Pemicu 1 Blok 4

  • Uploaded by: Adzra Shafwa Nabila
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Pemicu 1 Blok 4 as PDF for free.

More details

  • Words: 2,355
  • Pages:
Loading documents preview...
1. Bagaimana sikap Dokter gigi yang melakukan pemasangan behel tersebut? Menurut skenario sikap dokter gigi tersebut adalah ‘kurangnya informasi’. Sebelum melakukan pemasangan behel, dokter telah menyarankan untuk dicabut giginya tetapi ia tidak menjelaskan apa efek samping dari pemasangan behel tersebut. Seperti rasa sakit yang timbul, bagaimana cara membersihkan gigi setelah penggunaan behel. (Menurut Majalah Kedokter Gigi tahun 2013 Volume 20 Nomor 1 oleh Wayan Ardhana) Diskusi dan penjelasan kepada pasien, keluarga atau wali dengan menggunakan istilah awam untuk memberikan informasi yang cukup agar pasien dapat menetapkan nenerima atau menolak rencana perawatan. Diskusi ini harus didokumentasi meliputi : (1) Deskripsi diagnosis dan rencana perawatan. (2) Diskusi dan penjelasan tentang alternatif perawatan yang dipilh (3) Risiko, keterbatasan dan kompromi yang berkaitan dengan rencana dan alternatif perawatan yang dipilih. (4) Diskusi dan penjelasan tentang rencana perawatan yang membutuhkan pelayanan/perawatan fihak lain untuk mengantisipasi akibat dari perawatan ortodontik yang akan dilakukan. (5) Prognosis yang berkaitan dengan rencana perawatan yang dipilih, termasuk dengan akibat jika perawatan tersebut tidak dilakukan. (6) Diskusi dan penjelasan tentang tanggung jawab pasien yang berkaitan dengan perawatan yang harus dilakukan pasien sendiri atau kunjungan kedokter gigi secara priodik untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut. (7) Penjelasan tentang perkiraan lama perawatan aktif dan periode rentensi. (8) Menandatangani persetujuan informed consent dan rencana pembayaran yang akan dilakukan. Berdasarkan diskusi yang harus diberikan dokter kepada pasien, dokter Sudah memberikan deskripsi diagnosis dan rencana perawatan. Ia telah memberikan apa perawatan yang harus dipilih, hanya saja ia kurang memberikan informasi tentang apa yang akan terjadi setelah penggunaan behel. Ia tidak menerapkan diskusi dan penjelasan tanggung jawab pasien yang berkaitan dengan perawatan yang harus dilakukan pasien sendiri, sehingga menyebabkan pasien datang kembali ke dokter gigi dalam waktu 2 minggu dengan keluhan giginya sakit, dan terutama tidak bisa makan dan sulit membersihkan gigi. Dapat dilihat berarti, dokter tidak memberikan pemahaman tentang cara sikat gigi yang baik dan benar apabila menggunakan kawat gigi. Dan gigi sakit saat makan setelah pemasangan behel adalah hal yang wajar setelah penggunaan behel. (Menurut Jurnal Intisari Sains Medis Volume 10 No 1 tahun 2019 oleh Ni Made Yeni) Alat ortodontik cekat lebih banyak digunakan, namun penggunanya sering tidak mengetahui resiko penggunaan alat ortodontik cekat. Salah satunya yaitu masalah kebersihan rongga mulut. Selain sulitnya menjaga kebersi- han rongga mulut, permasalahan yang paling umum ditemukan pada penggunaan alat ortodon- tik cekat berhubungan dengan peningkatan angka kejadian resesi ginggiva, dan peningkatan perdarahan saat probing.

Jadi, masalah pembengkakan gusi, gigi goyang adalah dampak setelah penggunaan behel dan seharusnya dokternya memberikan informasi tentang dampak penggunaan behel tersebut sehingga membuat pasien dapat mengerti tentang hal yang terjadi pada dirinya. 2. Bagaimana tindakan dokter gigi yang melakukan pemasangan behel dibandingkan dengan tidak dipasang menurut prinsip bioetika? Bioetika merupakan komponen penting dalam pendidikan kedokteran. Ia merupakan peran penting bagi pengembangan profesional medis, karena ini merupakan satu-satunya cara untuk menghasilkan sosok profesi dokter berbudi luhur. Dimana diharapkan akan terbentuk dokter dengan keterampilan menganalisis dan dapat menyelesaikan dilema etika yang terjadi. Pada tahun 1977, filsuf Amerika, Samuel Gorovitz (dikutip dari Shannon, 1987) mendefinisikan bioetik sebagai “penyelidikan krisis tentang dimensi-dimensi moral dari pengambilan keputusan dalam konteks yang melibatkan ilmu-ilmu biologis”. Berdasarkan batasan pengertian tersebut, bioetik dalam penerapannya banyak menyangkut kegiatan dalam pengambilan keputusan (decision making process) (Menurut Jurnal Cerebellum vol.1 No.1 Februari tahun 2015 Oleh Mardhia) Ada 4 kaidah dasar prinsip bioetika : 1. Respect for Autonomy (Menghormati Autonomy pasien) Dasar-dasar respect for autonomy terkait erat dengan dasar mengenai rasa hormat terhadap martabat manusia dengan segala karakteristik yang dimilikinya karena ia adalah seorang manusia yang memiliki nilai dan berhak untuk meminta. 2. Beneficence (berbuat baik) Menurut teori Beuchamp dan Childress, prinsip atau kaidah ini tidak hanya menuntut manusia memperlakukan sesamanya sebagai makhluk yang otonom dan tidak menyakiti mereka, tetapi juga dituntut agar manusia tersebut dapat menilai kebaikan orang lain selanjutnya. Dasar dari beneficence mengandung dua elemen, yaitu keharusan secara aktif untuk kebaikan berikutnya, dan tuntutan untuk melihat berapa banyak aksi kebaikan berikutnya dan berapa banyak kekerasan yang terlibat. 3. Non-maleficence (tidak merugikan orang lain) Tujuan prinsip ini adalah untuk melindungi seseorang yang tidak mampu (cacat) atau orang yang non-otonomi. Jawaban etik yang benar adalah dengan melihat kebaikan lebih lanjut dari diri seseorang, tidak diperbolehkan untuk menyakiti orang lain. Prinsip ini mengemukakan bahwa keharusan untuk tidak melukai orang lain lebih kuat dibandingkan keharusan untuk berbuat baik. 4. Justicy (keadilan) Kesamaan merupakan inti dari justice, tetapi Aristoteles mengemukakan bahwa justice lebih daripada kesamaan, karena seseorang dapat merasa tidak diperlakukan secara semestinya walaupun telah diperlakukan sama satu dengan yang lain. (Menurut Majalah Kedokteran Andalas vol.40 No.2 tahun 2017 oleh Dedi Afandi) Menurut saya tindakan dokter gigi yang melakukan pemasangan behel tersebut sudah sesuai dengan prinsip beneficence karena dokter telah memberikan saran dan Sudah berbuat baik pada

pasien, dan juga sesuai dengan prinsip non-maleficence dimana ia tidak merugikan orang lain karena ia tidak melukai orang lain dan juga telah bersikap justicy atau adil. Tetapi dokter tidak terlalu menerapkan prinsip respect for autonomy karena pasien tidak mendapatkan informasi tentang hak dirinya, dimana ia tidak diberikan informasi tentang dampak samping dari penggunaan behel yang menyebabkan giginya sakit dan ketidaktahuan dirinya terhadap sakit yang dideritanya. Dibanding dengan dokter gigi yang tidak melakukan pemasangan behel, jika dokter gigi tersebut tidak memberikan pemasangan behel padahal pasien tersebut mempunyai gigi yang boneng maka dokter tersebut tidak sesuai dengan prinsip non-maleficence dimana ia merugikan pasien tersebut, dan juga bertentangan dengan prinsip beneficence yaitu tidak berbuat baik. Ia juga tidak mengharagai autonomy pasien, karena pemasangan behel tersebut berdasarkan skenario disebabkan keluhan pasien, jika ia tidak melakukan pemasangan behel ia tidak menghargai autonomy pasien. Namun, menurut saya ia bersikap adil, karena mungkin dalam skenario ia bukanlah dokter spesialis yang mempunyai hak Penuh untuk memasang behel. Jika ia tidak melakukan pemasangan behel karena hal tersebut, berarti ia menghargai teman sejawat. 3. Bagaimana Saudara menanggapi keluhan pasien tersebut? Dalam menanggapi keluhan pasien tersebut yang terpenting adanya komunikasi antara dokter dan pasien. Dan dokter seharusnya memberikan informasi yang lengkap kepada pasien tentang perawatan yang akan didapatkannya. Pasien tersebut mengeluhkan sakit giginya setelah pemasangan behel, sebagai seorang dokter seharusnya ia memberikan informasi tentang dampak samping dari pemasangan behel tersebut. Memberitahukan hal yang boleh dilakukan dan tidak dilakukan, seperti jangan mengkonsumsi makanan yang keras. Ia juga harus memberitahukan solusi dalam menjaga kesehatan mulut, seperti menggunakan sikat gigi khusus. Jika sakit yang diderita oleh pasien sudah parah akibat penggunaan behel tersebut, ia dapat memberikan obat seperti obat pengurang rasa sakit atau pun vitamin untuk menyembuhkan sakit yang dikeluhkan pasien. (Menurut Jurnal e-Gigi Volume 7 Nomor 1 Tahun 2019 oleh Wulan K.D Rambitan) Pemakai alat ortodontik cekat khusus- nya remaja harus memahami dampak yang ditimbulkan alat ortodontik cekat terhadap kebersihan gigi dan mulut serta harus berkomitmen dan meningkatkan perhatian terhadap kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut. Untuk itu diperlukan peran dari dokter gigi dalam memberikan motivasi dan instruksi yang benar dari awal hingga akhir perawatan alat ortodontik cekat. Pemakai alat ortodontik cekat harus diberikan arahan mengenai pencegahan seperti cara menyikat gigi, pemakaian dental floss, penggunaan pasta gigi berflourida dan penggunaan obat kumur, juga motivasi dalam rangka meningkatkan kebersihan gigi dan mulut. 4. Apa pendapat Saudara ditinjau dari segi hukum, sosial budaya, agama, ras dan lain-lain Dari segi hukum: Pada kasus pemasangan kawat gigi banyak masyarakat Indonesia yang mempercayakan pemasangan kepada dokter gigi umum yang mana menurut standar profesi kedokteran, dokter gigi umum tidak berwenang untuk melaksanakan praktek pemasangan behel. Pelaksanaan praktek yang mengakibatkan kerugian terhadap pasien ini sesungguhnya tidak sesuai dengan hukum kesehatan di Indonesia. Sejalan dalam pembangunan kesehatan maupun hukum kesehatan berfokus kepada pasien

dan para tenaga medis. Adapun aturan tersebut diatur di dalam Pasal 50 dan Pasal 51 Undang-undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Pasal 50 Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyatakan sebagai berikut: Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai hak: a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional; b. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur profesional; c. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dan pasien atau keluargannya; dan d. Menerima imbalan jasa. Kasus pemasangan behel gigi yang dilakukan oleh dokter gigi umum dapat dikatakan telah melanggar kewenangan dari dokter gigi spesialis ortodonti karena kasus diatas menyebutkan bahwa praktik yang dilakukan telah melibatkan kerusakan tulang rahang yang menyebabkan sistem stomatognatik pasien tidak berfungsi dengan semestinya. Apabila dilihat dari jenis-jenis malpraktik menurut Muhamad Sadi Is dalam Buku Etika Hukum Kesehatan kasus pemasangan behel gigi oleh dokter gigi umum tergolong ke dalam jenis malpraktik etik, karena dokter gigi umum tersebut telah melakukan tindakan yang bertentangan dengan etika kedokteran gigi yang dituangkan dalam KODEKGI yang merupakan seperangkat standar etis, prinsip serta aturan atau norma yang berlaku untuk dokter gigi. Dari segi sosial budaya: Unsur-unsur budaya yang masuk tidak semuanya baik dan cocok dengan kepribadian suatu bangsa atau negara. Kawat gigi yang awalnya berfungsi untuk kesehatan dan merapikan gigi beralih fungsi menjadi Fashion.Dulu orang sedikit malu jika menggunakan kawat gigi tetapi berbanding terbalik dengan sekarang, orang-orang malah merasa bangga, dan yang memiliki gigi rapi dan baguspun memakai kawat gigi, padahal pemasangan kawat gigi jika benar-benar tidak dibutuhkan dapat membahayakan kesehatan. Dikalangan masyarakat memakai kawat gigi bukan sesuatu yang asing lagi, Masyarakat memposisikan hal tersebut sebagai gaya hidup, dengan begitu mereka tidak canggung-canggung menabur senyum demi memperlihatkan warna-warni kawat gigi mereka. (Menurut Jom FISIP Volume 2 No. 1-Februari 2015) Dari segi agama: Dari segi agama, tergantung pada agamanya masing - masing. 1) Islam : islam memperbolehkan penggunaan behel. Tetapi jika penggunaan behel tersebut untuk kesehatan dan bukan Hanya sekedar untuk kecantikan. Jika penggunaan behel bukan untuk tujuan kesehatan penggunaan behel diharamkan. 2) Kristen : pemasangan behel boleh dilakukan. 3) Agama Buddha : pemasangan behel boleh dilakukan asal bertujuan untuk manjaga kesehatan gigi. 4)Agama Hindu : pemasangan behel boleh dilakukan, dan bahkan lebih dianjurkan untuk penyempurnaan hidup.

Dari segi ras/etnik : Yang diketahui hingga kini adalah bahwa suku anak dalam dilarang melakukan ortodontik, karena mereka menolak masuknya pengaruh-pengaruh dari luar dalam bentuk apapun, termasuk ortodontik. Dari segi kesehatan : Penggunaan ortodonti cekat semakin banyak di masyarakat, apalagi di kalangan anak-anak dan remaja. Pemakaian ortodonti cekat adalah metode yang paling umum untuk perawatan maloklusi. Kebersihan mulut merupakan salah satu masalah yang sering dihadapi oleh pasien yang sedang menjalani perawatan ortodonti cekat karena prosedur pemeliharaan kebersihan mulut sulit dilakukan ketika alat ortodonti dicekatkan pada gigi. (Menurut Jurnal e-Gigi Vol. 7 No. 1 tahun 2019 oleh Wulan K. D. Rambitan) 5. Bagaimana menurut anda apabila anda mendapat kasus seperti ini, apa yang sebaiknya anda lakukan? Para dokter gigi yang akan merawat maloklusi perlu melakukan evaluasi tentang beberapa hal : (1) Fahami kasus yang akan dirawat, bagaian mana dari komponen oklusi yang mengalami kelainan, apakah maloklusi melibatkan skeletal, dental atau kombinasi keduanya. (2) Evaluasi pengetahuan dan keterampilan, apakah sudah cukup penge-tahuan tentang kasus yang akan dirawat dan apakah sudah mempunyai pengalaman merawat kasus tersebut. (3) Sadari keterbatasan internal yaitu, keterbatasan yang ada pada dokter yang merawat. (4) Waspadai keterbatasan eksternal yaitu keterbatasan berasal dari faktor-faktor diluar dokter yang merawat seperti keadaan pasien dan kondisi lingkungan. (5) Bangun komunikasi dan kerjasama yang baik dengan pasien. (Menurut Maj Ked Gi. Juni 2013 volume 20 nomor 1 oleh Wayan Ardhana) Maloklusi yang diderita oleh Ina adalah maloklusi kelas I Bimaksiler Protrusi. Perawatan ortodontik pada bimaksiler protrusi bertujuan untuk mengurangi kecembungan wajah dengan meretraksi gigi anterior atas maupun bawah. Tujuan ini bisa dicapai dengan pencabutan keempat gigi premolar pertama. Dalam melakukan kontrol tindakan ortodontik perlu dilakukan dengan mempertimbangkan: 1) Ungkapan Pemakaian Alat (masalah rasa sakit, kenyamanan, dipakai atau tidak, pembersihan alat), 2) Perubahan keadaan gigi geligi dan tulang rahang (tumbuhkembang), 3) Pengaktifan kembali alat yang disesuaikan dengan tujuan serta mempertimbangkan keluhan anak dan proses tumbuhkembang, 4) Pertimbangan pemberian hadiah (Positif Reinforcement), 5) Penentuan kesepakatan waktu kontrol berikutnya. (Menurut Jurnal JKG UNEJ Volume 8 No 1 tahun 2011 oleh Iwa Sutardjo)

Sebagai dokter gigi, jika mendapat kasus tersebut saya sebaiknya memberikan pemahaman kepada pasien untuk menghindari resiko pasien datang kembali karena ketidaktahuan tentang dampak penggunaan behel. Seperti apa yang harus dilakukan setelah penggunaan behel. 6. Perlukah dilakukan informed consent? Jelaskan jawaban saudara! Informed consent atau persetujuan tindakan medis adalah persetujuan yang yang diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Definisi ini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 585/Menkes/Per/IX/1989 Tentang Persetujuan Medis. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan, hal tersebut diatur dalam Pasal 45 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Persetujuan tersebut diterbitkan setelah pasien mendapat penjelasan secara lengkap dari dokter mengenai: a. diagnosis dan tata cara tindakan medis; b. tujuan tindakan medis yang dilakukan; c. alternatif tindakan lain dan risikonya; d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan. Pada hakikatnya, informed consent adalah suatu pemikiran bahwa keputusan pemberian obat terhadap pasien harus terjadi berdasarkan kerja sama antara dokter dan pasien. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa informed consent dalam perjanjian terapeutik adalah pemenuhan atas asas konsensualisme yang menjiwai hukum perjanjian dimana berdasarkan pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan bahwa suatu perjanjian akan terjadi ketika kedua belah pihak mencapai kesepakatan. Namun, di sisi pasien, informed consent merupakan perwujudan dari hak pasien dimana pasien berhak mendapatkan informasi penyakit yang dideritanya, tindakan medis apa yang hendak dilakukan, kemungkinan penyulit akibat tindakan itu alternatif terapi lainnya serta pronosisinya. Tujuan dari informed consent adalah agar pasien mendapat informasi yang cukup untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan. Informed consent juga berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telah menerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan yang tepat. Informed consent ini juga merupakan perwujudan dari hak untuk menentukan nasib sendiri (the right to self determination) karena keputusan akhir mengenai penentuan nasib sendiri itu dapat diberikan jika untuk pengambilan keputusan tersebut memperoleh informasi yang lengkap tentang segala untung dan ruginya apabila sesuatu keputusan telah diambil. (Menurut Jurnal Privat Law Vol.3 No.2 Tahun 2015 oleh Armanda Dian Kinanti) Menurut saya, perlu dilakukannya informed consent agar dokter dapat merasa aman dalam melakukan perawatan kepada pasien karena didasari oleh persetujuan pasien. Seperti skenario, dapat dilihat bahwa pasien telah menyetujui saran dari dokter tentang perawatan yang akan dilakukan nya.

Related Documents

Pemicu 1 Blok 4
January 2021 1
10759_ppt Pemicu 3 Blok 4
January 2021 0
Pemicu 4 Blok 4 No. 2
January 2021 6
Modul Blok 5 (1)
January 2021 1
Modul 1 Blok 11
February 2021 1

More Documents from "hanapfadhilah"

Pemicu 1 Blok 4
January 2021 1
Xlsx.xlsx
January 2021 8
Trauma Vaskuler
February 2021 2
Referat Kanker Ovarium
February 2021 1
Tipe Respon Hewan
February 2021 2
Unilever
February 2021 3