Skenario B Blok 12 Krisis Tiroid Hipertiroidismeeeeeee.docx

  • Uploaded by: R A Mita Aulia
  • 0
  • 0
  • January 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Skenario B Blok 12 Krisis Tiroid Hipertiroidismeeeeeee.docx as PDF for free.

More details

  • Words: 11,545
  • Pages: 59
Loading documents preview...
LAPORAN TUTORIAL SKENARIO B BLOK 12 TAHUN 2019 Hipertiroidisme

Disusun Oleh: Kelompok A1 Tutor: dr. Andra Kurnianto Sp.A Anggie Shafira

04011181722006

Mailan Alexander

04011181722008

Adiyatma Putra Mahardika

04011181722010

Alya Maretha Salsabila

04011181722048

Dian Mustikarini

04011181722050

Fariza Hasyati

04011181722068

Salwa Madiva

04011281722068

Regina Pinta Gracia Harahap

04011281722070

Titania Az-Zahra

04011281722072

R. A. Mitha Aulia

04011281722078

Andrew Fabian

04011281722138

Nurul Hidayati

04011281722140

Nyimas Chodijah

04011281722142

PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA TAHUN 2019

Lampiran Struktur Kelompok Tutor

: dr. Andra Kurnianto Sp.A

Moderator

: Nurul Hidayati

Sekretaris 1

: R. A. Mitha Aulia

Sekretaris 2

: Regina Pinta Gracia

Presentan

: Nyimas Chodijah

Pelaksanaan

: 15 Januari 2019 dan 17 Januari 2019 07.30-10.00 WIB

Peraturan selama tutorial : -

Angkat tangan bila ingin berpendapat dan jika diberi kesempatan

-

Hanya menggunakan gadget untuk kepentingan tutorial

-

Dilarang memotong pembicaraan orang lain

-

Selama tutorial dilarang makan tapi diperbolehkan minum

-

Diperbolehkan ke toilet seizin tutor tapi diperbolehkan langsung keluar apabila tutor sedang tidak ada di ruangan

-

Semua anggota harus berpendapat

i

Kata Pengantar

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan Laporan Tutorial Skenario B Blok 12 Tahun 2019. Atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan laporan ini, penulis sangat mengharapkan masukan, kritik, dan saran yang bersifat membangun ke arah perbaikan dan penyempurnaan laporan ini. Cukup banyak kesulitan yang penulis temui dalam penulisan laporan ini, tetapi penulis menyeselesaikannya dengan cukup baik. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. dr. Andra Kurnianto Sp.A sebagai dosen pembimbing di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya dan sebagai tutor pada kelompok A1; 2. Seluruh mahasiswa kelas Alpha 2017 Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijiaya. Akhir kata penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Palembang, 16 Januari 2019 Penulis,

Kelompok A1 Alpha 2018

ii

Daftar Isi

Lampiran Struktur Kelompok ..................................................................................................... i Kata Pengantar ............................................................................................................................. ii Daftar Isi ....................................................................................................................................... iii Skenario B Blok 12 Tahun 2019 .................................................................................................. 1 I.

Klarifikasi Istilah ................................................................................................................. 1

II.

Identifikasi Masalah ............................................................................................................ 3

III. Analisis Masalah .................................................................................................................. 3 IV. Keterbatasan Ilmu Pengetahuan...................................................................................... 27 V.

Hipotesis ............................................................................................................................. 27

VI. Sintesis Masalah................................................................................................................. 28 VII. Kerangka Konsep .............................................................................................................. 54 VIII. Kesimpulan ........................................................................................................................ 54 Daftar Pustaka ............................................................................................................................ 55

iii

Skenario B Blok 12 Tahun 2019

Seorang gadis, Nn. C, umur 17 tahun dibawa orangtuanya ke instalasi rawat darurat (IRD) RSMH Palembang karena gaduh gelisah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Dari alloanamnesis didapatkan riwayat 8 hari sebelumnya os demam tinggi, disertai batuk, sakit tenggorokan, diare dan gelisah. Dari hasil pemeriksaan fisik, kesadaran: delirium; suhu: 38`C; nadi: 140x menit/reguler; TD: 100/80 mmHg; RR: 18x/menit. Kepala: mata: eksoftalmus (+); mulut: pharynx hiperemis; leher: struma diffusa (+); kaku kuduk (-). Jantung: takikardi; paru: bunyi nafas normal. Abdomen: dinding perut lemas; hati dan limpa tak teraba. Ekstremitas: refleks patologis (-). Tremor (+). Pemeriksaan laboratorium: Darah rutin: Hb: 12g%; WBC: 15.000/mm3 Kimia darah: Glukosa darah, tes fungsi ginjal dan hati normal, elektrolit serum normal. Tes fungsi tiroid: T3: 2,6 mmol/L; T4: 198 mmol/L; TSH: 0,3 mU/L. Jelaskan kasus ini secara rinci.

I.

Klarifikasi Istilah No.

Istilah

Arti (sumber) Keadaan hilangnya daya kendali, kesadaran diri yang

1.

Gaduh gelisah

dapat mengakibatkan pelukaan diri sendiri atau orang lain. (KBBI) Gangguan

2.

Delirium

mental

yang

ditandai

dengan

ilusi

halusinasi, delusi kegirangan, kegelisahan, gangguan memori dan inkoheren. (Dorland) Ketika ada peningkatan volume jaringan di belakang

3.

Eksoftalmus

mata, mata akan tampak menonjol keluar dari muka. (Farlex)

4.

Struma difusa

Pembesaran kelenjar yang merata, bagian kanan dan kiri kelenjar sama-sama membesar. (Depkes) 1

Gangguan fleksi leher yang menyebabkan spasme otot 5.

Kaku kuduk

dari otot ekstensor leher. Biasanya menandakan iritasi meningial. (Farlex)

6.

Tremor

7.

Elektrolit serum

Gemetar atau menggigil yang involunter. (Dorland) Elektrolit adalah molekul yang bermuatan positif (kation) atau negatif (anion) Tes laboratorium yang digunakan untuk mengevaluasi fungsi kelenjar tiroid. Tes fungsi tiroid termasuk tes iodin yang berikatan dengan protein, iodin yang bisa

8.

Tes fungsi tiroid

diekstraksi dari butanol, T3, T4 dan indeks tiroksin bebas, globulin yang berikatan dengan tiroksin, TSH, long acting thyroid stimulator, uptake iodin radioaktif dan eksresi iodin radioaktif. (Kamus Kedokteran Mosby) Salah satu hormon tiroid, senyawa organik yang

9.

T3 (Tri iodothyronin)

mengandung iodium yang dilepaskan dari tiroglobulin melalui hidrolisis. Hormon ini mempunyai aktivitas biologis beberapa kali lipat dari T4. (Dorland) Hormon yang mengandung iodium yang disekresi oleh

10.

T4 (Tyroksin)

kelenjar tiroid, terdapat secara alami dalam bentuk LTiroksin. Fungsi utamanya adalah meningkatkan kecepatan metabolisme sel. (Dorland) Hormon yang merangsang kelenjar tiroid untuk

11.

TSH

membentuk hormon yang meregulasi metabolisme. (Gail Ensiklopedia)

2

II.

Identifikasi Masalah No. 1.

Masalah

Konsen

Nn. C, umur 17 tahun dibawa orangtuanya ke instalasi rawat darurat (IRD) RSMH Palembang karena gaduh gelisah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Dari alloanamnesis didapatkan riwayat 8

VV

hari sebelumnya os demam tinggi, disertai batuk, sakit tenggorokan, diare dan gelisah. 2.

Pemeriksaan fisik: Kesadaran:

delirium;

suhu:

38`C;

nadi:

140x

menit/reguler; TD: 100/80 mmHg; RR: 18x/menit. Kepala: mata: eksoftalmus (+); mulut: pharynx hiperemis; leher: struma diffusa (+); kaku kuduk (-).

V

Jantung: takikardi; paru: bunyi nafas normal. Abdomen: dinding perut lemas; hati dan limpa tak teraba. Ekstremitas: refleks patologis (-). Tremor (+). 3.

Pemeriksaan laboratorium: Darah rutin: Hb: 12g%; WBC: 15.000/mm3 Kimia darah: Glukosa darah, tes fungsi ginjal dan hati normal, elektrolit serum normal. Tes fungsi

V

tiroid: T3: 2,6 mmol/L; T4: 198 mmol/L; TSH: 0,3 mU/L.

III.

Analisis Masalah 1. Nn. C, umur 17 tahun dibawa orangtuanya ke instalasi rawat darurat (IRD) RSMH Palembang karena gaduh gelisah sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Dari alloanamnesis didapatkan riwayat 8 hari sebelumnya os demam tinggi, disertai batuk, sakit tenggorokan, diare dan gelisah. a. Apa indikasi yang menyebabkan Nn. C masuk IRD? Jawab: 3

Pasien di indikasikan dibawa ke IRD apabila berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisiknya ditemukan diagnosa gawat darurat. Diagnosa gawat darurat dapat terbagi menjadi anak, bedah, kardiovaskuler, kebidanan, mata, paru-paru, penyakit dalam, THT, dan psikiatri. Dari 9 penggolongan diagnosa gawat darurat, yang menyebabkan Nn.C dirawat di IRD ialah gangguan psikiatri yang dapat meliputi: 1) Gangguan Panik, 2) Gangguan Psikotik, 3) Gangguan Konversi, 4) Gaduh Gelisah.

b. Bagaimana mekanisme gejala-gejala yang dialami oleh Nn. C? Jawab: Demam tinggi Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005). Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut (Sherwood, 2001). Batuk Saluran pernafasan terdiri atas laring, trakea, dan bronkus dimana terdapat jaringan epitel yang dilapisi mucus bersilia bersel goblet. Di jaringan epitel tersebut terdapat reseptor batuk yang peka terhadap rangsangan.

4

Saat benda asing masuk ke saluran pernafasan, akan menempel di mucus saluran pernafasan. Selanjutnya akan terjadi iritasi pada reseptor batuk, sehingga terjadi aktifasi pusat batuk. Fase ini disebut fase iritasi Reseptor batuk dan medulla spinalis dihubungkan oleh serat aferen non myelin. Medula Spinalis akan memberikan perintah balik berupa kontraksi otot abductor, kontraksi pada kartilago di laring seperti kartilago aritenoidea yang akan menyebabkan kontraksi diafragma sehingga terjadi kontraksi dan relaksasi intercosta pada abdominal. Hal ini akan menyebabkan glottis terbuka karena medulla spinalis juga merespon terjadinya inspirasi sehingga akan terjadi inspirasi yang cepat dan dalam. Fase ini disebut fase Inspirasi. Sakit tenggorokan Sepertinya hal ini tidak ada kaitannya dengan hipertiroid. Melainkan ini merupakan gejala tersendiri yang mengisyartkan bahwa Nn. C sedang dalam keadaan infeksi. Keadaan infeksi ini mungkin saja ini disebabkan oleh oral hygiene yang buruk dari Nn. C, sehingga mekanisme pertahanan tubuh untuk melawan bakteri yang masuk adalah inflamasi sehingga terjadi sakit tenggorokan. Penurunan daya tahan tubuh secara sistemik atau gangguan mikrobial lokal, misalnya kebersihan mulut buruk, maka bakteri dan produknya yang merupakan faktor virulen (lipopolisakaraida=LPS) akan melakukan interaksi dengan sel-sel tertentu di rongga mulut. Pertama-tama Tonsil yang bertindak sebagai mekanisme pertahanan tubuh di mulut akan berespons terhadap stimulasi bakteri dan tubuh melakukan respons imunologis dengan mengaktivasi sel-sel mediator inflamasi yang dapat menyebabkan gangguan metabolism jaringan ikat sebagai tanda klinis awal radang pada tonsil. Fungsi tonsil adalah sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh baik melalui hidung atau mulut. Kuman yang masuk disitu akan dihancurkan oleh makrofag yang merupakan sel-sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena infeksi akibat dari penjagaan higiene mulut yang tidak memadai serta adanya faktor-faktor lain, maka pada suatu waktu tonsil 5

tidak bisa membunuh kuman-kuman semuanya, akibat kuman yang bersarang di tonsil dan akan menimbulkan peradangan tonsil yang kronik. Tonsilitis kronik dapat menimbulkan gejala lokal ataupun sistemik. Gejala yang bisa terjadi adalah mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan menurun, sakit kepala dan badan terasa meriang akibat daripada gejala sistemik tonsilitis kronik. Gejala lokal pula termasuklah nyeri tenggorok atau merasa tidak enak di tenggorok, nyeri telan ringan kadang-kadang seperti benda asing (pancingan) di tenggorok. Diare Pada orang yang mengalami hipertiroid terjadi peningkatan motilitas saluran cerna, dalam hal ini termasuk usus yang membuat bising usus meningkat. Hormon tiroid meningkatkan baik kecepatan sekresi getah pencernaan dan pergerakan saluran cerna. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya diare. Kalau darah dan lendir biasanya terjadi karena adanya parasi, dikarenakan dalam hal ini bukan oleh parasit seperti amuba yang khas darah dan lendir, maka tidak ditemukan diare dengan darah dan lendir. TSH ↓ dan FT4 ↑ (Hipertiroidisme) → meningkatkan Creatine fosfat → meningkatkan seluruh aktifitas saluran gastrointestinal → memicu terjadinya gerakan peristaltik dan relaksasi sfingter yang berlebih → memeperbanyak dan mempermudah pengeluaran isi usus melalui saluran pencernaan → Diare. Gaduh gelisah Hormon tiroid meningkatkan kecepatan berpikir, tetapi juga sering menimbulkan disosiasi pikiran, dan sebaliknya, berkurangnya hormon tiroid akan menurunkan fungsi ini. Pasien hipertiroid cenderung menjadi sangat cemas dan psikoneurotik, seperti kompleks ansietas, kecemasan yang sangat berlebihan, atau paranoia.

2. Pemeriksaan fisik: Kesadaran: delirium; suhu: 38`C; nadi: 140x menit/reguler; TD: 100/80 mmHg; RR: 18x/menit. Kepala: mata: eksoftalmus (+); mulut: pharynx hiperemis; leher: struma diffusa (+); kaku kuduk (-). Jantung: takikardi; paru: bunyi nafas normal. 6

Abdomen: dinding perut lemas; hati dan limpa tak teraba. Ekstremitas: refleks patologis (-). Tremor (+). a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik Nn. C? Jawab: Pada kasus Skenario B Blok XII, Nn. C, 17 tahun, perempuan. Pemeriksaan Fisik Delirium

Dinda, 10 tahun

Suhu

38℃

Nadi (takikardia)

140 bpm reguler

(+)

Interpretasi

Penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik Abnormal dan siklus tidur yang terganggu. Pasien tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi dan meronta-ronta. Febris Suhu Tubuh o o Normal : 36,6 C - 37,2 C Sub Febris : 37 oC - 38 oC Febris : 38 oC - 40 oC Hiperpireksis : 40 oC - 42 oC Hipotermi : Kurang dari 36 oC Hipertermi : Lebih dari 40 oC Takikardia

Sekresi hormon tiroid   respons terhadap sistem saraf simpatis  akibat meningkatnya jumlah dan afinitas β-adrenoreceptor. Stimulasi Ab Thyroid Stimulating Hormon (TSH-Ab) atau thyroid stimulating immunoglobulin (TSI) berinteraksi dengan reseptor TSH di membran epitel folikel tiroid  T4 T3  aktivitas saraf simpatis   impuls listrik dari SA node   kontraksi jantung   fraksi ejeksi darah dari ventrikel   TD  & denyut nadi 

7

TD

100/80 mmHg

Normal

RR

18 rpm

Normal

Kepala: Mata eksoftalmus

Mulut: Faring hiperemis Leher: Struma difusa Kaku kuduk Paru: Bunyi napas Abdomen: Dinding perut Hati dan limpa Ekstremitas: Refleks patologis Tremor

(+)

IgG bekerja di protein menyerupai reseptor TSH Abnormal (di sekitar orbita)  reseptor aktif  pembentukan sitokin  pembentukan glikosisaminoglikan yang hidrofilik pada jaringan fibroblast (sekitar orbita)  tekanan osmotik , volume otot ektra okular , akumulasi cairan   Ophtalmopathy

(+)

(+) (-) Normal Lemas Tidak teraba

(-) (+)

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan fisik Nn. C? 8

Jawab: Delirium Pada umumnya, hormon tiroid meningkatkan kecepatan berpikir, tetapi juga sering menimbulkan disosiasi pikiran, dan sebaliknya, berkurangnya hormon tiroid akan menurunkan fungsi ini. Pasien hipertiroid cenderung menjadi sangat cemas dan psikoneurotik, seperti kompleks ansietas, kecemasan yang sangat berlebihan, atau paranoia. Demam Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih (monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin, mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005). Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang pada akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut (Sherwood, 2001). Faktor lingkungan juga ikut berperan dalam patogenesis penyakit tiroid otoimun seperti penyakit Graves. Virus yang menginfeksi sel-sel tiroid manusia akan merangsang ekspresi DR4 pada permukaan sel-sel folikel tiroid, diduga sebagai akibat pengaruh sitokin (terutama interferon alfa). Infeksi basil gram negatif Yersinia enterocolitica, yang menyebabkan enterocolitis kronis, diduga mempunyai reaksi silang dengan otoantigen kelenjar tiroid. Antibodi terhadap Yersinia enterocolitica terbukti dapat bereaksi silang dengan TSH-R antibody pada membran sel tiroid yang dapat mencetuskan episode akut penyakit Graves. 9

Takikardi Produksi T4, T3 yang tinggi tersebut berasal dari stimulasi antibodi stimulasi hormon tiroid (TSH-Ab) atau thyroid stimulating immunoglobulin (TSI) yang berinteraksi dengan reseptor TSH di membran epitel folikel tiroid, yang mengakibatkan peningkatan aktivitas saraf simpatis tubuh. Salah satunya peningkatan saraf simpatis di jantung, sehingga impuls listrik dari nodus SA jantung meningkat,

menyebabkan

kontraksi

jantung meningkat

lalu

mengakibatkan fraksi ejeksi darah dari ventrikel berkurang dan meningkatkan tekanan darah dan denyut nadi. Sekresi hormon tiroid yang meningkat akan menyebabkan peningkatan respons terhadap sistem saraf simpatis akibat meningkatnya jumlah dan afinitas β-adrenoreceptor. Bagan: Stimulasi Ab Thyroid Stimulating Hormon (TSH-Ab) atau thyroid stimulating immunoglobulin (TSI) berinteraksi dengan reseptor TSH di membran epitel folikel tiroid  T4 T3  aktivitas saraf simpatis   impuls listrik dari SA node   kontraksi jantung   fraksi ejeksi darah dari ventrikel   TD  & denyut nadi  Eksoftalmus Fibroblas orbita mengekspresikan reseptor TSH di permukaannya  fibroblast mengalami diferensiasi menuju adiposit matang dan mengeluarkan glikosaminoglikan hidrofilik ke interstitial sebagai respon terhadap antibodi anti reseptor TSH di darah dan sitokin  kombinasi infiltrasi limfosit, sel mast, sel plasma, pengendapan glikosaminoglikan, adipogenensis dalam jaringan ikat orbita  eksoftalmus tersensitasinya Ab sitotoksik terhadap antigen TSH-R fibroblast orbita, otot orbita dan jaringan tiroid  inflamasi pada jaringan fibroblas orbita reaksi autoimun pada jaringan ikat di dalam rongga mata  Jaringan ikat dengan jaringan lemaknya menjadi hiperplasik sehingga bola mata terdorong keluar dan otot mata terjepit  eksoftalmus. Faring hiperemis

10

Adanya infeksi pada daerah di sekitar faring, sehingga menyebabkan terjadinya pelebaran pemubuluh darah untuk memudahkan transpor leukosit untuk mengatasi infeksi Struma difusa Defisiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel kelenjar tiroid yang menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk struma. Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis hormon tiroid, defisiensi iodida dan goitrogen. Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk stimulator TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar hipofise yang resisten terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar

hipofise

dan

tumor

yang

memproduksi

human

chorionic

gonadotropin. Auto imunitas jar. Tiroid  pelepasan Ig yang berikatan dengan reseptor TSH (TSI)  aktivasi terus menerus cAMP  sel-sel tiroid mengalami hiperplasia diffuse enlargment Dinding perut lemas Selain meningkatkan nafsu makan dan asupan makanan, hormon tiroid meningkatkan kecepatan sekresi getah pencernaan dan pergerakan saluran cerna (hipermotilitas). Hipermotilitas inilah yang menyebabkan dinding perut lemas. Tremor Salah satu gejala yang paling khas dari hipertiroidisme adalah timbulnya tremor halus pada otot. Tremor ini bukan merupakan tremor kasar seperti yang timbul pada penyakit Parkinson atau pada waktu menggigil, sebab tremor ini timbul dengan frekuensi cepat yakni 10 sampai 15 kali per detik. Tremor ini dengan mudah dapat dilihat dengan cara menempatkan sehelai kertas di atas jari-jari yang diekstensikan dan perhatikan besarnya getaran kertas tadi. Tremor ini dianggap disebabkan oleh bertambahnya kepekaan 11

sinaps saraf di daerah medula yang mengatur tonus otot. Tremor ini merupakan cara penting untuk memperkirakan tingkat pengaruh hormon tiroid pada sistem saraf pusat. Mekanisme tremor adalah adanya hormone tiroid yang lebih dari normal mengakibatkan kenaikan aktivitas simpatis  meningkatknya proliferasidari katekolamin, dan menurunnya reseptor menyebabkan terjadilah efek simpatomimetik cns overstimulation tremor.

c. Bagaimana cara pemeriksaan fisik pada leher? Jawab: Tiroid normal melekat kuat pada trakea dan biasanya tidak terlihat dari luar kecuali jika membesar. Akan tetapi, dengan mengamati pasien ketika sedang menelan, tiroid mungkin dapat terlihat atau teraba. Pada saat menelan, kartilago tiroidea terangkat begitu juga dengan kelenjar tiroid yang menempel padanya. Isthmus tiroid adalah bagian yang menghubungkan dua lobus yang terletak tepat di bawah kartilago krikoidea dengan lobus yang terletak di sepanjang separuh bagian bawah tepi lateral kartilago. Sikap yang benar pada saat dilakukan pemeriksaan pada kelenjar tiroid adalah hal yang penting. Tempatkan pasien pada posisi duduk dengan leher yang sedikit diekstensikan sehingga leher dapat diperiksa dari sisi depan dan kemudian dari belakang.

Tindakan palpasi pada tiroid harus selalu dilakukan secara lembut. Jika tiroid membesar, pastikan apakah tiroid mudah digerakkan. Kecuali jika 12

terdapat keganasan, tiroid seharusnya bergerak bersama-sama kartilago tiroidea. Pastikan konsistensi goiter dan apakah goiter tersebut terdiri dari beberapa nodul (goiter multinodular) atau berupa suatu pembesaran yang difus. Adanya pembengkakan, terutama jika bersifat soliter atau keras, dapat disebabkan oleh karsinoma atau kista, tetapi jika kekerasan yang dirasa bersifat difus, mungkin kelainan tersebut merupakan suatu tiroiditis kayu reidel (wooden reidel‘s tyroiditis). Jika pada auskultasi terdengar suara murmur sistolik (bruit), terdapat suatu sirkulasi abnormal yang menunjukkan tiroid yang terlalu aktif (kecuali jika bruit dihantarkan dari arteri besar di dekatnya), seperti pada tirotoksikosis. Pada wanita dengan leher ramping, tiroid yang terlihat dapat merupakan temuan yang abnormal.

3. Pemeriksaan laboratorium: Darah rutin: Hb: 12g%; WBC: 15.000/mm3 Kimia darah: Glukosa darah, tes fungsi ginjal dan hati normal, elektrolit serum normal. Tes fungsi tiroid: T3: 2,6 nmol/L; T4: 198 nmol/L; TSH: 0,3 mU/L. a. Bagaimana interpretasi pemeriksaan laboratorium Nn. C? Jawab: a) Darah rutin i.

Hb: 12 g%: (N: 12-14 g%)

ii.

WBC: 15.000/mm3 (N: 5.000-10.000/mm3): leukositosis

b) Kimia darah i.

Glukosa darah, fungsi ginjal hati, elektrolit serum semua normal

c) Fungsi tiroid (KEADAAN HIPERTIROID) i.

T3: 2.6 nmol/L (N: 0.9-2.8 nmol/L): N

ii.

T4: 198 nmol/L (N: 58-161 nmol/L): ↑

iii.

TSH: 0,3 mU/L (N: 0.5-4.7 mU/L): ↓

b. Bagaimana mekanisme abnormal dari hasil pemeriksaan laboratorium? Jawab:

13

Pada hipertiroid, konsentrasi TSH (Thyroid Stimulating Hormon) plasma menurun, karena ada sesuatu yang menyerupai TSH, yaitu thyroid stimulating antibodies (TSAb) yang dapat berikatan dan mengaktivasi reseptor TSH (TSHr). Aktivasi reseptor TSH oleh TSAb memicu perkembangan dan peningkakan aktivitas sel-sel tiroid menyebabkan peningkatan kadar hormon tiroid melebihi normal. Hal inilah yang menyebabkan pada pemeriksaan lab T3 dan T4 meningkat akibat rangsangan yang berkelanjutan oleh pengikatan antara TSAb dan TSHr. Hal ini dikarenakan TSAb mempunya efek perangsangan yang lebih lama pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang berlangsung satu jam. TSAb dihasilkan melalui proses respon imun karena adanya paparan antigen. Namun pada Graves’ Disease sel-sel APC (antigen presenting cell) menganggap sel kelenjar tiroid sebagai antigen yang dipresentasikan pada sel T helper melalui bantuan HLA (human leucocyte antigen). Selanjutnya T helper akan merangsang sel B untuk memproduksi antibodi berupa TSAb. Karena itu, pada pasien hipertiroid konsentrasi TSH menurun sedangkan konsentrasi TSAb meningkat. Tingginya sekresi hormon tiroid yang disekresi oleh TSAb selanjutnya juga menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior.

c. Adakah pemeriksaan penunjang lain yang dapat membantu menegakkan diagnosis pada kasus? Jawab: Ya, ada. 1. TSH serum Bertujuan kadar TSH dan memastikan hipetiroidisme primer. 2. Kadar hormon tiroid (T3 dan T4) total dan bebas Untuk

menngvaluasi

fungsi

tiroid,

dan

membantu

diagnosis

hipertiroidisme atau hipotiroidisme. 3. Iodine radioaktif Membantu penegakan diagnosis penyakit graves dengan ditemukan uptake tiroid yang melebihi normal. 14

4. Thyrotropin receptor antibodies (TRAb) Membatu penegakan diagnosis penyakit graves. TRAb ditemukan hanya pada penderita Graves’. 5. Ultrasonography Ultrasonography merupakan pemeriksaan yang menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi untuk mendapatkan gambar dan bentuk kelenjar tiroid. Dengan pemeriksaan ini dapat diidentifikasi bentuk dan ukuran kelenjar tiroid pasien. 6. Fine-needle aspiration (FNA) Pemeriksaan dengan fine-needle aspiration digunakan untuk mengambil sampel sel di kelenjar tiroid atau biopsi. Dari hasil biopsi dengan FNA dapat diketahui apakah nodul pada pasien bersifat benign (non kanker) atau malignant (kanker)

4. Berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium, Nn. C kemungkinan menderita hipertiroidisme. a. Bagaimana fisiologi kelenjar tiroid? Jawab: Molekul-molekul T3 dan T4 bebas yang bersifat lipofilik, dapat masuk ke dalam sel-sel target secara bebas melalui difusi pasif. Di samping itu, transpor aktif dari hormon ini ke dalam beberapa sel dapat pula terjadi melalui protein pembawa yang spesifik. Setelah memasuki sel, T4 segera mengalami monodeiodinasi membentuk T3 yang lebih aktif atau derivat-derivat rT3 yang bersifat inaktif. Sama seperti hormon steroid, efek T3 dimediasi oleh interaksinya dengan reseptor-reseptor hormon tiroid yang spesin dan mempunyai afinitas yang tinggi, berlokasi di dalam inti sel, dengan hasil akhir berupa srimulasi atau represi dari ekspresi gen target. Translokasi T3 ke dalam inti sel juga melibatkan mekanisme ambilan aktif langsung bersamaan dengan proses yang melibatkan cytosolic thyroid hormone binding protein (CTBP) yang afnitasnya rendah. Berbeda dengan steroid, pembentukan kompleks hormon T3 dan reseptor terjadi secara langsung di tingkat inti, karena 15

reseptornya sudah berikatan dengan thyroid hormone response elements (TREr) pada DNA target, bahkan walaupun tanpa adanya hormon tiroid.

b. Bagaimana epidemiologi dari hipertiroidisme? Jawab: Penyakit Graves memiliki insidens tertinggi pada usia antara 20 dan 40 tahun, dan wanita tujuh kali lebih sering terkena daripada pria. Penyakit yang sangat umum ini diperkirakan mengenai sekitar 1,5% hingga 2,0% wanita di Amerika Serikat. Faktor genetik berperan penting sebagai penyebab penyakit Graves; dan insidennya meningkat pada keluarga pasien yang terkena, dengan angka kesesuaian sebesar 60% pada kembar monozigot.

c. Bagaimana etiologi dari hipertiroidisme? Jawab: Berdasarkan etiologinya hipertiroidisme dapat dibagi menjadi beberapa kategori, secara umum hipertiroidisme yang paling banyak ditemukan adalah Graves’ Disease, toxic adenoma, dan multinodular goiter. Graves’ disease Graves’ disease merupakan gangguan autoimun berupa peningkatan kadar hormon tiroid yang dihasilkan kelenjar tiroid Kondisi ini disebabkan karena adanya thyroid stimulating antibodies (TSAb) yang dapat berikatan dan mengaktivasi reseptor TSH (TSHr). Aktivasi reseptor TSH oleh TSAb memicu perkembangan dan peningkakan aktivitas sel-sel tiroid menyebabkan peningkatan kadar hormon tiroid melebihi normal. TSAb dihasilkan melalui proses respon imun karena adanya paparan antigen. Namun pada Graves’ Disease sel-sel APC (antigen presenting cell) menganggap sel kelenjar tiroid sebagai antigen yang dipresentasikan pada sel T helper melalui bantuan HLA (human leucocyte antigen). Selanjutnya T helper akan merangsang sel B untuk memproduksi antibodi berupa TSAb. Salah satu faktor risiko penyebab timbulnya Graves’ Disease adalah HLA. Pada pasien Graves’ Disease ditemukan adanya perbedaan urutan asam amino ke tujuh puluh empat pada 16

rantai HLA-DRb1. Pada pasien Graves’ Disease asam amino pada urutan ke tujuh puluh empat adalah arginine, sedangkan umumnya pada orang normal, asam amino pada urutan tersebut berupa glutamine. Toxic adenoma Struma nodosa toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu lobus yang disertai dengan tanda-tanda hipertiroid. Pembesaran noduler terjadi pada usia de0asa muda sebagai suatu struma yang nontoksik. bila tidak diobati, dalam 15-20 tahun dapat menjadi toksik. Adenoma toksik ditandai dengan peningkatan kadar hormone tiroid dan kadar TSH menurun namun tidak sampai terdeteksi. Kebanyakan hyperfunctioning

atau autonomous

thyroid telah mencapai ukuran minimal 3 cm sebelum hipertiroidisme terjadi. Pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan adanya nodul tiroid soliter tanpa jaringan tiroid yanng teraba pada sisi kontralateral. Multinodular goiter Selain Grave’s Disease dan toxic adenoma, toxic multinodular goiter merupakan salah satu penyebab hipertiroidisme yang paling umum di dunia. Secara patologis toxic multinodular goiter mirip dengan toxic adenoma karena ditemukan adanya nodul yang menghasilkan hormon tiroid secara berlebihan, namun pada toxic multinodular goiter ditemukan beberapa nodul yang dapatdideteksi baik secara palpasi maupun ultrasonografi. Penyebab utama dari kondisi ini adalah faktor genetik dan defisiensi iodine.

d. Bagaimana patofisiologi dari hipertiroidisme? Jawab: Biasanya, sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh mekanisme umpan balik yang kompleks yang melibatkan interaksi faktor stimulasi dan penghambatan (lihat gambar di bawah). Thyrotropin-releasing hormone (TRH) dari hipotalamus menstimulasi kelenjar di bawah otak untuk melepaskan TSH.

17

Pada hipertiroidisme, kosentrasi TSH plasma menurun, karena ada sesuatu yang “menyerupai” TSH, biasanya bahan - bahan ini adalah antibodi 18

immunoglobulin yang disebut TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), yang berikatan dengan reseptor membran yang sama dengan reseptor yang mengikat TSH. Bahan - bahan tersebut merangsang aktivasi cAMP dalam sel, dengan hasil akhirnya adalah hipertiroidisme. Karena itu pada pasien hipertiroidisme kosentrasi TSH menurun, sedangkan konsentrasi TSI meningkat. Bahan ini mempunyai efek perangsangan yang panjang pada kelenjar tiroid, yakni selama 12 jam, berbeda dengan efek TSH yang hanya berlangsung satu jam. Tingginya sekresi hormon tiroid yang disebabkan oleh TSI selanjutnya juga menekan pembentukan TSH oleh kelenjar hipofisis anterior. Pada hipertiroidisme, kelenjar tiroid “dipaksa” mensekresikan hormon hingga diluar batas, sehingga untuk memenuhi pesanan tersebut, selsel sekretori kelenjar tiroid membesar. Gejala klinis pasien yang sering berkeringat dan suka hawa dingin termasuk akibat dari sifat hormon tiroid yang kalorigenik, akibat peningkatan laju metabolisme tubuh yang diatas normal. Bahkan akibat proses metabolisme yang menyimpang ini, terkadang penderita hipertiroidisme mengalami kesulitan tidur. Efek pada kepekaan sinaps saraf yang mengandung tonus otot sebagaiakibat dari hipertiroidisme ini menyebabkan terjadinya tremor otot yang halus dengan frekuensi 10-15 kali perdetik, sehingga penderita mengalami gemetar tangan yang abnormal. Nadi yang takikardi atau diatas normal juga merupakan salah satu efek hormon tiroid pada sistem kardiovaskuler. Eksopthalmus yang terjadi merupakan reaksi inflamasi autoimun yang mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler, akibatnya bola mata terdesak keluar.Dalam penyakit Graves, autoantibody yang beredar melawan reseptor thyrotropin memberikan stimulasi terus menerus pada kelenjar tiroid. Imunoglobulin stimulasi ini telah disebut stimulator tiroid kerja jangka panjang (LATS), thyroid-stimulating immunoglobulin (TSI), antibodi tiroidstimulating (TSab), dan antibodi TSH-reseptor (TRab). [33] Antibodi ini merangsang produksi dan pelepasan hormon tiroid dan tiroglobulin; Mereka juga merangsang pengambilan yodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar tiroid. Antibodi anti-tiroid peroksidase (anti-TPO) dinilai dalam tes 19

nonspesifik untuk penyakit tiroid autoimun. Meskipun antibodi anti-TPO tidak diagnostik untuk penyakit Graves, hadir pada 85% pasien dengan kelainan ini dan dapat diukur dengan cepat di laboratorium local. e. Bagaimana algoritma diagnosis dari hipertiroidisme? Jawab: Algoritma diagnosis Pemeriksaan TSH, FT4

TSH rendah, FT4 tinggi

TSH rendah, FT4 normal

Tirotoksikosis Primer

TSH normal/meningkat, FT4 tinggi

TSH dan FT4 normal

Adenoma hipofisis pensekresi TSH atau sindrom resistensi hormon tiroid

Tidak diperlukan pemeriksaan lanjutan

Periksa FT3

Tinggi Tirotoksikosis T3

Normal Hipertiroidisme subklinis

Tanda penyakit Graves Ya Penyakit Gravess

Tidak Struma multinodusa atau adenoma toksis Ya

Tiroiditis destruktif, kelebihan iodium atau kelebihan hormon tiroid

Tidak Singkirkan penyebab lain termasuk stimulasi oleh gonadotropin korionik

Untuk daerah di mana pemeriksaan laboratorik yang spesifik untuk hormon tiroid tak dapat dilakukan, penggunaan indeks Wayne dan New Castle sangat membantu menegakkan diagnosis hipertiroid. Menurut indeks Wayne jika > 20, maka dapat dikatakan hipertiroid. 20

Tabel. Indeks Wayne Gejala Skor bila Tanda ada

Sesak nafas

+1

Palpitasi Mudah lelah Senang hawa panas Senang hawa dingin Keringat berlebihan Gugup

+2 +2 -5 +5 +3 +2

Nafsu makan bertambah Nafsu makan berkurang Berat badan naik Berat badan turun

Skor bila ada +3

+3

Kelenjar tiroid teraba Bruit pada tiroid Exophtalmus Retraksi palpebra Palpebra terlambat hiperkinesis Telapak tangan lembab Fibrilasi atrium

-3

Nadi < 80x/menit

-3

-3 +1

Nadi > 90x/menit

+3

+2 +2 +2 +4 +2 +1

Skor bila tidak ada -3 -2

-2 -2

+4

Tabel. Skor kriteria Burch dan Wartofsky untuk diagnosis krisis tiroid Kriteria Skor Disfungsi Pengaturan Suhu Suhu 37,2°- 37,7°C 5 Suhu 37,8°- 38,2°C 10 Suhu 38,3°- 38,8°C 15 Suhu 38,9°- 39,3°C 20 Suhu 39,4°- 39,9°C 25 Suhu 40°C atau lebih 30 Gangguan Sistem Saraf Pusat Tidak ada 0 Gelisah 10 Delirium 20 Kejang atau koma 30 Disfungsi Gastrointestinal Tidak ada 0 Diare, mual, muntah, nyeri abdomen 10 Ikterik 20 21

Disfungsi Kardiovaskular Nadi 90-109 kali/menit 5 Nadi 110-119 kali/menit 10 Nadi 120-129 kali/menit 15 Nadi 130-139 kali/menit 20 Nadi ≥140 kali/menit 25 Gagal Jantung Kongestif Tidak ada 0 Ringan (edema tungkai) 5 Sedang (ronki basah basal) 10 Berat (edema paru) 15 Fibrilasi Atrium Tidak ada 0 Ada 10 Riwayat adanya kondisi atau penyakit pemicu Tidak ada 0 Ada 10 Keterangan: - Skor ≥ 45 : kecurigaan sangat tinggi (highly suggestive) - Skor 25-44 : mengarahkan kemungkinan (suggestive of impending storm) - Skor < 25 : tidak seperti (unlikely thyroid storm)

22

Pada kasus Skenario B, Nn. C, 17 tahun. Kriteria Nn. C, 17 Skor tahun Disfungsi Pengaturan Suhu Suhu 37,8°- 38,2°C 38℃ 10 Gangguan Sistem Saraf Pusat Delirium Delirium 20 Disfungsi Gastrointestinal Diare, mual, muntah, nyeri Diare 10 abdomen Disfungsi Kardiovaskular Nadi ≥140 kali/menit 140 x/menit 25 Gagal Jantung Kongestif Tidak ada 0 Fibrilasi Atrium Tidak ada 0 Riwayat adanya kondisi atau penyakit pemicu Tidak ada 0 Ada 10 TOTAL 65  Nn. C, 17 tahun, positif terdiagnosis krisis triroid Keterangan: - Skor ≥ 45 : kecurigaan sangat tinggi (highly suggestive) - Skor 25-44 : mengarahkan kemungkinan (suggestive of impending storm) - Skor < 25 : tidak seperti (unlikely thyroid storm) f. Bagaimana terapi dan edukasi pada penderita hipertiroidisme? Jawab: Tata laksana terapi yang dapat digunakan untuk mengobati pasien hipertiroidisme adalah sebagai berikut: 1. Obat Anti Tiroid Obat anti tiroid merupakan golongan obat yang digunakan untuk menekan kelebihan hormon tiroid pada pasien hipertiroidisme hingga level normal (euthyroid). Jenis Obat Anti Tiroid 23

Obat anti tiroid yang secara luas digunakan, propylthiouracil dan methimazole, termasuk dalam golongan yang sama yaitu thionamide. Keduanya memiliki mekanisme aksi yang sama namun memiliki profil farmakokinetika yang berbeda dalam hal durasi, ikatan dengan albumin dan lipofilisitas. Propylthiouracil Menurut Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD Dr. Soetomo edisi III, dosis awal propylthiouracil adalah 100-150 mg setiap 6 jam, setelah 4 – 8 minggu dosis diturunkan menjadi 50 – 200 mg sekali atau dua kali dalam sehari (Anonim, 2008). Keuntungan propylthiouracil dibandingkan methimazole adalah propylthiouracil dosis tinggi juga dapat mencegah konversi thyroxine (T4) menjadi bentuk aktif triiodothyronine (T3) di perifer, sehingga merupakan terapi pilihan dalam thyroid storm atau peningkatan hormon tiroid secara akut dan mengancam. Propylthiouracil

yang

digunakan

secara

per

oral

hampir

sepenuhnya terabsorpsi di saluran gastrointestinal. Karena durasi kerjanya yang hanya 12 – 24 jam maka PTU harus digunakan beberapa kali sehari (multiple dose). Hal ini menjadi salah satu alasan obat ini mulai ditinggalkan karena berkaitan dengan kepatuhan pasien. Metimazole Obat ini digunakan secara per oral dan hampir terabsorpsi sempurna di saluran cerna. Karena durasi aksinya yang panjang, sekitar 40 jam, maka MMI cukup digunakan satu kali sehari (single dose). Menurut Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD Dr. Soetomo Edisi III, dosis awal methimazole dimulai dengan 40 mg setiap pagi selama 1 – 2 bulan dan selanjutnya dosis diturunkan menjadi 5 – 20 mg setiap pagi. 2. Iodine Radioaktif Pada pengobatan hipertiroidisme dengan metode RAI terdapat dua metode pengobatan sebagai berikut. Metode Ablative

24

Pada metode ini digunakan RAI dosis tinggi untuk mencapai kondisi hipotiroidisme permanen. Metode Gland-specific Method Pada metode ini pasien diberikan RAI dosis rendah yang dapat mencapai kondisi euthyroid. Kelebihan dari metode ini dibandingkan metode ablative adalah pasien tidak menderita hipotiroidisme secara permanen, namun demikian penghitungan dosis optimal sulit untuk dilakukan. 3. Tiroidektomi Tiroidektomi merupakan prosedur pembedahan pada kelenjar tiroid. Pembedahan direkomendasikan bagi pasien dengan multinodular goiter atau goiter yang sangat besar. Secara umum prosedur tiroidektomi dapat dibedakan menjadi dua metode berikut. Tiroidektomi total Pada prosedur ini dilakukan pengangkatan seluruh bagian kelenjar tiroid. Dengan tidak adanya kelenjar tiroid yang memproduksi hormon tiroid, pasien perlu mengonsumsi pengganti hormon tiroid oral seumur hidup. Tiroidektomi sub-total Pada prosedur ini hanya dilakukan pengangkatan sebagian kelenjar tiroid sehingga pasien tidak perlu mengonsumsi hormon tiroid karena kelenjar tiroid yang tersisa masih dapat memproduksi hormon tiroid. Salah satu efek samping yang dapat muncul akibat pembedahan ini adalah hipoparatioroidisme. Hipoparatiroidisme merupakan kondisi dimana hormon paratiroid tubuh kurang dari normal, manifestasi klinik yang muncul berupa hipokalsemia dan hiperfosfatemia. Secara anatomis kelenjar tiroid dan paratiroid terletak berdekatan, sehingga pada prosedur tiroidektomi kelenjar paratiroid dapat ikut terganggu dan menyebabkan hipoparatiroidisme setelah tiroidektomi.

g. Bagaimana prognosis pada penderita hipertiroidisme? 25

Jawab: Apabila tidak ditatalaksana dengan optimal, kondisi tirotoksikosis akan mengakibatkan berbagai komplikasi, seperti penyakit jantung tiroid, aritmia, krisis tiroid, dan eksoftalmus maligna. Terjadinya remisi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor sebelum pengobatan meliputi ukuran struma, kadar hormon sebelum terapi, penanda imunologi, jangka waktu sbelum diobati, usia, jenis kelamin, oftalmopati, dan kebiasaan merokok. Selain itu, faktor pegobatan seperti durasi, dosis, respon, dan regimen terapi juga berpengaruh terhadap remisi.

26

IV.

Keterbatasan Ilmu Pengetahuan No.

Pokok Bahasan

What I Know

a. Pengertian 1.

Hipertiroidisme

b.Etiologi c.Patogenesis

What I

What I Have

How I

Don’t Know

to Prove

Learn

d.Terapi dan edukasi e.Algoritma diagnosis h.Interpretasi

2.

Pemeriksaan Fisik

-

pemeriksaan fisik

3.

V.

Pemeriksaan Laboratorium

j.Interpretasi -

pemeriksaan laboratorium

f.Patofisiologi g.Manifestasi klinis i. Mekanisme abnormal dari pemeriksaan fisik k.Mekanisme

Text book Jurnal Artikel Pakar

abnormal dari pemeriksaan laboratorium

Hipotesis Nn. C, 17 tahun menderita hipertiroidisme primer.

27

VI.

Sintesis Masalah 2.

Hipertiroidisme 1.1 Fisiologi tiroid Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang kemudian berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium nonorganik yang diserap dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi 30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. T3 dan T4 yang dihasilkan ini kemudian akan disimpan dalam bentuk koloid di dalam tiroid. Sebagian besar T4 kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh protein yaitu globulin pengikat tiroid Thyroid Binding Globulin (TBG) atau prealbumin pengikat albumin Thyroxine Binding Prealbumine (TBPA). Hormon stimulator tiroid Thyroid Stimulating Hormone (TSH) memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal sebagai umpan balik negatif sangat penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat adanya sel parafolikular yang menghasilkan kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolisme kalsium, yaitu menurunkan kadar kalsium serum terhadap tulang. Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid yaitu Thyroid Stimulating Hormone (TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior hipofisis. Kelenjar ini secara langsung dipengaruhi dan diatur aktifitasnya oleh kadar hormon tiroid dalam sirkulasi yang bertindak sebagai umpan balik negatif terhadap lobus anterior hipofisis dan terhadap sekresi hormon pelepas tirotropin yaitu Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) dari hipotalamus. Sebenarnya hampir semua sel di tubuh dipengaruhi secara langsung atau tidak langsung oleh hormon tiroid. Efek T3 dan T4 dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori yaitu : a. Efek pada laju metabolism

28

b. Hormon tiroid meningkatkan laju metabolisme basal tubuh secara keseluruhan. Hormon ini adalah regulator terpenting bagi tingkat konsumsi O2 dan pengeluaran energi tubuh pada keadaan istirahat. c. Efek kalorigenik Peningkatan laju metabolisme menyebabkan peningkatan produksi panas. d. Efek pada metabolisme perantara Hormon tiroid memodulasi kecepatan banyak reaksi spesifik yang terlibat dalam metabolisme bahan bakar. Efek hormon tiroid pada bahan bakar metabolik bersifat multifaset, hormon ini tidak saja mempengaruhi sintesis dan penguraian karbohidrat, lemak dan protein, tetapi banyak sedikitnya jumlah hormon juga dapat menginduksi efek yang bertentangan. e. Efek simpatomimetik Hormon tiroid meningkatkan ketanggapan sel sasaran terhadap katekolamin (epinefrin dan norepinefrin), zat perantara kimiawi yang digunakan oleh sistem saraf simpatis dan hormon dari medula adrenal. f. Efek pada sistem kardiovaskuler Hormon tiroid meningkatkan kecepatan denyut dan kekuatan kontraksi jantung sehingga curah jantung meningkat. g. Efek pada pertumbuhan Hormon tiroid tidak saja merangsang sekresi hormon pertumbuhan, tetapi juga mendorong efek hormon pertumbuhan (somatomedin) pada sintesis protein struktural baru dan pertumbuhan rangka. h. Efek pada sistem saraf Hormon tiroid berperan penting dalam perkembangan normal sistem saraf terutama Sistem Saraf Pusat (SSP). Hormon tiroid juga sangat penting untuk aktivitas normal SSP pada orang dewasa. Regulasi tiroid dilakukan oleh TSH. Berbagai enzim dibutuhkan dalam proses sintesis hormon tiroid seperti natrium-iodine symport (NIS), tiroglobulin (TBG), dan enzim thyroid peroxidase (TPO). Hormon tiroid diiodinasi oleh tironin, yang merupakan gabungan dari dua tirosin, yang berikatan satu sama lain. Sel folikel kelenjar tiroid berfungsi khusus mensintesis protein prekursor hormon yang besar, 29

yang menyimpan yodium pada intrasel dari sirkulasi, dan mengeluarkan reseptor yang mengikat TSH atau tirotropin, yang mempengaruhi pertumbuhan dan fungsi biosintesis sel tirosit. Hormon tiroid disintesis dan disekresikan oleh kelenjar tiroid dan mengalami proses aktivasi dan inaktivasi oleh tahapan monoiodinasi pada target jaringan. Metabolisme dimulai dengan pemecahan hormon T4 menjadi hormon T3 melalui outer ring deiodination (ORD) atau metabolit inaktif yaitu rT3 melalui inner ring deiodination (IRD). Hormon T3 mengalami inaktivasi oleh IRD menjadi diiodothyronine. Hormon tiroksin dan T3 dimetabolisme oleh grup konyugasi phenolic hydroxyl dengan sulphate dan glucuronic acid.

Gambar 1. Proses pembentukan hormon tiroid Pengatur terbesar fungsi tiroid dilakukan oleh TSH. TRH menstimulasi sel tirotropik di hipofisis anterior untuk menghasilkan TSH, yang merangsang sekresi hormon tiroid. Jika tidak ada TRH, kadar FSH dan T4 akan sangat menurun. Proses deiodinasi pada hipofisis dan jaringan perifer memodulasi fungsi hormon tiroid untuk mengubah dalam bentuk T4 menjadi bentuk T3 yang lebih aktif. Bentuk T3 tersebut akan dimodulasi oleh reseptor T3 dengan cara aktivasi gen spesifik, kemudian berinteraksi dengan ikatan lain. TRH yang dihasilkan oleh hipotalamus mencapai hipofisis anterior melalui sistem portal hipotalamushipofisis dan menstimulasi sintesis dan produksi TSH. Sekresi TSH oleh kelenjar hipofisis dibawah pengaruh umpan balik positif yang diatur oleh TRH. 30

Gambar 1.1 Mekanisme feedback negative hormone tiroid Hormon tiroid disintesis dan disekresikan oleh kelenjar tiroid yang mengaktifkan dan diaktifkan oleh langkah-langkah monodeiodinasi pada target jaringan. Mekanisme utama metabolisme hormon tiroid adalah proses deiodinasi yang dimediasi oleh enzim iodotironin monodeiodinase. Deiodinasi tipe I paling bertanggungjawab terhadap sirkulasi T3, terutama pada hati dan ginjal. Sebaliknya, deiodinasi tipe II berada di otak, hipofisis, plasenta, dan jaringan adiposa cokelat, sedangkan deodinasi tipe III terutama berada pada jaringan fetal (limfa, ginjal), dan plasenta. Kadar yodida pada kelenjar tiroid berasal dari darah dan kembali ke jaringan perifer dalam bentuk hormon. Substansi utama dalam sintesis hormon tiroid adalah yodida dan tirosin. Yodium diserap dari sistem pencernaan bagian atas dan didistribusikan ke pool yodida di luar kelenjar tiroid. Pool ini memiliki yodida yang relatif konstan yang akan dieksresikan melalui ginjal. Akumulasi yodida pada kelenjar tiroid dalam bentuk organik secara langsung berhubungan dengan jumlah yodida yang akan dikonversi dalam bentuk organik pula. Jumlah yodida yang akan dikonversi berbanding terbalik dengan yang akan dieksresikan melalui ginjal. Eksresi yodida paling banyak terdapat pada urin, selebihnya dieksresikan dalam bentuk keringat, air liur dan pencernaan. 1.2 Epidemiologi Di Inggris prevalensi hipertiroid pada praktek umum 25-30 kasus dalam 10.000 wanita, di rumah sakit 3 kasus dalam 10.000 wanita. Prevalensi hipertiroid 10 kali lebih sering pada wanita dibanding pria (wanita : 20-27 kasus 31

dalam 1.000 wanita, pria : 1-5 per 1.000 pria ). Data dari Whickham survey pada pemeriksaan penyaring kesehatan dengan Free Thyroxine Index (FT4) menunjukkan prevalensi hipertiroid pada masyarakat sebanyak 2 % (Stommat, 1996). Sedang prevalensi hipertiroid di Indonesia belum diketahui. Pada usia muda umumnya disebabkan oleh penyakit Graves, sedangkan struma multinodular toksik umumnya timbul pada usia tua. Didaerah pantai dan kota insidennya lebih tinggi dibandingkan daerah pegunungan atau dipedesaan (Ambarwati, 2000).

1.3 Etiologi a. Grave’s Disease Grave’s disease merupakan kelainan autoimun dengan presdiposisi genetik dan didominasi oleh perempuan. Graves disease dikarakteristikan dengan adanya TSAbs. Antibodi - antibodi ini berikatan dengan reseptor TSH pada sel -sel folikuler dan menstimulasi pengeluaran hormon tiroid. Hasilnya adalah produksi yang belebihan dari T4 dan T3, pembesaran kelenjar tiroid dan peningkatan uptake iodida. Proses penyakit autoimun untuk dapat mempengaruhi mata yang menyebabkan eksoftalmos yang diakibatkan oleh karena infiltrasi sel-sel inflamasi ke dalam otot ; otot ekstraokular dan jaringan ikat orbita. Oftalmopati merupakan manifestasi pertama dari penyakit ini dan gejalanya mulai dari perubahan tajam pengelihatan atau mata kering hingga proptosis yang jelas. Selain itu pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan myxedema pada regio pretibial. Pasien dengan graves disease biasanya didapatkan goiter yang difus (halus dan ireguler). Pada dasarnya kelenjar tiroid ini sangat vaskular dan didapatkan bruit yang dapat didengar. Secara makroskopik, kelenjar tiroid pada pasien dengan Grave’s Disease adalah membesar secara difusa dan disertai oleh vaskularisasi yang meningkat. /ecara mikroskopis, kelenjar mengalami hyperplasia dengan perubahan epitel menjadi bentuk kolumnar dengan sedikit koloid hadir. Inti sel menunjukkan adanya mitosis dengan proyeksi sel-sel 32

epitel yang hiperplastik. Mungkin juga didapatkan agregasi dari jaringan lymphoid dan disertai vaskularisasi yang meningkat. Beberapa

pasien

tampak terjadi pembesaran kelenjar tiroid (goiter) pada leher. Penyebab umum

yang

paling

banyak

(>70%)

adalah

produksi berlebihan

hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. b. Toxic Multinodular Goiter Toxic Multinodular Goiter biasanya terjadi pada orang dengan usia 50 tahun ke atas, yang dulunya sering memiliki ri0ayat nontoxic multinodular goiter. Biasanya ini disebabkan karena pelepasan hormone tiroid yang tidak beralasan dari beberapa fungsi nodul yang berfungsi otonom di kelenjar tiroid. 3enyebab ini l0bih sering pada daerah yang kekurangan iodium dan pada orang tua (asupan yang kurang). Gejala dan tanda-tanda hipertiroidisme mirip dengan Grave’s Disease, tetapi tidak ditemukan manifestasi extrathyroidla. c. Toxic Adenoma Struma nodosa toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu lobus yang disertai dengan tanda-tanda hipertiroid. Pembesaran noduler terjadi pada usia dewasa muda sebagai suatu struma yang nontoksik. bila tidak diobati, dalam 15-20 tahun dapat menjadi toksik. Adenoma toksik ditandai dengan peningkatan kadar hormone tiroid dan kadar TSH menurun namun tidak sampai terdeteksi. Kebanyakan hyperfunctioning autonomous thyroid

atau

telah mencapai ukuran minimal 3 cm sebelum

hipertiroidisme terjadi. Pemeriksaan fisik biasanya menunjukkan adanya nodul tiroid soliter tanpa jaringan tiroid yanng teraba pada sisi kontralateral.

1.4 Patofisiologi Penyebab hipertiroidisme dan tirotoksikosis umumnya bervariasi. Pada Grave’s disease, tubuh memproduksi thyroid-stimmulating immunoglobulin (TSI) yang dikenal juga dengan long-acting thyroid stimulator (LATS), suatu antibodi dengan target reseptor TSH pada sel-sel kelenjar tiroid. TSI memiliki efek stimulasi sekresi dan pertumbuhan kelenjar tiroid sama seperti TSH, akan 33

tetapi TSI tidak memberikan suatu umpan balik negatif terhadap fungsi kelenjar pituitari

anterior

layaknya

TSH.

Akibatnya

baik

sekresi

maupun

pertumbuhan dari kelenjar tiroid menjadi berlebihan dan menyebabkan suatu gangguan pada tubuh di mana salah satunya adalah tirotoksikosis. Menurut Hudak & Galo (2010) terdapat tiga mekanisme fisiologis yang dapat meningkatkan krisis tiroid: a. Pelepasan seketika hormon tiroid dalam jumlah yang besar Pelepasan

tiba-tiba

hormon

tiroid

dalam

jumlah

besar

diduga

menyebabkan manifestasi hipermetabolik yang terjadi selama krisis tiroid. Pelepasan tiba-tiba hormon tiroid ini dapat disebabkan pemberian yodium radioaktif, pembedahan tiroid, atau dosis berlebihan pemberian hormon tiroid. b. Hiperaktivitas adrenergik Hiperaktivitas

adrenergik

dapat

dipandang

sebagai

kemungkinan

penghubung pada krisis tiroid. Hal ini dapat dilihat dari pemberian penghambat beta adrenergic memberikan respon yang dramatis pada pasien dengan krisis tiroid. Hormon tiroid dan katekolamin saling mempengaruhi satu sama lain. Namun, masih belum pasti apakah efek hipersekresi hormon tiroid atau peningkatan kadar katekolamin menyebabkan peningkatan sensitivitas dan fungsi organ efektor, Interaksi tiroid katekolamin menyebabkan peningkatan kecepatan reaksi kimia, meningkatkan konsumsi nutrient dan oksigen, meningkatkan produksi panas, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit dan status katabolik. c. Lipolisis dan pembentukan asam lemak yang berlebihan Dengan lipolisis yang berlebihan terjadi peningkatan jumlah asam lemak bebas. Okisdasi dan asam lemak bebas ini menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen, kalori, dan hipertermi dengan menghasilkan produksi panas yang berlimpah yang sulit untuk dihilangkan melalui proses vasodilatasi. Sedangkan menurut Urden (2010), proses patofisiologis pada krisis tiroid dapat dijelaskan sebagai berikut : 34

Pada hipertiroidisme hormon tiroid yang berlebih menyebabkan peningkatan aktiivitas metabolik dan merangsang reseptor β-adrenegic, yang akan menyebabkan peningkatan respon SNS. Terdapat hiperaktivitas dari jaringan syaraf, jaringan cardiac, jaringan otot polos, dan produksi panas yang berlebih. Peningkatan hormon tiroid juga akan menyebabkan pemakaian oksigen seluler di hampir seluruh proses metabolik sel di dalam tubuh. Metabolisme yang berlebih akan menghasilkan panas , dan suhu tubuh dapat mencapai 41o C atau. Respon dari cardiac adalah dengan cara meningkatkan CO dan memompa darah lebih banyak untuk mengirimkan oksigen secara cepat dan membawa karbondioksida. Sehingga akan mengakibatkan takikardi dan hipertensi. Pada akhirnya, permintaan oksigen dalam keadaan hipermetabolik yang begitu besar mengakibatkan jantung tidak dapat berkompensasi secara adekuat. Guyton (1997) memiliki pandangan lain terkait peningkatan aktivitas metabolik seluler di dalam tubuh. Menurut Guyton, peningkatan aktivitas metabolik berhubungan dengan meningkatnya transport aktif ion-ion melalui mebran sel. Salah satu enzim yang meningkat sebagai respon hormon tiroid adalah Na, K-ATPase. Na, K-ATPase ini selanjutnya meningkatkan kecepatan transport baik natrium maupun kalium melalui membran-membran sel dari berbagai jaringan. Proses ini menggunakan energi dan meningkatkan jumlah panas yang dibentuk dalam tubuh. Pada akhirnya proses ini diduga sebagai salah satu mekanisme peningkatan kecepatan metabolik dalm tubuh. Peningkatan aktivitas metabolik yang terjadi menyebabkan peningkatan kebutuhan oksigen dan sumber energi. Hal ini berpotensi terjadinya asidosis metabolik. Peningkatan peristaltik usus akan menyebabkan terjadinya diare, mual, dan muntah. Gejala ini akan menyebabkan terjadinya dehidrasi dan malnutrisi serta kehilangan BB pada pasien (Urder, 2010). Kontraksi dan relaksasi otot dapat meningkat secara cepat. Keadaan ini disebut juga dengan hiperrefleksia hipertiroidisme. Kelemahan otot terjadi disebabkan oleh katabolisme protein yang berlebihan. Hiperaktivitas adrenergic akan menyebabkan respon kardiovaskuler dan respon sistem syaraf terhadap 35

kondisi hipermetabolik. Atrial fibrilasi atau atrial flutter dilaporkan terjadi 8.3% pada pasien dengan keadaan hipertiroidisme (Frost L et al, 2004: Urden et al, 2010). Edema pulmoner dan gagal jantung akut juga dapat terjadi pada krisis tiroid. Selain itu, peningkatan β- adrenegic juga akan menyebabkan keadaan labilitas emosional, tremor, agitasi, bahkan delirium. 1.5 Algoritma diagnosis Diagnosis hipertiroidisme ditegakkan tidak hanya berdasarkan gejala dan tanda klinis yang dialami pasien, tetapi juga berdasarkan hasil laboratorium dan radiodiagnostik. Untuk menegakkan diagnosis hipertiroidisme, perlu dilakukan pemeriksaan kadar TSH serum, T3, T4 bebas, dan iodine radioaktif.

Gambar 1.3 Algoritma Diagnosis Hipertiroidisme (Ghandour, 2011) 1.6 Terapi edukasi Tujuan terapi baik dengan penggunaan obat anti tiroid, iodine radioaktif maupun tiroidektomi adalah menurunkan kadar hormon tiroid pasien ke level normal serta mencapai kondisi remisi. Kondisi remisi pada pasien hipertiroid dapat tercapai apabila kadar hormon tiroid pasien dapat dijaga pada rentang

36

euthyroid. Tata laksana terapi yang dapat digunakan untuk mengobati pasien hipertiroidisme adalah sebagai berikut: a. Obat Anti Tiroid

Obat anti tiroid merupakan golongan obat yang digunakan untuk menekan kelebihan hormon tiroid pada pasien hipertiroidisme hingga level normal (euthyroid). Tujuan utama penggunaan obat anti tiroid adalah untuk mencapai kondisi euthyroid secepat mungkin dengan aman dan untuk mencapai remisi. Lama penggunaan obat anti tiroid hingga mencapai remisi bervariasi antar pasien dan kesuksesan terapi sangat tergantung pada kepatuhan pasien dalam menggunakan obat. Pada pasien hipertiroidisme dengan toksik nodul atau toxic multinodular goiter obat anti tiroid tidak direkomendasikan untuk digunakan karena tidak menyebabkan remisi pada golongan pasien ini. Sedangkan pada pasien Graves’ Disease obat anti tiroid terbukti dapat menghasilkan remisi karena efek antitiroid dan imunosupresan. Jenis Obat Anti Tiroid Obat anti tiroid yang secara luas digunakan, propylthiouracil dan methimazole, termasuk dalam golongan yang sama yaitu thionamide. Keduanya memiliki mekanisme aksi yang sama namun memiliki profil farmakokinetika yang berbeda dalam hal durasi, ikatan dengan albumin dan lipofilisitas. Dalam mengobati hipertiroidisme karena autoimun atau Graves’ Disease, obat anti tiroid dapat mengembalikan fungsi tiroid karena adanya sifat imunosupresan. Obat anti tiroid dapat memacu apoptosis limfosit intratiroid, menekan ekspresi HLA kelas 2, sel T dan natural killer cells. Propylthiouracil Propylthiouracil atau biasa disingkat PTU merupakan obat antitiroid golongan thionamide yang tersedia dalam sediaan generik di Indonesia. Obat ini bekerja dengan cara menghambat kerja enzim thyroid peroxidase dan mencegah pengikatan iodine ke thyroglobulin sehingga mencegah produksi

37

hormon tiroid. Selain itu obat anti tiroid memiliki efek imunosupresan yang dapat menekan produksi limfosit, HLA, sel T dan natural killer sel. Menurut Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD Dr. Soetomo edisi III, dosis awal propylthiouracil adalah 100-150 mg setiap 6 jam, setelah 4 – 8 minggu dosis diturunkan menjadi 50 – 200 mg sekali atau dua kali dalam sehari

(Anonim,

2008).

Keuntungan

propylthiouracil

dibandingkan

methimazole adalah propylthiouracil dosis tinggi juga dapat mencegah konversi thyroxine (T4) menjadi bentuk aktif triiodothyronine (T3) di perifer, sehingga merupakan terapi pilihan dalam thyroid storm atau peningkatan hormon tiroid secara akut dan mengancam. Propylthiouracil yang digunakan secara per oral hampir sepenuhnya terabsorpsi di saluran gastrointestinal. Karena durasi kerjanya yang hanya 12 – 24 jam maka PTU harus digunakan beberapa kali sehari (multiple dose). Hal ini menjadi salah satu alasan obat ini mulai ditinggalkan karena berkaitan dengan kepatuhan pasien. Metimazole Mekanisme kerja methimazole dalam mengobati hipertiroidisme sama seperti propylthiouracil yaitu menghambat kerja enzim thyroid peroxidase dan mencegah pembentukan hormon tiroid. Namun methimazole tidak memiliki efek mencegah konversi T4 ke T3. Obat ini digunakan secara per oral dan hampir terabsorpsi sempurna di saluran cerna. Karena durasi aksinya yang panjang, sekitar 40 jam, maka MMI cukup digunakan satu kali sehari (single dose). Menurut Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD Dr. Soetomo Edisi III, dosis awal methimazole dimulai dengan 40 mg setiap pagi selama 1 – 2 bulan dan selanjutnya dosis diturunkan menjadi 5 – 20 mg setiap pagi. Methimazole merupakan lini pertama pengobatan hipertiroidisme karena efek samping yang relatif lebih rendah dari propylthiouracil, faktor kepatuhan pasien, serta efektivitas yang lebih baik dibandingkan propylthiouracil. b. Iodine Radioaktif

38

Pengobatan hipertiroidisme dengan iodine radioaktif atau RAI menjadi pilihan utama dokter di Amerika Serikat. Pada metode ini digunakan isotop iodine, yang paling umum digunakan adalah131I. Di dalam tubuh RAI akan di-uptake oleh kelenjar tiroid seperti iodine biasa, kemudian di dalam kelenjar tiroid RAI beraksi dengan cara mencegah sintesis hormon tiroid sehingga dapat

menurunkan

kadar

hormon

tiroid

yang

berlebihan.

RAI

dikontraindikasikan bagi pasien yang hamil, menyusui, kanker tiroid dan merencanakan kehamilan 4 – 6 bulan setelah terapi. Efek samping pada pengobatan hipertiroidisme dengan RAI diantaranya adalah memburuknya gejala Graves’ ophtalmopathy dan peningkatan kadar hormon tiroid akut. Sehingga pada pasien dengan hipertiroidisme dengan kadar T4 bebas yang tinggi, pasien berusia lanjut, atau pada pasien dengan risiko komplikasi hipertiroidisme perlu diberikan obat anti tiroid hingga mencapai kondisi euthyroid. Pada pengobatan hipertiroidisme dengan metode RAI terdapat dua metode pengobatan sebagai berikut. Metode Ablative Pada metode ini digunakan RAI dosis tinggi untuk mencapai kondisi hipotiroidisme permanen. Metode ini direkomendasikan pada pasien geriatrik dan pasien dengan gangguan jantung untuk mengendalikan gejala secepat mungkin. Selain itu metode ini merupakan pilihan bagi pasien hipertiroidisme akibat toxic nodular goiter. Kelemahan metode ini adalah pasien akan menderita hipotiroidisme secara permanen dan perlu mendapat terapi pengganti hormon tiroid seumur hidup. Metode Gland-specific Method Pada metode ini pasien diberikan RAI dosis rendah yang dapat mencapai kondisi euthyroid. Kelebihan dari metode ini dibandingkan metode ablative adalah pasien tidak menderita hipotiroidisme secara permanen, namun demikian penghitungan dosis optimal sulit untuk dilakukan. c. Tiroidektomi

Tiroidektomi

merupakan

prosedur

pembedahan

pada

kelenjar

tiroid.Metode terapi ini merupakan pilihan bagi pasien yang kontraindikasi 39

atau menolak pengobatan dengan obat anti tiroid dan iodine radioaktif. Pembedahan direkomendasikan bagi pasien dengan multinodular goiter atau goiter yang sangat besar. Secara umum prosedur tiroidektomi dapat dibedakan menjadi dua metode berikut. Tiroidektomi total Pada prosedur ini dilakukan pengangkatan seluruh bagian kelenjar tiroid. Dengan tidak adanya kelenjar tiroid yang memproduksi hormon tiroid, pasien perlu mengonsumsi pengganti hormon tiroid oral seumur hidup. Tiroidektomi sub-total Pada prosedur ini hanya dilakukan pengangkatan sebagian kelenjar tiroid sehingga pasien tidak perlu mengonsumsi hormon tiroid karena kelenjar tiroid yang tersisa masih dapat memproduksi hormon tiroid. Salah satu efek samping

yang

dapat

muncul

akibat

pembedahan

ini

adalah

hipoparatioroidisme. Hipoparatiroidisme merupakan kondisi dimana hormon paratiroid tubuh kurang dari normal, manifestasi klinik yang muncul berupa hipokalsemia dan hiperfosfatemia. Secara anatomis kelenjar tiroid dan paratiroid terletak berdekatan, sehingga pada prosedur tiroidektomi kelenjar paratiroid dapat ikut terganggu dan menyebabkan hipoparatiroidisme setelah tiroidektomi. Hipoparatiroidisme pada pasien tiroidektomi dapat bersifat sementara maupun permanen. Selain hipoparatiroidisme, efek samping lainnya yang dapat muncul adalah gangguan pada produksi suara beberapa hari hingga beberapa minggu setelah operasi.

1.7 Prognosis Hipertiroidisme dari gondok multinodular toksik dan adenoma toksik bersifat permanen dan biasanya terjadi pada orang dewasa. Setelah normalisasi fungsi tiroid dengan obat-obatan antitiroid, ablasi yodium radioaktif biasanya direkomendasikan sebagai terapi definitif. Obat antitiroid dosis tinggi jangka panjang tidak dianjurkan. Goiter multinodular toksik dan adenoma toksik mungkin akan terus tumbuh perlahan dalam ukuran selama farmakoterapi antitiroid. 40

Secara umum, area tirotoksik sudah hilang, dan pasien mungkin tetap eutiroid. Mereka yang menjadi hipotiroid setelah terapi yodium radioaktif mudah dirawat dengan terapi penggantian hormon tiroid, dengan T4 diminum sekali sehari. Pasien dengan penyakit Graves dapat menjadi hipotiroid dalam perjalanan alami penyakit mereka, terlepas dari apakah pengobatan melibatkan yodium radioaktif atau pembedahan. Penyakit mata dapat berkembang pada waktu yang jauh dari diagnosis dan terapi awal. Secara umum, setelah diagnosis, oftalmopati perlahan membaik selama bertahun-tahun. Kelebihan hormon tiroid menyebabkan penebalan ventrikel kiri, yang berhubungan dengan peningkatan risiko gagal jantung dan kematian terkait jantung. Tirotoksikosis telah dikaitkan dengan dilatasi kardiomiopati, gagal jantung kanan dengan hipertensi paru, dan disfungsi diastolik dan atrial fibrilasi. Terjadi peningkatan laju resorpsi tulang. Kehilangan tulang, diukur dengan densitometri mineral tulang, dapat dilihat pada hipertiroidisme berat pada semua umur dan pada kedua jenis kelamin. Namun, pada penyakit subklinis ringan, kehilangan tulang secara meyakinkan hanya ditunjukkan pada wanita pascamenopause. Sebuah studi oleh Zhyzhneuskaya et al dari pasien dengan hipertiroidisme subklinis karena penyakit Graves menyarankan bahwa sekitar sepertiga akan berkembang menjadi hipertiroidisme, sekitar sepertiga akan mengembangkan fungsi tiroid yang dinormalisasi, dan hanya di bawah sepertiga akan tetap dalam keadaan hipertiroidisme subklinis . (Satu orang dalam penelitian ini menjadi hipotiroid.)

Analisis

regresi

multivariat

menunjukkan

bahwa

risiko

pengembangan menjadi hipotiroidisme nyata lebih besar pada pasien dengan usia yang lebih tua atau status antibodi peroksidase anti-tiroid positif. Studi ini melibatkan 44 pasien, dengan tindak lanjut berlangsung setidaknya 12 bulan.

3.

Pemeriksaan Fisik Tiroid normal melekat kuat pada trakea dan biasanya tidak terlihat dari luar kecuali jika membesar. Akan tetapi, dengan mengamati pasien ketika sedang 41

menelan, tiroid mungkin dapat terlihat atau teraba. Pada saat menelan, kartilago tiroidea terangkat begitu juga dengan kelenjar tiroid yang menempel padanya. Isthmus tiroid adalah bagian yang menghubungkan dua lobus yang terletak tepat di bawah kartilago krikoidea dengan lobus yang terletak di sepanjang separuh bagian bawah tepi lateral kartilago.

Sikap yang benar pada saat dilakukan pemeriksaan pada kelenjar tiroid adalah hal yang penting. Tempatkan pasien pada posisi duduk dengan leher yang sedikit diekstensikan sehingga leher dapat diperiksa dari sisi depan dan kemudian dari belakang.

Tindakan palpasi pada tiroid harus selalu dilakukan secara lembut. Jika tiroid membesar, pastikan apakah tiroid mudah digerakkan. Kecuali jika terdapat keganasan, tiroid seharusnya bergerak bersama-sama kartilago tiroidea. Pastikan konsistensi goiter dan apakah goiter tersebut terdiri dari beberapa nodul (goiter 42

multinodular) atau berupa suatu pembesaran yang difus. Adanya pembengkakan, terutama jika bersifat soliter atau keras, dapat disebabkan oleh karsinoma atau kista, tetapi jika kekerasan yang dirasa bersifat difus, mungkin kelainan tersebut merupakan suatu tiroiditis kayu reidel (wooden reidel‘s tyroiditis). Jika pada auskultasi terdengar suara murmur sistolik (bruit), terdapat suatu sirkulasi abnormal yang menunjukkan tiroid yang terlalu aktif (kecuali jika bruit dihantarkan dari arteri besar di dekatnya), seperti pada tirotoksikosis. Pada wanita dengan leher ramping, tiroid yang terlihat dapat merupakan temuan yang abnormal. Pada pemeriksaan, pasien pasien harus memegang segelas air dan duduk. Kepala pasien ditempatkan sedikit hiperekstensi untuk mengevaluasi leher anterior dengan merabanya dan kemudian meminta pasien untuk menelan. Garis pada kelenjar tiroid pada individu yang kurus sering diamati sebagai tonjolan pada kedua sisi trakea yang bergerak ke arah kepala tetapi sampai dua sentimeter di bawah tepi atas kartilago krikoid. Hal yang perlu dicari adalah pembesaran abnormal, kontur, adanya asimetri, dan massa saat pasien menelan berulang kali. Leher juga harus diperiksa apakah ada massa yang abnormal atau adanya denyut yang menonjol. Selain itu hal yang perlu diidentifikasi adalah kartilago krikoid, membran tirokrikoid, dan kartilago krikoid, yang merupakan struktur horisontal dengan lebar 5 milimeter yang menandai batas superior dari istmus. Untuk melakukan perabaan, jari-jari diletakan pada trakea dengan sisi jari bagian dorsal pada otot sternokleidomastoideus. Kemudian jari sisi satunya meraba pada sisi trakea untuk kemudian mengidentifikasi tiap tiap lobusnya ketika pasien menelan. Pada Graves disease tiroid membesar secara simetris, tegas, dan terdapat bruit saat auskultasi. Pada Toxic Multinodular Goiter terdapat pembesaran yang lunak dari tiroid. Nodul tunggal dapat teraba saat palpasi tetapi biasanya terlihat saat pemeriksaan USG. Apabila pada pemeriksaan menunjukkan kelenjar yang nyeri, maka harus dipertimbangkan subacure tiroiditis arau tiroiditis supurativa. Skor kriteria Burch dan Wartofsky untuk diagnosis krisis tiroid:

43

Gambar 2. Skor kriteria Burch dan Wartofsky untuk diagnosis krisis tiroid Mekanisme abnormal: 

Kepala 44

Mata: Eksoftalmus (+) Fibroblas orbita mengekspresikan reseptor TSH di permukaannya  fibroblast mengalami

diferensiasi

menuju

adiposit

matang

dan

mengeluarkan

glikosaminoglikan hidrofilik ke interstitial sebagai respon terhadap antibodi anti reseptor TSH di darah dan sitokin  kombinasi infiltrasi limfosit, sel mast, sel plasma, pengendapan glikosaminoglikan, adipogenensis dalam jaringan ikat orbita  eksoftalmus tersensitasinya Ab sitotoksik terhadap antigen TSH-R fibroblast orbita, otot orbita dan jaringan tiroid  inflamasi pada jaringan fibroblas orbita reaksi autoimun pada jaringan ikat di dalam rongga mata  Jaringan ikat dengan jaringan lemaknya menjadi hiperplasik sehingga bola mata terdorong keluar dan otot mata terjepit  eksoftalmus. 

Mulut: Faring hiperemis (+) Adanya infeksi pada daerah di sekitar faring, sehingga menyebabkan terjadinya pelebaran pemubuluh darah untuk memudahkan transpor leukosit untuk mengatasi infeksi



Leher: Struma diffusa Defisiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah dan hiperplasi sel kelenjar tiroid yang menormalisir level hormon tiroid. Jika proses ini terus menerus, akan terbentuk struma. Penyebab defisiensi hormon tiroid termasuk inborn error sintesis hormon tiroid, defisiensi iodida dan goitrogen. Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH. Yang termasuk stimulator tsh adalah reseptor antibodi tsh, kelenjar hipofise yang resisten terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di kelenjar hipofise dan tumor yang memproduksi human chorionic gonadotropin. Auto imunitas jar. Tiroid  pelepasan Ig yang berikatan dengan reseptor TSH (TSI) aktivasi terus menerus cAMP sel-sel tiroid mengalami hiperplasia diffuse enlargment



Peningkatan Frekuensi Denyut Jantung

45

Frekuensi denyutjantung lebih meningkat di bawah pengaruh hormon tiroid daripada perkiraan peningkatan curah jantung. Oleh karena itu, hormon tiroid tampaknya mempunyai pengaruh langsung pada eksitabilitas jantung, yang selanjutnya meningkatkan frekuensi denyut jantung. Efek ini sangat penting sebab frekuensi denyut jantung merupakan salah satu tanda fisik yang sangat peka sehingga para klinisi harus dapat menentukan apakah produksi hormon tiroid pada pasien itu berlebihan atau berkurang. 

Peningkatan Pernapasan Meningkatnya laju metabolisme akan meningkatkan pemakaian oksigen dan pembentukan karbon dioksida; efek-efek ini mengaktifkan semua mekanisme yang meningkatkan kecepatan dan kedalaman pernapasan.



Peningkatan motilitas saluran cerna Selain meningkatkan nafsu makan dan asupan makanan, hormon tiroid meningkatkan kecepatan sekresi getah pencernaan dan pergerakan saluran cerna. Oleh karena itu, hipertiroidisme sering kali menyebabkan diare, sedangkan kekurangan hormon tiroid dapat menyebabkan konstipasi.



Efek rangsang pada sistem saraf pusat Pada umumnya, hormon tiroid meningkatkan kecepatan berpikir, tetapi juga sering menimbulkan disosiasi pikiran, dan sebaliknya, berkurangnya hormon tiroid akan menurunkan fungsi ini. Pasien hipertiroid cenderung menjadi sangat cemas dan psikoneurotik, seperti kompleks ansietas, kecemasan yang sangat berlebihan, atau paranoia.



Tremor otot Salah satu gejala yang paling khas dari hipertiroidisme adalah timbulnya tremor halus pada otot. Tremor ini bukan merupakan tremor kasar seperti yang timbul pada penyakit Parkinson atau pada waktu menggigil, sebab tremor ini timbul dengan frekuensi cepat yakni 10 sampai 15 kali per detik. Tremor ini dengan mudah dapat dilihat dengan cara menempatkan sehelai kertas di atas jari-jari yang diekstensikan dan perhatikan besarnya getaran kertas tadi. Tremor ini dianggap disebabkan oleh bertambahnya kepekaan sinaps saraf di daerah medula

46

yang mengatur tonus otot. Tremor ini merupakan cara penting untuk memperkirakan tingkat pengaruh hormon tiroid pada sistem saraf pusat. Mekanisme tremor adalah adanya hormone tiroid yang lebih dari normal mengakibatkan kenaikan aktivitas simpatis  meningkatknya proliferasidari katekolamin,

dan

menurunnya

reseptor

menyebabkan

terjadilah

efek

simpatomimetik cns overstimulation tremor.

4.

Pemeriksaan Laboratorium 3.1. Interpretasi laboratorium Darah rutin  Hb : 12 gr%; WBC : 15.000/mm3 Nilai normal  Pria Wanita

: 13 - 18 g/dL

SI unit : 8,1 - 11,2 mmol/L

: 12 - 16 g/dL

SI unit : 7,4 – 9,9 mmol/L

Implikasi Klinis:  Penurunan nilai Hb dapat terjadi pada anemia (terutama anemia karena kekurangan zat besi), sirosis, hipertiroidisme, perdarahan, peningkatan asupan cairan dan kehamilan  Peningkatan nilai Hb dapat terjadi pada hemokonsentrasi (polisitemia, luka bakar), penyakit paru-paru kronik, gagal jantung kongestif dan pada orang yang hidup di daerah dataran tinggi Kimia darah : Glukosa darah, tes fungsi ginjal dan hati normal, elektrolit serum normal. Glukosa (Fasting Blood Sugar/FBS) Nilai normal : 7 tahun

: 70 - 100 mg/dL

SI unit

: 3,89 - 5,55 mmol/L

12 bulan - 6 tahun

: 60-100 mg/dL

SI unit

: 3,33 - 5,55 mmol/L

Deskripsi: Glukosa dibentuk dari hasil penguraian karbohidrat dan perubahan glikogen dalam hati. Pemeriksaan glukosa darah adalah prosedur skrining yang menunjukan

ketidakmampuan

sel

pankreas

memproduksi

insulin,

ketidakmampuan usus halus mengabsorpsi glukosa, ketidakmampuan sel

47

mempergunakan

glukosa

secara

efisien,

atau

ketidakmampuan

hati

mengumpulkan dan memecahkan glikogen.

Uji Fungsi Ginjal Urinalisis lengkap mencakup penilaian ciri fisik dan kiia urine. Karakter fisik yang diialai mencakup volume urine (pemeriksaan ini memerlukan sampel urine yang ditentukan waktunya, biasanya 24 jam), bau, warna, tampilan (jernih atau keruh), berat jenis dan pH. Protein, glukosa, darah badan keton, garam empedu, dan pigmen empedu merupakan kandungan abnormal dalam urine, yang muncul pada berbagai kondisi penyakit. Urea dan kreatinin diekskresikan ke dalam urine; kadar serumnya dapat digunakan sebagai penanda fungsi ginjal karena kadar serum meningkat saat fungsi ginjal menurun. Kreatinin merupakan fungsi ginjal meurun. Kreatinin meupakan penanda fungsi ginjal yang lebih baik dibandingkan urea karena kadar darahnya tidak terpengaruh secara bermakna oleh faktor nonginjal sehingga kreatinin merupakan indikator fungsi ginjal spesifik. Sejumlah faktor “prarenal” dan “pascarenal” meningkatkan kadar urea darah secara bermakna. Dalam keadaan normal, kurang dari 150 mg protein dan kurang dari 30 mg albumin diekskresikan dalam urine selama 24 jam. Nilai ini di bawah batas deteksi tes urine. Kandungan protein urine yang lebih tiggi dari nilai tersebut disebut proteinuria. Proteinuria merupakan tanda penting penyakit ginjal. Mikroalbuminaria didefinisikan sebagai kondisi adanya 30-300 mg albumin dalam sampel urine 24 jam. Mikroalbuminaria dianggap sebagai penanda dini kerusakan ginjal pada diabetes melitus. Uji Fungsi Hati Uji fungsi hati (LFT, liver function test) adalah serangkaian pengujian yang membantu menegakkan diagnosis, menilai prognosis, dan pemantauan terapi pada penyakit hati. Setiap pemeriksaan menilai aspek fungsi hati tertentu. Peningkatan kadar bilirubin serum terjadi karena banyak penyebab dan menyebabkan ikterus. 48

Pemeriksaan fungsi hati yang penting:  Kadar bilirubin serum  Albumin dan protein serum total  Waktu protrombin  Enzim serum  Aspartat transaminase  Alanin transaminase  Alkali fosfatase  Amonia darah Uji Fungsi Tiroid Nilai Normal: TSH

 0,5-5,0 μU/mL (0,5-5,0 mU/mL)

T4

 5-12 μg/dL (64-155 nmol/L)

T3

 70-195 ng/dL (1,1-3,0 nmol/L)

Kelenjar tiroid menyekrsi hormon tiroid-tiroksin atau tetraiodotironin (T4) dan triiodotironin (T3). Penyait yang berkaitan denga peningkatan dengan peningkatan

dan

penurunan

sintesis

hormon

tiroid

(masing-masing

hipertiroidisme dan hipotiroidisme) sering terjadi. Diagnosis

klinis penyakit

tiroid ditegakkan dengan pengukuran TSH (thyroid stimulating hormon) srum serta triiodotironin dan tiroksin bebas. Pengukuran TSH seringkali merupakan pemeriksaan pertama yang dilakukan untuk menilai fungsi tirod. Konsentrasi TSH dalam serum tiggi pada hipotiroidisme primer dan rndah atau tidak terdeteksi pada hipotiroidisme primer. Pada kebanyakan kasus, pengukuran triiodotironin dan tiroksin bebas akan membantu menegakkan diagnosis saat diperoleh nilai TSH yang abnormal. Konsentrasi tiroksin serum total dapat dipengaruhi oleh perubahan konsentrasi TBG (thyroid binding globulin) pada pasien yang tidak menderita penyakit tiroid. Saat ini, tiroksin total jarang diukur karena pemeriksaan untuk mengukur tiroksin bebas sudah tersedia. Tes pelengkap, seperti pengukuran autoantibodi tiroid, juga 49

tersedia. Contohnya, pnyakit greves biasanya dikaitkan dengan adanya antibodi terhadap reseptor TSH, sementara tiroiditis autoimun (tiroiditis hashimoto) dikaitkan dengan adanya antibodi terhadap tiroid peroksidase TSH Thyroid stimulating hormone (TSH) merupakan hormon yang diproduksi oleh hipofisis untuk menstimulasi pembentukan dan sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid. Pada kondisi normal terdapat negative feedback pada pengaturan sekresi TSH dan hormon tiroid di sistem pituitarythyroid axis. Apabila kadar hormon tiroid di aliran darah melebihi normal, maka hipofisis akan mengurangi sekresi TSH yang pada akhirnya akan mengembalikan kadar hormon tiroid kembali normal. Sebaliknya apabila kadar hormon tiroid rendah maka hipofisis akan mensekresi TSH untuk memacu produksi hormon tiroid. Pemeriksaan serum TSH merupakan pemeriksaan lini pertama pada kasus hipertiroidisme karena perubahan kecil pada hormon tiroid akan menyebabkan perubahan yang nyata pada kadar serum TSH. Sehingga pemeriksaan serum TSH sensitivitas dan spesifisitas paling baik dari pemeriksaan darah lainnya untuk menegakkan diagnosis gangguan tiroid. Pada semua kasus hipertiroidisme (kecuali hipertiroidisme sekunder atau yang disebabkan produksi TSH berlebihan) serum TSH akan sangat rendah dan bahkan tidak terdeteksi (<0.01mU/L). Hal ini bahkan dapat diamati pada kasus hipertiroidisme ringan dengan nilai T4 dan T3 yang normal sehingga pemeriksaan serum TSH direkomendasikan sebagai pemeriksaan standar yang harus dilakukan. T4 dan T3 Pemeriksaan serum tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) direkomendasikan sebagai pemeriksaan standar untuk diagnosis hipertiroidisme. Pemeriksaan utamanya dilakukan pada bentuk bebas dari hormon tiroid karena yang menimbulkan efek biologis pada sistem tubuh adalah bentuk tak terikatnya. Pada awal terapi baik dengan obat anti tiroid, iodine radioaktif dan tiroidektomi pemeriksaan kadar hormon tiroid perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi 50

sebelum terapi. Satu bulan setelah terapi perlu dilakukan pemeriksaan terhadap free T4, total T3 dan TSH untuk mengetahui efektivitas terapi yang diberikan dan pemeriksaan dilakukan setiap satu bulan hingga pasien euthyroid. Selain itu dari rasio total T3 dan T4 dapat digunakan untuk mengetahui etiologi hipertiroidisme yang diderita pasien. Pada pasien hipertiroidisme akibat Graves’ Disease dan toxic nodular goiter rasio total T3 dan T4> 20 karena lebih banyak T3 yang disintesis pada kelenjar tiroid hiperaktif dibandingkan T4 sehingga rasio T3 lebih besar. Sedangkan pada pasien painless thyroiditis dan post-partum thyroiditis rasio total T3 dan T4< 20. Monitoring pada pasien hipertiroidisme yang menggunakan obat anti tiroid tidak cukup hanya ditegakkan dengan pemeriksaan kadar TSH. Hal ini disebabkan pada pasien hipertiroidisme terutama Graves’ disease kadar TSH ditemukan tetap rendah pada awal pemakaian obat anti tiroid sehingga untuk melihat efektivitas terapi perlu dilakukan pemeriksaan kadar T4 bebas. Thyroid Receptor Antibodies (TRAb) Dalam menegakkan diagnosis hipertiroidisme akibat autoimun atau Graves’ disease perlu dilakukan pemeriksaan titer antibodi. Tipe TRAb yang biasanya diukur dalam penegakan diagnosis Graves’ disease adalah antithyroid peroxidase antibody

(anti-TPOAb),

thyroid

stimulating

antibody

(TSAb),

dan

antithyroglobuline antibody (anti-TgAb). Ditemukannya TPOAb, TSAb dan TgAb mengindikasikan hipertiroidisme pasien disebabkan karena Graves’ disease. TPOAb ditemukan pada 70–80% pasien, TgAb pada 30–50% pasien dan TSAb pada 70–95% pasien. Pemeriksaan antibodi dapat digunakan untuk memprediksi hipertiroidisme pada orang dengan faktor risiko misal memiliki keluarga yang terkena gangguan tiroid dan tiroiditis post partum. Pada wanita hamil yang positif ditemukan TPOAb dan TgAb pada trimester pertama memiliki kemungkinan 30 – 50% menderita tiroiditis post partum.

51

Radioactive Iodine Uptake Iodine radioaktif merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui berapa banyak iodine yang digunakan dan diambil melalui transporter Na+ /I di kelenjar tiroid. Pada metode ini pasien diminta menelan kapsul atau cairan yang berisi iodine radioaktif dan hasilnya diukur setelah periode tertentu, biasanya 6 atau 24 jam kemudian. Pada kondisi hipertiroidisme primer seperti Graves’ disease, toxic adenoma dan toxic multinodular goiter akan terjadi peningkatan uptake iodine radioaktif. Pemeriksaan ini dikontraindikasikan bagi pasien wanita yang hamil atau menyusui. Scintiscanning Scintiscanning

merupakan

metode

pemeriksaan

fungsi

tiroid

dengan

menggunakan unsur radioaktif. Unsur radioaktif yang digunakan dalam tiroid scintiscanning adalah radioiodine (I131) dan technetium (99mTcO4- ). Kelebihan penggunaan technetium radioaktif daripada iodine diantaranya harganya yang lebih murah dan pemeriksaan dapat dilakukan lebih cepat. Namun kekurangannya risiko terjadinya false-positive lebih tinggi, dan kualitas gambar kurang baik dibandingkan dengan penggunaan radioiodine. Karena pemeriksaan dengan ultrasonography dan FNAC lebih efektif dan akurat, scintiscanning tidak lagi menjadi pemeriksaan utama dalam hipertiroidisme. Indikasi perlunya dilakukan scintiscanning di antaranya pada pasien dengan nodul tiroid tunggal dengan kadar TSH rendah dan pasien dengan multinodular goiter. Selain itu dengan scintiscanning dapat diketahui etiologi nodul tiroid pada pasien, apakah tergolong hot (hiperfungsi) atau cold (fungsinya rendah). Ultrasound Scanning Ultrasonography (US) merupakan metode yang menggunakan gelombang suara dengan frekuensi tinggi untuk mendapatkan gambaran bentuk dan ukuran kelenjar tiroid. Kelebihan metode ini adalah mudah untuk dilakukan, noninvasive serta akurat dalam menentukan karakteristik nodul toxic adenoma dan toxic 52

multinodular goiter serta dapat menentukan ukuran nodul secara akurat. Pemeriksaan

US

bukan

merupakan

pemeriksaan

utama

pada

kasus

hipertiroidisme. Indikasi perlunya dilakukan pemeriksaan US diantaranya pada pasien dengan nodul tiroid yang teraba, pasien dengan multinodular goiter, dan pasien dengan faktor risiko kanker tiroid. Fine Needle Aspiration Cytology (FNAC) FNAC merupakan prosedur pengambilan sampel sel kelenjar tiroid (biopsi) dengan menggunakan jarum yang sangat tipis. Keuntungan dari metode ini adalah praktis, tidak diperlukan persiapan khusus, dan tidak mengganggu aktivitas pasien setelahnya. Pada kondisi hipertiroidisme dengan nodul akibat toxic adenoma atau multinodular goiter FNAC merupakan salah satu pemeriksaan utama yang harus dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis Hasil dari biopsi dengan FNAC ini selanjutkan akan dianalisis di laboratorium. Hasil dari biopsi pasien dapat berupa tidak terdiagnosis (jumlah sel tidak mencukupi untuk dilakukan analisis), benign (non kanker), suspicious (nodul dicurigai kanker), dan malignant (kanker).

53

VII.

Kerangka Konsep Nn.C, 17 tahun

Mengalami infeksi

Hipertiroidisme

Inflamasi autoimun

Grave’s disease

TSH ↓, T4↑ WBC↑

Faringitis

Infiltrasi ke jaringan orbital Edema jaringan periorbita

Jantung

Abdomen

Peningkatan O2 Faring hiperemis

Pembengkakan otot orbita

Ekstremitas

Hipermotilitas

Respon thd sistem saraf ↑

Tubuh menstimulus beta-adrenoreseptor

Mata terdesak keluar

Denyut nadi ↑

Eksoftalmus

Takikardi

Diare

Afinitas adrenoreseptor ↑

Dinding abdomen lemas

Tremor

Krisis Tiroid

Terapi: - Obat anti tiroid (OAT) - Iodine radioaktif - Tiroidektomi

Edukasi

VIII. Kesimpulan Nn. C, 17 tahun mengalami hipertiroidisme dengan komplikasi krisis tiroid.

54

Daftar Pustaka Ansari, N.A. 2012. Grave’s Disease. Makassar: Fakultas Kedokteran UMI. Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 12. Jakarta: EGC. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2017. Diagnosis dan Tata Laksana Hipertiroid. Jakarta: Unit Kerja

Koordinasi

Endokrinologi

Ikatan

Dokter

Anak

Indonesia

(http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/Panduan-Praktik-KlinisDiagnosis-dan-Tatalaksana-Hipertiroid.pdf). Indonesia, M. K. R. 2009. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Nomor: 856/Menkes. SK/IX/2009. Jakarta: Menteri Kesehatan RI. Kowalk, Jennifer P., William Welsh, dan Brenna Mayer. 2003. Patofisiologi: Buku Ajar. Jakarta: EGC. MedScape. 2017. Thyroid Storm. https://emedicine.medscape.com/article/925147-overview#a5. Diakses pada tanggal 16 Januari 2019. NCBI.

2016.

Hyperthyroidism.

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5014602/.

Diakses pada tanggal 16 Januari 2019. Robbins, S. L., Kumar, V., & Cotran, R. S. 2007. Buku Ajar Patologi. Jakarta: EGC. Setiati S, Alwi I, Sudoyo AW, Stiyohadi B, Syam AF. 2014. Buku Ajar ilmu Penyakit Dalam jilid II Edisi II. Jakarta: Internal Publishing. Shahab, Alwi. 2017. Dasar-Dasar Endokrinologi. Jakarta: Rayyana Komunikasindo. Snell, Richard S. 2011. Anatomi Klinik Berdasarkan Sistem. EGC : Jakarta. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2009.

55

Related Documents


More Documents from "asti"