisa elektrolit darah. Peningkatan tekanan vena jugularis Denyut apeks bergeser ke kiri Irama derap Bising jantung Crackles /ronki di daerah basal paru

Asidosis Metabolik



Gagal jantung

Episode pertama wheezing pada anak umur < 2 tahun Hiperinflasi dinding dada Ekspirasi memanjang Gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai Kurang/tidak ada respons dengan bronkodilator

   

Penyakit jantung bawaan (tracheoesophagealfistula, congenitalheartdisease, dan sepsis)

Efusi/empyema



Pembesaran hati

   

Sulit makan atau menyusu Sianosis Bising jantung Pembesaran hati



Bila masif terdapat tanda pendorongan organ intra toraks Pekak pada perkusi

 

 

Pertusis



 

Benda asing



 

Pneumotoraks 

J

Batuk paroksismal yang diikuti dengan whoop, muntah,sianosis atau apnu Bisa tanpa demam Imunisasi DPT tidak ada atau tidak lengkap Klinis baik di antara episode batuk Riwayat tiba-tiba tersedak Stridor atau distres pernapasan tiba-tiba Wheeze atau suara pernapasan menurun yang bersifat fokal Awitan tiba-tiba Hipersonor pada perkusi di satu sisi dada Pergeseran mediastinum

PENATALAKSANAAN Pemberian antibiotika segera pada anak yang terinfeksi pneumonia dapat mencegah kematian. UNICEF dan WHO telah mengembangkan pedoman untuk diagnosis dan pengobatan pneumonia di komunitas untuk negara berkembang yang telah terbukti baik, dapat diterima dan tepat sasaran. Antibiotika yang dianjurkan diberikan untuk pengobatan pneumonia di negara berkembang adalah kotrimoksasol dan amoksisilin. Beberapa penelitian menunjukkan, pemberian kotrimoksasol (Kartasasmita dkk, 2010) maupun

amoksisilin selama 3 hari pada anak dengan pneumonia tidak berat sama hasil akhirnya dengan pemberian selama 5 hari (Kemenkes RI, 2010).

(*) Disebut napas cepat, apabila: Anak usia < 2 bulan bernapas 60 kali atau lebih per menit Anak usia 2 bulan sampai 11 bulan bernapas 50 kali atau lebih per menit Anak usia 12 bulan sampai 5 tahun bernapas 40 kali atau lebih per menit Pada anak usia 2 bulan s.d. 59 bulan dengan batuk atau kesukaran bernapas, sebelum menentukan klasifikasi lakukan penilaian tanda bahaya untuk menetukan tindakan rujukan. Bila tidak ditemukan tanda bahaya, tentukan klasifikasi apakah termasuk Pneumonia Berat, Pneumonia, atau Batuk Bukan Pneumonia. Tabel klasifikasi mempunyai 3 (tiga) kolom: merah, kuning, hijau. Warna kolom menunjukkan derajat keparahan penyakit serta tindakan maupun pengobatan yang diperlukan. Tindakan diberikan sesuai klasifikasi yang telah ditentukan, sebagai berikut (Kemenkes RI, 2015):

1) Pemberian Antibiotik Antibiotik diberikan selama 3 hari. Khusus untuk daerah prevalens HIV tinggi, antibiotik diberikan 5 hari. Jangan memberikan antibiotik bila anak atau bayi memiliki riwayat anafilaksis atau reaksi alergi sebelumnya terhadap jenis obat tersebut. Gunakan jenis antibiotik lain. Dosis : · Amoksisilin: 80 - 100 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis · Eritromisin : 40 – 60 mg/KgBB/hari dibagi 3 - 4 dosis Catatan : Jika mampu laksana pemberian antibotik disesuaikan secara individual (taylor made). Jika tidak mampu laksana ikuti cara yang lebih sederhana seperti tabel berikut ini.

Tindakan Prarujukan : Anak-anak berusia 2 - < 60 bulan dengan pneumonia berat harus ditangani dengan ampisilin parenteral (atau penisilin) dan gentamisin sebagai pengobatan lini pertama. - Ampisilin : 50 mg/kg BB IM diberikan hanya 1 kali suntikan DAN - Gentamisin : 7,5 mg/kg BB IM diberikan hanya 1 kali suntikan Pada bayi berumur <2 bulan pemberian antibiotik oral merupakan tindakan pra-rujukan dan diberikan jika bayi masih bisa minum. Jika bayi tidak bisa minum maka diberikan dengan injeksi intramuskular (Kemenkes RI, 2015).

2) Pengobatan Demam JIKA DEMAM TIDAK TINGGI (<38OC) Nasihati ibunya untuk memberi cairan lebih banyak. Tidak diperlukan pemberian parasetamol (Kemenkes RI, 2015). JIKA DEMAM TINGGI (>38OC) Anak dengan demam tinggi bisa diturunkan dengan parasetamol sehingga anak akan merasa lebih enak dan makan lebih banyak. Anak dengan pneumonia akan lebih sulit bernapas bila mengalami demam tinggi. Beritahukan ibunya untuk memberikan parasetamol tiap 6 jam dengan dosis yang sesuai sampai demam mereda. Berikan parasetamol kepada ibu untuk 3 hari. Beritahukan ibunya untuk anak yang demam berilah pakaian yang ringan. Tak perlu dibungkus selimut terlalu rapat atau pakaian yang berlapis, sebab justru akan menyebabkan tidak enak dan menambah demam. Demam itu sendiri bukan indikasi untuk pemberian antibiotik, kecuali pada bayi kurang dari 2 bulan. Pada bayi kurang dari 2 bulan kalau

ada demam harus dirujuk; jangan berikan parasetamol untuk demamnya (Kemenkes RI, 2015).

3) Pengobatan Mengi Pada bayi berumur <2 bulan: wheezing merupakan tanda bahaya dan harus dirujuk segera. Pada kelompok umur 2 bulan s .d. 59 bulan : Wheezing pada kelompok umur ini perlu ditentukan apakah episode pertama atau sudah berulang. Bila sudah berulang kemungkinan besar wheezingnya karena asma. Bila episode pertama kemungkinan karena Pneumonia. Bila ada keraguan lakukan nebulisasi bronkodilator dan dinilai responsnya untuk menentukan apakah ini pneumonia atau asma (Kemenkes RI, 2015).

BRONKODILATOR KERJA CEPAT Berikan dengan salah satu cara berikut: 1. Salbutamol nebulisasi 2. Salbutamol dengan MDI (metereddoseinhaler) dengan spacer 3. Jika kedua cara tidak tersedia, beri suntikan epinefrin (adrenalin) secara subkutan

a. Salbutamol Nebulisasi Tuangkan obat bronkodilator ke dalam mangkuk nebulizer. Bila perlu tambahkan NaCl 0,9% untuk memenuhi volume isi yang biasanya sekitar 5 ml (Kemenkes RI, 2015).

b. Salbutamol Md I (Metered-Doseinhaler ) Dengan Alat Spacer Pada anak kecil penggunaan MDI harus dibantu dengan alat spacer berkatup. Penggunaan MDI dengan spacer hasilnya minimal sama baiknya dengan penggunaan nebulazer. Langkah-langkah penggunaan MDI spacer: Kocok MDI 3-4 kali, buka tutupnya masukkan Mouthpiece ke dalam lubang spacer. Semprotkan 1 puff ke dalam spacer. Pasangkan masker spacer menutupi hidung dan mulut pasien Lihat gerakan napas pasien bila sudah bernapas 6- 10 kali obat dalam spacer sudah terhirup Tindakan yang sama lakukan sekali lagi saat itu juga Jika spacer komersial tidak tersedia, spacer dapat digantikan dengan gelas plastik atau botol plastik 1 liter yang dilubangi pangkalnya sesuai dengan ukuran mouthpiece MDI (Kemenkes RI, 2015).

c. Ephinefrin (Adrenalin) Subkutan Jika kedua cara untuk pemberian Salbutamol tidak tersedia , beri suntikan Epinefrin

(Adrenalin)

subkutan

dosis

0,01ml/kg

dalam

larutan

perbandingan 1:1000 (dosis maksimum: 0,3ml), menggunakan semprit 1 ml. Jika 20 menit setelah pemberian Adrenalin subkutan tidak ada perbaikan maka ulangi dosis satu kali lagi (Kemenkes RI, 2015).

BRONKHODILATORORAL Salbutamol Tablet 2 & 4 Miligram Ketika anak jelas membaik untuk bisa dipulangkan bila tidak tersedia atau tidak mampu membeli salbutamol hirupan, berikan salbutamol oral (dalam sirup atau tablet) (Kemenkes RI, 2015).

K PENCEGAHAN Pencegahan pneumonia selain dengan menghindarkan atau mengurangi faktor risiko dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu dengan pendidikan kesehatan di komunitas, perbaikan gizi, pelatihan petugas kesehatan dalam hal memanfaatkan pedoman diagnosis dan pengobatan pneumonia, penggunaan antibiotika yang benar dan efektif, dan waktu untuk merujuk yang tepat dan segera bagi kasus yang pneumonia berat. Peningkatan gizi termasuk pemberian ASI eksklusif dan asupan zinc, peningkatan cakupan imunisasi, dan pengurangan polusi udara didalam ruangan dapat pula mengurangi faktor risiko. Penelitian terkini juga menyimpulkan bahwa mencuci tangan dapat mengurangi kejadian pneumonia (Kemenkes RI, 2010). Usaha Untuk mencegah pneumonia ada 2 yaitu: 1. Pencegahan Non spesifik, yaitu: a. Meningkatkan derajat sosio-ekonomi - Kemiskinan ↓

- Tingkat pendidikan ↑ - Kurang gizi ↓ - Derajat kesehatan ↑ - Morbiditas dan mortalitas ↓ 2. Lingkungan yang bersih, bebas polusi a. Pencegahan Spesifik - Cegah BBLR - Pemberian makanan yang baik/gizi seimbang - Berikan imunisasi Vaksinasi yang tersedia untuk mencegah secara langsung pneumonia adalah vaksin pertussis (ada dalam DTP), campak, Hib (Haemophilus influenzae type b) dan Pneumococcus (PCV). Dua vaksin diantaranya, yaitu pertussis dan campak telah masuk ke dalam program vaksinasi nasional di berbagai negara, termasuk Indonesia. Sedangkan Hib dan pneumokokus sudah dianjurkan oleh WHO dan menurut laporan, kedua vaksin ini dapat mencegah kematian 1.075.000 anak setahun. Namun, karena harganya mahal belum banyak negara yang memasukkan kedua vaksin tersebut ke dalam program nasional imunisasi (Kemenkes RI, 2010). 1. Vaksin Campak Campak adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus campak. Penyakit ini dapat dikatakan ringan karena dapat sembuh dengan sendirinya, namun dapat dikatakan berat dengan berbagai komplikasi seperti pneumonia yang bahkan dapat mengakibatkan kematian, terutama pada anak kurang gizi dan anak dengan gangguan sistem imun. Komplikasi pneumonia yang timbul pada anak yang sakit campak biasanya berat. Menurunkan kejadian penyakit campak pada balita dengan memberikan vaksinasi dapat menurunkan kematian akibat pneumonia. Sejak 40 tahun lalu telah ada vaksin campak yang aman dan efektif, cakupan imunisasi mencapai 76%, namun laporan tahun l2004 menunjukkan penyakit campak masih menyerang 30 – 40 juta anak (Kemenkes RI, 2010).

2. Vaksin Pertusis Penyakit pertussis dikenal sebagai batuk rejan atau batuk seratus hari. Penyakit ini masih sering ditemui. Penyakit ini disebabkan infeksi bacteria Bordetella pertussis. Vaksinasi terhadap penyakit ini sudah lama masuk ke dalam program imunisasi nasional di Indonesia, diberikan dalam sediaan DTP, bersama difteri dan tetanus. Pada negara yang cakupan imunisasinya rendah, angka kematian masih tinggi dan mencapai 295.000 – 390.000 anak pertahun (Kemenkes RI, 2010). 3. Vaksin Hib Pada negara berkembang, bakteri Haemophilus influenzae type b (Hib) merupakan penyebab pneumonia dan radang otak (meningitis) yang utama. Diduga Hib mengakibatkan penyakit berat pada 2 sampai 3 juta anak setiap tahun. Vaksin Hib sudah tersedia sejak lebih dari 10 tahun, namun penggunaannya masih terbatas dan belum merata. Pada beberapa negara, vaksinasi Hib telah masuk program nasional imunisasi, tapi di Indonesia belum. Di negara maju, 92% populasi anak sudah mendapatkan vaksinasi Hib. Di negara berkembang, cakupan mencapai 42% sedangkan di negara yang belum berkembang hanya 8% (2003). Hal ini dimungkinkan karena harganya yang relatif mahal dan informasi yang kurang. WHO menganjurkan agar Hib diberikan kepada semua anak di negara berkembang (Kemenkes RI, 2010). 4. Vaksin Pneumococcus Pneumokokus merupakan bakteri penyebab utama pneumonia pada anak di negara berkembang. Vaksin pneumokokus sudah lama tersedia untuk anak usia diatas 2 tahun dan dewasa. Saat ini vaksin pneumokokus untuk bayi dan anak dibawah 3 tahun sudah tersedia, yang dikenal sebagai pneumococcal conjugate vaccine (PCV). Vaksin PCV ini sudah dimanfaatkan di banyak negara maju. Hasil penelitian di Amerika Serikat setelah penggunaan vaksin secara rutin pada bayi, menunjukkan penurunan bermakna kejadian pneumonia pada anak dan keluarganya terutama para lansia. Saat ini yang beredar adalah vaksin PCV 7, artinya vaksin mengandung 7 serotipe bakteri pneumokokus dan dalam waktu dekat akan tersedia vaksin PCV 10. Hasil penelitian di Gambia (Afrika), dengan pemberian imunisasi PCV 9 terjadi

penurunan kasus pneumonia sebesar 37%, pengurangan penderita yang harus dirawat di rumah sakit sebesar 15%, dan pengurangan kematian pada anak sebesar 16%. Hal ini membuktikan bahwa vaksin tersebut sangat efektif untuk menurunkan kematian pada anak karena pneumonia (Kemenkes RI, 2010).

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI, Dirjen P2PL. 2009. Pedoman Pengendalian Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan akut. Jakarta Departemen Kesehatan RI, Subdit ISPA. 2003. Pedoman pelaksanaan Autopsi Verbal Kematian Balita. Hospital Care for Children, 2016. Anak yang Datang dengan Batuk dan atau Kesulitan Bernapas. Diakses 18 November 2018. http://www.ichrc.org/41-anak-yang-datang-dengan-batuk-dan-ataukesulitan-bernapas Kartasmita, C. 2010. Pneumonia Pembunuh Balita. Kemenkes RI: Buletin Jendela Epidemiologi Vol 3, September 2010. Kemenkes RI, 2015. Pedoman Tatalaksana Pneumonia Balita. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Kemenkes RI, 2010. Buletin Jendela Pneumonia Balita. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. WHO, 2013. Integrated Management of Childhood Illness, Chart Booklet, World Health Organization.

Related Documents


More Documents from "ankyramadhany"

Laporan Kasus Pneumonia
February 2021 3
03probabilitas
January 2021 0
Psikologi Kepribadian
February 2021 1
Inspection Report Sgs
February 2021 1