To Ukmppd Part 1.pdf

  • Uploaded by: Reyhan Harahap
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View To Ukmppd Part 1.pdf as PDF for free.

More details

  • Words: 86,740
  • Pages: 1,362
Loading documents preview...
O P T I M A B AT C H F E B R U A R I 2 0 2 0

S E M I N A R PA R T 2 : 1 9 6 - 3 9 0 | DR. SEPRIANI | DR. YOLINA | DR. OKTRIAN | DR. REZA | DR. CEMARA | | DR. AARON | DR. CLARISSA |

Jakarta Jl. Layur Kompleks Perhubungan VIII No.52 RT.001/007 Kel. Jati, Pulogadung, Jakarta Timur Tlp 021-22475872 WA. 081380385694/081314412212

Medan Jl. Setiabudi Kompleks Setiabudi Square No. 15 Kel. Tanjung Sari, Kec. Medan Selayang 20132 WA/Line 082122727364

w w w. o p t i m a p r e p . c o . i d

PSIKIATRI

196. Seorang perempuan 18 tahun diantar teman kuliahnya ke UGD dengan keluhan mengamuk di kampus sejak 1 jam yang lalu. Sejak 3 minggu yang lalu pasien dikatakan sering terlihat berbicara sendiri dan mendengar suarasuara yang mengaku ingin memperkosa pasien, sehingga pasien terlihat ketakutan. Sekitar 2 bulan lalu, pasien putus dengan pacarnya karena di tinggal menikah. Apakah terapi yang tepat diberikan untuk pasien saat ini? A. B. C. D. E.

Haloperidol IM Diazepam IV Risperidon IM CPZ p.o Aripiprazol p.o

Analisis Soal • Pada pasien kasus diatas tampak mengalami gaduh gelisah dimana terdapat kondisi mengamuk sejak 1 jam yang lalu. Pasien tampak ada gejala psikotik yakni kondisi halusinasi sejak 3 minggu lalu dan bisa jadi dipicu stressor yakni putus ditinggal menikah pacarnya 2 bulan yang lalu. • Pada kondisi agitasi maupun agresi (gaduh gelisah) yang masuk ke IGD, penting biasanya dilakukan penilaian PANSS-EC yang akan membantu dokter dalam memberikan penanganan awal pada pasien untuk menenangkan pasien agar tidak membahayakan diri sendiri maupun orang sekitar. Restrain bisa dilakukan yakni restrain fisik maupun kimiawi. • Pada pasien dapat diberikan restrain kimiawi berupa Haloperidol IM (namun jangan pilih haloperidol decoanate yang sifatnya long acting). Benzodiazepin seperti diazepam ataupun lorazepam bisa saja diberiakn, namun biasanya sediaan IM baik tunggal (bila tidak ada haloperidol) ataupun kombinasi dengan haloperidol IM (pada PANSS-EC 6-7).

GADUH GELISAH dan AGITASI • Definisi: Aktivitas motorik atau verbal yang berlebih yang sifatnya tidak bertujuan. • Agresi: bagian dari gaduh gelisah seperti agitasi, namun biasanya akan ada tindakan/perilaki fisik maupun verbal sengaja/terencana untuk menyakiti atau merusak • Dapat berupa: • • • • • • •

Hiperaktivitas Menyerang Verbal abuse, memaki-maki Gerakan tubuh dan kata-kata mengancam Merusak barang Berteriak-teriak Gelisah, bicara berlebih

• Kondisi Berat Agitasi

• Tindakan kekerasan atau merusak • Distres berat • Mencelakai diri sendiri, keluarga, atau orang lain

Positive and Negative Syndrome Scale (PANSS-EC) • Consists of 5 items: • • • • •

excitement, tension, hostility, uncooperativeness, and poor impulse control.

• rated from 1 (not present) to 7 (extremely severe); • scores range from 5 to 35; • mean scores ≥ 20 clinically correspond to severe agitation. http://www.medscape.com/viewarticle/744430_2

Prinsip Tatalaksana Agitasi • Perlu diterapi segera. • Sedapat mungkin terkendali dalam waktu 3x24 jam. • Sedapat mungkin antipsikotik tunggal, kecuali agitasi berat.

Tatalaksana Agitasi • Bila skor PANSS-EC berkisar pada skor 2-3, maka dilakukan persuasi dan medikasi oral. • Haloperidol 2x5 mg untuk pasien dewasa • Haloperidol 0,5 mg atau Lorazepam 0,5 mg untuk anak dan remaja

• Bila skor PANSS-EC menjadi 4-5, maka dilanjutkan dengan pemberian: • Injeksi Haloperidol 5 mg IM untuk dewasa • 2,5-5 mg untuk anak usia 12 tahun ke atas • Injeksi bisa diulang setiap 30 menit. Dosis max 30 mg/hari untuk dewasa, dan 10 mg/hari untuk anak dan remaja

Tatalaksana Agitasi • Pilihan lain: injeksi Olanzapine 10 mg IM, dapat diulang dalam selang 2 jam sampai dosis maksimal 30 mg/hari.

• Dapat menggunakan injeksi Aripriprazole 9,75 mg IM. • Bila hanya tersedia Diazepam injeksi, maka dapat diberikan 10 mg iv atau IM perlahan dalam 2 menit. Dapat diulang tiap 30 menit dengan dosis max 20 mg/hari.

Summary

• For severely violent patients requiring immediate sedation, give: • a rapidly acting first generation (typical) antipsychotic (eg, droperidol) or

• should be avoided in cases of alcohol withdrawal, benzodiazepine withdrawal, other withdrawal syndromes, anticholinergic toxicity, and patients with seizures

• benzodiazepine alone (eg, midazolam) or • retain efficacy in acute psychosis

• a combination of a first generation antipsychotic and a benzodiazepine (eg, droperidol and midazolam, or haloperidol and lorazepam). • These combinations achieve more rapid sedation than either drug alone and may reduce side effects • Midazolam (5 mg IV or IM) and droperidol (5 mg IV or IM) • Lorazepam (2 mg IV or IM) and haloperidol (5 mg IV or IM)

• For patients with agitation from drug intoxication or withdrawal • give a benzodiazepine. • For patients with undifferentiated agitation • we prefer benzodiazepines, but first generation antipsychotics are a reasonable choice. • For agitated patients with a known psychotic or psychiatric disorder • we prefer first generation antipsychotic agents, but second generation antipsychotics are a reasonable choice.

Emergency Management Of The Severely Agitated Or Violent Patient

uptodate

197. Wanita berusia 35 tahun datang ke poli jiwa dengan keluhan selalu merasa cemas dan gelisah. Pasien mengatakan tidak dapat mengendalikan dirinya untuk tidak selalu mengecek pintu ketika keluar rumah, selalu ingin berpenampilan dengan warna yang sama antar atasan dan bawahan, pasien menyuci tangan hingga 3 kali sebelum mengonsumsi makanan. Pasien sadar hal tersebut tidak baik, namun tidak paham kenapa ini terjadi serta dapat melawan keinginannya. Berapakah tilikan pasien? A. B. C. D. E.

Tilikan 1 Tilikan 2 Tilikan 3 Tilikan 4 Tilikan 5

Analisis Soal • Pada kondisi pasien diatas dengan keluhan selalu merasa cemas dan gelisah serta kesulitan mengendalikan diri untuk tidak melakukan perilaku berulang berupa obsesi dan kompulsi (mengecek pintu berulang, mencuci tangan berulang, berpenampilan sama atas dan bawahan) merupakan kondisi Obsessive Compulsive Disorder. • Pada pasien ini, mengingat pasien menyadari hal tersebut tidak baik namun belum dapat melawan keinginan, serta tidak paham penyebab hal ini biasanya termasuk dalam tilikan 4. Pada tilikan 5 biasanya pasien menyadari dan tahu faktor berhubungan dengan penyakitnya meski tidak menerapkan dalam perilaku praktis.

TILIKAN • Tilikan adalah kemampuan seseorang untuk memahami sebab sesungguhnya dan arti dari suatu situasi (termasuk di dalamnya gejala yang dialaminya sendiri). Derajat

Deskripsi

1

penyangkalan total terhadap penyakitnya

2

ambivalensi terhadap penyakitnya

3

menyalahkan faktor lain sebagai penyebab penyakitnya

4

menyadari dirinya sakit dan butuh bantuan tetapi tidak memahami penyebab sakitnya

5

menyadari penyakitnya dari faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakitnya namun tidak menerapkan dalam perilaku praktisnya

6

menyadari sepenuhnya tentang situasi dirinya disertai motivasi untuk mencapai perbaikan

198. Seorang laki-laki berusia 28 tahun, dibawa keluarganya ke Puskesmas karena dikatakan kerasukan. Sejak 5 hari yang lalu penderita mengalami perubahan tingkah laku berupa sulit tidur, sering bicara sendiri, mondar-mandir dan marahmarah tanpa sebab. Penderita merasa kerasukan arwah neneknya yang sudah meninggal, sehingga perbuatannya sering dikendalikan oleh arwah tersebut. Dari pemeriksaan status psikiatri didapatkan adanya waham kendali pikir, waham sisip pikir , dan halusinasi auditorik. Tidak ada riwayat gangguan jiwa sebelumnya. Apakah diagnosis yang paling mendekati untuk kasus di atas? A. B. C. D. E.

Gangguan Afektif Psikotik Akut Skizofrenia Gangguan Waham Menetap Gangguan Mental Organik

Analisis Soal • Pada kasus diatas dimana pasien tampak dibawa dengan perubahan perilaku, peningkatan psikomotor (pasien mondar mandir dan marah tanpa sebab jelas), serta adanya waham kendali piker (pasien merasa perbuatan dikendalikan arwah neneknya), waham sisip pikir, serta halusinasi auditorik, mengarahkan pada kondisi psikotik. Mengingat baru dialami selama 5 hari saja, maka termasuk gangguan psikotik akut. • Pada skizofrenia, meski ada waham dan halusinasi, namun diagnosisnya memerlukan gejala diatas terjadi selama kurun waktu 1 bulan atau lebih. Begitu pula gangguan waham menetap yang ditegakkan bila satu atau lebih waham dialami selama 1 bulan atau lebih, serta tidak memenuhi kriteria skizofrenia.

PSIKOTIK AKUT • Untuk menegakkan diagnosis gejala pasti gangguan psikotik akut, harus ada setidaknya satu dari gejala di bawah ini: 1. 2. 3. 4. 5.

Halusinasi Waham Agitasi atau perilaku aneh (bizarre) Pembicaraan aneh atau kacau (disorganisasi) Keadaan emosional yang labil dan ekstrim (iritabel)

Dengan lama episode >1 hari, tetapi <1 bulan. PPDGJ-III

PSIKOTIK AKUT (DSM-IV)

PSIKOTIK AKUT (PPDGJ-III) 1) Halusinasi (persepsi indera yang salah atau yang dibayangkan : misalnya, mendengar suara yang tak ada sumbernya atau melihat sesuatu yang tidak ada bendanya).

2) Waham (ide yang dipegang teguh yang nyata salah dan tidak dapat diterima oleh kelompok sosial pasien, misalnya pasien percaya bahwa mereka diracuni oleh tetangga, menerima pesan dari televisi, atau merasa diamati/diawasi oleh orang lain). 3) Agitasi atau perilaku aneh (bizar) 4) Pembicaraan aneh atau kacau (disorganisasi) 5) Keadaan emosional yang labil dan ekstrim (iritabel) Lama gejala, untuk gejala psikotik yang berlangsung sekurangnya satu hari tetapi kurang satu bulan

Gangguan Psikotik Akut (DSM 5) Kriteria Diagnosis

A. Terdapat satu atau lebih dari gejala berikut, minimal satu harus merupakan gejala 1, 2 atau 3: 1. 2. 3. 4.

Waham Halusinasi Bicara tidak terkoordinasi (inkoherensia, dsb) Perilaku aneh atau katatonia

B. Durasi gangguan minimal satu hari namun kurang dari 1 bulan, dengan kembalinya kemampuan fungsional hingga normal, seperti sebelum gejala timbul C. Gangguan tidak disebabkan oleh gangguan depresi mayor atau bipolar dengan gejala psikotik, atau gangguan psikotik lainnya seperti skizofrenia atau katatonia, dan bukan merupakan efek obat-obatan atau kondisi medis lain.

199. Pasien anak perempuan berusia 15 tahun dibawa orangtuanya ke dokter karena sering ditemukan berjalan saat dirinya terlelap tidur. Anak sudah alami hal ini sejak 3 bulan terakhir dan orangtua mengkhawatirkan anak rentan alami cedera bila ini tetap terjadi. Anak tidak ingat hal tersebut dan merasa tidurnya baik baik saja. Apa diagnosis yang mungkin pada kasus diatas? A. Somnabulisme B. Pavor nocturnal C. Sleep terror D. Nightmare E. HIpersomnia

Analisis Soal • Pada kondisi anak tampak alami somnambulisme atau sleep walking, dimana anak ditemukan sering berjalan saat dirinya sedang tidur. Banyak hal bisa sebabkan gangguan tidur (parasomnia) ini, misalnya saja defisiensi magnesium, stress, kurang tidur, jadwal tidur tidak teratur atau kacau, dan lainnya. • Pada opsi lainnya, pavor nocturnal dan sleep/night terror adalah kondisi yang sama dimana pasien bisa alami terbangun dari sepertiga awal tidur malam diikuti teriakan dan kecemasan berlebihan, namun tidak ingat terhadap episode mimpi. Berbeda pada nightmare yang biasanya ada kondisi terjaga dari tidur berulang dengan ingatan terperinci akan mimpi menakutkan. Pada hypersomnia, tidak dijelaskan pada kasus diatas, dimana pasien akan alami mengantuk berlbih pada siang hari meski tidur tidak kurang.

KLASIFIKASI GANGGUAN TIDUR (DSM IV) Disomnia

Insomnia

Hipersomnia

Narkolepsi

Gangguan tidur berhubungan dengan pernapasan Gangguan tidur primer

Gangguan tidur irama sirkadian

Mimpi buruk/ nightmare

Disomnia: Gangguan jumlah tidur Parasomnia

Parasomnia: Adanya episode abnormal saat tidur

Teror tidur/ night terror

Somnambulisme/ sleep walking

F51.3 Somnambulisme (Sleepwalking) • Somnambulisme adalah gangguan tidur sambil berjalan, yang merupakan gangguan perilaku yang terjadi dalam tahap mimpi dari tidur.

Penyebab a) Kurang tidur (sleep deprivation) b) Jadwal tidur yang tidak teratur/kacau (chaotic sleep schedules) c) Demam (fever) d) Stres atau tekanan (stress) e) Kekurangan (deficiency) magnesium f) Intoksikasi obat atau zat kimia

200. Pasien wanita berusia 21 tahun datang ke dokter karena keluhan merasa sedih dan putus asa sejak melahirkan anak pertamanya. Keluhan dialami sudah 1 minggu sejak melahirkan anaknya. Ibu sulit tidur dan sering menangis terus menerus. Namun pasien masih mau menyusui dan memandikan anaknya, meski merasa lelah karena tidak dibantu suaminya. Ide bunuh diri disangkal. Apa diagnosis paling sesuai untuk kasus diatas? A. Depresi post partum B. Post partum blues C. Gangguan penyesuaian D. Gangguan depresi mayor E. Post partum psikosis

Analisis Soal • Pasien dengan keluhan mood depresif berupa merasa sedih dan putus asa, menangis terus menerus, sulit tidur, yang dialami sejak 1 minggu melahirkan, dapat mengarahkan pada kondisi post partum blues. Hal ini juga didukung dengan pasien yang tampak masih mampu mengurus anaknya seperti menyusui dan memandikan anak. • Berbeda pada depresi post partum yang biasanya keluhan ini dialami menetap lebih dari 2 minggu, dan bahkan biasanya bisa berbulan bulan, serta akan terdapat gangguan fungsi terjadi pada pasien.

POST PARTUM BLUES • Post partum blues • Sering dikenal sebagai baby blues • Mempengaruhi 50-75% ibu setelah proses melahirkan • Sering menangis secara terus-menerus tanpa sebab yang pasti dan mengalami kecemasan • Berlangsung pada minggu pertama setelah melahirkanbiasanya kembali normal setalah 2 minggu tanpa penanganan khusus • Tindakan yang diperlukanmenentramkan dan membantu ibu

Baby Blues vs Postpartum Depression CHARACTERISTIC

BABY BLUES

POSTPARTUM MAJOR DEPRESSION

Duration

Less than 10 days

More than two weeks

Onset

Within two to three days postpartum

Often within first month; may be up to one year

Prevalence

80 percent

5 to 7 percent

Severity

Mild dysfunction

Moderate to severe dysfunction

Suicidal ideation

Not present

May be present

Postpartum Depression, Am Fam Physician. 2010 Oct 15;82(8):926-933

201. Seorang pasien laki-laki usia 44 tahun, datang dengan keluhan dibenci oleh teman-teman dilingkungan kerjanya. Dari alloanamnesis terhadap teman kerja pasien, didapatkan pasien sering mengatur teman-temannya, pasien selalu rapi dan teratur sehingga pasien juga memaksa teman-temannya untuk melakukan hal yang sama. Hal ini sudah dialami sejak pasien masuk ke tempat kerja 2 tahun yang lalu. Pasien tersebut termasuk dalam gangguan kepribadian? A. Antisosial B. Schizoid C. Anankastik D. Schizotipal E. Avoidans

Analisis Soal • Pada pasien dengan kondisi diatas tampak ada suatu gangguan kepribadian obsesif kompulsif atau anankastic dimana pasien ada preokupasi terhadap kerapihan/keteraturan (tampak selalu rapi dan teratur), serta mengontrol bahkan hingga teman kerjanya untuk lakukan hal serupa. Pada kondisi ini biasanya bersifat ego-sintonik (pikiran obsesif dan perilaku kompulsif sesuai dengan keinginan penderitanya), sehingga apabila tidak terpenuhi, maka pasien bisa saja marah atau bahkan timbulkan konflik dengan orang sekitar. • Mengingat hal ini dialami pada pasien diatas usia 18 tahun dan dialami sudah lebih dari 1 tahun, bisa termasuk dalam gangguan kepribadian anankastic. • Pada gangguan kepribadian lainnya, avoidan biasanya pasien cenderung cemas menghindar dan hipersensitif dengan pandangan orang lain. Pada antisosial pasien akan cenderung emosional dan melanggar peraturan. Pada schizoid biasanya pasien cenderung introvert, suka menyendiri, dan afek terbatas. Sementara skizotipal biasanya pasien berpenampilan dan memiliki kepercayaan aneh.

Gangguan Kepribadian Gangguan Kepribadian Cluster A (ditandai dengan perilaku/ tindakan yang eksentrik): • Paranoid: mudah curiga, sering berpikiran buruk • Skizotipal: penampilan dan kepercayaan aneh/ magis • Skizoid: introvert, suka menyendiri, afek terbatas Gangguan Kepribadian Cluster B (orang yang cenderung emosional): • Antisosial: suka melanggar peraturan, mudah marah • Borderline/ ambang: moodnya tidak stabil, perilaku impulsive • Histrionik: ‘drama-queen’ • Narsistik: hanya peduli diri sendiri, kurang empati Gangguan Kepribadian Cluster C (orang yang cenderung mudah cemas): • Avoidant/ cemas menghindar: hipersensitif terhadap pandangan negatif orang lain • Dependen: tidak bisa mengambil keputusan sendiri, harus dirawat orang lain • Anankastik: kaku, perfeksionis, sangat taat aturan

Diagnosing Personality Disorder • Personality disorder is an enduring pattern of thinking, feeling, and behaving that is relatively stable over time. • The features of a personality disorder usually become recognizable during adolescence or early adult life, 18 years of age. • Personality disorder categories may be applied with children or adolescents in those relatively unusual instances in which the individual's particular maladaptive personality traits appear to be pervasive, persistent, and unlikely to be limited to a particular developmental stage or another mental disorder. • For a personality disorder to be diagnosed in an individual younger than 18 years, the features must have been present for at least 1 year. • Exception for above rule is antisocial personality disorder which cannot be diagnosed in individuals younger than 18 years. DSM 5

Gangguan Kepribadian Anankastik/ Obsesive Compulsive Personality Disorder (OCPD)

DSM-IV-TR

OCD vs OCPD • OCD: • pikiran obsesif yang bersifat ego-distonik (membuat penderitanya tidak nyaman) dan harus segera diwujudkan dalam perilaku supaya penderitanya merasa nyaman. • Dasar perilaku kompulsifnya adalah karena ansietas.

• OCPD/ kepribadian anankastik: • Bersifat ego-sintonik (pikiran obsesif dan perilaku kompulsif sesuai dengan keinginan penderitanya) • Biasanya bukan hanya berhubungan dengan 1 kebiasaan saja tapi mempengaruhi seluruh kehidupannya (kaku, mudah marah bila hal tidak sesuai yang seharusnya).

202. Seorang laki laki berusia 34 tahun ditangkap polisi karena suka memamerkan alat kelaminnya didepan umum. Pasien mengatakan hal ini sudah dilakukan sejak 1 tahun terakhir berulang. Pasien merasa dengan melakukan hal ini memperoleh gairah seksual dengan memperlihatkan genital nya pada orang asing dan bila pasien tidak lakukan ia merasa tertekan. Apakah diagnosis yang sesuai untuk kasus pasien diatas? A. Fetishism B. Ekshibisionism C. Voyeurism D. Frotteurism E. Troilism

Analisis Soal • Pada kasus diatas termasuk dalam gangguan parafilia (kondisi gangguan/penyimpangan seksual menyangkut dorongan seksual yang intens melibatkan objek hingga aktivitas tidak lazim yang diperlukan untuk mengalami gairah seksual dan orgasme), yakni ekshibisionisme. Hal ini dikarenakan pasien memperoleh gairah seksual bila memperlihatkan genital nya pada orang asing dan bila tidak dilakukan timbul distress. • Pada fetishism, maka untuk memperoleh dorongan seksual pasien akan membutuhkan objek benda mati misalnya pakaian dalam dan lainnya. Sementara pada frotteurism, akan muncul gairah seksual dengan menyentuh atau menggesekkan kelamin pada orang lain tanpa persetujuannya. Voyeurism melibatkan munculnya gairah seksual bila pasien melihat orang lain tanpa busana atau berhubungan seksual tanpa diketahui yang bersangkutan. Sementara troilism mirip voyeurism, namun dengan menyaksikan aktivitas seksual orang lain sepengetahuan orang tersebut.

Pedoman Diagnosis Ekshibisionisme (DSM-IV)

Kaplan & Sadock synopsis of psychiatry.

SEXUAL DISORDER (PARAFILIA) Diagnosis

Karakteristik

Fetishism

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the use of nonliving objects (e.g., female undergarments).

Frotteurism

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving touching and rubbing against a nonconsenting person.

Masochism

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the act (real, not simulated) of being humiliated, beaten, bound, or otherwise made to suffer.

Sadism

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving acts (real, not simulated) in which the psychological or physical suffering (including humiliation) of the victim is sexually exciting to the person.

Voyeurism

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving the act of observing an unsuspecting person who is naked, in the process of disrobing, or engaging in sexual activity.

Necrophilia

Necrophilia is an obsession with obtaining sexual gratification from cadavers.

Diagnosis

Karakteristik

Pedophilia

Sexually arousing fantasies, sexual urges, or behaviors involving sexual attraction to prepubescent children (generally 13 years or younger) and the pedophilia must at least 16 years or older and at least 5 years older than the child

Eksibisionis

Seseorang yang selalu ingin memperlihatkan kemaluannya/genital kepada orang lain (biasanya orang asing) untuk mendapatkan kepuasan seksual

Troilisme

Kepuasan seksual didapatkan dengan menyaksikan seseorang yang sedang melakukan aktivitas seksual dengan orang lain, orang yang ditonton mengetahui hal tersebut

Zoophilia

Preferensi seksual/keinginan untuk melakukan hubungan seksual pada hewan Bestiality: hubungan seksual dengan hewan (sudah melakukan)

203. Perempuan berusia 66 tahun datang dengan keluhan demam sejak 2 hari yang lalu. Sebelumnya 3 hari yang lalu, pasien berobat ke dokter spesialis kesehatan jiwa dan dinyatakan mengalami gangguan psikosis serta diberikan terapi. Setelah mengkonsumsi obat tersebut, pasien mengalami demam 40oC. Tangan pasien juga bergerak dengan sendirinya. Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak apatis, denyut nadi 110x/menit, pernapasan 24x/menit. Pada pemeriksaan neurologis ditemukan peningkatan tonus otot dan katatonik. Apakah diagnosis kasus tersebut? A. Skizofrenia B. Gangguan dystonia C. Drug induced parkinsonism D. Tardive dyskinesia E. Neuroleptic Malignant Syndrome

Analisis Soal • Pasien dengan kondisi diatas terdapat riwayat penggunaan obat antipsikotik (kemungkinan generasi pertama atau tipikal), yang diikuti kondisi demam tinggi, penurunan kesadaran, rigiditas otot (katatonik dan peningkatan tonus otot), dapat mengarahkan pada kondisi neuroleptic malignant syndrome. Kondisi ini cukup jarang ditemukan, namun bisa mengancam nyawa. • Pada penggunaan antipsikotik tipikal, bisa diikuti juga dengan efek samping lain seperti gangguan dystonia, tardive dyskinesia, dan parkinsonism. Namun umumnya kondisi ini tidak ada penurunan kesadaran ataupun gejala sistemik seperti demam seperti hal nya NMS.

Terapi Antipsikotik • Antipsikotik generasi pertama (tipikal)

• antagonis reseptor dopamin D2 • Contoh: haloperidol dan chlorpromazine • Efek samping: lebih sering menyebabkan gejala ekstrapiramidal, neuroleptic malignant syndrome • Sebagai alternatif jika antipsikotik generasi kedua tidak bisa digunakan

• Antipsikotik generasi kedua (atipikal)

• afinitas rendah terhadap reseptor D2, afinitas tinggi terhadap reseptor 5HT • Contoh: risperidone, clozapine, dan olanzapine • Efek samping neurologis (-) • Efek samping metabolik (+) • Obat pilihan pertama

SINDROM NEUROLEPTIK MALIGNA • Rare, but life-threatening, idiosyncratic reaction to neuroleptic medications • Characterized by fever, muscular rigidity, altered mental status, and autonomic dysfunction. • Often occurs shortly after the initiation of neuroleptic treatment, or after dose increases. • Cardinal sign: • • • •

Rigiditas otot berat Hipertermia (suhu>38°C) Instabilitas otonom Penurunan kesadaran

Tatalaksana • Tatalaksana utama bersifat suportif • Pasien perlu dirawat di ICU • Yang paling penting: • semua obat neuroleptik (antipsikotik) harus dihentikan. • Umumnya gejala akan hilang dalam 1-2 minggu setelah penghentian obat neuroleptik

http://emedicine.medscape.com/article/816018-overview

Efek samping terapi antipsikotik: Gejala Ekstrapiramidal Karakteristik Akathisia

Gelisah dan merasa perlu bergerak terus. Menggerakkan kaki mengetuk lantai (foot tapping atau toe tapping). Gejala ini berkurang saat tidur atau pada posisi berbaring. Pasien merasa tertekan bila tidak dapat bergerak.

Dystonia

Kelainan neurologis dimana terdapat kontraksi otot yang terus-menurus sehingga mengakibatkan gerakan repetitif dan twisting atau postur yang abnormal. Dapat melibatkan punggung, leher, ekstremitas atas dan bawah, rahang, dan laring. Bisa terjadi kesulitan menelan, bernapas, bicara, dan menggerakkan leher. Oculogyric crisisDeviasi keatas bola mata yang ekstrim disertai dengan konvergen, menyebabkan diplopia. Berkaitan dengan fleksi posterolateral dari leher dan dengan mulut terbuka atau rahang terkunci.

Parkinsonism

Tremor, rigiditas, dan kelambatan bergerak, yang melibatkan batang tubuh dan ekstremitas. Kesulitan berdiri dari posisi duduk, postur tidak seimbang, muka topeng.

Tardive dyskinesia

Gerakan koreatetoid abnormal yang melibatkan regio orofasial dan lidah. Lebih jarang mengenai ekstremitas dan batang tubuh. Ada gerakan mulut mencucu, gerakan mengunyah, dan lidah menjulur. Gejala tidak menimbulkan nyeri, namun menyebabkan penderitanya malu di depan umum. http://www.uspharmacist.com/content/c/10205/?t=women%27s_health,neurology

204. Seorang pria berusia 25 tahun, diantar ke poliklinik dengan keluhan hilang ingatan secara tiba-tiba. Hal ini terjadi setelah mengetahui bahwa ia di PHK dari kantornya. Dari pemeriksaan didapatkan tanda vital dalam batas normal dan kondisi fisik umum baik. Pada pemeriksaan CT Scan tidak dijumpai adanya gangguan otak yang mendasar. Apakah kemungkinan diagnosa pasien ini? A. Gangguan stupor disosiatif B. Gangguan identitas disosiatif C. Gangguan amnesia disosiatif D. Gangguan fugue disosiatif E. Gangguan motoris disosiatif

Analisis Soal • Pada pasien terdapat hilang ingatan atau amnesia yang terjadi tiba tiba setelah stressor berupa PHK, disertai pemeriksaan CT scan kepala normal dapat mengarahkan pada kondisi gangguan disosiatif/konversi yakni gangguan amnesia disosiatif. • Gangguan disosiatif biasanya merupakan cara penanggulangan stress pada pasien ini dan bukan hal yang secara sengaja dilakuakan pasien (berbeda dengan malingering). • Pada fugue disosiatif juga umumnya akan ada hilang ingatan, namun biasanya pasien juga akan secara mendadak melarikan diri serta memiliki identitas baru (fugure : melarikan diri)

Dissociative (Conversion) Disorder • Gangguan disosiatif disebut juga dengan konversi karena dahulu dianggap terjadi hilangnya asosiasi antara berbagai proses mental seperti: • Identitas diri • Memori • Fungsi sensorik dan motoric

• Disosiasi adalah cara pikiran untuk menanggulangi stress berlebih  salah satu bentuk denial. • Didahului oleh stressor/trauma. • DSM-V: 1. 2. 3. 4. 5.

Gangguan depersonalisasi/derealisasi Amnesia disosiatif Fugue disosiatif Gangguan identitas disosiatif Gangguan disosiatif lainnya

Gangguan Konversi

DSM IV. American Psychiatric Association.

Gangguan Disosiasi (DSM-V) Gangguan Depersonalisasi: Kehilangan/perubahan temporer dalam depersonalisasi/de perasaan yang biasa mengenai realitas diri sendiri. realisasi Derealisasi: Perasaan tidak nyata mengenai dunia luar. Amnesia disosiatif

Tidak bisa mengingat detail personal yang penting dan pengalaman yang berhubungan dengan kejadian traumatis atau sangat menekan & tidak disebabkan oleh penyebab organik.

Fugue disosiatif

“Fugure”  melarikan diri (bahasa Yunani). Individu kehilangan seluruh ingatannya dan secara mendadak meninggalkan rumah serta memiliki identitas baru.

Gangguan identitas disosiatif

Memiliki dua atau lebih kepribadian yang berbeda atau kepribadian pengganti (alter)  masing-masing memiliki persepsi dan interaksi berbeda terhadap lingkungannya

Gangguan Disosiasi (DSM-V) Gangguan disosiatif lainnya

1.

2. 3.

4.

5. 6.

Gangguan Trans: Adanya kehilangan sementara aspek penghayatan akan identitas diri dan kesadaran akan lingkungannya. Dalam beberapa kejadian, individu berperilaku seakan-akan dikuasai oleh kepribadian lain, kekuatan gaib, malaikat, atau “kekuatan lain”. Gangguan Motorik Disosiatif: Ketidakmampuan menggerakkan seluruh atau sebagian anggota gerak. Konvulsi Disosiatif: Pseudo seizures, dapat sangat mirip dengan kejang dalam hal gerakannya akan tetapi sangat jarang disertai dengan lidah tergigit, mengompol, atau kehilangan kesadaran. Kehilangan Sensorik Disosiatif: Gejala anestesi pada kulit seringkali mempunyai batas-batas tegas yang menggambarkan pemikiran pasien mengenai kondisi tubuhnya dan bukan kondisi klinis sebenarnya. Gangguan Disosiatif Campuran: Campuran dari gangguangangguan disosiatif Stupor Disosiatif

Perbedaan Psikosomatis, Gangguan Konversi, Malingering, Factitious disorder Kelainan

Karakteristik

Psikosomatis

Pada gangguan psikosomatis, ada keluhan dan ditemukan keabnormalan pada pemeriksaan. Namun penyebabnya adalah masalah psikis.

Gangguan Konversi

Adanya satu atau beberapa gejala neurologis (misalnya buta, lumpuh anestesi, amnesia, dll) yang tidak dapat dijelaskan dengan penjelasan medis maupun neurologis yang ada.

Malingering

Berpura-pura sakit atau melebih-lebihkan kondisi fisik yang sudah ada sebelumnya dengan tujuan untuk mendapatkan kompensasi tertentu (misalnya untuk mendapatkan cuti kerja).

Factitious disorder/ Munchhausen syndrome

Berpura-pura sakit atau membuat dirinya sakit. Namun hal ini dilakukan semata-mata untuk mendapatkan perhatian/ simpati dari orang lain saja.

205. Seorang anak perempuan berusia 15 tahun dibawa ibunya ke dokter praktik umum karena latah terlalu berlebihan dan sering meniru gerakan orang yang sedang dilihatnya. Keluhan akan semakin memberat jika dalam keadaan terkejut. Pasien mengaku merasa lelah jika terlalu sering mengikuti gerakan orang lain, tetapi tidak dapat menghentikannya. Apakah gangguan yang paling tepat? A. Katalepsia B. Katatonik C. Eksentrik D. Ekolalia E. Ekopraksia

Analisis Soal • Pada pasien dengan kondisi latah berlebih dengan meniru gerakan orang yang dilihat serta memberat bila terkejut, namun tidak dapat dikendalikan dapat mengarahkan pada gangguan perilaku motoric yakni echopraxia. • Pada ekolalia, biasanya pasien akan otomatis meniru suara (vokalisasi, bentuk latah paling sering). Pada ekoplasia, maka secara fisik atau mental pasien akan otomatis mengikuti kontur objek. Katalepsi merupakan bagian dari katatonik, dimana pasien akan mempertahankan suatu posisi tidak bergerak terus menerus.

Perilaku Motorik Yang Berhubungan Dengan Gangguan Psikiatri 1. Katatonia: kelainan motorik dalam gangguan nonorganik (sebagai lawan dari gangguan kesadaran dan aktivitas motorik sekunder dari patologi organik) Jenis

Definisi

Katalepsi

istilah umum untuk suatu posisi yang tidak bergerak yang dipertahankan terus menerus.

Luapan katatonik (catatonic aktivitas motorik yang teragitasi, tidak bertujuan dan tidak furor) dipengaruhi oleh stimulasi eksternal

Stupor katatonik

penurunan aktivitas motorik yang nyata, seringkali sampai titik imobilitas dan tampaknya tidak menyadari sekeliling

Rigidtas katatonik

penerimaan postur yang kaku yang disadari, menentang usaha untuk digerakkan

Posturing katatonik

penerimaan postur yang tidak sesuai atau kaku yang disadari, biasanya dipertahankan dalam waktu yang lama

Cerea flexibilitas (fleksibilitas lilin)

seseorang dapat diatur dalam suatu posisi yang kemudian dipertahankannya; jika pemeriksa menggerakkan anggota tubuh pasien, anggota tubuh terasa seakan-akan terbuat dari lilin.

2.

Ekopraksia:

3.

Negativisme:

4.

Katapleksi:

5.

Stereotipik:

6.

Mannerisme:

7.

Otomatisme:

8.

Otomatisme perintah:

9.

Mutisme:

• peniruan pergerakan yang patologis seseorang pada orang lain

• tahanan tanpa motivasi terhadap semua usaha untuk menggerakkan atau terhadap semua instruksi. • hilangnya tonus otot dan kelemahan secara sementara yang dicetuskan oleh berbagai keadaan emosional. • pola tindakan fisik atau bicara yang terfiksasi dan berulang. • pergerakan tidak disadari, dan bersifat habitual

• tindakan atau tindakan-tindakan yang otomatis yang biasanya mewakili suatu aktivitas simbolik yang tidak disadari. • otomatisme mengikuti sugesti (juga disebut kepatuhan otomatik)

• tidak bersuara tanpa kelainan structural

Echophenomenon (Ekofenomenon) • Echophenomenon (also known as echo phenomenon) can be defined as "automatic imitative actions without explicit awareness or pathological repetitions of external stimuli or activities, actions, sounds, or phrases, indicative of an underlying disorder. • The echophenomena include repetition: • echolalia–of vocalizations (the most common of the echophenomena) • echopraxia–of actions • echomimia–of facial expressions • echographia–in writing • echoplasia–physically or mentally, tracing contours of objects • echolalioplasia–involving sign language, described in one individual withTourette syndrome

ILMU PENYAKIT DALAM

Soal No. 206 Seorang laki-laki berusia 59 tahun datang ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan keluhan luka pada kaki sejak 2 minggu yang lalu. Pasien mengatakan luka nanah dan berbau. Pasien memiliki riwayat DM sejak 10 tahun yang lalu dan tidak rutin mengonsumsi obat. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 140/90 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 38C. Dari hasil pemeriksaan rontgen tulang ditemukan gas dan destruksi tulang. Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut? A. B. C. D. E.

DM + osteomielitis pedis DM + gangren pedis DM + tinea pedis DM + miositis pedis DM + selulitis pedis

Soal No. 206 • Pasien diatas kemungkinan mengalami DM yang tidak terkontrol. Saat ini pasien sedang mengalami komplikasi berupa adanya gas dan destruksi tulang pada kaki yang merupakan tanda dari gangren pedis. Pembentukkan gas gangrene biasanya diakibatkan oleh infeksi bakteri clotridium. • Piihan A, biasanya tidak ditemukan adanya pembentukkan gas, hanya terdapat destruksi tulang. • Pilihan C, akan ditemukan gambaran skuama kemerahan yang gatal dan biasanya ditemukan pada daerah lipatan jari. • Pilihan D, akan ditemukan nyeri dan kelemahan pada otot. • Pilihan E, akan ditemukan infeksi pada kulit kemerahan yang berbatas tidak tegas.

Ulkus Diabetik • Terjadi pada 15-25% pasien DM. • Perjalanan penyakit: ulkus  ulkus terinfeksi  infeksi dalam  oseteomyelitis  amputasi atau kematian. • Faktor risiko utama terjadinya ulkus diabetik: – Neuropati perifer – Trauma minor (tekanan rendah yang repetitif atau tekanan tinggi dengan durasi lebih singkat) – Deformitas (hammer toe, kalus, keterbatasan mobilitas sendi, dll) IDF Clinical Practice Recommendations on the Diabetic Foot. 2017.

Diabetic Foot Etiology • Neuropathic or ischemic ulcers • Traumatic wounds • Skin cracks/fissures • Other defects in skin or nail beds

Manifestations • Inflammation • Nonpurulent drainage, friable/discolored granulation tissue, undermining of wound edges • Infection  pus in an ulcer or sinus tract • Necrotizing infection  bullae, soft tissue gas, skin discoloration, foul odor

Microbiology • Mostly polymicrobial • Superficial infections: Grampositive cocci • Deep ulcers, chronically infected and/or previously treated with antibiotics: Gram positive cocci, enterococci, Enterobacteriaceae, Pseudomonas, anaerobes • Extensive inflammation, necrosis, malodorous drainage, gangrene: anaerobic streptococci, Bacteroides sp., Clostridium sp.

IDF Clinical Practice Recommendations on the Diabetic Foot. 2017.

Kaki Diabetik Terinfeksi • Based on guidelines by Infectious Diseases Society of America, infection is present if obvious purulent drainage and/or the presence of two or more signs of inflammation  Erythema  Pain  Tenderness  Warmth  Induration

• Systemic signs of infection include:  Anorexia, nausea/vomiting  Fever, chills, night sweats  Change in mental status and recent worsening of glycemic control

Kaki diabetic terinfeksi • Patients with mild infections can be treated in outpatient settings with oral antibiotics that cover skin flora including streptococci and Staphylococcus aureus. • For moderate-to-severe infections, patients should be hospitalized for parenteral antibiotic therapy. • Empiric choices should cover streptococci, MRSA, aerobic gram-negative bacilli, and anaerobes. • Consider surgical intervention in cases of osteomyelitis accompanied by: spreading soft tissue infection; destroyed soft tissue envelope; progressive bone destruction on X-ray, or bone protruding through the ulcer • Osteomyelitis  6 weeks therapy of antibiotics if do not undergo surgery http://emedicine.medscape.com/article/237378-medication

Klasifikasi dan Penatalaksanaan Infeksi pada Kaki Diabetik

IDF Clinical Practice Recommendations on the Diabetic Foot. 2017.

Management • Wound management • Good nutrition • Appropriate antimicrobial therapy • Glycemic control • Fluid and electrolyte balance

Osteomyelitis in Plain X-Ray

• •

Consider surgical intervention in cases of osteomyelitis accompanied by: spreading soft tissue infection; destroyed soft tissue envelope; progressive bone destruction on X-ray, or bone protruding through the ulcer Osteomyelitis  6 weeks therapy of antibiotics if do not undergo surgery

International Working Group on Diabetic Foot (IWGDF). 2015

GPC  gram positive cocci GNR  gram negative rod MRSA  methicillin resistant S. aureus

International Working Group on Diabetic Foot (IWGDF). 2015

Gangrene • death of body tissue due to either a lack of blood flow or a serious bacterial infection

Soal No. 207 Seorang laki-laki berusia 50 tahun diantar oleh keluarganya ke IGD RS dengan keluhan demam dan telapak kaki kanan bernanah akibat tertusuk paku 2 minggu yang lalu. Luka meluas ke punggung kaki dan berbau busuk tetapi tidak nyeri. Riwayat penyakit sebelumnya adalah DM tipe 2, dan tidak berobat teratur, pada pemeriksaan fisik di dapatkan TD 150/80 mmHg, HR 110 x/mnt, suhu 38 C dan RR 22 x/mnt. Pada pemeriksaan lab gula darah sewaktu 450 mg/dL. Apakah obat anti DM yang paling tepat diberikan? A. B. C. D. E.

Sulfonil urea Biguanida Akarbose Thiazolidinediones Insulin

Soal No. 207 • Pasien diatas kemungkinan mengalami kaki DM yang terinfeksi karena ditemukan adanya luka pada kaki kanan yang bernanah, busuk dan tidak nyeri. • Pada pasien dengan kaki DM terinfeksi tatalaksana kontrol glikemik yang tepat adalah dengan menggunakan insulin. • Piihan A,B,C, dan D dapat digunakan pada pasien DM tipe 2 tanpa penyulit

Insulin Therapy in Diabetic Foot

Manajemen Ulkus Diabetik • Kendali metabolik: – pengendalian kadar glukosa darah, lipid, albumin, hemoglobin, dsb

• Kendali vaskular: – perbaikan vaskular dengan operasi atau angioplasti, biasanya pada keadaan ulkus iskemik

• Kendali infeksi: – pengobatan infeksi secara agresif jika terlihat tanda-tanda klinis infeksi (adanya kolonisasi pertumbuhan organisme pada hasil swab luka tanpa tanda klinis bukan merupakan infeksi)

• Kendali luka: – pembuangan jaringan terinfeksi dan nekrosis secara teratur dengan konsep TIME: • • • •

Tissue debridement Inflammation and infection control Moisture balance Epithelial edge advancement

• Kendali tekanan: – pembuangan kalus, penggunaan sepatu yang sesuai untuk mengurangi tekanan

• Penyuluhan: – edukasi perawatan kaki secara mandiri pada pasien. Pengelolaan DM Tipe 2 di Indonesia. Perkeni. 2015

Soal No. 208 Seorang wanita berusia 50 tahun dibawa oleh keluarganya ke unit gawat darurat RS dengan kesadaran menurun yang dialami 1 hari yang lalu. Keluhan disertai Iuka pada kaki sejak 1 buIan yang lalu. Riwayat DM sejak 10 tahun dan tidak teratur minum obat. Pemeriksaan laboratorium didapatkan GDS 450 mg/dl. Pemeriksaan Analisa gas darah didapatkan hasil pH 6,3;HCO3 rendah dan pemeriksaan elektrolit didapatkan anion gap yang tinggi. Apakah diagnosis yang mungkin? A. B. C. D. E.

Sepsis Ketoasidosis diabetic Ketidakseimbangan elektrolit Koma hiperosmolar hiperglikemik non ketotik Drug induced

Soal No. 208 • Pasien diatas kemungkinan mengalami KAD karena ditemukan adanya penurunan kesadaran dengan peningkatan kadar gula darah, asidosis metabolic dengan high anion gap. • Kemungkinan pemicu KAD pada pasien ini adalah kaki DM terinfeksi dan adanya riwayat minum obat yang tidak teratur. • Piihan A, perlu dilakukan pemeriksaan SOFA score terlebih dahulu. • Pilihan C, merupakan komplikasi dari KAD. • Pilihan D, biasanya pH darah dalam rentang normal. • Pilihan E, tidak ada riwayat minum obat-obatan yang menyebabkan lonjakan gula darah yang tinggi pada pasien.

Soal No. 209 Perempuan 51 tahun datang diantar oleh keluarga nya ke IGD dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 3 jam yang lalu. Pasien merasa lemas dan terdapat sesak dipengaruhi oleh aktivitas dan emosi. Pasien mengalami DM sejak 3 tahun. Didapatkan luka pada kelingking, pus (+), eritema (+), menghitam pada pinggir luka. Pada pemeriksaan didapatkan TD 100/80 mmHg, HR 142 x/mnt, RR 34x/mnt. Pada pemeriksaan labatorium didapatkan GDS 442 mg/dL. Apakah tatalakasana yang tepat yang akan diberikan pada pasien tersebut? A. B. C. D. E.

Debridement kelingking dan diberi antibiotik Pemberian insulin Pemberian dextrose Pemberian cairan Pemberian magnesium

Soal No. 209 • Pasien diatas kemungkinan mengalami komplikasi DM yaitu KAD karena ditemukannya penurunan kesadaran dan tanda-tanda dehidrasi seperti takikardia serta adanya peningkatan RR dan GDS yang > 250 mg/dL. • Pencetus KAD pada pasien kemungkinan adalah akibat infeksi. • Pada pasien KAD tatalaksana awal yang dapat diberikan adalah dengan rehidrasi cairan terlebih dahulu. • Piihan A, dilakukan setelah KAD teratasi. • Pilihan B, diberikan setelah 2 jam rehidrasi yang adekuat. • Pilihan C, diberikan pada pasien dengan hipoglikemia. • Pilihan E, diberikan pada pasien dengan hypomagnesemia

Soal No. 210 Laki-laki usia 62 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan mual muntah sejak 3 hari smrs. Frekuensi muntah 3x berisi makanan. Pasien memiliki riwayat DM dengan konsumsi obat tidak teratur. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 110/80 mmHg, HR 125x/mnt, RR 25x/mnt dan suhu 37C. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan GDS 420 mg/dl , glukosa urin ( ++++ ) , keton (++). Pemeriksaan lanjutan yang harus dilakukan pada pasien tersebut adalah… A. B. C. D. E.

Pemeriksaan fungsi ginjal AGD Pemeriksaan BUN Darah rutin Apus darah tepi

Soal No. 210 • Pasien diatas kemungkinan mengalami KAD karena ditemukan adanya mual-muntah serta peningkatan kadar GDS serta ditemukannya adanya keton pada urin. • Pemeriksaan selanjutnya yang dilakukan segera pada pasien KAD adalah pemeriksaan AGD untuk menentukan derajat beratnya KAD pada pasien tersebut. • Piihan A, dapat dilakukan setelah pemeriksaan AGD. • Pilihan C, dapat dilakukan setelah pemeriksaan AGD • Pilihan D, dapat dilakukan setelah pemeriksaan AGD • Pilihan E, tidak diperlukan jika tidak ada indikasi.

208-210. KETOASIDOSIS DIABETIK • Pencetus KAD: – Insulin tidak adekuat – Infeksi – Infark

• Diagnosis KAD: – Kadar glukosa 250 mg/dL – pH <7,35 – HCO3 rendah – Anion gap tinggi – Keton serum (+) Harrison’s principles of internal medicine

ADA Diagnostic Criteria for DKA and HHS DKA Parameter

Mild

Moderate

Severe

HHS

Plasma glucose, mg/dL

>250

>250

>250

>600

7.25-7.3

7.0-7.24

<7.0

>7.30

15-18

10 to <15

<10

>15

Serum ketones†

Positive

Positive

Positive

Small

Urine ketones†

Positive

Positive

Positive

Small

Effective serum osmolality,* mOsm/kg

Variable

Variable

Variable

>320

Alert

Alert/drowsy

Stupor/coma

Stupor/coma

Arterial pH

Serum bicarbonate, mmol/L

Alteration in sensoria or mental obtundation

*Calculation: 2[measured Na+ (mEq/L)] + glucose (mg/dL)/18. † Nitroprusside reaction method.

ADA. Diabetes Care. 2003;26:S109-S117.

84

Ketoasidosis Diabetik

American Diabetes Association. Hyperglycemic Crises in Patients With Diabetes Mellitus. Diabetes care, Vol 24, No 1, January 2001

Pemeriksaan Laboratorium Serum electrolytes: • Serum bicarbonate is usually <15 mEq/L. • Serum potassium (K+) may be low, normal, or elevated. There is always significant total body potassium depletion regardless of the initial potassium level. • Serum sodium is usually decreased as a result of hyperglycemia, dehydration, and lipemia. Assume 1.6-mEq/L decrease in extracellular sodium for each 100-mg/dl increase in glucose concentration. • Calculate the anion gap (AG): AG = Na+ − (Cl− + HCO3−) • In DKA, the anion gap is increased (<12) because of high levels of ketones. • Mixed metabolic disturbances demonstrating anion gap metabolic acidosis overlapping with metabolic alkalosis may be present; this is common in patients with DKA with persistent vomiting.

Anion gap • The anion gap is the difference between primary measured cations (sodium Na+ and potassium K+) and the primary measured anions (chloride Cl- and bicarbonate HCO3-) in serum. • Anion gap = Na − (Cl + HCO3) • The reference range of the anion gap is 3-11 mEq/L.

Anion gap A decreased anion gap (< 6 mEq/L) may suggest the following :



Hypoalbuminemia



Plasma cell dyscrasia



Monoclonal protein



Bromide intoxication



Normal variant

A normal anion gap (6-12 mEq/L) may indicate the following : –

Loss of bicarbonate (ie, diarrhea)



Recovery from diabetic ketoacidosis



Ileostomy fluid loss



Carbonic anhydrase inhibitors (acetazolamide, dorzolamide, topiramate)



Renal tubular acidosis



Arginine and lysine in parenteral nutrition



Normal variant

An elevated anion gap (>12 mEq/L; “mud pilers”) may indicate the following : – Methanol – Uremia – Diabetic ketoacidosis – Propylene glycol – Isoniazid intoxication – Lactic acidosis – Ethanol ethylene glycol – Rhabdomyolysis/renal failure

– Salicylates

Skema Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik Dan Sindroma Hiperosmolar Hiperglikemik (Perkeni 2015)

Soal No. 211 Laki-laki usia 81 tahun datang ke IGD dengan penurunan kesadaran. Pasien mempunyai riwayat DM dan teratur minum obat. Pada pemeriksaan didapatkan kesadaran somnolen. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan GDS 40 mg/dl. Mana obat yang dapat menimbulkan keluhan tersebut? A. B. C. D. E.

Acarbose Glibenklamid Insulin Metformin Glitazon

Soal No. 211 • Pasien diatas kemungkinan mengalami hipoglikemia karena ditemukan adanya penurunan kesadaran dan GDS yang rendah. • Hipoglikemia merupakan salah satu efek tersering dari pemakaian OHO terutama golongan sulfonylurea.Glibenklamid • Piihan A, efek samping berupa flatulens. • Pilihan C, obat ini biasanya diberikan melalui suntikan. • Pilihan D, efek samping berupa mual dan muntah. • Pilihan E, efek samping berupa retensi cairan.

Mekanisme Kerja Obat anti diabetik oral GLP-1: • Glukagon like petide 1, an incretin derived from the proglucagon gene, inducing pancreas to release insulin and suppresing glucagon

Sulfonilurea • Sulfonylureas act directly on the β-cells of the islets of Langerhans to stimulate insulin secretion. • They enter into the β–cell and bind to the cytosolic surface of the sulfonylurea receptor. • Binding of a sulfonylurea closes the K+ATP channel, reducing the efflux of potassium enabling membrane depolarization.

Obat Antihiperglikemia Oral Golongan Obat

Cara Kerja Utama

Efek Samping Utama

Penurunan HbA1C

Sulfonilurea

Meningkatkan sekresi insulin

BB naik, hipoglikemia

1,0-2,0%

Glinid

Meningkatkan sekresi insulin

BB naik, hipoglikemia

0,5-1,5%

Metformin

Menurunkan glukoneogenesis di hepar, menambah sensitivitas terhadap insulin

Dispepsia, diare, asidosis laktat

1,0-2,0%

Penghambat alfaglukosidase

Menghambat absorpsi glukosa

Flatulen, tinja lembek 0,5-0,8%

Tiazolidindion

Menambah sensitivitas terhadap insulin

Edema

0,5-1,4%

Penghambat DPP-IV

Meningkatkan sekresi insulin, menghambat sekresi glukagon

Sebah, muntah

0,5-0,8%

Penghambat SGLT-2

Menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal

Dehidrasi, infeksi saluran kemih

0,8-1,0%

Golongan

Jenis Obat

Dosis harian Lama kerja (mg) (jam)

Waktu

Sulfonilurea

Glibenclamid

2,5-20

12-24

Sebelum makan

Glipizide

5-20

12-16

Gliclazide

40-320

10-20

Gliquidone

15-120

6-8

Glimepiride

1-8

24

Repaglinide

1-16

4

Nateglinide

180-360

4

Penghambat alfaglukosidase

Acarbose

100-300

Biguanide

Metformin

500-3000

6-8

Metformin XR

500-2000

24

Thiazolidindion

Pioglitazone

15-45

24

Penghambat DPP-IV

Vildagliptin

50-200

12-24

Sitagliptin

25-100

24

Saxagliptin

5

24

Linagliptin

5

24

Dapagliflozin

5-10

24

Glinide

Penghambat SGLT-2

Bersama suapan pertama

Bersama/sesudah makan Tidak bergantung jadwal makan

Soal No. 212 Seorang wanita 58 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan peningkatan berat badan 6 kg dalam satu tahun. Pasien juga mengeluhkan adanya bengkak-bengkak di sekitar leher dan muka. Vital sign TD 135/80 N 88 RR 22 T 36,5. Pemfis: di dapatkan full moon face dan juga gambaran seperti punuk pada leher bagian belakang. Pemeriksaan laboratorium kadar kortisol serum dalam urin adalah 205 mcg/24 jam (normal 20 mcg/24jam). Kadar kortisol serum pagi 29 mcg/dl didapatkan turun menjadi 22 mcq/dl setelah di tes supresi deksamethason 1 gram pada malam hari. Kadar ACTH basal 59 pg/dl (normal 10-60 lg/dl). Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut? A. Goiter disease B. Addison disease C. Krisis tiroid D. Tirokositosis E. Cushing syndrome

Soal No. 212 • Pasien diatas kemungkinan mengalami cushing syndrome karena ditemukan adanya BB naik, moon face dan buffalo hump. • Adanya hasil low dose dexametason yang menunjukkan bahwa tidak terjadi penurunan kadar kortisol plasma > 50% pada pagi hari nya mengkonfirmasi diagnosis cushing syndrome pada pasien ini. • Piihan A, akan ditemukan adanya benjolan pada leher. • Pilihan B, akan ditemukan adanya hipotensi, badan lemas dan kulit hiperpigmentasi. • Pilihan C, akan ditemukan adanya penurunan kesadaran dan hipotensi pada pasien dengan riwayat hipertiroidisme. • Pilihan D, akan ditemukan tanda-tanda hipertiroid seperti penurunan BB, berdebar-debar dan tidak tahan panas.

SINDROM CUSHING Sindrom Cushing (hiperadrenokortikalism/hiperkortisolism) – Kondisi klinis yang disebabkan oleh pajanan kronik glukokortikoid berlebih karena sebab apapun.

• Penyebab: – Sekresi ACTH berlebih dari hipofisis anterior (penyakit Cushing). – ACTH ektopik (C/: ca paru) – Tumor adrenokortikal – Glukokorticod eksogen (obat)

Silbernagl S, et al. Color atlas of pathophysiology. Thieme; 2000. McPhee SJ, et al. Pathophysiology of disease: an introduction to clinical medicine. 5th ed. McGraw-Hill; 2006.

Sindrom cushing • Sindrom cushing  suatu kumpulan gejala dengan ciri cushingoid akibat kondisi hiperkortisolisme – ACTH dependent • Cushing disease: kondisi spesifik pada sindrom cushing ketika kelenjar hipofisis hasilkan ACTH berlebih misalnya akibat adenoma hipofisis (ACTH dependent cortisol excess)  80% cushing syndrome • Ectopic ACTH syndrome, kondisi adanya hormone ACTH ektopik yang stimulasi adrenal produksi kortisol (misalnya pada kanker paru) • Ectopic corticotropin releasing hormone syndrome

– ACTH independent • Iatrogenik karena penggunaan glukokortikoid dari luar • Adrenal adenoma • Micronodular ataupun macronodular hyperplasia dari adrenal Buku ajar IPD https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470218/?report=reader

Pemeriksaan Low-dose dexamethasone supression test

Algoritma pemeriksaan pasien dicurigai Cushing syndrome

The Diagnosis of Cushing’s Syndrome: An Endocrine Society Clinical Practice Guideline

Dexametason Suppresion Test • The low-dose (2 mg) dexamethasone suppression test is useful to exclude pseudoCushing’s syndrome if the previous results are equivocal. • The high-dose (8 mg) dexamethasone test and measurement of ACTH by radioimmunoassay are useful to determine the etiology of Cushing’s syndrome.

Pemeriksaan penunjang untuk sindrom cushing • Melihat hiperkortisolisme endogen – 24-hour urine free cortisol (UFC) excretion  deteksi produksi kortisol endogen berlebih. Cara: kosongkan kandung kemih pagi hari morning void), lalu kumpulkan urine 24 jam setelahnya. – Late night/bedtime salivary cortisol levels  bisa positif palsu bila mengunyah licorice atau rokok

• Melihat ketidakmampuan supresi produksi kortisol endogen – 1 mg overnight dexamethasone suppression test (DST) – 48-hour low-dose dexamethasone suppression test  tes konfirmasi dengan memberikan 0.5 mg deksametason tiap 6 jam, 6 jam setelah dosis terakhir diperiksa serum kortisol  >1.8 mg/dl menunjukkan ketidakmampuan supresi produksi kortisol endogen, konsisten dengan sindrom cushing (untuk eksklusi pseudocushing akibat ansietasi, depresi, alkoholisme, diabetes, dan obese morbid)

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470218/?report=reader

Penanganan sindrom cushing • Tergantung penyebab, bisa terapi medikamentosa, pembedahan, hingga radioterapi • Iatrogenik: – Paparan kronik steroid  supresi aksis HPA  produksi kortisol endogen dihambat – Tappering off steroid eksogen bertahap  memungkinkan pemulihan kelenjar adrenal untuk hasilkan kortisol endogen – Belum ada panduan penghentian dosis steroid spesifik  tergantung keputusan klinis – Penggunaan steroid sistemik 2-4 minggu  tapp off bisa dalam 1-2 minggu – Steroid < 2 minggu  penekanan aksis HPA kecil kemungkinan, bisa langsung stop

Tatalaksana • Reseksi bedah jika penyebabnya adenoma atau tumor adrenal • Jika bedah transsphenoidal (TSS) tidak berhasil adrenalectomydgn operasi atau dgn obat mitotane,; ketoconazole (±metyrapone) utk ↓ kortisol

• Glucocorticoid replacement therapy

– 6–36 bulan pasca TSS – Seumur hidup jika pasca adrenalectomy

Soal No. 213 Perempuan usia 30 tahun datang dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 4 jam yang lalu. Keluhan badan lemas dan muntah2 dirasakan sejak 1 minggu terakhir. Pasien sudah berobat ke dokter namun tidak kunjung sembuh. Pada pemeriksaan didapatkan GCS : 9, TD 70/50 mmHg, HR 120 x/menit, RR : 24x/menit, T: 37 C. Hiperpigmentasi pada seluruh tubuh. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil natrium 120 mEq/ L, gula darah acak 50 mg/dL. Diagnosis pasien tersebut adalah…. A. B. C. D. E.

Adenoma adrenal Addison disease Sindrom cushing Krisis adrenal EKrisis tiroid

Soal No. 213 • Pasien diatas kemungkinan mengalami krisis adrenal karena ditemukan adanya penurunan kesadaran, badan lemah, hiperpigmentasi pada kulit, hipotensi. Selain itu pada pemeriksaan laboratorium juga ditemukan adanya hyponatremia dan hipoglikemia. • Piihan A, akan ditemukan adanya peningkatan kadar homon adrenal seperti kotrisol atau aldosterone. Gejala meliputi kenaikan BB, hipertensi, hiperglikemia. • Pilihan B, pasien pada mulanya memang kemungkinan mengalami Addison disease yang saat ini sedang mengalami perburukkan yang ditandai dengan penurunan kesadaran, hipotensi, dan hipoglikemia berat. • Pilihan C, akan ditandai dengan peningkatan BB, hipertensi, moon face, buffalo hump. • Pilihan E, akan ditandai dengan penuruna kesadaran, hipotensi pada pasien dengan riwayat hipotiroid.

Soal No. 214 Seorang laki-laki usia 40 tahun datang ke IGD dengan keluhan mual, muntah, demam tinggi, dan disertai nyeri perut sejak 3 jam SMRS. Sebelumnya pasien pernah mengeluh lemas dan tidak nafsu makan. Penurunan berat badan disangkal. Dari pemeriksaan fisik didapatkan TD 90/60, HR 120x/menit, RR 25x/menit, Suhu 38.5 C. Pasien memiliki riwayat konsumsi jamu pegal linu secara rutin, namun beberapa hari ini warung yang menjual jamu tersebut tutup. Mekanisme yang menyebabkan kondisi pada pasien tersebut adalah... A. B. C. D. E.

Hiperkortisol Hipokortisol ACTH meningkat Hiperinsulin Kekurangan iodium

Soal No. 214 • Pasien diatas kemungkinan mengalami krisis adrenal yang ditandai dengan adanya nyeri perut, dan hipotensi. • Kondisi krisis adrenal dapat disebabkan oleh penghentian konsumsi steroid mendadak yang menyebabkan berkurangnya secara drastic kadar kortisol tubuhhipokortisol • Piihan A, akan ditandai dengan gejala cushing syndrome. • Pilihan C, akan ditandai dengan gejala cushing syndrome. • Pilihan D, akan ditandai dengan gejala hipoglikemia. • Pilihan E, akan ditandai dengan gejala-gejala hipotiroid.

213-214. Adrenal Crisis • Life-threatening endocrine emergency brought about by a lack of production of the adrenal hormone cortisol, the major glucocorticoid. • Manifestasi Klinis Muntah, nyeri abdomen dan syok hipovelemik.

• Etiologi Penghentian mendadak terapi steroid jangka panjang. Syok septik Obat-obatan : ketokonazole, fenitoin, rifampin

Adrenal Crisis Clinical sign and symptom • Fatigue, lack of energy, weight loss • Low blood pressure, postural dizziness • Abdominal pain, tenderness, nausea, vomiting • Fever • Confusion, somnolence • Primary adrenal insufficiency: skin hyperpigmentation, palmar creases, inside oral mucosa

• Lab findings – Hyponatremia – Hyperkalemia – Pre-renal failure – Anemia, somelimes lymphocytosis and eosinophilia – Hypoglycemia

Adrenal Crisis Treatment • Society Endocrinology Guideline – Hydrocortisone (immediate bolus injection of 100 mg hydrocortisone i.v. or i.m. followed by continuous intravenous infusion of 200 mg hydrocortisone per 24 h (alternatively 50 mg hydrocortisone per i.v. or i.m. Injection every 6 h)

– Rehydration with rapid intravenous infusion of 1000 mL of isotonic saline infusion within the first hour, followed by further intravenous rehydration as required (usually 4–6 L in 24 h; monitor for fluid overload in case of renal impairment and in elderly patients) Society for Endocrinology Endocrine Emergency Guidance Adrenal Crisis in Adult

Soal No. 215 Seorang laki-laki berusia 28 tahun datang ke puskesmas untuk melakukan pemeriksaan rutin. Dari pemeriksaan didapatkan BB 92 kg dengan TB 165 cm, lingkar pinggang 110 cm. Tekanan darah 115/80 mmHg. Hasil pemeriksaan darah didapatkan: Gula darah puasa 118 mg/dl (normal< 100 mg/dl), Gula darah2 jam PP 108 mg/dl (normal <140 mg/dl), HbA1C 5,6 % (normal < 5,6%), Kolesterol total 230 mg/dl (optimal< 200 mg/dl), LDL-C: 130 mg/dl (optimal <100 mg/dl}, HDL: 40 mg/dl (optimal > 50 mg/dl), Trigliserida: 206 mg/dl (optimal < 150 mg/dl), Asam urat: 7,2 mg/dl (normal < 7 mg/dl). Apakah penanganan yang tepat diberikan? A. B. C. D.

E.

Segera memberikan terapi statin karena risiko kardiovaskular tinggi Disarankan untuk menurunkan berat badan dengan diet dan olahraga Perlu diberikan antiobesitas dan statin serta allopurinol PemberianMetformin, Simvastatin dan allopurinol merupakan pilihan pertama ETidak melakukan penanganan karena kelainan metabolik pada pasien ini belum berbahaya

Soal No. 215 • Pasien diatas kemungkinan mengalami syndrome metabolic yang ditandai dengan lingkar perut > 90 Cm, GDP > 100 mg/dL, trigliserida > 150 mg/dL dan kadar HDL < 50 mg/dL. • Tatalaksana awal pada pasien sindrom metabolic adalah dengan diet dan olahraga terlebih dahulu. • Piihan A,C,D ,dapat diberikan setelah intervensi non farmakologis terlebih dahulu. • Pilihan E, tidak benar karena intervensi perlu segera dilakukan namun diutamakan terapi non farmakologis terlebih dahulu.

Dislipidemia • Definisi : Kelainan fraksi lipid – ↑kolesterol total – ↑ trigliserid – ↓kolesterol HDL.

Klasifikasi trigliserida Trigliserida

< 150 mg/dL 150 – 199 mg/dL 200 – 499 mg/dL  500 mg/dL

Klasifikasi

Normal Batas tinggi Tinggi Sangat tinggi

Klasifikasi kadar kolesterol LDL

Klasifikasi

< 100 mg/dL 100 – 129 mg/dL 130 – 159 mg/dL 160 – 189 mg/dL  190 mg/dL

Optimal Mendekati optimal Batas tinggi Tinggi Sangat tinggi

Kolesterol Total

Klasifikasi

< 200 mg/dL 200 – 239 mg/dL  240 mg/dL

Yang diinginkan Batas tinggi Tinggi

HDL

Klasifikasi

< 40 mg/dL  60 mg/dL

Rendah Tinggi

Modifikasi Gaya Hidup Untuk Dislipidemia

Pedoman Tatalaksana Dislipidemia, PERKI, 2013.

Tatalaksana Modifikasi gaya hidup • Diet, dengan komposisi:Lemak jenuh < 7%; PUFA 10%; MUFA 10%; Lemak total25 – 35%; Karbohidrat 50 – 60%; Protein 15%; Serat20 – 30 g/hari; Kolesterol< 200 mg/hari • Latihan jasmani dan Penurunan berat badan bagi yang gemuk • Menghentikan kebiasaan merokok, minuman alcohol

Farmakologis •









Golongan statin: Simvastatin 5 – 40 mg/hr (↓kolest; ES: mialgia, ↑SGOT/PT; KI:kehamilan) Golongan resin:Kolestiramin 4 – 16 g/hr (kombinasi dgn statin ↓kolest) Golongan asam nikotinat:Lepas cepat 1,5 – 3 g, Lepas lambat 1 – 2 g (kombinasi dgn statin ↓kolest & TG; Interaksi dgn Aspirin; ES: gout, ↑glukosa) Golongan asam fibrat: Gemfibrazil 2x600 atau1x900 mg/hr (↓TG; jgn kombinasi dgn statin ↑resiko ES miopathy) Penghambat absorpsi kolesterol: Ezetimibe 10 mg/hr

Tatalaksana Diet Dislipidemia

Diet pada Dislipidemia • Data dari penelitian klinis acak, kasus kelola dan kohor menunjukkan bahwa konsumsi PUFA omega-6 setidaknya 5% hingga 10% dari total energi mereduksi risiko PJK. • Konsumsi PUFA omega-3, PUFA omega-6 dan MUFA berhubungan dengan peningkatan konsentrasi kolesterol HDL sampai 5% dan penurunan TG sebesar 10-15%. • Diet karbohidrat bersifat netral terhadap kolesterol LDL, sehingga makanan kaya karbohidrat merupakan salah satu pilihan untuk menggantikan diet lemak jenuh. • Diet kaya karbohidrat (>60% kalori total) berhubungan dengan penurunan konsentrasi kolesterol HDL dan peningkatan konsentrasi TG.

Soal No. 216 Pasien Laki laki 57 tahun datang berobat untuk kontrol ke RS. Pasien memiliki riwayat pemasangan stent pada pembuluh darah jantung. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kolestrol total 240 mg/dl, HDL 35, trigliserida 215. Apakah target kontrol dyslipidemia pada pasien tersebut? A. B. C. D. E.

Kolestrol dan TG <200 LDL < 70 HDL <50 LDL <150 TG <200

Soal No. 216 • Pasien diatas kemungkinan dyslipidemia yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, penurunan kadar HDL dan peningkatan kadar trigliserida. • Adanya riwayat pemasangan stent menunjukkan bahwa pasien memiliki faktor risiko berupa PJK yang mana termasuk ke dalam risiko sangat tinggi. • Pada pasien dyslipidemia dengan faktor risiko sangat tinggi maka target kontrol dyslipidemia nya adalah LDL < 70 mg/dL.

Kategori Risiko dan Target Terapi

Kategori Risiko dan Target Terapi

Soal No. 217 Seorang pasien laki-laki usia 57 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan sesak nafas sejak 6 bulan smrs. Pasien juga mengeluhkan batuk, demam, dan nyeri dada. Pasien juga mengeluhkan terdapat penurunan berat badan. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 140/80 mmHg, HR 90x/mnt, RR 25x/mnt dan suhu 38C. Pemeriksaan BTA didapatkan hasil (-), setelah dilakukan foto thoraks didapatkan hasil sebagai berikut:

Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut? A. Ca paru B. Abses paru C. TB Paru D. Giant lung bullae E. Pneumonia

Soal No. 217 • Pasien diatas kemungkinan mengalami abses paru karena adanya gejala berupa sesak napas batuk, demam, nyeri dada serta penurunan berat badan. Pada rontgen thoraks ditemukan gambaran air fluid level pada apeks paru bagian kanan yang mengonfirmasi diagnosis abses pada pasien ini. • Piihan A, pada rontgen akan ditemukan konsolidasi yang dapat mendorong trakea dan mendiastinum ke arah kontrateral. • Pilihan C, akan ditemukan penurunan berat badan keringat malam dan batuk-batuk kronis dengan BTA (+). • Pilihan D, merupakan komplikasi dari emfisema akibat destruksi dari alveoli yang tampak sebagai area berdinding tipis tanpa adanya vaskularisasi. • Pilihan E, akan ditemukan gambaran infiltrate pada paru.

Abses Paru • Abses Paru – Proses supuratif lokal yang ditandai oleh nekrosis jaringan paru.

• Etiologi dan patogenesis – Aspirasi materi infektif: alkoholisme akut, koma, anestesia, sinusitis, gingivodental sepsis. – Kelanjutan infeksi paru: abses post-pneumonic, biasanya oleh S. aureus, K. pneumoniae, dan type 3 pneumococcus. – Emboli septik – Neoplasia: infeksi sekunder akibat obstruksi bronkopulmonar. – Lain-lain: trauma langsung, perluasan infeksi dari organ sekitar (supurasi esofagus, vertebra, ruang subfrenik, ruang pleura), hematogen.

Abses • Sebagian besar diagnosis ditegakkan dari roentgen toraks. • Kavitas abses memiliki dinding yang terlihat jelas mengelilingi daerah lusen atau adanya air fluid level di area pneumonia.

Gambar Pada Soal Kavitas dengan air fluid level

Antibiotic for Lung Abscess • • • • •

Clindamycin Cefoxitin Penicillin G Metronidazole TrimetoprimSulfamethoxazole • Ciprofloxacin • Moxifloxacin

• • • • • • • •

Ampicillin-Sulbactam Linezolid Vancomycin Imipenem/ Cilastatin Amikacin Meropenem Doripenem Levofloxacin

https://emedicine.medscape.com/article/299425-medication#2

Tatalaksana • Standard treatment of an anaerobic lung infection is clindamycin (600 mg IV q8h followed by 150-300 mg PO qid). • When methicillin-resistant S aureus (MRSA) is the source of lung abscesses – vancomycin and linezolid should be considered • Vancomycin 15 mg/kg IV every 12 hours, with a goal trough of 15-20 mcg/mL, is adjusted renally • Linezolid therapy should be started at a dose of 600 mg IV every 12 hours.

• Ampicillin plus sulbactam is well tolerated and as effective as clindamycin with or without a cephalosporin in the treatment of aspiration pneumonia and lung abscess. • Moxifloxacin is clinically effective and as safe as ampicillin plus sulbactam in the treatment of aspiration pneumonia and lung abscess.

Abses Paru Diagnosis

Karakteristik

Hidropneumotoraks

Masuknya cairan dan udara ke rongga pleura. Dapat disebabkan oleh ruptur kista hidatid, kista koksidioidomikosis.

Bulla pulmoner

Bulla adalah dilatasi fokal ruang udara yang disebabkan oleh gabungan dari area-area emfisema.

Tuberkulosis

Batuk > 2 minggu, sesak, batuk darah, demam, keringat malam, BTA (+), pada roentgen kavitas TB tidak disertai air fluid level.

Efusi pleura

Sesak, perkusi redup, pada roentgen tampak sinus costofrenikus tumpul.

Soal No. 218 Pasien Laki-laki berusia 42 tahun datang dengan keluhan leher tegang sejak 1 bulan yang lalu. Pasien memiliki riwayat DM dan HT. Pasien sering memakan makanan berlemak, merokok dan jarang berolahraga. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C. Pasien saat ini rutin minum obat HT dan DM. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan GDS 239 mg/dL, kolesterol total 300 mg/dL, HDL 29 mg/dL, LDL 179 mg/dL TG 180 mg/dL. Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut? A. B. C. D. E.

Dislipidemia tanpa resiko Dislipidemia resiko ringan Dislipidemia resiko sedang Dislipidemia resiko tinggi Dislipidemia resiko sangat tinggi

Soal No. 218 • Pasien diatas kemungkinan mengalami dyslipidemia yang ditandai dengan peningkatan kadar kolesterol total, penurunan HDL, peningkatan TG dan LDL. • Adanya faktor risiko DM, hipertensi, kolesterol HDL dan merokok menunjukkan bahwa pasien mengalami dyslipidemia dengan risiko tinggi.

Faktor Risiko Utama (Selain kolesterol LDL) • Merokok • Hipertensi (TD ≥ 140/90 atau dalam terapi antihipertensi) • Kolesterol HDL rendah (< 40 mg/dL) • Riwayat PJK dini dalam keluarga (ayah < 55 tahun, ibu < 65 tahun) • Umur pria ≥ 45 tahun, wanita ≥ 55 tahun

Kategori Risiko dan Target Terapi

Kategori Risiko dan Target Terapi

Soal No. 219 Seorang laki laki usia 30 tahun datang dengan keluhan kesemutan di kedua tangannya. Pasien tidak memiliki riwayat HT, DM maupun penyakit jantung. Pasien merupakan seorang guru olahraga dan selalu menjaga kesehatannya. Pada pemeriksaan fisik didapatkan BB 67 kg TB 172cm, TD 110/70 mmHg. Pemeriksaan lab didapatkan kolesterol total 230 mg/dL, HDL 35 mg/dL, LDL 160 mg/dL, TG 142 mg/dL, GDS 150 mg/dL. Apakah pengobatan yang tepat untuk pasien tersebut? A. B. C. D. E.

Golongan statin Golongan niasin Golongan fibrat Golongan sulfonilurea Vitamin B

Soal No. 219 • Pasien diatas kemungkinan mengalami dyslipidemia karena ditemukan adanya keluhan kesemutan dan pada pemeriksaan lab ditemukan peningkatan kadar kolesterol, penurunan HDL, peningkatan LDL dan TG. • Pada pengobatan dyslipidemia maka tatalaksana awal farmakologi adalah dengan pemberian obat statin.

Dislipidemia

Dislipidemia

Tatalaksana Modifikasi gaya hidup • Diet, dengan komposisi:Lemak jenuh < 7%; PUFA 10%; MUFA 10%; Lemak total25 – 35%; Karbohidrat 50 – 60%; Protein 15%; Serat20 – 30 g/hari; Kolesterol< 200 mg/hari • Latihan jasmani dan Penurunan berat badan bagi yang gemuk • Menghentikan kebiasaan merokok, minuman alcohol

Farmakologis •









Golongan statin: Simvastatin 5 – 40 mg/hr (↓kolest; ES: mialgia, ↑SGOT/PT; KI:kehamilan) Golongan resin:Kolestiramin 4 – 16 g/hr (kombinasi dgn statin ↓kolest) Golongan asam nikotinat:Lepas cepat 1,5 – 3 g, Lepas lambat 1 – 2 g (kombinasi dgn statin ↓kolest & TG; Interaksi dgn Aspirin; ES: gout, ↑glukosa) Golongan asam fibrat: Gemfibrazil 2x600 atau1x900 mg/hr (↓TG; jgn kombinasi dgn statin ↑resiko ES miopathy) Penghambat absorpsi kolesterol: Ezetimibe 10 mg/hr

Soal No. 220 Seorang pasien wanita berusia 62 tahun datang ke Poliklinik umum RS dengan keluhan susah menelan sejak 3 minggu ini. Benjolan dileher bagian depan terasa sejak 6 bulan yang lalu, namun sejak 2 buIan ini semakin membesar tanpa disertai dengan nyeri. Berat badan dirasakan turun 4 Kg sejak 2 bulan yang lalu. Pemeriksaan fisis di dapatkan tidak ditemukan exoptalmus, leher tampak benjolan di leher bagian depan sebelah kanan sebesar kepalan tangan, permukaan berbenjol, bergerak ketika pasien disuruh menelan, nyeri tekan tidak ada, konsistensi keras, permukaan berbenjol-benjol, dan bruit tidak ada, kulit tidak berkeringat, dan ekstremiitas tremor tidak ada. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 12,5 g/dl, Lekosit 5200/mm. Apakah diagnosis paling tepat? A. B. C. D. E.

Adenoma thyroid Graves disease Thyroiditis Goiter Ca thyroid

Soal No. 220 • Pasien diatas kemungkinan mengalami ca tiroid karena ditemukan adanya benjolan pada leher yang semakin lama semakin membesar. Adanya konsistensi keras pada perabaan, permukaan berbenjol-benjol dan tidak adanya gejala-gejala gangguan hormone tiroid menunjukkan bahwa kemungkinan pasien mengalami ca tiroid. • Piihan A, akan ditemukan gejala hipertiroidisme. • Pilihan B, akan ditemukan hipertiroidisme dan eksoftalmus. • Pilihan C, akan ditemukan adanya gejala demam atau nyeri pada kelenjar tiroid. • Pilihan D, akan ditemukan pembesaran kelenjar tiroid.

Karsinoma Tiroid • Definisi  Neolasma primer tiroid, 4 tipe utama papiller, follikuler, anaplastik, dan medulla.

• Epidemiologi  Female/male ratio is 3:1.  Median age at diagnosis: 45 to 50 yr.

• Etiologi     

Risk factors: prior neck irradiation Multiple endocrine neoplasia II (medullary carcinoma) Inherited syndromes associated with thyroid cancer GLP-1 receptor agonists for the treatment of type 2 DM (e.g., exenatide, albiglutide) can increase the risk of medullary thyroid carcinoma (MTC)

KARSINOMA TIROID • Thyroid carcinoma is a primary neoplasm of the thyroid. • There are four major types of thyroid carcinoma: papillary, follicular, anaplastic, and medullary.

Karsinoma Tiroid • Tanda dan Gejala  Nodul tiroid  Suara serak dan limfadenopati  Pembengkakan tanpa nyeri pada regio tiroid

• Tipe karsinoma tiroid  Pappilary carcinoma (85%) • Sering terjadi pd wanita dekade ke 2 atau 3 • Histologi  Psamoma body • Menyebar secara limfatik dan invasi lokal

 Follicular carcinoma (10%) • Lebih agresif dari papillary carcinoma • Insiden meningkat sesuai usia • Cenderung bermetastasis secara hematogen ke tulang  fraktur patologis  Anaplastic carcinoma (1%) • Sangat agresif • Two major histologic types: small cell (less aggressive, 5-yr survival approximately 20%) and giant cell (death usually within 6 mo of diagnosis)  Medullary Thyroid carcinoma (4%) • Lesi unifokal : ditemukan sporadis pd lansia • Lesi Bilateral : berhubungan dgn feokromositoma dan hipertiroidisme  MEN II  Autosomal dominan

Pemeriksaan Laboratorium • Thyroid function studies are generally normal. Thyroid-stimulating hormone (TSH), T4, and serum thyroglobulin levels should be obtained before thyroidectomy in patients with confirmed thyroid carcinoma. • Serum thyroglobulin levels can be useful postoperatively to monitor recurrence of thyroid carcinoma. • Increased plasma calcitonin assay in patients with medullary carcinoma (tumors produce thyrocalcitonin).

Karsinoma Tiroid

Soal No. 221 Seorang perempuan berusia 32 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan nyeri pada tulang panggul dialami sejak 2 hari yang lalu. Saat ini pasien tersebut sedang menyusui anak pertamanya. Pasien diketahui gemar setiap hari mengkonsumsi nasi dan kecap saja. Riwayat operasi tiroidektomi sekitar 2 tahun yang lalu. Pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 96 x/menit. frekuensi napas 20 x/menit dan suhu badan 36,5oC. Apakah diagnosis yang paling mungkin? A. B. C. D. E.

Hipokalemi Hiponatremi Hipokalsemi Hipernatremi Defisiensi vitamin C

Soal No. 221 • Pasien diatas kemungkinan mengalami hipokalsemia yang diakibatkan post tiroidektomi. • Pada pasien yang menjalani operasi tiroidektomi dapat secara tidak sengaja terambil kelenjar paratiroid yang menyebabkan hipoparatiroidisme sehingga menyebabkan turunnya kadar kalsium darah sehingga dapat menyebabkan pasien lemas dan nyeri pada tulang.

Komplikasi Tiroidektomi

HIPOPARATHYROID • Hypoparathyroidism may occur as a complication of thyroidectomy – PTH released is inadequate  hypocalcemia. – Proximal tubular effect of PTH to promote phosphate excretion is lost  hyperphosphatemia – Low level of 1,25-(OH)2D – Less PTH is available to act in the distal nephron  increase calcium excretion – Less PTH  less Mg reabsorption at ansa Henle.

McPhee SJ, et al. Pathophysiology of disease: an introduction to clinical medicine. 5th ed. McGraw-Hill; 2006.

Gejala Hipokalsemia • Sistemik – Confusion – kelemahan

• Neuromuskular – – – – –

Paresthesia Psikosis Kejang Chovstek sign Depresi

• Kardiak – Prolonged QT interval – Perubahan gelombang T

• Okular – katarak

• Dental – Hipoplasia enamel gigi

• Pernafasan – Laryngospasm – Bronkospasm – stridor

Hipokalsemia Chvostek sign • Tap facial nerve  twitching of lip and spasm of facial muscles

Tatalaksana • Hipokalsemia ringan tanpa gejala • suplementasi kalsium oral dengan anjuran sebanyak 1-3 g/hari.

• Hipokalsemia berat dengan gejala simptomatik • kalsium IV sebanyak 0,5-2 mg/kg per jam • Terapi parenteral biasanya hanya diberikans elama beberapa hari dan selanjutnya diberikan terapi oral.

Soal No. 222 Seorang laki laki datang ke RS dengan keluhan sering lemas, berat badan naik dan sering merasa dingin. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD: 130/80 mmHg, HR 80 x/menit, RR 20x/menit, suhu 36,7. Pada pemeriksaan fisik didapatkan benjolan ikut bergerak saat menelan, tremor (-), berdebar2 (-). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil pemeriksaan penunjang ditemukan FT4 0,1 TSH 56 anti TPOab (+). Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut? A. B. C. D. E.

Hipotiroid Subklinis Hipotiroid Hipertiroid Hipertiroid Subklinis Krisis Tiroid

Soal No. 222 • Pasien diatas kemungkinan mengalami hipotirodisme yang ditandai dengan adanya BB naik, lemas, sering dingin. Adanya benjolan pada leher dan peningkatan kadar TSH dan turunnya kadar FT4 dan anti TPO (+) menunjukkan bahwa pasien kemungkinan mengalami tiroiditis hashimoto. • Piihan A, biasanya tidak memberikan gejala. • Pilihan C, akan memberikan gejala seperti BB turun, tidak tahan panas dan berdebar-debar. • Pilihan D, biasanya tidak memberikan gejala. • Pilihan E, akan didapatkan penurunan kesadaran, hipotensi pada pasien dengan riwayat hipertiroid.

HIPOTIROID • Deficiency of thyroid hormone. • Autoimmune thyroid disease (Hashimoto disease) is the most common cause of hypothyroidism. • Myxedema coma: hipotermia, hipotensi, hipoventilasi, ↓kesadaran

Hipotiroidisme

Kumar and Clark Clinical Medicine

Hipotiroid Etiologi • Primer (90%; ↓free T4, ↑ TSH) – Goiter/struma • Hashimoto’s thyroiditis – Penyebab hipotiroid terbanyak – Kerusakan akibat Autoimmun dengan gambaranpatchy lymphocytic infiltration – antithyroid peroxidase (anti-TPO)(+)& antithyroglobulin (anti-Tg) Abs (+), pd 90% kasus

• Penyembuhan pasca thyroiditis, defisiensi iodin, Li, amiodarone

– Nongoiter: • destruksi post op, pasca pemberian radioactive iodine

• Sekunder/sentral (↓free T4, ↓/normalatausedikit naik TSH): – kerusakan hipotalamus atau hipofisis

Tiroiditis Hashimoto Limfosit tersensitisasi oleh antigen tiroid

Sekresi autoantibodi TgAb, TPOAb, TSHRab[block/inhibisi] Infiltrasi limfosit  folikel limfoid & germinal center

Destruksi parenkim tiroid  tiroksin 

TSH   hipertrofi parenkim, destruksi tetap ada  struma/tanpa struma  end stage: atrofi

Eutiroid  hipotiroid subklinis  hipotiroid

Hashimoto thyroiditis • Faktor risiko: – genetik (anggota keluarga dengan riwayat kelainan thyroid) – hormon (wanita lebih sering terkena) – Paparan radiasi

• Kelenjar thyroid dapat membesar dan berlobul atau dapat juga tidak terpalpasi pembesaran

• Diagnosis – kadar anti-thyroid peroxidase antibodies, TSH, fT3, fT4, anti thyroglobulin antibodies

• Dekompensasi hipotiroid dapat menyebabkan koma miksedema.

Hashimoto thyroiditis • Temuan klinis: – gejala hypothyroid (peningkatan berat badan, fatigue, depresi, konstipasi) – Kelenjar thyroid dapat membesar dan berlobul atau dapat juga tidak terpalpasi pembesaran • Penanganan: – pemberian Thyroid replacement therapy ( levothyroxin), – pembedahan (pada kasus tertentu seperti pembesaran thyroid dengan gejala obstruksi, nodul malignan, thyroid lymphoma)

• Dekompensasi hipotiroid dapat menyebabkan koma miksedema.

Soal No. 223 Pasien wanita usia 38 tahun datang ke RS dengan keluhan benjolan di leher. Pasien sering berdebar-debar dan tidak tahan panas. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80 mmHg, HR 120x/mnt, RR 24x/mnt dan suhu 37C. Pada leher ditemukan benjolan, bulat, dengan ukuran 4x5cm, mengikuti gerak menelan, kenyal serta mata eksoftalmus. Apakah pemeriksaan awal yang akan dilakukan pada pasien tersebut? A. B. C. D. E.

TSH T4 FT3 FT4 T3

Soal No. 223 • Pasien diatas kemungkinan mengalami gejalagejala grave disease yang ditandai dengan adanya berdebar-debar, tidak tahan panas, benjolan pada leher dan mata eksoftalmus. • Pada kelainan hormone tiroid pemeriksaan awal yang dilakukan adalah kadar TSH untuk melihat apakah pasien mengalami hipotiroid atau hipertiroid.

Diagnostic Workup of Hyperthyroidism

American Academy of Family Physicians. Hyperthyroidism: Diagnosis and Treatment. 2016

Soal No. 224 Seorang pasien perempuan berusia 48 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan nyeri perut disertai mual muntah sejak 1 bulan srmrs. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri perut kanan bawah. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Kadar kalsium dan hormon paratiroid tinggi dan kadar fosfat rendah. Pada pemeriksaan radiologi ditemukan batu ginjal. Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut? A. B. C. D. E.

Adenoma paratiroid Karsinoma paratiroid Adenoma tiroid Karsinoma tiroid Prolaktinoma

Soal No. 224 • Pasien diatas kemungkinan mengalami hiperpatiroid primer akibat adenoma tiroid yang ditandai dengan peningkatan kadar hormone paratiroid dan kalsium darah yang mengakibatkan adanya nyeri abdomen dan batu ginjal. • Piihan B, jarang terjadi dan biasanya diikuti dengan adanya gejala-gejala keganasan seperti BB turun dan benjolan yang membesar dengan cepat. • Pilihan C, dapat disertai dengan gejala hipertiroid. • Pilihan D, ditandai dengan benjolan pada leher yang cepat membesar. • Pilihan E, ditandai dengan peningkatan kadar prolactin, pada wanita dapat diitandai dengan amenorrhea dan pada laki-laki dapat ditandai dengan adanya ginekomastia dan penurunan libido.

Hiperparatiroid • Hyperparathyroidism is an endocrine disorder caused by excessive secretion of parathyroid hormone (PTH) from the parathyroid glands.

Hyperparathiroidism • The main effects of parathyroid hormone are to increase the concentration of plasma calcium by – increasing the release of calcium and phosphate from bone matrix – increasing calcium reabsorption by the kidney – increasing renal production of 1,25-dihydroxyvitamin D-3 (calcitriol), which increases intestinal absorption of calcium.

• Overproduction of parathyroid hormone results in elevated levels of plasma calcium. • Parathyroid hormone also causes phosphaturia, thereby decreasing serum phosphate levels. • Hyperparathyroidism is usually subdivided into primary, secondary, and tertiary hyperparathyroidism.

Metabolisme kalsium dan fosfat

Hiperparatiroid

Hiperparatiroid • Primary hyperparathyroidism – Usually due to parathyroid adenoma or hyperplasia. – Etiologi • Adenoma (80% of cases)—majority involve only one gland. • Hyperplasia (15% to 20% of cases)—all four glands usually affected. • Carcinoma (<1% of cases).

– Hypercalcemia, hypercalciuria (renal stones), polyuria (thrones), hypophosphatemia. – Most often asymptomatic. – May present with weakness and constipation (“groans”), abdominal/flank pain (kidney stones, acute pancreatitis), neuropsychiatric disturbances (“psychiatric overtones”).

Manifestasi Klinis • “Stones”  Nephrolithiasis  Nephrocalcinosis

• “Bones”  Bone aches and pains  Osteitis fibrosa cystica (“brown tumors”)—predisposes patient to pathologic fractures

• “Groans”     

Muscle pain and weakness Pancreatitis Peptic ulcer disease Gout Constipation

“Psychiatric overtones”— depression, fatigue, anorexia, sleep disturbances,anxiety, lethargy Other symptoms: Polydipsia, polyuria HTN, shortened QT interval Weight loss

Hiperparatiroid • Secondary hyperparathyroidism – 2° hyperplasia due to decrease Ca2+ absorption and/or increase PO4, – most often in chronic kidney disease (causes hypovitaminosis D and hyperphosphatemia  decrease Ca2+).

• Tertiary hyperparathyroidism – is a state of excessive secretion of parathyroid hormone (PTH) after a long period of secondary hyperparathyroidism and resulting in a high blood calcium level. – Refractory (autonomous) hyperparathyroidism following a period of persistent parathyroid stimulation  from chronic kidney disease. – Increase PTH, Ca2+.

Tatalaksana • Surgery is the only definitive treatment for symptomatic primary hyperparathyroidism. • Avoid medications that precipitate hypercalcemia (e.g., thiazide or lithium). • Because inadequate calcium and vitamin status stimulates PTH, it is not necessary to restrict calcium and vitamin D intake. • Vitamin D replacement safely improves vitamin D level and decreases PTH level without significantly increasing serum calcium level and urinary calcium excretion. • Encourage physical activity since immobilization increases bone resorption. • Recommend adequate hydration (at least 2 L) to minimize the risk of nephrolithiasis.

Soal No. 225 Serorang laki-laki 60 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan badan sering merasa mudah lelah. Pada pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis +, sklera ikterik -. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C. Pemeriksaan penunjang ditemukan gambaran litik di foto tulang belakang. Pada pemeriksaan laboratorium menunjukan kadar ureum serum meningkat, kreatinin 3 mg/dL dan pemeriksaan lab tambahan sebagai berikut. Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut?

A. B. C. D. E.

Lymphoma Non Hodgkin Lymphoma Hodgkin Acute Myeloid Leukemia Acute Lymphoblastic Leukemia Multiple Myeloma

Soal No. 225 • Pasien diatas kemungkinan mengalami multiple myeloma yang ditandai dengan adanya gambran destruksi tulang, tanda-tanda gagal ginjal. Pada soal terdapat hasil elektroforesis protein yang menunjukkan adanya gambaran M spike yang menandakan peningkatan kadar fraksi gamma protein yang terdiri dari immunoglobulin. Peningkatan kadar immunoglobulin sering ditemukan pada pasien multiple myeloma. • Piihan A, ditemukan gambaran berupa starry skies. • Pilihan B, dapat ditemukan gambaran owl’s eyes. • Pilihan C, ditemukan gambaran auer rod pada pemeriksaan apusan darah tepi. • Pilihan D, ditemukan peningkatan kadar sel blast pada pemeriksaan apusan darah tepi.

Multiple Myeloma • Definition: B-cell malignancy characterised by abnormal proliferation of plasma cells able to produce a monoclonal immunoglobulin (M protein ) • Incidence: 3 - 9 cases per 100000 population / year more frequent in elderly modest male predominance

Multiple Myeloma • Clinical forms: multiple myeloma solitary plasmacytoma plasma cell leukemia • M protein: - is seen in 99% of cases in serum and/or urine IgG > 50%, IgA 20-25%, IgE i IgD 1-3% light chain 20% - 1% of cases are nonsecretory

Multiple Myeloma Clinical manifestations are related to malignant behavior of plasma cells and abnormalities produced by M protein.

• plasma cell proliferation:   

multiple osteolytic bone lesions hypercalcemia bone marrow suppression ( pancytopenia )

• monoclonal M protein  

decreased level of normal immunoglobulins hyperviscosity

Multiple Myeloma Clinical symptoms: • bone pains, pathologic fractures • weakness and fatigue • serious infection • renal failure • bleeding diathesis

Laboratory tests: • ESR > 100 • anaemia, thrombocytopenia • rouleaux in peripheral blood smears • marrow plasmacytosis > 10 -15% • hyperproteinemia • hypercalcemia • proteinuria • azotemia

Pemeriksaan Serum protein electrophoresis • Serum protein electrophoresis (SPEP) is a test that measures the amount of heavy chain monoclonal protein made by myeloma cells. • SPEP separates all the proteins in the blood according to their electrical charge.

• The first graph represents a normal SPEP result. It shows: – a peak in the measurement of albumin (the most plentiful protein in the blood) – lower levels of the other proteins, grouped into areas labeled alpha 1 and 2 – beta (with two bumps also known as 1 and 2) – gamma, which is where the antibody proteins lie on the graph

• The second graph represents the result for a patient with myeloma. In addition to the spike for albumin, there is another tall spike. The red arrow in the gamma region of the graph indicates this spike.

Gambar Pada Soal:

Gamma (M spike)

Multiple Myeloma • Recurrent bacterial infections are major cause of illness in patients with myeloma due to marked depression of normal immunoglobulin production. • Streptococcus pneumoniae and Haemophilus influenzae are the most common pathogens. • Herpes zoster could be seen more commonly in patients with myeloma complicated by renal failure.

Multiple Myeloma

Soal No. 226 Seorang pasien laki laki berusia 21 tahun datang dengan keluhan sakit kepala sejak 3 bulan smrs. Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 21.5, leukosit 20.000, trombosit 700.000. Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut? A. B. C. D. E.

Demam Rematik Polisitemia Vera Arthritis Reumatoid SLE DIC

Soal No. 226 • Pasien diatas kemungkinan mengalami polisitemia vera yang ditandai dengan adanya keluhan sakit kepala. Adanya peningkatan Hb, leukosit, trombosit mengkonfirmasi bahwa pasien mengalami polisitemia vera. • Piihan A, ditandai dengan demam, polyarthritis migrans, carditis, nodul subkutan dan eritema marginatum. • Pilihan C, ditandai dengan nyeri sendi yang mengenai sendi-sendi kecil. • Pilihan D,ditandai dengan adanya gejala pada kulit seperti malar rash, artritis, nefritis dan tormbositopenia. • Pilihan E, ditandai dengan petekie, perdarahan, peningkatan BT, PT dan APTT.

Polisitemia vera • Polisitemia vera – kelainan mieloproliferatif dengan ciri profilerasi sel pendahulu eritroid yang tidak terkendali. – penyakit kronik profresif dan sebagian penderita penyakitnya berkembang menjadi leukemia akut dan sisanya menjadi fibrosis sumsum tulang dan metaplasia mieloid.

• Etiologi polisitemia primer terletak pada sel induk • Polisitemia sekunder etiologi oleh karena stimulasi eritropoietin berlebihan dan respon tubuh terhadap oksigenasi jaringan yang berkurang. • Sering terjadi leukositosis dan trombositosis

POLISITEMIA VERA vs POLISITEMIA SEKUNDER Polisitemia Vera • Etiology: diffuse marrow hyperplasia of unknown etiology • Overproduction of red cells, white cells, and platelets.

Polisitemia Sekunder • Etiology: Reduced arterial O2 saturation (emphysema, pulmonary fibrosis, congenital heart disease, etc)  increased erythropoietin production. • Overproduction of red cells.

DIAGNOSIS POLISITEMIA VERA

http://www.aafp.org/afp/2004/0501/p2139.html

Gejala klinis polisitemia vera: • Gejala yang tidak khas: – – – – –



Akibat gangguan oksigenasi ringan seperti nyeri kepala, vertigo, tinnitus, gangguan penglihatan, dan angina. Terjadi trombosis vena atau arteritromboemboli Tanda perdarahan dari petekiae hingga perdarahan saluran cerna. Gatal karena lepasnya granulosit histamin Neuropati perifer akibat degenerasi akson saraf.

Pemeriksaan fisis didapatkan splenomegali, hepatolmegali, hipertensi, dan facial plethora

Kriteria Diagnosis polisitemia vera Kriteria A: • Red Cell Mass pria lebih dari 36 ml/kgBB dan perempuan lebih dari 32 ml/kgBB • Saturasi oksigen lebih dari 92% • Splenomegali Kriteria B: • Trombositosis lebih dari 400.000 sel/mm3 • Leukositosis lebih dari 12.000 sel/mm3 tanpa tanda infeksi • LAP score lebih dari 100 tanpa tanda infeksi • Vitamin B12 serum lebih dari 900 pg/ml atau unsaturated B12 binding capacity meningkat lebih dari 2200 pg/ml • Diagnosis ditegakkan bila: Semua kriteria A terpenuhi atau 2 kriteria A + 2 kriteria B

Tatalaksana Polisitemia Vera

http://www.bloodjournal.org/content/bloodjournal/109/12/5104/F1.large.jpg?sso-checked=true

Polisitemia vera • Tatalaksana polisitemia vera – flebotomi 250-500 cc seminggu sekali hingga Hb dan PCV mendekati normal • Yang harus dipertimbangkan dapat mengurangi kadar besi

• Komplikasi dapat terjadi : – tromboemboli, – perdarahan, – tukak lambung, – leukemia akut, dan – keganasan.

Polycythemia Vera Complications • Pembekuan darah merupakan salah satu kompikasi yang paling serius dari PV. • Pembekuan darah pada hati dan limpa dapat menyebabkan nyeri perut.

• Aliran darah yang kental menekan aliran oksigen ke organ. • Keluhan yang dapat juga timbul berupa nyeri dada dan gagal jantung. • Kadar sel darah merah yang tinggi berakhir pada ulkus lambung, gout dan batu ginjal.

• Pasien PV dapat berkembang menjadi myelofibrosis. • Myelofibrosis digantikan oleh jaringan parut. • Pertumbuhan yang abnormal ini dapat berakhir pada acute myelogenous leukemia (AML).

Soal No. 227 Pasien laki-laki berusia 28 tahun datang dengan keluhan nyeri-nyeri pada sendi, bengkak di lutut hingga sulit berjalan. Pasien juga sering mengalami gusi berdarah dan didapatkan petekia. Riwayat transfusi disangkal, riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C. Apakah pemeriksaan lanjutan yang tepat pada pasien tersebut? A. B. C. D. E.

CT-BT D-dimer Comb test Darah rutin Apus darah

Soal No. 227 • Pasien diatas kemungkinan mengalami gangguan hemostasis yang ditandai dengan adanya perdarahan dalam seperti hamartrosis, gusi berdarah serta perdarahan superfisial yang ditandai dengan adanya petekie. Untuk menegakkan diagnosis pada pasien ini maka salah satu pemeriksaan yang dianjurkan adalah CT-BT untuk melihat letak kelainan hemostasis darah pada pasien ini. • Piihan B, diperiksa pada pasien dengan gangguan thrombosis seperti DIC atau DVT. • Pilihan C, diperiksa pada pasien yang dicurigai anemia hemolitik. • Pilihan D dan E, tidak dapat mementukan secara spesifik gangguan darah pada pasien.

Bleeding Time • It indicates how well platelets interact with blood vessel walls to form blood clots. • BT is the interval between the moment when bleeding starts and the moment when bleeding stops. • Used most often to detect qualitative defects of platelets. • BT is prolonged in purpuras, but normal in coagulation disorders like haemophilia. • Purpuras can be due to – Platelet defects - Thrombocytopenic purpura (ITP & TTP) – Vascular defects - Senile purpura, Henoch Schonlein purpura

• Platelets are important in preventing small vessel bleeding by causing vasoconstriction and platelet plug formation. http://www.indianmedicinalplants.info/articles/BLEEDING-TIME.html

Clotting Time • CT the interval between the moment when bleeding starts and the moment when the fibrin thread is first seen. • BT depends on the integrity of platelets and vessel walls, whereas CT depends on the availability of coagulation factors. • In coagulation disorders like haemophilia, CT is prolonged but BT remains normal. • CT is also prolonged in conditions like vitamin K deficiency, liver diseases, disseminated intravascular coagulation, overdosage of anticoagulants etc. http://www.indianmedicinalplants.info/articles/BLEEDING-TIME.html

PT & APTT • activated partial thromboplastin time (aPTT)  untuk mengevaluasi jalur intrinsik kaskade koagulasi • prothrombin time (PT)  untuk mengevaluasi jalur ekstrinsik kaskade koagulasi

Bleeding

Severe

Mild

intervention

stopped continues prolonged Platelet disorder

delayed Coagulation disorder Kuliah Hemostasis FKUI.

Spontaneous bleeding (without injury)

deep, solitary

superficial, multiple petechiae, purpura, ecchymoses

platelet disorder

hematoma, hemarthrosis

coagulation disorder Kuliah Hemostasis FKUI.

Simple schematic diagram to diagnose hemostasic disorders

Kuliah Hemostasis FKUI.

Kelainan Pembekuan Darah

http://periobasics.com/wp-content/uploads/2013/01/Evaluation-of-bleeding-disorders.jpg

Bleeding Disorder

Gangguan Perdarahan • Gangguan perdarahan dapat disebabkan oleh berbagai hal, diantaranya gangguan trombosit, faktor pemberkuan, dan gangguan vaskular. • Trombosit – DHF, akibat penurunan jumlah trombosit , sekuesterasi, penurunan produksi – ITP, akibat kelainan autoimun, terjadi destruksi platelet akibat ikatan platelet-antibodi

• Faktor koagulasi (hemofilia Akekurangan faktor VIII, dan Hemofilia B kekurangan faktor IX) • Vaskular (Henoch-Schonlein purpura, vaskulitis sistemik yang ditandai gejala purpura, arthritis dan nyeri abdomen)

Soal No. 228 Seorang perempuan, 55 tahun, datang ke poliklinik dengan keluhan nyeri perut disenai muntah-muntah 3 hari yang lalu. Sudah berobat ke dokter dan mendapat terapi antasida dan omeprazol namun keluhan nyeri tidak berkurang dan semakin meningkat serta menjalar ke punggung kanan. Pemeriksaan fisik: konjungtiva tidak anemis, sklera ikterik. Pada abdomen ditemukan nyeri tekan di epigastrium. Pada pemeriksaan laboratorium diperolch SGOT 64 U/L, SGPT 42 U/L, Gamma GT 240 mg/dL, bilirubin indirek 2,3 mg/dL, bilirubin direk 9,6 mg/dL. Pada pemeriksaan USG abdomen diperoleh gambaran batu multiple di kandung empedu. Apakah penyebab ikterik pada pasien tersebut? A. B. C. D. E.

Hemolisis eritrosit Gangguan ekskresi bilirubin Produksi bilirubin meningkat Gangguan kecepatan penyerapan bilirubin oleh sel hati Berkurangnya atau tidak adanya enzim glukoronil transferase

Soal No. 228 • Pasien diatas kemungkinan mengalami koledokolitiasis yang ditandai dengan nyeri perut dan icterus. Adanya peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan sumbatan pada pasien ini terjadi post hepatic yang diakibatkan adanya batu dari kantong empedu yang turun dan menyumbat ductus koledokus. • Piihan A, akan ditemukan peningkatan kadar bilirubin indirek. • Pilihan C, tidak spesifik. • Pilihan D, akan ditemukan peningkatan kadar bilirubin direk dan indirek yang seimbang. • Pilihan E, menyebabkan peningkatan bilirubin indirek.

KELAINAN KANDUNG EMPEDU

KELAINAN KANDUNG EMPEDU •

Kolelitiasis: – Nyeri kanan atas/epigastrik mendadak, hilang dalam 30 menit-3 jam, setelah makan berlemak. – Fat (ekskresi kolesterol ), female, fourty, fertile (estrogen menghambat perubahan kolesterol  empedu, sehingga kolesterol menjadi jenuh)



Kolesistitis: – Nyeri kanan atas  bahu/punggung, mual, muntah, demam – Nyeri tekan kanan atas (murphy sign)



Koledokolitiasis: – Nyeri kanan atas, ikterik, pruritis, mual.



Kolangitis: – Triad Charcot: nyeri kanan atas, ikterik, demam/menggigil – Reynold pentad: charcot + syok & penurunan kesadaran

Pathophysiology of disease. 2nd ed. Lange; 2006.

PEMERIKSAAN PENUNJANG • Pencitraan untuk diagnosis batu empedu: – USG: pilihan pertama untuk diagnosis kandung empedu, rutin untuk memperlihatkan besar, bentuk, penebalan kandung empedu, & saluran empedu ekstrahepatik. – Foto polos abdomen: tidak dapat memperlihatkan kolesistitis akut. Hanya 15% batu yang dapat terlihat. – CT scan abdomen: kurang sensitif & mahal, tapi mampu memperlihatkan abses perikolesistik yang kecil. – ERCP: bermanfaat untuk deteksi & mengambil batu saluran empedu, invasif & berisiko pankreatitis & kolangitis. – MRCP: pencitraan saluran empedu tanpa risiko, tetapi bergantung operator & bukan modalitas terapi.

Lokasi Nyeri

Pemeriksaan Fisis

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis

Terapi

Tidak spesifik

Urea breath test (+): H. pylori Endoskopi: eritema (gastritis akut) atropi (gastritis kronik) luka sd submukosa (ulkus)

Nyeri epigastrik Kembung

Membaik dgn makan (ulkus duodenum), Memburuk dgn makan (ulkus gastrikum)

Dispepsia

PPI: ome/lansoprazol H. pylori: klaritromisin+amoksili n+PPI

Nyeri epigastrik menjalar ke punggung

Gejala: mual & muntah, Demam Penyebab: alkohol (30%), batu empedu (35%)

Nyeri tekan & defans, perdarahan retroperitoneal (Cullen: periumbilikal, Gray Turner: pinggang), Hipotensi

Peningkatan enzim amylase & lipase di darah

Pankreatitis

Resusitasi cairan Nutrisi enteral Analgesik

Nyeri kanan atas/ epigastrium

Prodromal (demam, malaise, mual)  kuning.

Ikterus, Hepatomegali

Transaminase, Serologi HAV, HBSAg, Anti HBS

Hepatitis Akut

Suportif

Nyeri kanan atas/ epigastrium

Risk: Female, Fat, Fourty, Hamil Prepitasi makanan berlemak, Mual, TIDAK Demam

Nyeri tekan abdomen Berlangsung 30-180 menit

USG: hiperekoik dgn acoustic window

Kolelitiasis

Kolesistektomi Asam ursodeoksikolat

Murphy Sign

USG: penebalan dinding kandung empedu (double rims)

Kolesistitis

Resusitasi cairan AB: sefalosporin gen. 3 + metronidazol Kolesistektomi

Nyeri epigastrik/ kanan atas menjalar ke bahu/ punggung

Anamnesis

Mual/muntah, Demam

Kolelitiasis

• Definisi

– Batu di kandung empedu – Empedu – garam empedu, phospholipid, kolesterol; ↑ saturasi kolseterol di empedu + mempercepat nukleasi + hypomotilitas kandung empedu batu empedu

• Klinis – Tipe: batu kolesterol 90%, batu pigmen 10% – Kolik bilier: nyeri perut kanan atas atau epigastrium, tiba2, bertahan 30 menit sd 3 jam, menjalar ke scapula, mual – Dipicu makanan berlemak

• Tata laksana – Cholecystectomy (CCY), laparoscopic, jika symptomatik – Ursodeoxycholic acid (jarang) untuk batu cholesterol jika tidak bisa operasi

• Komplikasi – Kolesistitis – Koledokolitiasis  kolangitis

Cholelithiasis • Cholelithiasis involves the presence of gallstones, which are concretions that form in the biliary tract, usually in the gallbladder. • Characteristics of biliary colic include the following: – Sporadic and unpredictable episodes – Pain that is localized to the epigastrium or right upper quadrant, sometimes radiating to the right scapular tip – Pain that begins postprandially, is often described as intense and dull, typically lasts 1-5 hours, increases steadily over 1020 minutes, and then gradually wanes – Pain that is constant; not relieved by emesis, antacids, defecation, flatus, or positional changes; and sometimes accompanied by diaphoresis, nausea, and vomiting – Nonspecific symptoms (eg, indigestion, dyspepsia, belching, or bloating)

Cholelithiasis Etiology • Cholesterol gallstones, black pigment gallstones, and brown pigment gallstones have different pathogeneses and different risk factors. • More than 80% of gallstones contain cholesterol as their major component. • Risk factors (4F) – – – –

Female Forty Fat Fertile

Diagnosis • Abdominal radiography (upright and supine) – primarily to exclude other causes of abdominal pain (eg, intestinal obstruction) • Ultrasonography • Endoscopic ultrasonography (EUS) – An accurate and relatively noninvasive means of identifying stones in the distal CBD • Laparoscopic ultrasonography –potential method for bile duct imaging during laparoscopic cholecystectomy • Computed tomography (CT) – More expensive and less sensitive • Magnetic resonance imaging (MRI) with magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP) • Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP) • Percutaneous transhepatic cholangiography (PTC)

Treatment • The treatment of gallstones depends upon the stage of the disease: – Lithogenic state • Interventions are currently limited to a few special circumstances

– Asymptomatic gallstones • Expectant management

– Symptomatic gallstones • Usually, definitive surgical intervention (eg, cholecystectomy), though medical dissolution may be considered in some cases

• Medical treatments, used individually or in combination, include the following: – Oral bile salt therapy (ursodeoxycholic acid) – Contact dissolution – Extracorporeal shockwave lithotripsy

• Surgery – Cholecystectomy (open or laparoscopic) – Cholecystostomy – Endoscopic sphincterotomy

Surgery • Cholecystectomy for asymptomatic gallstones may be indicated in the following patients: – large (>2 cm) gallstones – nonfunctional or calcified (porcelain) gallbladder on imaging studies and are at high risk of gallbladder carcinoma – spinal cord injuries or sensory neuropathies affecting the abdomen – sickle cell anemia in whom the distinction between painful crisis and cholecystitis may be difficult

KOLEDOKOLITIASIS • Definisi – Batu di duktus biliaris koledokus

• Klinis – Asymptomatic (50%) – Kolik bilier: nyeri perut kanan atas atau epigastrium, tiba2, bertahan 30 menit sd 3 jam, menjalar ke scapula, mual – Obstruksi bilier  ikterik, pruritis, mual

• Radiologi – USG, sensitivitas 13-55%, temuan: visualisasi batu (hiperekoik), dilatasi duktus bilier – CT dengan kontras: 65-88%

• Tata laksana – ERCP & papillotomy – CCY

• Komplikasi – Cholangitis, cholecystitis, pancreatitis, stricture

Soal No. 229 Pasien laki-laki 28 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan gusi berdarah sejak 1 jam yang lalu. Pasien juga mengeluhkan badan lemas dan terdapat memar di tubuh sejak 5 hari yang lalu. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan purpura di beberapa bagian tubuh. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 9, leukosit 1.000, trombosit 50.000.Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut? A. B. C. D. E.

Leukemia akut Anemia aplastic Leukemia kronis Anemia hemolitik Anemia defisiensi besi

Soal No. 229 • Pasien diatas kemungkinan mengalami anemia aplastic karena ditemukan adanya gejala-gejala berupa gusi berdarah, memar pada tubuh, purpura dan pada laboratorium ditemukan adanya pansitopenia tanpa organomegali. • Piihan A, akan ditemukan peningkatan kadar leukosit. • Pilihan C, akan ditemukan peningkatabb kadar leukosit matur. • Pilihan D, akan ditemukan anemia dengan peningkatan kadar bilirubin. • Pilihan E, akan ditemukan gambaran anemia mikrositik hipokrom.

APLASTIC ANEMIA: • Failure of two or more cell lines • Anaemia, leukopenia, thrombocytopenia (pancytopenia) + hypoplasia or aplasia of the marrow • Pathology: Reduction in the amount of haemopoietic tissue  inability to produce mature cells for discharge into the bloodstream • no hepatomegaly; no splenomegaly; no lymphadenopathy; • Hallmark: peripheral pancytopenia with hypoplastic/ aplastic bone marrow

ANEMIA APLASTIK Etiologi anemia aplastik  Idiopatik (dimediasi imun): 70% kasus 

Sekunder: 10-15% kasus        

Obat Toksin Virus PNH Penyakit autoimun Timoma Kehamilan Iatrogenik

Lichtman MA, Segel GB. Aplastic anemia: acquired and inherited. In: Lichtman et al, editors. William’s hematology. 8th ed. New York: McGraw Hill; 2010. p.463-79

ACQUIRED APLASTIC ANEMIA - CAUSES • Radiation • Drugs and chemicals

• Immune diseases: – eosinophilic fascitis – thymoma

– chemotherapy • Pregnancy – Benzene – Chloramphenicol: idiosyncratic; • PNH sudden onset after several • Marrow replacement: months; 1 of every 20,000, – leukemia irreversible – Myelofibrosis – organophosphate – myelodysplasia • Viruses: – CMV – EBV – Hep B, C,D – HIV

PATHOPHYSIOLOGY • Direct destruction of haemopoietic progenitors • Disruption of marrow micro-environment • Immune mediated suppression of marrow elements  Cytotoxic T cells in blood and marrow release gamma IFN and TNF  inhibit early and late progenitor cells

ANEMIA APLASTIK • Temuan lab anemia aplastik: – Normositik normokrom atau makrositik (MCV sering 95110 fL). – Jumlah retikulosit rendah. – Leukopenia dengan limfositosis relatif. – Tidak ada sel abnormal di darah. – Sumsum tulang hipoplasia, dengan jaringan hematopoietik digantikan lemak. Hoffbrand, Essential Hematology

CLINICAL FEATURES RBC (anemia) • Progressive and persistent pallor • Anemia related symptoms WBC (Leucopenia/neutropenia) • Prone to infections - Pyodermas, OM, pneumonia, UTI, GI infections, sepsis Platelets (Thrombocytopenia) • Petechiae, purpura, ecchymoses • Hematemesis, hematuria, epistaxis, gingival bleed • Intracranial bleed-headache, irritability, drowsiness, coma

Blood picture: • • • • • •

Anemia-normocytic, normochromic Leukopenia (neutropenia) Relative lymphocytosis Thrombocytopenia Absolute reticulocyte count low Mild to moderate anisopoikilocytosis

Gold Standard • Bone Marrow Puncture : dry aspirate, hypocellular with fat (>70% yellow marrow)

Soal No. 230 Pasien laki-laki berusia 23 tahun datang dengan keluhan lemah, mudah lelah dan nyeri perut sejak 1 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan konjungtiva anemis, sclera ikterik, splenomegali dan BAK warna seperti teh. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 8, retikulosit 4,8%, direct antiglobulin test + (coomb test direk). Penatalaksanaan tepat pada pasien tersebut adalah… A. B. C. D. E.

Kortikosteroid Klorambusil Hidroksi urea Siklofosfamid MTX

Soal No. 230 • Pasien diatas kemungkinan mengalami AIHA karena ditemukan gejala berupa lemah, lelah, konjungtiva anemis, sklera ikterik dan organomegali. Adanya penurunan kadar Hb, peningkatan kadar retikulosit > 2% serta direct antiglobulin test (+) menunjukkan bahwa pasien memang mengalami AIHA. • Pada AIHA tatalaksana yang dapat diberikan adalah berupa pemberian kortikosteroid. • Piihan B, merupakan pengobatan pada pasien CLL. • Pilihan C, biasanya diberikan pada pasien polisitemia vera. • Pilihan D, E biasanya diberikan pada pasien dengan penyakit SLE, RA, limfoma non Hodgkin atau leukemia.

Hematology: basic& principle practice, Ed.6

ANEMIA HEMOLITIK AUTOIMUN (AIHA) • Anemia hemolitik autoimun merupakan anemia yang disebabkan oleh penghancuran eritrosit oleh autoantibodi Ig G, M, E, A • Most commonly-idiopathic • Dibagi menjadi : – Primer : tanpa adanya underlying disease – Sekunder: ada underlying diseas, seperti limfoma, Evans syndrome, SLE, antiphospholipid syndrome, IBD.

• Onset dapat gradual atau subakut, berupa mudah lelah, sesak napas, malaise, ikterik. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemuan organomegali. • Hasil lab: – – – – –

Anemia NN Retikulositosis (>2%) Peningkatan LDH Peningkatan bil.indirek Direct antiglobulin test (DAT)/ Coombs test  untuk membedakan anemia hemolitik autoimun dengan non-autoimun.

Klasifikasi AIHA Anemia hemolitik autoimun (AIHA) • AIHA tipe hangat: diperantai oleh IgG, berikatan dengan antigen permukaan sel eritrosit pada suhu tubuh. – Idiopatik – Sekunder: leukemia, limfositosis kronis (LLK), limfoma, lupus eritematosus sistemik (LES)

• AIHA tipe dingin: diperantarai oleh IgM, berikatan dengan antigen permukaan sel eritrosit pada sihu dibawah suhu tubuh. – Idiopatik – Sekunder: infeksi Mycoplasma, mononucleosis, keganasan limforetikuler

• Paroksismal cold hemoglobinuria – Idiopatik – Sekunder: sifilis

• AIHA atipik – AIHA tes antiglobulin negatif – AIHA kombinasi tipe hangat dan dingin

Klasifikasi AIHA • AIHA diinduksi obat: golongan penisilin, kinin, kuinidin, sulfonamid, sulfonilurea, tiazid, metildopa, nitrofurantoin, fenazopiridin, asam aminosalisilat (aspirin) • AIHA diinduksi aloantibodi: – Reaksi hemolitik transfusi – Penyakit hemolitik pada bayi baru lahir.

Autoimmune Hemolytic Anemia (AIHA) • Result from RBC destruction due to RBC autoantibodies: Ig G, M, E, A • Most commonly-idiopathic • Classification – Warm AI hemolysis:Ab binds at 37degree Celsius – Cold AI Hemolysis: Ab binds at 4 degree Celsius

Warm AI Hemolysis • Antibodi binds at 37degree Celsius • Can occurs at all age groups • F>M • Causes: – 50% Idiopathic – Rest - secondary causes: • Lymphoid neoplasm: CLL, Lymphoma, Myeloma • Solid Tumors: Lung, Colon, Kidney, Ovary, Thymoma • CTD: SLE,RA • Drugs: Alpha methyl DOPA, Penicillin , Quinine, Chloroquine • Misc: UC, HIV

• Inv:

– MCV – P Smear: Microspherocytosis, n-RBC – Confirmation: Coomb’s Test / Antiglobulin test

• Treatment

– Correct the underlying cause – Prednisolone 1mg/kg po until Hb reaches 10mg/dl then taper slowly and stop – Transfusion: for life threatening problems – If no response to steroids  Spleenectomy or, – Immunosuppressive: Azathioprine, Cyclophosphamide

Cold AI Hemolysis • Antibodi binds at 4 degree Celsius • Usually Ig M • Acute or Chronic form • Chronic: – C/F: • Elderly patients • Cold , painful & often blue fingers, toes, ears, or nose ( Acrocyanosis)

• Inv: – hemolysis – P Smear: Microspherocytosis – Ig M with specificity to I or I Ag

• Other causes of Cold Agglutination: – Infection: Mycoplasma pneumonia, Infec Mononucleosis – Rare cause seen in children in association with congenital syphilis • Treatment: – Treatment of the underlying cause – Keep extremities warm – Steroids treatment – Blood transfusion

Tatalaksana Anemia Hemolitik Autoimun (AIHA) LINI PERTAMA: KORTIKOSTEROID • Steroid dimulai dengan dosis inisial Prednison 1 mg/kg/hari oral atau dapat diberikan metilprednnisolon iv. • Dosis inisial diberikan hingga Hb >10 g/dl. • Bila target Hb tidak tercapai dalam 3minggu pemberian steroid , maka perlu dipertimbangkan terapi lini kedua. • Setelah target Hb tercapai, dilakukan tappering down Prednison hingga 20-30 mg/hari dalam beberapa minggu.

LINI KEDUA • Terapi lini kedua yang memberikan efikasi paling baik adalah splenektomi dan antiCD20 (Rituximab). TERAPI LAINNYA • Pada AIHA yang refrakter, dapat digunakan imunosupresan (seperti Azathiopirine, Cyclosporine, Mycofenolate mofetil) dan pemberian Cyclophosphamide dosis tinggi.

How I treat autoimmune hemolytic anemias in adults http://www.bloodjournal.org/content/116/11/1831?sso-checked=true#F1

Soal No. 231 Pasien perempuan berusia 30 tahun datang ke RS dengan keluhan utama berupa sulit tidur, sering terbangun karena mimpi buruk, merasa ada gurita besar yang berada di depan kamarnya dan membuatnya takut. Keluhan ini membuat pasien tidak bisa bekerja sejak 1 minggu terakhir. Pasien didiagnosa HIV sejak 6 bulan terakhir. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan CD4 < 250, Sklera ikterik, OT PT meningkat 3x dari nilai normal. Keluhan tersebut dirasa setelah mendapat ARV. Apakah tindakan yang diambil selanjutnya? A. B.

Stop semua ARV Menghentikan obat yang menyebabkan gejala tersebut dan lanjutkan arv C. Tetap konsumsi ARV karena termasuk efek samping ringan D. Mengganti regimen ARV yang dicurigai, dan meneruskan ARV lainnya E. Mengganti seluruh regimen ARV

Soal No. 231 • Pasien diatas kemungkinan mengalami efek samping dari Efavirens berupa insomnia, nightmare yang merupakan tanda dari toksisitas pada SSP. • Adapun peningkatan OT/PT pada pasien tersebut belum tentu disebabkan oleh hepatotoksisitas dari ARV. Hal ini dapat juga disebabkan oleh adanya penyakit hepatitis sebelumnya. • Oleh karena itu, tidak perlu menghentikan semuaARV untuk menghindari efek hepatotoksisitas, seblum dilakukan evaluasi penyebab gangguan fungsi hepar pada pasien pilihan A, B, E tidak tepat • Karena pada pasien ini sudah mengalami adanya tanda-tanda toksisitas pada SSP yang tergolong berat karena sudah mengganggu aktivitas sehari-hari maka pengobatan dengan efavirens dapat diganti dengan NNRTI yang lain yaitu nevirapinePilihan D tepat

Toksisitas ARV • Prinsip penanganan efek samping akibat ARV adalah sebagai berikut: – Tentukan beratnya toksisitas – Evaluasi obat yang diminum bersamaan, dan tentukan apakah toksisitas terjadi karena (satu atau lebih) ARV atau karena obat lainnya – Pertimbangkan proses penyakit lain (seperti hepatitis virus atau sumbatan bilier jika timbul ikterus)

Toksisitas ARV • Tata laksana efek samping bergantung pada beratnya reaksi. Penanganan secara umum adalah: – Derajat 4, reaksi yang mengancam jiwa: segera hentikan semua obat ARV, beri terapi suportif dan simtomatis; berikan lagi ARV dengan paduan yang sudah dimodifikasi (contoh: substitusi 1 ARV untuk obat yang menyebabkan toksisitas) setelah ODHA stabil – Derajat 3, reaksi berat: ganti obat yang dicurigai tanpa menghentikan pemberian ARV secara keseluruhan – Derajat 2, reaksi sedang: beberapa reaksi (lipodistrofi dan neuropati perifer) memerlukan penggantian obat. – Untuk reaksi lain, pertimbangkan untuk tetap melanjutkan pengobatan; jika tidak ada perubahan dengan terapi simtomatis, pertimbangkan untuk mengganti 1 jenis obat ARV – Derajat 1, reaksi ringan: tidak memerlukan penggantian terapi

• Tekankan pentingnya tetap meminum obat meskipun ada toksisitas pada reaksi ringan dan sedang. • Jika diperlukan, hentikan pemberian terapi ARV apabila ada toksisitas yang mengancam jiwa. Perlu diperhatikan waktu paruh masing-masing obat untuk menghindari kejadian resistansi.

Derajat Toksisitas Klinis

Derajat Toksisitas Klinis

• Pengobatan ARV dengan menggunakan Efavirenz dapat menimbulkan efek samping seperti ide bunuh diri, perubahan kognitif, sakit kepala, dizziness, insomnia, dan mimpi buruk. • Gejala neuropsikiatrik akibat Efavirenz dapat timbul setelah 3 bulan pengobatan, kecuali pada ODHA yang memang memiliki gangguan mood sebelumnya maka gejala neuropsikiatrik dapat timbul lebih cepat. • Pada kasus yang serius maka pemberian Efavirenz harus dihentikan.

Toksisitas ARV lini pertama dan pilihan obat substitusi pada dewasa dan anak usia 5 (lima) tahun ke atas

Soal No. 232 Tuan Panji berusia 35 tahun datang dengan keluhan luka pada lengan atas akibat digigit ular sejak 3 jam smrs. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan eritema. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 8,9 HT 33% trombosit 16.000 dan fibrinogen 103.000. Apakah komplikasi yang dapat terjadi pada pasien tersebut? A. B. C. D. E.

DIC TTP ITP Defisiensi Vit. K HSP

Soal No. 232 • Pasien diatas mengalami gigitan ular dan saat ini ditemukan adanya anemia, trombositopenia dan peningkatan kadar fibrinogen. Bisa ular dapat menyebabkan perdarahan dan koagulopati yang dapat berujung pada DIC. • Pada pasien datas terdapat peningkatan kadar fibrinogen yang dapat terjadi akibat reaksi inflamasi atau kerusakan jaringan yang disebabkan oleh bisa ular tadi. • Piihan B, akan ditandai dengan pembentukkan thrombus dan penurunan kadar trombosit namun biasanya terjadi akibat adanya gangguan pada endothelium. • Pilihan C, ditandai dengan trombositopenia yang terjadi akibat adanya autoantibody yang menyerang platelet. • Pilihan D, ditandai dengan adanya perdarahan yang diakibatkan gangguan pada faktor 2, 7, 9 dan 10 biasanya faktor risiko berupa bayi yang tidak disuntik vitamin K. • Pilihan E, ditandai dengan adanya palpable pupura yang muncul pada ekstremitas akibat gangguan imun.

Snake Bite • Bisa ular (venom) terdiri dari 20 atau lebih komponen sehingga pengaruhnya tidak dapat diinterpretasikan sebagai akibat dari satu jenis toksin saja. • Bisa ular terdiri dari beberapa polipeptida yaitufosfolipase A, hialuronidase, ATP-ase, 5 nukleotidase, kolin esterase, protease, fosfomonoesterase, RNA-ase, DNA-ase. • Enzim ini menyebabkan destruksi jaringan lokal, bersifat toksik terhadap saraf, menyebabkan hemolysis atau pelepasan histamin sehingga timbul reaksi anafilaksis. • Hialuronidase merusak bahan dasar sel sehingga memudahkan penyebaran racun.

Manifestasi Klinis • Gejala local : edema, nyeri tekan pada luka gigitan, ekimosis (dalam 30 menit – 24 jam) • Gejala sistemik : hipotensi, kelemahan otot, berkeringat, menggigil, mual, hipersalivasi, muntah, nyeri kepala dan pandangan kabur. • Gejala khusus gigitan ular berbisa: • Hematotoksik: perdarahan pada tempat gigitan, paru, jantung, ginjal, peritoneum, otak, gusi, hematemesis, melena, perdarahan kulit, hemoptoe, hematuria dan DIC. • Neurotoksik: hipertonik, fasikulasi, paresis, paralisis pernapasan, ptosis, oftalmoplegi, paralisis otot laring, reflex abnormal, kejang, koma. • Kardiotoksik: hipotensi, henti jantung, koma. • Sindrom kompartemen.

Komplikasi • Kehilangan permanen fungsi ekstremitas yang terkena gigitan. • Hipotensi dan syok • Gagal ginjal akut • Gangguan pembekuan darah • Sindrom kompartemen

Soal No. 233 Seorang pasien laki-laki berusia 35 tahun ditemukan di kamar kos oleh temannya dalam keadaan tidak sadarkan diri. Pasien adalah mahasiswa kedokteran yang saat ini sedang mempersiapkan diri untuk ujian UKMPPD. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 13x/mnt dan suhu 37C. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan pin point pupil. Tatalaksana yang tepat adalah.. A. B. C. D. E.

Naloxon 0.4mg Pralidoxim 0.4mg Sulfas atropin 2mg Injeksi metylprednisolon 4mg Injeksi Ceftriaxon 1gr

Soal No. 233 • Pasien diatas kemungkinan mengalami intoksikasi opioid yang merupakan obat golongan depressant yang dapat menyebabkan turunnya respiratory rate dan pupil pin point. • Antidotum dari intoksikasi opioid adalah dengan pemberian naloxone 0,4 mg. • Piihan B dan C, dapat diberikan pada pasien dengan intoksikasi organofosfat.

Intoksikasi Opioid • Umumnya kelompok opiat digunakan untuk mengatasi nyeri melalui mekanisme efek depresi pada otak {depressant effect on the brain). • Morfin yang merupakan bagian dari kelompok ini sering digunakan {untuk medis) pada chest pain (nyeri dada), edema paru (sembab paru) dan untuk mengatasi rasa sakit yang berlebihan pada keganasan. • Akan tetapi dalam perkembangannya sering disalahgunakan. EIMED PAPDI Buku 2. Interna Publishing. 2015

Mekanisme Kerja • Setelah pemberian dosis tunggal heroin (putaw), di dalam tubuh heoin akan dihidrolisa oleh hati (6 — 10 menit) menjadi 6 monoasetil morfin dan setelah itu akan diubah menjadi morfin. • Yang selanjutnya diubah menjadi Mo 3 monoglukoronid dan M0 6 monoglukoronid yang Iarut di dalam air. Bentuk metabolit ini yang dapat di tes di daiam urin. • Oleh karena heroin (putaw) larut di dalam lemak maka bahan tersebut (60%) dapat melalui sawar otak dalam waktu yang cepat. • Pada umumnya kelompok opiat mempengaruhi SSP melalui aktivasi reseptornya yang akan menyebakan efek sedasi (mengantuk) dan depresi napas (pernapasan yang pelan). • Kematian umumnya terjadi karena apneu (henti napas) atau masuknya cairan lambung kedalam paru, sedangkan reaksi edema pulmoner yang akut (non-kardiogenik) mekanismenya masih belum jelas. EIMED PAPDI Buku 2. Interna Publishing. 2015

EIMED PAPDI Buku 2. Interna Publishing. 2015

Tatalaksana

Penanganan kegawatan 1. Bebaskan jalan napas 2. Berikan oksigen 100% sesuai kebutuhan 3. Pasang infus D5% emergensi atau NaCl 0,9%; cairan koloid bila diperlukan

Pemberian antidotum nalokson. 1. Tanpa hipoventilasi : Dosis awal diberikan 0,4 mg iv. (Pelan pelan/diencerkan) 2. Dengan hipoventilasi : Dosis awal diberikan 1-2 mg iv.(Pelan pelan /diencerkan) 3. Bila tidak ada respon dalam 5 menit,diberikan nalokson 1-2 mg iv(pelan pelan/diencerkan) hingga timbul respon perbaikan kesadaran dan hilangnya depresi pernapasan, dilatasi pupil atau telah mencapai dosis maksimal 10 mg. Bila tetap tidak ada respons lapor konsulen Tim Narkoba. 4. Efek nalokson berkurang 20-40 menit dan pasien dapat jatuh kedalam keadaan overdosis kembali, • •

pemantauan ketat tanda-tanda penurunan kesadaran, pernapasan dan perubahan pada pupil serta tanda vital lainnya selama 24 jam. Untuk pencegahan dapat diberikan drip nalokson satu ampul dalam 500 cc D5% atau NaCl 0,9% diberikan dalam 4 - 6 jam.

5. Simpan sampel urin untuk pemeriksaan opiat urin dan lakukan foto toraks. 6. Pertimbangkan pemasangan ETT (endotracheai tube) bila: – Pernapasan tidak adekuat – Oksigenasi kurang meski ventilasl cukup – Hipoventilasi menetap setelah pemberian nalokson ke — 2

7. Pasien dipuasakan untuk menghindari aspirasi akibat spasme pilorik

Soal No. 234 Pasien laki-laki berusia 60 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan batuk dan sesak nafas selama 2 minggu. Riwayat merokok sejak SMA. Pada pemeriksaan fisik ditemukan suara hipersonor pada perkusi, suara nafas meningkat dan Stem fremitus dalam batas normal. Pada pemeriksaan auskulatasi terdapat weezing dan tampak barel chest. Pada pemeriksaan analisa gas darah apakah kemungkinan yang akan ditemukan? A. B. C. D. E.

PH < 7,35, HCO3 (22-26), CO2 (35-45) PH > 7,35, HCO3 (<22), CO2 (<35) PH < 7,35, HCO3 (>26), CO2 (>45) PH > 7,35, HCO3 (>26), CO2 (>45) PH < 7,35, HCO3 (< 22), CO2 (<35)

Soal No. 234 • Pasien diatas kemungkinan mengalami PPOK yang ditandai dengan adanya perkusi hipersonor, wheezing dan barrel chest. • Adanya riwayat merokok merupakan faktor risiko terjadinya PPOK pada pasien ini. • PPOK merupakan gangguan tipe obstruktif yang dapat menyebabkan retensi CO 2 sehingga dapat menyebabkan gangguan asam basa berupa asidosis respiratorik yang ditandai dengan pH turun, peningkatan kadar CO2 dan peningkatan kadar bikarbonat sebagai usaha kompensasi tubuh.

PPOK • Definisi PPOK – Ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel – Bersifat progresif & berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun/berbahaya – Disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat penyakit

• Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh gabungan antara obstruksi saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis) & obstruksi parenkim (emfisema) yang bervariasi pada setiap individu. • Bronkitis kronik & emfisema tidak dimasukkan definisi PPOK karena: – Emfisema merupakan diagnosis patologi (pembesaran jalan napas distal) – Bronkitis kronik merupakan diagnosis klinis (batuk berdahak selama 3 bulan berturut-turut, dalam 2 tahun)

PPOK Anamnesis • Sesak yang bersifat progresif dengan atau tanpa bunyi mengi • Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan • Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja • Riwayat penyakit emfisema pada keluarga • Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara • Batuk berulang dengan atau tanpa dahak • Penyakit komorbid seperti jantung, osteoporosis, keganasan • Keterbatasan aktivitsd • Riwayat pengobatan akibat penyakit paru

Pengukuran gejala sesak napas dapat dilakukan dengan beberapa kuesioner, yaitu: – COPD Assessment Test (CAT TM ) – Chronic Respiratory Questionnaire – (CCQ® ) – St George’s Respiratory – Questionnaire (SGRQ) – Chronic Respiratory Questionnaire – (CRQ) – Modified Medical Research Council – (mMRC) questionnaire

PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2016

Pemeriksaan Fisik PPOK Inspeksi – Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu) – Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding) – Penggunaan otot bantu napas – Hipertropi otot bantu napas – Pelebaran sela igaku – Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut – vena jugularis di leher dan edema tungkai • Palpasi: pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar • Perkusi: pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah • Auskultasi – suara napas vesikuler normal, atau melemah – terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa ekspirasi memanjang – bunyi jantung terdengar jauh, gagal jantung kanan – terlihat denyut vena jugularis di leher dan edema – tungkai PPOK: diagnosis dan penatalaksanaan. PDPI 2016

• Pink puffer – Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed – lips breathing • Blue bloater – Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer • Pursed - lips breathing – Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang yang terjadi pada gagal napas kronik.

Pemeriksaan Penunjang PPOK • Uji spirometri  merupakan gold standar – FEV1 / FVC < 70 % (GOLD); <75% (pneumobile Indonesia) • Uji bronkodilator harus dilakukan ketika pasien secara klinis stabil dan bebas dari infeksi pernapasan: – FEV1 pasca bronkodilator < 80 % prediksi dan FEV1/FVC < 75% menandakan ada hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversible – Obstruksi saluran napas dinyatakan reversibel bila setelah pemberian bronkodilator didapatkan FEV1 meningkat > 12% dan 200 ml dari nilai awal • Apabila spirometri tidak ada atau tidak memungkinkan: – APE (arus puncak ekspirasi/ PEF Peak Expiratory Flow) dapat dipakai sebagai alternatif untuk menunjang diagnosis – memantau variabilitas harian pagi dan sore tidak lebih dari 20% • Laboratorium darah: HB, Ht, trombosit, Leukosit, dan AGD • Radiologi foto thoraks: Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain.

Keseimbangan Asam-Basa

284

Respiratory Acidosis

Respiratory Alkalosis

http://classes.midlandstech.edu/carterp/Courses/bio211/chap26/table_26_03_l abeled.jpg

Soal No. 235 Seorang pria 28 tahun mengeluhkan demam yang meningkat pada sore hari hingga malam hari sudah dirasakan 7 hari. Pasien mengatakan demam cenderung turun pada pagi hari. Keluhan disertai dengan konstipasi, mual, muntah. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 38 C. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan titer O dan H tinggi, paratyphii (+). Apa tatalaksana untuk kasus diatas? A. tirah baring, diet lunak, cukup protein, tinggi karbohidrat, rendah serat B. tirah baring, diet kasar, tinggi karbohidrat, tinggi protein C. tirah baring, diet kasar, cukup protein, rendah serat D. tirah baring, diet lunak, cukup protein, rendah serat E. tirah baring, diet lunak, tinggi karbohidrat, rendah serat

Soal No. 235 • Pasien diatas kemungkinan mengalami demam tifoid yang ditandai dengan adanya demam kronik yang cenderung turun pada pagi hari, konstipasi, mual dan muntah serta peningkatan kadar titer antibodi widal paratyphii. • Pada pasien ini diet yang cocok diberikana adalah diet yang mudah dicerna seperti diet lunak, cukup protein, tinggi karbohidrat dan rendah serat.

Demam Typhoid • Penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi atau Salmonella partatyphii • Gejala dan tanda klinis – demam naik secara bertangga terutama pada sore dan malam hari – sakit kepala – nyeri otot – anoreksia, mual, muntah – obstipasi atau diare, kesadaran berkabut, – bradikardia relatif – lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah, serta tremor), – hepatomegali, splenomegali, nyeri abdomen, – roseolae (jarang pada orang Indonesia).

DEMAM TIFOID

INFEKSI TIFOID

Blood cultures: often (+) in the 1st week. Stools cultures: yield (+) from the 2nd or 3rd week on. Urine cultures: may be (+) after the 2nd week. (+) culture of duodenal drainage: presence of Salmonella in carriers. Jawetz medical microbiology.

Pilihan Antibiotik Untuk Demam Tifoid (WHO 2011)

PPK Dokter di Fasyankes (IDI 2014) • Terapi suportif dapat dilakukan dengan: – Istirahat tirah baring dan mengatur tahapan mobilisasi – Menjaga kecukupan asupan cairan, yang dapat diberikan secara oral maupun parenteral. – Diet bergizi seimbang, konsistensi lunak, cukup kalori dan protein, rendah serat. – Konsumsi obat-obatan secara rutin dan tuntas – Kontrol dan monitor tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, kesadaran), kemudian dicatat dengan baik di rekam medik pasien

• Terapi simptomatik: – untuk menurunkan demam (antipiretik) dan mengurangi keluhan gastrointestinal.

• Terapi definitif : – Antibiotik lini pertama untuk demam tifoid adalah Kloramfenikol, Ampisilin atau Amoksisilin (aman untuk penderita yang sedang hamil), atau Trimetroprimsulfametoxazole (Kotrimoksazol). – Bila pemberian salah satu antibiotik lini pertama dinilai tidak efektif, dapat diganti dengan antibiotik lain atau dipilih antibiotik lini kedua yaitu Seftriakson, Sefiksim, Kuinolon (tidak dianjurkan untuk anak <18 tahun karena dinilai mengganggu pertumbuhan tulang).

Soal No. 236 Pasien laki-laki usia 37 tahun datang ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan sesak, wajah bengkak, kemerahan dan gatal seluruh tubuh. Sebelumnya pasien mengatakan telah mengonsumsi kacang. Pada pemeriksaan didapatkan tandatanda vital didapatkan TD 90/60 mmHg Nadi 120x/ menit RR 24x/menit T 37.6 C. Apakah terapi yang akan diberikan pada pasien tersebut? A. B. C. D. E.

Injeksi kortikosteroid dan antihistamin Antibitiotik dan antipiretik Posisi Trendelenburg dan infus NaCl 0.9% Dextrose 40% dan antihistamin Dextrose 40%

Soal No. 236 • Pasien diatas kemungkinan mengalami syok anafilaktik yang ditandai dengan turunnya TD, sesak, angioedema, gatal setelah sebelumnya mengkonsumsi kerang. • Pada syok anafilaktik tatalaksana awal yang dapat diberikan adalah posisi tredelenburg, rehidrasi dengan NaCl 0,9% dan pemberian obat berupa adrenalin 1:1000 IM. • Piihan A, dapat diberikan setelah tatalasana awal diatas untuk menghindari berulangnya syok anafilaktik tersebut.

Syok Anafilaksis • Anafilaksis adalah reaksi tipe segera yang dimediasi oleh interaksi antara alergen dengan IgE yang terikat pada permukaan sel mast atau basofil. Interaksi tersebut akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis yaitu gejala sistemik. • Susah dibedakan dengan reaksi anafilaktoid namun anafilaktoid secara mekanisme tidak melibatkan IgE. • Manifestasi klinis yang timbul meliputi gejala pada kulit, pernapasan, kardiovaskuler, gastrointestinal, dan gejala pada sistem organ lain seperti rinitis, konjungtivitis.

Syok Anafilaksis • Tatalaksana anafilaksis – Segera berikan suntikan epinefrin 1:1000 0,3 ml i.m di daerah deltoid atau vastus lateralis. Dapat diulang 15-20 mg bila diperlukan – Hentikan infus media kontras, antibiotika, dan zat lain yang dicurigai sebagai alergen. – Berikan difenhidramin 50 mg intravena, ranitidin 50 mg atau cimetidin 300 mg intravena, oksigen, infus cairan garam, metilprednisolon 125 mg intravena – Intubasi bila diperlukan – Bila terdapat hipotensi segera berikan rehidrasi dan dopamin atau norepinefrine. – Bila terdapat sesak napas berikan salbutamol inhalasi dan oksigen

Anaphylactic Shock

World Allergy Organization anaphylaxis guidelines: Summary

Anaphylactic Shock

World Allergy Organization anaphylaxis guidelines: Summary

Soal No. 237 Pasien laki-laki berusia 50 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan utama berupa nyeri dada menjalar ke lengan sejak 30 menit yang lalu. Nyeri juga menembus ke punggung belakang. Pasien juga mengeluhkan adanya sesak napas. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C. Apakah kemungkinan etiologi dari keluhan pasien tersebut? A. B. C. D. E.

Arteriosklerosis Aterosklerosis Artritis Arteroplebitis Tromboplebitis

Soal No. 237 • Pasien diatas kemungkinan mengalami nyeri dada angina yang ditandai dengan nyeri dada yang menjalar menembus punggung dan sesak napas. • Nyeri dada angina biasanya disebabkan adanya sumbatan pada pembuluh darah akibat plak atheroma yang disebut dengan atherosclerosis. • Piihan A, merupakan istilah umum dari penebalan dan kekakuan pembuluh darah. Jika penyebabnya adalah plak atheroma maka disebut dengan aterosklerosis. • Pilihan C, merupakan peradangan pada arteri. Dapat ditemukan pada arteritis takayasu, kawasasi. • Pilihan D, tidak ada istilah ini. • Pilihan E, merupakan peradangan pada vena, contohnya tromboflebitis superfisial dan DVT.

Atherosclerosis • Disease of cardiovascular system affecting vessel wall. • It leads to the narrowing of arteries or complete blockage. • Its main components are endothelial disfunction, lipid deposition, inflammatory reaction in the vascular wall. • Remodeling of vessel wall.

Arterial wall • Normally arterial endothelium repels cells and inhibits blood clotting. • The lumen of healthy arterial wall is lined by confluent layer of endothelial cells. • Three layers: 1. 2. 3.

Intima (subendothelial layer) Media (middle layer) with vascular smooth muscle cells (VSMC) Adventitia (outer layer) with connective tissue and nerves

Arterial wall • Endothelium controls important function: 1. the ability of blood vessels to dilatate (vasodilatation) 2. the ability of blood vessels to constrict (vasoconstriction) • Endothelium regulates tissue and organ blood flow • Endothelium releases variety substances to control vasomotor tone: – prostacyclines – hyperpolarizing factor – endothelin – NO • Exercise is an important mechanical stimulus mediated by shear stress to increased blood flow. • Shear stress –represents the frictional force that the flow of blood exerts at the endothelial surface of the vessel wall. The flowdependent dilatation of pre-capillary resistance as well as conductance allows blood flow to increase according metabolic demands.

Arterial wall • In the case of intact endothelium, the stimulus for vasodilatation: – mechanical stimulation by  blood flow – catecholamines, bradykinin, platelets-released serotonin stimulate specific receptors

• In the case of endothelium disfunction: – direct vasoconstrictor action of the stimuli on the VSMC outweighs the endothelium-dependent vasodilatator effect – this action leads to paradoxial vasoconstriction

(Hypercholesterolemia and other cardiovascular risk factors are associated with endothelial disfunction).

The development of atherosclerosis • The key event – damage to the endothelium caused by excess of lipoproteins, hypertension, diabetes, components of cigarette smoke. • Endothelium becomes more permeable to lipoproteins. • Lipoproteins move below the endothelial layer (to intima). • Endothelium loses its cell-repelent quality. • Inflammatory cells move itno the vascular wall.

Soal No. 238 Seorang laki-laki usia 55 tahun datang ke UGD dengan keluhan nyeri dada kiri yang tidak bisa ditunjuk sejak 1 jam yang lalu. Nyeri disertai keringat dingin , mual dan menjalar sampai bahu kiri. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C. Pemeriksaan EKG ST elevasi pada lead V1-V4. Apakah terapi definitif pada pasien ini? A. B. C. D. E.

Oksigen Aspirin Elektif PCI Tissue plasminogen activator Nitrat

Soal No. 238 • Pasien diatas kemungkinan mengalami nyeri dada angina yang ditandai dengan adanya nyeri dada kiri yang tidak dapat ditunjuk, keringat dingin, mual. Adanya gambaran ST elevasi pada lead V1-V4 menunjukkan bahwa pasien kemungkinan mengalami STEMI. • Pada pasien STEMI dengan onset nyeri dada < 12 jam tatalaksana yang dapat diberikan adalah fibrinolitik atau primary PCI. • Pada pilihan jawaban yang tepat adalah dengan fibrinolitik yaitu pemberian tissue plasminogen activator. • Piihan A,B dan D, merupakan tatalaksana awal. • Pilihan C, yang lebih tepat adalah primary PCI bukan elektif PCI.

NSTEMI & STEMI Non-STEMI (NSTEMI, Subendocardial Myocard Infark) – Myocardial nekrosis tanpa ST segmen elevasi atau Q wave abnormal – Ada peningkatan dari enzim jantung STEMI (Transmural Myocard Infark) – Nekrosis myocard dengan ST segmen elevasi – Tidak hilang dengan istirahat dan pemberian nitrat sublingual – Lama > 30 menit – Infark mengenai seluruh dinding ventrikel – Ada peningkatan dari enzim jantung

Sindrom Koroner Akut

TATALAKSANA ACS

ACS

Fibrinolitik

Fibrinolitik

Soal No. 239 Laki - Laki usia 50 tahun datang ke IGD dengan keluhan sesak sejak 6 jam yang lalu. Pada awalnya nyeri dirasakan hanya pada saat pasien beraktivitas berat , dan menghilang saat pasien beristirahat. Sekarang nyeri dirasakan walau hanya berjalan 10 meter, dan tidak berkurang saat istirahat. Durasi 10-15 menit, pemeriksaan fisik 140/80 mmhg, nadi 84x/mnt, S 36.4C. Pada pemeriksaan EKG didapatkan ST depresi pada lead V4-V6 dan tidak ditemukan kenaikan enzim jantung. Diagnosis pada pasien ini adalah… A. B. C. D. E.

Angina pectoris stabil NSTEMI Angina Cresendo STEMI Unstable Angina Pectoris

Soal No. 239 • Pasien diatas kemungkinan mengalami nyeri dada angina yang pada awalnya berkurang saat istirahat namun saat ini sudah dirasakan sejak 6 jam dan tidak berkurang dengan istirahat. Adanya gambaran ST depresi pada EKG dan tidak ditemukannya kenaikan enzim jantung menunjukkan bahwa pasien mengalami UAP. • Piihan A, nyeri timbul saat aktivitas dan membaik dengan istirahat. • Pilihan B, ditandai dengan kenaikan enzim jantung. • Pilihan C, merupakan istilah lama dari UAP. • Pilihan D, ditandai dengan gambaran ST elevasi pada EKG dan kenaikkan enzim jantung.

UAP/NSTEMI • Ditegakkan atas dasar keluhan angina tipikal yang dapat disertai dengan perubahan EKG spesifik, dengan atau tanpa peningkatan marka jantung. – Jika marka jantung meningkat, diagnosis mengarah NSTEMI; – jika tidak meningkat, diagnosis mengarah UAP

• Mortalitas awal NSTEMI lebih rendah dibandingkan STEMI • Namun, secara jangka panjang, mortalitas NSTEMI lebih tinggi. Pedoman Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut PERKI. 2015

UAP/NSTEMI • Angina tipikal yang persisten selama lebih dari 20 menit. – Dialami oleh sebagian besar pasien (80%)

• Angina awitan baru (de novo) kelas III klasifikasi The Canadian Cardiovascular Society. – Terdapat pada 20% pasien.

• Angina stabil yang mengalami destabilisasi (angina progresif atau kresendo) – menjadi makin sering, lebih lama, atau menjadi makin berat, minimal kelas III klasifikasi CCS.

• Angina pascainfark-miokard – angina yang terjadi dalam 2 minggu setelah infark miokard. Pedoman Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut PERKI. 2015

UAP/NSTEMI • Perekaman EKG harus dilakukan dalam 10 menit sejak kontak medis pertama. • EKG yang mungkin dijumpai pada pasien NSTEMI dan UAP antara lain: – Depresi segmen ST dan/atau inversi gelombang T; dapat disertai dengan elevasi segmen ST yang tidak persisten (<20 menit) – Gelombang Q yang menetap – Nondiagnostik – Normal

• Stratifikasi risiko  TIMI, GRACE, CRUSADE Pedoman Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut PERKI. 2015

Pedoman Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut PERKI. 2015

Terapi UAP/NSTEMI • Berdasarkan stratifikasi risiko, dapat ditentukan kebutuhan untuk dilakukan strategi invasif dan waktu pelaksanaan revaskularisasi. • Strategi invasif melibatkan dilakukannya angiografi, dan ditujukan pada pasien dengan tingkat risiko tinggi hingga sangat tinggi. – Strategi invasif segera  salah satu risiko sangat tinggi – Strategi invasif dalam 24 jam  GRACE >140 atau salah satu kriteria risiko tinggi – Strategi invasif dalam 72 jam  salah satu kriteria risiko tinggi atau dengan gejala berulang – Strategi konservatif  nyeri dada tidak berulang, tidak ada tanda gagal jantung, EKG tidak ada kelainan, troponin tidak meningkat, tidak ada iskemia yang dapat ditimbulkan. Pedoman Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut PERKI. 2015

Pedoman Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut PERKI. 2015

Terapi UAP/NSTEMI • Anti iskemia Beta blocker Nitrat CCB

• • • •

Antiplatelet  dual antiplatelet therapy Penghambat Reseptor Glikoprotein IIb/IIIa Antikoagulan Inhibitor ACE dan Penghambat Reseptor Angiotensin • Statin Pedoman Penatalaksanaan Sindrom Koroner Akut PERKI. 2015

Soal No. 240 Laki-laki usia 50 tahun datang ke puskesmas dengan keluahan nyeri dada. Keluhan memberat dengan aktifitas dan membaik saat istirahat. Pasien riwayat merokok. Riwayat HT dan DM disangkal. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C. Hasil ekg dalam batas normal. Tatalaksana yang tepat adalah… A. B. C. D. E.

ISDN Betabloker Rujuk dan cek enzim jantung Rujuk dan dilakukan tredmil Rujuk dan diberi trombolitik

Soal No. 240 • Pasien diatas kemungkinan mengalami angina pectoris stabil yang ditandai dengan adanya nyeri dada yang muncul dengan aktivitas dan membaik dengan istirahat. • Karena pemerikssaan EKG saat ini dalam batas normal maka pasien hendaknya dirujuk untuk dilakukan treadmill stress test untuk melihat adanya tanda-tanda iskemia saat melakukan exercise.

Soal No.241 Seorang laki-laki datang ke IGD dengan keluhan nyeri dada, nyeri dada menjalar hingga ke bahu kiri. Nyeri dada dirasakan sekitar 10 menit. Nyeri dada memberat saat aktivitas dan mereda setelah istirahat. Keluhan juga disertai mual dan keringat dingin. Riwayat penyakit hipertensi, jantung disangkal. Setelah dilakukan pemeriksaan EKG didadapatkan normal. Pemeriksaan enzim jantung normal. Diagnosis pasien tersebut adalah… A. B. C. D. E.

Atypical angina Stable angina pectoris Unstable angina pectoris STEMI NON STEMI

Soal No. 241 • Pasien diatas kemungkinan mengalami angina pectoris stabil yang ditandai dengan adanya nyeri dada yang menjalar ke bahu kiri yang disertai dengan gejala otonom seperti mual dan keringat dingin yang memberat dengan aktivitas dan membaik dengan istirahat. • Piihan A, merupakan angina yang ditandai dengan 2 dari 3 kriteria angina (nyeri dada substernal, dipicu oleh aktivitas, membaik dengan istirahat atau pemberian nitrat).

240-241. Angina Pektoris Stabil • • • •

Nyeri dada muncul saat aktivitas, stres emosional Nyeri dada hilang dengan istirahat atau nitrogliserin Nyeri dada muncul <20 menit. Disebabkan oleh obstruksi pada arterikoroner epikardial akibat aterosklerosis. • Diagnosis – Stress test – Angiografi dan revaskularisasi koroner • Jika angina mengganggu aktivitas pasien walaupun dengan terapi yang maksimal. • Pasien dengan risiko tinggi.

Pemeriksaan Penunjang Angina Pektoris Stabil • Exercise stress test (jika memungkinkan dan EKG dapat diinterpretasi). • Pemeriksaan imaging (jika exercise test tidak memungkinan) – Echocardiography stress test – Stress test perfusion scanning – MSCT (Multislice CT scan)

• Angiografi dan revaskularisasi koroner • Jika angina mengganggu aktivitas pasien walaupun dengan terapi yang maksimal. • Pasien dengan risiko tinggi (CCS3-4)

Tatalaksana • Aspilet 1x80-160mg • Simvastatin1x20-40 mg atau Atorvastatin 1x 2040 mg atau Rosuvastatin1x10-20mg • Betabloker: – Bisoprolol 1x5-10 mg/ Carvedilol 2x25 mg/ – Atau Metoprolol 2x50mg, – Ivabradine 2x5mg jika pasien intoleran dengan beta bloker

• Isosorbid dinitrat 3x 5-20mg atau Isosorbid mononitrat 2x 20mg

Terapi Antiangina • There are three classes of antiischemic drugs commonly used in the management of angina pectoris: beta blockers, calcium channel blockers, and nitrates. • Often, a combination of these agents is used for control of symptoms. • Beta blockers — 2012 American College of Cardiology Foundation/American Heart Association/American College of Physicians/American Association for Thoracic Surgery/Preventive Cardiovascular Nurses Association/Society for Cardiovascular Angiography and Interventions/Society of Thoracic Surgeons guideline for the diagnosis and management of patients with stable ischemic heart disease (SIHD)  recommends beta blockers as first line therapy to reduce anginal episodes and improve exercise tolerance. • Calcium channel blockers — In general, calcium channel blockers are used in combination with beta blockers when initial treatment with beta blockers is not successful or as a substitute for a beta blocker when beta blockers are contraindicated or cause side effects.

Soal No. 242 Seorang wanita usia 57 tahun datang ke UGD dengan keluhan nyeri dada. Nyeri dada dirasakan sejak satu hari yang lalu disertai keringat dingin dan akral dingin. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 80/50mmhg, N 120x/menit, RR 24X/menit, suhu 36,5. Pada pemeriksaan EKG, didapatkan elevasi segmen ST pada semua sadapan precordial. Arteri yang mengalami oklusi adalah A. B. C. D. E.

Left Anterior descending artery Left posterior descending artery Left circumflex artery Right coronary artery Posterolateral artery

Soal No. 242 • Pasien diatas kemungkinan mengalami nyeri dada angina akibat STEMI yang ditandai dengan keringat dingin, akral dingin dan ST elevasi pada semua lead precordial. • Adanya ST elevasi pada lead V1 hingga V6 menunjukkan bahwa kemungkinan oklusi pada pasien ini terjadi pada LAD. • Piihan B, merupakan cabang dari RCA. Sumbatan pada arteri ini akan bermanifestasi pada lead V7, V8, V9. • Pilihan C, akan menyebabkan infark pada daerah lateral yang akan terlihat pada lead V5, V6, I dan aVL. • Pilihan D, akan menyebabkan infark pada daerah inferior yang akan terlihat pada lead II, III, aVF. • Pilihan E, merupakan cabang dari RCA, isolated occlusion jarang terjadi pada percabangan RCA ini.

STEMI

Soal No. 243 Pasien laki-laki berusia 50 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan utama berupa sesak nafas sejak 2 hari smrs. Pasien memiliki riwayat gagal jantung. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 160/80 mmHg, HR 100x/mnt, RR 30x/mnt dan suhu 37C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan distensi vena juguler, edema pada tungkai bilateral. Pasien kemudian dilakukan pemeriksaan EKG. Apakah kemungkian hasil EKG dari pasien tersebut? A. B. C. D. E.

Gelombang P > 2.5 mm dan R/S = 1 S di V1 + R di V6 > 35 mm Gel P dan QRS berjalan sendiri-sendiri PR interval memanjang Ventricular fibrilasi

Soal No. 243 • Pasien diatas kemungkinan mengalami CHF yang ditandai dengan sesak dan tanda-tanda kongesti seperti distensi JVP, dan edema tungkai bilateral. • CHF biasanya disebabkan oleh hipertensi yang tidak terkontrol sehingga akan ditemukan gejala-gejala gagal jantung kiri terlebih dahulu yang diikuti oleh gejala gagal jantung kanan. • Pada pasien gagal jantung kiri akan ditemukan adanya pembesaran dari ventrikel kiri yang pada EKG sesuai dengan kriteria sokolov-lyon akan ditemukan S V1 + R V6 > 35 mm. • Piihan A, akan ditemukan pada pembesaran jantung kanan, namun LVH biasanya akan ditemukan terlebih dahulu. • Pilihan C, akan ditemukan pada kasus AV blok derajat 3. • Pilihan D, akan ditemukan pada AV blok derajat 1 dan mobitz tipe 1. • Pilihan E, biasanya ditemukan pada pasien dengan henti jantung.

Gagal Jantung • disfungsi jantung berkurangnya aliran darah dan suplai oksigen ke jaringan  tidak dapat lagi memenuhi kebutuhan metabolik tubuh • Pembagian: – Gagal jantung kanan (terjadi pada hipertensi pulmonal primer, tromboemboli), dengan gejala kongesti cairan sistemik dan Gagal jantung kiri (akibat kelemahan ventrikel kiri) berakibat pada penurunan perfusi sistemik. – Low Output Heart Failure (biasanya terjadi akibat hipertensi, kardiomiopati dilatasi, kelainan katub)dan High Output Heart Failure (ditemukan pada penurunan resistensi vaskular sistemik, seperti hipertiroid, anemia dan kehamilan)

GAGAL JANTUNG KONGESTIF • Adanya 2 kriteria mayor, atau 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor • Kriteria minor dapat diterima bila tidak disebabkan oleh kondisi medis lain seperti hipertensi pulmonal, penyakit paru kronik, asites, atau sindrom nefrotik • Kriteria Framingham Heart Study 100% sensitif dan 78% spesifik untuk mendiagnosis Sources: Heart Failure. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. Archives of Family Medicine 1999.

Neurohormonal Activation in Heart Failure Myocardial Injury (CAD,HTN,CMP )

LV Dysfunction Increase wall stress

Activation of RAS and SNS

LV Rem odeling and progressive LV Dysfunction

Morbidity/Mortality Arrhythm ias Pum p Failure

Fibrosis, apoptosis, hypertrophy cellular/m olecular alterations, m yotoxicity

Peripheral vasoconstriction Hem odynam ic alterations

Heart Failure Sym toms Dyspnea Fatigue ,Edema Chest Congestion

Gagal Jantung

• B-type Natriuretic Peptide (BNP) adalah hormon yang dihasilkan oleh otot jantung ketika otot bilik (ventrikel) jantung meregang atau mengalami tekanan. BNP berfungsi mengatur keseimbangan pengeluaran garam dan air, termasuk mengatur tekanan darah. BNP diproduksi sebagai pre-hormon yang disebut proBNP. • Jika jantung, khususnya ventrikel kiri fungsinya terganggu, kadar NT-ProBNP di dalam darah akan meningkat. Karena itu, NT-proBNP digunakan sebagai penanda untuk deteksi gagal jantung.

Pemeriksaan EKG • Left ventricular hypertrophy (LVH) • Kriteria : – Sokolow-Lyon: S di V1 + R di V5 atau V6 ≥ 35 mm – Cornell: R di aVL + S di V3 >28 mm laki2 atau >20 mm perempuan

Chest Radiography • Chest radiography should be performed initially to evaluate for heart failure because it can identify pulmonary causes of dyspnea (e.g., pneumonia, pneumothorax, mass). • Pulmonary venous congestion and interstitial edema on chest radiography in a patient with dyspnea make the diagnosis of heart failure more likely

TATALAKSANA

• MR antagonist • mineralocorticoid antagonist or aldosteron antagonist (eg. Spironolactone)

• CRT-D • cardiac resynchronization therapy-defibrillator

• CRT-P • cardiac resynchronization therapy-pacemaker

• ICD • implantable cardioverter defibrillator

• LVAD • left ventricular assisting device

• Ivabradine • selective heart rate-lowering agent in If current (sodium and potassium current) in pacemaker cells

ESC.2013

Gagal Jantung

Terapi Non Farmakologi 1. 2. 3. 4. 5.

Monitoring BB : Target IMT 18 – 25. Bila kenaikan BB > 2 kg dalam 3 hari  waspadai telah terjadi retensi cairan, intake garam berlebih atau dosis diuretik yang kurang Intake Na : restriksi garam < 2 gr/hari t.u Fungsional Class III-IV dan bila ada edema perifer Intake Cairan : Pada CHF max 1,5 – 2 lt/hr ttp pertimbangkan k.u px Hnetikan Merokok Aktivitas Fisik dan seksual : keadaan akut  tirah baring stlh tertangani  aktif. FC. II-II aktvitas sehari2 biasa slm tdk mencetuskan gejala. OR yg bersifat isometrik (mendorong, menarik) & kompetitif hrs dihindari. Max HR : 220 – Umur X 60 %. FC.III-IV  penggunaan sildanafil atau fosfodiesterase inhibitor lainnya tidak dianjurkan pada CHF apalagi bg yg masih dalam therapi dg NITRAT

Soal No. 244 Pasien usia 70th datang ke IGD dengan keluhan bengkak kedua tungkai dirasakan semakin memberat. Keluhan disertai sesak. Ada Riwayat sakit TB dengan pengobatan yang belum tuntas. Pemeriksaan fisik TD 90/60 mmHg, HR 99x/mnt, RR 25x/mnt, suhu 37C. Keluhan membaik jika posisi berbaring dengan bantal ditumpuk 4. Pada pemeriksaan auskultasi didapatkan Ronchi basal di kedua lapang paru. Edema kedua pretibial. Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut? A. B. C. D. E.

Hipertensi pulmonal 1 Hipertensi pulmonal 2 Gagal jantung kiri akut Cor pulmonal PPOK

Soal No. 244 • Pasien diatas kemungkinan mengalami kor pulmonal karena adanya gejala-gejala gagal jantung yang kemungkinan disebabkan karena adanya kelainan pada parenkim paru. Pada kasus diatas kemungkinan disebabkan oleh adanya TB paru. • Piihan A, merupakan HT pulmonal akibat sebab idiopatik, penyakit jantung kongestif, HIV atau obat-obatan. • Pilihan B, PH yang disebabkan karena penyakit pada jantung sebelah kiri. • Pilihan C, dapat ditandai dengan tanda-tanda edema paru akut atau syok kardiogenik. • Pilihan E, ditandai dengan sesak, batuk-batuk berdahak, dada barrel chest.

Cor Pulmonale Definisi • Cor pulmonale  kelainan jantung kanan berupa hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan sekunder karena hipertensi pulmonal sebagai akibat penyakit parenkim atau vaskuler paru

Etiologi – – – –

Penyakit obstruktif paru kronis. Hipoventilasi kronis. Kelainan pembuluh darah paru. Kelainan parenkim paru.

Classification Based on the etiology, cor pulmonale can be classified as: • Acute cor pulmonale – caused by pulmonary embolism (more common) and acute respiratory distress syndrome (ARDS).

• Chronic cor pulmonale – caused by increased afterload, leads to structural alterations in the right ventricle (RV) including RV hypertrophy (RVH)

Klasifikasi

Manifestasi Klinis • Sesak napas, nyeri dada, pingsan, barrel chest, sianosis, bendungan vena leher • Kelainan pemeriksaan fisis sesuai dengan kelainan paru dan jantung. • Nyeri perut kanan atas karena kongesti hepar. • Tanda-tanda gagal jantung kanan – – – –

JVP meningkat, edema tungkai, asites, bunyi jantung S3 pada ventrikel kanandapat didengar pada garis sternal kiri

Pemeriksaan Penunjang • Pemeriksaan EKG

– didapatkan RAD/RVH, artimia supraventrikular/ventrikular.

• Dapat didapatkan polisitemia • Pemeriksaan darah – – – –

Peningkatan hematoktrit ( polisitemia sekunder) Def alpha 1-antitrypsin ANA positif jika etiologi penyakit kolagen vaskular Hiperkoagulasi (peningkatan protein S dan C. antitrombin III, faktor V Leyden, anticardiolipin antibodies, homosistein).

• Nuclear scanning  menilai V/Q (ventilation/perfusion) • CT scan  untuk estimasi massa ventrikel kanan jantung

Pemeriksaan Penunjang

• Gambaran EKG :  Deviasi aksis ke kanan  Hipertrofi ventrikel kanan  P-pulmonale yg tampak pd lead II, III, aVF  RBBB  Low voltage QRS

Gambaran Radiologis Cor Pulmonale • Didapatkan dilatasi arteri pulmonal sentral dan hipertrofi ventrikel kanan. (From Crawford MH et al [eds]:Cardiology,ed 2, St Louis, 2004, Mosby.

Pemeriksaan Penunjang • Echocardiogram to detect right ventricular enlargement and/or hypertrophy and estimate pulmonary artery pressure. • Right-sided heart catheterization measures pulmonary artery pressures and pulmonary vascular resistance.

Cor Pulmonale Tatalaksana • Tatalaksana penyakit yg mendasari  penyakit paru. • Memperbaiki oksigenasi.  Diberikan jika saturasi oksigen >88%, dengan target saturasi oksigen 88%.

• Tatalaksana terhadap jantung dan hipertensi pulmonal  Tirah baring  Diet rendah garam  Diuretika  Digitalis  Vasodilator (inhibitor fosfodiesterase)

Tatalaksana Medikamentosa • Diuretik Menurun load jantung

• Calcium channel blocker, terutama slow release nifedipine dan diltiazem Vasodilatasi arteri pulmonal

• PDE-5 Inhibitor (sildenafil) Melepaskan nitric oxide yang berfungsi untuk vasodilatasi

• Antikoagulan (warfarin) Mencegah trombosis yg sering terjadi pd pasien cor pulmonal.

Soal No. 245 Seorang pasien laki-laki berusia 52 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan sesak nafas. Sesak sudah dirasakan sejak 2 jam dan memberat dengan aktivitas. Pada pemeriksaan didapatkan TD 190/100 mmHg, HR 130x/mnt , RR 30 x/mnt dengan saturasi O2 88% . Sebelumnya pasien sudah didiagnosis dengan gagal jantung sejak 1 tahun terakhir namun minum obat tidak teratur. Apakah diagnosis yang paling mungkin ? A. B. C. D. E.

Hipertensi sekunder Edem paru akut Gagal jantung kanan Syok kardiogenik Emboli paru akut

Soal No. 245 • Pasien diatas kemungkinan mengalami edema paru akut karena adanya sesak yang tiba-tiba memberat sejak 2 jam, penurunan saturasi oksigen dengan riwayat CHF yang tidak teratur minum obat. • Piihan A, HT yang disebabkan oleh adanya underying disease seperti hiperaldosteronisme atau feokromositoma. • Pilihan C, ditandai dengan tanda-tanda edema ekstremitas, asites, peningkatan JVP. • Pilihan D, ditandai dengan hipotensi. • Pilihan E, ditandai dengan sesak tiba-tiba, nyeri dada pleuritic, hemoptysis pada pasien dengan risiko terbentuknya pembentukkan emboli seperti gangguan irama jantung, tirah baring lama, riwayat operasi.

ACUTE LUNG EDEMA • Clinical manifestation of acute pulmonary edema: – Acute pulmonary edema usually presents with the rapid onset of dyspnea at rest, tachypnea, tachycardia, and severe hypoxemia. – Crackles and wheezing due to alveolar flooding and airway compression from peribronchial cuffing may be audible. – Release of endogenous catecholamines often causes hypertension.

Edema Paru Akut • Edema paru timbul bila cairan yang difiltrasi oleh dinding mikrovaskuler lebih banyak dari yang bisa dikeluarkan. • Edema paru akut dapat terjadi karena penyakit jantung maupun penyakit di luar jantung ( edema paru kardiogenik dan non kardiogenik ). • Edem paru kardiogenik disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik • edem paru nonkardiogenik disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pembuluh darah paru • yang menyebabkan meningkatnya cairan dan protein masuk ke dalam interstisial paru dan alveolus

Etiologi • Acute myocardial infarction. • Exacerbation of chronic congestive heart failure due to arrhythmia, myocardial ischemia, poor dietary or medical compliance, excessive alcohol consumption, anemia, or inadequately treated hypertension. • Valvular regurgitation (e.g., acute mitral regurgitation due to papillary muscle rupture). • Ventricular septal defect. • Severe myocardial ischemia causes left ventricular diastolic dysfunction prior to causing systolic dysfunction. • Mitral stenosis, particularly with tachycardia. • Bilateral renal artery stenosis. • Postpartum cardiomyopathy. • Other: cardiac tamponade, endocarditis, myocarditis, arrhythmias, hypertensive crisis, endocrine abnormalities such as thyrotoxicosis.

Edema Paru Akut • Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui saluran limfatik. Klinis • Sianosis sentral • Sesak nafas dengan bunyi napas melalui mukus berbuih • Ronkhi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan paru; kadang-kadang disertai ronki kering dan ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme sehingga disebut asma kardial • Takikardia dengan gallop S3 • Murmur bila ada kelainan katup

Pemeriksaan Radiologi • Edema paru kardiogenik – Pemeriksaan radiologi polos dada • • • •

menunjukkan adanya kardiomegali, redistribusi pembuluh darah paru, infiltrat perihiler (seperti kupu — kupu), dan efusi pleura

• Pada edema paru non kardiogenik – biasanya ditemukan infiltrat yang berdistribusi di seluruh lapang paru, dengan tidak adanya kardiomegali atau efusi pIeura.*

Gambaran Radiologi pada Edema Paru Kardiogenik • Kerley B lines (septal lines)  penebalan garis septa parenkim paru, +- tebal 1 mm dan panjang 1 cm, tegak lurus terhadap permukaan pleura, ditemukan pada perifer paru • Efusi pleura  biasanya bilateral, sisi kanan lebih besar dari kiri. Jika unilateral, lebih sering di sisi kanan • Peribronkial cuffing  gambaran cairan pada dinding bronkus • Batwing’s appearance  opasitas perihiler bilateral • Kardiomegali (tidak selalu ada)

Batwing’s appearance

Kerley B lines (panah putih)

Peribronchial cuffing

Soal No. 246 Seorang laki laki usia 48 tahun datang diantar oleh istri nya dengan keluhan sesak nafas, mual dan muntah. Pasien diketahui memiliki riwayat hipertensi sejak 10 tahun yg lalu dan rutin mengonsumsi valsartan 80 mg dan amlodipin 10 mg. Namun dalam seminggu terakhir pasien mengaku tidak meminum obat tersebut. Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan TD 180/100 mmHg, RR 28x/menit, HR 100x/mnt, Suhu 37C dan terdapat suara ronki di basal paru. terdapat peningkatan JVP. Apakah terapi yang sesuai pada pasien tersebut? A. B. C. D. E.

Diltiazem Nikardipin dan diuretic Valsartan dan amlodipine Diuretik Captopril dan diuretik

Soal No. 246 • Pasien diatas kemungkinan mengalami edema paru akut karena ditemukan adanya gejala seperti sesak napas yang memberat. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya hipertensi, peningkatan JVP dan ronchi di basal paru. • Pada pasien dengan edema paru seperti pasien diatas maka tatalaksana yang tepat adalah dengan pemberian obat diuretic seperti furosemid. • Piihan A, diberikan pada pasien dengan aritmia. • Pilihan B dan C, tidak dianjurkan pemberian CCB karena dapat memperburuk gejala kongesti pada pasien. • Pilihan E, pemberian captopril dapat dilakukan setelah pemberian furosemide dengan syarat TD sistolik > 100 mmHg.

Penanganan Edem Paru • Posisi ½ duduk. • Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. – Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.

• Infus emergensi. – Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.

Penanganan Edem Paru • Nitrogliserin sublingual atau intravena – Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10 menit – Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.

• Morfin sulfat – 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit – total dosis 15 mg> pemberian ini bertujuan untuk menenangkan pasien

• Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus – followed by continuous I.V. – infusion doses of 10-40 mg/hour – If urine output is <1 mL/kg/hour, double as necessary to a maximum of 80-160 mg/hour.

• Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : – Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik

Drug Vasodilators Fenoldopam

Hydralazine

Dose range

Adverse effects¶

RoleΔ

Initially 0.1 mcg/kg per minute◊ Tachycardia, headache, nausea, as IV infusion titrated to a flushing maximum of 1.6 mcg/kg per minute

Most hypertensive emergencies. Use caution or avoid with glaucoma or increased intracranial pressure.

10 to 20 mg IV

Sudden precipitous drop in blood pressure, tachycardia, flushing, headache, vomiting, aggravation of angina

In general, hydralazine should be avoided due to its prolonged and unpredictable hypotensive effect. Labetalol and nicardipine are generally preferred choices for treatment of eclampsia.

10 to 20 mg IM (40 mg maximum per labeling)

Nicardipine

5 to 15 mg/hour as IV infusion. Some patients may require up to 30 mg/hour.

Tachycardia, headache, dizziness, nausea, flushing, local phlebitis, edema

Most hypertensive emergencies, including pregnancy induced. Avoid use in acute heart failure. Caution with coronary ischemia.

Nitroglycerin (glyceryl trinitrate)

5 to 100 mcg/minute as IV infusion

Hypoxemia, tachycardia (reflex sympathetic activation), headache, vomiting, flushing, methemoglobinemia, tolerance with prolonged use

Potential adjunct to other IV antihypertensive therapy in patients with coronary ischemia (ACS) or acute pulmonary edema.

Nitroprusside

0.25 to 10 mcg/kg per minute as IV infusion.

Elevated intracranial pressure, decreased cerebral blood flow, reduced coronary blood flow in CAD, cyanide and thiocyanate toxicity, nausea, vomiting, muscle spasm, flushing, sweating

In general, nitroprusside should be avoided due to its toxicity. Nitroprusside should be avoided in patients with AMI, CAD, CVA, elevated intracranial pressure, renal impairment, or hepatic impairment.

Drug

Dose range

Adverse effects¶

RoleΔ

Adrenergic inhibitors Esmolol

250 to 500 mcg/kg loading dose over one minute; then initiate IV infusion at 25 to 50 mcg/kg per minute; titrate incrementally up to maximum of 300 mcg/kg per minute

Nausea, flushing, bronchospasm, Perioperative hypertension. first-degree heart block, infusion-site Avoid use in acute pain; half-life prolonged in setting of decompensated heart failure. anemia

Labetalol

Initial bolus of 20 mg IV followed by Nausea/vomiting, paresthesias (eg, 20 to 80 mg IV bolus every 10 scalp tingling), bronchospasm, minutes (maximum 300 mg) dizziness, nausea, heart block or 0.5 to 2 mg/minute as IV loading infusion following an initial 20 mg IV bolus (maximum 300 mg)

Most hypertensive emergencies including myocardial ischemia, hypertensive encephalopathy, pregnancy, and postoperative hypertension. Avoid use in acute decompensated heart failure. Use cautiously in obstructive or reactive airway.

Metoprolol

Initially 1.25 to 5 mg IV followed by 2.5 to 15 mg IV every three to six hours

Myocardial ischemia, perioperative hypertension. Avoid use in acute decompensated heart failure.

Refer to labetalol

Soal No. 247 Seorang pria 45 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan perut terasa berdenyut sejak 1 tahun. Pasien mengatakan perut berdenyut hilang timbul dan 1 bulan terakhir makin sering. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suara bruit pada epigastrium tengah. Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut? A. B. C. D. E.

Congestive heart failure Aneurisma aorta Diseksio aorta Aneurisma torakal Penyakit jantung coroner

Soal No. 247 • Pasien diatas kemungkinan mengalami aneurisma aorta abdominal yang ditandai dengan adanya perut yang terasa berdenyut serta adanya suara bruit pada epigastrium tengah. • Aneurisma aorta abdominal merupakan penonjolan dari dinding lumen pembuluh darah aorta abdominal yang sewaktu-waktu dapat pecah. • Piihan A, akan ditemukan gejala sesak, edema tungkai atau asites. • Pilihan C, akan ditemukan gejala seperti nyeri pada dada seperti disobek. Biasanya terjadi pada cabang-cabang utama aorta dan jarang terjadi pada aorta abdominal. • Pilihan D, biasanya ditandai dengan nyeri pada dada • Pilihan E, ditandai dengan nyeri dada angina.

Abdominal Aorta Aneurysm (AAA) • Risk factors: – men older than 65 years – peripheral atherosclerotic vascular disease.

• Usually asymptomatic until they expand or rupture. • Expanding AAA signs and symptoms: – severe, constant low back, flank, abdominal, or groin pain. Syncope may be the chief complaint. – Physical exam: pulsatile abdominal mass (fewer than half of all cases)

• Ruptured AAA: – shock (cyanosis, mottling, altered mental status, tachycardia, hypotension), – pain due to ruptured AAA. – Patients may have normal vital signs in the presence of a ruptured AAA as a consequence of retroperitoneal containment of hematoma

Pemeriksaan Penunjang • USG – standard imaging technique for AAA

• Plain radiography – aortic wall calcification, seen less than half of the time

• Computed tomography (CT) and CT angiography (CTA) – This form of imaging is the main modality for defining and planning open or endovascular AAA repair; – CT offers certain advantages over ultrasonography in defining aortic size, rostral-caudal extent, involvement of visceral arteries, and extension into the suprarenal aorta

CT demonstrates abdominal aortic aneurysm (AAA). Aneurysm was noted during workup for back pain, and CT was ordered after AAA was identified on radiography. No evidence of rupture is seen.

Pemeriksaan Penunjang • Magnetic resonance imaging – This permits imaging of the aorta comparable to that obtained with CT and ultrasonography, without subjecting the patient to dye load or ionizing radiation

• Angiography – With the fine resolution afforded by CTA, conventional angiography is rarely indicated to define the anatomy

Tatalaksana • Surgical repair. The primary methods of AAA repair are as follows: – Open - This requires direct access to the aorta via a transperitoneal or retroperitoneal approach – Endovascular - This involves gaining access to the lumen of the abdominal aorta, usually via small incisions over the femoral vessels; an endograft, typically a polyester or Gore-Tex graft with a stent exoskeleton, is placed within the lumen of the AAA, extending distally into the iliac arteries

Soal No. 248 Pasien lakil-laki usia 56 tahun datang dengan riwayat batuk batuk terkadang disertai darah. Pasien mengatakan batuk darah sudah dirasakan sejak 6 bulan smrs. Pasien merupakan perokok berat dan sudah merokok sejak 30 tahun smrs. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 150/70 mmHg, HR 89x/mnt, RR 22x/mnt, dan suhu 37C. Pada pemeriksaan thoraks didapatkan dada barrel chest. Pada pemeriksaan foto rontgennya didapatkan gambaran sebagai berikut:

Apakah kemungkinan diagnosis pasien tersebut?

A. B. C. D. E.

Aspergilloma Abses paru Bullae paru TB paru Pneumonia

Soal No. 248 • Pasien diatas kemungkinan mengalami aspergiloma karena ditemukan adanya gambaran fungus ball pada kavitas di paru kanan. Adanya riwayat hemoptysis serta PPOK menunjukkan faktor risiko adanya kavitas yang sebelumnya sudah terbentuk dan kemudian diinfeksi oleh aspergillus. • Piihan B, akan ditemukan adanya gambaran air fluid level pada foto rontgen. • Pilihan C, akan ditemukan adanya kavitas tanpa vaskularisasi. • Pilihan D, akan ditemukan adanya infiltrate pada apeks paru. • Pilihan E, akan ditemukan adanya infiltrate pada parenkim paru.

Aspergilosis • Definisi – Aspergillosis refers to several forms of a broad range of illnesses caused by infection with Aspergillus species

• Etiologi – A. fumigatus is the usual cause. – A. Flavus is the second most important species, particularly in invasive disease of immunosuppressed patients and in lesions beginning in the nose and paranasal sinuses. A. niger can also cause invasive human infection.

• Faktor Risiko – The clinical syndrome depends on the underlying lung architecture, the host’s immune response, and the degree of inoculum. – Aspergillosis refers to several forms of a broad range of illnesses caused by infection with Aspergillus species

Aspergilloma (Fungus Ball) • In the absence of invasion or significant immune response, Aspergillus can colonize a preexisting cavity, causing pulmonary aspergilloma. • Forms masses of tangled hyphal elements, fibrin, and mucus. • Patients typically have a history of chronic lung disease, tuberculosis, sarcoidosis, or emphysema. • Manifests commonly as hemoptysis. • Many are asymptomatic

Pemeriksaan Lab dan Imaging • Sputum culture • Serum precipitating antibody

Gambar Pada soal Fungus Ball

Tatalaksana • Controversial and problematic; the optimal treatment strategy is unknown. • Up to 10% of aspergillomas may resolve clinically without overt pharmacologic or surgical intervention. • Observation for asymptomatic patients. • Surgical resection/arterial embolization for those patients with severe hemoptysis or life-threatening hemorrhage. • For those patients at risk for marked hemoptysis with inadequate pulmonary reserve,consider itraconazole 200 to 400 mg/day PO.

Soal No. 249 Seorang pasien laki-laki berusia 55 tahun datang dengan keluhan pingsan. Pingsan dirasakan 4 kali dalam 1 bulan. Setelah pingsan pasien sadar kembali, tidak ada kelemahan pada anggota gerak. Riwayat stroke dan DM disangkal pasien. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan GDS normal. Saat dilakukan pemeriksaan, tekanan darah pada tangan kanan dan tangan pasien berbeda 20 mmHg. Kemungkinan diagnosis pasien tersebut adalah… A. B. C. D. E.

Transient Ischemic Attack Vasovagal syncope Subclavian Steal Syndrome Reversible Ischemic Neurological Deficit Hipoglikemia

Soal No. 249 • Pasien diatas kemungkinan mengalami subclavian steal syndrome yang ditandai dengan adanya pingsan, tanpa adanya kelemahan anggota gerak. Adanya pemeriksaan fisik berupa perbedaan tekanan darah antara kiri dan kanan yang lebih dari 10 mmHg mengkonfirmasi diagnosis ini. • Piihan A, ditandai dengan adanya deficit neurologis yang membaik dalam waktu 24 jam. • Pilihan B, ditandai dengan pingsan yang dipicu akibat rasa takut, stress emosional atau nyeri. • Pilihan D, deficit neurologis yang terjadi lebih dari 24 jam dan akan membaik dalam waktu 72 jam . • Pilihan E, ditandai dengan penurunan kadar GDS.

Subclavian Steal Syndrome Definisi occlusion or severe stenosis of the proximal subclavian artery leading to decreased antegrade flow or retrograde flow in the ipsilateral vertebral artery and neurologic symptoms referable to the posterior circulation. Etiologi • Atherosclerosis • Arteritis (Takayasu’s disease and temporal arteritis)

Subclavian Steal Syndrome

Manifestasi Klinis • • •

Many patients are asymptomatic. Upper-extremity ischemic symptoms: fatigue, exercise-related aching, coolness, numbness of the involved upper extremity. Neurologic symptoms are reported by 25% of patients with known unilateral subclavian steal. These include brief spells of: – – – – – –



• • •

Vertigo syncope Diplopia Decreased vision Oscillopsia Gait unsteadiness

These spells are only occasionally provoked by exercising the ischemic upper extremity (classic subclavian steal). Left subclavian steal is more common than right, but the latter is more serious. Posterior circulation stroke related to subclavian steal is rare. Innominate artery stenosis can cause decreased right carotid artery flow and cerebrovascular symptoms of the anterior cerebral circulation, but this is uncommon.

Pemeriksaan Fisik • Physical findings: – Delayed and smaller volume pulse (wrist or antecubital) in the affected upper extremity – Lower blood pressure in the affected upper extremity – Supraclavicular bruit

• Pemeriksaan penunjang : – Noninvasive upper-extremity arterial flow studies – Doppler sonography of the vertebral, subclavian, and innominate arteries – Arteriography, magnetic resonance arteriogram

Soal No. 250 Tn. Orlando Campano, 55 tahun, datang ke Rumah sakit dengan keluhan sesak sejak 1 minggu terakhir, sesak semakin berat saat aktifitas. Keluhan disertai batuk berdahak kekuningan. Pasien seorang perokok aktif selama 20 tahun terakhir, pasien menghabiskan 2 bungkus rokok sehari. Pasien sudah pernah sakit seperti ini sebelumnya Dari pemeriksaan klinis didapatkan Tekanan darah 110/80 mmHg, denyut nadi 84 x/menit, frekuensi nafas 30 x/menit, suhu 37oC. pada pemeriksaan fisik didapatkan bibir sianosis dan pemeriksaan pulmo didapatkan suara tambahan wheezing dan ekspirasi memanjang, bentuk dada barrel chest. Pada pemeriksaan spirometri didapatkan PPOK FEV1/FVC <70%, FEV1 60 %. Apakah derajat PPOK pasien tersebut? A. B. C. D. E.

Mild Moderate Severe Very Severe Extremely severe

Soal No. 250 • Pasien diatas kemungkinan mengalami PPOK karena ditemukan sesak, batuk berdahak dan riwayat merokok lama. Adanya hasil pemeriksaan fisik berupa sianosis, wheezing dan dada barrel chest semakin menguatkan diagnosis ke arah PPOK. Adanya hasil spirometeri FEV1/FVC < 70% menunjang ke arah kelainan obstruktif. FEV 1 60% menunjukkan bahwa derajat PPOK pasien adalah derajat sedang. • Piihan A, FEV1 >80% prediksi. • Pilihan C, 30% < FEV1 < 50% prediksi. • Pilihan D, FEV1 <30% prediksi. • Pilihan E, tidak ada klasifikasi ini.

PPOK (klasifikasi) Dalam penilaian derajat PPOK diperlukan beberapa penilaian seperti • Penilaian gejala dengan menggunakan kuesioner COPD Assesment Test (CAT) serta The modified British Medical Research Council (mMRC) untuk menilai sesak nafas; • Penilaian derajat keterbatasan aliran udara dengan spirometri – – – –

GOLD 1: Ringan: FEV1 >80% prediksi GOLD 2: Sedang: 50% < FEV1 < 80% prediksi GOLD 3: Berat: 30% < FEV1 < 50% prediksi GOLD 4: Sangat Berat: FEV1 <30% prediksi

• Penilaian risiko eksaserbasi

Soal No. 251 Pasien laki-laki berusia 48 tahun dibawa ke IGD karena tidak sadarkan diri. Nadi tidak teraba. Pasien Sudah di RJP, ETT, IV line dan injeksi epinefrin 1mg. Pada pemeriksaan EKG didapatkan gambaran sebagai berikut.

Apakah tindakan selanjutnya yang akan dilakukan? A. Defebrilasi 200 J bifasik B. Synchronized cardioversion 100 J C. Injeksi epinefrin 1mg/kg D. Injeksi digoxin 2,5 E. kardioversi 200 J

Soal No. 251 • Pasien diatas kemungkinan mengalami henti jantung karena tidak sadar dan nadi tidak teraba. • Pada gambaran EKG didapatkan gambaran VT monomorfik yang termasuk ke dalam gelombang yang shockable sehingga tatalaksana yang tepat adalah dengan defibrilasi 200 J bifasik.

Ventrikular Takikardia/VT Berdasarkan morfologinya terbagi 2: • VT monomorfik Kompleks QRS sama dari segi bentuk dan juga amplitudo.

• VT polimorfik Kompleks QRS bervariasi dari segi bentuk dan juga amplitudo, ex : torsades de pointes, bidirectional vetricular tachycardia

VT Monomorfik

Gambar pada Soal

Kompleks QRS Lebar (> 0,12 detik) Gel P tidk ada

VT Polimorfik

Soal No. 252 Seorang laki-laki berusia 50 tahun datang ke IGD dengan penurunan kesadaran. Setelah dilakukan pemeriksaan nadi tidak teraba. Dilakukan pemeriksaan EKG ditemukan gambaran sebagai berikut

Diagnosis dan tatalaksana pasien tersebut adalah… A. VT + defibrilasi B. VF + kardioversi C. Asistol + defibrilasi D. PEA + adrenalin E. Bradikardia + sulfas Atropine

Soal No. 252 • Pasien diatas kemungkinan mengalami henti jantung yang ditandai dengan penurunan kesadaran dan nadi yang tidak teraba. • Pada gambaran EKG ditemukan irama PEA (pulseless electrical activity) yang termasuk ke dalam irama non shockable dan tatalaksana selanjutnya adalah dengan melanjutkan RJP dan pemberian obat adrenalin.

Gambar pada Soal

Soal No. 253 Seorang wanita 70 tahun ke puskesmas untuk kontrol hipertensi yang diidap 10 tahun terakhir. Saat ini pasien tidak ada keluhan. Pasien rutin minum obat hipertensi dan kontrol di puskesmas tiap bulan. Hasil EKG saat ini:

Tatalaksana yang paling tepat adalah… A. Verapamil B. Rujuk RS untuk treadmill test C. Rujuk RS untuk echocardiography D. Rujuk RS untuk kardioversi E. Digoksin

Soal No. 253 • Pasien diatas kemungkinan mengalami kelainan EKG berupa VES. • Pada pasien dengan VES perlu disingkirkan adanya kemungkinan kelainan structural jantung, jika tidak ada maka VES biasanya benign dan memiliki prognosis yang baik.

PVC/VES

• PVCs are ectopic impulses originating from an area distal to the His Purkinje system. • Most common ventricular arrhythmia. • Significance of PVCs is interpreted in the context of the underlying cardiac condition. • Ventricular ectopy leading to ventricular tachycardia (VT), which, in turn, can degenerate into ventricular fibrillation, is one of the common mechanisms for sudden cardiac death. • The treatment paradigm in the 1970s and 1980s was to eliminate PVCs in patients after myocardial infarction (MI).

PVC Pathophysiology • Three common mechanisms exist for PVCs: • Automaticity : The development of a new site of depolarization in non-nodal ventricular tissue. • Reentry circuit : Reentry typically occurs when slow conducting tissue (post-infarction myocardium) is present adjacent to normal tissue. • Triggered activity : After depolarization can occur either during (early) or after (late) completion of repolarization. .

Etiologi Cardiac Causes • Acute myocardial infarction • Valvular heart disease, especially mitral valve • prolapse • Cardiomyopathy (ischemic, dilated, hypertrophic, • infiltrative) • Myocardial stretch • Cardiac contusion • Bradycardia • Tachycardia (highcatecholamine state)

Non-cardiac Causes • Electrolyte disturbances (hypokalemia, hypomagnesemia, or hypercalcemia) • Medications (eg, digoxin, tricyclic antidepressants, aminophylline, amitriptyline, pseudoephedrine, fluoxetine) • Other drugs (eg, cocaine, amphetamines, caffeine, alcohol) • Anesthetics • Surgery • Infection • Stress

PVC Clinical Presentation Physical Examination • Variable or decreased intensity of heart • Palpitations sounds. • Lightheadedness • The augmented beat following a dropped beat (pause) heard frequently. • Fatigue • The follow-up beat after a VPC is • Sustained stronger due to the post-extra systolic tachycardia is not compensatory pause, allowing greater uncommon left ventricular (LV) filling, causing greater intensity of that beat. • True syncope is infrequently seen • Conversely, the VPC itself may be underperfused and consequently not perceived by radial pulse, resulting in a spurious documentation of bradycardia

PVC Classification • PVCs may be uniform (same form) or multiform (different forms). • Classification according to frequency:  Frequent - 10 or more PVCs per hour (by Holter monitoring) or 6 or more per minute  Occasional - Fewer than 10 PVCs per hour or fewer than 6 per minute • Classification according to relationship to normal beats:  Bigeminy - Paired complexes, VPC alternating with a normal beat  Trigeminy - VPC occurring every third beat (2 sinus beats followed by VPC)  Quadrigeminy - VPC occurring every fourth beat (VPC following 3 normal beats)  Couplet - 2 consecutive PVCs

Gambar Pada Soal

VES

Evaluasi • focus on documenting their presence or absence with an electrocardiogram (ECG) or some form of ambulatory cardiac monitoring. • Once VPBs have been identified, an additional evaluation should be performed focusing on the presence or absence of underlying structural heart disease.

Evaluasi For patients in whom otherwise unexplained VPBs have been identified, the following evaluation should be performed: • 24-hour ambulatory (Holter) monitor to quantify the frequency of VPBs and determine if they are monomorphic or multimorphic. • Echocardiography to assess cardiac structure and function. • Exercise treadmill stress test to evaluate the response of the VPBs to exercise, determine the VPB morphology, determine if sustained or nonsustained ventricular tachycardia (VT) can be induced with exercise, as well as to screen for underlying ischemia.

Tatalaksana Absence of structural heart disease  Asymptomatic = require no therapy.  Symptomatic PVCs = patient education and reassurance, avoidance of aggravating factors , and anxiolytic drugs if needed  Beta-blockers and non-dihydropyridine calcium channel blockers  Anti-arrhythmic therapy is only used to prevent symptoms. Presence of underlying heart disease  Treatment of transient ischemia.  Optimal treatment for congestive heart failure (CHF), CAD, or both should be instituted.  Maintain electrolyte balance.  Blood pressure control

Soal No. 254 Seorang laki-laki berusia 50 tahun datang dengan keluhan berdebat debar sejak 2 jam yang lalu, Pasien mengatakan memiliki riwayat hipertensi dan tidak minum obat secara rutin. Dari hasil pemeriksaan fisik tanda tanda vital TD : 160/100, HR : 140x/menit, RR : 26x/menit. Pada gambaran EKG didapatkan gambaran sebagai berikut:

Apa diagnosis yang tepat? A. Atrial Fibrilasi dan RBBB B. Atrial fibrilasi dan LBBB C. Sinus bradikardi dan RBBB D. SVT dan RBBB E. SVT dan LBBB

Soal No. 254 • Pasien diatas kemungkinan mengalami takiaritmia berupa atrial fibrilasi karena ditemukan adanya gambaran EKG berupa QRS sempit tanpa adanya gelombang P yang jelas. • Pada lead V2 ditemukan adanya gelombang RSR’ yang menandakan pada pasien juga terjadi RBBB. • Piihan B, pada LBBB akan ditemukan gel RSR’ pada lead V5 atau V6. • Pilihan C, akan ditemukan HR < 60x/menit. • Pilihan D dan E, pada SVT akan ditemukan gambaran takiaritmia tanpa gelombang p yang jelas.

ATRIAL FIBRILASI

Etiologi • Fibrillation is presumed to be caused by multiple wandering wavelets, usually originating from the pulmonary veins. Both reentrant and focal mechanisms have been proposed. • Vascular causes: hypertensive heart disease Valvular heart disease • Pulmonary causes: pulmonary embolism, chronic obstructive pulmonary disease, obstructive sleep apnea, carbon monoxide poisoning • Structural cardiac disease: hypertrophic cardiomyopathy, congestive heart failure, coronary artery disease, myocardial infarction, congenital heart disease (especially those that lead to atrial enlargement such as atrial septal defect) • Pericarditis and myocarditis • Arrhythmias: atrial tachycardias and atrial flutters have been associated with atrial fibrillation, as has Wolff-Parkinson-White syndrome • Endocrine: thyrotoxicosis, hyperthyroidism or subclinical hyperthyroidism, pheochromocytoma, obesity

Etiologi • Surgery: both cardiac and noncardiac • Electrolytes: hypokalemia, hypomagnesemia • Systemic stress: fever, anemia, hypoxia, sepsis, infections (e.g., pneumonia) • Medications/toxins: digitalis, adenosine, theophylline, amphetamines, cocaine, antihista mines, alcohol abuse and/or withdrawal, caffeine, steroidal antiinflammatory drugs (SAIDs) • Frequency of vigorous exercise is associated with an increased risk of developing AF in young men and joggers • Porphyrias have been associated with autonomic dysfunction and increased risk of AF • Patients with metabolic syndrome, excessive vitamin D intake, or excessive niacin intak have a higher risk of AF

Atrial flutter

Atrial fibrilasi

Ventricular tachycardia: The rate >100 bpm Broad QRS complex (>120 ms) Regular or may be slightly irregular

Atrial Fibrilasi • AF berpotensi berbahaya karena: 1. HR yang terlalu cepat menurunkan preload sehingga curah jantung

menurun, 2. Kontraksi atrium yang ireguler mengakibatkan stasis di atrium  trombus  embolisasi.

• Klasifikasi AF: – Paroksismal: • Episode < 48 jam. • Sekitar 50% kembali normal dalam 24 jam. – Persisten: • Episode 48 jam s.d. 7 hari • Diperlukan kardioversi untuk kembali ke irama sinus – Kronik/permanen • Berlangsung lebih dari 7 hari • Dengan kardioversi pun sulit kembali ke irama sinus. The only ECG book you ever need.

Atrial Fibrilasi • AF – Slow ventricular response – Rate QRS < 60 bpm

• AF – Normal ventricular response – Rate QRS 60 – 100 bpm

• AF – Rapid ventricular response – Rate QRS > 100bpm

Pemeriksaan Fisik • Clinical presentation is variable: – – – – – – – –

Palpitations, dizziness, or lightheadedness Fatigue, weakness, or impaired exercise tolerance Angina Dyspnea Some patients are asymptomatic Cardiac auscultation revealing irregularly irregular rhythm Thromboembolic phenomenon such as stroke Pulsus defsit, dimana terdapat selisih jumlah nadi yang teraba dengan auskultasi laju jantung dapat ditemukan pada pasien FA.

Pulsus Defisit • It is the difference between the heart rate and the pulse rate, when counted simultaneously for one full minute. Interpretation : – More than 10 beat per min : atrial Fibrillation – Pulse deficit Less than 10: MAT /

Atrial Fibrilasi • Prinsip tatalaksana AF: 1. Pengontrolan laju irama jantung, • Target 60-80 x/menit saat istirahat, 90-115 kali/menit saat aktivitas.

2. Pengembalian ke irama sinus (kardioversi), • Kardioversi farmakologis – Pasien AF episode pertama tanpa gangguan hemodinamik bermakna tidak perlu terapi spesifik. – Pasien AF persisten rekuren dengan gejala mengganggu diberikan antiaritmia.

• Electric cardioversion: – Untuk pasien tidak stabil (penurunan kesadaran, hipotensi, nyeri dada, sinkop), bifasik 120-200 J, monofasik 200 J.

3. Pencegahan tromboemboli • Warfarin diberikan untuk pasien dengan risiko tinggi terjadi stroke (usia >65, hipertensi, penyakit jantung reumatik, DM, CHF, riwayat stroke/TIA). Target INR of 2.0 to 3.0 Pathophysiology of Heart Disease.

Therapy The 2017 American Academy of Family Physicians updated guidelines on the pharmacologic management of newly diagnosed atrial fibrillation (AF) include the following recommendations for patients with AF : • Rate control is preferred to rhythm control for most patients with AF, with preferred rate-control options including non-dihydropyridine calcium channel blockers and beta-blockers. • Lenient rate control (< 110 beats per minute [bpm]) is preferred over strict rate control (< 80 bpm). • Clinicians should discuss stroke and bleeding risks with all patients considering anticoagulation, as well as consider using continuous CHADS2 or CHA2 DS2 -VASc for predicting stroke risk and HAS-BLED for prediction of bleeding risk. • Chronic anticoagulation (eg, warfarin, apixaban, dabigatran, edoxaban, rivaroxaban) is recommended unless patients have a low stroke risk (CHADS2< 2) or have specific contraindications.

Therapy • Digoxin is not a potent AV nodal blocking agent and has a potential for toxicity and therefore cannot be relied on for acute control of the ventricular response, but it may be used in conjunction with beta-blockers and calcium channel blockers. – However, it can be a useful adjunction to a betablocker in the hypotensive or heart failure patient, which is not infrequent. – When used, give 0.5 mg IV loading dose (slow) and then 0.25 mg IV 6 hr later.

Right Bundle Branch Block • RBBB – adanya hambatan konduksi pada Right Bundle Branch  depolarisasi ventrikel tertunda hingga ventrikel kiri telah terdepolarisasi sepenuhnya

Right Bundle Branch Block Etiologi • Normal variant in 0.2% of adults. • CAD  Acute anterior MI (occlusion of proximal LAD) • Pulmonary hypertension (COPD) • Acute pulmonary embolism • Congenital heart disease e.g. ASD, Ebstein’s anomaly • Rate dependent RBBB • Rare: Brugada syndrome

Right Bundle Branch Block

Kriteria Right Bundle Branch Block

• QRS duration ≥ 110ms • rSR’ pattern or notched R wave in V1 • Wide and slurred S wave in I and V6

Gambar pada Soal RBBB : RsR’ pada V2

Gambaran AF : Irama irregular, QRS sempit, Gel P tidak jelas

LBBB VS RBBB Left Bundle Branch Block (LBBB) Right bundle branch block (RBBB) indirect activation causes left ventricle contracts indirect activation causes right ventricle later than the right ventricle. contracts later than the left ventricle QS or rS complex in V1 - W-shaped RsR' wave in V6- M-shaped

Terminal R wave (rSR’) in V1 - M-shaped Slurred S wave in V6 - W-shaped

Mnemonic: WILLIAM

Mnemonic: MARROW

Soal No. 255 Seorang laki-laki berusia 55 tahun datang ke IGD dengan dengan keluhan jantung berdebar-debar sejak 6 jam smrs. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 150x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C.

Diagnosa pasien tersebut adalah…. A. SVT B. Atrial Flutter C. Atrial Fibrilasi D. NSTEMI E. VES

Soal No. 255 • Pasien diatas kemungkinan mengalami takiaritmia yang pada gambaran EKG sesuai dengan SVT. • Pada SVT didapatkan komplekss QRS yang sempit dan gel P yang tidak jelas. • Piihan B, akan ditemukan gambaran gigi gergaji. • Pilihan C, irama tidak teratur dan tidak ditemukan gelombang P yang jelas. • Pilihan D, akan ditemukan gambaran ST depresi. • Pilihan E, akan ditemukan gelombang QRS yang lebar.

SVT

Lilly. Pathophysiology of heart disease.

Atrial flutter

Atrial fibrilasi

Ventricular tachycardia: The rate >100 bpm Broad QRS complex (>120 ms) Regular or may be slightly irregular

Takikardi Supraventrikular

Gambar pada Soal

Soal No. 256 Seorang pria 46 Tahun datang ke IGD dengan penurunan kesadaran. Pada pemeriksaan fisik dijumpai TD 160/90 mmHg, HR 110 x/mnt, RR 25x/mnt, suhu 37C. Pada pemeriksaan EKG didapatkan gambaran sebagai berikut:

Tatalaksana pada kasus diatas adalah… A. Defibrilasi B. RJP C. Amiodaron D. Epineprin E. Kardioversi

Soal No. 256 • Pasien diatas kemungkinan mengalami takiaritmia yang tidak stabil yang ditandai dengan adanya penurunan kesadaran. Pada gambaran EKG ditemukan gambaran VT polimorfik atau yang dikenal dengan gelombang torsades de pointes sehingga tatalaksana yang benar adalah dengan defibrilasi. • Piihan B, dilakukan pada pasien dengan henti jantung. • Pilihan C, dapat diberikan pada pasien dengan takiaritmia yang stabil • Pilihan D, diberikan pada pasien dengan henti jantung. • Pilihan E, diberikan pada pasien dengan takiaritmia yang tidak stabil dengan irama QRS sempit regular, QRS sempit irregular dan QRS lebar irregular.

VT Polimorfik Torsades de pointes / TdP •

Clinical Significance  TdP seringkali singkat dan dapat hilang dgn sendirinya namun dapat berhubungan dgn ketidakstabilan hemodinamik dan pingsan.  TdP dapat berubah menjadi VF.  Pemanjangan QT dpt terjadi karena efek obat , gangguan elektrolit atau kondisi medis lain  dapat menjadi TdP.



Gambaran EKG  Wide QRS Complex Tachycardia  Mempunyai morfologi, durasi, dan aksis gelombang QRS yang berubahubah  Khas Torsades De Pointes, yakni Selama periode VT terdapat " Twist" atau periode seperti isoelektrik line. Tidak adanya Twist tidak menghilangkan diagnosis TdP  Ada Pemanjangan Interval QT Sebelumnya

VT Polimorfik

Gambar pada Soal

Amplitudo yg berubah-ubah

Amplitudo yg berubah-ubah

Soal No. 257 Seorang wanita 39 tahun datang dengan keluhan tidak bisa buang air kecil sejak 1 hari lalu. Pasien memiliki riwayat ca ovarium sejak 4 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 37C. Hasil pemeriksaan lab diapatkan ureum 191; creatinin 2,6. Pemeriksaan USG didapatkan hidronefrosis bilateral. Diagnosis yang tepat adalah… A. B. C. D. E.

Glomerulonefritis akut AKI pre renal AKI renal AKI post renal Sindroma nefrotik

Soal No. 257 • Pasien diatas kemungkinan mengalami AKI yang ditandai dengan tidak ada BAK sejak 1 hari serta peningkatan kadar ureum dan creatinine. • Adanya faktor risiko berupa Ca ovarium dan hidronefrosis bilateral menunjukkan bahwa penyebab AKI dari pasien ini adalah post renal. • Piihan A, ditandai dengan hematuria makroskopik. • Pilihan B, disebabkan oleh syok hipovolemik. • Pilihan C, dapat disebabkan oleh ATN, AIN atau glomerulonephritis. • Pilihan E, ditandai dengan edema anasarka dan proteinuria massif.

GAGAL GINJAL AKUT

Kidney International Supplements (2012) 2, 8–12; doi:10.1038/kisup.2012.7

Gambar 11. Klasifikasi GGA menurut RIFLE dan AKIN (Sumber: Cruz,N.D.,et al, 2009. Critical Care 13:211).



Klasifikasi Klasifikasi interdisipliner internasional yang pertama kali untuk GGA adalah kriteria RIFLE yang diajukan oleh The Acute Dialysis Quality Initiative (ADQI). Kemudian ada upaya dari kelompok Acute Kidney Injury Network (AKIN) untuk mempertajam kriteria RIFLE sehingga lebih awal dikenali.

Acute Kidney Injury

GGA prerenal (~55%)

GGA renal (~40%)

GGA postrenal (~5%)

• disebabkan oleh berbagai kondisi yang menimbulkan hipoperfusi ginjal → penurunan fungsi ginjal tanpa ada kerusakan parenkim yang berarti. • Kerusakan langsung pada parenkim ginjal. Proses inflamasi memegang peranan penting pada patofisiologi GGA yang terjadi karena iskemia.. • Obstruksi renovaskular • Penyakit pada glomerulus atau pembuluh darah • Nekrosis tubular akut • Nefritis interstitial • Obstruksi intratubular

• Gangguan yang berhubungan dengan obstruksi saluran kemih. • Obstruksi ureter • Obstruksi leher vesica urinaria • Obstruksi urethra

Terapi Spesifik : GGA Prerenal • Pemberian terapi cairan pengganti harus disesuaikan dengan kondisi pasien. • Pilihan cairan: • Larutan Ringer Laktat (pilihan utama), larutan NaCL (berpotensi menimbulkan asidosis hiperkloremik).

• Dosis: • Pada pemberian awal →bolus cepat 1-2 liter pada dewasa dan 20 ml/kg BB pada anak→ nilai respon untuk memutuskan penanganan lanjutannya • Perhitungan jumlah total volume kristaloid yang dibutuhkan dikenal dengan 3 for 1 rule → mengganti setiap mililiter darah yang hilang dengan 3 ml kristaloid.

• Obat-obatan: • Pasien gagal jantung → agen inotropik, penurun preload dan afterload, antiaritmia, atau tindakan invasif seperti intraaortic ballon pumps • Selama pemberian terapi cairan, dokter harus memperhatikan timbulnya ascites dan edema paru.

Terapi Spesifik GGA renal (~40%) • NTA iskemik • Pengembalian perfusi renal dilakukan dengan pemberian resusitasi cairan dan agen vasopressor.

• NTA nefrotoksik • Eliminasi agen nefrotoksiknya, juga dapat diberikan penanganan spesifik untuk toksinnya, misalnya forced alkaline diuresis dilakukan untuk rabdomiolisis, dan allopurinol/rasburicase untuk sindrom lisis tumor.

• Glukokortikoid dan agen imunosupresan lainnya dapat diberikan pada GGA renal yang lain seperti pada glomerulonefritis akut, vaskulitis renal, dan nefritis intersititial alergik. GGA postrenal (~5%) • Menghilangkan obstruksi

Terapi Pengganti Ginjal •

Indikasi memulai terapi pengganti ginjal pada GGA:         

Oligouria: urine output<200 cc/ 12 jam Anuria: urine output<50 cc/ 12 jam Hiperkalemia: K+>6,5 mmol/L Asidemia berat: pH <7 Azotemia: kadar urea >30 mmol/L Ensefalopati uremikum Neuropati/miopati uremikum Perikarditis uremikum Natrium abnormalitas plasma: Na+>155 mmol/L atau <120 mmol/L  Hipertermia  Keracunan obat

Soal No. 258 Pasien laki-laki datang ke IGD Rumah Sakit dengan keluhan nyeri panas terbakar saat kencing. Setelah melakukan pemeriksaan dokter jaga mendiagnosa awal pasien dengan pyelonephritis dengan penyebab E.Coli. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 38C. Dokter memutuskan untuk merawatinapkan pasien. Antibiotik apakah yang tepat diberikan kepada pasien ? A. B. C. D. E.

Moxifloxacin Penicillin G Ceftriaxone Kloramfenikol Amoksisilin

Soal No. 258 • Pasien diatas kemungkinan mengalami ISK yang ditandai dengan rasa panas saat kencing. Pasien kemudian didiagnosis dengan pyelonephritis. • Untuk ISK yang dirawat inap pilihan antibiotic adalah ceftriaxone, golongan quinolone, extended-spectrum penicillins, carbapenems, atau aminoglycosida.

Pyelonefritis • Uncomplicated Pyelonephritis – Mild to moderate cases – Severe cases

• Complicated Pyelonephritis – Infection associated with a condition, such as a structural or functional abnormality of the genitourinary tract, or the presence of an underlying disease, which increase the risk of a more serious outcome than expected from UTI

Pyelonefritis • Indikasi Absolut Rawat Inap – Muntah persisten – Infeksi progresif – Tersangka sepsis – Diagnosis belum pasti – Obstruksi saluran kemih

• Indikasi Relatif Rawat Inap • Usia > 60 tahun • Abnormalitas saluran kemih • Imunokompromais • Akses follow up kurang adekuat • Dukungan social kurang

Pielonefritis akut

Pielonefritis

• • • •

Untuk pasien dengan respons yang cepat (demam & gejala hilang di awal terapi), terapi dapat dibatasi selama 7-10 hari. Pada laki-laki muda (< 35 tahun), sebaiknya fluoroquinolone diteruskan hingga 14 hari. Karena risiko aktivitas seksual lebih aktif. Pada beberapa penelitian pemberian golongan β-lactam kurang dari 14 hari berkaitan dengan angka kegagalan yang tinggi. Satu penelitian menunjukkan keunggulan siprofloksasin selama 7 hari dibandingkan TMP-SMX selama 14 hari. Comprehensive cllinicall nephrology. 5th ed. 2015

Severe Uncomplicated Pyelonephritis • Terapi antibiotic IV dahulu, setelah perbaikan dapat diganti antibiotic oral hingga total pengobatan selama 1-2 minggu

Complicated Pyelonephritis

• Antibiotik IV durasi 7-14 hari

Soal No. 259 Seorang laki-laki berusia 45 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan batuk sejak 3 minggu yang lalu. Keluhan disertai dahak warna kuning, kadang adasedikit bercak darah, berat badan menurun 3 kg dalam 1 bulan, nafsu makan turun, kadang ada deman malam hari, dan didapatkan keringat malam. Pasientidak pernah mendapatkan terapi. Dari pemeriksaan fisik didapatkan berat badan 53 kg, tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 78 x/menit, frekuensi napas20x/menit, suhu 37°C. Hasil pemeriksaaan dada didapatkan ronchi +/-lapangan atas paru, whezing +/-, pemeriksaan jantung dalam batas normal. Kapankah monitoring hapusan dahak pasien dilakukan? A. B. C. D.

E.

Pada tahap akhir intensif(AI}, akhir sisipan (AS), akhir pengobatan (AP) Pada tahap akhir intensif(AI}, akhir sisipan (AS), 1 buIan sebelum akhir pengobatan (AP-1) Pada tahapakhir intensif(AI}, 1 bulan sebelum akhir pengobatan (AP-1}, akhir pengobatan (AP} Pada tahap akhir sisipan (AS},1buIan sebelum akhir pengobatan (AP-1), akhir pengobatan (AP) Pada tahap 1 bulan sebelum akhir pengobatan (AP-1), akhir pengobatan (AP

Soal No. 259 • Pasien diatas kemungkinan mengalami TB paru dan akan diberikan terapi OAT. • Monitoring pemeriksaan BTA biasanya dilakukan pada akhir tahap intensif, 1 bulan sebelum akhir pengobatan dan pada akhir pengobatan.

Alur Diagnosis TB Dan TB Resistan Obat Di Indonesia

Tuberculosis

Terduga TB

Pasien baru, tidak ada riwayat pengobatan TB, tidak ada riwayat kontak erat dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (-) atau tidak diketahui status HIV nya

Pasien dengan riwayat pengobatan TB, pasien dengan riwayat kontak erat dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (+)

Pemeriksaan Klinis dan Pemeriksaan bakteriologis dengan Mikroskop atau Tes Cepat Molekuler (TCM)

Tidak memiliki akses untuk TCM TB

Memiliki akses untuk TCM TB

Pemeriksaan Mikroskopis BTA

Pemeriksaan TCM TB

(+ +) (+ -)

(- -)

MTB Pos, Rif Sensitive

Tidak bisa dirujuk

Foto Toraks

Gambaran Mendukung TB

TB Terkonfirmasi Bakteriologis

Terapi Antibiotika Non OAT

Tidak Mendukung TB; Bukan TB; Cari kemungkinan penyebab

Pengobatan TB Lini 1

Ada

Tidak Ada

MTB Pos, Rif Indeterminate

Ulangi pemeriksaan TCM

MTB Pos, Rif Resistance

TB RR

MTB Neg

Algoritma TB Nasional 2016

Foto Toraks

(Mengikuti alur yang sama dengan alur pada tambahan hasil Pemeriksaan pada semua pasien TB pemeriksaan Mulai Pengobatan TB RO; Lakukan yang terkonfirmasi baik secara bakteriologis mikrokopis BTA pemeriksaan Biakan dan Uji Kepekaan maupun negatif klinis (-adalah pemeriksaan HIV dan -) )

OAT Lini 1 dan Lini 2

gula darah. Pemeriksaan lain dilakukan sesuai indikasi misalnya fungsi hati, fungsi ginjal, dll)

(+ +) (+ -)

(- -)

MTB Pos, Rif Sensitive

Tidak bisa dirujuk

Foto Toraks

Gambaran Mendukung TB

Terapi Antibiotika Non OAT

Tidak Mendukung TB; Bukan TB; Cari kemungkinan penyebab penyakit lain

TB Terkonfirmasi Klinis

TB Terkonfirmasi Bakteriologis

Pengobatan TB Lini 1

Ada Perbaikan Klinis

Bukan TB; Cari kemungkinan penyebab penyakit lain

Pengobatan TB Lini 1

Tidak Ada Perbaikan Klinis, ada faktor risiko TB, dan atas pertimbangan dokter

MTB Pos, Rif Indeterminate

Ulangi pemeriksaan TCM

Tuberculosis MTB Neg

MTB Pos, Rif Resistance

Foto Toraks

TB RR

(Mengikuti alur yang sama dengan alur pada hasil pemeriksaan mikrokopis BTA negatif (- -) )

Mulai Pengobatan TB RO; Lakukan pemeriksaan Biakan dan Uji Kepekaan OAT Lini 1 dan Lini 2

TB RR; TB MDR

Lanjutkan Pengobatan TB RO

TB Pre XDR

TB XDR

Algoritma TB Nasional 2016

Pengobatan TB RO dengan Paduan Baru

TB Terkonfirmasi Klinis

Pemeriksaan tambahan pada semua pasien TB yang terkonfirmasi baik secara bakteriologis maupun klinis adalah pemeriksaan HIV dan gula darah. Pemeriksaan lain dilakukan sesuai indikasi misalnya fungsi hati, fungsi ginjal, dll)

Tuberkulosis

Soal No. 260 Seorang pasien usia 35 tahun datang dengan keluhan sesak nafas, nyaman pada posisi duduk membungkuk dan menolak untuk berbaring saat akan diperiksa. Pasien hanya bisa menjawab pertanyaan kata demi kata. Pada pemeriksaanfisik didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, frekuensi napas 32 x/menit, denyut nadi 124 x/menit, auskultasi paru ditemukan wheezing saat inspirasi dan ekspirasi. Apakah kriteria asma pada pasien tersebut? A. B. C. D. E.

Asma akut sedang Asma akut berat Life threatening asthma Asma persisten Asma akut ringan

Soal No. 260 • Pasien diatas kemungkinan mengalami asma eksaserbasi akut yang ditandai dengan sesak napas, membungkuk dan menolak pada saat akan diperiksa. • Adanya jawaban pertanyaan berupa kata demi kata, RR > 30x/mnt, HR > 120x/mnt dan wheezing pada inspirasi dan ekspirasi menunjukkan bahwa derajat serangan pasien adalah derajat berat. • Piihan A, ditandai dengan cara berbicara beberapa kata, RR 2030x/mnt dan HR 100-120x/mnt. • Pilihan C, ditandai dengan sianosis, penurunan kesadaran dan silent chest. • Pilihan D, asma persisten merupakan pembagian asma berdasarkan derajat kekerapannya. • Pilihan E, ditandai dengan cara berbicara berupa kalimat RR < 20x/mnt, HR< 100x/mnt.

ASMA • inflamasi kronik pada saluran nafas yang berhubungan dengan hiperreaktifitas saluran respirasi & keterbatasan aliran udara akibat adanya penyempitan bronchus yang bersifat reversibel. • Gejala klinis – kondisi stabil (steady-state)  keluhan batuk malam hari dan sesak nafas saat olahraga – saat serangan asma (asthma-attack exacerbation)  sesak berat dan ditandai dengan suara nafas mengi. P

Asma • Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca.

• Riwayat penyakit / gejala : – Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan – Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak – Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari – Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu – Respons terhadap pemberian bronkodilator

• Pemeriksaan Gold Standar  spirometri dengan kombinasi bronkodilator GINA 2017

Klasifikasi Asma Derajat Asma

Gejala

Intermitten

Gejala<1x/minggu, tanpa gejala diluar serangan, serangan singkat

Persisten Ringan

Gejala>1x/minggu tetapi <1x/hari, serangan dapat mengganggu aktivitas dan tidur

Persisten sedang

Gejala setiap hari, serangan mengganggu aktivitas dan tidur, membutuhkan bronkodilator setiap hari

Gejala terus menerus, sering Persisten berat kambuh, aktivitas fisik terbatas

Gejala malam

Faal paru

<2x sebulan

VEP>80% nilai prediksi APE> 80% nilai terbaik Variabilitas APE<20%,

>2x sebulan

VEP1>80% nilai prediksi, APE>80% nilai terbaik, variabilitas APE 20-30%

>1x seminggu

VEP1 60-80% nilai prediksi, APE 60-80% nilai terbaik, variabilitas APE > 30%

Sering

VEP 1 < 60% nilai prediksi, APE < 60% nilai terbaik, variabilitas APE > 30%

Klasifikasi Serangan Asma (PDPI 2004) Gejala dan tanda

Ringan

Sedang

Berat

Mengancam jiwa

Sesak napas

Berjalan

Berbicara

Istirahat

Posisi

Dapat tidur terlentang

Duduk

Duduk membungkuk

Cara berbicara

Kalimat, mungkin gelisah

Beberapa kata, gelisah

Kata demi kata, gelisah

Mengamuk, gelisah, kesadaran menurun

Frekuensi nafas Nadi Pulsus paradoksus

<20x/menit <100x/menit Tidak ada

20-30x/menit 100-120x/menit -/+ 10-20 mmHg

>30x/menit >120x/menit +>25 mmHg

Bradikardi

Otot bantu nafas dan retraksi

Tidak ada

Ada

Ada

Kelelahan otot, torakoabdominal paradoksal

Mengi

Akhir ekspirasi

Akhir ekspirasi

Inspirasi dan ekspirasi

Silent chest

APE

>80%

60-80%

<60%

PaO2

>80 mmHg

60-80 mmHg

< 60 mmHg

PaCO2

<45 mmHg

< 45 mmHg

>45 mmHg

SaO2

>95%

91-95%

<90%

Managing exacerbations in PRIMARY CARE PRIMARY CARE

Patient presents with acute or sub-acute asthma exacerbation

Is it asthma?

ASSESS the PATIENT

Risk factors for asthma-related death? Severity of exacerbation?

MILD or MODERATE

SEVERE

Talks in phrases, prefers sitting to lying, not agitated

Talks in words, sits hunched forwards, agitated

Respiratory rate increased

Respiratory rate >30/min

Accessory muscles not used

Accessory muscles in use

Pulse rate 100–120 bpm

Pulse rate >120 bpm

O2 saturation (on air) 90–95%

O2 saturation (on air) <90%

PEF >50% predicted or best

PEF ≤50% predicted or best

START TREATMENT

Controlled oxygen (if available): target saturation 93–95% (children: 94-98%)

GINA 2017, Box 4-3 (4/7)

Drowsy, confused or silent chest

URGENT

TRANSFER TO ACUTE CARE FACILITY

SABA 4–10 puffs by pMDI + spacer, repeat every 20 minutes for 1 hour Prednisolone: adults 1 mg/kg, max. 50 mg, children 1–2 mg/kg, max. 40 mg

LIFE-THREATENING

WORSENING

While waiting: give inhaled SABA and ipratropium bromide, O2, systemic corticosteroid

© Global Initiative for Asthma

START TREATMENT TRANSFER TO ACUTE CARE FACILITY

SABA 4–10 puffs by pMDI + spacer, repeat every 20 minutes for 1 hour Prednisolone: adults 1 mg/kg, max. 50 mg, children 1–2 mg/kg, max. 40 mg

WORSENING

Controlled oxygen (if available): target saturation 93–95% (children: 94-98%)

CONTINUE TREATMENT with SABA as needed ASSESS RESPONSE AT 1 HOUR (or earlier)

While waiting: give inhaled SABA and ipratropium bromide, O2, systemic corticosteroid

WORSENING

IMPROVING

ASSESS FOR DISCHARGE

ARRANGE at DISCHARGE

Symptoms improved, not needing SABA

Reliever: continue as needed

PEF improving, and >60-80% of personal best or predicted

Controller: start, or step up. Check inhaler technique, adherence

Oxygen saturation >94% room air

Prednisolone: continue, usually for 5–7 days (3-5 days for children)

Resources at home adequate

Follow up: within 2–7 days

FOLLOW UP Reliever: reduce to as-needed Controller: continue higher dose for short term (1–2 weeks) or long term (3 months), depending on background to exacerbation Risk factors: check and correct modifiable risk factors that may have contributed to exacerbation, including inhaler technique and adherence Action plan: Is it understood? Was it used appropriately? Does it need modification?

GINA 2017, Box 4-3 (7/7)

© Global Initiative for Asthma

Managing exacerbations in acute care settings INITIAL ASSESSMENT

Are any of the following present?

A: airway B: breathing C: circulation

Drowsiness, Confusion, Silent chest

NO YES

Further TRIAGE BY CLINICAL STATUS according to worst feature

Consult ICU, start SABA and O2, and prepare patient for intubation

MILD or MODERATE

SEVERE

Talks in phrases Prefers sitting to lying Not agitated Respiratory rate increased Accessory muscles not used Pulse rate 100–120 bpm O2 saturation (on air) 90–95% PEF >50% predicted or best

Talks in words Sits hunched forwards Agitated Respiratory rate >30/min Accessory muscles being used Pulse rate >120 bpm O2 saturation (on air) < 90% PEF ≤50% predicted or best

GINA 2017, Box 4-4 (2/4)

© Global Initiative for Asthma

MILD or MODERATE

SEVERE

Talks in phrases Prefers sitting to lying Not agitated Respiratory rate increased Accessory muscles not used Pulse rate 100–120 bpm O2 saturation (on air) 90–95% PEF >50% predicted or best

Talks in words Sits hunched forwards Agitated Respiratory rate >30/min Accessory muscles being used Pulse rate >120 bpm O2 saturation (on air) < 90% PEF ≤50% predicted or best

Short-acting beta2-agonists Consider ipratropium bromide Controlled O2 to maintain saturation 93–95% (children 94-98%) Oral corticosteroids

Short-acting beta2-agonists Ipratropium bromide Controlled O2 to maintain saturation 93–95% (children 94-98%) Oral or IV corticosteroids Consider IV magnesium Consider high dose ICS

GINA 2016, Box 4-4 (3/4)

Short-acting beta2-agonists

Short-acting beta2-agonists

Consider ipratropium bromide

Ipratropium bromide

Controlled O2 to maintain saturation 93–95% (children 94-98%)

Controlled O2 to maintain saturation 93–95% (children 94-98%)

Oral corticosteroids

Oral or IV corticosteroids Consider IV magnesium Consider high dose ICS

If continuing deterioration, treat as severe and re-assess for ICU ASSESS CLINICAL PROGRESS FREQUENTLY MEASURE LUNG FUNCTION in all patients one hour after initial treatment

FEV1 or PEF 60-80% of predicted or personal best and symptoms improved MODERATE Consider for discharge planning

GINA 2017, Box 4-4 (4/4)

FEV1 or PEF <60% of predicted or personal best,or lack of clinical response

SEVERE Continue treatment as above and reassess frequently

© Global Initiative for Asthma

Soal No. 261 Seorang laki-laki usia 35 tahun datang ke praktik doktor dengan keluhan batuk berdahak dan sesak sejak 3 hari yg lalu. Batuk disertai dahak yang mukoid. Pasien juga mengaku mengeluhkan demam dan sudah meminum obat paracetamol namun demam tidak hilang. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 38 C. Pemeriksaan fisik ronkhi seluruh lapangan paru, wheezing tidak dijumpai, perkusi redup pada lapangan paru bawah. Apakah terapi untuk pasien tsb? A. B. C. D. E.

Azitromisin Eritromisin Kanamisin Amoksisiin Ciprofloksasin

Soal No. 261 • Pasien diatas kemungkinan mengalami pneumonia yang ditandai dengan adanya batuk berdahak dan sesak akut, demam, dan pada PF ditemukan adanya ronchi pada seluruh lapang paru dan perkusi redup pada lapangan paru bawah. • Pada perhitungan skor CURB 65 dari pasien ini didapatkan skor 0 (Confusion -, Uremikum -, RR ≥ 30 -, BP < 90 mmHg -, dan usia ≥ 65 -)Rawat jalan • Pada pneumonia rawat jalan tatalaksana antibiotic adalah dengan – pemberian B lactam atau B lactam ditambah dengan anti B lactamase atau – makrolid baru seperti klaritromisin atau azitromisin.

Pneumonia • Diagnosis pneumonia komunitas: Infiltrat baru/infiltrat progresif + ≥2 gejala: 1. Batuk progresif 2. Perubahan karakter dahak/purulen 3. Suhu aksila ≥38 oC/riw. Demam 4. Fisis: tanda konsolidasi, napas bronkial, ronkhi 5. Lab: Leukositosis ≥10.000/leukopenia ≤4.500 • Gambaran radiologis: – Infiltrat sampai konsolidasi dengan “air bronchogram”, penyebaran bronkogenik & interstisial serta gambaran kaviti. – Air bronchogram: gambaran lusen pada bronkiolus yang tampak karena alveoli di sekitarnya menjadi opak akibat inflamasi.

Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.

Berdasarkan agen penyebab, pneumonia dibagi menjadi: – Pneumonia bakterial atau tipikal (terjadi pada semua usia) – Pneumonia atipikal (disebabkan Mycoplasma, Legionella dan Chlamydia) – Pneumonia virus – Pneumonia jamur (immunocompromised)

MIKROORGANISME PENYEBAB PNEUMONIA LOBARIS Cough, particularly cough productive of sputum, is the most consistent presenting symptom of bacterial pneumonia and may suggest a particular pathogen, as follows: • Streptococcus pneumoniae: Rust-colored sputum • Pseudomonas, Haemophilus, and pneumococcal species: May produce green sputum • Klebsiella species pneumonia: Red currant-jelly sputum • Anaerobic infections: Often produce foul-smelling or badtasting sputum http://emedicine.medscape.com/article/300157-overview

Tatalaksana Pneumonia

Pneumonia Severity Index (PSI)/ PORT score

• Indikasi rawat inap pneumonia komuniti (PDPI): – Skor PSI 70 – Skor PSI < 70 , tapi dijumpai salah satu kriteria ini: • Frekuensi napas > 30/menit • Pa02/FiO2 <250 mmHg • Foto toraks infiltrat multilobus • TD sistolik < 90 mmHg • TD diastolik < 60 mmHg

– Pneumonia pada pengguna NAPZA

Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2014.

Management

American Thoracic Society Guidelines for CAP.

Pneumonia Petunjuk terapi empiris menurut PDPI • Rawat jalan – Sebelumnya sehat atau tanpa riwayat antibiotik 3 bulan sebelumnya: • β laktam atau β laktam + anti β laktamase • Makrolid baru (klaritromisin, azitromisin)

– Dengan komorbid atau riwayat antibiotik 3 bulan sebelumnya: • Fluorokuinolon respirasi: levofloksasin 750 mg, moksifloksasin • β laktam + anti β laktamase • β laktam ditambah makrolid

• Rawat inap non-ICU – Fluorokuinolon respirasi: levofloksasin 750 mg, moksifloksasin – β laktam ditambah makrolid

• ICU, tanpa faktor risiko infeksi pseudomonas: β laktam ditambah makrolid baru atau fluorokuinolon respirasi IV Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2014.

Faktor Komorbid Pneumonia Faktor modifikasi pada terapi pneumonia: • Pneumokokus resisten terhadap penisilin – – – – –



Bakteri enterik Gram negatif – – – –



Umur lebih dari 65 tahun Memakai obat-obat golongan P laktam selama tiga bulan terakhir Pecandu alkohol Penyakit gangguan kekebalan Penyakit penyerta yang multipel Penghuni rumah jompo Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung paru Mempunyai kelainan penyakit yang multipel Riwayat pengobatan antibiotik

Pseudomonas aeruginosa – – – –

Bronkiektasis Pengobatan kortikosteroid > 10 mg/hari Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir Gizi kurang

Pasien

Keterangan

Rawat Jalan

Pasien yg sebelumnya sehat atau tanpa riwayat pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya : • Golongan β laktam atau β laktam ditambah anti β laktamase ATAU • Makrolid baru (Klaritromisin, azitromisin) Pasien dgn komorbid atau mempunyai riwayat pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya. • Florokuinolon respirasi (levofloksasin 750 mg, moksifloksasin) ATAU • Golongan β laktam ditambah anti β laktamase ATAU • β laktam ditambah makrolid

Rawat Inap non ICU

Floroquinolon respirasi : levofloksasin 750 mg, moksifloksasin ATAU β laktam ditambah makrolid

Ruang Rawat Intensif

Tidak ada faktor risiko infeksi pseudomonas: • β laktam (sefotaksim, seftriakson atau ampisilin sulbaktam) ditambah makrolid baru atau floroquinolon respirasi IV

Pertimbangan Khusus

Bila ada faktor risiko pseudomonas: • Antipneumokokal, antipseudomonas β laktam (piperacilin-tazobaktam, sefepime, imipenem atau meropenem) ditambah levofloksasin 750 mg ATAU • β laktam seperti disebut diatas ditambah aminoglikosida dan azitromisin ATAU • β laktam seperti disebut diatas ditambah aminoglikosida dan antipneumokokal fluorokuinolon (untuk pasien yang alergi penisilin, β laktam diganti dengan aztreonam) Bila curiga disertai infeksi MRSA • Tambahkan vankomisin atau linezolid

Soal No. 262 Seorang laki-laki usia 35 tahun datang ke praktik doktor dengan keluhan batuk berdahak dan sesak sejak 3 hari yg lalu. Batuk disertai dahak yang mukoid. Pasien juga mengaku mengeluhkan demam dan sudah meminum obat paracetamol namun demam tidak hilang. Pada pemeriksaan didapatkan tanda-tanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 20x/mnt dan suhu 38 C. Pemeriksaan fisik ronkhi seluruh lapangan paru, wheezing tidak dijumpai, perkusi redup pada lapangan paru bawah. Pada pasien kemudian dilakukan pemeriksaan kultur dan didapatkan Klebsiella Pneumonia ESBL (Extended Spectrum B Lactamase). Apakah terapi yang dapat diberikan? A. B. C. D. E.

Ceftriaxone Meropenem Cefotaxime Penicillin Eritromisin

Soal No. 262 • Pasien diatas kemungkinan mengalami pneumonia yang ditandai dengan adanya batuk berdahak dan sesak akut, demam, dan pada PF ditemukan adanya ronchi pada seluruh lapang paru dan perkusi redup pada lapangan paru bawah. • Pada hasil kultur didapatkan bakteri ESBL yang dapat menghidrolisis extended spectrum cephalosporin • sehingga antibiotic yang dipilih hendaknya juga dapat mencover bakteri ESBL seperti – – – –

golongan carbapenem, cefepime, quinolone dan B lactam ditambah dengan B lactamase inhibitor.

ESBL • Extended-spectrum beta-lactamases (ESBL) are enzymes that confer resistance to most betalactam antibiotics, including – penicillins, cephalosporins, and the monobactam aztreonam.

• ESBLs have been found exclusively in gramnegative organisms, primarily in – Klebsiella pneumoniae, Klebsiella oxytoca, and Escherichia coli but also in Acinetobacter, Burkholderia, Citrobacter, Enterobacter, Morganella, Proteus, Pseudomonas, Salmonella, Serratia, and Shigella spp

Tatalaksana Bakteri ESBL • The best therapeutic option for severe infections caused by ESBL-producing organisms is a carbapenem (imipenem, meropenem, doripenem, and ertapenem). • Cefepime may be effective against ESBL-producing organisms that test susceptible if administered in high doses (ie, 2 g every eight hours). • Use of other cephalosporins and piperacillin-tazobactam has been associated with treatment failures. • Ceftolozane-tazobactam and ceftazidime-avibactam combinations appear promising, but further clinical data are needed to establish their efficacy relative to carbapenems. • Resistance to aminoglycosides and fluoroquinolones is also common in these organisms

Soal No. 263 Pasien laki-laki berusia 45 tahun mengeluhkan demam dan meriang sejak 3 hari smrs. Pasien juga mengeluh tubuh gemetar, nyeri otot, sakit kepala dan batuk tidak berdahak. Pasien juga merasa kelelahan Pasien baru saja pulang liburan dari timur tengah. Pada pemeriksaan didapatkan tandatanda vital TD 120/80 mmHg, HR 80x/mnt, RR 28x/mnt dan suhu 38,5C.Kemungkinan penyebabnya adalah… A. B. C. D. E.

Pox virus H5N1 Corona virus H1N1 Flu singapura

Soal No. 263 • Pasien diatas kemungkinan mengalami MERS yang ditandai dengan demam, meriang, myalgia, sakit kepala dan batuk kering. Adanya riwayat pulang liburan dari timur tengah mengkonfirmasi diagnosis ini. • MERS merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus corona. • Piihan A, dapat menyebabkan penyakit berupa moluskum contangiosum. • Pilihan B, dapat menyebabkan flu burung. • Pilihan D, merupakan penyebab flu babi. • Pilihan E, menyebabkan hand foot and mouth disease (HFMD).

MERS • MERS CoV atau Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus adalah penyakit saluran napas yang disebabkan oleh virus coronavirus jenis baru, yang pertama kali ditemukan di Arab Saudi pada tahun 2012. • Coronaviruses are a large family of viruses that can cause diseases ranging from the common cold to Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). • Unta mendapatkan virus MERS CoV dari kelelawar. • Virus tersebut dapat disebarkan unta ke udara saat batuk, bersin, mengendus atau meludah.

Middle East respiratory syndrome coronavirus (MERS-CoV) • Typical MERS symptoms include: – – – –

fever, cough and shortness of breath Pneumonia is common, but not always present Gastrointestinal symptoms, including diarrhoea, have also been reported.

• Some laboratory-confirmed cases of MERS-CoV infection are reported as asymptomatic, meaning that they do not have any clinical symptoms, yet they are positive for MERS following a laboratory test. – Most of these asymptomatic cases have been detected following aggressive contact tracing of a laboratoryconfirmed case. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/mers-cov/en/

264. Tuan Leon S Kennedy, 45 th datang dengan diare berdarah, lendir (+) sejak 3 hari SMRS. Pasien mengatakan bahwa dia sempat makan makanan sisa akibat sedang berusaha kabur dari Racoon City minggu lalu akibat kerusuhan massal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tensi 120/80 mmHg RR 20x/menit HR 88x/menit, dan demam dengan suhu 38,3C, nyeri tekan abdomen di kuadran kanan dan umbilikus. Pada pemeriksaan apusan feses didapatkan gambaran kista dengan inti 4. Tatalaksana yang diberikan kepada pasien adalah? A. metronidazole 3 x 500 mg selama 5 hari B. ciprofloxacin 2 x 500 mg selama 7 hari C. cotrimoxazole 2 x 960 mg selama 10 hari D. Tidinazole 3 x 500 mg selama 3 hari E. albendazole 400 mg SD

Analisis • Pada soal didapatkan seorang laki-laki dengan demam dan nyeri perut serta diare berdarah, Pada pemeriksaan apusan feses didapatkan gambaran kista dengan inti 4. • Kista dengan inti 4 menggambarkan kista amoeba, jadi kasus ini adalah amebiasis • Terapi pada amebiasis yang tepat adalah A. Metronidazole 3 x 500 mg selama 5-10 hari • Pilihan D juga bisa tapi salah dosis, harusnya 1-2 gram selama 3 hari

Klasifikasi berat badan Orang Asia

Anemia Defisiensi Besi • Kegagalan pembentukan hb akibat defisiensi besi yang berperan dalam pembentukan heme.

Anemia Defisiensi besi

Harrison’s principles of internal medicine.

Anemia Defisiensi Besi (tahapan klinis)

265 Seorang laki-laki bernama Tyrant T-00 a.k.a Mr. X, usia 40 tahun datang dengan keluhan wajah kasar dan jari kuku berbuku-buku. Keluhan ini sudah dirasakan lama sebelumnya. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan hipertensi dengan TD 160/90 dan pada pemeriksaan penunjang CT Scan didapatkan tumor hipofisis. Apa yang mendasari proses di atas? A. Peningkatan ACTH B. Penurunan ACTH C. Penurunan IGF-1 D. Peningkatan GH E. Penurunan GH

Analisis Soal • Pada pasien didapatkan gejala wajah kasar dan jari kuku yang berbuku-buku, hal ini merupakan gejala pertumbuhan penebalan kulit pada akromegali, yang juga disertai dengan peningkatan tekanan darah. • Gejala ini dibuktikan pula dengan adanya tumor hipofisis. Akromegali adalah akibat kelebihan GH atau growth hormone • IGF-1 adalah insulin like growth factor yang berperan dalam pertumbuhan masa kanak • ACTH menyebabkan peningkatan/penurunan produksi kortisol

Gigantisme dan Akromegali • Gigantisme mengacu pada pertumbuhan linear yang tinggi dan abnormal (lihat gambar di bawah) karena aksi berlebihan faktor pertumbuhan seperti insulin I (IGF-I) saat lempeng pertumbuhan epifisis masih terbuka selama masa kanak-kanak. • Akromegali adalah kelainan yang sama dari kelebihan IGF-I tetapi terjadi setelah epifisis menutup di masa dewasa.

https://emedicine.medscape.com/article/925446overview

Gejala Akromegali • Doughy-feeling skin over the face and extremities • Thick and hard nails • Deepening of creases on the forehead and nasolabial folds • Noticeably large pores • Thick and edematous eyelids • Enlargement of the lower lip and nose (the nose takes on a triangular configuration) • Wide spacing of the teeth and prognathism

• Small sessile and pedunculated fibromas (ie, skin tags) • Hypertrichosis • Oily skin (acne is not common) • Hyperpigmentation (40% of patients) • Excessive eccrine and apocrine sweating • Breast tissue becoming atrophic; galactorrhea • High blood pressure • Mitral valvular regurgitation

https://emedicine.medscape.com/article/925446overview

Akromegali

266. Seorang wanita bernama Ada Wong, usia 24 tahun datang dengan keluhan tidak bisa membuka mulut seminggu yang lalu dia mengalami kecelakaan dan jatuh dari balkon lantai 2 karena grapple gunnya terlepas dari pegangan. Saat jatuh pasien terjatuh di gunung rongsokan dengan sebuah serpihan besi menancap di bagian paha, terdapat vulnus laceratum awalnya namun besi dicabut dan luka diobati sendiri. Antibiotik yang tepat untuk pasien adalah? A. Metronidazole B. Doksisiklin C. Levofloxacin D. Vankomisin E. Dicloxacilin

Analisis soal • Pada pasien didapatkan gejala trismus pada tetanus dengan riwayat kecelakaan vulnus laceratum sebelumnya. • Terapi eradikasi bakteri pada tetanus bisa menggunakan penicilin, tapi karena tidak ada pilihannya maka dipilih alternatifnya yaitu metronidazole IV.

Asma • Inflamasi kronik pada saluran nafas yang berhubungan dengan hiperreaktifitas saluran respirasi & keterbatasan aliran udara akibat adanya penyempitan bronchus yang bersifat reversibel. • Gejala klinis – kondisi stabil (steady-state)  keluhan batuk malam hari dan sesak nafas saat olahraga – saat serangan asma (asthma-attack exacerbation)  sesak berat dan ditandai dengan suara nafas mengi. • Diagnosis asma didasari oleh gejala yang bersifat episodik, gejala batuk, sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan cuaca. • Riwayat penyakit / gejala : – – – – –

Bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa pengobatan Gejala berupa batuk , sesak napas, rasa berat di dada dan berdahak Gejala timbul/ memburuk terutama malam/ dini hari Diawali oleh faktor pencetus yang bersifat individu Respons terhadap pemberian bronkodilator

• Pemeriksaan Gold Standar  spirometri dengan kombinasi bronkodilator GINA 2017

Kriteria Diagnosis Asma (GINA 2017) Karakteristik

Kriteria

Riwayat gejala respirasi variatif Wheezing, napas pendek, dada terasa sesak dan batuk

• • • • •

Umumnya terdapat > 1 gejala respirasi Gejala bervariasi dari segi waktu dan intensitas Gejala lebih berat saat malam hari/bangun tidur Dicetuskan oleh aktivitas fisik, tertawa, alergen, udara dingin Timbul/semakin parah dengan infeksi virus

Confirmed variable expratory airflow limitation: Obstruksi saluran napas yang variatif

• •

FEV1 < 80%, dan minimal pada satu kali pengukuran dimana FEV1 <80%, didapatkan FEV1/FVC <75% (dewasa) / <90% (anak) Semakin variatif, diagnosis asma semakin kuat.

Positive bronchodilator reversibility test (lebih mungkin positif jika sebelumnya terapi dihentikan: SABA stop ≥ 4 jam, LABA ≥ 15 jam)

Dewasa: peningkatan FEV1>12% dan >200 mL baseline dalam 1015 menitGINA pemberian albuterol 200-400 mcg/ekuivalennya 2017 Anak: peningkatan FEV1 >12% nilai prediksi

Variabilitas eksesif dalam pengukuran peak expiratory flow 2x sehari selama 2 minggu

Dewasa: rerata variabilitas diurnal PEF > 10% Anak: rerata variabilitas diurnal PEF > 13%

Kriteria Diagnosis Asma (GINA 2017) (cont) Karakteristik

Kriteria

Confirmed variable expratory airflow limitation: Positive exercise challenge test

• •

Positive bronchial challenge test (umumnya pada dewasa)

Penurunan FEV1 ≥ 20% dengan pemberian dosis standar metacholine atau histamin, atau FEV1 turun ≥ 15% dengan hiperventilasi standar, uji salin hipertonik atau manitol

Variabilitas eksesif antar kunjungan rawat jalan (less reliable)

Dewasa: variasi FEV1 >12% dan >200 mL pada setiap kunjungan, di luar kasus infeksi respirasi Anak: variasi FEV1 >12% atau PEF >15% (dapat termasuk kasus infeksi respirasi)

Dewasa: FEV1 turun >10% dan >200 mL baseline Anak: FEEV1 turun >12% prediksi atau PEF >15%

GINA 2017

267. Seorang laki-laki bernama Lucas Baker, 25 tahun datang ke PKM dengan keluhan nyeri perut bawah sejak 3 hari yang lalu. Keluhan di sertai demam, mual, dan BAK keluar sedikitsedikit. Pemeriksaan fisik didapatkan TD 120/80, HR 115x/menit , RR 26x/menit, Suhu 38.5oC, terdapat nyeri tekan suprapubik. Hasil lab urinalisis leukosit lebih dari 106/LPB dan nitrit urin (+). Apa diagnosis pada kasus di atas? A. Prostatitis akut B. BPH C. Cystitis D. Striktur urethra E. Vesikolithiasis

Analisis soal • Pada pasien didapatkan keluhan BAK tidak lampias serta demam dan nyeri suprapubic yang menandakan Cystitis. • Hal ini juga diperkuat dengan ditemukannya bakteri pada urinalisis leukosit lebih dari 106/LPB (normal laki-laki 104 dan nitrit urin (+)) • Tidak dipilih prostatitis karena tidak ada gambaran prostat pada pemeriksaan colok dubur, dan karena disertai demam lebih mengarah kepada infeksi daripada batu

Infeksi Saluran Kemih • Escherichia coli adalah penyebab utama UTIs. • Bakteri lainnya yang dapat menyebabkan UTI: Klebsiella spp., other Enterobacteriaceae, Staphylococcus saprophyticus, and enterococci.

Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Infeksi Saluran Kemih (ISK) • Rute infeksi saluran kemih: Ascending • kolonisasi uretra, lalu infeksi menyebar ke atas Hematogen • bakteri ke ginjal berasal dari bakteremia Limfogen •dari abses retroperitoneal atau infeksi intestin

Infeksi Saluran Kemih (ISK)

Infeksi Saluran Kemih • Pielonefritis

Inflamasi pada ginjal & pelvis renalis Demam, menggigil, mual, muntah, nyeri pinggang, diare, Lab: silinder leukosit, hematuria, pyuria, bakteriuria, leukosit esterase +.

• Sistitis:

Inflamasi pada kandung kemih Disuria, frekuensi, urgensi, nyeri suprapubik, urin berbau, Lab: pyuria, hematuria, leukosit esterase (+) nitrit +/-.

• Urethritis:

Inflamasi pada uretra Disuria, frekuensi, pyuria, duh tubuh. Lab: pyuria, hematuria, leukosit esterase (+), nitrit (-).

Terapi pada Cystitis

https://emedicine.medscape.com/article/233101-treatment#d8

268. Seorang wanita bernama Jill Valentine 24 tahun datang dengan bintil-bintil kemerahan setelah makan udang. Pasien mengaku sebetulnya sejak kecil memang alergi udang tapi terpaksa makan makanan tersebut karena tidak ada makanan lain saat ini di Kijuju, Afrika. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/70, HR 86, RR 20, T 36.5 dengan infiltrat multipel di kedua tangan dan leher. Bagaimana cara pencegahan kekambuhan pada pasien ini? A. Kortikosteroid dosis tinggi B. Antihistamin dosis tinggi C. Memaparkan dengan makanan pemicu sedikit demi sedikit D. Menghindari makanan pemicu reaksi IgE mediated E. Pemberian Siklosporin

Analisis Soal • Pada soal di atas didapatkan seorang pasien dengan infiltrat multipel di kedua tangan dan leher, setelah memakan udang, maka kemungkinan diagnosis pada pasien adalah urtikaria akut. • Untuk mencegah urtikaria lebih baik dengan menghindari pencetus. • Terapi desentisasi saat ini terbukti dapat mencegah kekambuhan untuk rhinitis allergy dan asma, tapi pada anak-anak, • Untuk penelitian mengenai terapi desentisasi untuk food allergy masih banyak hasil yang kontroversial, terutama pada orang dewasa

Urtikaria

• Urtikaria (dikenal juga dengan “hives, gatal-gatal, kaligata, atau biduran”) adalah kondisi kelainan kulit berupa reaksi vaskular terhadap bermacam-macam sebab, biasanya disebabkan oleh suatu reaksi alergi, • Urtikaria mempunyai ciri-ciri berupa kulit kemerahan (eritema) dengan sedikit oedem atau penonjolan (elevasi) kulit berbatas tegas yang timbul secara cepat setelah dicetuskan oleh faktor presipitasi dan menghilang perlahan-lahan.

Penanganan Urtikaria • Antihistamin adalah terapi lini pertama untuk urtikaria. • Antihistamin generasi pertama yang memblokir reseptor H1 adalah terapi lini pertama untuk urtikaria. Diphenhydramine dan hydroxyzine adalah yang paling umum digunakan di kelas ini. • Namun, karena obat-obatan ini diberikan secara IV dengan potensi efek samping antikolinergik lainnya, antihistamin generasi lebih dianggap sebagai lini pertama sekarang ini. https://emedicine.medscape.com/article/762917-medication

Allergen Immunotherapy • Imunoterapi alergen, juga dikenal sebagai desensitisasi atau hipo-sensitisasi, adalah perawatan medis untuk alergi seperti gigitan serangga dan asma. • Imunoterapi meliputi pemaparan individu pada alergen dalam jumlah yang progresif dalam upaya mengubah respons sistem kekebalan tubuh terutama menurunkan produksi IgE. • Meta-analisis telah menemukan bahwa suntikan alergen di bawah kulit efektif dalam pengobatan rinitis alergi pada anak-anak dan pada asma. • Untuk penggunaan allergen immunoterapi pada kasus lainnya terutama untuk intake makanan secara oral belum banyak bukti klinis yang mendukung https://emedicine.medscape.com/article/762917-medication

269. Seorang pasien bernama Marguerite Baker usia 48 tahun dibawa keluarganya dengan keluhan nyeri punggung dan harus berjalan dengan membungkuk sejak 1 bulan terakhir. Pasien diketahui pernah menderita penyakit flek paru sejak 1 tahun yang lalu, namun tidak pernah berobat rutin karena pasien memiliki kelainan jiwa skizofrenia herbefrenik dimana pasien suka sekali bermain dengan laron sambil membawa lentera. Pada pemeriksaan MRI Lumbar didapatkan gambar sebagai berikut: Mekanisme penyebarannya adalah: A. penularan kontinum B. kerja katup Harbes C. melalui kelenjar limfa D. melalui vena E. melalui pleksus Batson

Nekrosis pada Lumbar Spine

Analisis Soal • Pada gambar MRI tulang pasien didapatkan lesi tulang yang kemungkinan akibat persebaran kuman TB ke tulang dari fokus utama di paru • Persebaran TB ke tulang adalah secara hematogen, melalui aliran pleksus yang bernama pleksus batson • Pilihan D sebenarnya benar, TB bisa menyebar hematogen lewat vena dan arteri namun tidak spesifik • Penyebaran kontinuum bukan istilah medis. Kontinuum memiliki arti berkelanjutan atau progresive • Tidak ada Katup Harbes dalam anatomi

Pott Disease • Penyakit Pott atau spondylitis tuberkulosis adalah suatu bentuk tuberkulosis yang terjadi di luar paru-paru di mana penyakit terlihat pada vertebra. Tuberkulosis dapat menyerang beberapa jaringan di luar paru-paru termasuk tulang belakang berupa artritis tuberkulosis pada sendi intervertebralis. • Penyakit Pott disebabkan oleh penyebaran tuberkulosis hematogen dari tempat lain, seringkali paru-paru. Infeksi biasa terjadi pada dua vertebra yang berdekatan ke ruang diskus intervertebralis diantaranya. Jika dua tulang vertbrae terkena infeksi, diskus di tengahnya menjadi avaskular, tidak dapat menerima nutrisi dan kolaps. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3184481/

Pathophysiology Pott Disease • Keterlibatan tulang belakang biasanya merupakan hasil dari penyebaran M. tuberculosis secara hematogen ke dalam pembuluh darah padat tulang cancellous dari badan vertebral. • Situs infeksi primer adalah lesi paru atau infeksi sistem genitourinari. Penyebaran terjadi baik melalui arteri atau rute vena. Sebuah arterial pleksus di regio subkondral tiap vertebra terdiri dari arteri spinal anterior dan posterior. Arterial pleksus ini memfasilitasi penyebaran hematogen di regio diskus. • Batson’s paravertebral venous plexus pada vertebra adalah sistem tanpa katup yang memungkinkan aliran darah dua arah dengan peningkatan tekanan intraabdominal seperti batuk. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3184481/

Batson’s plexus

270. Seorang Laki-laki 24 tahun bernama Ramon Salazar datang dengan keluhan batuk lebih dari dua bulan, disertai dahak dan kadang dengan darah. pasien juga demam dan mengeluhkan nyeri telan, penurunan berat badan >10kg selama periode tersebut, pemeriksaan kepala-leher didapatkan leukoplakia ad glossus et palatum, swab langit-langit menunjukkan candida (+). Pasien terlihat sangat kurus, tulang dada pasien terlihat jelas dan Otot ekstremitas pasien terlihat mengecil. Pasien memang seorang pengguna jarum suntik dan obat kesukaannya bermerk illuminados plaga. Pada pemeriksaan tes HIV didapatkan reaktif. Diagnosis pada pasien ini adalah? A. TB paru dengan HIV st 1 B. TB paru dengan HIV st 2 C. TB paru dengan HIV st 3 D. TB paru dengan HIV st 4 E. TB paru dengan HIV st 5

Analisis Soal • Pada pasien terdapat diagnosis HIV, dengan penyulit TB paru, dan Candidosis • Namun, pada pasien juga ditemukan HIV wasting syndrome, dengan penurunan BB lebih dari 10% dengan gambaran pasien yang sangat kurus dan otot pasien yang tampak atrofi • HIV wasting syndrome adalah gejala HIV stadium IV, jadi jawabannya TB dengan HIV stadium IV

Analisis Soal • HIV stadium 1  ditandai dengan limfadenopati generalisata • HIV stadium 2  ditandai dengan herpes zoster atau cheilitis angularis • HIV stadium 3  ditandai dengan TB paru, oral thrush atau diare kronik • HIV stadium 5  tidak ada HIV stadium 5

HIV

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.

HIV 1. Acute HIV syndrome: • Experienced in 50–70% of individuals with HIV infection • acute clinical syndrome occurs 3–6 weeks after primary infection. • The typical clinical findings occur along with a burst of plasma viremia.

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.

HIV 2. The Asymptomatic Stage—Clinical Latency

– The length of time from initial infection to the development of clinical disease. Median time for untreated patients is 10 years. – Active virus replication is ongoing and progressive during this asymptomatic period. – The rate of disease progression is directly correlated with HIV RNA levels.

• Patients with high levels of HIV RNA in plasma progress to symptomatic disease faster than do patients with low levels of HIV RNA. • During the asymptomatic period of HIV infection, the average rate of CD4+ T cell decline is 50/L per year. • When the CD4+ T cell count falls to <200/L, the resulting state of immunodeficiency is severe enough to place the patient at high risk for opportunistic infection and neoplasms and, hence, for clinically apparent disease. Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.

HIV 3. Symptomatic Disease • Symptoms of HIV disease can appear at any time during the course of HIV infection. • The more severe and lifethreatening complications of HIV infection occur in patients with CD4+ T cell counts <200/L. • AIDS:

– HIV infection & a CD4+ T cell count <200/L or – HIV infection who develops one of the HIV-associated diseases considered to be indicative of a severe defect in cell-mediated immunity (category C) Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. McGraw-Hill; 2011.

HIV/AIDS

HIV/AIDS

271. Seorang pasien bernama Whopper Zombie, 32 tahun datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas. Pasien memang sudah lama obesitas dan juga memiliki riwayat DM tidak terkontrol. Dokter melakukan pemeriksaan USG dan didapatkan tampakan bright liver. Diagnosis pada pasien ini adalah? A. Hepatosclerosis diabetikum B. Non alcoholic fatty liver disease C. Hepatitis alkoholik D. Hepatitis B kronik E. Hepatoma

Analisis Soal • Pada pasien didapatkan nyeri perut kanan atas yang kemungkinan menandakan hepatitis. Karena pasien terdapat obesitas, kemungkinan terjadi hepatitis akibat perlemakan hati, disebut juga Non alcoholic steatohepatisis (NASH) • Akan tetapi pilihan ini tidak ada jadi dipilih Non alcoholic fatty liver disease (NAFLD). NAFLD adalah stadium sebelum NASH, dimana biasanya hanya terjadi perlemakan hati tanpa gejala • Hal ini diperkuat dengan gambaran bright liver pada pemeriksaan USG. • Pilihan A, diabetes memperburuk gejala fatty liver tapi tidak secara langsung membuat sclerosis pada liver jadi tidak dipilih

Non Alcoholic Steatohepatitis/ Fatty Liver Disease • Penyakit hati berlemak non-alkohol (NAFLD) adalah kelainan yang sangat umum dan merujuk pada sekelompok kondisi di mana ada akumulasi lemak berlebih di hati orang yang minum sedikit atau tanpa alkohol. • Bentuk NAFLD yang paling umum adalah kondisi tidak serius yang disebut fatty liver. Di hati berlemak, lemak menumpuk di sel-sel hati. • Sekelompok kecil orang dengan NAFLD dapat memiliki kondisi yang lebih serius bernama steatohepatitis nonalkohol (NASH). Pada NASH, akumulasi lemak menyebabkan peradangan sel hati dan berbagai tingkat jaringan parut. NASH adalah kondisi yang berpotensi serius yang dapat menyebabkan jaringan parut dan sirosis hati https://gi.org/topics/fatty-liver-disease-nafld/

Spektrum NAFLD

https://gi.org/topics/fatty-liver-disease-nafld/

Gambaran USG

• Gambaran USG pada liver NAFLD menunjukkan gambaran hiperekoik atau dikenal juga dengan “bright liver”

272. Seorang Pria bernama Jake Muller berusia 30thn mengeluh diare terus menerus sejak 2 hari terakhir ini. Diare terus menerus membuat pasien terasa lemas. Diare berupa cair seperti air cucian beras. Kejadian ini muncul setelah pasien terpaksa jajan makanan jalanan karena ditugaskan misi di Lan Shiang di China untuk mengamankan C-Virus. Apa tatalaksana yang tepat diberikan pada pasien? A. Ceftriaxon B. Tetrasiklin C. Amoxicillin D. Eritromisin E. Metronidazol

Analisis soal • Pada pasien diatas dicurigai mengalami infeksi Vibrio cholera karena terdapat diare seperti air cucian beras • Tatalaksana yang diberikan pada kolera untuk orang dewasa menurut rekomendasi WHO menggunakan golongan tetrasiklin yaitu doksisiklin 1 x 300 mg SD atau tetrasiklin 4 x 500 mg selama 3 hari, jadi dipilih B yang tersedia

273. Seorang laki-laki bernama Chris Redfield, 35 tahun dibawa keluarganya dengan penurunan kesadaran. Saat ini pasien juga memiliki gejala banyak berliur dan takut terhadap air. Keluarga menceritakan pasien mulai sakit sehabis misi mengejar penjahat bernama Lucas Baker di sebuah tambang tua di daerah Lousiana. Terapi yang diberikan kepada pasien adalah: A. Serum anti rabies B. Antibiotik C. Antipruritus D. Kortikosteroid E. Antihistamin

Analisis Soal • Pada pasien ditemukan gejala penurunan kesadaran dan hipersalivasi serta takut terhadap air. Gejala ini menandakan gejala rabies, terutama pasien sehabis berada di tambang tua dengan kemungkinan kontak kelelawar • Terapi yang paling mungkin diberikan pada pasien hanya serum anti rabies jadi dipilih A

Rabies • Penyakit infeksi akut pada Sistem Saraf Pusat (SSP) yang disebabkan oleh virus rabies, dan ditularkan melalui gigitan hewan menular rabies terutama anjing, kucing, kera, dan kelelawar. • Merupakan penyakit yang bersifat fatal, selalu diakhiri dengan kematian bila tidak ditangani dan diobati dengan baik. • Telah dilaporkan 98 persen kasus rabies di Indonesiaditularkan akibat gigitan anjing dan 2 persen akibat gigitan kucing dan kera.

Penanganan pasien rabies Pada pasien dengan rabies yang dikonfirmasi atau diduga, pilihan penatalaksanaan meliputi pendekatan paliatif atau agresif • Pendekatan paliatif biasanya dilakukan pada pasien yang tidak mungkin bertahan atau yang tidak dapat bertahan hidup dengan gejala residu neurologis yang parah. • Pendekatan agresif dapat dicoba untuk pasien yang memiliki kemungkinan bertahan hidup dan dapat menerima gejala residu neurologis dari infeksi rabies. https://www.uptodate.com/contents/treatment-of-rabies?csi=a5441754-b6c0-41c1831b-fa90d799879e&source=contentShare

Penanganan Paliatif • Kamar pribadi yang tenang sangat dianjurkan. • Bila pasien gelisah, berikan Benzodiazepin seperti diazepam, Lorazepam atau Midazolam (IV/IM) untuk sedasi dan relaksasi otot • Haloperidol (IV/IM) untuk gejala gelisah, agitasi, hipereksitabilitas, delirium, halusinasi, dan agresi • Untuk analgesia, morfin dapat diberikan secara IV atau SC, • Sekresi saliva yang berlebihan dapat diobati dengan antikolinergik, termasuk skopolamin dan glikopirrolat. • Sensasi kehausan bisa diredakan dengan keping-keping es di mulut. • Demam dapat diobati dengan kompres dan antipiretik, termasuk asetaminofen dan / atau ibuprofen. https://www.uptodate.com/contents/treatment-of-rabies?csi=a5441754-b6c0-41c1831b-fa90d799879e&source=contentShare

Penanganan Agresif Pendekatan agresif melibatkan kombinasi perawatan suportif dan penggunaan terapi off-label yang tersedia saat ini • Perawatan suportif dalam unit perawatan kritis digunakan untuk menangani komplikasi potensial rabies, khususnya jantung dan pernapasan • Terapi kombinasi, terutama menggunakan imunoterapi dan antiviral, menghasilkan survival tertinggi meski hasilnya masih kontroversial https://www.uptodate.com/contents/treatment-of-rabies?csi=a5441754-b6c0-41c1831b-fa90d799879e&source=contentShare

Combination Therapy (Immunotherapy) • Vaksin rabies • Viral clearance pada rabies dikaitkan dengan pengembangan respon imun, dan ciri penting dari respon ini adalah adanya antibodi virus anti-rabies yang menetralkan dalam serum dan cairan serebrospinal. • Namun, tidak diketahui secara pasti manfaat untuk memberikan vaksin rabies kepada pasien dengan rabies.

• Human rabies imunoglobulin (HRIG) • HRIG tidak secara rutin diberikan kepada pasien dengan rabies karena imunoglobulin tidak melewati blood brain barrier, dan oleh karena itu, tidak diketahui sejauh mana imunoglobulin akan memfasilitasi pembersihan virus https://www.uptodate.com/contents/treatment-of-rabies?csi=a5441754-b6c0-41c1831b-fa90d799879e&source=contentShare

Combination Therapy (Antiviral) • Terapi antivirus • Pendekatan pengobatan agresif mencakup penggunaan satu atau lebih agen antivirus dengan tujuan mengurangi penyebaran virus ke sel yang tidak terinfeksi. • Akan tetapi pemberian antiviral saat ini menunjukkan efek hanya secara invitro, dan masih tidak menunjukkan manfaat pada manusia dengan rabies, contohnya seperti: • • • •

Interferon-alfa Ribavirin, Amantadine Favipiravir

https://www.uptodate.com/contents/treatment-of-rabies?csi=a5441754-b6c0-41c1831b-fa90d799879e&source=contentShare

274. Seorang pasien perempuan bernama Claire Redfield, 27 tahun datang dengan keluhan lemas, pasien juga cepat sekali merasa kedinginan meski di daerah tropis, nafsu makan menurunan, dan BB turun dalam 3 bulan terakhir. Pada pemeriksaan didapatkan penurunan kadar T4 dan kadar TSH meningkat, marker anti TPO (+). Kemungkinan diagnosis penyebab pada pasien ini adalah? A. Hashimoto tiroiditis B. Goiter endemik C. Tiroiditis granulomatosa subakut D. Graves disease E. Huntington disease

Analisis Soal • Pada pasien didapatkan gejala hipotiroid dengan gejala lemas, mudah kedinginan dan BB menurun • Hal ini dikonfirmasi dengan adanya T4 yang menurun dan TSH yang meningkat serta Anti TPO positif. Kemungkinan paling banyak penyebab hipotiroid adalah Hashimoto thyroiditis • Anti TPO juga berkorelasi dengan Graves, namun seharusnya terdapat gejala hipertiroidisme • Diagnosis B dan C tidak menyebabkan hipotiroid • Penyakit huntington bukan penyakit endokrin, tetapi saraf, dengan keluhan utama chorea atau gerakan involunter

275. Pasien laki laki 48 tahun bernama William Birkins dengan DM dan rutin konsumsi OHO glimiperid + Metformin, datang ke UGD dengan keluhan lemas dan berkeringat dingin. Pasien sebelumnya tidak sarapan namun tetap meminum obat DM glibenclamid dan metformin. Pada GDS didapatkan hasil 65 mg/dl. Tatalaksana yang tepat adalah? A. Larutan gula 3 sendok B. D40% bolus 2 flakon C. Infus nacl 0.9 1 kolf D. Infus Dextrose 5% 1 kolf E. Glimipirid

Analisis Soal • Pada pasien didapatkan gejala hipoglikemia berupa lemas dan berkeringat dingin, namun masih sadar karena pasien dapat mengatakan keluhannya di IGD, sehingga kasus ini termasuk hipoglikemia ringan • Tatalaksana hipoglikemia ringan adalah dengan pemberian makanan tinggi karbohidrat, jadi dipilih pilihan A • Bila pasien tidak sadar baru dipilih B

Analisis soal • Obat prokinetic adalah obat yang meningkatkan motilitas saluran cerna dengan meningkatkan kontraksinya tanpa meningkatkan ritme frekuensinya, prokinetic membantu pengosongan lambung lebih cepat, contohnya metoklorpramid, doomperidon • Obat anti spasmodic adalah untuk mengurangi gejala nyeri gastrointestinal, seperti papaverine atau buscopan • Antihistamin yang digunakan pada golongan ini adalah golongan H2 blocker, namun tidak sepoten PPI • Tidak ada rekomendasi pemberian analgetic pada nyeri ulkus peptikum/duodenum

Tatalaksana

276. Seorang pria bernama Jack Baker, 50 tahun, datang dengan keluhan penurunan BB dalam 3 bulan terakhir. Nyeri di area perut bawah kanan. Ketika dilakukan pemeriksaan didapatkan benjolan, teraba keras, terfiksir. Tidak ada gangguan berkemih. Dilakukan pemeriksaan PA dan didapatkan gambar di bawah. Diagnosisnya pada kasus ini adalah? A. Karsinoma sel renal B. Tumor wilms C. Kista renal D. Sindrom Pseudomeigs E. Polikistik Kidney Gambaran Inti Sel (nuclei) yang tersusun Linier di tepi tubul -> Gambaran clear cells

Analisis • Pada kasus ini didapatkan gejala keganasan dengan penurunan Berat badan dan perut membesar, dari gambaran PA didapatkan gambaran clear cell • Pilihan di opsi dengan gambaran tersebut adalah Karsinoma sel renal • Tumor Wilms adalah tumor ginjal pada anak-anak dengan keluhan massa intraabdomen dan hematuria • Pada kista renal ditemukan massa dengan gambaran hipoekoik pada USG • Sindrom pseudomeigs bila terdapat ascites dan efusi pleura tapi dengan tumor lain selain tumor ovarium • Polikistik kidney akan terdapat gambaran kista multipel di ginjal disertai gagal ginjal

Clear Cell Carcinoma • Clear Cell Carcinoma juga dikenal sebagai adenokarsinoma clear cell dan mesonefroma adalah karsinoma turunan sel epitel yang ditandai dengan adanya clear cell yang diamati selama penilaian diagnostik dan histologis. • Bentuk kanker ini diklasifikasikan sebagai kanker langka dengan insidensi 4,8% pada pasien berkulit putih, 3,1% pada pasien berkulit hitam, dan 11,1% pada pasien Asia. • Karsinoma sel jernih dapat timbul pada beberapa jenis jaringan termasuk ginjal (Karsinoma ginjal clear cell), uterus (karsinoma clear cell rahim), saluran pencernaan (karsinoma sel-sel kolorektal bening) atau ovarium (karsinoma ovarium clear cell) "Clear cell renal cell carcinoma". Genetic and Rare Diseases Information Center (GARD) – an NCATS Program. Genetic and Rare Diseases Information Center (GARD), National Center for Advancing Translational Sciences (NCATS). Retrieved 2019-10-15.

Clear Cell Carcinoma

"Clear cell renal cell carcinoma". Genetic and Rare Diseases Information Center (GARD) – an NCATS Program. Genetic and Rare Diseases Information Center (GARD), National Center for Advancing Translational Sciences (NCATS). Retrieved 2019-10-15.

277. Seorang pasien bernama Jack Krauser, usia 30 tahun datang dengan keluhan ulkus dangkal dan fisura pada bagian sudut bibir. Pasien juga mengeluhkan bibir terasa kering dan pecah2. Keluhan ini muncul setelah pasien tidak bisa mendapatkan asupan buah dan sayur karena habis pergi ke pulau terpencil yang dimilki oleh Los Illuminados. Defisiensi vitamin pada pasien ini adalah? A. Vit A B. Vit B C. Vit C D. Vit D E. Vit E

Analisis Soal • Pada kasus ini, keluhan ulkus dangkal pada bibir dengan bibir kering adalah gejala scurvy • Scurvy diakibatkan kareka kekurangan vitamin C • Kekurangan vitamin A menyebabkan xeroftalmia • Kekurangan vitamin B menyebabkan berbagai gejala, seperti kekurangan B1 menyebabkan beri-beri, B3 menyebabkan pellagra • Kekurangan vitamin D menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang • Kekurangan vitamin E menyebabkan gangguan otot dan kesemutan, tapi gangguan ini sangat langka

Alur Diagnosis TB Dan TB Resistan Obat Di Indonesia Terduga TB

Pasien baru, tidak ada riwayat pengobatan TB, tidak ada riwayat kontak erat dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (-) atau tidak diketahui status HIV nya

Pasien dengan riwayat pengobatan TB, pasien dengan riwayat kontak erat dengan pasien TB RO, pasien dengan HIV (+)

Tuberculosis

Pemeriksaan Klinis dan Pemeriksaan bakteriologis dengan Mikroskop atau Tes Cepat Molekuler (TCM)

Tidak memiliki akses untuk TCM TB

Memiliki akses untuk TCM TB

Pemeriksaan Mikroskopis BTA

Pemeriksaan TCM TB

(+ +) (+ -)

(- -)

MTB Pos, Rif Sensitive

Tidak bisa dirujuk

Foto Toraks

Gambaran Mendukung TB

Terapi Antibiotika Non OAT

Tidak Mendukung TB; Bukan TB; Cari kemungkinan penyebab penyakit lain

TB Terkonfirmasi Klinis

TB Terkonfirmasi Bakteriologis

Pengobatan TB Lini 1

Ada Perbaikan Klinis

Bukan TB; Cari kemungkinan penyebab penyakit lain

Pengobatan TB Lini 1

Tidak Ada Perbaikan Klinis, ada faktor risiko TB, dan atas pertimbangan dokter TB Terkonfirmasi Klinis

MTB Pos, Rif Indeterminate

Ulangi pemeriksaan TCM

MTB Neg

MTB Pos, Rif Resistance

Foto Toraks

TB RR

Mulai Pengobatan TB RO; Lakukan pemeriksaan Biakan dan Uji Kepekaan OAT Lini 1 dan Lini 2

TB RR; TB MDR

Lanjutkan Pengobatan TB RO

TB Pre XDR

(Mengikuti alur yang sama dengan alur pada hasil pemeriksaan mikrokopis BTA negatif (- -) )

TB XDR

Pengobatan TB RO dengan Paduan Baru

Algoritma TB Nasional 2016 Pemeriksaan tambahan pada semua pasien TB yang terkonfirmasi baik secara bakteriologis maupun klinis adalah pemeriksaan HIV dan gula darah. Pemeriksaan lain dilakukan sesuai indikasi misalnya fungsi hati, fungsi ginjal, dll)

278. Seorang Perempuan bernama Excella Gionne, 50an tahun, datang untuk periksa kesehatan, tidak ada keluhan. BB 70 kg, TB 156 cm, TD 150/90 mmHg, GDP 114 mg/dL, TTGO 186 mg/dL, Kolesterol total 186 mg/dL, HDL 26 mg/dL, LDL 161 mg/dL, Trigliserida 506 mg/dL. Pasien mengatakan kalau dia memiliki gaya hidup yang berantakan karena stress semenjak dikhianati rekannya yang bernama Albert Wesker dalam proyek besar bernama Uroboros. Apa diagnosis yang tepat pada pasien ini? A. Obesitas B. Diabetes mellitus C. Dislipidemia D. Sindroma metabolik E. Hipertrigiseridemia

Analisis soal • Pada soal didapatkan pasien dengan kadar gula darah puasa abnormal (antara 100 -125 mg/dL), ditambah dengan hipertensi dan kadar HDL rendah serta hipertrigliseridemia • Berdasarkan kriteria IDF, kadar gula abnormal ditambah dua atau lebih gejala tambahan lainnya termasuk dalam sindrom metabolik

Profilaksis Malaria NON FARMAKOLOGIS • Tidur menggunakan kelambu yang sudah dicelup pestisida • Menggunakan obat pembunuh nyamuk (mosquito repellant) • Proteksi diri saat keluar dari rumah (baju berlengan panjang, kus/stocking) • Proteksi kamar atau ruangan menggunakan kawat anti nyamuk

Profilaxis Malaria

Drug

Dose

Freq.

Initiation (time before first exposure to malaria)

Discontinuation (time after last exposure)

Areas with chloroquine-resistant Plasmodium falciparum Atovaquoneproguanil (Malarone) Pediatric tablet: 62.5 mg- 25 mg Adult tablet: 250 mg - 100 mg

5-8 kg, 1/2 pediatric tablet daily; Once daily 9-10 kg, 3/4 pediatric tablet daily; 11-20 kg, 1 pediatric tablet daily; 21-30 kg, 2 pediatric tablets daily; 31-40 kg, 3 pediatric tablets daily; ≥41 kg, 1 adult tablet daily

1-2 days

7 days

Mefloquine hydrochloride 250 mg salt (228 mg base)

≤9 kg, 1/8 tablet or 5 mg salt per Once kg weekly 10-19 kg, 1/4 tablet 20-30 kg, 1/2 tablet 31-45 kg, 3/4 tablet ≥46 kg, 1 tablet

3 weeks preferable; 2 weeks acceptable

4 weeks

Doxycycline 100 mg

≥8 years old, 2 mg per kg of Once daily orally once daily (maximum dose 100 mg/day)

1-2 days

4 weeks

279. Pasien perempuan, 25 tahun bernama Sherry Birkins datang dengan keluhan lemas, sering BAK dan cepat merasa lapar dan haus. Pasien didiagnosis menderita Mature Onset Diabetic of the Young. Dokter menyarankan obat kepada pasien yang berfungsi untuk meningkatkan sekresi insulin dengan menekan produksi glukagon. Obat yang dimaksud adalah A. Rosiglitazon B. Dapaglifozin C. GLP1-RA D. Degludec E. Metformin

Analisis Soal • Pada soal ditanya mengenai obat yang meningkatkan sekresi insulin dengan menekan glukagon • Obat tersebut adalah golongan DPP4-inhibitor atau GLP-1 Agonist, dimana pada pilihannya hanya ada GLP1-RA yang merupakan GLP-1 Agonist • Rosiglitazon adalah golongan thiazolinidion yang berfungsi meningkatkan uptake glukosa seperti metformin, namun sudah tidak dipakai karena efek samping kardiovaskular • Dapaglifozin adalah golongan SGLT-2 inhibitor yang mencegah reabsorpsi glukosa di urin • Degludec adalah insulin ultra long acting yang dapat dipakai dengan penyuntikan 2 hari sekali

Lipodermatosclerosis • Lipodermatosclerosis adalah kondisi peradangan kronis yang ditandai dengan fibrosis subkutan dan pengerasan kulit pada tungkai bawah

280. Pasien laki2 usia 35 tahun bernama dr. Salvador datang dengan keluhan demam, nyeri otot dan mata kemerahan. Nyeri otot dirasakan terutama di daerah betis. Pasien mendapatkan keluhan ini setelah menggergaji kayu di kebunnya menggunakan chainsaw saat hujan sedang turun. Tatalaksana yang tepat pada pasien ini adalah? A. Klorampenikol 3 x 500 mg PO B. Ceftriaxon 1 x 2 gram IV C. Penisilin G 1,5 juta Unit IM D. Ciprofloxacin 2 x 500 mg PO E. Ampicillin 4 x 500 mg PO

Pembahasan • Pada pasien gejala yang terdapat adalah demam, dan nyeri otot terutama daerah betis atau m.gastrocnemius, karena tidak ada ikterik berarti kasus ini adalah infeksi leptospira ringan • Terapi pada kasus ini bisa rawat jalan, dengan ampicillin 4 x 500 mg

Hepatitis • Inflamasi hepar yang disebabkan oleh berbagai macam penyebab. • Penyebab hepatitis: autoimun, hepatitis imbas obat, virus, alkohol, dan lain-lain. • Virus hepatitis merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hepar. Hepatitis jenis ini paling sering disebabkan oleh virus hepatotropik (virus Hepatitis A, B, C, D, E). • Incubation periods for hepatitis A range from 15–45 days (mean, 4 weeks), for hepatitis B and D from 30–180 days (mean, 8–12 weeks), for hepatitis C from 15–160 days (mean, 7 weeks), and for hepatitis E from 14–60 days (mean, 5–6 weeks).

Harrison’s principles of internal medicine. 18th ed. 2011.

281 Seorang pasien bernama Eveline E-001, usia 11 tahun datang dengan keluhan muntah berdarah segar dan BAB berdarah. Menurut dokter, pasien telah didiagnosis sirosis hepatis karena penyakit Wilson yang dideritanya. Dari hasil pemeriksaan, venektasi (+), spider navy (+), ascites (+). TD 110/70, nadi 125x/menit, RR 24x/menit, suhu 37.8oC. Tatalaksana yang diberikan kepada pasien adalah A. Somatostatin bolus IV dilanjutkan drip somatostatin B. Omeprazol IV dilanjutkan drip ranitidine C. Asam Traneksamat dan Vitamin K D. Oksitosin IV bolus dilanjutkan oksitoksin drip E. E-Necrotoxin

Analisis Soal • Pada pasien didapatkan gejala sirosis pada usia muda karena penyakit wilson yang merupakan penyakit genetik. Penyakit wilson merupakan kelainan dimana terjadi deposit tembaga (cu) berlebihan pada tubuh, dan pada hepar dapat menyebabkan sirosis. • Pada pasien dengan sirosis, perdarahan saluran cerna terjadi karena pecah varises esofagus. Tatalaksana yang diberikan pada kasus ini utamanya adalah somatostatin yang berupa obat vasoaktif • Asam traneksamat dan vitamin K diberikan pada kasus perdarahan secara umum, tapi pada kasus PVO terapi awal utama adalah obat vasoaktif • Tidak ada obat bernama E-Necrotoxin

Penyakit Wilson • Penyakit Wilson adalah kelainan genetik di mana kelebihan tembaga [Cu] menumpuk di dalam tubuh. Gejalanya biasanya terkait dengan otak dan hati. • Gejala terkait hati termasuk muntah, lemas, cairan menumpuk di perut, pembengkakan kaki, kulit kekuningan dan pruritus • Gejala yang berhubungan dengan otak termasuk tremor, kekakuan otot, kesulitan berbicara, perubahan kepribadian, kecemasan dan halusinasi • Penyakit Wilson adalah kondisi resesif autosom yang disebabkan oleh mutasi pada gen protein penyakit Wilson (ATP7B). Protein ini mengangkut kelebihan tembaga ke empedu, tempat dimana tembaga akan diekskresikan. "Wilson Disease". NIDDK. July 2014. Archived from the original on 2016-10-04. Retrieved 2016-11-06.

Penyakit Wilson

Kayser-Fleischer Ring Gambaran utama pada penyakit wilson adalah gambaran cincin kecoklatan di sekitar limbus mata atau dikenal sebagai Kayser-Fleischer ring https://ghr.nlm.nih.gov/condition/wilson-disease

PVO (Pecahnya Varises Oesophagus) • Salah satu komplikasi terbanyak ditemui pada pasien gangguan hati, terutama sirosis hati • 25-35% pasien sirosis hati  varises oesophagus • Diagnosis PVO: • Tanda2 perdarahan saluran cerna bagian atas, mis: hematemesis, melena, anemia, penurunan tekanan darah • Tanda2 sirosis hati, mis: caput medusae, gynecomastia, dll. Kusumobroto H. Penatalaksanaan perdarahan varises esophagus. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5.Interna Publising; 2009. h.222-6

HIPERTENSI PORTAL & VARISES ESOFAGUS

• Hipertensi portal mengakibatkan varises di tempat anastomosis portosistemik: • Hemoroid di anorectal junction, • Varises esofagus di gastroesophageal junction, • Kaput medusa di umbilikus.

ANATOMI VENA OESOPHAGEA V.Gastrica brevis

3 Jalur Utama Kolateral Portosistemik pada Sirosis Hepatis dan Komplikasinya

Tatalaksana Khusus Perdarahan Variseal • Tatalaksana perdarahan variseal • Tamponade balon dalam 24 jam • Obat vasoaktif

• Vasopresin 0,5-1mg/menit selama 20-60 menit • Somatostatin 250 mcg bolus diikuti drip 250 mcg/jam • Ocreotide drip 50 mcg/jam

• Endoskopi • Profilaksis antibiotik • Propanolol, dimulai dosis 2 x 10 mg dosis dapat ditingkatkan sampi tekanan diastolik turun 20 mmHg atau denyut nadi turun 20% (setelah keadaan stabil  hematemesis melena (-) • Isosorbid dinitrat/mononitrat 2 x 1 tablet/hari setelah KU stabil • Metoklorpramid 3 x 10 mg/hari • Bila ada gangguan hemostasis obati sesuai kelainan • Pada pasien dengan pecah varises/penyakit hati kronik/sirosis hati diberikan : • Laktulosa 4 x 1 sendok makan • Neomisin 4 x 500 mg/ Ciprofloxacin 2 x 500mg • Obat ini diberikan sampai tinja normal.

282 Pasien laki-laki 56 tahun bernama Osmund Saddler dengan riwayat stroke datang dengan keluhan nyeri kaki kanan. Pada PF didapatkan tungkai bawah kanan dingin. Pulsasi tidak teraba pada a. Poplitea dan a. Dorsalis pedis. Pada px EKG didapatkan gambaran sebagai berikut: Apa yang mendasari terjadinya hal tersebut ? A. Plak atherosklerosis pada a poplitea B. Ruptur plak atherosklerosis C. Thrombus pada a poplitea D. Emboli pada a poplitea E. Thrombus pada a dorsalis pedis

282. EKG

Jarak R-R berbeda satu sama lain

Atrial Fibrillation Normal Response

Pembahasan • Pada pasien didapatkan peripheral arterial disease dimana tidak terabanya pulsasi dari arteri poplitea ke dorsalis pedis • Pada gambaran EKG terlihat gambaran AF, pada AF sering terbentuk emboli di atrium kanan karena kontraksi atrium yang tidak teratur sehingga beresiko mengalami emboli, jadi dipilih D.

SLE • Merupakan penyakit inflamasi autoimun kronis peradangan pada kulit, sendi, ginjal, paru-paru, sistem saraf dan organ tubuh lainnya • Akibat Hipersensitivitas tipe 3 Robbins & Cotran pathologic basis of diseases. 2010.

Robbins & Cotran pathologic basis of diseases. 2010.

Kriteria Diagnostik

283 • Seorang pasien perempuan 22 tahun bernama Ashley Graham datang untuk pemeriksaan demi membuat surat keterangan sehat. Saat memeriksa nadi dokter curiga karena pasien memiliki HR hanya 50x/menit. Setelah dilakukan EKG didapatkan gambar sebagai berikut:

R

R P

R

R P

TOTAL AV BLOCK

P

P

283. Apa yang harus dilakukan pada pasien ini? A. Sulfas Atropine 0.5 mg injeksi IM B. Transcutaneous Pacing C. Manuver Kristeller D. Manuver Vagal E. Observasi saja

Pembahasan • Pada pasien didapatkan gambaran bradikardia dengan total AV blok • Akan tetapi pada pasien tidak ditemukan gejala tidak stabil seperti penurunan kesadaran, hipotensi, atau tanda syok lainnya karena dilihat pasien bisa datang ke dokter sendiri, jadi ini termasuk stable bradikardia • Pada stable bradikardia cukup dilakukan observasi • Manuver vagal adalah kontraindikasi pada bradikardia • Manuver kristeller adalah manuver untuk membantu melahirkan bayi dengan menekan abdomen ibu

Pneumonia • Diagnosis pneumonia komunitas: Infiltrat baru/infiltrat progresif + ≥2 gejala: 1. Batuk progresif 2. Perubahan karakter dahak/purulen 3. Suhu aksila ≥38 oC/riw. Demam 4. Fisis: tanda konsolidasi, napas bronkial, ronkhi 5. Lab: Leukositosis ≥10.000/leukopenia ≤4.500 • Gambaran radiologis: • •

Infiltrat sampai konsolidasi dengan “air bronchogram”, penyebaran bronkogenik & interstisial serta gambaran kaviti. Air bronchogram: gambaran lusen pada bronkiolus yang tampak karena alveoli di sekitarnya menjadi opak akibat inflamasi.

Pneumonia komuniti, pedoman diagnosis & penatalaksanaan di Indoneisa. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2003.

Pneumonia

284 Pasien laki2 bernama HUNK the unknown soldier, 22 tahun datang dengan keluhan jantung berdebar-debar TD 160/100 HR 112 x/menit, RR 20 x/menit, Suhu 37.7oC, lalu pada pemeriksaan EKG pada lead I, II dan III ditemukan gambaran PR memendek dengan QRS lebar serta gambaran delta wave. Diagnosis pada pasien ini adalah? A. SVT B. Wolf Parkinson White Syndrome C. Atrial fibrilasi D. Atrial ekstrasistol E. Ventrikel ekstrasistol

Pembahasan • Pada pasien didapatkan keluhan berdebar-debar dengan HR 112x/menit, dengan gambaran EKG adalah PR memendek dengan QRS lebar serta gambaran gelombang delta • Gambaran gelombang delta melambangkan sindrom wolf parkinson white, dimana terjadi entry langsung dari SA node ke Bundle of His tanpa melalui blok AV terlebih dahulu yang menyebabkan gelombang PR yang pendek

Sindrom Wolf Parkinson White (WPW) • Sindrom Wolff-Parkinson-White merupakan salah satu bentuk sindrom preeksitasi dimana terdapat jaras aksesoris kongenital antara atrium dan ventrikel, sehingga terjadi aktivasi ventrikel lebih awal akibat arus listrik dari atrium langsung turun ke ventrikel tanpa melalui AV node • Jaras aksesoris kongenital pada sindrom WPW dikenal sebagai Bundle of Kent, yang langsung menghubungkan antara atrium dan ventrikel tanpa melalui AV Node http://www.ina-ecg.com/2015/05/sindrom-wolff-parkinson-white.html

Sindrom Wolf Parkinson White (WPW)

http://www.ina-ecg.com/2015/05/sindrom-wolff-parkinson-white.html

Sindrom Wolf Parkinson White (WPW) • Karena adanya jaras aksesoris kongenital, pasien dengan sindrom WPW akan sering mengalami episode takiaritmia, akibat mekanismee reentry pada jaras aksesorisnya yang kita sebut sebagai Atrioventrikular Reentry Tachycardia ( AVRT ) • Insidens Sindrom WPW mencapai 0,1 - 3 / 1000 orang dan dihubungkan dengan peningkatan resiko sudden cardiac death

http://www.ina-ecg.com/2015/05/sindrom-wolff-parkinson-white.html

Karakteristik EKG pada WPW • Interval PR Memendek (< 120 msec) • Terdapat Gelombang Delta ( adanya Slurring pada awal gelombang QRS ) • Gelombang QRS sedikit melebar akibat gelombang delta • Adanya abnormalitas gelombang ST/T akibat abnormalitas repolarisasi • Kadang Terlihat Pseudo Infarction Pattern, Karena Gelombang Delta Negatif menyerupai Gelombang Q Patologis http://www.ina-ecg.com/2015/05/sindrom-wolff-parkinson-white.html

EKG pada sindrom WPW

Gambaran Delta wave dengan jarak P ke QRS complex yang pendek http://www.ina-ecg.com/2015/05/sindrom-wolff-parkinson-white.html

285. Seorang pasien laki-laki, 35 tahun bernama Albert Wesker datang dengan keluhan nyeri kepala cekat cekot. Keluhan pada kepala bagian belakang. Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan dalam batas normal. Pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 21 mg/dL, leukosit 5000 x 103/nl, trombosit 253.000 x 103/nl. Pasien sering memakai anabolik steroid bermerk PG67A/W untuk menstabilkan tubuhnya. Diagnosis pada pasien ini adalah A. Polisitemia Vera B. Tension type headache C. Hemodilusi D. Polisitemia Sekunder E. Polisitemia Tersier

Pembahasan • Pada pasien didapatkan nyeri kepala yang kemungkinan disebabkan akibat peningkatan sel darah merah yang terkonsentrasi sehingga menyebabkan hemokonsentrasi dan obstruksi yang menurunkan aliran darah • Pada pasien hanya didapatkan peningkatan HB, jadi ini adalah polisitemia sekunder, yang kemungkinan disebabkan oleh obat anabolic steroid pasien. Anabolic steroid adalah testosteron sintesis yang biasa dipakai sebagai penumbuh otot • Tidak dipilih Polisitemia vera karena PV adalah penyakit myeloproliferatif dimana akan terjadi peningkatan hemoglobin, leukosit dan trombosit sekaligus • Tidak dipilih tension type headache karena stressor biasa berupa psikologis, bukan organik

285. Ketoasidosis Diabetik • Pencetus KAD: • Insulin tidak adekuat • Infeksi • Infark

• Diagnosis KAD: • Kadar glukosa 250 mg/dL • pH <7,35 • HCO3 rendah • Anion gap tinggi • Keton serum (+) Harrison’s principles of internal medicine

Harrison’s principles of internal medicine

Penyebab Polisitemia Sekunder • sleep apnea • smoking or lung disease • obesity • hypoventilation • chronic obstructive pulmonary disease (COPD) • diuretics • performance-enhancement drugs, seperti eythropoietin, testosterone, dan anabolic steroids https://www.healthline.com/health/secondary-polycythemia#causes

THT

No. 286 Seorang laki-laki, 48 tahun, datang dengan keluhan mimisan hilang timbul 3 bulan terakhir, disertai terasa mengganjal di hidung kanan, dan bau busuk. Pemeriksaan fisik ditemukan regio colli dextra membesar, rinoskopi anterior, ada benjolan di hidung kanan, keluhan lain pendengaran menurun. Diagnosis pada pasien ini adalah… A. Limfadenitis coli B. Sinusitis maksilaris C. Polip nasofaring D. Angiofibroma nasofaring E. Carcinoma nasofaring

Analisis Soal • Kemungkinan diagnosis pasien adalah Ca nasofaring karena terdapat keluhan: • pasien laki-laki mimisan, disertai terasa mengganjal di hidung kanan, bau busuk, pendengaran menurun • regio colli dextra membesar • rinoskopi anterior, ada benjolan di hidung kanan

• Pilihan Atidak disertai dengan keluhan-keluhan lain

• Pilihan BTidak disertai dengan pembesaran daerah colli • Pilihan Ctidak ada diagnosis ini • Pilihan Dbiasanya terjadi pada masa remaja (juvenile), tidak ada keluhan pembesaran colli dan bau busuk

Manifestasi Klinis Gejala dapat dibagi dalam lima kelompok, yaitu: 1. Gejala nasofaring 2. Gejala telinga 3. Gejala mata 4. Gejala saraf 5. Metastasis atau gejala di leher

Manifestasi Klinis • Gejala telinga: – rasa penuh di telinga, – rasa berdengung, – rasa tidak nyaman di telinga – rasa nyeri di telinga, – otitis media serosa sampai perforasi membran timpani – gangguan pendengaran tipe konduktif, yang biasanya unilateral

• Gejala hidung: – – – –

ingus bercampur darah, post nasal drip, epistaksis berulang Sumbatan hidung unilateral/bilateral

• Gejala telinga, hidung, nyeri kepala >3 minggu  sugestif KNF

Manifestasi Klinis • Gejala lanjut  Limfadenopati servikal • Penyebaran limfogen • Konsistensi keras, tidak nyeri, tidak mudah digerakkan • Soliter • KGB pada leher bagian atas jugular superior, bawah angulus mandibula

• Gejala lokal lanjut  gejala saraf • Penjalaran petrosfenoid  dapat mengenai saraf anterior (N II-VI), sindroma petrosfenoid Jacob • Penjalaran petroparotidean  mengenai saraf posterior (N VII-XII), sindrom horner, sindroma petroparatoidean Villaret

KGB Leher

Diagnosis • Medical history and physical exam • Nasopharingeal exam  Indirect nasopharyngoscopy  Direct nasopharyngoscopy

• Biopsy  Endoscopy  Fine needle aspiration (FNA) biopsy

• • • • •

CT-Scan MRI Chest X-Ray PET Scan Blood test  Routine blood test  EBV level

Pemeriksaan Penunjang • Rhinoskopi posterior • FNAB KGB • Titer IgA anti : – VCA: sangat sensitif, kurang spesifik – EA: sangat kurang sensitif, spesifitas tinggi • Evaluasi gigi geligi • Audiometri • Neurooftalmologi • USG Abdomen, Liver Scinthigraphy • Bone scan

PENGOBATAN • Radioterapi Stadium dini tumor primer Stadium lanjut tumor primer (elektif), KGB membesar • Kemoterapi Stadium lanjut / kekambuhan sandwich • Operasi – sisa KGB  diseksi leher radikal – Tumor ke ruang paranasofaringeal/ terlalu besar  nasofaringektomi

Keganasan History

Physical Exam.

Diagnosis

Treatment

Laki-laki usia 50an yang terpapar nikel, krom, formalin, dan terpentin

unilateral obstruction & rhinorrea. Diplopia, proptosis . Bulging of palatum, cheek protrusion, anesthesia if involving n.V

Ca sinonasal

Surgery

Orang tua, yang merokok, suka makan yang terlalu panas, zat pengawet. Tinnitus, otalgia epistaxis, diplopia, neuralgia trigeminal.

Posterior rhinoscopy: mass at fossa Rosenmuller, cranial nerves abnormality, enlargement of jugular lymph nodes.

KNF

Radiotherapy, chemoradiation, surgery.

Nyeri pada tenggorokan. otalgia. Air liur berdarah

Painful ulceration with induration of the tonsil. Lymph node enlargement.

Ca tonsil

Surgery

Laki-laki usia muda dengan keluhan sering mimisan

Anterior rhinoscopy: red shiny/bluish mass. No lymph nodes enlargement.

Juvenile angiofibroma

Surgery

No. 287 Roberto Hongo Akira, pasien anak laki-laki usia 5 tahun, datang dibawa oleh ibunya karena tersedak saat sedang makan baso di dekat rumahnya sekitar 20 menit yang lalu, Pasien tampak sesak, pada pemeriksaan fisik dijumpai stridor inspirasi. Berdasarkan data tersebut, Dimanakah perkiraan kemungkinan terbesar letak sumbatan? A. Trakea B. Laring C. Faring D. Glottis E. Bronkus

Analisis Soal • Pasien anak tersedak bakso dan saat ini terdengar stridor inspirasi • Dari tanda tersebut, kemungkinan sumbatannya terletak pada Laring • Secara anatomi, Laring dapat dibagi menjadi supraglotis, glottis dan subglotis – Sumbatan pada supraglotisStridor inspirasi – Sumbatan pada glottis dan subglotisstridor inspirasi dan stridor ekspirasi

• Dari pilihan jawaban yang ada, maka jawaban yang lebih tepat adalah B. Laring • Pilihan Cakan didapatkan keluhan disfagia • Pilihan Eakan didapatkan keluhan wheezing pada satu sisi atau infeksi paru berulang

Anatomy – subdivision

Source: AJCC Cancer Staging Manual, 6th Ed (2002)

Stridor • Stridor is a harsh, vibratory sound of variable pitch caused by partial obstruction of the respiratory passages that results in turbulent airflow through the airway

Benda asing saluran nafas Lokasi sumbatan Tanda dan Gejala Laring

Total: asfiksia karena spasme laring Parsial: suara parau, disfonia, batuk yang disertai sesak (croupy cough), odinofagia, mengi, sianosis, hemoptisis, rasa subjektif (pasien menunjuk leher)

Trakea

Batuk tiba-tiba dengan rasa tercekik (choking), tersumbat di tenggorokan (gagging), sentuhan benda asing pada pita suara terasa getaran di daerah tiroid (palpatory thud), atau didengar di stetoskop (audible slap), mengi saat membuka mulut (asthmatoid wheeze)

Bronkus

Lebih banyak bronkus kanan Fase asimtomatik Fase pulmonum: emfisema, atelektasis, drowned lung, abses paru

Hidung

Hidung tersumbat, rinore unilateral dengan cairan kental, berbau, nyeri, demam, bersin, epistaksis

Orofaring dan hipofaring

Nyeri menelan (odinofagia), Jackson’s sign  akumulasi ludah pada sinus piriformis tempat benda asing tersangkut,

Benda Asing pada Laring • 8-10% of airway foreign bodies • Highest risk of death before arrival to the hospital • Additional history/physical: – Complete airway obstruction – Hoarseness – Stridor – dyspnea

Tracheal Foreign Body • Tracheal foreign body • Additional history/physical: – Complete airway obstruction – Audible slap – Palpable thud – Asthmatoid wheeze

Benda Asing pada Trakhea • Patofisiologi: – Benda asing trakea yang masih dapat bergerak, pada saat benda itu sampai dikarina, dengan timbulnya batuk, benda asing itu akan terlempar ke laring – Sentuhan benda asing itu pada pita suara dapat terasa merupakan getaran di daerah tiroidpalpatory thud – Dapat didengar dengan stetoskop di daerah tiroidaudible slap

• Gejala Klinis: – Palpatory thud serta audible slap • lebih jelas teraba atau terdengar bila pasien tidur terlentang dengan mulut terbuka saat batuk • Audible slapsuara hentakan di trakea, pita suara atau subglotis • Palpatory thudteraba hentakan di trakea pars servikal

– Mengi (asthmatoid wheeze) • dapat didengar pada saat pasien membukamulut dan tidak ada hubungannya dengan penyakit asma bronchial

Benda Asing pada Bronkus • 80-90% of airway foreign bodies • Right main stem most common (controversial) • Additional history/physical: – Diagnostic triad (<50% of cases): • unilateral wheezing • decreased breath sounds • Cough

– Chronic cough or asthma,recurrent pneumonia, lung abscess

No. 288 Seorang pria datang ke IGD diantar teman-temannya karena keluar darah dari lubang hidung kiri sejak setengah jam SMRS. Pada pemeriksaan rhinoskopi ditemukan bahwa perdarahan aktif dari bagian septum nasi anterior dan tidak didapatkan darah pada segmen posterior hidung. Dari manakah sumber perdarahan pada kasus diatas? A. Plexus Kiesselbach

B. Arteri spenopalatina C. Arteri palatina major D. Arteri ehtmoidalis E. A. maxillaris

Analisis Soal • Pasien ini kemungkinan mengalami epistaksis anterior karena : • keluar darah dari lubang hidung kiri sejak setengah jam SMRS • Pada pemeriksaan rhinoskopi ditemukan bahwa perdarahan aktif dari bagian septum nasi anterior dan tidak didapatkan darah pada segmen posterior hidung.

• Pada epistaksis anterior, sumber perdarahannya berasal dari Pleksus Kiesselbach

Epistaksis • Epistaksis anterior: – Sumber: pleksus kisselbach plexus atau a. ethmoidalis anterior – Dapat terjadi karena infeksi & trauma ringan, mudah dihentikan. – Penekanan dengan jari selama 10-15 menit akan menekan pembuluh darah & menghentikan perdarahan. – Jika sumber perdarahan terlihat  kauter dengan AgNO3, jika tidak berhenti  tampon anterior 2 x 24 jam.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Tatalaksana Awal • Adapun pertolongan pertama yang dapat dilakukan yakni: – Posisikan kepala menunduk dan duduk condong ke depan – Tekan cuping hidung selama 10-15 menit (metode trotter) – Bernafas melalui mulut – Kompres pangkal hidung dengan air dingin

No. 289 Laki-laki, 36 tahun, datang ke puskesmas keluhan pusing dan berkeringat dingin setelah menempuh perjalanan dengan mobil selama 25 menit. Disertai rasa mual, riwayat keluhan dialami sejak kecil setiap naik kendaraan. Tanda vital dalam batas normal, laboratorium darah rutin tidak menunjukkan kelainan. Bagaimanakah tindakan pencegahan pada kasus ini ? A. Mengalihkan perhatian dengan membaca buku selama perjalanan B. Mencari tempat yang tidak bisa melihat pergerakan benda di luar kendaraan C. Fokus pada film yang diputar di gadget D. Memilih kursi yang menghadap kebelakang E. Memilih kursi yang memungkinkan untuk melihat keluar

Analisis Soal • Diagnosis pasien ini adalah motion sickness karena terdapat keluhan: – keluhan pusing dan berkeringat dingin setelah naik mobil selama 25 menit – Disertai rasa mual, riwayat keluhan dialami sejak kecil setiap naik kendaraan.

• Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah melihat pemandangan yang luas, sehingga akan lebih membantu bila dapat melihat pemandangan luar. • Jawaban yang paling tepat adalah E. Memilih kursi yang memungkinkan untuk melihat keluar • Pilihan A-Ddapat memicu motion sickness

Motion Sickness • Unpleasant condition that occurs when persons are subjected to motion or the perception of motion, considered to be physiological. • Common symptoms: – nausea, nonvertiginous dizziness, and malaise.

• Pathophysiology: – conflicted input from vestibular, visual, and proprioceptive receptors. – Conflict causes more severe symptoms when the patient is passively moved at certain frequencies.

• Physical signs: – yawning, belching, perioral and facial pallor. – Increased salivation, diaphoresis, and flushing.

Motion Sickness: Management NON-PHARMACOLOGICAL: • Minimize motion: – Pick a stable vehicle – Occupy the center/front, midline of vehicle – Choose a location at ground floor or waterline



Reduce vestibular symptoms: – Reduce off-axis motion – Support the head – Recline head back 30 degree

• Visual tips to minimize motion sickness: – – – – –



Try to see a wide horizon. Look toward motion. Do not do any close work or read. Wear sunglasses. Close your eyes.

Proprioceptive tips to minimize motion sickness: – – – – –

Connect with steering device. Support head Avoid neck torsion Stand Recline as much as possible

PHARMACOLOGICAL • Skopolamin • Dimenhidrinat • Promethazine

No. 290 Tn. Yahya Muhaimin Iskandar, usia 65 tahun, datang ke poliklinik dokter umum diantar istrinya dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari yang lalu. Rahang bawah terasa bengkak dan nyeri. Air liur mengalir keluar. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 110/70, N 82x, R 33x, S 38C. Pada pemeriksaan fisik : terdapat massa di submandibular teraba seperti papan, lidah terangkat dan trismus (+). Penyebab tersering kasus diatas adalah… A. Infeksi odontogenik B. Infeksi saliva C. Infeksi parotis D. Infeksi Telinga E. ISPA berulang

Analisis Soal • Diagnosis pasien ini adalah Angina Ludwig karena terdapat keluhan: – sesak nafas sejak 2 hari yang lalu disertai rahang bawah bengkak, nyeri dan disfagia (air liur mengalir keluar). – Sesak napas (R 33x/m) dan demam (S 38C) – Pada pemeriksaan fisik : terdapat massa di submandibular teraba seperti papan, lidah terangkat dan trismus (+)

• Etiologi tersering dari angina Ludwig adalah infeksi pada gigi molar 2 dan 3, maka pilihan jawaban yang tepat adalah A. Infeksi Odontogenik

Ludwig’s Angina • Ludwig’s angina is a rapidly progressing polymicrobial cellulitis of the sublingual and submandibular spaces • Rarely become fluctuant • Results in life threatnening air way compromise • The organisms most often isolated in patients with the disorder are Streptococcus viridans and Staphylococcus aureus • Anaerobes also are frequently involved, including bacteroides, peptostreptococci, and peptococcus, fusiform bacilli , diptheroids. • Non specific mixed infection

Ludwig Angina: Etiology • It is primarily caused by infection of the second and third molars as the roots of these teeth have direct access to the submaxillary space>90%. • Other causes of Ludwig's angina include: – Dental abscesses – Dental injury or trauma can also cause Ludwig's Angina – Peritonsillar/parapharyngeal abscesses – Mandibular fractures – Oral lacerations and piercings – Oral cancer – Pre-disposing factors include: Poor oral hygiene, Dental caries, Recent dental treatment or tooth extraction

Angina Ludwig • Ludwig’s is a cellulitis of the submandibular space that spreads to the structures of the anterior • neck and beyond via connective tissue, muscle, and fascial planes rather than by the lymphatic system. • Cellulitis, rather than abscess formation, is the most common early presenting finding. • As the infection progresses, edema of the suprahyoid tissues and supraglottic larynx elevate and posteriorly displace the tongue, resulting in lifethreatening airway narrowing. • In advanced infection, cavernous sinus thrombosis and brain abscess, in addition to airway compromise, have been described.

Ludwig’s Angina Anatomy

submaxillary space = submylohyoid space

• • • •

The submandibular space is composed of two spaces separated anteriorly by the mylohyoid muscle: the sublingual space, which is superior, and the submaxillary space, which is inferior. These 2 spaces can communicate each other by mylohyoid cleft Ludwigs angina begins in the submaxillary space and secondarily involves submental and sublingual space Typically affected structures, in order of most frequent contamination, are the anterior neck, the pharyngomaxillary space, the retropharynx, and the superior mediastinum.

Ludwig’s Angina • The spread of infection is halted anteriorly by the mandible and inferiorly by the mylohyoid muscle.

• The infectious process expands superiorly and posteriorly, elevating the floor of the mouth and the tongue. • The hyoid bone limits the process inferiorly, and swelling spreads to the anterior aspect of the neck, causing distortion and a “bull neck” appearance. Spread of process superiorly and posteriorly elevates floor of mouth and tongue. In anterior spread, the myoid bone limits spread inferiorly, causing a “bull neck” appearance.

• This then evolves to an infectious compartment syndrome of the submandibular and sublingual spaces.

Clinical Manifestations • Bilateral ‘wood like’ swelling in the submandibular, sublingual and submental spaces • Double chin appearance • Skin is tense and tends to pit and blanch on pressure • Rapidly spreading edema • Edema and congestion of floor of the mouthBoard like swelling of floor of mouth • Elevation and protrusion of tongue • Elevation of the tongue is associated with dysphagia, odynophagia, dysphonia and cyanosis

• Poor oral hygeine, tooth pain • Tachypnea, and tachycardia and fever • Hoarseness, stridor, respiratory distress, decreased air movement, cyanosis

On Oral examination • Board like swelling of floor of mouth • Elevation of the tongue • Nonfluctuant suprahyoid swelling typify the disease process. There is typically a bilateral submandibular edema, • The swelling of the anterior soft tissues of the neck above the hyoid bone sometimes leads to the characteristic “bull’s neck” appearance of affected patients. • Adenopathy and fluctuance are not usually seen in patients with Ludwig’s angina

Tongue protrusion culminating in rapid and progressive airway obstruction.

Treatment of Ludwig’s Angina • Treatment includes assessment and protection of the airway – Tracheostomy if nescessary

• use of intravenous antibiotics – Recommended initial antibiotics are high-dose penicillin G, sometimes used in combination with an anti-staphylococcal drug or metronidazole IV. – In penicillin-allergic patients, clindamycin hydrochloride is a good choice. – Alternative choices include cefoxitin sodium or combination drugs such as ticarcillin-clavulanate, piperacillin-tazobactam or amoxicillin-clavulanate

• Surgical evaluation and, if necessary, operative decompression. – Surgical drainage may be indicated if no clinical improvement is seen within 24 hours.

• Intravenous dexamethasone sodium phosphate given for 48 hours, has been beneficial in reducing edema, which helps maintain airway integrity and enhances antibiotic penetration.

MANAGEMENT ALGORITHM OF LUDWIG’S ANGINA

Tracheostomy and drainage

No. 291 Seorang laki-laki, 20 tahun, datang ke Puskesmas dengan keluhan sering pilek, hidung tersumbat dan penurunan membau. Pemeriksaan fisik dalam batas normal. Tidak ada riwayat alergi. Pada pemeriksaan hidung tampak massa bertangkai warna putih mengkilat menutupi seluruh rongga hidung. Apakah diagnosis yang paling tepat? A. Rhinitis alergi B. Sinusitis alergi C. Polip nasi D. Polip anthrocoana E. Ca nasofaring

Analisis Soal • Diagnosis pasien ini adalah Polip nasi karena terdapat keluhan: – sering pilek, hidung tersumbat dan penurunan membau. – pemeriksaan hidung tampak massa bertangkai warna putih mengkilat menutupi seluruh rongga hidung

• Pilihan A-Bdisingkirkan karena pasien ada massa bertangkai, pada kedua diagnosis ini, tidak ditemukan massa bertangkai • Pilihan Dtidak dipilih, karena pada polip antrokoana, pemebesaran massa mengarah kearah posterior (nasofaring), sehinga massa akan terlihat pada rinoskopi posterior dan hanya sedikit terlihat di dalam rongga hidung • Pilihan Edisingkirkan, karena pada Ca nasofaring, massa terletak di fossa rosenmuller, yang biasanya terlihat pada rinoskopi posterior

Polip Nasal • Polyp is a white-greyish soft tissue containing fluid within nasal cavity, which is caused by mucosal inflammation. • Nasal polyps do not occur in children except in the presence of cystic fibrosis. • Symptoms & signs: – nasal obstruction, nasal discharge, hyposmia, sneezing, pain, frontal headache. – Rhinoscopy: pale mass at meatus medius, smooth & moist, pedunculated and move on probing.

• Therapy:

– Corticosteroid (eosinophilic polyp has good response compared with neutrophilic polyp) – polipectomy if no improvement.

Pemeriksaan • Pemeriksaan utama adalah rhinoskopi anterior. • Pada pemeriksaan rhinoskopi anterior  massa pucat dari meatus medius, mudah digerakkan,bisa menyebabkan pelebaran hidung karena polip yang masif • Penunjang: nasoendoskopi, radiologi (foto polos sinus paranasal, CT scan)  terapi ini dilakukan jika dari pemerikaan rhinoskopi anterior belum dapat ditegakkan diagnosis polip. • Biopsi  dilakukan jika terdapat kecurigaan ke arah keganasan. • Terapi: steroid (polipektomi medikamentosa)  tidak membaik, polipektomi bedah

Antrochoanal polyp • Polyps start in the maxillary sinus and grow out of the ostium or accessory ostium • Grow posteriorly into the choana and further into the oropharynx • Mainly appeared during posterior rhinoscopy or pharyngeal examination

Appearance of an antrochoanal polyp behind the uvula and the soft palate

No. 292 Laki-laki, 26 tahun, datang ke puskesmas dgn keluhan sakit menelan sejak 7 hari. Pasien sulit makan, disertai demam naik turun 1 bulan yang lalu dan penurunan berat badan. Keadaan umum lemah, TD 100/70, HR 100, RR 26, suhu 38oC. Pemeriksaan THT hidung dalam batas normal, tonsil T1/T1, dan orofaring hiperemi, bercak keputihan dan edema. Diagnosis pasien ini adalah… A. Tonsilofaringitis akut B. Faringitis kandidiasis C. Faringitis kronis eksaserbasi akut D. Faringitis akut bacterial E. Tonsilofaringitis kronis eksaserbasi akut

Analisis Soal • Kemungkinan diagnosis pasien ini adalah Faringitis Kandida kerena terdapat keluhan: – sakit menelan sejak 7 hari disertai sulit makan – Terdapat kemungkinan kondisi imunosupresi (HIV), karena terdapat keluhan demam naik turun 1 bulan yang lalu dan penurunan berat badan. – Keadaan umum lemah, TD 100/70, HR 100, suhu 38oC – Pemeriksaan THT hidung dalam batas normal, tonsil T1/T1, dan orofaring hiperemi, bercak keputihan dan edema

• Pilihan A dan Etidsk dipilih karena pada pasien ini, tidak ditemukam kelainan pada tonsil • Pilihan Ctidak dipilih karena tidak terdapat riwayat infeksi faring yang berulang atau lama sebelumnya • Pilihan Ddisingkirkan karena pada penyebab bakteri, tidak ditemukan bercak keputihan

Oropharingeal Candidiasis • Definisi – Oropharyngeal candidiasis, or thrush, is a common local infection seen in infants, older adults who wear dentures, patients treated with antibiotics, chemotherapy, or radiation therapy to the head and neck, and those with cellular immune deficiency states, such as AIDS.

• Etiologi – The usual causative agent is Candida albicans, but other species, including C. glabrata, C. krusei, and C. tropicalis, have been isolated from patients with thrush or esophagitis. – These other species are usually present along with C. albicans, which is the probable cause of the symptoms in most patients. However, in highly immunosuppressed AIDS patients, nonalbicans species appear to cause disease

Manifestasi Klinis • The pseudomembranous form is the most common and appears as white plaques on the buccal mucosa, palate, tongue, and/or the oropharynx. • The atrophic form, also called denture stomatitis, is the most common form in older adults. – It is often found under upper dentures and is characterized by erythema without plaques. – usually experience pain.

• Many patients with oropharyngeal candidiasis are asymptomatic. • The most common symptoms that do occur are a cottony feeling in the mouth, loss of taste, and in some cases, pain during eating and swallowing. • In addition, immunosuppressed patients with thrush often have concurrent Candida esophagitis or occasionally laryngeal candidiasis. – laryngeal candidiasis may be suspected in a patient with evidence of oropharyngeal infection who also complains of hoarseness.

Jenis

Gambaran klinis Kandidiasis oral

Kandidiosis pseudomembranosa akut

Plak putih pada lidah, palatum, gusidapat diangkatsetelah diangkat tampak dasar eritema

Kandidiosis eritematosa/ atrofik akut

Papilla lidah menipis tertutup oleh pseudomembran tipis pada permukaan dorsal lidah dan dapat disertai rasa panas atau nyeri.

Kandidiosis hiperplasia kronik

Plak putih atau translusen yang tidak dapat dilepaskan, biasanya di mukosa bukal.

Denture related stomatitis/ atrofik kronik

Mukosa palatum yang kontak dengan gigi tiruan tampak edematosa dan eritematosa, bersifat kronik, dan dapat dijumpai keilitis angularis.

Kelitis angularis/perlèche

Lesi berupa fissura dan eritema di sudut mulut dan terasa perih

Sumber: Scully C. Mucosal candidiosis clinical presentation. Emedicine | PPK Perdoski. 2017

Diagnosis • The diagnosis of oropharyngeal candidiasis is usually suspected clinically and is readily confirmed by scraping the lesions with a tongue depressor and performing a Gram stain or KOH preparation on the scrapings. • Budding yeasts with or without pseudohyphae are seen.

Tatalaksana • For patients presenting with an initial episode of mild thrush, topical therapy can be administered for 7 to 14 daysclotrimazole troches (one 10 mg troche five times daily), • Miconazole mucoadhesive buccal tablets (50 mg once daily applied to the mucosal surface over the canine fossa) can also be used. • Nystatin suspension (400,000 to 600,000 units four times daily) is another option.

No. 293 Jing Krak Moon, seorang pasien laki laki usia 54 tahun, datang dengan keluhan suara serak. Pada saat dilakukan pemeriksaan THT, dari hasil pemeriksaan laringoskopi indirek didapatkan massa di pita suara, rapuh dan mudah berdarah. Berdasarkan tanda dan gejala tersebut, apakah diagnosis yang paling tepat untuk pasien? A. Ca laring B. Laringitis C. Faringitis D. Epiglotitis E. Vestibulitis

Analisis Soal • Diagnosis pasien ini kemungkinannya adalah Ca Laring, karena terdapat keluhan: – suara serak – pemeriksaan laringoskopi indirek didapatkan massa di pita suara, rapuh dan mudah berdarah

• Pilihan Btidak ditemukan massa, dapat ditemukan pita suara yang berwarna merah • Pilihan Ctidak disertai dengan suara serak • Pilihan D dan Edisingkirkan karena kelaianan pada pasien terdapat di pita suara

No. 294 Laki-laki bernama Tn. Chandra Harahap, usia 60 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan suara serak sejak 4 bulan yang lalu. Keluhan disertai dengan batuk berdarah dan penurunan berat badan. Sudah berobat dan diberi obat antibiotik dan antiinflamasi namun tidak membaik. Pemeriksaan anjuran apa yang perlu dilakukan oleh pasien adalah… A. Laringoskop direk B. Laringoskop indirek C. Otoskop D. Rhinoskopi anterior E. Rhinokopi posterior

Analisis Soal • Kemungkinan diagnosis pasien ini adalah Ca Laring karena terdapat keluhan: – suara serak sejak 4 bulan yang lalu, disertai dengan batuk berdarah dan penurunan berat badan – Sudah berobat dan diberi obat antibiotik dan antiinflamasi namun tidak membaik

• Pada Ca Laring, pemeriksaan lanjutan yang perlu dilakukan adalah B. laringoskop Indirek • Laringoskop direk dilakukan saat akan melakukan biopsy, hal ini dikerjakan setelah melihat kondisi laring dengan laringoskop indirek, oleh karena itu jawaban laringoskop direk tidak tepat

293-294. Laryngeal Cancer: Anatomy

Laryngeal Cancer

Karsinoma Laring • • •

Tumor ganas pada laring. Faktor risiko: merokok (utama), konsumsi alkohol, laki-laki, infeksi HPV, usia, diet rendah sayur, pajanan thd cat, radiasi, asbestos, diesel, refluks gastroesofageal. Gejala: – – – – –

Suara serak Dispnea dan stridor Disfagia Batuk, hemoptisis Gejala lain: nyeri alih ke telinga ipsilateral, halitosis, batuk, mudah lelah, penurunan berat badan – Pembesaran KGB – Nyeri tekan laring

• Pemeriksaan fisik dengan laringoskopi: tampak massa ireguler pada pita suara. • Pemeriksaan penunjang: – Biopsi – CT scan/MRI untuk mengetahui perluasan massa

Epidemiology • Most common head and neck CA (excluding skin) • The laryngeal cancer can develop mostly in three parts of the larynx: – The glottis – The supraglottis – The subglottis • Male : Female = 4 : 1 • > 90% squamous cell cancer Incidence by Site (US) Supraglottic

40%

Glottic

59%

Subglottic

1%

American Cancer Society: Cancer Facts and Figures 2008. Atlanta, Ga: American Cancer Society, 2008.

Risk Factors • Age. Cancer of the larynx occurs most often in people over the age of 55. • Gender. Men are four times more likely than women to get cancer of the larynx. • Race. African Americans are more likely than whites to be diagnosed with cancer of the larynx. • Smoking. Smokers are far more likely to get cancer of the larynx. • Alcohol. People who drink alcohol are more likely to develop laryngeal cancer • A personal history of head and neck cancer. Almost one in four people who have had head and neck cancer will develop a second primary head and neck cancer. • Occupation. Workers exposed to sulfuric acid mist or nickel or asbestos have an increased risk of laryngeal cancer. • HPV, GERD implicated

Clinical Presentation • Signs and symptoms – Mass effect: hoarseness, dysphagia, hemoptysis, neck mass, airway compromise (difficulty breathing), aspiration – Throat pain, ear pain (referred through CN X branch) • Suggests advanced stage

– Hoarseness = allow for early detection of glottic cancer – Supraglottic CA = tend to present later • Usually present w/bulkier tumors before Si/Sx present • More likely to present w/node mets d/t richer lymphatics

– Weight loss

• Gejala & tanda keganasan laring: – – – – – – – – – – –

suara serak, disfagia, hemoptisis, massa di leher, nyeri tenggorok, nyeri telinga, Batuk persisten Bau mulut gangguan jalan napas, & aspirasi. Laringoskopi: laring tampak penonjolan seperti jamur, friabel (mudah berdarah), nodular, ulseratif, atau perubahan warna saja.

Clinical Presentation – cont’ • Physical Exam – Complete head and neck exam • Palpation for nodes; restricted laryngeal crepitus.

– Quality of voice • Breathy voice = cord paralysis • Muffled voice = supraglottic lesion

– Laryngoscopy indirect • Laryngeal mirror • Fiberoptic exam (lack depth perception) • Note: contour, color, vibration, cord mobility, lesions.

– Stroboscopic video laryngoscopy • Highlights subtle irregularities: vibration, periodicity, cord closure

Laryngeal cancer workup • Radiology – Contrast-enhanced CT scan and MRI  extension of tumor into vita structure – Chest X-ray  present metastasis – PET-CT

• Laboratory – CBC, blood gas, thyroid function, renal and hepatic function

• Histopathology – 96% squamous cell carcinoma – squamous cell carcinoma means that abnormal-appearing squamous cells, and often keratin, are beneath the area where the usual basement membrane lies.

Imaging • CT or MRI – Evaluate pre-epiglottic or paraglottic space – Laryngeal cartilage erosion – Cervical node mets

• PET – Role under investigation, currently not standard of care – Specific application • Identifying occult nodal mets • Distinguish recurrence vs radionecrosis or other prior tx sequalae

• Ultrasound – In Europe: used to identify cervical mets and laryngeal abn.

• Direct laryngoscopy with biopsy • Histologic subtypes – Squamous cell carcinoma • > 90% of causes • Linked to tobacco and excessive alcohol

(R) Source: http://www.medscape.com/content/2002/00/44/25/442595/442595_fig.html (L) Source: http://www.som.tulane.edu/classware/pathology/medical_pathology/New_for_98/Lung_Review/Lung-62.html

Penyakit Laring Diagnosis

Karakteristik

Polip pita suara

Lesi bertangkai unilateral, dapat berwarna keabuan (tipe mukoid) atau merah tua (angiomatosa). Gejala: suara parau. Lokasi di sepertiga anterior/medial/seluruhnya. Umum dijumpai pada dewasa, namun bisa pada semua usia.

Nodul pita suara

Suara parau, riwayat penggunaan suara dalam waktu lama. Lesi nodul kecil putih, umumnya bilateral, di sepertiga anterior/medial.

Laringitis

Inflamasi laring, gejala suara parau, nyeri menelan/bicara, batuk kering, dapat disertai demam/malaise. Mukosa laring hiperemis, edema di atas dan bawah pita suara.

Papilloma laring

Massa seperti buah murbei berwarna putih kelabu/kemerahan. Massa rapuh, tidak berdarah. Gejala: suara parau, dapat disertai batuk dan sesak. Lokasi pada pita suara anterior atau subglotik.

No. 295 Frisiana Flegia, seorang anak perempuan berusia 5 tahun datang dibawa ibunya dengan keluhan penurunan pendengaran sejak 2 minggu. Terdapat cairan seperti lem dari telinga. Tidak ada nyeri. Riwayat otitis media akut 4 bulan yg lalu, otoskopi membran timpani tampak utuh, retraksi, berwarna merah kekuningan Penatalaksanaan yang tepat adalah… A. Timpanopalsti B. Dekongestan, analgetik C. Antibiotik, Dekongestan D. Miringotomi, pemasangan Grommet Tube E. Ear toilet

Analisis Soal • Diagnosis pasien ini adalah otitis media efusi kronik (glue ear) karena terdapat keluhan: – – – –

penurunan pendengaran sejak 2 minggu Terdapat cairan seperti lem dari telinga Riwayat otitis media akut 4 bulan yg lalu otoskopi membran timpani tampak utuh, retraksi, berwarna merah kekuningan

• Adanya riwayat otitis media akut sebelumnya, dapat meningkatkan risiko terjadinya OME kronik – Sekitar 10% penderita OMA akan menjadi OME kronik, akibat disfungsi tuba

• Tatalaksana yang tepat adalah D. Miringotomi dan pemasangan Grommet tube • Pada OME kronik, terapi medikamentosa secara umum memberikan hasil yang kurang baik

Otitis Media Akut

Otitis Media Efusi Infeksi (-)

(Air Bubble (+))

Kronik Glue Ear

Oklusi tuba

Akut < 3 bulan Infeksi (+)

Otitis Media Kronik > 3 bulan

Otitis Media Efusi • • • • •

Radang mukoperiosteum rongga telinga tengah yang ditandai dengan adanya cairan dan membrane timpani yang utuh. Terjadi ketika suatu oklusi tuba tidak teratasi. Terjadi pengumpulan cairan serosa di dalam cavum timpani dengan gejala khas berupa gelembung udara pada pemeriksaan otoskop (Air Bubble) Klasifikasi: Eksudativa (Aerotitis, Barotrauma), Serosa (Kataralis), Mukoid (Glue Ear) Gejala: – – – –

Telinga seperti tertutup atau penuh Tinnitus nada rendah Tuli konduktif Displakusis (mendengar suara ganda

• Terapi: – Cari pencetusnya – Medikamentosa: steroid, dekongestan, antihistamin – Definitf: pemasangan ear ventilation tube (grommet tube)

Otitis Media Efusi – Obstruksi tuba Eustachius  tekanan negatif  transudasi – Penurunan pendengaran, tidak nyeri jika tidak terinfeksi atau perubahan tekanan yang cepat – Jika masih ada udara  perubahan posisi kepala menimbulkan sensasi lembab dengan suara gelembung – Bisa ada tinnitus, desiran/gemuruh nada rendah, atau tinitus pulsatil dari suara arteri. 1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, & throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

1) Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. 3) Menner, a pocket guide to ear. 2003.

Otitis Media Chronic serous otitis media/glue ear/mucous OM •



If a serous effusion continues for weeks  the mucous glands of the middle ear & eustachian tube tend to proliferate & secrete more actively  the fluid can progressively thicken “glue” (gelatinous mucus). Batasan antara otitis media serosa akut dan kronik: – Akutsekret terjadi secara tiba-tiba – Kroniksekret terjadi secara bertahap dan berlangsung lama

• •

Lebih sering terjadi pada anak-anak Gejala: – Tuli lebih menonjol (40-50dB)



Findings: – Membran timpani tampak retraksi, suram, kuning kemerahan atau keabuan – The serous and mucous ear effusions are usually sterile & do not cause the diffuse thick redness . – Audiometry will document conductive hearing loss.



Th: myringotomy & inserting ventilation pipe (Grommet)

Tatalaksana OME Kronik • Sering sembuh spontan • Cari pencetusnya • Watchful waiting – pada anak tanpa risiko gangguan bicara, bahasa, dan belajar, pendengaran normal/ tuli<40dB

• Medikamentosa: – steroid, dekongestan, antihistamin, mukolitik  sebetulnya unproven effective

• Definitf: – pemasangan ear ventilation tube (grommet tube) jika: • keluhan persistent • tuli>40 Db • risiko gangguan belajar/bicara/bahasa

Otitis Media Otitis media serosa akut –

Terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba-tiba akibat gangguan fungsi tuba –



Obstruksi tuba Eustachius  tekanan negatif  transudasi

Penyebab: •

Sumbatan tuba secara tiba-tibabarotrauma



Infeksi virus pada saluran napas atas



Alergi pada jalan napas atas



Idiopatik

– Lebih sering pada dewasa –



Gejala: •

Penurunan pendengaran, tidak nyeri jika tidak terinfeksi atau perubahan tekanan yang cepat



Bisa ada tinnitus, desiran/gemuruh nada rendah, atau tinitus pulsatil dari suara arteri.

Otoskopi: •



Membran timpani retraksi, kadang tampak gelembung udara atau permukaan cairan

Tatalaksana: •

Medikamentosavasokonstriktor topikal, antihistamin, perasat valsava



Bila menetap 1-2 minggu Miringotomi dgn atau tanpa pipa grommet

Otoscopic findings

https://www.aap.org/en-us/about-the-aap/Committees-Councils-Sections/Section-oninfectious-diseases/Documents/monograph.pdf

No. 296 Seorang laki-laki, Tn. Nugroho Hendratama, 25 tahun, datang ke poliklinik dokter umum dengan keluhan hidung tersumbat sudah 3 bulan ini. Terdapat riwayat alergi dalam keluarga. Pasien merasa tidurnya terganggu dan sering menggunakan obat semprot hidung yang dijual bebas. Namun, 1 minggu ini keluhan tidak membaik. Obat yang harusnya anda berikan... A. Cetirizine oral B. Cefadroxil oral C. Phenilyephrin semprot hidung D. Momethasone furoat semprot E. Steroid PO

Analisis Soal • Diagnosis pasien ini kemungkinan adalah Rinitis alergi, karena terdapat keluhan hidung tersumbat sudah sejak 3 bln dan terdapat riwayat alergi • Derajat rhinitis alergi pada pasien kemungkinan: – rhinitis sedang berat karena sudah menganggu tidur, dan – frekuensi Persisten, karena sudah sejak 3 bulan keluhan berlangsung

• Pada rhinitis persisten sedan-berat, maka pilihannya adalah KS Intranasal, di pilihan jawaban yang tepat adalah D. Mometason furoat semprot

Rinitis Alergi

No. 297 Seorang perempuan berusia 40 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan telinga terasa penuh dan sangat gatal sejak 1 minggu lalu. Pada pemeriksaan ditemukan kulit sekitar liang telinga hiperemis dengan sisik putih, liang telinga tertutup serumen. Pada pemeriksaan serumen ditemukan blastospora dan hifa semu. Pengobatan apakah yang paling tepat untuk kasus tersebut ? A. Mengeluarkan serumen B. Memberikan obat tetes telinga C. Membersihkan liang telinga setiap habis mandi D. Irigasi telinga dan memberikan obat lokal antibiotik ke dalam liang telinga E. Irigasi telinga dan memberikan obat lokal anti jamur ke dalam liang telinga

Analisis Soal • Kemungkinan diagnosis pada pasien ini adalah Otomikosis, karena terdapat keluhan: – telinga terasa penuh dan sangat gatal sejak 1 minggu lalu – Ditemukan kulit sekitar liang telinga hiperemis dengan sisik putih, liang telinga tertutup serumen. – Pada pemeriksaan serumen ditemukan blastospora dan hifa semu

• Pengobatan pada otomikosis adalah dengan pemberian obat antijamur topical, sehingga jawaban yang paling tepat adalah E. Irigasi telinga dan memberikan obat lokal anti jamur ke dalam liang telinga • Pilihan Auntuk serumen plug • Pilihan Duntuk otitis eksterna karena bakteri • Pilihan B dan CTidak spesifik dan tidak selalu dianjurkan

Otomikosis • The infection may be either sub acute or acute and is characterized by inflammation, pruritis, scaling and severe discomfort. • The mycosis results in inflammation, superficial epithelial masses of debris containing hyphae, suppuration and pain. • In addition, symptoms of hearing loss and aural fullness are as a result of accumulation of fungal debris in the canal.

Pak J Med Sci. 2014 May-Jun; 30(3): 564–567.

Otomikosis (Fungal Otitis Externa)

Tatalaksana Asam asetat 2% dalam alkohol atau povidon iodine 5% atau antifungal topikal (nistatin/clotrimazol 1%) Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Diagnostic handbook of otorhinolaryngology. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Otomikosis (Fungal Otitis Externa)

• Univariate analysis showed that the predisposing factors for otomycosis were: – frequent swimming in natural or artificial pools (Relative Risk (RR) 3.7; CI 1.7-8.1), – daily ear cleaning (RR 3.5; CI 1.8-6.8) and – excessive use of eardrops containing antibiotics and corticoids (RR = 9.3; IC95% = 4.3-20.1).

• The most common etiologic agents were: – Aspergillus flavus (20.4%), Candida albicans (16.3%), Candida parapsilosis (14.3%), & Aspergillus niger (12.2%).

No. 298 Anak, 15 tahun, datang dengan keluhan hidung berair dan tersumbat dan batuk berdahak, ingus warna putih kental, tidak disertai demam, ingus berbau, riwayat bersin-bersin akibat cuaca dingin/ debu disangkal. Pada rhinoskopi anterior didapatkan kavum nasi sempit, konka hiperemis dan bengkak. Apakah Terapi yang tepat untuk pasien? A. Antibiotik B. Inhaler menthol C. Mukolitik D. Antihistamin E. Kortikosteroid

Analisis soal • Pada soal terdapat gejala rhinitis akut, yaitu: bersin, hidung berair dan tersumbat, tidak demam, sekret berwarna putih, rhinoskopi anterior didapatkan kavum nasi sempit, konka hiperemis dan bengkak. Dipikirkan akibat infeksi virus. • Untuk pasien dibutuhkan terapi simptomatik. • Beberapa pilihan obat dapat digunakan untuk terapi simptomatik

yang paling efektif dan risiko lebih kecil adalah antihistamin, karena dapat mengurangi keluhan rhinorrhea, bersin, dan gatal. Kortikosteroid nasal efektif dalam mengatasi keluhan rhinorrhea, bersin, dan sumbatan, namun ada risiko untuk perdarahan mukosa.

Sehingga dipilih D

Infectious Rhinitis • Infectious rhinitis is • Therapy should be usually caused by an directed at upper respiratory tract symptomatic care infection, usually of viral origin • Patients with infectious rhinitis typically present with clear-tomucopurulent nasal discharge https://emedicine.medscape.com/article/874171-overview#a2

Pharmacotherapy • Anticholinergics • Ipratropium Bromide for rhinorrhea only

• Antihistamines • useful in relieving rhinorrhea, sneezing, and nasal pruritus

• Sympathomimetics • useful for the shortterm treatment of nasal obstruction

• Nasal corticosteroids • useful for managing rhinorrhea, sneezing, pruritus, and congestion • risk for nasal bleeding

DIAGNOSIS RINITIS ALERGI

CLINICAL FINDINGS

Riwayat atopi. Gejala: bersin, gatal, rinorea, kongesti. Tanda: mukosa edema, basah, pucat atau livid, sekret banyak.

RINITIS VASOMOTOR

Gejala: hidung tersumbar dipengaruhi posisi, rinorea, bersin. Pemicu: asap/rokok, pedas, dingin, perubahan suhu, lelah, stres. Tanda: mukosa edema, konka hipertrofi merah gelap.

RINITIS HIPERTROFI

Hipertrofi konka inferior karena inflamasi kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri, atau dapat juga akrena rinitis alergi & vasomotor. Gejala: hidung tersumbat, mulut kering, sakit kepala. Sekret banyak & mukopurulen.

RINITIS ATROFI / OZAENA

Disebabkan Klesiella ozaena atau stafilokok, streptokok, P. Aeruginosa pada pasien ekonomi/higiene kurang. Sekret hijau kental, napas bau, hidung tersumbat, hiposmia, sefalgia. Rinoskopi: atrofi konka media & inferior, sekret & krusta hijau.

RINITIS MEDIKAMENTOSA

Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan vasokonstriktor topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma edema,hipersekresi mukus. Rinoskopi: edema/hipertrofi konka dengan sekret hidung yang berlebihan.

RINITIS AKUT

Rhinitis akut: umumnya disebabkan oleh rhinovirus, sekret srosa, demam, sakit kepala, mukosa bengkak dan merah. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

No. 299 Marlynn Johnson, seorang wanita, usia 36 tahun, datang dengan penurunan pendengaran. Keluhan ini terjadi setelah pasien dipukul oleh suaminya di wajah. Pemeriksaan otoskopi didapatkan perforasi membrane timpani dan ditemukan bekas perdarahan. Apakah temuan yang dapat ditemukan pada pemeriksaan garpu tala? A. Tuli sensorineural B. Tuli konduktif C. Gangguan Konduksi D. tidak dapat dilakukan E. lateralisasi

Analisis Soal • Pemeriksaan garpu tala pada pasien, kemungkinan akan didapatkan tuli konduktif, karena terdapat keluhan: – penurunan pendengaran setelah trauma – didapatkan perforasi membrane timpani dan ditemukan bekas perdarahan

• Tidak dipilih jawaban C dan E, karena pada interpretasi pemeriksaan garpu tala, menggunakan istilah tuli konduksi atau tuli sensorineural, bukn gangguan konduksi atau lateralisasi • Pilihan D tidak dipilih karena pemeriksaan garpu tala dapat dilakukan pada pasien ini

Uji Penala • Cara Pemeriksaan : – Tes Rinne  penala digetarkan, tangkainya diletakkan pada prosesus mastoid, setelah tidak terdengar penala diletakkan depan telinga • Positif (+) bila masih terdengar • Negatif (-) bila tidak terdengar

– Tes Weber  penala digetarkan dan tangkai penala dilerakkan di garis tengah kepala – Tes Swabach  penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi, lalu segera pindahkan pada prosesus mastoid pemeriksa. • Memendek bila pemeriksa masih mendengar • Jika pemeriksa tidak mendengar maka penala digetarkan pada processus mastoid pemeriksa lebih dulu. Sampai tidak terdengar bunyi, tangkai penala segera dipindahkan pada proc mastoideus telinga pasien, bila pasien masih dapat mendengar bunyi maka swabach pasien memanjang.

Tes Penala Rinne

Weber

Schwabach

Normal

(+)

Tidak ada lateralisasi

Sama dengan pemeriksa

CHL

(-)

Lateralisasi ke telinga sakit

Memanjang

SNHL

(+)

Lateralisasi ke telinga sehat

Memendek

Note: Pada CHL <30 dB, Rinne masih bisa positif

Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009

No. 300 Seorang perempuan usia 20 tahun datang dengan keluhan suara serak yang bertambah sejak 2 bulan yang lalu. Pasien mengalami demam tapi tidak terlalu tinggi. Batuk ada tapi tidak berdahak sejak 3 minggu yll, terasa nyeri saat menelan. Penurunan berat badan (+) 5 kg dalam 2 bulan. Pemeriksaan orofaring didapatkan laring, epiglottis, dan plica vocalis hiperemis dan edema Apa diagnosis yang tepat? A. Faringitis akut B. Laringitis akut C. Laringitis kronik D. Faringitis kronik E. Laringitis tuberkulosa

Analisis soal • Pada soal didapatkan suara parau yang berlangsung lebih dari sebulan, mengarahkan diagnosis ke laryngitis kronik, keluhan nyeri menelan dan kemerahan pada laring mendukung diagnosis laryngitis tb • Tidak dipilih pilihan jawaban akut (A/B) karena proses kronik • Pilhan B dan D tidak spesifik sehingga dipilih jawaban E

Laringitis • Definisi  Laryngitis is an acute or chronic inflammation of the laryngeal mucous membranes. • If a patient has symptoms of laryngitis for more than 3 weeks, the condition is classified as chronic laryngitis. • The etiology of acute laryngitis includes vocal misuse, exposure to noxious agents, or infectious agents leading to upper respiratory tract infections. • The infectious agents are most often viral but sometimes bacterial. • Epidemiology  It is a common illness worldwide in both genders and all age groups, but the diagnosis is imprecise and, therefore, statistics are not readily available with respect to incidence and prevalence. emedicine

Etiology Laringitis akut • Acute laryngitis has an abrupt onset and is usually selflimited. • Most often caused by viruses so treatment consists of supportive measures. • Antibiotics and other antimicrobials may be indicated in cases in which specific treatable pathogens are identified. • Guaifenesin may be a useful adjunct as a mucolytic agent. • In gastroesophageal reflux disease (GERD)- associated laryngitis use acid-suppressive therapy (H2 blockers, proton pump inhibitors) and nocturnal antireflux precautions.

Etiologi Laringitis Kronik • Results from any of the following: tuberculosis, usually through bronchogenic spread;leprosy, from nasopharyngeal or oropharyngeal spread; syphilis, in secondary and tertiary stages; rhinoscleroma, extending from the nose and nasopharynx; actinomycosis; cryptococcosis; histoplasmosis; blastomycosis; paracoccidiomycosis; coccidiosis; candidiasis; aspergillosis; sporotrichosis; rhinosporidiosis; parasitic infections including leishmaniasis and Clinostomum infection following raw fresh-water fish ingestion. • Noninfectious causes of both acute and chronic laryngitis include malignancy, voice abuse (singers), GERD, and chemical or environmental irritants such as cigarettes and allergens. • Other causes of inflammatory or granulomatous lesions of the larynx include relapsing polychondritis, Wegener’s granulomatosis, and sarcoidosis.

Manifestasi Klinis Laringitis akut • Clinical syndrome characterized by the onset of hoarseness, voice breaks, or episodes of aphonia; may also have accompanying sorethroat, cough, nasal congestion, and rhinorrhea. • Usually associated with viral upper respiratory infection. • Larynx with diffuse erythema, edema, and vascular engorgement of the vocal folds, and occasionally mucosal ulceration. • In young children subglottis is often affected, resulting in airway narrowing with marked hoarseness, inspiratory stridor, dyspnea, and restlessness. • Respiratory compromise rare in adults Laringitis Kronik  hoarseness or dysphonia persisting for longer than 2 wk.

Laringitis TB • Infesi kuman ke laring dapat terjadi melalui udara pernapasan, sputum yang mengandung kuman, atau penyebaran melalui aliran darah atau limfa • Laringitis TB dapat menetap walaupun TB paru telah dinyatakan sembuh • Struktur mukosa laring sangat lekat pada kartilago serta vaskularisasi tidak sebaik paru • 4 stadium laringitis tuberkuosis: 1. 2. 3. 4.

Stadium infiltrasi Stadium ulserasi Stadium perikondritis Stadium pembentukan tumor

Laringitis TB • Stadium infiltrasi : - Awalnya, mukosa laring posterior bengkak dan hiperemis. Kemudian mukosa akan berwarna pucat - Tuberkel terbentuk pada submukosa, bintik-bintik kebiruan, melekat satu sama lain  mukosa meregang  pecah dan timbul ulkus

• Stadium ulserasi : - Ulkus dangkal, dasarnya ditutup perkijuan, terasa nyeri

• Stadium perikondritis : - Ulkus makin dalam mengenai kartilago aritenoid dan epiglotis  kerusakan tulang rawan  nanah berbau

• Stadium fibrotuberkulosis - Terbentuk fibrotuberkulosis pada dinding posterior, pita suara, dan subglotik

Laringitis TB • Gejala klinis – – – – – –

Rasa kering, tertekan, panas pada laring Suara parau selama berminggu-minggu hingga afonia Hemoptisis Nyeri menelan Keadaan umum buruk Pada pemeriksaan paru (klinis dan radiologis) terdapat proses aktif

• Terapi: – OAT, istirahat suara

No. 301 James Bond Sidabutar, Laki-laki usia 28 tahun, datang ke praktek dokter dengan mengeluh hidung sering tersumbat, gejala tersebut dipengaruhi posisi. Misalnya saat berbaring miring kanan, hidung akan tersumbat pada sisi kanan, dan begitu pula sebaliknya bila berbaring miring ke kiri, pada pemeriksaan rhinoskopi anterior akan ditemukan... A. Konka atropi B. Konka edema dan berwarna merah gelap C. Sekret kehijauan D. Konka edema E. Polip

Analisis Soal • Kemungkinan diagnosis pasien ini adalah rhinitis vasomotor karena terdapat keluhan hidung sering tersumbat yang dipengaruhi posisi • Pada rinoskopi, akan ditemukan konka edema dan berwarna kebiruan, sehingga jawaban yang benar adalah yang B. Konka edema dan berwarna merah gelap • Pilihan Aditemukan pada rhinitis atrofikans • Pilihan Cdapat ditemukan pada rhinosinusitis • Pilihan Ddapat ditemukan pada hamper smua rhinitis kec.rhinitis atrofi • Pilihan EPada polip nasi

Rinitis Vasomotor DESKRIPSI BATASAN

ETIOLOGI

DIAGNOSIS

keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, hormonal atau pajanan obat

belum diketahui; Dicetuskan oleh rangsang non-spesifik  asap, bau, alkohol, suhu, makanan, kelembaban, kelelahan, emosi/stres

Anamnesis: Hidung tersumbat bergantian kiri dan kanan, tergantung posisi pasien disertai sekret yang mukoid atau serosa yang dicetuskan oleh rangsangan non spesifik Rinoskopi anterior: Edema mukosa hidung, konka merah gelap atau merah tua dengan permukaan konka dapat licin atau berbenjol (hipertrofi) disertai sedikit sekret mukoid Penunjang: Eosinofilia ringan, tes alergi hasil (-)

1. 2. TATALAKSANA

3. 4.

Menghindari stimulus Simptomatis: dekongestan oral, kortikosteroid topikal, antikolinergik topikal, kauterisasi konka, cuci hidung) Operasi (bedah-beku, elektrokauter, atau konkotomi) Neurektomi nervus vidianus bila cara lain tidak berhasil Buku ajar ilmu THT 2007

Rhinitis

Rinitis Vasomotor • Rinitis non imunologis • Ditandai dengan gejala obstruksi nasal, rinorea, dan kongesti. • Gejala dieksaserbasi oleh bau tertentu (parfum, asap rokok, cat semprot, tinta), alkohol, makanan pedas, emosi, dan faktor lingkungan seperti suhu dan perubahan tekanan udara. • Diduga disebabkan peningkatan aktivitas kolinergik (hidung berair) dan peningkatan sensitivitas neuron nosiseptif (obstruksi nasal) • Pemeriksaan penunjang  menyingkirkan diagnosis lain. Vasomotor Rhinitis. Am Fam Physician.

Rinitis Vasomotor: Tatalaksana • Tatalaksana Rinitis vasomotor didasarkan pada keluhan yang dominan: – Rhinorea + bersin + congesti nasal +PND akan diberikan antihistamin topical. – Rhinorea saja akan diberikan antikolinergik topical. – Congesti nasal + obstruksi nasal akan diberikan antiinflamasi topical (kortikosteroid topical). – Cell mast stabilizer (sodium cromolyn) dipakai bila antihistamin topical dan antikolinergik topical tidak memberikan respon adekuat. Vasomotor Rhinitis. Am Fam Physician.

DIAGNOSIS RINITIS ALERGI

CLINICAL FINDINGS

Riwayat atopi. Gejala: bersin, gatal, rinorea, kongesti. Tanda: mukosa edema, basah, pucat atau livid, sekret banyak.

RINITIS VASOMOTOR

Gejala: hidung tersumbar dipengaruhi posisi, rinorea, bersin. Pemicu: asap/rokok, pedas, dingin, perubahan suhu, lelah, stres. Tanda: mukosa edema, konka hipertrofi merah gelap.

RINITIS HIPERTROFI

Hipertrofi konka inferior karena inflamasi kronis yang disebabkan oleh infeksi bakteri, atau dapat juga akrena rinitis alergi & vasomotor. Gejala: hidung tersumbat, mulut kering, sakit kepala. Sekret banyak & mukopurulen.

RINITIS ATROFI / OZAENA

Disebabkan Klesiella ozaena atau stafilokok, streptokok, P. Aeruginosa pada pasien ekonomi/higiene kurang. Sekret hijau kental, napas bau, hidung tersumbat, hiposmia, sefalgia. Rinoskopi: atrofi konka media & inferior, sekret & krusta hijau.

RINITIS MEDIKAMENTOSA

Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan vasokonstriktor topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma edema,hipersekresi mukus. Rinoskopi: edema/hipertrofi konka dengan sekret hidung yang berlebihan.

RINITIS AKUT

Rhinitis akut: umumnya disebabkan oleh rhinovirus, sekret srosa, demam, sakit kepala, mukosa bengkak dan merah. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

No. 302 Seorang anak laki-laki usia 8 tahun dibawa ayahnya ke tempat praktek dokter keluarga dengan keluhan pendengaran telinga kiri menurun sejak 2 tahun ini. Riwayat keluar cairan pada telinga tidak diketahui. Pada pemeriksaan otoskopi tidak didapatkan adanya serumen di canalis auricularis, membran timpani perforasi sentral. Diagnosis yang paling mungkin adalah... A. Otitis media akut B. Otitis media supuratif kronik C. Otitis media akut stadium supurasi D. Otitis media kronik E. Otitis media efusi

Analisis Soal • Pasien ini kemungkinan mengalami Otitis media supuratif kronik, karena terdapat keluhan: – pendengaran telinga kiri menurun sejak 2 tahun ini – Otoskopi ditemukan membran timpani perforasi sentral

• Walaupun dari anamnesis tidak diketahui riwayat keluar cairan pada telinga, namun bila dilihat dari pilihan jawaban yang ada, yang paling mendekati adalah B. Otitis media supuratif kronik kemungkinan pasien dan keluarganya tidak menyadari keluhan ini • Pilihan jawaban A dan Ctidak dipilih karena keluhan pasien sudah kronik, berlangsung sejak 2 tahun yang lalu • Pilihan Dtidak jelas jenis otitis media kronik yang dimaksud, dan secara terminology jarang dipakai • Pilihan Etidak disertai perforasi membrane timpani, pada pasien terdapat perforasi membrane timpani

No. 303 Seorang laki-laki bernama Tn. Kartosuwiryo Madiun, berusia 34 tahun datang ke Puskesmas Cempaka Putih untuk berobat. Pasien mengeluhkan pusing dan nyeri di belakang telinga. Pasien juga mengatakan terdapat riwayat keluar cairan kuning dari kedua telinga. Otoskopi : jaringan granulasi +, MT perforasi total. Apa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan kepada pasien? A. Foto rontgen kepala B. CT temporal C. MRI D. CT scan E. Audiometri

Analisis Soal • Kemungkinan diagnosis pasien ini adalah OMSK tipe maligna dengan kecurigaan komplikasi mastoiditis, karena terdapat keluhan: – keluar cairan kuning dari kedua telinga, ditemukan jaringan granulasi + dan MT perforasi totalOMSK tipe maligna – Jaringan granulasikemungkinan kolesteatoma – pusing dan nyeri di belakang telingaMastoiditis

• Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah CT temporal untuk melihat adanya mastoiditis, dan merupakan pemeriksaanstandar pada pasien dengan kecurigaan mastoiditis • Pilihan ATidak dipilih karena tidak lebih superior dibandingkan CT temporal • Pilihan Chanya dilakukan bila terdapat kecurigaan adanya tumor • Pilihan Dtidak dipilih karena tidak spesifik • Pilihan Etidak dipilih karena saat ini, lebih penting untuk menegakkan diagnosis mastoiditis, karena akan mempengaruhi terapi selanjutnya

No. 304 Seorang laki-laki usia 25 tahun datang dengan keluhan keluar cairan dari telinga kanan. Keluhan ini dirasakan pada usia 15 tahun, pada awalnya keluar cairan putih kental, tidak berbau. Keluhan dirasakan kembali 18 bulan yang lalu, keluar cairan kuning kental, berbau busuk, disertai sakit pada telinga kanan. Pasien berobat ke puskesmas namun keluhan tidak kunjung sembuh. Pada kanalis auditori eksterna terdapat jaringan granulasi dan kolesteatoma serta perforasi marginal pada membran timpani. Apakah terapi definitif yang tepat pada pasien ini? A. Medikamentosa B. Radikal Mastoidektomi C. Miringotomi D. Timpanoplasti E. Simple Mastoidektomi

Analisis soal • Kemungkinan diagnosis pasien ini adalah OMSK tipe maligna karena terdapat keluhan: – keluar cairan dari telinga kanan yang hilang timbul usia 15 tahun dan muncul lagi sejak 18 bulan yang lalu – Pada kanalis auditori eksterna terdapat jaringan granulasi dan kolesteatoma serta perforasi marginal pada membran timpanitipe maligna

• Terapi definitive yang tepat pada OMSK Tipe maligna yang dialami pasien adalah dengan radikal mastoidektomi • Pilihan ATidak dipilih karena dari riwayat pasien, telah berobat namun tidak sembuh juga • Pilihan CDilakukan pada OMA stadium supurasi atau pada OME kronis • Pilihan D dan Edilakukan pada OMSK tipe aman

302-304. Otitis Media Supuratif Kronik • OMSK merupakan suatu radang kronik pada telinga tengah disertai perforasi membrane timpani dengan/tanpa otorea persisten. • Otorea atau sekret yang keluar dari telinga tengah secara terus menerus atau hilang timbul selama minimal 2-6 minggu. • 2 tipe OMSK: – OMSK tipe tubotimpani : perforasi bagian sentral (TIPE AMAN) – OMSK tipe atikoantral : perforasi baik pada bagian atik atau marginal (TIPE BAHAYA)  berhubungan dengan proses kerusakan tulang akibat kolesteatoma, granulasi, atau osteitis Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Otitis Media Supurasi Kronik 2018

Large central perforation

Cholesteatoma at attic type perforation

Kolesteatom Epitel kulit yang berada di tempat yang salah. Epitel fisiologis bertransfromasi akibat: • Invaginasi membran timpani • Invasi epithelial • Metaplasia • Hiperplasia sel basal

Patogenesis Infeksi Akut Telinga Tengah Respon peradangan: edema, ulserasi, kerusakan jaringan epitel

Infeksi tidak dapat teratasi

Terbentuknya jaringan granulasi

Destruksi struktur sekitar

OMSK Maligna dan Benigna Kelainan

Tipe Benigna

Tipe Maligna

Daerah terkena

Tubotimpanik

Atikoantral

Perforasi

Anterior atau sentral

Atik atau marginal

Nanah

Mukoid, tidak berbau

Tebal, berbau busuk

Granulasi

Tidak biasa didapat

Biasa didapat

Polip

Jika ada, pucat, oedem

Jika ada, hiperemi, lunak

Tuli

Konduktif ringan-sedang

Konduktif atau campuran

Radiografi mastoid

Normal

Tidak ada sel udara

Kolesteatoma

Sangat jarang

Sering

Roland P. Chronic Suppurative Otitis Media. Emedicine. 2019.

Gejala OMSK Otorrhea Gangguan pendengaran Demam, vertigo, atau nyeri dapat menunjukkan adanya komplikasi intratemporal atau intrakranial.

Riwayat OMSK persisten harus dicurigai sebagai adanya kolesteatoma.

Diagnosis OMSK: Anamnesis • Otorea hilang timbul atau terus menerus selama minimal 26 minggu, bisa secret encer, kental, bening, atau berupa nanah • Gejala umum: penurunan pendengaran, rasa penuh di telinga, tinnitus • Gejala komplikasi: paralisis wajah sementara atau menetap, otalgia, vertigo, demam tinggi, fotofobia, bengkak telingan mengindikasikan mastoditis • Nyeri jarang ada • Red flags: sakit kepala hebat, muntah proyektil, deficit neurologis fokal, penurunan kesadaran • Adanya demam, vertigo, atau nyeri harus curiga: – komplikasi intratemporal  petrositis, paralisis fasial, labirintitis – komplikasi intrakranial  tromboflebitis sinus lateral, meningitis, abses intrakranial

Diagnosis Mastoiditis • Biasanya akibat komplikasi OMA atau OMSK • Infeksi telinga tengah  menyebar dan menyebabkan osteitis dalam sistem sel udara mastoid atau periosteitis pada prosesus mastoid • Progresivitas mastoiditis – Hiperemia lapisan mukosa sel udara mastoid – Transudasi dan eksudasi cairan dan/atau pus di dalam sel – Nekrosis tulang karena gangguan vaskularisasi septa – Hilangnya dinding sel lalu bergabung menjadi kavitas abses – Ekstensi proses inflamasi ke daerah sekitarnya Devan PP. Mastoiditis. Emedicine. 2018. Sullivan DJ. Chronic otitis media, cholesteatoma, and mastoiditis. Uptodate 2018.

Diagnosis Mastoiditis • Etiologi  Streptococcus pneumoniae, Streptokokus beta hemolitik grup A, Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, Haemophilus influenzae • Tanda&Gejala: – – – – – – – – – –

Persisten otorea Perubahan kulit area postaurikula Fullness o the posterior-superior EAC skin Demam, leukositosis Nyeri di dalam dan belakang telinga, terutama di prosesus mastoideus Gangguan pendengaran Eritema area mastoid Proptosis aurikular Temuan abses Temuan membran timpani pada tanda otitis media akut atau kronis

Devan PP. Mastoiditis. Emedicine. 2018. Sullivan DJ. Chronic otitis media, cholesteatoma, and mastoiditis. Uptodate 2018.

Diagnosis OMSK: pemeriksaan fisik •

Perforasi membrane timpani – Daerah sentral (pars tensa)  tipe aman – Daerah marginal (sebagian tepi berhubungan dengan anulus atau sulkus timpanikum), atau atik (pars flaksida)  tipe bahaya



Otoskop: – – – –

kanal eksternal dapat edema Tampak jaringan granulasi di telinga tengah Inflamasi mukosa telinga tengah: hiperemis, polypoid, edema dengan atau tanpa otorea Mukosa telinga tengah dapat tervisualisasi melalui lubang perforasi  tampak edema, polipoid, pucat atau eritematos – Adanya kolesteatoma ketika epitel skuamosa berkeratin ditemukan di telinga tengah atau area pneuumatisasi lain di tulang temporal

• • • • •

Atelektasis membrane timpani menyertai disfungsi tuba eustachius : adanya retraksi atau kolaps membrane timpani Sekret telinga : serosa, mukopurulen, berbau, cheeselie, atau hemoragik Gangguan pendengaran  Tes penala Tanda sequelae  tuli konduktif, kolesteatoma, timpanosklerosis Timpanosklerosis: plak putih di membrane timpani dan deposit nodular di lapisan submucosa telinga tengah

Roland PS. Chronic supurative otitis media. Emedicine. 2017.

Pemeriksaan Penunjang Mastoiditis Lab • Kultur • Resistensi

Pencitraan (untuk menilai adanya mastoiditis) • Foto rontgen (Stenver, Schuller, Towne, Law view) • CT Scan Temporalthe standard for evaluation of mastoiditissensitivity 87-100% • MRInot typically the imaging study of choice, usefull for differentiating certain tumor and for evaluating potential complication

Audiometri

Tata Laksana OMSK • Medikamentosa: – Kombinasi antibiotik topikal (Gol. Aminoglikosida atau Florokuinolon) + Steroid topikal – Aural toilet  H2O3 3%

• OMSK yang tidak responsif dengan antibiotik, aural toilet, dan kontrol jaringan granulasi  indikasi tindakan surgikal. • Indikasi surgikal: – – – – –

Perforasi > 6 minggu Otorea > 6 minggu walaupun diberikan antibiotik Terbentuk Kolesteatoma Tanda mastoiditis kronis Tuli konduktif

Roland PS. CSOM. Emedicine. 2019.

Penanganan OMSK (1) • Aural toilet atau cuci telinga – Dengan suction, swab kapas, atau gunakan forsep untuk angkat granula mukosa kecil – Cuci telinga dengan larutan irigasi (cairan Burow, air steril, normal salin, hydrogen peroksida), yang dihangatkan, selama 4x/hari dirumah oleh pasien – Aural toilet agresif dengan H202 3% reguler 2-3x/hari karena jaringan terlapisi eksudat mukoid dan epitel deskuamasi  bila tidak dilakukan akan menurunkan efektivitas obat – Tidak sebagai monoterapi, harus kombinasi dengan antibiotik Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Otitis Media Supurasi Kronik 2018 Roland PS. Chronic supurative otitis media. Emedicine. 2017.

Penanganan OMSK (1) • Antibiotik • Terapi antibiotik topikal lebih dipilih dibanding sistemik (kecuali bila topikal gagal) DAN meliputi gram negatif (pseudomonas) dan gram positif (S. aureus) • Mengurangi jaringan granulasi  kombinasi AB tetes dengan steroid – Rekomendasi golongan kuinolon  efektif untuk Pseudomonas aeruginosa, tidak kokleotoksik atau vestibulotoksik, bisa kombinasi dengan dexametaso topical untuk efek antiinflamasi : contoh ofloksasin, siprofloksasin – DOC: Floroquinolon 10-14 hari  ciprofloxacin 0,2%, ofloxacin 0,3% – Aminoglikosida  (+) efek signifikan toksik terhadap vestibular dan koklear  tobramycin, neomisin, gentamisin – Neomisin dan polimiksin B  efektif untuk gram positif namun tidak lagi efektif untuk gram negatif – Sefalosporin gen 3, ex: Ceftazidime  antibiotik iv sistemik  penetrasi baik – Alternatif golongan aminoglikosida jangka pendek (<2 minggu), namun resiko ototoksik

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Otitis Media Supurasi Kronik 2018 Roland PS. Chronic supurative otitis media. Emedicine. 2017.

Penanganan OMSK (2) • Kortikosteroid topikal – Kombinasi dengan antibiotic topical untuk efek antiinflamasi – Pertimbangkan berikan pada pasien peradangan mukosa telinga tengah disertai jaringan granulasi – Misalnya deksametason 0.1%, hidrokortison, triamsinolon

• Antibiotik sistemik – Dibandingkan antibiotik topikal, antibiotik sistemik kurang efektif untuk mengatasi otorea setelah 1-2 minggu terapi – Pilihan lini kedua pada OMSK, pertimbangan otorea persisten setelah 3 minggu manajemen antibiotic topical atau bila ada komplikasi intracranial – Antibiotik sistemik sesuai etiologic dan hasil uji resistensi – Bisa penisilin, sefalosporin, aminoglikosida, klindamisin, kloramfenikol, trimethoprim sulfametoksazol oral Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Otitis Media Supurasi Kronik 2018

Tata Laksana Surgikal OMSK • Miringoplasti (Timpanoplasti tipe I)  rekonstruksi membran timpani tanpa memperbaiki rongga telinga tengah  Indikasi: OMSK tipe aman dan tenang dengan tuli ringan. • Timpanoplasti Tipe II-V  menghentikan infeksi, memperbaiki membran timpani, dan memperbaiki tulang pendengaran  Indikasi: OMSK tipe aman dengan kerusakan berat, OMSK tipe aman gagal medikamentosa • Mastoidektomi: – Sederhana  menangani infeksi dan mencegah sekret  Indikasi: OMSK tipe aman yang tidak membaik dengan terapi konservatif – Mastoidektomi dinding runtuh atau radikal (canal wall down)  Membuang jaringan patologis dan mencegah komplikasi intrakranial  Indikasi: OMSK tipe bahaya dengan infeksi/kolesteatoma luas – Kombinasi dengan timpanoplasti  eradikasi kolesteatoma dan rekonstruksi membran timpani  Indikasi: OMSK tipe aman dengan jaringan granulasi luas; OMSK tipe bahaya

Lalwani AK. Current diagnosis and treatment ENT. 2007.

Tatalaksana OMSK

• Tujuan pembedahan : – menyelamatkan struktur yang normal dan masih berfungsi, eksplorasi mastoid, miringoplasti (menutup defek membran timpani), dan timpanoplasti (memperbaiki rongga timpani meliputi membran dan osikel). – Eradikasi penyakit yang bertujuan tercapainya drainase yang baik – Menghindari rekurensi infeksi – Mencegah komplikasi – Mempertahankan/memperba iki fungsi pendengaran

Mastoidektomi sederhana

Mastoidektomi radikal

Jenis Pembedahan

Mastoidektomi radikal dengan modifikasi (operasi Bondy)

Miringoplasti

Timpanoplasti

Versi lain: Tatalaksana Pembedahan untuk OMSK • Mastoidektomi sederhana: – Indikasi: OMSK tipe aman yg tidak membaik dgn terapi konservatif – Tujuan: membersihkan jaringan patologik pada ruang mastoid, sehingga infeksi tenang dan sekret tidak keluar lagi. – Fungsi pendengaran tidak diperbaiki.

• Miringoplasti (timpanoplasti tipe I) – Rekonstruksi membran timpani tanpa memperbaiki rongga telinga tengah – Indikasi: OMSK tipe aman dengan tuli ringan hanya akibat perforasi membran timpani. Infeksi telah teratasi. – Mencegah rekurensi infeksi telinga tengah, memperbaiki fungsi pendengaran.

• Timpanoplasti (tipe II, III, IV, V) – Eksplorasi kavum timpani dengan/tanpa mastoidektomi dilanjutkan rekonstruksi membran timpani dan tulang pendengaran – Indikasi: OMSK tipe aman dgn kerusakan lebih berat, OMSK tipe aman yang gagal medika mentosa – Menghentikan proses infeksi secara permanen, memperbaiki membran timpani dan tulang pendengaran

• Mastoidektomi radikal – Untuk OMSK tipe bahaya

• Mastoidektomi radikal dengan modifikasi: – Dinding dipertahankan  pada OMSK tipe bahaya tanpa kerusakan luas

No. 305 Pasien laki-laki bernama Tn. Margono Atmodilaga, usia 27 tahun, datang ke Puskesmas Mekarsari untuk mengeluhkan nyeri pada lubang hidungnya. Pada pemeriksaan lanjutan dengan rinoskopi anterior didapatkan adanya furunkel pada lubang hidung pasien. Apakah penyebab yang mendasari kejadian tersebut? A. Infeksi folikel rambut B. Infeksi lemak C. Infeksi kelenjar liur D. Infeksi kelenjar sebasea E. Infeksi kelenjar keringat

Analisis Soal • Pada soal telah dikatakan bahwa terdapat furunkel pada lubang hidung pasien, maka kemungkinan yang menyebabkan nyeri pada hidung pasien adalah furunkel tersebut • Penyebab dari furunkel adalah A. infeksi folikel rambut

Kriteria diagnosis pioderma •

Folikulitis (Staph. Aureus): pioderma pada folikel rambut, ada 2 bentuk yakni: – Folikulitis superfisialis (impetigo Bockhart): predileksi pada scalp (anak), dagu, aksila, ekstremitas bawah, bokong (dewasa), terasa gatal dan panas, tampak pustule kecil dome-shaped, multiple, mudah pecah, pada folikel rambut atau perifolikuler – Folikulitis profunda (sycosis barbae): predileksi dagu dan atas bibir, nodus eritemaosa perabaan hangat



Furunkel (Staph. Aureus): peradangan folikel rambut dan jaringan sekitarnya, predileksi daerah berambut sering gesekan/oklusif, berkeringat (leher, wajah, aksila), berupa papul, vesikel atau pustule atau nodus perifolikuler dengan eritematosa di sekitarnya, dapat membesar 1-3 cm, setelahnya ada fluktuasi (bila pecah keluar pus), dan disertai rasa nyeri



Furunkulosis: beberapa furunkel yang tersebar.



Karbunkel (Staph. Aureus): kumpulan dari beberapa furunkel, ditandai dengan beberapa furunkel yang berkonfluensi membentuk nodus bersupurasi di beberapa puncak, diameter bisa capai 3-10 cm, dasar lebih dalam, bila pecah tinggalkan jaringan parut Menaldi, Sri Linuwih. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Ketujuh, 2015. Badan Penerbit FKUI. PPK Perdoski 2017

No. 306 Anak laki-laki bernama Chicco Anas Nugraha, 4 tahun, datang ke poli dengan keluhan nyeri pada telinga kanan sejak 3 hari yang lalu. Demam (+). Pada pemeriksaan otoskopi, didapatkan nyeri tekan tragus (-). CAE tampak lapang. Membran timpani tampak hiperemis dan menonjol (bulging). Apakah tindakan yang dilakukan agar keluhan tersebut tidak berulang? A. Jangan sering mengorek telinga B. Cegah infeksi saluran napas atas berulang C. Jangan berenang D. Pergi ke poli untuk berobat E. Jangan mendengar suara-suara yang keras

Analisis Soal • Kemungkinan diagnosis pada pasien ini adalah Otitis media akut karena terdapat keluhan: – nyeri pada telinga kanan sejak 3 hari yang lalu disertai Demam – Membran timpani tampak hiperemis dan menonjol (bulging). – Walaupun pada pasien ditemukan nyeri tekan tragus, tidak dipikirkan otitis eksterna karena CAE tampak lapang dan membrane timpani tampak ada kelainan

• Pada otitis media akut, tindakan pencegahan yang dapat dilakukan adalah dengan mencegah infeksi saluran napas atas berulang • Patofisiologi terjadinya OMA adalah karena adanya disfungsi tuba eustachius. Disfungsi ini dapat terjadi akibatadanya infeksi pada saluran napas atas, yang kemudian akan mengakibatkan ascending infection melalui tuba eustachius, sehingga terjadilah OMA • Dengan mencegah infeksi ISPA, maka tidak terjadi disfungsi tuba dan tidak terjadi ascending infection • Maka Jawaban yang benar adalah B. Cegah infeksi saluran napas atas berulang • Pilihan A Untuk mencegah terjadinya otitis eksterna • Pilihan Cdilakukan pada OMSK atau OMA yang masih memiliki membrane timpani yang perforasi

OTITIS MEDIA

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

Patofisiologi

AOM, acute otitis media; ET, eustachian tube; ME, middle ear; URTI, upper respiratory tract infection

Otitis Media Akut Otitis Media Akut • Etiologi: Streptococcus pneumoniae 35%, Haemophilus influenzae 25%, Moraxella catarrhalis 15%. 

Perjalanan penyakit otitis media akut: 1. Oklusi tuba: membran timpani retraksi atau suram. 2. Hiperemik/presupurasi: hiperemis & edema, pelebaran pembuluh

darah.

3. Supurasi: nyeri, demam, eksudat di telinga tengah, membran timpani

membonjol. 4. Perforasi: ruptur membran timpani, demam berkurang. 5. Resolusi: Jika tidak ada perforasi membran timpani kembali normal. Jika perforasi  sekret berkurang. 1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

No. 307 Seorang laki-laki bernama Tn. Chandratama Wibowo, usia 27 tahun datang ke poliklinik umum untuk berobat, dengan keluhan hidung buntu sejak 1 bulan ini. Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal. Rhinoskopi anterior didapatkan krusta kehijauan, ingus berwarna hijau, kental dan berbau busuk. Apakah penyebab dari penyakit di atas? A. Klabsiella ozaena B. Staphylococcus aureus C. Streptococcus grup b hemolyticus D. Rhinovirus E. hemophilus influenza

Analisis Soal • Diagnosis pasien ini adalah rhinitis atrofi karena terdapat keluhan: – hidung buntu sejak 1 bulan ini – Rhinoskopi anterior didapatkan krusta kehijauan, ingus berwarna hijau, kental dan berbau busuk.

• Penyebab dari rhinitis atrofi adalah A. Kleibsiella ozaena

Atrophic Rhinitis/Ozaena • Atrophic rhinitis is a chronic condition characterized by: – – – – –

progressive atrophy of the nasal mucosa nasal crusting nasal dryness (caused by atrophy of glandular cells) Fetor/foul smell from the nose Other symptoms: epistaxis, loss of smell, cacosmia (even normal smells are perceived as foul) and nasal obstruction

• Onset usually at puberty, more common in female • Etiology: – Primary: Klebsiella ozaena – Secondary: after sinonasal surgery/trauma, granulomatous diseases (sarcoidosis, leprosy), and infections (tuberculosis and syphilis).

Rinitis Atrofi • Pengobatan konservatif – Cuci hidung, jika sekret dan krusta tidak menghilang, cairan irigasi dicampur dengan AB – Lama pengobatan bervariasi tergantung hilangnya tanda klinis berupa askret purulent kehijauan. – Antibiotik spektrum luas jika ada infeksi bakteri akut

• Pengobatan operatif – Dilakukan jika pengobatan konservatif tidak menolong, namun efikasi tidak jelas – Teknik operasi antara lain operasi penutupan lubang hidung atau penyempitan lubang hidung dengan implantasi atau jabir osteoperiosteal.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

No. 308 Seorang laki-laki 25 tahun datang dengan keluhan pendengaran hilang mendadak. Riwayat mendengarkan baku tembak 3 hari yang lalu. Nyeri kepala tidak terlalu dirasakan. Telinga dirasakan berdenging. Setelah dilakukan pemeriksaan, tanda-tanda vital dalam batas normal. Terdapat perforasi pada membrane timpani kanan kiri. Apa kemungkinan yang dialami pasien? A. Presbiakusis B. Otosklerosis C. Paracusis D. Tinnitus E. Trauma akustik akut

Analisis Soal • Kemungkinan diagnosis pada pasien ini adalah Trauma akustik Akut karena terdapat keluhan: – pendengaran hilang mendadak setelah mendengarkan baku tembak 3 hari yang lalu – Tinitus(Telinga berdenging) – Terdapat perforasi pada membrane timpani kanan kiri

• Pilihan A dan Bdisingkirkan karena keduanya terjadi secara gradual • Pilihan C dan Dmerupakan suatu gejala, bukan diagnosis

Accoustic Trauma • Acoustic trauma is an extremely loud noise usually resulting in immediate, permanent hearing loss. • Such transient noise stimuli are generally less than 0.2 seconds in duration. • The 2 types of transient noises are 1. impulse noise, which is usually the result of an explosion 2. impact noise, which results from a collision (usually metal on metal).

Acoustic Trauma • Acoustic trauma refers to a sudden permanent hearing loss caused by a single exposure to an intense sound • Chronic NIHL, in contrast to acoustic trauma, is a disease process that occurs gradually over many years of exposure to less intense noise levels

• Jadi trauma akustik selalu akut, tidak kronik • Sebaliknya noise induced hearing loss tidak akut

https://www.utmb.edu/otoref/grnds/HearLoss-Noise-000110/Hear-Loss-Noise.pdf

Trauma Akustik • Gangguan pendengaran pada telinga dalam karena eksposure pd stimulus suara yg intens (> 140 dB) • Mechanical tearing of intracochleal membranes and physical disruption of cell walls with mixing of perilymph and endolymph • Tidak terkait dgn ruptur membran timpani dapat terjadi dengan atau tanpa ruptur membran timpani

Trauma akustik Vs NIHL (Noise induced Permanent Threshold shift)

http://www.liberaldictionary.com/acoustic-trauma-deafness/

DD: Blast Injury to The Ear • Injuries caused by an Explosion • Due to blastoverpressure-wave • Affect air-filled organs and organs which has airfluid interface • Most commonly affect ears tympanic membrane rupture and/or dislocations of bones in the middle ear

• Tympanic membrane commonly rupture at 515 Psi • Irregular border of rupture seen with otoscope sometimes hemotympanum without rupture can also be seen • 80% heal spontaneously, if not healed within 3 months, indications for myringoplasty

DD: Blast Injury to The Ear Diagnosis • Singkirkan trauma osikular atau telinga bagian dalam. • Pada pemeriksaan audiometri:  CHL > 40db  suspek diskontinuitas osikular  Jika hasilnya tuli sensorineural  kerusakan telinga bagian dalam

Tatalaksana • Antibiotik  mencegah infeksi • Bersihkan kanalis auditorik eksternus menggunakan alkohol (dgn tampon) • Cegah ISPA • Jgn lakukan manuver valsalva • Hindari tetes telinga • Jika setelah 3 bulan masih terjadi perforasi  myringoplasty

DD: Barotrauma • Nyeri telinga akibat kerusakan membran timpani akibat perubahan cepat tekanan. • Adanya defek pd mekanisme keseimbangan tekanan antara telinga bagian tengah dan luar. • NOT blast related. • Salah satu penyebab OME akut.

No. 309 Jean-Maurice Gaston, pasien laki-laki usia 60 tahunan datang dengan keluhan penurunan pendengaran menurun pada kedua telinga sejak beberapa bulan yang lalu. Keluhan dirasakan semakin memberat 1 bulan terakhir, hingga sulit berkomunikasi dengan keluarga. Setelah diperiksa ternyata ambang 95 dB. Derajat tuli dari pasien adalah… A. Tuli ringan B. Tuli berat C. Tuli sedang-berat D. Tuli sedang E. Tuli sangat berat

Analisis Soal • Derajat ketulian pada pasien termasuk derajat Sangat Berat, karena ambang batas pendengaran 95 Db • Pilihan A >25-40 Db • Pilihan B >70-90 Db • Pilihan C >55-70 Db • Pilihan D >40-55 dB

Audiologi Audiometri nada murni:

• Pada interpretasi audiogram harus ditulis (a) telinga yang mana, (b) apa jenis ketuliannya, (c) bagaimana derajat ketuliannya, misalnya: telinga kiri tuli campur sedang • Dalam menentukan derajat ketulian, yang dihitung hanya ambang dengar hantaran udaranya (AC) saja. • Ambang Dengar (AD): bunyi nada murni terlemah pada frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga seseorang. • Perhitungan derajat ketulian: (AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz) / 4 • Derajat ketulian: – – – – – –

0-25 dB >25-40 dB >40-55 dB >55-70 dB >70-90 dB >90 dB

: normal : tuli ringan : tuli sedang : tuli sedang berat : tuli berat : tuli sangat berat

No. 310 Tn. Johnny- Johnny, seorang laki-laki berusia 23 tahun, Pasien datang sendiri ke poliklinik dengan keluhan hidung tersumbat sejak 3 minggu yang lalu. Nyeri tekan di wajah (+). Didapatkan riwayat gigi molar berlubang dan tidak diobati. Berdasarkan data yang diberikan, apakah kemungkinan diagnosis pasien yang paling tepat? A. Sinusitis maksilaris akut B. Sinusitis maksilaris kronik C. Sinusitis Frontalis D. Sinonasal carcinoma E. Ca Lidah

Analisis Soal • Diagnosis pasien ini kemungkinan adalah sinusitis maksilaris akut, karena terdapat keluhan: – hidung tersumbat sejak 3 minggu yang lalu disertai dengan nyeri tekan di wajah (+)sesuai dengan letak anatomi dari sinus maksila – Kemungkinan penyebab sinusitis pada pasien ini adalah gigi molar berlubang yang tidak diobati

• Tidak dipilih sinusitis maksilaris kronis karena durasi keluhan pasien adalah 3 minggu, pada sinusitis maksilaris kronis, durasi penyakit berlangsung lebih dari 3 bulan

Rhinosinusitis Diagnosis

Clinical Findings

Rinosinusitis akut

2/lebih gejala: obstruksi nasal/rhinorea ditambah nyeri wajah atau hiposmia/anosmia. • Nyeri pipi: sinusitis maksilaris • Nyeri retroorbital: sinusitis etmoidalis • Nyeri dahi atau kepala: sinusitis frontalis Akut bila gejala sampai 4 minggu, lebih dari 4 minggu sampai 3 bulan disebut subakut. Penyebab infeksi: virus, bakteri (tersering Strep. Pneumonia), jamur

Sinusitis kronik

Kronik: > 3 bulan. Gejala tidak spesifik, dapat hanya ada 1 atau 2 dari gejala berikut: sakit kepala kronik, postnasal drip, batuk kronik, gangguan tenggorok, gangguan telinga akibat sumbatan tuba, sinobronkitis, pada anak gastroenteritis akibat mukopus yang tertelan.

Sinusitis dentogen Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris, dan hanya terpisahkan oleh tulang tipis. Infeksi gigi rahang atas mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe. Sinusitis jamur

Faktor risiko:pemakaian antibiotik, kortikosteroid, imunosupresan, dan radioterapi.Ciri: Etiology: Candida or Aspergillus. Sinusitis unilateral, sulit sembuh dengan antibiotik, terdapat gambaran kerusakan tulang dinding sinus, atau bila ada membran berwarna putih keabuan pada irigasi antrum. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

• Largest sinuses

Maxillary Sinuses

– 3.5 cm high – 2.5 – 3 cm wide



Within maxilla



Paired & symmetric

– Above upper teeth

• Communicates with middle nasal meatus

• Clinically, in adults the most commonly affected sinuse followed by the ethmoid cells, the frontal sinus, and finally the sphenoidal sinus. http://www.fulspecialista.hu/en/nose/maxillary-sinusitis Copyright © 2005, Mosby, Inc.

Frontal Sinuses • Second largest sinuses – 2 – 2.5 cm

• Normally: – Between tables of vertical plate in frontal bone – Can extend beyond frontal bone inot the orbital plates

• Rarely symmetrical • Number varies (occassionally absent) • Drain into middle nasal meatus Copyright © 2005, Mosby, Inc.

Osteomeatal complex – coronal view • Pathways of communication – Frontal, ethmoid and maxillary

• 2 key passageways – Infundibulum – Middle nasal meatus

Rhinosinusitis • Sebagian besar sinusitis akut, terjadi sekunder karena:  common cold;  influenza;  measles, whooping cough, etc. • Pada 10% kasus infeksi berasal dari gigi:  Abses apikal,  Cabut gigi. • Organisme penyebab umumnya: Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis. Pada infeksi gigi, bakteri anaerob dapat ditemukan.

Tatalaksana Rhinosinusitis •

• •



Tujuan: – Mempercepat penyembuhan – Mencegah komplikasi – Mencegah perubahan menjadi kronik Prinsip: – Membuka sumbatan di kompleks osteomeatal (KOM) → drainasi & ventilasi pulih Farmakologi: – Antibiotik jika disebabkan oleh bakteri – Dekongestan – Lain-lain: analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, NaCl – Saline irrigation — Mechanical irrigation with buffered, physiologic, or hypertonic saline may reduce the need for pain medication and improve overall patient comfort, particularly in patients with frequent sinus infections. Operasi – untuk sinusitis kronik yang tidak membaik, sinusitis disertai kista atau kelainan ireversibel, polip ekstensif, komplikasi (kelainan orbita, intrakranial, osteomielitis, kelainan paru), sinusitis jamur. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.

ILMU KEDOKTERAN K O M U N I TA S DAN FORENSIK

311. Seorang dokter bekerja di desa A dengan kasus leptospirosis tinggi bila dibandingkan dengan desa tetangga. Dokter tersebut mengira hal tersebut dikarenakan terdapat sistem pembuangan sampah dengan cepat dan harga yang murah di desa tetangga tersebut. Dokter ingin menganalisis adakah korelasi antara kasus leptospirosis dengan adanya sistem pembuangan tersebut. Apa metode penelitian yg bs digunakan? A. Cohort retrospektif B. Case control C. Experimental D. Cross sectional E. Cohort prospective

Analisis Soal • Pada soal ini hanya ingin diteliti mengenai korelasi, bukan hubungan sebab akibat, penelitian yang meneliti adakah hubungan/asosiasi/korelasi antara dua variabel adalah cross sectional

DESAIN PENELITIAN STUDY DESIGNS

Descriptive

Analytical

Case report (E.g. Cholera)

Observational

Experimental

Case series Cross-sectional

1. 2. 3. 4.

Cross-sectional Cohort Case-control Ecological

Clinical trial (parc vs. aspirin in Foresterhill)

Field trial (preventive programmes )

DESAIN PENELITIAN Case report

Case series Deskriptif Memberi deskripsi tentang kejadian penyakit

Desain studi

Studi ekologi Cross sectional

Observasional

Hanya melakukan pengamatan

Analitik Mencari hubungan antara suatu pajanan dengan penyakit

Memberikan perlakuan kepada

Eksperimental subyek penelitian (misalnya obat)

Desain Penelitian Analitik

Prinsip Desain Studi Analitik Observasional Cross-sectional • Pajanan/ faktor risiko dan outcome dinilai dalam waktu yang bersamaan. Cohort study • Individu dengan pajanan/ faktor risiko diketahui, diikuti sampai waktu tertentu, kemudian dinilai apakah outcome terjadi atau tidak. Case-control study • Individu dengan outcome diketahui, kemudian digali riwayat masa lalunya apakah memiliki pajanan/ faktor risiko atau tidak.

Prinsip Desain Studi Analitik Observasional PAST

PRESENT

FUTURE

Time Assess exposure and outcome

Cross -sectional study Case -control study

Assess exposure

Known exposure

Prospective cohort Retrospective cohort

Known outcome

Known exposure

Assess outcome

Assess outcome

312. Seorang dokter melakukan pemeriksaan pada karyawan perusahaan A. Dari hasil pemeriksaan ditemukan pada seluruh karyawan didapatkan 5 kasus epilepsi, 3 kasus hipertensi, dan 2 migraine. Kemudian dokter memutuskan untuk melaporkan pada atasan. Hal yang dilakukan dokter ini adalah A. Salah karena tidak meminta persetujuan pasien B. Salah karena memberitahukan rahasia pasien C. Benar karena penyakit mengancam jiwa D. Benar karena mengikuti aturan dokter perusahaan E. Salah karena melanggar autonomi pasien

Analisis Soal • Pada soal dikatakan adanya dokter perusahaan yang melaporkan hasil pemeriksaan kepada atasan, hal ini benar sesuai dengan aturan peraturan dokter perusahaan • Berdasarkan etika kesehatan kerja, dokter dapat melaporkan hasil pemeriksaan kepada pihak manajemen yang berupa apakah individu tersebut layak bekerja atau tidak tanpa menyebut rincian diagnosis klinis individu tersebut

TUJUAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA

• Memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri baik fisik maupun mental, terutama dalam penyesuaian pekerjaan dengan tenaga kerja • Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan atau lingkungan kerja

• Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik tenaga kerja • Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi tenaga kerja yang menderita sakit.

Etika Kesehatan Kerja • Ketentuan etika bagi dokter perusahaan:

• Dokter perusahaan adalah profesi mandiri yang menjadi penasihat perusahaan • Rekam medis harus dirahasiakan oleh petugas kesehatan dan pasien perorangan • Rekam medis harus disimpan secara aman dan terkunci di klinik perusahaan • Sertifikat layak kerja atau tidak layak kerja yang diterbitkan untuk manajemen tidak boleh mengandung rincian pemeriksaan medis, kecuali terdapat persetujuan tertulis dari pekerja yang bersangkutan • Hasil uji monitoring biologi harus dijelaskan kepada pekerja secara perseorangan, namun hasil pemeriksaan secara kelompok boleh diberikan pada manajemen dan serikat pekerja, tanpa nama pekerja yang bersangkutan • Tanggung jawab dokter kepada pekerja yang terpajan bahaya lebih tinggi daripada perhatian manajemen mengenai kepentingan komersial • Penelitian yang dilakukan harus atas persetujuan pekerja secara perseorangan, tidak bisa berdasarkan persetujuan manajemen atau serikat pekerja Harrington JM, Gill FS. Kesehatan Kerja. Edisi 3. 2005.

Kategori Pekerja berdasarkan Tes Kesehatan • Fit to work • Pekerja memenuhi persyaratan untuk melakukan pekerjaan dalam jabatannya tanpa menderita penyakit kronik dan/atau mempunyai risiko terhadap kesehatannya.

• Fit with medical note, meliputi: • Fit dengan akomodasi pekerjaan/modifikasi pekerjaan • Risiko rendah: mempunyai penyakit kronik dengan risiko terjadi gangguan kesehatan, tetapi terkontrol pengobatan • Risiko menengah: mempunyai penyakit kronik dengan risiko terjadi gangguan kesehatan yang belum terkontrol

• Temporary unfit, meliputi: • Risiko tinggi untuk kemungkinan dilakukan evaluasi medis • Penyakit menular yang bersifat airborne, waterborne, atau foodborne • Membahayakan diri sendiri dan/atau orang lain karena tidak mampu mengikuti proses evakuasi di tempat kerja Pegawai yang termasuk golongan 3 diberi kesempatan berobat selama 1 tahun dengan evaluasi tiap 3 bulan, jika hingga 1 tahun tidak perbaikan  termasuk kategori unfit.

• Unfit • Tidak memenuhi persyaratan untuk melakukan pekerjaan sesuai jabatannya.

313. Sistem BPJS memiliki berbagai tipe keanggotaan yang terbagi berdasarkan bagaimana seseorang tersebut terdaftar dalam kepesertaan. Setiap peserta juga akan mendapat layanan sesuai kelas haknya masing-masing. Berikut ini yang termasuk kedalam golongan penerima bantuan iuran adalah? A. TNI B. polri C. PNS D. swasta E. pekerja kontrak <6 bulan

Analisis Soal • Pada soal, pilihan TNI, Polri dan PNS akan masuk golongan pegawai penerima upah oleh pemerintah dan begitu pula D sebagai pegawai swasta yang merupakan pegawai penerima upah • Pilihan A-D tidak memungkinkan menjadi PBI, sehingga yang mungkin hanya yang E • Akan tetapi golongan PBI harus ditetapkan berdasarkan rumah tempat tinggal, pendidikan, harta simpanan dan syarat-syarat lainnya sebelum seseorang dapat ditetapkan tergolong dalam PBI.

KEPESERTAAN BPJS KESEHATAN

PESERTA PBI • Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah peserta Jaminan Kesehatan bagi fakir miskin dan orang tidak mampu sebagaimana diamanatkan UU SJSN yang iurannya dibayari Pemerintah sebagai peserta program Jaminan Kesehatan. Peserta PBI adalah fakir miskin yang ditetapkan oleh Pemerintah dan diatur melalui Peraturan Pemerintah.

http://www.jkn.kemkes.go.id/detailfaq.php?id=9

Siapa Yang Dianggap Miskin dan Tidak Mampu? (9 dari 14 harus dipenuhi) • Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8m2 per orang • Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan • Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/ rumbia/ kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester. • Tidak memiliki fasilitas buang air besar/ bersama-sama dengan rumah tangga lain.

• Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik. • Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/ sungai/ air hujan. • Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/ arang/ minyak tanah • Hanya mengkonsumsi daging/ susu/ ayam dalam satu kali seminggu. • Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun

• Hanya sanggup makan sebanyak satu/ dua kali dalam sehari • Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/ poliklinik • Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan • Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/ tidak tamat SD/ tamat SD. • Tidak memiliki tabungan/ barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,- seperti sepeda motor kredit/ non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.

http://www.pasienbpjs.com/2016/04/cara-menjadi-peserta-bpjs-pbi.html

314. Di sebuah sekolah menengah atas terjadi kehebohan. Di gudang penyimpanan olahraga terdapat karung besar berisi mayat perempuan tak dikenal. Pada jenazah terdapat banyak luka, tapi jenazah meninggal dicurigai karena tertusuk benda tajam ke jantung, dengan kedalaman luka 12 cm lebar 4 cm. Alat tajam yg paling tidak mungkin menyebabkan luka tersebut di bawah ini adalah? A. lebar 5 cm panjang 12 cm B. lebar 3 cm panjang 16 cm C. lebar 4 cm panjang 7 cm D. lebar 4 cm panjang 10 cm E. lebar 4 cm panjang 14 cm

Analisis Soal Pada soal didapatkan luka tusuk / vulnus punctum karena kedalaman luka melebihi lebar luka Senjata yang mengakibatkan luka tusuk memiliki lebar maksimal sama dengan lebar luka, senjata dapat memiliki lebar lebih kecil karena pelaku dapat mengoyak luka pada tubuh korban dengan senjatanya, membuat luka lebih lebar Panjang senjata pada luka tusuk dapat lebih panjang atau lebih pendek dari dalam luka, tergantung dari kekuatan tusukan dari pelaku kejahatan. Sangat mungkin kerusakan lebih dalam dari panjang senjata karena jaringan tubuh manusia bersifat lunak Jadi dipilih A, karena tidak mungkin lebih lebar senjatanya dari lebar luka

Perlukaan akibat kekerasan Pelbagai jenis kekerasan o Kekerasan bersifat mekanik • Kekerasan tumpul • Kekerasan tajam • Tembakan senjata api

o Kekerasan bersifat alam • Luka akibat api • Luka akibat listrik

o Kekerasan bersifat kimiawi • Luka akibat asam keras • Luka akibat basa kuat

Luka Akibat Kekerasan Tumpul • Luka memar: Tampak sebagai bercak, biasanya berbentuk bulat/lonjong. Luka memar yang baru terjadi tampak sebagai bercak biru kemerahan dan agak menimbul. Proses penyembuhan menyebabkan warna bercak berubah menjadi kebiruan, kehijauan, kecoklatan, kekuningan dan akhirnya hilang saat terjadi penyembuhan sempurna dalam 7-10 hari.

• Luka robek: Luka terbuka tepi tidak rata, pada salah satu sisi dapat ditemukan jejas berupa luka lecet tekan.

Luka Akibat Kekerasan Tumpul • Luka lecet tekan: Tampak sebagai bagian kulit yang sedikit mencekung, berwarna kecoklatan. Bentuknya memberikan gambaran bentuk benda penyebab luka. • Luka lecet geser: Bagian yang pertama bergeser memberikan batas yang lebih rata, dan saat benda tumpul meningalkan kulit yang tergeser berbatas tidak rata. Tampak goresan epidermis yang berjalan sejajar.

Luka Akibat Kekerasan Tajam • Luka tusuk: Akibat kekerasan tajam yang mengenai kulit dengan arah kekerasan tegak terhadap permukaan kulit. Tepi luka rata. • Lebar luka menggambarkan lebar pisau yang digunakan. • Karena elastisitas kulit, dalamnya luka tidak menggambarkan panjangnya pisau

• Luka sayat: Akibat kekerasan tajam yang bergerak k.l sejajar dengan permukaan kulit. Panjang luka jauh melebihi dalamnya luka. • Luka bacok: Akibat kekerasan tajam dengan bagian “mata” senjata yang mengenai kulit dengan arah tegak. Kedua sudut luka lancip dengan luka yang cukup dalam.

315. Sebuah Penelitian dilakukan untuk membandingkan efektivitas manajemen obat anti hipertensi terbaru golongan calcium channel blocker bernama Acardipine, sebelum dan setelah 2 jam diberikan terapi pada individu yang sama. Maka uji hipotesis yang dilakukan pada penelitian ini adalah a. Freedom T Test b. Student T Test c. Independent T test d. Paired T Test e. One Sample T Test

Analisis Soal • Pada soal ingin didapatkan perbandingan kadar tekanan darah sebelum dan sesudah pemakaian obat jadi jawabannya adalah Paired T Test • Freedom T test tidak ada • Student T test adalah nama panjang dari T test, yaitu sebuah uji membandingkan rata-rata antara dua kategori • One sample T test menggunakan satu nilai rata-rata yang dibandingkan dengan nilai rata-rata klaim sebelumnya.

TABEL UJI HIPOTESIS VARIABEL INDEPENDEN

DEPENDEN

Kategorik

Kategorik

Kategorik (2 kategori)

Numerik

Kategorik (>2 kategori)

Numerik

Numerik

Numerik

U J I S TAT I S T I K

Chi square

U J I A LT E R N AT I F Fisher (digunakan untuk tabel 2x2)* Kolmogorov-Smirnov (digunakan untuk tabel bxk)*

T-test independen

Mann-Whitney**

T-test berpasangan

Wilcoxon**

One Way Anova (tdk berpasangan)

Kruskal Wallis**

Repeated Anova (berpasangan) Korelasi Pearson Regresi Linier

Keterangan: * : Digunakan bila persyaratan untuk uji chi square tidak terpenuhi **: Digunakan bila distribusi data numerik tidak normal

Friedman** Korelasi Spearman**

Langkah Menentukan Uji Statistik

• Tentukan sifat variabel yang diuji (numerik atau kategorik) • Bila ada variabel yang bersifat numerik, tentukan apakah variabel tersebut terdistribusi normal atau tidak. Atau bila kedua variabel bersifat kategorik, tentukan apakah memenuhi persyaratan uji chi square. Untuk mengerjakan soal UKDI, bila tidak disebutkan, maka diasumsikan bahwa variabel tersebut terdistribusi normal atau memenuhi persyaratan chi square. • Lihat tabel untuk menentukan uji hipotesis apa yang sesuai.

Uji Parametrik (2 kategorik VS numerik)

• z-test is a statistical test to help determine the probability that new data will be near the point for which a score was calculated. • A z-score is calculated with population parameters such as “population mean” and “population standard deviation” and is used to validate a hypothesis that the sample drawn belongs to the same population. • A t-test is used when the population parameters (population mean and population standard deviation) are not known.

316. Di daerah Sukamaja, terdapat angka kelahiran sebanyak 290 jiwa, diantara semua kelahiran tersebut terdapat 110 bayi meninggal saat lahir dan 30 sebelum usia 1 tahun. Sementara, ibu yg meninggal saat hamil 9 orang, ibu yg meninggal saat melahirkan 16 orang, ibu yang meninggal saat nifas 7 orang, dan ibu dengan anak usia sekolah 12 orang. Berapakah angka kematian ibu per 100.000 kelahiran? A. 32/180 B. 32/290 C. 44/180 D. 110/290 E. 140/290

Analisis Soal • Angka kematian ibu adalah: jumlah kematian ibu (hamil sampai nifas)

X100.000

jumlah kelahiran hidup

• Jadi (9 saat hamil + 16 saat meninggal + 7 saat nifas)/(290 – 110 kasus bayi meninggal) • Hasilnya 32/180 x 100.000

Ukuran Mortalitas Penyakit Ukuran

Definisi

Crude death rate/ angka kematian kasar

angka kematian kasar atau jumlah seluruh kematian selama satu tahun dibagi jumlah penduduk pada pertengahan tahun.

Case fatality rate

persentase angka kematian oleh sebab penyakit tertentu, untuk menentukan kegawatan/ keganasan penyakit tersebut. Rumus: jumlah kematian/jumlah seluruh kasus x 100%.

Angka kematian ibu

jumlah kematian ibu oleh sebab kehamilan/ melahirkan/ nifas (sampai 42 hari post partum) per 100.000 kelahiran hidup. Rumus: jumlah kematian ibu/jumlah kelahiran hidup x 100.000

Angka kematian bayi

jumlah kematian bayi (umur <1tahun) per 1000 kelahiran hidup. Rumus: jumlah kematian bayi/jumlah kelahiran hidup x 1000

ANGKA KEMATIAN IBU (AKI)/ MATERNAL MORTALITY RATE (MMR) DEFINISI • Banyaknya kematian perempuan pada saat hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lama dan tempat persalinan, yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya, dan bukan karena sebab-sebab lain, per 100.000 kelahiran hidup.

Angka Kematian Ibu Misalnya: • Angka Kematian Ibu atau Maternal Mortality Ratio (MMR) di Indonesia untuk periode tahun 1998 2002, adalah sebesar 307. • Artinya terdapat 307 kematian ibu yang disebabkan karena kehamilan, persalinan sampai 42 hari setelah melahirkan pada periode tersebut per 100.000 kelahiran hidup.

317. Mahasiswa kedokteran sedang mengembangkan rapid test untuk mendeteksi dengue. Untuk sampel terdapat 800 penderita dengue dan 1000 orang bukan penderita dengue. Setelah dilakukan rapid test, diperoleh hasil 400 positif pada penderita dengue dan 200 positif pada bukan penderita dengue. Apakah hasil yang diperoleh pada 200 orang tersebut? A. False negative B. True negatif C. False positif D. True positif E. Reaktif

Analisis

Test (+) Test (-)

Gold Std (+) Gold Std (-) 400 200 400 800

• Dalam soal didapatkan ada 200 orang yang didiagnosa positif padahal bukan penderita dengue • Jadi kasus ini adalah false positive

UJI DIAGNOSTIK SAKIT (+)

SAKIT (-)

HASIL TEST (+)

True Positive (TP)

False Positive (FP)

HASIL TEST (-)

False Negative (FN)

True Negative (TN)

SENSITIVITAS =

Kemampuan tes untuk mendeteksi orang yang sakit dengan benar.

TP TP+FN

S P E S I F I S I TA S =

Kemampuan tes untuk mendeteksi orang yang tidak sakit dengan benar.

TN FP+TN

AKURASI =

Kemampuan tes untuk mendeteksi dengan benar dari seluruh populasi.

TP + TN Total

UJI DIAGNOSTIK SAKIT (+)

SAKIT (-)

HASIL TEST (+)

True Positive (TP)

False Positive (FP)

HASIL TEST (-)

False Negative (FN)

True Negative (TN)

POSITIVE PREDICTIVE VALUE =

Persentase pasien dengan hasil test (+) yang benar-benar sakit

TP TP+FP

NEGATIVE PREDICTIVE VALUE =

Persentase pasien dengan hasil test(-) yang benar-benar tidak sakit

TN FN+TN

318. Seorang wanita 17 tahun terlambat haid pasca berhubungan seksual dengan pacarnya bulan lalu. Ia takut jika memeriksakan diri akan ketahuan hamil. Ia datang ke dokter puskesmas diperiksa dan dinyatakan hamil 8 minggu. Pasien menjadi ketakutan dan minta saran terbaik kepada dokter. Apa layanan yang saat ini dapat diberikan kepada pasien tersebut? A. Aborsi Laten B. Aborsi Elektif C. Konseling remaja D. KIA E. Misoprostol intravaginal

Analisis Soal • Pada soal didapatkan seorang perempuan yang sudah hamil. Tidak ada indikasi aborsi seperti kandungan yang membahayakan nyawa ibu atau keadaan janin yang tidak dapat hidup di luar kandungan, sehingga tidak boleh dilakukan aborsi, sehingga yang dapat diberikan adalah konsultasi ibu anak (KIA) • Konseling remaja lebih kearah masalah atau gangguan pada perilaku remaja, bukan mengenai kehamilan

ABORTUS PROVOKATUS • Abortus menurut pengertian kedokteran terbagi dalam: • Abortus spontan • Abortus provokatus, yang terbagi lagi ke dalam: Abortus provokatus terapeutikus & Abortus provokatus kriminalis

• Abortus provokatus kriminalis sajalah yang termasuk ke dalam lingkup pengertian pengguguran kandungan menurut hukum.

Abortus buatan (provokatus), jika ditinjau dari aspek hukum dapat digolongkan ke dalam dua golongan yakni : • Abortus buatan legal • Yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Populer juga disebut dengan abortus provocatus therapcutius/ medisinalis, karena alasan yang sangat mendasar untuk melakukannya adalah untuk menyelamatkan nyawa/menyembuhkan si ibu.

• Abortus buatan ilegal • Yaitu pengguguran kandungan yang tujuannya selain dari pada untuk menyelamatkan/ menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang. Abortus golongan ini sering juga disebut dengan abortus provocatus criminalis, karena di dalamnya mengandung unsur kriminal atau kejahatan. Idries A.M. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi Pertama. Penerbit Binarupa Aksara. 1997

Indikasi Medis Abortus Provocatus • Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang terus menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion). • Mola Hidatidosa • Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.

• Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika dengan adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya pada tubuh seperti kanker payudara. • Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi. • Telah berulang kali mengalami operasi caesar.

• Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung organik dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulo sis paru aktif, toksemia gravidarum yang berat. • Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang disertaikomplikasi vaskuler, hipertiroid, dan lain-lain. • Epilepsi yang luas dan berat. • Hiperemesis gravidarum yang berat dengan chorea gravidarum. • Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti ini, sebelum melakukan tindakan abortus harus dikonsultasikan dengan psikiater.

319. Seorang dokter melakukan penelitian hubungan faktor resiko yang berperan dalam meningkatkan penyakit TB Paru di suatu daerah, di suatu daerah. Didapatkan data di bawah ini: Faktor Resiko OR Malnutrisi 0.9 Merokok 2.1 Status DM 0.2 Status HIV 1.0 Usia 0.5 Dari data di atas mana faktor yang paling berperan meningkatkan resiko TB? A. Malnutrisi B. Merokok C. DM D. HIV E. Usia

Analisis soal • Pada soal di atas OR terbesar adalah merokok, dengan nilai 2.1, jadi yang paling berperan adalah merokok Faktor Resiko Malnutrisi Merokok Status DM Status HIV Usia

OR 0.9 2.1 0.2 1.0 0.5

Interpretasi RR/OR/PR RR/OR/PR= 1 menunjukkan tidak ada hubungan antara paparan dengan outcome. RR/OR/PR lebih dari 1 menunjukkan asosiasi positif (semakin tinggi paparan, semakin tinggi risiko mengalami penyakit)  paparan yang diteliti merupakan FAKTOR RISIKO suatu penyakit. RR/OR/PR kurang dari 1 menunjukkan bahwa paparan bersifat protektif terhadap terjadinya outcome(semakin tinggi paparan, semakin rendah risiko mengalami penyakit)  paparan yang diteliti merupakan FAKTOR PROTEKTIF terjadinya suatu penyakit.

INTERPRETASI OR DAN NILAI P • Pertama, lihat dahulu nilai P-nya. • Jika nilai p<0,05, maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen berhubungan dengan variabel dependennya. • Jika nilai p>0,05, maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen tidak berhubungan dengan variabel dependennya.

• Lalu lihat OR-nya. • Jika OR >1, maka variabel independennya merupakan faktor risiko. • Jika OR <1, maka variabel independennya merupakan faktor protektif. • Jika OR =1, maka variabel independennya tidak berhubungan.

Analisis OR dan 95% CI • Pertama-tama, yang dilihat adalah OR dan 95% confidence intervalnya. Sebagai contoh, OR gado-gado adalah 20 (95% CI=0,4-25). Secara sederhana, hal ini artinya OR gado-gado untuk menyebabkan diare adalah 20. Bila penelitian yang sama diulang 95 kali lagi, maka hasil ORnya mungkin tidak tepat sama yaitu 20, tetapi ORnya pasti dalam rentang 0,4-25. • Ingat bahwa OR>1 merupakan faktor risiko, OR<1 merupakan faktor protektif, dan OR=1 menunjukkan variabel yang diteliti tidak memiliki hubungan. Maka pada gado-gado, karena ORnya berada dalam rentang <1 sampai >1, maka gado-gado tidak jelas hubungannya dengan diare (apakah gado-gado adalah faktor risiko, protektif, tidak berhubungan?). • Hal yang sama juga didapatkan pada OR (95% CI) chicken katsu. OR chicken katsu adalah 5, tapi 95%CInya menunjukkan rentang <1 sampai >1, maka chicken katsu tidak dapat disimpulkan sebagai penyebab diare.

• Hal berbeda pada nasi goreng, didapatkan OR 1,5 (95% CI 1,4-2,0). Dari nilai OR dan 95% CInya yang lebih dari 1, maka jelas bahwa nasi goreng lah penyebab diarenya.

320. Seorang laki laki datang dengan luka bakar akibat asam di tangan kanan, laki-laki tersebut ditemani polisi yang membawa SPV. Dokter melakukan penanganan sementara dan pasien dikatakan perlu kontrol hingga 7 hari kemudian untuk melihat respons pengobatan. Apa dokumen yang diberikan kepada polisi di hari ke 7 tersebut? A. Visum et repertum sementara B. Visum et repertum tetap C. Visum et repertum lanjutan D. Surat keterangan E. surat sakit

Analisis soal • Pada kasus ini terdapat luka yang perlu perawatan lanjutan untuk melihat hasil pengobatan, jadi dibuat VeR sementara baru setelah hasil pengobatan keluar dibuat VeR lanjutan • Jadi yang diberikan ke polisi hari ke 7 adalah VeR lanjutan

VISUM ET REPERTUM • Aspek medis: visum et repertum dibuat berdasarkan penilaian dokter mengenai kondisi klinis pasien (dalam hal ini korban), dapat berdasarkan pemeriksaan langsung atau berdasarkan pemeriksaan yang tercatat di rekam medis. • Aspek hukum: merupakan pelayanan kedokteran yang dilakukan untuk kepentingan hukum, dan dibuat berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku.

Siapa Yang Berhak Membuat VER? • Dalam pasal 133 KUHAP disebutkan: penyidik berwenang untuk mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya.

• Sebenarnya boleh saja seorang dokter yang bukan dokter spesialis forensik membuat dan mengeluarkan visum et repertum. • Tetapi, di dalam penjelasan pasal 133 KUHAP dikatakan bahwa keterangan ahli yang diberikan oleh dokter spesialis forensik merupakan keterangan ahli, sedangkan yang dibuat oleh dokter selain spesialis forensik disebut keterangan.

Visum et Repertum

Antemortem

Visum sementara

Postmortem

Pemeriksaan luar

Pemeriksaan dalam (Otopsi)

Visum definitif

Otopsi anatomis

Visum lanjutan

Otopsi klinis

Otopsi forensik

Jenis Visum et Repertum Korban Hidup • Visum et repertum biasa/tetap. Visum et repertum ini diberikan kepada pihak peminta (penyidik) untuk korban yang tidak memerlukan perawatan lebih lanjut. • Visum et repertum sementara. Visum et repertum sementara diberikan apabila korban memerlukan perawatan lebih lanjut karena belum dapat membuat diagnosis dan derajat lukanya. Apabila sembuh dibuatkan visum et repertum lanjutan.

• Visum et repertum lanjutan. Dalam hal ini korban tidak memerlukan perawatan lebih lanjut karena sudah sembuh, pindah dirawat dokter lain, atau meninggal dunia.

321. Seorang laki-laki ditemukan tewas di sebuah gudang. Mayat tampak pucat. Pada pemeriksaan luar ditemukan luka tepi rata, ujung lancip, tanpa jembatan jaringan di dada kiri dengan panjang 15cm dan terdapat patah tulang iga. Apakah kemungkinan senjata yang dipakai dari jenis lukanya? A. RPG B. Riot Gun C. Katana D. Chainsaw E. Nunchaku

Analisis soal • Pada soal di atas terdapat kekerasan tajam karena tepi rata dengan ujung lancip tanpa jembatan jaringan, kemungkinan adalah luka bacok karena menyebabkan patah tulang iga • Dari senjata di atas yang bisa membuat luka bacok dengan tepi rata hanya katana • Chainsaw akan menyebabkan luka dengan tepi yang tidak rata • RPG (Roket Peluncur Granat) Akan menyebabkan tubuh manusia hancur berkeping-keping

Analisis Soal • Riot Shotgun akan menyebabkan luka tembak ballistic shotgun, berupa luka tembak multiple akibat sharpnel peluru shotgun yang menyebar • Nunchaku akan menyebabkan kekerasan tumpul berupa luka memar

Luka Tembak Shotgun

Luka Akibat Kekerasan Tajam • Luka tusuk: Akibat kekerasan tajam yang mengenai kulit dengan arah kekerasan tegak terhadap permukaan kulit. Tepi luka rata. • Lebar luka menggambarkan lebar pisau yang digunakan. • Karena elastisitas kulit, dalamnya luka tidak menggambarkan panjangnya pisau

• Luka sayat: Akibat kekerasan tajam yang bergerak k.l sejajar dengan permukaan kulit. Panjang luka jauh melebihi dalamnya luka. • Luka bacok: Akibat kekerasan tajam dengan bagian “mata” senjata yang mengenai kulit dengan arah tegak. Kedua sudut luka lancip dengan luka yang cukup dalam.

Senjata

RPG

Riot Shotgun

Nunchaku

Katana

Chainsaw

322. Dilakukan suatu pemeriksaan kesehatan dan rokok pada suatu perusahaan. Didapatkan 40% pegawai merokok dan tidak terdapat keluhan serta tidak ingin mengubah kebiasaannya. Menurut teori perubahan perilaku, 40% orang tersebut termasuk dalam tahap apakah? A. Action B. Maintenance C. Contemplation D. Pre contemplation E. Evaluation

Analisis Soal • Pada 40% ini terdapat niat yang sama sekali tidak ada keinginan berhenti merokok, sehingga masuk ke tahap precontemplation • Penjelasan tahap lainnya di slide berikutnya

INSIDENS KESELAMATAN PASIEN Pasien tidak cedera

NEAR MISS

Pasien cedera

PREVENTABLE ADVERSE EVENT

Medical Error • • • •

Kesalahan nakes Dapat dicegah Karena berbuat (commission) Karena tdk berbuat (ommision)

Process of care (Non error)

Pasien cedera

MALPRAKTIK

Acceptable Risk

UNPREVENTABLE ADVERSE EVENT

Unforseeable Risk Complication of Disease

323. Dokter ingin melakukan penelitian mengenai merokok dengan kejadian TB di suatu daerah, kemudian dia membaca penelitian seorang professor mengenai persebaran data penduduk yang merokok dan menderita TB di wilayah C. Apa jenis penelitian yang dilakukan oleh professor? A. Deskriptif B. Analitik C. Deskriptif analitik D. Eksperimental E. Case Report

Analisis Soal • Pada soal dikatakan penelitian hanya dilakukan berupa persebaran data penduduk yang merokok dan menderita TB, sehingga ini adalah deskriptif saja, karena tidak ada analisis statistik yang digunakan. • Case report bila melaporkan satu kasus tertentu, bila multipel dinamakan serial case report

DESAIN PENELITIAN Secara umum dibagi menjadi 2: • DESKRIPTIF: memberi gambaran distribusi dan frekuensi penyakit saja. Misalnya prevalensi DM tipe 2 di DKI Jakarta, 10 penyakit terbanyak di Puskesmas X. • ANALITIK: mencari hubungan antara paparan dengan penyakit. Misalnya penelitian hubungan antara obesitas dengan DM tipe 2.

DESAIN PENELITIAN STUDY DESIGNS

Descriptive

Analytical

Case report (E.g. Cholera)

Observational

Experimental

Case series Cross-sectional

1. 2. 3. 4.

Cross-sectional Cohort Case-control Ecological

Clinical trial (parc vs. aspirin in Foresterhill)

Field trial (preventive programmes )

DESAIN PENELITIAN Case report

Case series Deskriptif Memberi deskripsi tentang kejadian penyakit

Desain studi

Studi ekologi Cross sectional

Observasional

Hanya melakukan pengamatan

Analitik Mencari hubungan antara suatu pajanan dengan penyakit

Memberikan perlakuan kepada

Eksperimental subyek penelitian (misalnya obat)

Desain Penelitian Analitik

324. Seorang pasien datang dengan ulkus DM, saat dibawa ke IGD, tampak pasien demam tinggi, somnolen, dengan tekanan darah 90/60. Dokter menduga sudah ada tanda sepsis dan dokter menyarankan amputasi, namun sayangnya keluarga menolak. Apakah prinsip yang diutamakan dokter ketika memberikan saran tersebut ? A. Justice B. Beneficience C. Autonomy D. Non maleficence E. Audacity

Analisis Soal • Pada soal dikatakan adanya ulkus DM yang menyebabkan sepsis dan dokter menyarankan amputasi demi menyelamatkan nyawa pasien. Sehingga tindakan ini termasuk non maleficience (do no harm) • Beneficience bukan dalam kasus life saving, lebih ke arah untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik bagi pasien • Audacity tidak termasuk dalam kaidah dasar moral maupun turunannya

KAIDAH DASAR MORAL

Hanafiah, J., Amri amir. 2009. Etika Kedokteran dan Hukum\Kesehatan (4th ed). Jakarta: EGC.

Berbuat baik (beneficence) • Selain menghormati martabat manusia, dokter juga harus mengusahakan agar • pasien yang dirawatnya terjaga keadaan kesehatannya (patient welfare). • Pengertian ”berbuat baik” diartikan bersikap ramah atau menolong, lebih dari sekedar memenuhi kewajiban.

Tidak berbuat yang merugikan (nonmaleficence) Praktik Kedokteran haruslah memilih pengobatan yang paling kecil risikonya dan paling besar manfaatnya. Pernyataan kuno: first, do no harm, tetap berlaku dan harus diikuti. Keadilan (justice)

Menghormati martabat manusia (respect for person) / Autonomy

• Perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama dan faham kepercayaan, kebangsaan dan kewarganegaraan, status perkawinan, • Setiap individu (pasien) harus serta perbedaan jender tidak boleh dan diperlakukan sebagai manusia yang tidak dapat mengubah sikap dokter terhadap pasiennya. memiliki otonomi (hak untuk menentukan nasib diri sendiri), • Tidak ada pertimbangan lain selain kesehatan pasien yang menjadi perhatian • Setiap manusia yang otonominya utama dokter. berkurang atau hilang perlu mendapatkan • Prinsip dasar ini juga mengakui adanya perlindungan. kepentingan masyarakat sekitar pasien yang harus dipertimbangkan

Beneficence Kriteria 1. Mengutamakan altruism (menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan orang lain) 2. Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia

3. Memandang pasien/keluarga sebagai sesuatu yang tak hanya menguntungkan dokter 4. Mengusahakan agar kebaikan lebih banyak dibandingkan keburukannya 5. Paternalisme bertanggungjawab/berkasih sayang

6. Menjamin kehidupan baik minimal manusia 7. Pembatasan goal based (sesuai tujuan/kebutuhan pasien) 8. Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasien 9. Minimalisasi akibat buruk 10. Kewajiban menolong pasien gawat darurat

11. Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan 12. Tidak menarik honorarium di luar kewajaran 13. Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan 14. Mengembangkan profesi secara terus menerus 15. Memberikan obat berkhasiat namun murah

16. Menerapkan golden rule principle

Beneficence (Berbuat baik) • General beneficence • Melindungi dan mempertahankan hak, mencegah terjadinya kerugian • Menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain

• Specific beneficence • Menolong orang cacat, menyelamatkan dari bahaya, mengutamakan kepentingan pasien • Memandang pasien/ keluarga/ sesuatu tidak hanya sejauh menguntungkan dokter/ rumah sakit/ pihak lain • Maksimalisasi akibat baik • Menjamin nilai pokok: “apa saja yang ada, pantas kita bersikap baik terhadapnya” (apalagi ada yang hidup)

• Prinsip tindakan • Berbuat baik kepada siapa pun, termasuk yang tidak kita kenal • Pengorbanan diri demi melindungi dan menyelamatkan pasien • “janji” atau wajib menyejahterakan pasien dan membuat diri terpecaya

• Contoh tindakan • Dokter bersikap profesional, bersikap jujur, dan luhur pribadi (integrity); menghormati pasien, peduli pada kesejahteraan pasien, kasih sayang, dedikatif mempertahankan kompetensi pengetahuan dan keterampilan teknisnya • Memilih keputusan terbaik pada pasien yang tidak otonom (kurang mampu memutuskan bagi dirinya), misalnya anak, pasien dengan gangguan jiwa, pasien dalam kondisi gawat

Non-maleficence Kriteria 1. Menolong pasien emergensi : Dengan gambaran sbb : - pasien dalam keadaan sangat berbahaya (darurat) / berisiko kehilangan sesuatu yang penting (gawat) - dokter sanggup mencegah bahaya/kehilangan tersebut - tindakan kedokteran tadi terbukti efektif - manfaat bagi pasien > kerugian dokter 2. Mengobati pasien yang luka 3. Tidak membunuh pasien ( euthanasia ) 4. Tidak menghina/mencaci maki/ memanfaatkan pasien 5. Tidak memandang pasien hanya sebagai objek 6. Mengobati secara proporsional 7. Mencegah pasien dari bahaya 8. Menghindari misrepresentasi dari pasien 9. Tidak membahayakan pasien karena kelalaian 10. Memberikan semangat hidup 11. Melindungi pasien dari serangan 12. Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan

Non-Maleficence • Sisi komplementer beneficence dari sudut pandang pasien: tidak boleh berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm) pasien; minimalisasi akibat buruk • Primum non nocere: First do no harm • Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal-hal: • Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya sesuatu yang penting dan dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut • Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif • Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami risiko minimal) • Norma tunggal, isinya larangan

• Contoh tindakan:

• Tidak melakukan malpraktik etik, baik sengaja atau tidak; seperti dokter tidak mempertahankan kemampuan ekspertisnya atau menganggap pasien sebagai komoditi • Menghentikan pengobatan yang sia-sia atau pengobatan luar biasa, yaitu pengobatan yang tidak biasa diperoleh atau digunakan tanpa pengeluaran amat banyak, nyeri berlebihan, atau ketidaknyamanan lainnya • Juga membiarkan mati (letting die), bunuh diri dibantu dokter, euthanasia, sengaja malpraktik etis

325. DI kali Ciliwung, mendadak ditemukan jenazah bayi baru lahir oleh seorang pemulung. Mayat bayi tersebut dibawa ke polisi dan kemudian dibawa ke dokter forensik untuk dilakukan autopsi, untuk melihat apakah bayi tersebut pernah hidup di luar kandungan. Bagaimana cara otopsi kepala yang tepat? A. Open head B. Insisi kepala C. Open door D. Teknik Banekke E. Belah Duren

Analisis Soal • Pada soal dikatakan bagaimana cara mengotopsi kepala yang tepat, maka jawabannya adalah insisi kepala, lalu tarik bagian kulit kepala ke dua arah untuk mengekspos tulang tengkorak • Teknik open head seperti membelah kepala menjadi dua tidak dibenarkan • Tidak ada istilah open door, teknik Banekke ataupun teknik belah duren

Tahap Autopsy Tindakan autopsy terdiri atas: 1. Y-Incision 2. Removal of Organs 3. Stomach Contents 4. Sample Collection 5. Head and Brain examination 6. Returning Organs and Conclusion Y-incision digunakan untuk membuka rongga dada dan mengakses organ seperti: heart, lungs, liver, stomach, spleen etc. http://www.exploreforensics.co.uk/performing-an-autopsy.html

Pemeriksaan Kepala • Pemeriksaan kepala adalah tahap terakhir • Pemeriksaan dimulai dengan membuat insisi sepanjang kulit kepala dan menarik kulit ke arah anterior dan posterior secara berlawanan untuk mengekspos tulang tengkorak • Tulang tengkorak dibuka untuk melihat bagian otak dan mengambil sampel.

http://www.exploreforensics.co.uk/performing-an-autopsy.html

Teknik otopsi kepala

326. Seorang peneliti ingin mengukur penggunaan sebuah obat PPI baru bernama Toxoprazole untuk perbaikan gejala GERD. Variabel dependen dari penelitian ini adalah GERD Score dari kedua grup antara Toxoprazole dengan Pantoprazole. Termasuk jenis data apakah variabel dependen dari penelitian ini?

A. Nominal B. Ordinal

C. Interval D. Ratio

E. Kategorikal

Analisa Soal • Pada soal ini variabel dependen adalah GERD Score yang merupakan hasil skoring tingkatan, jadi jawabannya adalah ordinal

GERD-Q • Common source: satu orang atau sekelompok orang tertular penyakit dari satu sumber yang sama, dibagi menjadi: • Point • Continuous • Intermittent

• Propagated/ progressive: penyakit menular dari 1 orang ke orang yang lain (sehingga umumnya muncul penyakit baru dengan jarak 1 masa inkubasi).

Data Dalam Penelitian Data

Kategori/ Kualitatif

Nominal Hanya membedakan Gender, sehat/sakit, gol. Darah, dll

Ordinal Membedakan urutan, besaran beda Baik, sedang, buruk Stadium penyakit, pendidikan

Numerik/ Kuantitatif Diskret Didapat dari perhitungan

Interval Perbedaan besaran dan jarak, tidak ada nilai nol mutlak Suhu, denyut jantung

Kontinu Didapat dari pengukuran

Ratio Ada nilai nol mutlak Berat badan, tinggi badan

VARIABEL NOMINAL • Data yang diperoleh dengan cara kategorisasi atau klasifikasi. • Posisi data setara. Misalnya: jenis pekerjaan. • Tidak bisa dilakukan operasi matematika (X, +, - atau : )

VARIABEL ORDINAL • Data yang diperoleh dengan cara kategorisasi atau klasifikasi, tetapi diantara data tersebut terdapat hubungan. • Posisi data tidak setara. Misalnya tingkat kepuasan pelanggan, dibagi menjadi tidak puas, puas, dan sangat puas. • Tidak bisa dilakukan operasi matematika (X, +, - atau : )

VARIABEL INTERVAL • data yang diperoleh dengan cara pengukuran, dimana jarak antar dua titik pada skala, sudah diketahui. Misalnya variabel suhu tubuh dalam Celcius, sudah diketahui bahwa jaraknya antara 0-100 derajat Celcius. • Tidak ada angka nol mutlak • Bisa dilakukan operasi matematika.

VARIABEL RASIO • data yang diperoleh dengan cara pengukuran, dimana jarak antar dua titik pada skala, sudah diketahui. • Ada angka nol mutlak. Misalnya tinggi badan, berat badan. • Bisa dilakukan operasi matematika.

327. Seorang pasien perempuan berusia 55 tahun datang untuk kontrol pasca operasi. Pasien sebelumnya dioperasi karena didiagnosis Mallory Weiss Tear. Pasien datang ke poli RS tipe C dan menggunakan pembayaran menggunakan BPJS untuk kontrolnya. Bagaimana jenis pembayaran BPJS pada RS ini? A. Out of pocket B. Kapitasi C. INA CBG D. Fee for service E. Reimburse

Analisis Soal • Pada soal ini ditanyakan sistem pembayaran BPJS ke rumah sakit, yaitu menggunakan metode INA CBGs • Out of pocket dan fee for service bila pasien bayar sendiri, kapitasi pembayaran BPJS di fasyankes primer, sementara reinbursement digunakan asuransi untuk menggantikan uang yang dikeluarkan pasien untuk biaya pengobatan

Sistem Pembayaran BPJS Kesehatan • Mekanisme pembayaran BPJS kesehatan untuk faskes primer (puskesmas, klinik pratama, dokter praktek perorangan) adalah kapitasi dan non kapitasi untuk kasus tertentu. • Mekanisme pembayaran BPJS kesehatan untuk faskes sekunder dan tersier adalah case payment menggunakan INA CBGs serta non INA CBGs untuk kondisi tertentu.

Pembayaran Klaim BPJS Kepada Fasilitas Kesehatan Perpres 111/2013 pasal 38: 1) BPJS Kesehatan wajib membayar Fasilitas Kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat: a. b.

tanggal 15 (lima belas) setiap bulan berjalan bagi Fasilitas Kesehatan tingkat pertama yang menggunakan cara pembayaran praupaya berdasarkan kapitasi; dan 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap bagi Fasilitas Kesehatan rujukan tingkat lanjutan.

2) BPJS Kesehatan wajib membayar ganti rugi kepada Fasilitas Kesehatan sebesar 1% (satu persen) dari jumlah yang harus dibayarkan untuk setiap 1 (satu) bulan keterlambatan.

PEMBAYARAN BPJS DI FASKES PRIMER

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR TARIF PELAYANAN KESEHATAN DALAM PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

Pembayaran BPJS di Faskes Sekunder & Tersier (Rumah Sakit) • Indonesian-Case Based Groups (INA-CBGs): besaran pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan kepada Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan atas paket layanan yang didasarkan kepada pengelompokan diagnosis penyakit dan prosedur.

• Non INA-CBGs: tarif diluar tarif paket INACBG untuk beberapa item pelayanan tertentu meliputi alat bantu kesehatan, obat kemoterapi, obat penyakit kronis, CAPD dan PET Scan, dengan proses pengajuan klaim dilakukan secara terpisah dari tarif INA-CBG Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) No. 52 tahun 2016

328. Seorang kepala desa meminta Anda sebagai dokter umum untuk membuat surat kematian warganya yang meninggal 1 jam lalu. kebetulan warga tersebut sudah menjadi pasien Anda selama 4 tahun dan rumahnya tidak jauh dari tempat praktik saudara. Sikap Anda terhadap kejadian itu adalah? A. meminta jenazah dibawa ke rs B. meminta surat pada puskesmas C. meminta mayat dirujuk ke forensik dahulu D. langsung membuat saat itu juga karena sudah tahu penyakitnya E. datang ke rumah yang bersangkutan untuk menentukan sebab kematian

Analisis Soal • Sesuai dengan Bab I pasal 7 KODEKI, “Setiap dokter hanya memberikan keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya”. • Maka dokter tetap harus memeriksa dahulu sebab kematian sebelum membuat surat kematian bagi pasien tersebut

PERAN DOKTER DALAM KASUS KEMATIAN • Jenazah dan kronologis kejadian. • Jika ditemukan/dicurigai suatu tindak pidana atas kematian korban, maka dokter menganjurkan pengantar atau petugas rumah sakit untuk melapor ke polisi di wilayah tempat kejadian perkara. • Selanjutnya jenazah ditahan di rumah sakit sampai penyidik memutuskan untuk tindakan forensik selanjutnya.

• Jika ditemukan/dicurigai suatu tindak pidana atas kematian korban, maka dokter menganjurkan pengantar atau petugas rumah sakit untuk melapor ke polisi di wilayah tempat kejadian perkara. Selanjutnya jenazah ditahan di rumah sakit sampai penyidik memutuskan untuk tindakan forensik selanjutnya. • Jika merupakan kematian wajar maka jenazah boleh dibawa pulang

SURAT KEMATIAN • Surat keterangan kematian adalah surat yang menyatakan bahwa seseorang sudah meninggal. • Surat keterangan kematian dibuat atas dasar pemeriksaan jenazah, minimal pemeriksaan luar. • Dalam hal kematian berkaitan dengan tindak pidana tertentu, pastikan bahwa prosedur hukum telah dilakukan sebelum dikeluarkan surat keterangan kematian. • Surat keterangan kematian tidak boleh dibuat bila seseorang yang mati diduga akibat suatu peristiwa pidana tanpa pemeriksaan kedokteran forensik terlebih dahulu.

Dasar Hukum Surat Kematian • Bab I pasal 7 KODEKI, “Setiap dokter hanya memberikan keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya”. • Bab II pasal 16 KODEKI, “Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien bahkan juga setelah pasien meninggal dunia”. • Pasal 267 KUHP: ancaman pidana untuk surat keterangan palsu.

• Pasal 179 KUHAP: wajib memberikan keterangan ahli demi pengadilan, keterangan yang akan diberikan didahului dengan sumpah jabatan atau janji.

Manfaat Surat Kematian • Untuk kepentingan pemakaman jenazah • Kepentingan pengurusan asuransi, warisan, hutang,dll • Untuk tujuan hukum, pengembangan kasus kematian tidak wajar • Salah satu cara pengumpulan data statistik penentuan tren penyakit dan tren penyebab kematian pada masyarakat • Sumber data untuk penelitian biomedis maupun sosiomedis

329. Seorang mayat perempuan tergantung di kisi pintu ditemukan di dalam kamar yang terkunci. Pada pemeriksaan didapatkan luka tekan geser di leher berbentuk V dari depan ke belakang, wajah keunguan karena bendungan darah, ditemukan bercak kemerahan di balik kelopak mata, sianosis (+) pada bibir dan ujung jari. Mekanisme kematian korban adalah ... A. sumbatan jalan napas B. bendungan organ dalam C. refleks vagal D. patah tulang leher E. penekanan pembuluh darah leher

Analisis Soal • Pada soal ini didapatkan adanya cyanosis dengan warna keunguan pada bibir dan jari, tardieu spot di mata yang menandakan tanda asfiksia • Jadi dipilih jawaban A yaitu sumbatan jalan nafas • Pilihan B merupakan tanda asfiksia • Pada pilihan C seharusnya tidak ada tanda asfiksia • Pilihan D tidak dispesifikasikan di soal • Pilihan E tidak dipilih karena jeratan lebih menyumbat jalan nafas yang menyebabkan asfiksia secara generalisata, dibandingkan menekan arteri karotis yang hanya menyebabkan asfiksia ke otak

ASFIKSIA • Asfiksia atau mati lemas adalah suatu keadaan berupa berkurangnya kadar oksigen (O2) dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2) secara bersamaan dalam darah dan jaringan tubuh akibat gangguan pertukaran antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru dengan karbon dioksida dalam darah kapiler paru-paru.

Kematian akibat asfiksia • Asfiksia (mati lemas): kondisi terjadinya gangguan pertukaran udara pernapasan  oksigen darah berkurang (hipoksia) dan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea)  kematian • Penyebab: • Asfiksia mekanik : trauma sebabkan sumbatan pada saluran napas (pembekapan/smothering, penyumbatan/gagging dan choking, penjeratan/strangulation, pencekikan/throttling, gantung/hanging, penekanan dinding dada) • Penyebab alamiah : penyakit misalnya laryngitis difteri, fibrosis paru • Keracunan : bahan sebabkan depresi pusat napas/barbiturate, narkotika, karbon monoksida, hydrogen sianida Buku Ilmu Kedokteran Forensik, FKUI

ETIOLOGI ASFIKSIA Mekanik

• hambatan mekanik terhadap aliran udara dalam traktus respiratorik.

Patologis

• Masuknya oksigen ke dalam paru dihambat oleh penyakit dari saluran napas atas atau paru. • Contoh: edema laring, spasme laring, tumor, abses

Toksik

• Berhentinya pergerakan respiratorik akibat paralisis dari pusat pernafasan pada kasus intoksikasi morfin atau barbiturat

Lingkungan

• Bernafas pada lingkungan tercemar atau minim oksigen seperti ketinggian, inhalasi CO2 atau gas lainnya

Trauma

• Luka penetrans pada toraks yang menyebabkan pneumotoraks atau emboli paru

Postural

• Pada pasien dengan penurunan kesadaran sehingga saluran napas tertutup

Iatrogenik

• Dampak dari anestesi

ASFIKSIA MEKANIK • Penutupan lubang saluran pernafasan bagian atas: • Pembekapan (smothering) • Penyumbatan/ penyumpalan (gagging , choking)

• Penekanan dinding saluran pernafasan: • Penjeratan (strangulation) • Pencekikan (manual strangulation) • Gantung (hanging)

• External pressure of the chest yaitu penekanan dinding dada dari luar. • Drowning (tenggelam) yaitu saluran napas terisi air.

Mechanical asphyxia

Obstructive asphyxia

Liquid obstruction (drowning) Solid obstruction (choking, gagging)

Compressional asphyxia

Compressing the mouth and nose (smothering)

Compressing the chest and abdomen

Compressing the neck

Strangulation: penjeratan

Manual strangulation: pencekikan

Hanging

330. Di daerah Batu Ceper terdapat peningkatan kasus batuk berdahak serta demam lama. Puskesmas setempat khawatir terjadi peningkatan kasus TB karena di daerah itu memang endemis. Untuk itu puskesmas tersebut ingin menghitung ulang jumlah kasus TB di daerahnya, dengan cara mendatangi rumah warga satu persatu untuk pencatatan: Tindakan ini adalah A. Surveilans aktif B. Surveilans pasif C. Identifikasi aktif D. Identifikasi pasif E. Surveilans inisiatif

Analisis Soal Tindakan puskesmas tersebut dengan langsung mendatangi masyarakat merupakan surveilans aktif, surveilans aktif adalah Surveilans epidemilogi dimana unit Surveilans mengumpulkan data dengan cara mendatangi unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya. Sementara Surveilans Pasif adalah Penyelenggaraan Surveilans epidemiologi dimana unit Surveilans mengumpulkan data dengan cara menerima data tersebut dari unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya.

Suveilans Epidemiologi • Proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interprestasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada Unit yang membutuhkan untuk diambil tindakan.

a.Penyelenggaraan Berdasarkan Metode Pelaksanaan • Surveilans Epidemiologi Rutin Terpadu • penyelenggaraan Surveilans epidemiologi terhadap beberapa kejadian, permasalahan dan atau faktor resiko kesehatan.

• Surveilans epidemiologi Khusus • penyelenggaraan Surveilans epidemiologi terhadap suatu kejadian, permasalahan , faktor resiko atau situasi khusus kesehatan

• Surveilans sentinel • penyelenggaraan Surveilans epidemiologi pada populasi dan wilayah terbatas untuk mendapatkan signal adanya masalah kesehatan pada suatu populasi atau wilayah yang lebih luas.

• Studi epidemiologi • penyelenggaraan Surveilans epidemiologi pada periode tertentu serta populasi atau wilayah tertentu untuk mengetahui lebih mendalam gambaran epidemiologi penyakit, permasalahan dan atau factor resiko kesehatan.

b. Penyelenggaraan berdasarkan Aktifitas Pengumpulan Data • Surveilans aktif • penyelenggaraan Surveilans epidemilogi dimana unit Surveilans mengumpulkan data dengan cara mendatangi unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya.

• Surveilans Pasif • Penyelenggaraan Surveilans epidemiologi dimana unit Surveilans mengumpulkan data dengan cara menerima data tersebut dari unit pelayanan kesehatan, masyarakat atau sumber data lainnya.

c. Penyelenggaraan Berdasarkan Pola Pelaksanaan

• Pola Kedaruratan • kegiatan Surveilans yang mengacu pada ketentuan yang berlaku untuk penanggulangan KLB dan atau wabah dan atau bencana

• Pola Selain Kedaruratan • kegiatan Surveilans yang mengacu pada ketentuan yang berlaku untuk keadaan di luar KLB dan atau wabah dan atau bencana,

331. Dokter AB adalah seorang selebgram, facegram, twitterceleb dan tiktokgram dengan lebih dari 10.000 followers per akun. Dokter tersebut mendapat endorse dari perusahaan facial wash. Agar tampil elegan jadi iklan dokter tersebut menggugah foto dengan menggunakan jas tuksedo dan mencantumkan titelnya di headline post. Bagaimanakah hal ini secara etika kedokteran? A. Tidak patut karena tidak sesuai dengan prinsip kemandirian profesi B. tidak patut karena tidak boleh mempromosikan sabun facial yang belum terbukti secara klinis C. Tidak patut karena dokter tidak boleh punya akun medsos D. Tidak melanggar etika tapi melanggar hukum E. Tidak melanggar etika tapi melanggar disiplin

Analisis Soal • Pada soal ini dikatakan seorang dokter yang melanggar etika karena mencantumkan gelar untuk promosi, karena hal ini mempengaruhi kemandirian profesi dimana seorang dokter harus independen dalam menentukan terapi bagi pasien • Pilihan B meski sudah terbukti klinis sekalipun, seorang dokter tidak boleh menggunakan jabatannya untuk mempromosikan obat/produk apapun kepada umum • Dokter tidak masalah punya akun medsos jadi C salah • Hal ini adalah pelanggaran etika bukan disiplin atau hukum jadi D dan E salah

PELANGGARAN DALAM PELAYANAN KEDOKTERAN • Pelanggaran dapat berupa: • Pelanggaran etik • Pelanggaran disiplin • Pelanggaran hukum (pidana dan perdata)

Pelanggaran Etik • Dasar: Kode Etik Dokter Indonesia (KODEKI), yang berisi kewajiban umum, kewajiban terhadap pasien, dan kewajiban terhadap teman sejawat. • Alur: Laporan dari institusi pelayanan  komite etik di institusi pelayanan  MKEK  ditentukan sanksi ringan/ sedang/ berat • Sanksi dapat berupa : Penasehatan, peringatan lisan, peringatan tertulis, pembinaan perilaku,reschooling (pendidikan/pelatihan ulang), atau pemecatan sementara sebagai anggota IDI yang diikuti dengan mengajukan saran tertulis kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota untuk mencabut izin praktek sementara. PEDOMAN ORGANISASI DAN TATA LAKSANA KERJA MAJELIS KEHORMATAN ETIK KEDOKTERAN, IDI, 2008

Intisari KODEKI KEWAJIBAN UMUM

KEWAJIBAN THD PASIEN

KEWAJIBAN THD DIRI SENDIRI & TS

menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter (pasal 1)

..wajib merujuk jika tidak mampu, atas persetujuan pasien(pasal 14)

setiap dokter harus memelihara kesehatannya supaya dapat bekerja dengan baik (pasal 20)

Seorang dokter wajib selalu melakukan pengambilan keputusan profesional secara independen, dan mempertahankan perilaku profesional dalam ukuran yang tertinggi. (pasal 2)

setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien , bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia (pasal 16)

setiap dokter harus senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran/kesehatan (psl 21)

dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan & kemandirian profesi (pasal 3)

seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya (pasal7)

setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sbg suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya (pasal 17)

setiap dokter memperlakukan teman sejawat nya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan (pasal 18)

Pelanggaran Disiplin • Pelanggaran terhadap standar profesi kedokteran. • Alur: delik aduan  MKDKI  sanksi. • Sanksi Disiplin (Pasal 69 ayat 3, UUPK): 1.Pemberian peringatan tertulis 2.Rekomendasi pencabutan STR atau SIP 3.Kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran

Pelanggaran Hukum • Dokter adalah bagian dari komunitas (publik) sehingga berlaku kepadanya HUKUM PUBLIK.

• Hukum publik dapat berupa pidana atau perdata.

Sanksi Pidana dalam UU No.29 Th 2004 Tentang Praktik Kedokteran • Pasal 75  Praktik tanpa STR • Pasal 76  praktik tanpa SIP • Pasal 77  menggunakan gelar seolah-olah dr/drg yang memiliki STR • Pasal 79  tidak memasang papan praktik, tidak membuat rekam medik, tidak sesuai standar profesi (rasional,merujuk,dll) • Pasal 80  mempekerjakan dr/drg tanpa STR & SIP

Sanksi Perdata Menurut KUH Perdata • Wan Prestasi, jika hubungan yuridis dokter-pasien adalah perjanjian membawa hasil (resultaatverbintenis) dengan memakai pasal 1239 KUH Perdata, • Perbuatan melawan hukum, jika hubungan yuridis dokter-pasien adalah perjanjian memasang tekad (inspanningsverbintenissen) atau perjanjian teraupetik dengan memakai pasal 1365 KUH Perdata. • Melalaikan pekerjaan sebagai penanggungjawab. Artinya, dokter bertanggungjawab atas kesalahan yang dibuat bawahannya (perawat, paramedis) yang secara langsung diawasinya dalam melaksanakan perintah atau petunjuk dokter. Bawahan dokter tersebut merupakan perpanjangan tangan dokter (verlengende arm van de geneesher) dalam melakukan tindakan medik. Pasal yang digunakan adalah pasal 1367 ayat (3) KUH Perdata,

Etik Murni dan Etikolegal Pelanggaran Etik Murni

Pelanggaran Etikolegal

• Menarik imbalan jasa yang tidak wajar dari pasien atau menarik imbalan jasa dari sejawat dan keluarganya • Mengambil alih pasien tanpa persetujuan sejawatnya • Memuji diri sendiri di depan pasien, keluarga atau masyarakat • Pelayanan kedokteran yang diskriminatif • Kolusi dengan perusahaan farmasi atau apotik • Tidak mengikuti pendidikan kedokteran berkesinambungan • Dokter mengabaikan kesehatannya sendiri

• Pelayanan kedokteran di bawah standar • Menerbitkan surat keterangan palsu • Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum • Melakukan tindakan medik tanpa indikasi • Pelecehan seksual • Membocorkan rahasia pasien

332. Sebuah puskesmas di daerah Kudus mendapatkan banyak terjadi kanker serviks di wilayahnya. Oleh karena itu dokter Puskesmas melakukan sosialisasi dalam mengantisipasi kanker serviks dengan melakukan skrining pap smear yang dibiayai oleh BPJS. Level pencegahan yang dilakukan oleh dokter Puskesmas tersebut adalah: A. Pencegahan primer B. Pencegahan sekunder C. Pencegahan tersier D. Health promotion E. Rehabilitasi

Analisis Soal • Pada soal disebutkan mengenai skrining pap smear, semua metode skrining adalah metode deteksi dini, maka masuk ke Early diagnosis and Prompt treatment • Early diagnosis and prompt treatment masuk ke pencegahan sekunder

FIVE LEVEL OF PREVENTION Health promotion Specific protection

• Dilakukan pada orang sehat • Promosi kesehatan • Contoh: penyuluhan • Dilakukan pada orang sehat • Mencegah terjadinya kesakitan • Contoh: vaksinasi, cuci tangan pakai sabun

Early diagnosis & prompt treatment

• Dilakukan pada orang sakit • Tujuannya kuratif • Contoh: Pengobatan yang tepat pada pasien TB

Disability limitation

• Dilakukan pada orang sakit • Membatasi kecacatan • Contoh: pasien neuropati DM latihan senam kaki

Rehabilitation

• Dilakukan pada orang sakit dengan kecacatan • Optimalisasi fungsi tubuh yang masih ada • Contoh: latihan berjalan pada pasien pasca stroke

Pencegahan Primer-Sekunder-Tersier

333. Ditemukan mayat pria di bawah kebel listrik pada tiang listrik yang roboh. Korban diduga meninggal akibat terkena listrik. Temuan fisik pada korban ditemukan ulkus besar soliter pada telapak kaki dengan tengahnya tampak kering dan berwarna hitam legam. Gambaran tersebut adalah ... A. Exogenous Burn B. Metalisasi C. Joule Burn D. Aborescent Mark E. Current Mark

Analisis Soal • Pada korban ditemukan ulkus dengan bagian tengahnya menghitam. Gambaran tersebut adalah joule/exogenous burn akibat kontak lama dengan sumber listrik • Pada Exogenous Burn terjadi kerusakan jaringan masif dengan kemungkinan patah tulang akibat masuknya aliran listrik dengan teganagan sangat tinggi • Metalisasi adalah proses yang terjadi saat aliran listrik masuk ke tubuh, dimana badan seseorang dapat menarik benda metal di sekitarnya • Aborescent Mark adalah gambaran dari terkena petir • Current Mark adalah lesi kulit yang menggaung, bisa berwarna kuning atau cokelat, biasanya kecil yang merupakan tempat listrik masuk

LUKA LISTRIK Ada 2 jenis tenaga listrik yang dapat menimbulkan luka listrik yaitu : • Tenaga listrik alam seperti petir dan kilat. • Tenaga listrik buatan meliputi arus listrik searah (DC) seperti telepon (30-50 volt) dan tram listrik (600-1000 volt) dan arus listrik bolak-balik (AC) seperti listrik rumah, pabrik, dll

Akibat Luka Listrik KOEPPEN menggolongkan akibat kecelakaan listrik dalam 4 kelompok yaitu : • Kelompok I : kuat arus < 25 mA AC (DC antara 25-80 mA) dengan transitional R yang tinggi efek yang berbahaya (-). • Kelompok II : kuat arus 25-80 mA AC (DC 80-300 mA) dg transitional R < dari kel.I  hilangnya kesadaran, aritmia dan spasme pernafasan. • Kelompok III : Kuat arus 80-100 mA AC (DC 300 mA - 3A), transitional R < dari kel. II. Jk t = 0,1-0,3s , efek biologisnya sama dg kel. II. Jk > 0,3s  vibrilasi ventrikel irreversibel. • Kelompok IV : kuat arus > 3A  cardiac arrest

Pemeriksaan Luar Luka Listrik • Current mark berbentuk oval, kuning atau coklat keputihan atau coklat kehitaman atau abu-abu kekuningan dikelilingi daerah kemerahan dan edema sehingga menonjol dari jaringan sekitarnya (daerah halo). • Sepatu korban dan pakaian dapat terkoyak. • Tanda yang lebih berat yaitu kulit menjadi hangus arang, rambut ikut terbakar, tulang dapat meleleh dengan pembentukan butir kapur/kalk parels terdiri dari kalsium fosfat. • Endogenous burn/Joule burn terjadi jika kontak dengan tubuh lama sehingga bagian tengah yang dangkal dan pucat pada electric mark dapat menjadi hitam dan hangus terbakar • Exogenous burn dapat terjadi bila tubuh terkena arus listrik tegangan tinggi yang sudah mengandung panas, sehingga tubuh akan hangus terbakar dengan kerusakan yang sangat berat dan tidak jarang disertai dengan patahnya tulang-tulang .

Gambaran Luka Bakar Listrik

Current Mark

Exogenous Burn

Endogenous/Joule Burn

Aborescent Mark

Electrocution • Daya listrik yang besar dapat membuat kerusakan jaringan berupa luka bakar, namun yang paling sering terjadi adalah fibrilasi jantung dan henti jantung. • Efek listrik ke saraf berupa neuropati perifer, pada pasien yang tidak tewas tersengat listrik, dapat terjadi neuropati terutama pada area masuknya listrik

Leslie Alexander Geddes, Rebecca A. Roeder, Handbook of Electrical Hazards and Accidents Lawyers & Judges Publishing Company, 2006

334. Seorang dokter mendapat kasus penyakit yang sangat langka, yaitu seorang pasien dengan sindrom huntington. Dokter tersebut merekam pasien tersebut dengan tujuan meningkatkan awareness dari masyarakat setempat, namun sayangnya tanpa seizin pasien. Video tersebut kemudian jadi viral. Pelanggaran yang dilakukan dokter tersebut adalah? A. Pidana B. perdata C. Hukum kedokteran D. Sumpah dokter E. norma masyarakat

Analisis Soal • Kasus ini adalah pelanggaran etika dimana seorang dokter wajib menyimpan rahasia medis. Kewajiban ini selain tertera dalam KODEKI, juga tertera dalam sumpah kedokteran. • Jadi dokter tersebut melanggar sumpah kedokteran • kasus ini bukan pelanggaran hukum ataupun disiplin kedokteran

RAHASIA MEDIS • Segala temuan pada diri pasien dapat dikatakan sebagai rahasia medik atau rahasia kedokteran dan rahasia ini sepenuhnya milik pasien. • Sumpah dokter (Sumpah Hipocrates) terdapat sumpah untuk merahasiakan apapun yang dilihat dan didengar dalam sepanjang proses menjalankan profesi seorang dokter • Dasar hukum – PP no 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia Kedokteran tgl 21 mei 1966. – UU RS no 44 thn 2009 – UU Kesehatan no 36 thn 2009 – UU Praktik Kedokteran no 29 tahun 2004 – Pasal 11 PP 749.MENKES/PER/XII/1989 tentang REKAM MEDIS: “rekam medis merupakan berkas yang wajib disimpan kerahasiaannya” – PERMENKES NO. 36 TAHUN 2012 ttg Rahasia Kedokteran – PERMENKES NO. 269 TAHUN 2008

• Dasar etik: Rahasia medis harus tetap dijaga, bahkan setelah pasien meninggal dunia (KODEKI pasal 16).

Siapa Saja Yang Wajib Menyimpan Rahasia Medis? • Yang diwajibkan menyimpan rahasia medis ialah: • • • • •

Dokter/Dokter ahli Mahasiswa Kedokteran Perawat/Bidan Petugas Administrasi Kedokteran Forensik/kamar jenazah

Peraturan Pemerintah No.10 Tahun 1966

335. Di Indonesia sedang diterapkan prinsip universal health coverage. BPJS memiliki beberapa prinsip yang menguntungkan pengguna layanan JKN. Salah satu prinsip BPJS menyebutkan, WNI yang memiliki BPJS dapat berpindah dan tetap mendapat jaminan BPJS. Prinsip manakah di bawah ini yang menggambarkan hal tersebut? A. Portabilitas B. Nirlaba C. Kegotongroyongan D. Dana Amanat E. Keterbukaan

Analisis Soal • Prinsip dimana tanggungan JKN seseorang dapat dipakai di daerah lain apabila berpergian, termasuk prinsip portabilitas. • Tetapi prinsip portabilitas memiliki penggunaan yang terbatas, apabila pasien ingin pindah domisili maka pasien harus mendaftarkan ke BPJS setempat • Nirlaba artinya tidak mencari keuntungan • Kegotong-royongan artinya tanggungan dari masyarakat yang lebih mampu akan menanggung yang kurang mampu • Dana Amanat artinya dana yang masuk ke BPJS dipakai hanya demi kesejahteraan peserta • Keterbukaan artinya masyarakat berhak mengetahui secara detail apa saja layanan yang ditanggung BPJS

Prinsip BPJS (UU No. 24 Thn 2011 pasal 4) Kegotongroyongan

• prinsip kebersamaan antar peserta dalam menanggung beban biaya jaminan sosial  kewajiban setiap peserta membayar iuran sesuai dengan tingkat gaji/tingkat penghasilan.

Nirlaba

• prinsip pengelolaan usaha yang mengutamakan penggunaan hasil pengembangan dana untuk memberikan manfaat sebesarbesarnya dari seluruh peserta.

Keterbukaan

• prinsip mempermudah akses informasi yang lengkap, benar, dan jelas bagi setiap peserta.

Kehati-hatian

• prinsip pengelolaan dana secara cermat, teliti, aman, dan tertib.

Prinsip BPJS (UU No. 24 Thn 2011 pasal 4) Akuntabilitas

• prinsip pelaksanaan program dan pengelolaan keuangan yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.

Portabilitas

• prinsip memberikan jaminan yang berkelanjutan meskipun peserta berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kepesertaan Bersifat Wajib

• prinsip yang mengharuskan seluruh penduduk menjadi peserta jaminan sosial.

Dana Amanat

• iuran dan hasil pengembangannya merupakan dana titipan dari peserta untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kepentingan peserta jaminan sosial.

Hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar besar kepentingan peserta

• hasil berupa deviden dari pemegang saham yang dikembalikan untuk kepentingan peserta jaminan sosial.

336. Seorang perempuan tua usia 65 tahun dengan kanker ovarium stadium akhir datang ke dokter. Perempuan tersebut merasa resah karena sesak nafas dan sudah sulit untuk melakukan aktivitas sehari-hari dan sudah tidak tahan menjalani radioterapi dan kemoterapi. Pasien meminta tindakan euthanasia kepada dokter dan bersedia menanda tangani inform consent. Bagaimanakah sikap dokter dalam hal ini? A. Menyetujui tindakan karena pasien memiliki hak autonomi yaitu hak mengakhiri hidup B. Menyetujui tindakan karena mengikuti keinginan pasien apapun itu sesuai kaedah autonomi C. Menyetujui tindakan karena pasien sudah lansia D. Menyetujui tindakan karena tidak ada obat untuk pasien E. Tidak menyetujui kalau eutanasia aktif

Analisis Soal • Dari soal didapatkan pasien yang meminta euthanasia, dalam hal ini yang diperbolehkan hanya euthanasia pasif secara volunter dimana pasien meminta penghentian pengobatan agar mempercepat kematian • Tidak diperbolehkan euthanasia aktif karena melanggar KODEKI (pasal 9, bab II) dan KUHP pasal 344 • Dalam hal ini yang paling benar adalah E. • Pilihan A dan B memang benar, pasien punya hak mengakhiri hidup tapi bukan dengan tangan seorang dokter, jadi tidak dipilih

Euthanasia “Dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini dilakukan untuk kepentingan pasien sendiri”

• Konsep mati : Jika batang otak telah mati (brain stem death) dapat diyakini bahwa manusia tersebut telah mati baik secara fisik maupun sosial. Yang harus diyakini adalah proses kematian tersebut bersifat irreversible. • Berdasarkan cara pelaksanaanya dibagi menjadi: – Euthanasia aktif – Euthanasia pasif

• Berdasarkan pengambil keputusannya dibagi menjadi: – Euthanasia volunter – Euthanasia involunter Garrard E, Wilkinson S. Passive euthanasia. Journal of Medical Ethics (British Medical Journal)2005;31:64-68

EUTHANASIA AKTIF Perbuatan yang dilakukan secara medik melalui intervensi aktif oleh seorang dokter untuk mengakhiri hidup seorang (pasien) yang dilakukan secara medis. Biasanya dilakukan dengan penggunaan obat-obatan yang bekerja cepat dan mematikan. Pada euthanasia aktif ini, pasien secara langsung meninggal setelah diberikan suntikan mati. Euthanasia aktif hanya diperbolehkan di Belanda, Belgia, dan Luxemburg. MEMATIKAN SECARA SENGAJA • Kondisi sudah sangat parah / stadium akhir • Tidak mungkin sembuh / bertahan lama • Dokter memberikan suntikan yang mematikan

Euthanasia aktif • Eutanasia aktif langsung Dilakukannya tindakan medik secara terarah yg diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien, atau memperpendek hidup pasien. • Eutanasia aktif tidak langsung Saat dokter atau tenaga kesehatan melakukan tindakan medik untuk meringankan penderitaan pasien, namun mengetahui adanya risiko tersebut dapat memperpendek atau mengakhiri hidup pasien

EUTHANASIA PASIF perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia, sehingga pasien diperkirakan akan meninggal setelah tindakan pertolongan dihentikan. TINDAKAN DOKTER BERUPA PENGHENTIAN PENGOBATAN PASIEN

• Tidak mungkin disembuhkan • Kondisi ekonomi pasien terbatas

EUTHANASIA PASIF • Euthanasia pasif dilakukan pada kondisi dimana seorang pasien secara tegas menolak untuk menerima perawatan medis. • Pada kondisi ini, sang pasien sudah mengetahui bahwa penolakannya tersebut akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya. • Dengan penolakan tersebut, ia membuat sebuah “codicil”, yaitu pernyataan yang tertulis. • Euthanasia pasif ini dapat dilakukan melalui beberapa cara, misalnya dengan tidak memberikan bantuan oksigen bagi pasien yang mengalami kesulitan dalam bernapas, menolak untuk melakukan operasi yang seharusnya dilakukan guna memperpanjang hidup pasien, dan sebagainya. • Tindakan yang dilakukan tidak membuat pasien langsung mati setelah diberhentikan asupan medisnya, tetapi secara perlahan-lahan.

Ditinjau dari jenis permintaan • Voluntary euthanasia: euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien secara sadar dan dilakukan berulang-ulang (penghentian tindakan pengobatan atau mempercepat kematian atas permintaan pasien sendiri.) • Involuntary euthanasia: • didasarkan pada keputusan dari seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan, misalnya wali dari si pasien. • Namun di sisi lain, kondisi pasien sendiri tidak memungkinkan untuk memberikan ijin, misalnya pasien mengalami koma atau tidak sadar. • Dalam hal ini dianggap famili pasien yang bertanggung jawab atas penghentian bantuan pengobatan. • Pada umumnya, pengambilan keputusan untuk melakukan euthanasia didasarkan pada ketidaktegaan seseorang melihat sang pasien kesakitan.

Euthanasia • Menurut KODEKI (pasal 9, bab II), dokter tidak diperbolehkan:

• Menggugurkan kandungan • Mengakhiri hidup seseorang yang sakit meskipun menurut pengetahuan tidak akan sembuh lagi.

• Tapi, bila pasien telah mengalami mati batang otak, maka secara keseluruhan pasien tersebut telah mati meskipun jantung masih berdenyut.

• Penghentian tindakan terapeutik dilakukan dengan mempertimbangkan keinginan pasien & keluarga pasien.

Euthanasia • Ketentuan pidana terkait euthanasia aktif dengan permintaan: Pasal 344 KUHP: • Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya dengan nyata & sungguh-sungguh, dihukum penjara selamalamanya dua belas tahun.

• Ketentuan pidana terkait euthanasia aktif/pasif tanpa permintaan: • Pasal 338, 340, 339 KUHP  dihukum penjara.

337. Seorang anak datang dengan keluhan luka di telapak tangan. Anak tersebut baru saja terjatuh saat bermain bola dan sayangnya tangannya terluka karena menumpu dan menancap di sebuah paku yang kebetulan ada. Setelah di bersihkan lukanya, terlihat luka tembus dari palmar ke dorsum diantara metacarpal 1 dan 2. Diagnosis pada kasus ini adalah… A. Vulnus punctum B. Vulnus scissum C. Vulnus sclopetorum D. Vulnus penetratum E. Vulnus morsum

Analisis Soal • Pada soal didapatkan luka tembus dari palmar ke dorsum yang berarti adalah vulnus penetratum • Vulnus punctum berupa luka tusuk, namun luka tusuk belum tentu menembus. • Vulnus Scissum adalah luka sayat, nama lain dari vulnus insivum • Vulnus Sclopetorum adalah luka tembak • Vulnus Morsum adalah luka gigit

Luka Akibat Kekerasan Tumpul • Luka memar: Tampak sebagai bercak, biasanya berbentuk bulat/lonjong. Luka memar yang baru terjadi tampak sebagai bercak biru kemerahan dan agak menimbul. Proses penyembuhan menyebabkan warna bercak berubah menjadi kebiruan, kehijauan, kecoklatan, kekuningan dan akhirnya hilang saat terjadi penyembuhan sempurna dalam 7-10 hari.

Luka Akibat Kekerasan Tumpul • Luka robek/ vulnus laceratum: Luka terbuka tepi tidak rata, pada salah satu sisi dapat ditemukan jejas berupa luka lecet tekan.

Luka Akibat Kekerasan Tumpul • Luka lecet tekan: Tampak sebagai bagian kulit yang sedikit mencekung, berwarna kecoklatan. Bentuknya memberikan gambaran bentuk benda penyebab luka. • Luka lecet geser: Bagian yang pertama bergeser memberikan batas yang lebih rata, dan saat benda tumpul meningalkan kulit yang tergeser berbatas tidak rata. Tampak goresan epidermis yang berjalan sejajar.

Luka Akibat Kekerasan Tajam • Luka tusuk/ vulnus punctum: Akibat kekerasan tajam yang mengenai kulit dengan arah kekerasan tegak terhadap permukaan kulit. Tepi luka rata. • Lebar luka menggambarkan lebar pisau yang digunakan. • Karena elastisitas kulit, dalamnya luka tidak menggambarkan panjangnya pisau • Luka sayat/vulnus scissum: Akibat kekerasan tajam yang bergerak k.l sejajar dengan permukaan kulit. Panjang luka jauh melebihi dalamnya luka.

• Luka bacok: Akibat kekerasan tajam dengan bagian “mata” senjata yang mengenai kulit dengan arah tegak. Kedua sudut luka lancip dengan luka yang cukup dalam.

Luka Bakar/ Vulnus Combustio • Luka bakar api: menimbulkan kerusakan kulit yang bervariasi, tergantung pada tingginya suhu dan lamanya api mengenai kulit. • Luka bakar ringan kelainan hanya pada tebalnya kulit, berupa eritema,vesikel atau bula • Luka bakar sedangkerusakan sudah melewati tebalnya kulit • Luka bakar beratPengarangan jaringan/karbonifikasi

• Luka bakar benda panas: kerusakan kulit terbatas, sesuai dengan penampang benda yang mengenai kulit. Bentuk luka sesuai dengan bentuk permukaan benda padat. • Luka bakar listrik: Benda beraliran listrik saat mengenai kulit, oleh tahanan yang terdapat pada kulit, akan menimbulkan panas yang dapat merusak kulit dalam bentuk luka bakar benda padat. Pada kulit basah, listrik dialirkan tanpa merusak kulit. • Bila listrik mengalir melewati medula oblongata pusat vital akan terganggu; melewati daerah jantungfibrilasi ventrikel; melewati otot sela igakejang otot pernafasan.

338. Seorang laki-laki ditemukan meninggal dalam kamar tidurnya dengan posisi lem yang menempel pada daerah hidung. Laki-laki tersebut dikatakan mengalami stress sebelumnya karena ditolak terus oleh perempuan yang dikejarnya selama 10 tahun. Ditemukan dua buah lem di sekitar pasien. Apakah kemungkinan penyebab kematian korban? A. Keracunan LSD B. Keracunan Metanol C. Keracunan Etanol D. Keracunan Metilbenzene E. Keracunan Aseton

Analisis Soal • Pada pasien didapatkan pasien meninggal dengan lem di regio hidung. Zat yang mungkin terkandung dalam lem adalah LSD. Sehingga dipilih keracunan LSD • Metanol dan etanol adalah zat alkohol yang dikonsumsi dengan cara diminum • Gejala intoksikasi berupa intoksikasi alkohol seperti slurred speech, ketidakseimbangan gait cycle dan koma

• Methylbenzene digunakan dalam zat pewarna seperti cat • Intoksikasi terdapat pada pengguna yang terekspos secara kronik • Methylbenzene tidak menyebabkan kematian tapi dapat menimbulkan gejala fatigue, pusing dan ataxia

Analisis Soal • Aseton adalah zat yang terkandung dalam kutek atau pewarna rambut • Kandungan Aseton dalam produk sehari-hari terlalu kecil untuk menyebabkan intoksikasi, kecuali dalam bentuk gas terkonsentrasi dapat menyebabkan depresi sistem saraf pusat yang menyebabkan kegagalan sirkulasi

Lem Aibon • Lem seperti lem kayu atau lem kertas aibon mengandung Lysergic Acid Diethyilamide (LSD). LSD adalah zat golongan halusinogen • LSD dapat menimbulkan efek seperti merasa nyaman atau tenang.

https://www.academia.edu/10528257/

Toxidrome

Mental status

Hyperalert, SYMPATHO agitation, -MIMETIC/ hallucinations, STIMULANT paranoia

Pupils

Mydriasis

Vital signs Hyperthermia, tachycardia, hypertension, widened pulse pressure, tachypnea, hyperpnea

Other sign & Symptoms

Examples of toxic agents

Diaphoresis, tremors, hyperreflexia, seizures

Cocaine, amphetamines, ephedrine, pseudoephedrine, phenylpropanolamine, theophylline, caffeine

Hallucinations, perceptual Mydriasis HALLUCINO distortions, GENIC depersonaliza(usually) tion, synesthesia, agitation

Hyperthermia, tachycardia, hypertension, tachypnea

Nystagmus, dry mouth

Phencyclidine, LSD, mescaline, psilocybin, designer amphetamines (eg, MDMA ["Ecstasy"], MDEA)

CNS depression, coma

Miosis

Bradypnea, apnea characteristic; may develop: hypothermia, bradycardia, hypotension

Hyporeflexia, pulmonary edema, needle marks

Opioids (eg, heroin, morphine, methadone, oxycodone, hydromorphone),

Variable

Often normal, but may develop: hypothermia, bradycardia, hypotension, apnea, bradypnea

Hyporeflexia

Benzodiazepines, barbiturates, alcohols, zolpidem

OPIOID

SEDATIVEHYPNOTIC

CNS depression, confusion, stupor, coma

339. Seorang ibu hamil G3P2A0 datang ke Puskesmas mau melakukan pemeriksaan, Saat dipanggil ke ruangan, pasien langsung berbaring dimeja pemeriksaan dan dokter langsung melakukan pemeriksaan. Jenis consent yang dilakukan oleh pasien ini dengan tindakannya adalah... A. Implied B. Involuntary C. Voluntary D. Presumed E. Expressed

Analisis Soal • Pada soal didapatkan seorang ibu yang langsung berbaring di meja pemeriksaan yang menandakan implied consent • Tidak ada involuntary consent, semua consent bersifat voluntary • Presumed bila dalam keadaan gawat darurat, seorang pasien dianggap setuju bila tidak sadar apabila seorang dokter melakukan tindakan penyelamatan terhadap nyawanya • Ekspressed bila consent diucapkan lewat perkataan

INFORMED CONSENT • Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.

• Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan informasi kepada pasien / keluarganya, kehadiran seorang perawat / paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.

Yang Berhak Memberikan Informed Consent • Pasien yang telah dewasa (≥21 tahun atau sudah menikah, menurut KUHP) dan dalam keadaan sadar. • Bila tidak memenuhi syarat di atas, dapat diwakilkan oleh keluarga/ wali dengan urutan: • • • •

Suami/ istri Orang tua (pada pasien anak) Anak kandung (bila anak kandung sudah dewasa) Saudara kandung

Good Samaritan dalam Kasus Kegawatdaruratan • Di USA dikenal penerapan doktrin Good Samaritan dalam peraturan perundang-undangan pada hampir seluruh negara bagian. Doktrin tersebut terutama diberlakukan dalam fase pra-rumah sakit untuk melindungi pihak yang secara sukarela beritikad baik menolong seseorang dalam keadaan gawat darurat. Dengan demikian seorang pasien dilarang menggugat dokter atau tenaga kesehatan lain untuk kecederaan yang dialaminya.

• Dua syarat utama doktrin Good Samaritan yang harus dipenuhi adalah: • Kesukarelaan pihak penolong. • Itikad baik pihak penolong.

PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIS • Persetujuan tindakan medis secara praktis dibagi menjadi 2: Implied consent Pasien tidak menyatakan persetujuan baik secara tertulis maupun lisan, namun dari tingkah lakunya menyatakan persetujuannya. Contoh: pasien membuka baju untuk diperiksa, pasien mengulurkan lengan untuk diambil sampel darah. Expressed consent

Persetujuan dinyatakan secara lisan atau tertulis. Khusus setiap tindakan yang mengandung risiko tinggi, harus diberikan persetujuan tertulis oleh pasien atau yang berhak mewakili (sesuai UU No.29 tahun 2004 pasal 45) Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Proses Penyelidikan, A. Munim Idries, 2013

Jenis Consent Lainnya JENIS CONSENT

PENJELASAN

Informed consent

Consent yang diberikan pada pasien secara tertulis, yang ditandatangani langsung oleh pasien yang berangkutan.

Proxy consent

Consent yang diberikan oleh wali pasien (orangtua, suami/istri, anak, saudara kandungnya dsb) karena pasien tidak kompeten untuk memberikan consent (misalnya pada pasien anak).

Presumed consent

Pasien tidak dapat memberikan consent, namun diasumsikan bahwa bila pasien sadar, ia akan setuju dengan tindakan medis yang diambil. Consent jenis ini biasanya dilakukan pada kondisi kegawatdaruratan atau pada donor organ dari cadaver.

Appelbaum PS. Assessment of patient’s competence to consent to treatment. New England Journal of Medicine. 2007; 357: 18341840.

340. Seorang pasien tabrak lari dibawa ke IGD. Pada pemeriksaan tampak pupil anisokor dan tidak respons terhadap cahaya bilateral. Pasien masih bernafas, namun pasien dikatakan meninggal karena refleks dolls eye movement sudah positif. Yang berhak menerbitkan keterangan mati batang otak pada pasien adalah.. A. Direktur RS B. Komite medik RS C. DPJP D. Tim dokter E. Komite etik RS

Analisis Soal Sesuai dengan Peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 37 tahun 2014 tentang penentuan kematian dan pemanfaatan organ donor, pasal 9 ayat 1 dan 2 yang berbunyi: 1. Penentuan seseorang mati batang otak hanya dapat dilakukan oleh tim dokter yang terdiri atas 3 (tiga) orang dokter yang kompeten. 2. Anggota tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melibatkan dokter spesialis anestesi dan dokter spesialis syaraf Jadi jawaban yang paling tepat adalah tim dokter, tepatnya meliputi dokter anestesi dan saraf

SURAT KEMATIAN • Surat keterangan kematian adalah surat yang menyatakan bahwa seseorang sudah meninggal. • Surat keterangan kematian dibuat atas dasar pemeriksaan jenazah, minimal pemeriksaan luar. • Dalam hal kematian berkaitan dengan tindak pidana tertentu, pastikan bahwa prosedur hukum telah dilakukan sebelum dikeluarkan surat keterangan kematian. • Surat keterangan kematian tidak boleh dibuat bila seseorang yang mati diduga akibat suatu peristiwa pidana tanpa pemeriksaan kedokteran forensik terlebih dahulu.

Dasar Hukum Surat Kematian • Bab I pasal 7 KODEKI, “Setiap dokter hanya memberikan keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya”. • Bab II pasal 16 KODEKI, “Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien bahkan juga setelah pasien meninggal dunia”. • Pasal 267 KUHP: ancaman pidana untuk surat keterangan palsu.

• Pasal 179 KUHAP: wajib memberikan keterangan ahli demi pengadilan, keterangan yang akan diberikan didahului dengan sumpah jabatan atau janji.

Peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 37 tahun 2014 tentang penentuan kematian dan pemanfaatan organ donor Pasal 7 • Penentuan kematian seseorang dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria diagnosis kematian klinis/konvensional atau kriteria diagnosis kematian mati batang otak. Pasal 8 1. Kriteria diagnosa kematian klinis/konvensional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 didasarkan pada telah berhentinya fungsi sistem jantung sirkulasi dan sistem pernafasan terbukti secara permanen. 2. Proses penentuan kematian klinis/konvensional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai standar profesi, standar pelayanan, dan standar operasional prosedur.

Peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 37 tahun 2014 tentang penentuan kematian dan pemanfaatan organ donor Pasal 9 1. Penentuan seseorang mati batang otak hanya dapat dilakukan oleh tim dokter yang terdiri atas 3 (tiga) orang dokter yang kompeten. 2. Anggota tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus melibatkan dokter spesialis anestesi dan dokter spesialis syaraf. 3. Dalam hal penentuan mati batang otak dilakukan pada calon donor organ, maka tim dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan dokter yang terlibat dalam tindakan transplantasi. 4. Masing-masing anggota tim sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan pemeriksaan secara mandiri dan terpisah. 5. Diagnosis mati batang otak harus dibuat di ruang rawat intensif (Intensive Care Unit)

Peraturan menteri kesehatan republik indonesia nomor 37 tahun 2014 tentang penentuan kematian dan pemanfaatan organ donor Pasal 10 1. Pemeriksaan seseorang mati batang otak dilakukan pada pasien dengan keadaan sebagai berikut: a. koma unresponsive/GCS 3 atau Four Score 0; b. tidak adanya sikap tubuh yang abnormal (seperti dekortikasi, atau deserebrasi); dan c. tidak adanya gerakan yang tidak terkoordinasi atau sentakan epileptik. 2. Syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan pemeriksaan mati batang otak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. terdapat prakondisi berupa koma dan apnea yang disebabkan oleh kerusakan otak struktural ireversibel akibat gangguan yang berpotensi menyebabkan mati batang otak; dan b. tidak ada penyebab koma dan henti nafas yang reversibel antara lain karena obat-obatan, intoksikasi, gangguan metabolik dan hipotermia.

OBSTETRI & GINEKOLOG I

341 Seorang wanita bernama Ny. Saripati Kusuma berusia 28 tahun G1P1A0 hamil 10 minggu datang dengan keluhan perdarahan jalan lahir disertai keluar jaringan mirip cicak. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80x/menit, nyeri perut disangkal. Dari pemeriksaan inspekulo didapatkan portio tertutup dan tidak ditemukan darah yang keluar. Apa diagnosis pasien tersebut? A. Abortus insipien B. Abortus komplit C. Abortus inkomplit D. Abortus iminens E. Abortus missed

Analisa Soal • Pasien hamil 10 minggu datang dengan keluhan perdarahan jalan lahir disertai keluar jaringan  mengarahkan pada abortus • Pemeriksaan inspekulo  portio tertutup dan tidak ditemukan darah  sesuai dengan abortus komplit

Jenis Abortus • Dua jenis abortus – Abortus spontan dan abortus provokatus

• Abortus spontan – terjadi tanpa tindakan mekanis atau medis, disebut juga keguguran (miscarriage)

• Abortus provokatus – Sengaja sengaja dilakukan tindakan (Cunningham dkk.,2010)

Abortus • Definisi: – ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. – WHO IMPAC menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 22 minggu, namun beberapa acuan terbaru menetapkan batas usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram

Abortus • Diagnosis  dengan bantuan USG – – – – –

Perdarahan pervaginam (bercak hingga berjumlah banyak) Perut nyeri & kaku Pengeluaran sebagian produk konsepsi Serviks dapat tertutup/ terbuka Ukuran uterus lebih kecil dari yang seharusnya

• Faktor Predisposisi Abortus Spontan – Faktor dari janin: kelainan genetik (kromosom) – Faktor dari ibu: infeksi, kelainan hormonal (hipotiroidisme, DM), malnutrisi, obat-obatan, merokok, konsumsi alkohol, faktor immunologis & defek anatomis seperti uterus didelfis, inkompetensia serviks, dan sinekhiae uteri karena sindrom Asherman – Faktor dari ayah: Kelainan sperma Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada

Abortus: Diagnosis dan Faktor Risiko • Diagnosis  dengan bantuan USG – Perdarahan pervaginam (bercak hingga berjumlah banyak) – Perut nyeri & kaku – Pengeluaran sebagian produk konsepsi – Serviks dapat tertutup/ terbuka – Ukuran uterus lebih kecil dari yang seharusnya

• Faktor Predisposisi Abortus Spontan – Faktor dari janin: kelainan genetik (kromosom) – Faktor dari ayah: Kelainan sperma Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada

Abortus: Diagnosis dan Faktor Risiko • Faktor dari ibu: – Usia ibu  semakin tinggi usia bu, semakin tinggi risikonya. Usia 25-29 tahun risiko abortus 10%, usia 35-39 tahun risiko 17%, usia 40-44 tahun risiko 33%, usia ≥45 tahun risiko 57%. – Riwayat abortus sebelumnya  satu kali abortus pada kehamilan sebelumnya meningkatkan risiko dengan OR 1.54, dua kali abortus sebelumnya meningkatkan risiko hingga OR menjadi 2.21. – Infeksi  approximately 15 percent of EPL is associated with an infectious etiology. Tergantung jenis infeksi yang terjadi pada pasien. – Obesitas  more strongly and consistently associated with pregnancy loss than either type 1 or type 2 diabetes, OR 1.67 – Alkohol  the effects vary depending upon the quantity and pattern of alcohol consumption, maternal and fetal genetics, maternal age, maternal nutrition, and smoking, among other factors https://www.uptodate.com/contents/the-effects-of-caffeine-on-reproductive-outcomes-inwomen?sectionName=Spontaneous%20abortion&topicRef=5439&anchor=H18&source=see_link#H18

Abortus: Diagnosis dan Faktor Risiko • Faktor dari Ibu: – Kelainan tiroid  baik hipotiroid dan hipertiroid dapat meningkatkan risiko abortus – Diabetes dan penyakit metabolik lainnya – Inkompetensi serviks – Sinekia uteri – Rokok  any active smoking was associated with increased risk of miscarriage (summary relative risk [RR] ratio 1.23) – Kafein  consumption of caffeinated beverages during pregnancy at a level ≤5 to 6 mg/kg body weight/day does not increase the risk of spontaneous abortion

https://www.uptodate.com/contents/the-effects-of-caffeine-on-reproductive-outcomes-inwomen?sectionName=Spontaneous%20abortion&topicRef=5439&anchor=H18&source=see_link#H18

Jenis Abortus

DIAGNOSIS

PERDARAHAN

SERVIKS

BESAR UTERUS

• • •

Tes kehamilan + Nyeri perut Uterus lunak

• •

Nyeri perut >> Uterus lunak

• Lebih kecil dari usia • kehamilan •

Nyeri perut >> Jaringan + Uterus lunak

Abortus imminens

Sedikit-sedang

Tertutup lunak

Sesuai usia kehamilan

Abortus insipiens

Sedang-banyak

Terbuka lunak

Sesuai atau lebih kecil

Abortus inkomplit

Sedikit-banyak

Terbuka lunak

GEJALA LAIN

• Abortus komplit

Sedikit-tidak ada

Tertutup atau terbuka lunak

Abortus septik

Perdarahan berbau

Lunak

Missed abortion

Tidak ada

Tertutup

Lebih kecil dari usia kehamilan • • Membesar, nyeri tekan

Sedikit atau tanpa nyeri perut Jaringan keluar ± Uterus kenyal

• •

Demam leukositosis



Tidak terdapat gejala nyeri perut Tidak disertai ekspulsi jaringan konsepsi

Lebih kecil dari usia • kehamilan

Abortus Imminens

Abortus Komplit

Abortus Insipiens

Abortus Inkomplit

Missed Abortion

342 Seorang perempuan, 20 tahun, G1P0A0 hamil 12 minggu ke UGD keluhan keluar darah sedikit demi sedikit dari jalan lahir sejak dua hari yang lalu. Enam jam yang lalu perdarahan banyak, keluar gumpalan seperti daging, disertai rasa kram perut bagian bawah. TD 110/60, HR 90, RR 20, suhu 37. Pemeriksaan ginekologi tampak darah keluar dari introitus, inspekulo didapatkan porsio lunak, OUE tertutup. Pemeriksaan bimanual didapatkan korpus uteri sebesar telur ayam, nyeri goyang portio (-), Hb 9.2. Tatalaksana tepat untuk kasus tersebut adalah… A. Kuretase B. Pemberian tablet Fe C. Pemberian antibiotika D. Pemberian as. Folat E. Pemberian transfuse darah

Analisa Soal • Pasien hamil 12 minggu dengan keluhan darah sedikit demi sedikit kemudian semakin banyak dan keluar gumpalan seperti daging disertai nyeri perut  mengarahkan pada abortus. • Pemeriksaan: tampak darah di introitus, porsio lunak, OUE tertutup. Pemeriksaan Hb 9.2  abortus yang dialami adalah abortus komplit dengan anemia. • Tatalaksana abortus komplit, disertai anemia adalah pemberian tablet Fe selama 2 minggu.

Abortus: Tatalaksana Umum • Lakukan penilaian secara cepat mengenai keadaan umum ibu termasuk tanda-tanda vital (nadi, tekanan darah, pernapasan, suhu). • Periksa tanda-tanda syok (akral dingin, pucat, takikardi, tekanan sistolik <90 mmHg). Jika terdapat syok, lakukan tatalaksana awal syok • Jika tidak terlihat tanda-tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan tersebut saat penolong melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu karena kondisinya dapat memburuk dengan cepat • Bila terdapat tanda-tanda sepsis atau dugaan abortus dengan komplikasi, berikan kombinasi antibiotika sampai ibu bebas demam untuk 48 jam: – Ampicillin 2 g IV/IM kemudian 1 g diberikan setiap 6 jam – Gentamicin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam – Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam

• Segera rujuk ibu ke rumah sakit . • Semua ibu yang mengalami abortus perlu mendapat dukungan emosional dan konseling kontrasepsi pasca keguguran. • Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus

Tatalaksana Abortus Komplit • Tidak diperlukan evakuasi lagi. • Konseling untuk memberikan dukungan emosional dan menawarkan KB pasca keguguran. • Observasi keadaan ibu. • Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferosus 600 mg/hari selama 2 minggu, jika anemia berat berikan transfusi darah. • Evaluasi keadaan ibu setelah 2 minggu.

343 Seorang ibu bernama Ny. Tika berusia 27 tahun G1P0A0 hamil 18 minggu dibawa keluarganya dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir sejak 2 hari yg lalu. Riwayat terjatuh disangkal. Dari hasil pemeriksaan didapatkan OUE terbuka, didapatkan perdarahan aktif, tidak dijumpai jaringan. Kemungkinan diagnosis adalah… A. Abortus imminens B. Abortus komplit C. Abortus insipien D. Abortus habitualis E. Abortus inkomplit

Analisa Soal • Pasien hamil 18 minggu dengan keluhan perdarahan jalan lahir  mengarah pada abortus • Pemeriksaan: OUE terbuka, perdarahan aktif, tidak dijumpai jaringan  abortus insipien.

Jenis Abortus

DIAGNOSIS

PERDARAHAN

SERVIKS

BESAR UTERUS

• • •

Tes kehamilan + Nyeri perut Uterus lunak

• •

Nyeri perut >> Uterus lunak

• Lebih kecil dari usia • kehamilan •

Nyeri perut >> Jaringan + Uterus lunak

Abortus imminens

Sedikit-sedang

Tertutup lunak

Sesuai usia kehamilan

Abortus insipiens

Sedang-banyak

Terbuka lunak

Sesuai atau lebih kecil

Abortus inkomplit

Sedikit-banyak

Terbuka lunak

GEJALA LAIN

• Abortus komplit

Sedikit-tidak ada

Tertutup atau terbuka lunak

Abortus septik

Perdarahan berbau

Lunak

Missed abortion

Tidak ada

Tertutup

Lebih kecil dari usia kehamilan • • Membesar, nyeri tekan

Sedikit atau tanpa nyeri perut Jaringan keluar ± Uterus kenyal

• •

Demam leukositosis



Tidak terdapat gejala nyeri perut Tidak disertai ekspulsi jaringan konsepsi

Lebih kecil dari usia • kehamilan

Abortus Imminens

Abortus Komplit

Abortus Insipiens

Abortus Inkomplit

Missed Abortion

Tatalaksana Abortus Insipiens •

Jika usia kehamilan kurang dari 16 minggu: lakukan evakuasi isi uterus (dengaan AVM) Jika evakuasi tidak dapat dilakukan segera: – Berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu) – Rencanakan evakuasi segera.



Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu: – Tunggu pengeluaran hasil konsepsi secara spontan dan evakuasi sisa hasil konsepsi dari dalam uterus (lakukan dengan AVM). – Bila perlu, berikan infus 40 IU oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu pengeluaran hasil konsepsi

• • •

Lakukan pemantauan pascatindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24 jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang.

344 Seorang suami membawa istrinya bernama Ny. Asikina berusia 30 tahun yang sedang hamil 8 minggu datang untuk periksa ke dokter. Pasien mengeluh perdarahan dari jalan lahir. Pasien mengeluhkan keluar darah berserta gumpalan daging. Dari pemeriksaan dalam didapatkan darah dan teraba jaringan di ostium uteri eksterna. Diagnosanya adalah… A. Abortus inkomplit B. Abortus insipien C. Missed abortion D. Abortus medisinalis E. Abortus sepsis

Analisa Soal • Pasien hamil 8 minggu, dengan keluhan perdarahan dari jalan lahir, keluar darah beserta gumpalan daging.  abortus, kemungkinan abortus komplit atau inkomplit. • Pemeriksaan: didapatkan darah dan teraba jaringan di ostium uteri eksterna  abortus inkomplit

Jenis Abortus

DIAGNOSIS

PERDARAHAN

SERVIKS

BESAR UTERUS

• • •

Tes kehamilan + Nyeri perut Uterus lunak

• •

Nyeri perut >> Uterus lunak

• Lebih kecil dari usia • kehamilan •

Nyeri perut >> Jaringan + Uterus lunak

Abortus imminens

Sedikit-sedang

Tertutup lunak

Sesuai usia kehamilan

Abortus insipiens

Sedang-banyak

Terbuka lunak

Sesuai atau lebih kecil

Abortus inkomplit

Sedikit-banyak

Terbuka lunak

GEJALA LAIN

• Abortus komplit

Sedikit-tidak ada

Tertutup atau terbuka lunak

Abortus septik

Perdarahan berbau

Lunak

Missed abortion

Tidak ada

Tertutup

Lebih kecil dari usia kehamilan • • Membesar, nyeri tekan

Sedikit atau tanpa nyeri perut Jaringan keluar ± Uterus kenyal

• •

Demam leukositosis



Tidak terdapat gejala nyeri perut Tidak disertai ekspulsi jaringan konsepsi

Lebih kecil dari usia • kehamilan

Abortus Imminens

Abortus Komplit

Abortus Insipiens

Abortus Inkomplit

Missed Abortion

Tatalaksana Abortus Inkomplit •





Jika perdarahan ringan atau sedang dan kehamilan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, gunakan jari atau forsep cincin untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang mencuat dari serviks. Jika perdarahan berat dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, lakukan evakuasi isi uterus. Aspirasi vakum manual (AVM) adalah metode yang dianjurkan. Kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan bila AVM tidak tersedia. Jika evakuasi tidak dapat segera dilakukan, berikan ergometrin 0,2 mg IM (dapat diulang 15 menit kemudian bila perlu). Jika usia kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus 40 IU oksitosin dalam 1 liter NaCl 0,9% atau Ringer Laktat dengan kecepatan 40 tetes per menit untuk membantu pengeluaran hasil konsepsi. – Lebih disarankan untuk memakai kuret tajam jika usia kehamilan >16 minggu

• •



Lakukan evaluasi tanda vital pascatindakan setiap 30 menit selama 2 jam. Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat. Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk pemeriksaan patologi ke laboratorium. Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar hemoglobin setelah 24 jam. BIla hasil pemantauan baik dan kadar Hb >8 g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang

345 Seorang pasien bernama Ny. Zaenab berusia 60 th datang ke poliklinik dengan keluhan benjolan di jalan lahir yang dirasakan sejak dua bulan terakhir. Benjolan tersebut dirasakan menganggu, terutama bila buang air kecil dan berjalan. Pemeriksaan fisik massa licin, 5 cm dari introitus vagina. Porsio sondase 5 cm, paniang vagina 8 cm. Diagnosis ? A. Prolaps Uteri I B. Prolaps Uteri II C. Prolaps Uteri III D. Prolaps Uteri IV E. Prolaps Uteri V

Analisa Soal • Adanya keluhan benjolan di jalan lahir sejak dua bulan terakhir yang terasa mengganggu terutama bila buang air kecil dan berjalan mengarahkan pada adanya prolaps uteri. • Pemeriksaan fisik ditemukan massa licin, porsio sondase 5 cm, panjang vagina 8 cm. • Dengan demikian, panjang prolaps (yang ditunjukkan dengan porsio sondase) tidak lebih dari 2 cm kurang dari panjang total vagina (8-2 = 6 cm). • Sehingga yang paling sesuai adalah prolaps uteri III. • Prolaps uteri Gr. IVPanjang prolapse lebih dari total Panjang vagina-2 cm

Prolaps Uteri Definisi • Penurunan uterus dari posisi anatomis yang seharusnya • Insidens: meningkat dengan bertambahnya usia Gejala dan Tanda • Manifestasi klinis yang sering didapatkan adalah keluarnya massa dari vagina dan adanya gangguan buang air kecil hingga disertai hidronefrosis • Sitokel (BAK sedikit-sedikit, tidak tuntas, stres inkontinensia), rektokel (konstipasi), koitus terganggu, leukorea (ec jongesti daerah serviks), luka gesek pada portio, enterokel (rasa berat dan penuh pada panggul), servisitis (bisa menyebabkan infertilitas), menoragia ec bendungan Komplikasi • Keratinasi mukosa vagina dan portio, ulkus dekubitus, hipertrofi serviks, gangguan miksi & stres inkontinensia, ISK, infertilitas, gangguan partus, hemoroid, inkarserasi usus

Classification of Genitourinary Prolapse • The Pelvic Organ Prolapse Quantification (POPQ)by The international continence society. It is based on the position of the most distal portion of the prolapse during straining – Stage O: no prolapse – Satge 1 : more than 1 cm above the hymen – Stage 2 : witihin 1 cm proximal or distal to the plane of the hymen – Stage 3 : more than 1 cm below the plane of the hymen but protrudes no further than 2 cm less than the total length of vagina – Stage 4: there is complete eversion of the vagina

• Baden Walker or Beecham classification systems: – 1st degre : cervix is visible when the perineum is depressed – prolapse is contained within the vagina – 2nd degree: cervix prolapsed through the introitus with the fundus remaining in the pelvis – 3rd degree: procidentia (complete prolaps)- entire uterus is outside the introitus

Treatment • Treatment is indicated for women with symptoms of prolapse or associated conditions (urinary, bowel, or sexual dysfunction). • Obstructed urination or defecation or hydronephrosis from chronic ureteral kinking are all indications for treatment, regardless of degree of prolapse . • Treatment is generally not indicated for women with asymptomatic prolapse • Treatment is individualized according to each patient’s symptoms and their impact on her quality of life



Women with symptomatic prolapse can be managed expectantly, or treated with conservative or surgical therapy. • Both conservative and surgical treatment options should be offered. There are no high quality data comparing these two approaches. 1. Expectant management — Expectant management is a viable option for women who can tolerate their symptoms and prefer to avoid treatment. 2. Conservative management — Conservative therapy is the first line option for all women with POP, since surgical treatment incurs the risk of complications and recurrence: –

3.

Pessarium, pelvic floor muscle excercise, esterogen therapy

Surgical treatment — Surgical candidates include women with symptomatic prolapse who have failed or declined conservative management of their prolapse. There are numerous surgeries for prolapse including vaginal and abdominal approaches with and without graft materials

346 Seorang perempuan bernama Ny. Skintia berusia 25 tahun P1A0 datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 2 hari yang lalu. Pasien memiliki riwayat sering keputihan dan saat ini menggunakan AKDR sebagai kontrasepsi. Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal, pemeriksaan ginekologi didapatkan nyeri tekan adneksa dan nyeri goyang serviks. Diagnosis kondisi di atas adalah: A. Penyakit radang panggul B. Appendisitis akut C. Abortus immines D. Kehamilan ektopik terganggu E. Missed abortus

Analisa Soal • Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak 2 hari, ada riwayat sering keputihan. Pemeriksaan fisik terdapat nyeri tekan adneksa dan nyeri goyang serviks  mengarahkan pada penyakit radang panggul (pelvic inflammatory disease/PID). • Penggunaan AKDR sebenarnya bukanlah faktor risiko untuk PID. • Tidak dipilih kehamilan ektopik terganggu karena tidak ada keterangan tes kehamilan positif. • Appendisitis akut  umumnya hanya nyeri perut kanan bawah, migratory, tanpa nyeri tekan adneksa dan nyeri goyang serviks • Abortus imminens  perdarahan pada kehamilan <20 minggu • Missed abortus  ada perdarahan, tes kehamilan (+)

IUD and Infection • Historically there have been concerns that IUD use increases the risk of pelvic inflammatory disease (PID)  no evidence • If an infection such as endometritis or pelvic inflammatory disease is going to occur, the most common time of infection is near the time of insertion. However, infection can rarely develop later. • Although PID resulting from IUD insertion is rare , given the possible serious sequelae of PID, clinicians should have a low threshold for empiric treatment of PID in women who have recently undergone IUD insertion. • All women with IUD suspected of having PID should undergo bimanual exam to evaluate for cervical motion, uterine, or adnexal tenderness. • Additionally, speculum exam should be performed to evaluate for cervical mucopurulent discharge

IUD related infection: Treatment • PID has historically been associated with STIs, such as chlamydia and gonorrhea, but multiple other agents including genital mycoplasmas, both aerobic and anaerobic endogenous vaginal flora, and aerobic streptococcus can also cause PID • Studies have found higher rates of BV in women using the IUD than in women using other contraceptive method  Metronidazole should be used in women suspected with PID SOGC COMMITTEE OPINION. Best Practices to Minimize Risk of Infection With Intrauterine Device Insertion. March 2014.

• Treatment: – In treating mild to moderate pelvic inflammatory disease, it is not necessary to remove the intrauterine device during treatment unless the patient requests removal or there is no clinical improvement after 72 hours of appropriate antibiotic treatment. (Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada /SOGC) – In cases of severe pelvic inflammatory disease, consideration can be given to removing the intrauterine device after an appropriate antibiotic regimen has been started. (SOGC) – Uptodate (2017): Most women with an IUD in-situ who are diagnosed with PID do not require IUD removal prior to initiation of antibiotic therapy, regardless of interval since IUD insertion SOGC COMMITTEE OPINION. Best Practices to Minimize Risk of Infection With Intrauterine Device Insertion. March 2014.

PELVIC INFLAMMATORY DISEASE • Infeksi pada traktus genital atas wanita yang melibatkan kombinasi antara uterus, ovarium, tuba falopi, peritonium pelvis, atau jaringan penunjangnya. • PID terutama terjadi karena ascending infection dari traktus genital bawah ke atas • Patogen: Dapat berupa penyakit akibat hubungan seksual atau endogen (Tersering: N. Gonorrhea & Chlamydia Trachomatis) • Faktor Risiko:    

Kontak seksual Riwayat penyakit menular seksual Multiple sexual partners IUD

PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012

Salphingitis •

Inflamasi pada tuba fallopi



Salphingitis akut biasanya disamakan dengan PID karena merupakan bentuk paling sering dari PID



Faktor Risiko – Instrumentasi pada serviks dan uteri (IUD, biopsi, D&C) – Perubahan hormonal selama menstruasi, menstruasi retrogard



Gejala dan Tanda – Spotting, dismenorea, dispareunia, demam, nyeri punggung bawah, sering BAK, mual dan muntah, nyeri goyang serviks



Diagnosis • •



Nyeri perut bawah, nyeri adneksa bilateral, nyeri goyang serviks Tambahan: suhu oral > 38.3 C, keputihan abnormal, peningkatan C rekative protein, adanya bukti keterlibatan N. gonorrhoeae atau C. trachomatis

Terapi – Rawat inap dengan antibiotik IV (cefoxitin dan doksisiklin) – Rawat jalan dengan cefotixin IM dan Doksisiklin oral – Operatif bila antibiotik gagal http://emedicine.medscape.com/article/275463-overview#a2

PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012

USG pada PID • USG banyak dilakukan untuk evaluasi PID. Gambaran PID pada pemeriksaan USG adalah: tuba falopii yang menebal, terisi cairan, dan gambaran seperti roda gigi (cogwheel sign). • Pada pasien dengan endometritis, USG akan menunjukkan gambaran cairan atau gas dalam ruang endometrium, penebalan yang heterogen, atau garis endometrium yang samar, namun penemuan ini pun tidak konsisten. • Bila terjadi abses tubo-ovarium, akan tampak kumpulan kistik multilocular berdinding tebal, disertai multiple fluid levels.

PID: Pengobatan • Harus berspektrum luas • Semua regimen harus efektif melawan N. gonorrhoeae dan C. trachomatis karena hasil skrining endoserviks yang negatif tidak menyingkirkan infeksi saluran reproduksi atas

• Rawat jalan atau rawat inap bergantung pada:      

Adanya emergensi (contoh; apendisitis) Pasien hamil Pasien tidak berespon baik terhadap antibiotik oral Pasien tidak memungkinkan untuk menoleransi antibiotik oral Pasien memiliki penyakit berat, mual-muntah, demam tinggi Pasien memiliki abses tubo-ovarian

http://www.cdc.gov/std/treatment/2010/pid.htm

347 Seorang pasien perempuan bernama Ny. Jerukitaloka berusia 55 tahun datang dengan keluhan nyeri dan panas di kedua pipi sejak dua minggu yang lalu. Pasien mengaku sudah tidak haid sejak 5 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik tanda-tanda vital dalam batas normal, pemeriksaan kulit wajah tidak tampak kelainan. Apa diagnosis pasien tersebut? A. Febris ec inflamasi B. Menopause C. Sindrome perimenopouse D. Gangguan hormonal E. Postmenopousal syndrome

Analisa Soal • Pasien usia 55 tahun dengan keluhan nyeri dan panas di kedua pipi sejak 2 minggu. Sudah tidak haid sejak 5 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan tidak tampak kelainan, kulit wajah tidak tampak kelainan. • Sindrom perimenopause tidak dipilih karena pada kondisi ini pasien masih menstruasi, tetapi siklusnya tidak teratur. Sementara pada pasien sudah tidak haid sejak 5 tahun. • Menopause didefinisikan sebagai kondisi tidak haid (amenorea) selama 12 bulan berturut turut pada usia 40-56 tahun disertai peningkatan FSH dan penurunan estradiol. Periode setelah itu, disebut dengan postmenopause. Kedua kondisi tersebut disertai dengan keluhan somatik (berdebar-debar, nyeri sendi, vagina kering), keluhan vasomotor (hot flushes), psikis (mood swing, sering lupa). • Karena pasien sudah tdak haid sejak 5 tahun, maka kondisi pasien saat ini lebih tepat disebut sebagai postmenopausal syndrome.

Menopause No.

Stages

1

Late reproductive years

2

Perimenopause

3

Menopause

Definition

Menstrual cycles are ovulatory, but the follicular phase (the first half of the menstrual cycle before ovulation occurs) begins to shorten (eg, 10 versus 14 days) The change in bleeding pattern, which is accompanied by hormonal fluctuations and a variety of symptoms, is referred to as the menopausal transition, or perimenopause, and occurs on average at age 47 years permanent cessation of menstrual periods, determined retrospectively after a woman has experienced 12 months of amenorrhea without any other obvious pathological or physiological cause. Postmenopause: period after someone have menopause www. Uptodate.com

Menopause • Natural menopause is defined as the permanent cessation of menstrual periods, determined retrospectively after a woman has experienced 12 months of amenorrhea without any other obvious pathological or physiological cause. • Median age of 51.4 years in normal women and is a reflection of complete, or near complete, ovarian follicular depletion, with resulting hypoestrogenemia and high follicle-stimulating hormone (FSH) concentrations. • Menopause before age 40 years is considered to be abnormal and is referred to as primary ovarian insufficiency (premature ovarian failure). • The menopausal transition, or perimenopause, occurs after the reproductive years, but before menopause, and is characterized by irregular menstrual cycles, endocrine changes, and symptoms such as hot flashes.

Menopause PNPK POGI 2010

The Stages of Reproductive Aging Workshop +10 staging system for reproductive aging in women

www. Uptodate.com

FMP: final menstrual period

Late Reproductive Years (Premenopause) • Menstrual cycles are ovulatory, but the follicular phase (the first half of the menstrual cycle before ovulation occurs) begins to shorten (eg, 10 versus 14 days) • Serum inhibin B begins to decrease, serum follicle-stimulating hormone (FSH) increases slightly, estradiol levels are preserved, but luteal phase progesterone levels decrease as fertility potential begins to decline

Perimenopause • The change in bleeding pattern, which is accompanied by hormonal fluctuations and a variety of symptoms, is referred to as the menopausal transition, or perimenopause, and occurs on average at age 47 years. • Early perimenopause: – Women typically first notice a lengthening in the intermenstrual interval (in contrast to the shortening that occurs in the late reproductive years). – Normal intermenstrual interval during the reproductive years is 25 to 35 days; during the menopausal transition, this may increase to 40 to 50 days. – Early follicular phase FSH levels are high but variable

• Late Perimenopause – After the initial lengthening of intermenstrual interval, women then develop more dramatic menstrual cycle changes with skipped cycles, episodes of amenorrhea, and an increasing frequency of anovulatory cycles. – typically lasts for one to three years before the FMP – The more irregular cycles are accompanied by more dramatic fluctuations in serum FSH and estradiol concentrations

Menopause & Postmenopause • After the years of menstrual irregularity, women eventually experience permanent cessation of menses. • Twelve months of amenorrhea is considered to represent clinical menopause and is termed "postmenopause” • Marker Menopause – >> FSH (penanda kegagalan ovarium) dan << estradiol dan inhibin

Gejala Perimenopause-Menopause-Postmenopause •

Hot flashes — The most common symptom during the menopausal transition and menopause are hot flashes (also referred to as vasomotor symptoms or hot flushes) – – –

• • •

When hot flashes occur at night, women typically describe them as "night sweats.” Hot flashes typically begin as the sudden sensation of heat centered on the upper chest and face that rapidly becomes generalized. The sensa tion of heat lasts from two to four minutes, is often associated with profuse perspiration and occasionally palpitations, and is sometimes followed by chills and shivering, and a feeling of anxiety.

Gangguan tidur Depression — A number of reports indicate that there is a significant increased risk of new-onset depression in women during the menopausal transition compared with their premenopausal years. The risk then decreases in the early postmenopause. Vaginal dryness – Estrogen <<  epitelium vagina menjadi memerah karena epitel menipis dan kapiler lebih terlihat  atrofi epitel vagina  vagina memucat dan rugae <<  vaginitis atrophic  dispareunia – Uterus mengecil – Efek urogenital: << pH urin  perubahan flora bakteri  keputihan yang berbau dan gatal

• •

Sexual function — Estrogen deficiency leads to a decrease in blood flow to the vagina and vulva. This decrease is a major cause of decreased vaginal lubrication and sexual dysfunction in menopausal wome Long-term consequences of estrogen deficiency: bone loss, cardiovascular disease, skin changes (desreased cutaneous collagen)

348 Seorang pasien wanita bernama Ny. Hafisah berusia 27 tahun G1P0A0 hamil 38 minggu datang diantar keluarganya dengan keluhan perdararahan berat dan sudah keluar air-air sejak satu hari yan glalu. Pemeriksaan fisik tanda vital tekanan darah 100/80 mmHg, N 100 x/menit. DJJ 80 x/menit. Inspeksi tampak pembuluh darah menutupi jalan lahir. Diagnosis pasien tersebut adalah: A. Vasa previa B. Plasenta previa C. Solosio plasenta D. Ruptur uteri E. Abortus

Analisa Soal • Pasien hamil 38 minggu, perdarahan berat dan keluar air-air sejak satu hari, DJJ 80 x/menit, inspeksi tampak pembuluh darah menutupi jalan lahir  sesuai dengan vasa previa.

Vasa Previa •









Kondisi langka dimana pembuluh darah janin melintasi membran amnion Pembuluh darah tersebut dapat berasal dari insersio velamentosa dari talipusat atau bagian dari lobus suksenteriata (lobus aksesorius). Bila pembuluh darah tersebut pecah maka akan terjadi robekan pembuluh darah sehingga terjadi eksanguisasi dan kematian janin. Penyebab perdarahan antepartum dimana terjadi fetal distress yang tidak sebanding dengan jumlah perdarahan Diagnosis – USG Doppler + Posisi Tredelenburg + pemindahan manual posisi presentasi janin dengan lembut



Tatalaksana – Perawatan di RS dengan NICU pada usia kehamilan 28-32 minggu – Kortikosteroid untuk pematangan paru – SC elektif di usia kehamilan 35-37 minggu http://www.jogi.co.in/may_june_16/10_cr_Vasa.html

• Pathogenesis 1. velamentous insertions (where the cord inserts directly into the membranes, leaving unprotected vessels running to the placenta) (25- 62%) 2. vessels crossing between lobes of the placenta such as in succenturiate or bilobate placentas (33- 75%) 3. A vessel that courses over the edge of a marginal placenta or a placenta previa may become a vasa previa after extension of the placenta over better vascularized area (trophotropism) and involution of the cotyledons that were previa

Risk Factor • Conditions associated with vessels that run close to the cervix, such as – – – –

low-lying placenta placenta previa multiple pregnancies multi-lobate placentas and velamentous insertion [1% of singleton pregnancy , 10% in multifetal pregnancies].

• Placenta membranacea

Clinical Presentation • The classical modes of presentation included: – – – – –

vessel rupture at amniotomy, vessel rupture before rupture of membranes, vessel rupture after rupture of membranes, vessel compression, and vessels palpable on vaginal examination

• The most frequent presentation is still vaginal bleeding occurring at the time the membranes rupture, the bleeding being most often attributed to a placenta previa, placental abruption, or “heavy show.” • Bleeding of even 100 mL is sufficient to cause fetal shock and death. SOGC CLINICAL PRACTICE GUIDELINE. GUIDELINES FOR THE MANAGEMENT OF VASA PREVIA. 2009

insersio velamentosa dari talipusat

lobus suksenteriata (lobus aksesorius).

349 Seorang pasien perempuan bernama Ny. Tikah berusia 23 thn G1P0A0 datang ke Puskesmas untuk memeriksakan kehamilannya. Pasien tidak ingat kapan hari pertama haid terakhirnya. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum dan tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan obstetrik tinggi fundus uteri teraba setinggi pusat, djj 152x/menit. Berapa usia kehamilan? A. 12 mggu B. 16 mggu C. 20 mggu D. 24 mggu E. 28 mggu

Analisa Soal • Pasien hamil, tidak ingat HPHT, pemeriksaan obstetrik TFU setinggi pusat, DJJ 152 x/menit  usia kehamilan 20 minggu. • 12 minggu  teraba di atas simfisis pubis • 16 minggu  di antara simfisis pubis dan umbilikus • 24 minggu  minggu gestasi +- 2 cm • 28 minggu  antara umbilikus dan processus xyphoideus

Taksiran usia kehamilan

350 Pasien wanita bernama Ny. Cefirizine berusia 28 tahun hamil G2P1A0 dengan usia kehamilan 30 minggu. Pasien datang ke Puskesmas dengan keluhan keluar cairan dari kemaluan sejak satu hari yang lalu. Cairan berwarna keabuan, berbau amis. Pemeriksaan penunjang didapatkan clue cell (+). Tidak ada kontraksi. Riwayat demam disangkal. Apa komplikasi dari kondisi tersebut? A. Pertumbuhan janin terganggu B. Katarak kongenital C. Tuli kongenital D. Kelahiran preterm E. Intra Uterine Fetal Death

Analisa Soal • Pasien hamil 30 minggu dengan keluar cairan dari kemaluan berwarna keabuan, berbau amis, dan ditemukan clue cell (+) pada pemeriksaan penunjang sehingga sesuai dengan bacterial vaginosis • Komplikasi obstetrik dari bacterial vaginosis salah satunya adalah kelahiran preterm.

Bakterial Vaginosis • Bakterial vaginosis: polymicrobial clinical syndromemenyebabkan jumlah Lactobacillus sp. (flora normal vagina) menurun dan meningkatnya jumlah bakteri anaerob. • Etiologi utama: Gardnerella vaginalis, lainnya: Prevotella sp., Mobiluncus Sp., Mycoplasma, Bacteroides, Peptostreptococcus, Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealyticum, Eubacterium, Fusobacterium, Veilonella, Streptococcus viridans, dan Atopobium vaginae •

Faktor resiko  BV berhubungan dengan seks multipartner  Douching  Jumlah lactobacillus (flora normal vagina) turun  Semakin sering berhubungan sekssemakin beresiko  Semakin jarang berhubungan sekssemakin rendah resiko

PPK PERDOSKI 2017

Bakterial Vaginosis: Pemeriksaan • Didapatkan keputihan yang homogen • Labia, introitas, serviks dapat normal maupun didapatkan tanda servisitis. • Keputihan biasanya terdapat banyak di fornix posterior • Dapat ditemukan gelembung pada keputihan • Pemeriksaan mikroskopis cairan keputihan harus memenuhi 3 dari 4 kriteria Amsel untuk menegakkan diagnosis bakterial vaginosis

Prinsip diagnosis • Kriteria Amsel:  Duh tubuh homogen putih keabuan

 Sediaan basah dengan larutan NaCI fisiologis atau sediaan apus dengan pewarnaan Gram ditemukan clue cells

Terpenuhi 3 dari 4

 pH vagina >4.5 Bakterial Vaginosis Whiff test (+): Duh tubuh berbau amis (fishy odor sebelum atau sesudah ditetesi KOH 10%)sebagai akibat dari pelepasan amina yang merupakan produk metabolisme bakteri

• Gold standard: Pemeriksaan Gram PPK PERDOSKI 2017

Tatalaksana (PPK Perdoski 2017) • Metronidazol 2x500 mg/hari selama 7 hari, ATAU • Metronidazol 2 gram per oral dosis tunggal, ATAU • Obat alternatif: Klindamisin 2x300 mg/hari per oral selama 7 hari • Catatan: Pasien dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi alkohol selama pengobatan dengan metronidazol berlangsung sampai 48 jam sesudahnya untuk menghindari disulfiram-like reaction4 http://emedicine.medscape.com/article/254342 & http://www.cdc.gov/std/tg2015/bv.htm

Bakterial Vaginosis: Komplikasi • Komplikasi Umum – Endometritis, penyakit radang panggul, sepsis paskaaborsi, infeksi paskabedah, infeksi paskahisterektomi, peningkatan risiko penularan HIV dan IMS lain

• Komplikasi obstetrik – Keguguran, lahir mati, perdarahan, kelahiran prematur, persalinan prematur, ketuban pecah dini, infeksi cairan ketuban, endometritis paskapersalinan dan kejadian infeksi daerah operasi (IDO)

351 Seorang wanita 25 thn G1P0A0 hamil 36 minggu, dirujuk karena darah tinggi. ANC dilakukan teratur dan sebelumnya tidak ada riwayat hipertensi sebelumnya. Gerakan janin masih baik, pemeriksaan tanda vital TD 160/110 nadi 90 napas 60 suhu 37. TFU 30cm, presentasi kepala, his (-), djj 12-11-12. Inspekulo portio licin, ostium tertutup, flour albus (-), fluksus(). Pemeriksaan dalam portio kenyal, ostium tertutup, penurunan kepala station -2. Proteinuria ++. Diagnosis? A. Superimposed preeclampsia B. Hpt kehamilan C. Hpt kronik D. Preeclampsia berat E. Eklampsia

Analisa Soal • Adanya peningkatan tekanan darah tinggi >160/110 mmHg pada pasien hamil tanpa riwayat hipertensi sebelumnya yang disertai dengan proteinuria mengarahkan pada preeklampsia berat.

Preeklampsia • Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada kehamilan / diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ. • Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin, namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu: – 1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter – 2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan ginjal lainnya – 3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen – 4. Edema Paru Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran. Diagnosis dan Tatatalaksana Preeklamsia. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia Himpunan Kedokteran Feto Maternal 2016

– 5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus – 6. Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi uteroplasenta : Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV)

Pre Eklampsia Berat

352 Seorang wanita bernama Ny. Ucha berusia 28 tahun G2P1A0 hamil usia kehamilan 32 minggu melakukan kontrol kehamilan ke dokter. Pasien mengaku tidak mengeluh apapun. Tidak ada riwayat tekanan darah tinggi sebelumnya. Pada pemeriksaan tekanan darah 160/90 mmHg, tidak ditemukan edema pada ekstremitas, dan tidak dijumpai proteinuria. Diagnosis pada pasien ini adalah… A. Hipertensi gestasional B. Eklampsia C. Hipertensi essensial D. Pre eklampsia E. Superimposed preeklampsia

Analisa Soal • Pasien hamil 32 minggu, tekanan darah 160/90 mmhg, tanpa ada keluhan apapun, tanpa riwayat hipertensi sebelumnya, tidak ada edema ekstremitas, tidak dijumpai proteinuria  memenuhi kriteria hipertensi gestasional.

Hipertensi Gestasional • Definisi – Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan menghilang setelah persalinan

• Diagnosis – TD ≥140/90 mmHg – Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah kembali normal <12 minggu pasca salin – Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin) – Tidak ada gangguan organ

• Tatalaksana Umum – Pantau TD, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiap minggu. – Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan – Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat, rawat untuk penilaian kesehatan janin. – Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan eklampsia. – Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal. Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada

353 Perempuan 28 tahun G3P2A0 hamil 38 minggu datang ke rumah sakit dengan keluhan keluar cairan jernih dari jalan lahir sejak 8 jam yang lalu. Belum ada kontraksi Rahim, gerakan janin masih dirasakan kuat, lendir dan darah belum keluar. Riwayat persalinan kedua anaknya normal. Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal. Janin tunggal, presentasi kepala, TFU 31cm, DJJ 144. Inspekulo didapatkan portio belum ada pembukaan, tampak cairan jernih keluar dari OUE, tes lakmus (+). Penatalaksanaan yang tepat adalah… A. Sectio caesaria B. Induksi persalinan C. Observasi persalinan • Pimpin persalinan A. Rehidrasi cairan isotonis

Analisa Soal • Pasien hamil 38 minggu, keluar cairan jernih dari jalan lahir sejak 8 jam, tanpa ada tanda persalinan (belum ada kontraksi, belum ada pembukaan). Pemeriksaan: tes lakmus (+)  mengarahkan pada kondisi ketuban pecah dini. • Mengingat usia kehamilan >34 minggu, presentasi kepala, DJJ normal  tatalaksana yang tepat adalah lakukan induksi persalinan. • Sectio caesaria dilakukan bila ada kelainan obstetri (fetal distress, CPD, letak sungsang) atau gagal induksi.

KPD: Diagnosis • Inspeksi • pengumpulan cairan di vagina atau mengalir keluar dari lubang serviks saat pasien batuk atau saat fundus ditekan

• Kertas nitrazin (lakmus) • Berubah menjadi biru (cairan amnion lebih basa)

• Mikroskopik • Ferning sign (arborization, gambaran daun pakis)

• Amniosentesis • Injeksi 1 ml indigo carmine + 9 ml NS  tampak pada tampon vagina setelah 30 menit

http://www.aafp.org/afp/2006/0215/p659.html

KPD: Tatalaksana KETUBAN PECAH DINI MASUK RS • • • • •

PPROM Observasi: • Temperatur • Fetal distress Kortikosteroid

Sectio Caesarea

Antibiotik Batasi pemeriksaan dalam Observasi tanda infeksi & fetal distress

PROM

• • • • • • • •

• • • • • •

Kelainan Obstetri Fetal distress Letak sungsang CPD Riwayat obstetri buruk Grandemultipara Elderly primigravida Riwayat Infertilitas Persalinan obstruktif

Gagal Reaksi uterus tidak ada Kelainan letak kepala Fase laten & aktif memanjang Fetal distress Ruptur uteri imminens CPD

Letak Kepala

• •

Indikasi Induksi Infeksi Waktu



Berhasil Persalinan pervaginam

Ketuban Pecah Prematur: Tatalaksana • Tatalaksana Umum: Antibiotik profilaksis • DOC: Penisilin dan makrolida • Ampicillin 2 g IV/6 jam dan erythromycin 250 mg IV/6 jam selama 2 hari diikuti amoxicillin 250 mg PO/ 8 jam dan erythromycin 333 mg PO/8 jam selama 5 hari

• Atau eritromisin 250 mg PO/6 jam selama 10 hari • Kombinasi amoksilin dengan asam klavulanat tidak digunakan karena dapat memicu terjadinya enterokolitis nekrotikans



Tatalaksana Khusus kehamilan 24-33 minggu – Selama perawatan 2 hari dilakukan: • Observasi adanya amnionitis/tanda infeksi (demam, takikardia, lekositosis, nyeri pada rahim, sekret vagina purulen, takikardi janin) • Pengawasan timbulnya tanda persalinan • USG menilai kesejahteraan janin

– Bila terdapat amnionitis, abrupsio plasenta, dan kematian janin, lakukan persalinan segera. – Berikan deksametason 6 mg IM tiap 12 jam selama 48 jam atau betametason 12 mg IM tiap 24 jam selama 48 jam. – Lakukan pemeriksaan serial untuk menilai kondisi ibu dan janin. – Bayi dilahirkan di usia kehamilan 34 minggu, atau di usia kehamilan 32-33 minggu, bila dapat dilakukan pemeriksaan kematangan paru dan hasil menunjukkan bahwa paru sudah matang (komunikasikan dan sesuaikan dengan fasilitas perawatan bayi preterm).

Tatalaksana Khusus • <24 minggu: – Pertimbangan dilakukan dengan melihat risiko ibu dan janin. – Lakukan konseling pada pasien. Terminasi kehamilan mungkin menjadi pilihan. – Jika terjadi infeksi (korioamnionitis), lakukan tatalaksana korioamnionitis

• >34 minggu: – Lakukan induksi persalinan dengan oksitosin bila tidak ada kontraindikasi.

Alur Antibiotik untuk KPD

Ketuban Pecah Prematur: Komplikasi

https://www.uptodate.com/contents/preterm-prelabor-rupture-of-membranes-clinical-manifestations-anddiagnosis?search=premature%20rupture%20of%20membranes&source=search_result&selectedTitle=2~150&usage_type=de fault&display_rank=2

354 Seorang perempuan berusia 34 tahun G4P3A0 hamil 32 minggu, datang ke puskesmas dengan keluhan perdarahan warna merah segar dari jalan lahir tiba-tiba. Tidak ada riwayat jatuh dan nyeri pada perut paska senggama. Pasien tidak pernah mengalami perdarahan sebelumnya. Pemeriksaan tanda vital normal. TFU pertengahan antara pusat dan procesus xiphoideus, letak bokong, DJJ 140, kontraksi (+). Inspekulo OUE terbuka 1cm dan tampak darah, gumpalan darah keluar dari ostium. Etiologi perdarahan yang mungkin adalah… A. Placenta previa B. Solusio plasenta C. Vasa previa D. Ruptur uteri E. Abortus insipient

Analisa Soal • Pasien hamil 32 minggu dengan perdarahan warna merah segar dari jalan lahir tiba-tiba  perdarahan antepartum, sehingga kemungkinannya adalah solusio plasenta, plasenta previa, dan vasa previa. • Tidak ada riwayat jatuh, pemeriksaan janin masih dapat dilakukan, DJJ masih terdeteksi  menyingkirkan kemungkinan solusio plasenta (yang umumnya diawali trauma, perut tegang, DJJ sulit terdeteksi) • Vasa previa dapat disingkirkan karena umumnya terjadi fetal distress, sementara pada kasus di soal DJJ masih normal. • Pemeriksaan inspeksi: OUE terbuka 1 cm dan tampak darah, gumpalan darah keluar dari ostium  mengarahkan pada kemungkinan plasenta previa. • Ruptur uteri  selain perdarahan, ada rasa nyeri, sesak napas, mual, DJJ juga umumnya sulit didengar. • Abortus insipien  tidak sesuai dengan usia kehamilan pasien.

PERDARAHAN ANTEPARTUM Perdarahan dari jalan lahir setelah usia kehamilan 22 minggu Gejala dan Tanda Utama

Faktor Predisposisi

Penyulit Lainnya

Diagnosis

• • •

Perdarahan tanpa nyeri. Darah segar atau kehitaman. Terjadi setelah miksi atau defekasi, aktifitas fisik, kontraksi braxton hicks, trauma atau koitus.

Nullipara atau multiparitas

• •

Tidak ada nyeri. Bagian terendah fetus tidak masuk pintu atas panggul. Gawat janin

Plasenta Previa

Perdarahan dengan nyeri intermitten atau menetap. Darah kehitaman dan cair atau mungkin terdapat bekuan Bila jenis terbuka, warna darah merah segar.

• • • • • •

Syok yang tidak sesuai jumlah darah yang keluar Anemia berat Melemah/hilangnya gerak fetus Gawat janin atau hilangnya DJJ Uterus tegang dan nyeri

Solusio Plasenta

Syok/takikardia Hilangnya gerak dan DJJ Bentuk uterus abnormal/kontur tidak jelas Nyeri raba/tekan dinding perut Bagian anak mudah dipalpasi

Ruptura Uteri



• •

• Hipertensi Versi luar Trauma abdomen Polihidramnion Gemelli Defisiensi nutritif



• • • •

• • • •

Kelelahan dan dehidrasi Konstriksi bandl Nyeri perut bawah hebat Gejala tidak khas pada bekas seksio sesaria

• • • • •

Pernah SC Partus lama CPD Kelainan letak/presentasi Persalinan traumatik

• • • • •

• Perdarahan merah segar • Uji pembekuan darah tidak menunjukan adanya bekuan darah setelah 7 menit • Rendahnya faktor pembekuan darah

• • • •

• Perdarahan saat amniotomi atau saat selaput ketuban pecah spontan • Pulsasi di sepanjang alur pembuluh yang teraba

• Kehamilan multipara • Genetik

Solusio plasenta Janin mati dalam rahim Eklampsia Emboli air ketuban

• Perdarahan gusi • Gambaran memar bawah kulit • Perdarahan dari tempat suntikan/infus

Gangguan pembekuan darah

• Sulit dikenali saat pembukaan masih kecil

Vasa Previa

Plasenta Previa • Implantasi pada tempat abnormal sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (OUI) • Etiologi dan Faktor Risiko – Endometrium di fundus belum siap menerima implantasi, endometrium yang tipis sehingga diperlukan perluasaan plasenta untuk mampu memberikan nutrisi pada janin, dan vili korealis pada chorion leave yang persisten -Manuaba (1998)• Belum diketahui pasti tetapi meningkat pada grademultipara, primigravida tua, bekas SC, bekas operasi, kelainan janin dan leiomioma uteri -Mansjoer (2001)-

Plasenta Previa Klasifikasi Berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir (Chalik, 2002):

Totalis: menutupi seluruh OUI Partialis: menutupi sebagian OUI Marginalis: tepinya agak jauh letaknya dan menutupi sebagian OUI

Letak plasenta normal

Plasenta let. rendah

Plasenta previa lateralis

Plasenta previa totalis

Plasenta Previa • Gejala dan Tanda • Perdarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri serta berulang • Darah: merah segar • Bagian terbawah janin belum masuk PAP dan atau disertai dengan kelainan letak karena letak plasenta previa berada di bawah janin (Winkjosastro, 2002).

• Pemeriksaan • Risiko plasenta akreta >> pada kehamilan dengan plasenta previa • USG: >> lakuna plasenta pada 1520 minggu  gambaran motheaten atau swiss cheese = plasenta akreta http://www.acog.org/Resources-And-Publications/Committee-Opinions/Committee-onObstetric-Practice/Placenta-Accreta

Plasenta Previa: Previa: Tatalaksana Plasenta Tatalaksana Inspekulo + USG + Koreksi cairan dengan infus (NaCl 0,9% atau RL)

Lihat Jumlah Perdarahan

SC tanpa melihat usia kehamilan

Waktu menuju 37 minggu masih lama  rawat jalan  kembali ke RS jika terjadi perdarahan

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada

Tatalaksana Plasenta Previa Tatalaksana Umum • PERHATIAN! Tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan dalam sebelum tersedia kesiapan untuk seksio sesarea. Pemerik¬saan inspekulo dilakukan secara hati-hati, untuk menentukan sumber perdarahan. • Perbaiki kekurangan cairan/darah dengan infus cairan intravena (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat). • Lakukan penilaian jumlah perdarahan. • Jika perdarahan banyak dan berlangsung, persiapkan seksio sesarea tanpa memperhitungkan usia kehamilan • Jika perdarahan sedikit dan berhenti, dan janin hidup tetapi prematur, pertimbangkan terapi ekspektatif

Terapi Konservatif • •

• • •

• • •

Agar janin tidak terlahir prematur dan upaya diagnosis dilakukan secara non-invasif. Syarat terapi ekspektatif: – Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti dengan atau tanpa pengobatan tokolitik – Belum ada tanda inpartu – Keadaan umum ibu cukup baik (kadar Hb dalam batas normal) – Janin masih hidup dan kondisi janin baik Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotika profilaksis. Lakukan pemeriksaan USG untuk memastikan letak plasenta. Berikan tokolitik bila ada kontraksi: – MgSO4 4 g IV dosis awal dilanjutkan 4 g setiap 6 jam, atau Nifedipin 3 x 20 mg/hari – Pemberian tokolitik dikombinasikan dengan betamethason 12 mg IM dosis tunggal selama 2 hari untuk pematangan paru janin Perbaiki anemia dengan sulfas ferosus atau ferous fumarat per oral 60 mg selama 1 bulan. Pastikan tersedianya sarana transfusi. Jika perdarahan berhenti dan waktu untuk mencapai 37 minggu masih lama, ibu dapat dirawat jalan dengan pesan segera kembali ke rumah sakit jika terjadi perdarahan.

Terapi aktif • Rencanakan terminasi kehamilan jika: – Usia kehamilan cukup bulan – Janin mati atau menderita anomali atau keadaan yang mengurangi kelangsungan hidupnya (misalnya anensefali) – Pada perdarahan aktif dan banyak, segera dilakukan terapi aktif tanpa memandang usia kehamilan – Jika terdapat plasenta letak rendah, perdarahan sangat sedikit, dan presentasi kepala pemecahan selaput ketuban dan persalinan pervaginam masih dimungkinkan. Jika tidak, lahirkan dengan seksio sesarea •

Jika persalinan dilakukan dengan seksio sesarea dan terjadi perdarahan dari tempat plasenta: u

– Jahit lokasi perdarahan dengan benang, – Pasang infus oksitosin 10 unitin 500 ml cairan IV (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat) dengan kecepatan 60 tetes/menit – Jika perdarahan terjadi pascasalin, segera lakukan penanganan yang sesuai, seperti ligasi arteri dan histerektomi

355 Seorang wanita bernama Ny. Kisarana berusia 27 tahun P1A0 baru melahirkan dua minggu lalu dan saat ini sedang menyusui bayinya. Pasien datang dengan keluhan payudara kiri terasa nyeri dan lecet. Demam disangkal. Pemeriksaan fisik tanda-tanda vital dalam batas normal, pemeriksaan lokalis payudara kiri tampak bengkak dan merah, puting tampak lecet. Penatalaksanaan untuk kasus tersebut adalah: A. Kompres air dingin B. Ubah posisi menyusui C. Beri antibiotik oral D. Insisi dan drainase E. Berikan NSAID

Analisa Soal • Adanya keluhan payudara kiri terasa nyeri dan lecet pada pasien yang menyusui, dengan temuan fisik payudara tampak bengkak, merah, dan puting tampak lecet sesuai dengan mastitis. • Penatalaksanaan yang sesuai adalah pemberian antibiotik oral. • Kompres air dingin juga dapat dilakukan sebagai salah satu bagian terapi mastitis, akan tetapi tetap dipilih antibiotik karena lebih spesifik untuk mengatasi infeksi pada kondisi mastitis.

Gangguan Proses Menyusui: Mastitis • •

Inflamasi / infeksi payudara Etiologi: stasis Asi dan infeksi Staphylococcus aureus

Diagnosis • Payudara (biasanya unilateral) keras, memerah, dan nyeri • Dapat disertai benjolan • Dapat disertai demam > 38 C • Paling sering terjadi di minggu ke-3 dan ke-4 postpartum, namun dapat terjadi kapan saja selama menyusui Faktor Predisposisi • • • • • •

Bayi malas menyusu atau tidak menyusu Menyusui selama beberapa minggu setelah melahirkan Puting yang lecet Menyusui hanya pada satu posisi, sehingga drainase payudara tidak sempurna Bra yang ketat dan menghambat aliran ASI Riwayat mastitis sebelumnya saat menyusui

Mastitis & Abses Payudara: Tatalaksana Tatalaksana Umum • Tirah baring & >> asupan cairan • Sampel ASI: kultur dan diuji sensitivitas Tatalaksana Khusus • Berikan antibiotika : – Kloksasilin 500 mg/6 jam PO , 10-14 hari ATAU – Eritromisin 250 mg, PO 3x/hari, 10-14 hari • Tetap menyusui, mulai dari payudara sehat. Bila payudara yang sakit belum kosong setelah menyusui, pompa payudara untuk mengeluarkan isinya. • Kompres dingin untuk <
Abses Payudara • Stop menyusui pada payudara yang abses, ASI tetap harus dikeluarkan • Bila abses >> parah & bernanah  antibiotika • Rujuk apabila keadaan tidak membaik. • Terapi: insisi dan drainase • Periksa sampel  kultur resistensi dan pemeriksaan PA • Jika abses diperkirakan masih banyak tertinggal dalam payudara, selain drain, bebat juga payudara dengan elastic bandage  24 jam tindakan  kontrol kembali untuk ganti kassa. • Berikan obat antibiotika dan obat penghilang rasa sakit

Kompres pada Mastitis • Pada mastitis, kompres hangat dan dingin dilakukan secara bergantian. – Kompres dingin dilakukan untuk mengurangi bengkak dan nyeri. – Kompres hangat dilakukan sesaat sebelum menyusui untuk melancarkan aliran ASI.

• Setelah sesi menyusui, bila payudara masih terasa sakit, kompres dingin dapat kembali dilakukan. Mastitis. Australian Breastfeeding Association. https://www.breastfeeding.asn.au/bfinfo/common-concerns%E2%80%93mum/mastitis

356 Seorang pasien perempuan P1A0 datang untuk kontrol ke Puskesmas setelah melahirkan 1 minggu yang lalu. Pasien mengaku merasa nyeri saat menyusui dan khawatir bayinya mengalami penurunan berat badan. Proses persalinan spontan, bayi langsung menangis, berat lahir bayi 2750 gram. Bayi alert, pemeriksaan lain dalam batas normal, BB bayi saat ini 2730 gram. Apakah edukasi yang diberikan dokter? A. Beri susu tambahan karena bayi mengalami penurunan BB B. Posisi menyusui diperbaiki, basuh puting sebelum dan sesudah memberi ASI C. Ibu memerlukan antibiotik D. Menyusui bayi menggunakan puting yang tidak lecet E. Ibu perbaiki nutrisi agar nutrisi anak baik

Analisa Soal • Pasien datang untuk kontrol setelah melahirkan 1 minggu lalu, merasa nyeri saat menyusui dan khawatir bayi penurunan berat badan. • Penurunan berat badan bayi pada soal masih dalam batas normal (kurang dari 10% dalam waktu seminggu) sehingga belum diperlukan tambahan lain selain ASI. • Pada soal, tidak ada keterangan puting lecet atau data mengenai mastitis sehingga tidak perlu antibiotic atau menyusui dengan payudara yang tidak lecet. • Yang perlu dilakukan ibu adalah memperbaiki posisi menyusui dan membasuh puting dengan asi sebelum dan setelah menyusui untuk mengurangi risiko lecet. Karena itu dipilih pilihan B.

Gangguan Proses Menyusui: Cracked Nipple • Perawatan puting payudara – Jangan digosok terlalu keras atau menggunakan sabun  meningkatkan kekeringan dan iritasi – Apabila basah/terlalu lembab  diangin-anginkan

• Tatalaksana – Gunakan ASI/lanolin/krim untuk melembabkan – Tetap susui bayi – Gunakan nipple shield sebagai alternatif terakhir  karena dapat mengurangi produksi ASI

Gangguan Proses menyusui: Mastalgia •

Nyeri pada payudara

• Etiologi – Mastalgia terlokalisasi: gangguan fokal akibat massa pada payudara (kista dsb) atau infeksi (mastitis, abses) – Mastalgia bilateral • • • •



Perubahan fibrokistik Mastitis bilateral difus (jarang) Perubahan hormon  proliferasi jaringan (kehamilan, pengobatan dengan hormon) Peregangan ligamen Cooper

Pemeriksaan – Pastikan tidak ada tanda radang, lihat perubahan kulit (eritema, rash, edema)



Tatalaksana – Mastalgia akibat menstruasi: parasetamol atau NSAID, nyeri berat  tamoxifen atau danazol – Terkait kehamilan: gunakan bra yang suportif, parasetamol

http://www.msdmanuals.com/professional/gynecology-and-obstetrics/breast-disorders/mastalgia-(breast-pain)

357 Seorang wanita bernama Ny. Maesaroh berusia 36 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan benjolan di bibir vagina sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Benjolan teraba lunak dan nyeri, sehingga pasien merasa tidak nyaman ketika berjalan. Keluhan juga disertai dg nyeri saat berhubungan seksual. Dari pemeriksaan fisik ditemukan massa di labium minor arah jam 7. Diagnosis? A. Kista nabothi B. Ca serviks C. Abses bartholin D. Polil serviks E. Abses sebasea

Analisa Soal • Pasien datang dengan keluhan benjolan di bibir vagina sejak 1 minggu, teraba lunak dan nyeri saat berjalan dan nyeri saat berhubungan seksual. • Pemeriksaan fisik  massa di labium minor arah jam 7  sesuai untuk lokasi kelenjar bartholin. • Karena sudah ada tanda nyeri saat berjalan dan berhubungan seksual, menandakan adanya infeksi sehingga dipilih opsi C. • Pilihan A, B, D  tidak dipilih karena lokasi di serviks.

KISTA BARTHOLIN Kelenjar Bartholin: • Bulat, kelenjar seukuran kacang terletak didalam perineum pintu masuk vagina arah jam 5 & jam 7 • Normal: tidak teraba • Duktus: panjang 2 cm & terbuka pada celah antara selaput himen & labia minora di dinding lateral posterior vagina

Kista Duktus Bartholin: • Kista yang paling sering • Disebabkan oleh obstruksi sekunder pada duktus akibat inflamasi nonspesifik atau trauma • Kebanyakan asimptomatik

Bartholin Cyst • Bartholin cyst

• Bartholin abscess

– If the orifice of the Bartholin duct becomes obstructed, mucous produced by the gland accumulates, leading to cystic dilation proximal to the obstruction. – Obstruction is often caused by local or diffuse vulvar edema. – Bartholin cysts are usually sterile and the gland is not affected.

Uptodate.com

– An obstructed Bartholin duct can become infected and form an abscess

Clinical Presentation •

Bartholin cyst : – Unilateral, 1-3 cm – typically painless, and may be asymptomatic or mild pain – Most Bartholin cysts are detected during a routine pelvic examination or by the woman herself. – Larger cysts  discomfort, typically during sexual intercourse, sitting, or ambulating. – Patients may also find the presence of a cyst to be disfiguring, even in the absence of symptoms. – Cysts are likely to have clear or white fluid.



Bartholin abscesses : – typically present with such severe pain and swelling and patients are unable to walk, sit, or have sexual intercourse. – Abscesses have a purulent discharge that is typically yellow or green – Fever - One-fifth of patients with abscess are febrile – Unilateral, warm, tender, soft, or fluctuant mass in the lower medial labia majora or lower vestibular area, occasionally surrounded by erythema (cellulitis) and edema (lymphangitis). – A large abscess, however, can expand into the upper labia. – If the abscess is very close to the surface, pus may break through the thin layer of skin at a point (pointing) and may drain spontaneously.

Kista & Abses Bartholin: Terapi • Pengobatan tidak diperlukan pada wanita usia < 40 tahun kecuali terinfeksi atau simptomatik • Simptomatik – Kateter Word selama 4-6 minggu – Marsupialization: Alternatif kateter Word, biasanya dilakukan jika rekuren tidak boleh dilakukan bila masih terdapat abses  obati dulu dengan antibiotik spektrum luas – Eksisi: bila tidak respon terhadap terapi sebelumnya  dilakukan bila tidak ada infeksi aktif, jarang dilakukan karena menyebabkan disfigurasi anatomis serta nyeri

• Pada wanita > 40 tahun • Biopsi dilakukan untuk menyingkirkan adenocarcinoma kelenjar Bartholin http://www.aafp.org/afp/2003/0701/p135.html

Kateter Word

Treatment • Cyst – No intervention is necessary for asymptomatic Bartholin cysts. – A possible exception to this is women age 40 years or older, for whom some experts suggest incision and drainage (I&D) to allow a biopsy to exclude carcinoma. – Cysts that are disfiguring or symptomatic are treated is the same manner as a Bartholin abscess.

• Abscess – The mainstay of treatment is I&D (Insicion and Drainage) with placement of a Word catheter, under local anesthesia. – Immediate pain relief occurs upon drainage of pus. – Antibiotic therapy is only given in patients with risk factors or clinical findings indicative of a more severe infection or for recurrent abscesses. – Marsupialization refers to a procedure whereby a new ductal orifice is created. • This is achieved by incising the cyst/abscess and then everting and suturing the epithelium to the skin at the edge of the incision.

358 Seorang perempuan bernama Ny. Rainy berusia 23 tahun G1P0A0 hamil 39 minggu datang ke puskesmas untuk periksa kehamilan. Pada pemeriksaan leopold III didapatkan bagian terbawah janin belum masuk PAP dengan penurunan 5/5. Pada pemeriksaan dalam didapatkan diameter anteroposterior lebih lebar dari diameter transversa. Bentuk panggul apa ? A. Platypelloid B. Ginekoid C. Android D. Antropoid E. Ginekoandroid

Analisa Soal • Pasien hamil 39 minggu datang untuk pemeriksaan kehamilan. Pada pemeriksaan dalam didapatkan diametes anteroposterior lebih lebar dari diameter transversa  sesuai dengan bentuk panggul antropoid.

Jenis Panggul •

Ginekoid (45% wanita) – Panggul paling baik untuk perempuan. Diameter anteroposterior kira-kira sama dengan diameter transversa.



Android (15% wanita) – Umumnya pria. Bentuk PAP hampir segitiga. Panjang diameter anteroposterior hampir sama dengan transversal, tapi titik temu dekat sakrum.

• Antropoid (35% wanita) – Bentuk pinggul atas agak lonjong spt telur. Panjang diameter anteroposterior lebih besar daripada diameter transversal



Platipeloid (5% wanita) – Jenis ginekoid yang menyempit ke arah belakang. Ukuran diameter transversal lebih besar daripada diameter antero-posterior

359 Seorang perempuan bernama Ny. Bassriah berusia 35 tahun G3P0A2 hamil 30 minggu datang ke dokter dengan keluhan perut mulas menjalar ke pinggang disertai keluar darah dari vagina. Pasien memiliki riwayat dua kali keguguran di usia kehamilan 16-20 minggu. Pada pemeriksaan dalam didapatkan OUE terbuka, terbawah di Hodge II, dan ketuban intak. Diagnosis pasien tersebut adalah… A. Abortus imminens B. Abortus insipiens C. Partus prematurus imminen D. Inkompeten servix E. Abortus inkomplit

Analisa Soal • Pasien hamil 30 minggu dengan perut mulas menjalar ke pinggang, keluar darah dari vagina, pemeriksaan didapatkan OUE terbuka, bagian terbawah di Hodge II, ketuban intak  mengarahkan pada partus prematurus imminens. • Inkompeten servix tidak dipilih karena kondisi ini merupakan ketidakmampuan mempertahankan kehamilan pada trimester II (13-28 minggu)Sementara pada kondisi soal, kehamilan sudah memasuki trimester III. • Riwayat keguguran sebelumnya mungkin disebabkan oleh inkompeten serviks karena keguguran terjadi di usia 16-20 minggu. • Pilihan A, B, dan E tidak dipilih karena merupakan perdarahan pada kehamilan kurang dari 20 minggu.

Partus Prematurus • POGI (Semarang, 2008): persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu • (Wibowo, 1997): Kontraksi uterus yang teratur setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum 37 minggu dengan interval kontraksi 5-8 menit atau kurang + satu atau lebih tanda berikut: – Perubahan serviks yang progresif – Dilatasi serviks 2 cm atau lebih – Penipisan serviks 80 % atau lebih

Faktor Risiko & Diagnosis PPI Menurut Wijnyosastro (2010) dan Rompas (2004) Janin & Plasenta

Perdarahan trimester I, perdarahan antepartum, KPD, pertumbuhan janin terhambat, cacat kongenital, gemeli, polihidramnion

Ibu

DM, preeklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk uterus, riwayat partus preterm/abortus berulang, inkompetensi serviks, narkotika, trauma, perokok berat, kelainan imun/rhesus, serviks terbuka > pada 32 minggu, riwayat konisasi

Kriteria Diagnosis PPI (American College of Obstetricians and Gynecologists, 1997)

1.

Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi 4x dalam 20 menit atau 8x dalam 60 menitplus perubahan progresif pada serviks

2.

Dilatasi serviks lebih dari 1 cm

3.

Pendataran serviks > 80%

Agen Tokolitik pada Persalinan Preterm • Most Effective tocolytic drugs: – Inhibitor prostaglandin sintetase (COX inhibitor): Indometasin – Antagonis calcium channel : Nifedipin – Beta Agonis: Terbutalin, Ritodrine

• Less Effective tocolytic drugs: – Magnesium sulfat – Antagonis oksitosin: Atosiban

Pematangan Paru • Akselerasi pematangan fungsi paru janin – Bila usia kehamilan < 35 minggu – Obat: • Betametason 2 x 12 mg IM, jarak pemberian 24 jam • Deksametason 4 x 6 mg IM, jarak pemberian 12 jam • Peningkat surfaktan: thyrotropin releasing hormone 200 ug IV ATAU inositol

• Pencegahan infeksi – – – –

DOC: eritromisin 3 x 500 mg selama 3 hari Ampisilin 3 x 500 mg selama 3 hari Klindamisin Kontra indikasi: amoksiklav  risiko necrotizing enterocolitis

Komplikasi PPI • Pada Ibu – Endometritis

• Pada Janin – HMD, gangguan refleks akibat SSP belum matang, intoleransi akibat GI belum matang, retinopati, displasia bronkopulmoner, penyakit jantung, jaundice, infeksi/septikemia, anemia, gangguan mental & motorik

Inkompetensia Serviks • Ketidakmampuan serviks uterus untuk mempertahankan kehamilan pada trimester II, tanpa adanya kontraksi uterus (ACOG) • Gejala dan Tanda – – – – –

Dilatasi serviks dan penonjolan selaput ketuban tanpa nyeri PPROM Persalinan cepat janin non viable Tidak adanya kontraksi uterus Kram, nyeri punggung, peningkatan cairan vagina

• Diagnosis – USG untuk mengukur panjang serviks (< 25 mm pada usia kehamilan 24 minggu) – Dilatasi serviks yang tidak nyeri pada pemeriksaan dalam

Symptoms • Women with cervical insufficiency in the current pregnancy may be : – asymptomatic or – may present with mild symptoms, such as : • • • • •

pelvic pressure, Braxton-Hicks-like contractions, premenstrual-like cramping, backache, and/or a change in vaginal discharge  Discharge volume may increase; the color may change from clear, white, or light yellow to pink, tan, or red spotting; and the consistency may become thinner.

• Symptoms, if present, typically begin between 14 and 20 weeks of gestation and may be present for several days or weeks before the diagnosis of cervical insufficiency is made.

Physical examination • Early in the course of cervical insufficiency  the cervix may be soft and closed, with minimal effacement • Provocative maneuvers such as suprapubic or fundal pressure or the Valsalva maneuver  reveal fetal membranes in the endocervical canal or vagina; this is always an abnormal finding. • In some cases, membranes may be prolapsed or ruptured. • Tocodynamometry shows no or infrequent contractions at irregular intervals.

360 Seorang perempuan bernama Ny. Shephia berusia 30 thn G1P0A0 hamil 34 minggu datang ke praktek dokter untuk pemeriksaan kehamilan. Pada pemeriksaan tanda vital dalam batas normal. Pasien mengaku sering makan daging setengah matang, termasuk saat hamil. Dari pemeriksaan USG janin tunggal dengan hidrosefalus dan kalsifikasi intracranial. Pemeriksaan serologis yg tepat? A. Antibody anti toksoplasma B. Antibody anti rubella C. Antibody anti HSV D. Antibody anti CMV E. Antibody anti HIV

Analisa Soal • Pasien hamil 34 minggu dengan riwayat sering makan daging setengah matang saat hamil. Pemeriksaan USG: janin tunggal hidrosefalus dan kalsifikasi intracranial. • Toksoplasma yang terjadi pada trimester kedua kehamilan dapat menyebabkan congenital toxoplasmosis dengan trias klasik hidrosefalus, klasik intrakranial, dan korioretinitis. Sesuai dengan temuan USG pasien. • Karena itu, pemeriksaan berikutnya yang tepat adalah antibody anti toksoplasma.

361 Seorang pasien perempuan bernama Ny. Ponitah berusia 32 thn G4P0A3 hamil 8-9 minggu datang ke dokter untuk memeriksakan kehamilannya. Pasien mengaku pernah mengalami 3 kali keguguran. Pemeriksaan tanda vital dalam batas normal. Pemeriksaan penunjang didapatkan toksoplasma IgM nonreaktif dan IgG reaktif, rubella IgM reaktif dan IgG nonreaktif, CMV IgM nonreaktif dan IgG nonreaktif, herpes IgM dan IgG nonreaktif. Interpretasi dari pemeriksaan penunjang tersebut? A. Infeksi toksoplasmosis kronis B. Infeksi CMV C. Infeksi rubella kronis D. Reinfeksi toksoplasma E. Infeksi toksoplasmosis akut

Analisa Soal • Pasien hamil 8-9 minggu, dengan riwayat tiga kali keguguran. Pemeriksaan penunjang: – Toksoplasma IgM (-), IgG (+)  infeksi toksoplasma kronis (mengalami infeksi dalam waktu 6 bulan terakhir atau lebih)  kemungkinan penyebab keguguran sebelumnya adalah infeksi toksoplasma sebelumnya. – Rubella IgM (+), IgG (-)  infeksi rubella akut – CMV IgM (-), IgG (-)  tidak ada infeksi CMV – Herpes IgM (-),IgG (-)  tidak ada infeksi herpes

• Sehingga jawaban yang paling sesuai adalah A. Infeksi toksoplasmosis kronis

362 Seorang pasien wanita bernama Ny. Churata berusia 20 tahun G1P0A0 hamil 10 minggu datang untuk pemeriksaan kehamilan rutin. Pasien memiliki riwayat memelihara kucing sejak saat sekolah. Pada pemeriksaan fisik normal, dari USG tampak bayinya ada kalsifikasi otak dan hati + dilatasi ventrikel. Ada IgM toxo dan IgG toxo. Mekanisme penularannya adalah… A. Meningkatnya virulensi virus B. Turunnya imunitas tubuh C. Melalui transplasental D. Hematogen E. Melalui udara

Analisa Soal • Pasien hamil, pada pemeriksaan USG tampak bayi mengalami kalsifikasi otak dan hati + dilatasi ventrikel, IgM dan IgG toxo (+)  mengarahkan pada congenital toksoplasmosis. • Riwayat memelihara kucing sejak sekolah  merupakan faktor risiko dari toksoplasma. • Pada kasus soal, penularan pada bayi adalah melalui transplasental dari ibu ke janin.

360-362. Toksoplasma •

Etiologi: Toxoplasma gondi



Gejala dan Tanda: – Tanpa disertai gejala yang spesifik. Kira-kira hanya 10-20% kasus infeksi Toxoplasma yang disertai gejala ringan, mirip gejala influenza, bisa timbul rasa lelah, malaise, demam, dan umumnya tidak menimbulkan masalah. – Jika wanita hamil terinfeksi Toxoplasma maka akibat yang dapat terjadi adalah abortus spontan atau keguguran (4%), lahir mati (3%) atau bayi menderita Toxoplasmosis bawaan. pada Toxoplasmosis bawaan, gejala dapat muncul setelah dewasa, misalnya kelainan mata dan telinga, retardasi mental, kejang-kejang dn ensefalitis.



Diagnosis – Gejala-gejalanya tidak spesifik atau bahkan tidak menunjukkan gejala (sub klinik). – Pemeriksaan laboratorium: Anti-Toxoplasma IgG, IgM dan IgA, serta Aviditas AntiToxoplasma IgG.



Pemeriksaan tersebut perlu dilakukan pada orang yang diduga terinfeksi Toxoplasma, ibu-ibu sebelum atau selama masa hamil (bila hasilnya negatif pelu diulang sebulan sekali khususnya pada trimester pertama, selanjutnya tiap trimeter), serta bayi baru lahir dari ibu yang terinfeksi Toxoplasma.

Sumber :Pengertian TORCH Berikut Pencegahannya - Bidanku.comhttp://bidanku.com/pengertian-torch-berikutpencegahannya

The only known definitive hosts for Toxoplasma gondii are members of family Felidae (domestic cats and their relatives). Unsporulated oocysts are shed in the cat’s feces (1). Although oocysts are usually only shed for 1-2 weeks, large numbers may be shed. Oocysts take 1-5 days to sporulate in the environment and become infective. Intermediate hosts in nature (including birds and rodents) become infected after ingesting soil, water or plant material contaminated with oocysts (2).

Oocysts transform into tachyzoites shortly after ingestion. These tachyzoites localize in neural and muscle tissue and develop into tissue cyst bradyzoites (3). Cats become infected after consuming intermediate hosts harboring tissue cysts (4). Cats may also become infected directly by ingestion of sporulated oocysts. Animals bred for human consumption and wild game may also become infected with tissue cysts after ingestion of sporulated oocysts in the environment (5). Humans can become infected by any of several routes: • eating undercooked meat of animals harboring tissue cysts (6). • consuming contaminated food or water (7). • blood transfusion or organ transplantation (8). • transplacentally from mother to fetus (9).



Humans can become infected by any of several routes: – eating undercooked meat of animals harboring tissue cysts . – consuming food or water contaminated with cat feces or by contaminated environmental samples (such as fecal-contaminated soil or changing the litter box of a pet cat) . – blood transfusion or organ transplantation . – transplacentally from mother to fetus .

Diagnosis •

The diagnosis of toxoplasmosis is typically made by serologic testing. – immunoglobulin G (IgG) is used to determine if a person has been infected. – If it is necessary to try to estimate the time of infection, which is of particular importance for pregnant women, a test which measures immunoglobulin M (IgM) is also used along with other tests such as an avidity test. – Newborn infants suspected of congenital toxoplasmosis should be tested by both an IgM- and an IgA-capture EIA. Detection of Toxoplasma-specific IgA antibodies is more sensitive than IgM detection in congenitally infected babies



Diagnosis can be made by direct observation of the parasite in stained tissue sections such as : cerebrospinal fluid (CSF), or other biopsy material. – These techniques are used less frequently because of the difficulty of obtaining these specimens.

• Isolated from blood or other body fluids (for example, CSF)  difficult and requires considerable time. • Molecular techniques (the parasite's DNA detection) in the amniotic fluid can be useful in cases of possible mother-to-child (congenital) transmission. • Ocular disease is diagnosed based on the appearance of the lesions in the eye, symptoms, course of disease, and often serologic testing.

Tachyzoite : crescent shape, formed by asexual reproduction in host cells (often macrophages cells) Toxoplasma-positive reaction, stained by immunofluroescence (IFA)

Pemeriksaan Antibodi • Deteksi antibodi spesifik toksoplasma merupakan metode diagnostik primer • Deteksi inisial adalah IgG untuk menentukan status imun  (+): indikasi infeksi pada suatu waktu lampau  uji IgM • Uji IgM (-): menyingkirkan infeksi kini (recent infection) • Uji IgM toksoplasma: kurang spesifitas – IgM (+)/IgG (-): spesimen I mencurigakan  tes ulang 2 minggu kemudian dengan spesimen II • Bila spesimen I diambil pada awal infeksi, maka spesimen II seharusnya IgG (+) tinggi • Bila IgG (-) dan IgM (+) pada kedua spesimen: positif palsu, pasien tidak terinfeksi

– IgM (+)/IgG (+): ambil spesimen II  uji di lab lain yang menggunakan metode tes berbeda untuk konfirmasi – IgM (+)/IgG (+) dan hamil: IgG avidity Test

Antibody Detection • For women who are initially tested at the end of the first trimester and have positive IgM and IgG, the probability that infection occurred after conception is 1 to 3 percent, depending on the test used. • The timing of infection in these cases is difficult to determine. • To establish whether the positive IgM and IgG antibodies reflect recent or chronic infection or a false-positive result, confirmatory testing must be obtained with avidity testing. • High IgG avidity is a hallmark of chronic infection (>4 months old), but low avidity is not diagnostic of recent infection, as low IgG avidity can persist for years in some women

IgG Result IgM Result

Report/interpretation for humans*

Negative

Negative

No serological evidence of infection with Toxoplasma.

Equivocal

Possible early acute infection or false-positive IgM reaction. Obtain a new specimen for IgG and IgM testing. If results for the second specimen remain the same, the patient is probably not infected with Toxoplasma.

Negative

Positive

Possible acute infection or false-positive IgM result. Obtain a new specimen for IgG and IgM testing. If results for the second specimen remain the same, the IgM reaction is probably a false-positive.

Equivocal

Negative

Indeterminate: obtain a new specimen for testing or retest this specimen for IgG in a different essay.

Equivocal

Equivocal

Indeterminate: obtain a new specimen for both IgG and IgM testing.

Equivocal

Positive

Possible acute infection with Toxoplasma. Obtain a new specimen for IgG and IgM testing. If results for the second specimen remain the same or if the IgG becomes positive, both specimens should be sent to a reference laboratory with experience in diagnosis of toxoplasmosis for further testing.

Positive

Negative

Infected with Toxoplasma for six months or more.

Equivocal

Infected with Toxoplasma for probably more than 1 year or false-positive IgM reaction. Obtain a new specimen for IgM testing. If results with the second specimen remain the same, both specimens should be sent to a reference laboratory with experience in the diagnosis of toxoplasmosis for further testing.

Positive

Possible recent infection within the last 12 months, or false-positive IgM reaction. Send the specimen to a reference laboratory with experience in the diagnosis of toxoplasmosis for further testing.

Negative

Positive

Positive

Congenital Toxoplasma Clinical Presentation • First Trimester – often results in death • Second Trimester – classic triad – Hydrocephalus

– Intracranial calcifications – Chorioretinitis

• Third Trimester – often asymptomatic at birth • Symptoms may also include fever, IUGR, microcephaly, seizure, hearing loss, maculopapular rash, jaundice, hepatosplenomegaly, anemia, and lymphadenopathy

Toksoplasma pada Kehamilan • Insiden toksoplasmosis kongenital pada ibu yang diketahui terinfeksi sebelum masa gestasi sangat rendah (mendekati nol) – Terapi menggunakan spiramycin atau dengan pyrimethamine, sulfadiazine, dan folinic acid serta diagnosis prenatal untuk infeksi fetal tidak diindikasikan kecuali ibu imunokompromais – Dari keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa adanya antibodi yang muncul setelah infeksi pada ibu sebelum masa gestasi akan melindungi janin terhadap toksoplasmosis kongenital http://cid.oxfordjournals.org/content/47/4/554.long

TORCH: Terapi Toksoplasma dalam Kehamilan • Trimester I dan II (sebelum 18 minggu gestasi)DOC: Spiramisin 3x1 gram • Trimester II akhir dan IIIDOC: Pirimetamin/sulfadiazin + leucovorin sampai aterm  Pyrimethamine 50 mg q12h for 2 days, lanjut 50 mg/day  Sulfadiazine loading of 75 mg/kg followed by 50 mg/kg q12h  Folinic acid 10-20 mg/day until 1 week following cessation of pyrimethamine treatment Emedicine

363 Seorang perempuan bernama Ny. Livosporin berusia 28 tahun P1A0 mengeluh belum hamil lagi. Pasien berhubungan secara teratur tanpa menggunakan alat kontrasepsi. Riwayat menstruasi teratur tiap bulan, tidak ada nyeri panggul, tidak pernah nyeri menstruasi dan keputihan. Anak pertama berusia 8 tahun. Apa diagnosis yang paling mungkin? A. Infertilitas primer B. Infertilitas sekunder C. Inkunditas D. Endometriosis E. PID

Analisa Soal • Adanya keluhan belum hamil lagi, setelah memiliki anak pertama berusia 8 tahun, dan telah rutin berhubungan, tidak menggunakan alat kontrasepsi, sesuai untuk kondisi infertilitas sekunder.

Infertilitas • Infertilitas : – kegagalan suatu pasangan untuk mendapatkan kehamilan sekurangkurangnya dalam 12 bulan berhubungan seksual secara teratur tanpa kontrasepsi, atau biasa disebut juga sebagai infertilitas primer.



Infertilitas sekunder: – ketidakmampuan seseorang memiliki anak atau mempertahankan kehamilannya.

• Infertilitas idiopatik : – pasangan infertil yang telah menjalani pemeriksaan standar meliputi tes ovulasi, patensi tuba, dan analisis semen dengan hasil normal

• Fekunditas: kemampuan seorang perempuan untuk hamil. • Data dari studi yang telah dilakukan pada populas, kemungkinan seorang perempuan hamil tiap bulannya adalah sekitar 20 sampai 25% • Pada perempuan di atas 35 tahun, evaluasi dan pengobatan dapat dilakukan setelah 6 bulan pernikahan.

Infertilitas • Kegagalan dari pasangan suami-istri untuk mengalami kehamilan setelah melakukan hubungan seksual, tanpa kontrasepsi, selama satu tahun (Sarwono,497) • Infertilitas primer – Pasangan suami istri belum mampu dan belum pernah memiliki anak setelah satu tahun berhubungan seksual sebanyak 2 – 3 kali perminggu tanpa menggunakan alat kontrasepsi dalam bentuk apapun

• Infertilitas sekunder – Pasangan suami istri telah atau pernah memiliki anak sebelumnya tetapi saat ini belum mampu memiliki anak lagi setelah satu tahun berhubungan seksual sebanyak 2 – 3 kali perminggu tanpa menggunakan alat atau metode kontrasepsi jenis apapun

364 Pasien perempuan G1P0A0 hamil 25 minggu datang dengan keluhan badan lemah. Pasien merasa mudah lelah saat beraktivitas. Pasien mengeluhkan kepala pusing dan pandangan berkunang-kunang. Pasien pernah dirawat sebelumnya karena muntah berlebihan pada awal kehamilan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hb 8,6 Ferritin 5 TIBC 150. Apa terapi yang tepat? A. Tablet tambah darah besi elemental 200 mg B. Ferrous fumarat 125 mg C. Asam folat 2 mg D. Vit B12 250 mg E. Ferrous sulfat 60 mg

Analisa Soal • Adanya keluhan badan lemah, kepala pusing, pandangan berkunang-kunang, temuan fisik konjungtiva anemis, dan didukung oleh pemeriksaan Hb 8.6 Feritin 5 TIBC 150 menunjukkan bahwa pasien mengalami anemia defisiensi besi pada kehamilan. • Untuk kondisi ini, perlu diberikan terapi besi elemental 180 mg per hari dan yang paling tepat adalah pilihan A. • Pilihan B dan E juga merupakan pilihan sediaan tablet besi tetapi tidak dipilih karena dosisnya yang tidak tepat.

Anemia Gravidarum • Diagnosis anemia gravidarum ditegakkan, apabila: - Hb <11 g/dl pada trimester I dan III - Hb <10,5 g/dl pada trimester II • Etiologi: - Intake besi, B12, dan asam folat yang rendah (kurang mengkonsumsi makanan tinggi besi) - Gangguan gastrointestinal - Penggunaan antasida - Penyakit kronik - Riwayat keluarga Sumber: Kemenkes. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan.

Prinsip tatalaksana Tatalaksana Umum • Jika diagnosis anemia tegakpemeriksaan apusan darah • Jika apusan darah tidak ada, beri suplementasi besi dan asam folat: Fe 3x60 mg besi elemental selama 90 hariada perbaikandilanjutkan sampai 42 hari pasca persalinan • Jika tidak meningkat setelah 90 harirujuk ke pusat pelayanan lebih tinggi Sediaan tablet besi

Sumber: Kemenkes. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan.

Tatalaksana khusus • Jika ada hasil hapusan darah tepi: Anemia mikrositik hipokrom - Defisiensi besi: cek ferritin, jika <15 ng/mlberikan terapi besi elemental 180 mg per hari. Jika ferritin normal, cek SI dan TIBC - Thalassemiarawat bersama spesialis penyakit dalam

Anemia normositik normokrom Cari riwayat perdarahan, tanda gejala aborsi, mola, kehamilan ektopik, perdarahan pasca persalinan, dan infeksi kronik Anemia makrositik hiperkrom • Defisiensi asam folat dan B12: berikan asam folat 1x2 mg dan vitamin B12 1x250-1000 μg

Indikasi transfusi: - Hb <7 g/dl atau kadar hematokrit <20% - Hb >7 g/dl dengan gejala klinis: pusing, pandangan berkunangkunang, atau takikardia (>100x/menit) Sumber: Kemenkes. Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan.

365 Seorang wanita bernama Ny. Maesaroh Adinaputri berusia 28 tahun G1P0A0 hamil 33 minggu ingin kontrol kehamilannya. Pasien mengeluh sering lemas dan mudah lelah selama kehamilannya. Nafsu makan juga dirasakan menurun. Riwayat ANC tidak teratur. Pemeriksaan fisik pasien tampak pucat, TD 110/70 mmHg. Pemeriksaan darah kesan anemia mikrositik hipokrom. Komplikasi yang mungkin terjadi pada janin adalah: A. Hidrops fetalis B. Kematian janin C. Insufisiensi tiroid D. Distres pernapasan E. Sepsis neonatorum

Analisa Soal • Pasien hamil 33 minggu mengeluh sering lemas dan mudah lelah, tampak pucat, dan pada pemeriksaan penunjang ditemukan kesan anemia mikrositik hipokrom  kondisi ini sesuai dengan anemia defisiensi besi pada kehamilan. • Komplikasi anemia kehamilan pada janin diantaranya adalah kelahiran prematur, berat lahir rendah, abortus spontan, dan kematian janin. Karena itu dipilih jawaban B.

Komplikasi Maternal dari Anemia • Anemia berat dapat menimbulkan sejumlah komplikasi pada ibu dan fetus. • Komplikasi maternal mayor akibat anemia umumnya terjadi pada ibu hamil dengan kadar Hb kurang dari 6 gr/dL. • Meski demikian, kadar Hb yang rendah dapat meningkatkan morbiditas dalam kehamilan seperti infeksi, peningkatan lama rawat di rumah sakit, dan masalah kesehatan umum lainnya. • Pada kondisi berat, terutama pada wanita dengan Hb < 6 gr/dL, komplikasi berbahaya dapat terjadi akibat gagal jantung kongestif dan penurunan oksigenasi jaringan, termasuk pada otot jantung. • Anemia defisiensi besi berat atau anemia methemorragik dapat mengakibatkan komplikasi pada kehamilan seperti plasenta previa, solusoi plasenta, persalinan melalui tindakan section caesaria, dan perdarahan post partum. Sifakis S. Anemia in Pregnancy. Annals of the New York Academy of Sciences. February 2000.

Komplikasi Fetal dari Anemia • Efek anemia pada ibu hamil terhadap janin masih belum jelas. Namun, pada beberapa literatur disebutkan anemia berhubungan dengan penurunan kadar hemoglobin pada bayi premature, abortus spontaneous, bayi berat lahir rendah, dan kematian janin.

Sifakis S. Anemia in Pregnancy. Annals of the New York Academy of Sciences. February 2000.

366 Seorang pasien wanita bernama Ny. Salsabitya berusia 28 tahun G2P0A0 usia kehamilan 20 minggu datang untuk pemeriksaan kehamilan. Pasien saat ini tidak ada keluhan apapun. Pemeriksaan tanda vital TD 120/80 mmHg, N 80 x/menit, P 14 x/menit. Dokter berencana untuk melakukan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan apakah yang disarankan oleh dokter terhadap pasien tersebut? A. Fungsi hati, fungsi jantung B. Fungsi ginjal C. Toksoplasma D. Rubella E. Hb, glukosa darah

Analisa Soal • Pasien hamil 20 minggu tanpa keluhan apapun dan hasil pemeriksaan dalam batas normal. • Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan oleh dokter di trimester kedua adalah pemeriksaan Hb dan glukosa untuk mendeteksi anemia pada kehamilan dan diabetes gestasional. • Pemeriksaan toksoplasma dan rubella  umumnya dilakukan di kunjungan pertama (trimester pertama). • Pemeriksaan fungsi hati, jantung dan ginjal umumnya diperiksa bila ada indikasi preeklampsia yang terlihat dari keluhan seperti edema kaki dan peningkatan tekanan darah saat hamil. – Pada kondisi di soal, hasil pemeriksaan pada pasien dalam batas normal, sehingga tidak dipilih opsi A dan B.

ANC pada Kehamilan • Pemeriksaan ibu hamil baik fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas sehingga mampu menghadapi persalinan, kala nifas, persiapan pemberian ASI dan kembalinya kesehatan reproduksi secara wajar (Wiknjosastro, 2005.; Manuaba, 2008).

Asuhan Antenatal Kunjungan ANC adalah : • setiap bulan sampai umur kehamilan 28 minggu • setiap 2 minggu sampai umur kehamilan 36 minggu • setiap 1 minggu sejak kehamilan 37 minggu sampai terjadi kelahiran. Pemeriksaan khusus jika ada keluhan tertentu.

Asuhan Antenatal • Untuk menghindari risiko komplikasi pada kehamilan dan persalinan, setiap ibu hamil perlu melakukan kunjungan antenatal komprehensif yang berkualitas minimal 4 kali .

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013

Asuhan Antenatal • Panduan ANC berdasarkan WHO tahun 2016  rekomendasi ANC untuk setiap ibu hamil adalah minimal 8 kali selama kehamilan.

WHO recommendations on antenatal care for a positive pregnancy experience. WHO, 2016

Antenatal care

Identifikasi dan Riwayat Kesehatan Data umum pribadi Keluhan saat datang Riwayat haid Riwayat kehamilan dan persalinan Riwayat kehamilan saat ini Riwayat penyakit keluarga Riwayat penyakit ibu Riwayat operasi Riwayat KB, imunisasi, menyusui

Pemeriksaan Fisik Keadaan umum (tanda vital, TB, BB, jantung paru, payudara, dsb) Pemeriksaan abdomen (inspeksi, palpasi, auskultasi) Pemeriksaan Obstetri (Leopold) Pemeriksaan inspekulo

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium (Hb, MCV, Gol. darah, hitung jenis, GDS, HbsAg, HIV/ VDRL, antibodi Rubella, urinalisis, feses lengkap) dan USG

367 Seorang pasien wanita bernama Ny. Gulita berusia 28 tahun G1P0A0 hamil 38 minggu datang ke unit gawat darurat karena sudah menjalani persalinan lama tetapi belum lahir juga. Keluarga pasien mengatakan pasien sempat pergi ke dukun dan dipimpin persalinan tetapi sudah 3 jam belum lahir. Pada pemeriksaan dalam pembukaan lengkap, hodge IV, pemeriksaan fisik lain normal. Tatalaksana pada kondisi ini adalah… A. Vakum B. Injeksi oksitosin C. Pimpin persalinan D. SC E. Forseps

Analisa Soal • Pasien hamil 38 minggu, persalinan di dukun selama 3 jam tetapi belum lahir juga. persalinan lama. • Pada pemeriksaan didapatkan pembukaan sudah lengkap, hodge IV dan lainnya normal. Maka tatalaksana yang paling tepat untuk kondisi ini adalah persalinan dengan forseps. • Vakum dan pilihan pimpin persalinan tidak dipilih karena kemungkinan ibu sudah lelah. Sementara untuk keduanya diperlukan kekuatan ibu untuk meneran. • Injeksi oksitosin  tidak dipilih karena tidak ada keterangan adanya masalah his. • SC  tidak dipilih karena pada soal pembukaan lengkap, kepala di hodge IV, dan ada pilihan forseps.

Persalinan Lama •

Waktu persalinan memanjang karena kemajuan persalinan yang terhambat.



Definisi berbeda sesuai fase kehamilan, klasifikasi diagnosisnya: – Distosia pada kala I fase aktif: grafik pembukaan serviks pada partograf antara garis waspada - garis bertindak/ sudah memotong garis bertindak, ATAU – Fase ekspulsi (kala II) memanjang: Bagian terendah janin pada persalinan kala II tidak maju. Batasan waktu: • Maks 2 jam untuk nulipara dan 1 jam untuk multipara, ATAU • Maks 3 jam untuk nulipara dan 2 jam untuk multipara bila menggunakan analgesia epidural

Fase Aktif Memanjang: Gejala dan Tanda • Kontraksi melemah, sehingga menjadi kurang kuat, lebih singkat dan/atau lebih jarang, ATAU

• Kualitas kontraksi tetap sama seperti semula, tidak mengalami kemajuan ataupun melemah • Ibu terus mengejan dengan kekuatan yang sama selama berjam-jam, atau menyadari persalinan lebih mudah untuk dikendalikan (kontraksi tidak semakin nyeri/ his tidak bertambah kuat) • Pada pemeriksaan vaginal, serviks tidak mengalami perubahan

http://www.obgyn-rscmfkui.com/berita.php?id=234

Kriteria Diagnosis untuk Gangguan proses Persalinan

Persalinan dengan Alat Bantu: Vakum Alat bantu berupa cup penghisap yang menarik kepala bayi dengan lembut

INDIKASI

KONTRA INDIKASI

• Ibu

• Ibu

– Kelelahan ibu  masih kooperatif dan dapat mengejan – Partus tak maju – Toksemia gravidarum – Memperpendek persalinan kala II, penyakit jantung kompensasi, penyakit fibrotik

• Janin – Adanya gawat janin (ringan)

• Waktu – Kala persalinan lama

– Ibu dengan resiko tinggi ruptur uteri – Kondisi ibu tidak boleh mengejan – Panggul sempit (CPD)

• Janin – Bayi prematur (belum memiliki moulage yang baik  kompresi forceps  perdarahan periventrikular) – Letak lintang, presentasi muka, presentasi bokong, kepala janin menyusul

Persalinan dengan Vakum Syarat • Pembukaan lengkap atau hampir lengkap • Presentasi kepala • Cukup bulan (tidak premature) • Tidak ada kesempitan panggul • Anak hidup dan tidak gawat janin • Penurunan hodge III+ • Kontraksi baik/ terdapat his • Ibu kooperatif dan masih mampu untuk mengedan

Komplikasi • perdarahan intrakranial, edema skalp, sefalhematoma, aberasi, dan laserasi kulit kepala pada janin, laserasi perineum, laserasi anal, maupun laserasi jalan lahir pada ibu

Persalinan dengan Alat Bantu: Forceps • Janin dilahirkan dengan tarikan cunam/ forceps di kepalanya • Forceps/cunam: Logam, terdiri dari sepasang sendok (kanan-kiri)

INDIKASI

KONTRA INDIKASI

• Ibu

• Ibu

– Sama dengan ekstraksi vakum, hanya ibu sudah tidak mampu mengejan/ his tidak adekuat

• Janin – Adanya gawat janin

• Waktu – Nullipara: 3 jam dengan anelgesi lokal, 2 jam tanpa anelgesi lokal – Multipara: 2 jam dengan anelgesi lokal, 1 jam tanpa anelgesi lokal

– Sama seperti pada ekstraksi vakum

• Janin – Sama seperti pada ekstraksi vakum

Persalinan dengan Forcep Syarat: • Presentasi belakang kepala atau muka dengan dagu di depan atau kepala menyusul pada sungsang • Pembukaan lengkap • Penurunan kepala 0/5 (Hodge IV) – Head is engaged (at least 0/5 cm station).Forceps should never be used when the head is not engaged. (Uptodate)

• Kontraksi baik dan ibu tidak gelisah • Ketuban sudah pecah • Dilakukan di rumah sakit rujukan Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan

Persalinan dengan Forcep • Pemilihan jenis forcep ditentukan oleh beberapa faktor: – Ukuran dan bentuk kepala bayi dan panggul ibu harus sesuai dengan ukuran dan lengkung pada forcep • Forcep Simpson  untuk molded head • Forcep Elliot atau TuckerMcLane  utk bentuk kepala yang bulat, unmolded

– Posisi kepala bayi dan apakah akan dilakukan rotasi • Forcep Kielland  untuk rotasi kepala • Forcep Piper  untuk kondisi aftercoming head pada persalinan bokong per vaginam https://www.uptodate.com/contents/operative-vaginaldelivery?search=forceps&source=search_result&selectedTitle=1~150&usa ge_type=default&display_rank=1#H14

368 Seorang wanita bernama Ny. Robaidah berusia 30 tahun G2P1A0 hamil 30-32 minggu. Pasien dirujuk bidan karena pada pemeriksaan kehamilan ketiga ditemukan berat badan pasien tidak meningkat. Pasien memiliki BMI <18. Pemeriksaan kehamilan tinggi fundus uteri (TFU) setinggi pusat dengan letak bayi melintang. Diagnosis pasien ini adalah… A. Oligohidramnion B. Polihidramnion C. Pertumbuhan janin terhambat D. IUFD E. Anemia pada kehamilan

Analisa Soal • Pasien hamil 30-32 minggu dengan keluhan berat badan tidak meningkat, BMI <18 (underweight), tinggi fundus uteri setinggi pusat dengan letak lintang • Untuk usia kehamilan 30-32 minggu, TFU seharusnya adalah sekitar 32-34 cm. Sementara, TFU pasien pada soal sesuai untuk usia kehamilan 20 minggu. • TFU pasien lebih kecil dibandingkan TFU normal sesuai usia kehamilan.  Janin mengalami pertumbuhan janin terhambat. • Oligohidramnion dan polihidramnion tidak dipilih karena tidak ada keterangan volume ketuban melalui pemeriksaan USG • IUFD  tidak dipilih karena harus ada tanda seperti tidak ada denyut jantung janin, perut mengecil dan terasa dingin. • Anemia pada kehamilan  tidak ada keterangan kadar Hb pasien sehingga tidak dipilih

Pertumbuhan Janin Terhambat (Intra Uterine Growth Restriction) • Kecil Usia kehamilan (small for gestational age/SGA) dan Pertumbuhan janin terhambat (fetal/intrauterine growth restriction/IUGR) – SGA : Janin dengan berat di bawah persentil 10 pada kurva berat menurut usia gestasi – FGR : berat janin di bawah persentil 10, dan janin tidak dapat mencapai potensi pertumbuhan optimal.

IUGR: Definition • The most widely used definition of IUGR is – a fetus whose estimated weight is below the 10th percentile for its gestational age and – whose abdominal circumference is below the 2.5th percentile.

https://www.aafp.org/afp/1998/0801/p453.html

Causes of and risk factors for IUGR Fetal genetic abnormalities

Fetal infection

Fetal structural anomaly Confined placental mosaicism

Comments

Uptodate. 2018

Account for 5 to 20% of FGRduplications, ring chromosome, and aberrant genomic imprinting. Account for 5 to 10% of FGR. Cytomegalovirus (CMV) and toxoplasmosis are the most common infectious etiologies of FGR in developed countries. Other viruses and parasites that may cause FGR include rubella, varicella-zoster, malaria, syphilis, and herpes simplex. Malaria is a common infectious cause of FGR where the infection is endemic. Fetuses with congenital anomalies can have impaired growth, which is often related to coexistent cytogenetic disorders. The frequency of FGR is related to both the type and number of anomalies. Confined placental mosaicism (CPM) refers to chromosomal mosaicism in the placenta, but not in the fetus. It usually involves a trisomy and is strongly associated with FGR.

Ischemic placental disease

Ischemic placental disease can manifest clinically as FGR, preeclampsia, abruptio placenta, or a combination of these disorders, and is often recurrent.

Gross cord and placental abnormalities

Gross cord and placental structural anomalies possibly associated with FGR include single umbilical artery, velamentous umbilical cord insertion, marginal cord insertion, bilobate placenta, circumvallate placenta, and placental hemangioma. If an association between these entities and FGR exists, it is at most weak.

Causes of and risk factors for IUGR

Comments

Maternal genetic factors

In epidemiologic studies, women who were growth-restricted at birth have a twofold increase in risk of FGR in their offspring. In addition, women who give birth to a growth restricted fetus are at high risk of recurrence, and the risk increases with increasing numbers of FGR deliveries.

Maternal medical and obstetrical conditions

Maternal conditions that can be associated with diminished utero-placental-fetal blood flow and/or oxygen delivery have been associated with FGR. These conditions include, but are not limited to: ▪ Preeclampsia ▪ Abruptio placenta ▪ Chronic hypertension ▪ Chronic kidney disease ▪ Pregestational diabetes mellitus ▪ Systemic lupus erythematosus and antiphospholipid syndrome ▪ Cyanotic heart disease ▪ Chronic pulmonary disease ▪ Severe chronic anemia ▪ Sickle cell disease ▪ Uterine malformations ▪ Misuse of alcohol, cigarettes, and/or drugs (eg, heroin, cocaine) ▪ Prepregnancy radiation therapy to the pelvis ▪ Heavy first trimester antepartum bleeding

Causes of and risk factors for IUGR

Comments

Teratogens and other environmental factors

Exposures to various teratogens, including medications such as warfarin, anticonvulsants (eg, valproic acid), antineoplastic agents, and folic acid antagonists, can cause FGR with specific dysmorphic features. Exposure to alcohol, tobacco, and air pollution can also impair fetal growth. Exposure to therapeutic, but not diagnostic, doses of radiation can cause permanent restriction of growth.

Assisted reproductive technologies

Singleton pregnancies conceived via assisted reproductive technologies have a higher prevalence of small for gestational age infants compared with naturally conceived pregnancies.

Low prepregnancy weight, poor Maternal weight at birth, prepregnancy weight, and gestational weight gain can affect the risk gestational weight gain, of FGR as these factors are responsible for about 10% of the variance in fetal weight. Macromalabsorption, poor and micronutrients in the maternal diet also appear to play a role. nutritional status

Residing at high altitude

A direct relationship between increasing altitude and lower birth weight has been demonstrated in studies performed in Denver and Leadville, Colorado (altitude 1600 and 3100 m, respectively), Tibet (altitude 3658 m), and Peru. Birth weight data from 15 areas in Peru located between sea level and 4575 m showed birth weight declined an average of 65 g for every additional 500 m in altitude above 2000 m.

Short interpregnancy interval Extremes of maternal age Abnormal maternal biochemical markers for Down syndrome screening

Examples include Low pregnancy-associated plasma protein A (PAPP-A), low beta-human chorionic gonadotropin (HCG), high alpha-fetoprotein (AFP)

Diagnosis • The diagnosis of FGR is based on discrepancies between actual and expected sonographic biometric measurements for a given gestational age. • Traditionally, it has been defined as <10th percentile weight for gestational age on a singleton growth curve, as this establishes the diagnosis as being small for gestational age (SGA) • A weight <10th percentile definition is clinically practical, but it alone does not distinguish the constitutionally small fetus that achieves its normal growth potential and is not at increased risk of adverse outcome from the similarly small fetus whose growth potential is restricted and is at increased risk of perinatal morbidity and mortality.

• when a fetus <10th percentile weight for gestational age is identified  monitor fetal growth and fetal physiology over time. • A normal growth trajectory, normal Doppler velocimetry of the umbilical artery, and normal amniotic fluid volume suggest a constitutionally small fetus or minimal fetal impact from uteroplacental insufficiency • Serial ultrasound evaluation  represent the key elements of fetal assessment and guide pregnancy management decisions. – fetal growth, – fetal behavior (biophysical profile or nonstress test with assessment of amniotic fluid volume), and – impedance to blood flow in fetal vessels (Doppler velocimetry)

369 Seorang pasien wanita bernama Ny. Badriah berusia 28 tahun. Pasien sudah 18 bulan menikah, tetapi tidak hamil. Pasien mengaku sudah melakukan hubungan seksual tanpa kontrasepsi. Pasien riwayat nyeri saat menstruasi dan terkadang ada perdarahan intermenstrual. Pemeriksaan fisik teraba masa kistik di adnexa Kanan, adnexa kiri dalam batas normal. Diagnosis pasien ini adalah… A. Endometritis B. Endometriosis C. Abses D. Salpingitis E. PID

Analisa Soal • Pasien sudah 18 bulan menikah tetapi tidak hamil, hubungan seksual rutin tanpa kontrasepsi  pasien mengalami infertilitas primer. • Riwayat dismenorea dan metroragia, pemeriksaan teraba massa kistik di adnexa kanan  sesuai untuk kondisi endometriosis. • Endometriosis dapat menimbulkan dismenorea dan menyebabkan infertilitas/subfertilitas pada penderitanya. • Endometritis  infeksi di uterus pasca persalinan, gejala: demam, lokia berbau • Salpingitis/PID  gejala: nyeri perut bawah, keputihan, demam menggigil, nyeri goyang porsio (+).

Endometriosis & Adenomiosis • Endometriosis – Pertumbuhan jaringan yang mirip dengan endometrium di luar kavum uteri • Endometriosis interna / Adenomiosis – Endometriosis yang terdapat di dalam miometrium • Pelvic endometriosis muncul bersamaan dengan adenomyosis uteri pada 2–24% kasus, hal ini menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara dua kelainan ini

Endometriosis: Gejala Klinik • Dismenore – Timbul beberapa saat sebelum keluarnya darah haid, berlangsung selama menstruasi dan progresif

• Subfertilitas/infertilitas • Dispareunia • Abortus spontan – Meningkat 40% dibanding wanita normal 15-25%

• Keluhan lain – Di kolon & rektum : distensi abdomen, kostipasi – Di ureter : obstruksi, disuri, hematuri dll 1205

Endometriosis: Pemeriksaan • Umumnya tidak menunjukkan kelainan

• Nodul pada daerah ligamentum sakrouterina dan kavum douglas • Nyeri pada septum rektovagina dan pembesaran ovarium unilateral (kistik)

• Kasus berat : uterus retroversi fiksata, pergerakan ovarium dan tuba terbatas

http://www.nhs.uk/Conditions/Endometriosis/Pages/Treatment.aspx

Endometriosis: Pemeriksaan • Laparoskopi : untuk biopsi lesi • USG, CT scan, MRI

http://www.nhs.uk/Conditions/Endometriosis/Pages/Treatment.aspx

Endometriosis: Terapi 1. Operatif 2. Non-Operatif – Anti nyeri (NSAID, aspirin, morphine, and codeine) – Hormonal • Pil KB • Levonorgestrel-releasing intrauterine system (LNG-IUS) • Gonadotrophin-releasing hormone (GnRH) analogues • Progestogens (medroxyprogesterone acetate) http://www.nhs.uk/Conditions/Endometriosis/Pages/Treatment.aspx

370 Seorang perempuan, 28 tahun, diantar oleh suaminya ke bidan dengan keluhan keluar bercak darah dari kemaluan sejak 30 menit yang lalu. Keluhan diawali dengan perut mulas. Bidan segera merujuk ke RS. Ibu hamil aterm, janin tunggal, hidup, letak kepala. Kemudian pasien melahirkan bayi perempuan dengan berat 3700 gram, apgar 7/9. Kemudian 30 menit dari bayi lahir, plasenta tidak keluar. Perdarahan dari jalan lahir. Apakah diagnosis yang tepat? A. Involusio uteri B. Vasa previa C. Retensio placenta D. Solusio placenta E. Atonia uteri

Analisa Soal • Pasien mengalami perdarahan pasca persalinan. Kemungkinan penyebab perdarahan post partum adalah tone, tissue, tear, thrombin, dan inversio uteri. • Keterangan pada soal adalah plasenta tidak keluar setelah 30 menit dari bayi lahir  penyebab perdarahan post partum pada pasien adalah jaringan plasenta  retensio plasenta.

Hemorrhagia Post Partum Etiologi (4T dan I)

Pemeriksaan

• Tone (tonus) – atonia uteri



• Trauma – trauma traktus genital



– Bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uterus.



Melakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari : – Sisa plasenta dan ketuban. – Robekan rahim. – Plasenta suksenturiata.



• Inversio Uteri

Memeriksa plasenta dan ketuban: – lengkap atau tidak.

• Tissue (jaringan)- retensi plasenta • Thrombin – koagulopati

Palpasi uterus

Inspekulo : – untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang pecah.



Pemeriksaan laboratorium : – periksa darah, hemoglobin, clot observation test (COT), dan lain-lain.

Hemorrhagia Post Partum: Definisi • Definisi Lama – Kehilangan darah > 500 mL setelah persalinan pervaginam – Kehilangan darah > 1000 mL setelah persalinan sesar (SC)

• Definisi Fungsional – Setiap kehilangan darah yang memiliki potensial untuk menyebabkan gangguan hemodinamik

• Insidens – 5% dari semua persalinan

Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis G E J A L A D A N TA N D A YA N G S E L A L U A D A

G E J A L A & TA N D A YA N G KADANG-KADANG ADA

• •

Uterus tidak berkontraksi dan lembek Perdarahan setelah anak lahir (perdarahan pascapersalinan primer)

• • • •

Perdarahan segera • Darah segar yang mengalir segera setelah bayi • lahir • Uterus kontraksi baik Plasenta lengkap

• • •

Plasenta belum lahir setelah 30 menit Perdarahan segera (P3) Uterus kontraksi baik





Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap Perdarahan segera





DIAGNOSIS

Syok

Atonia uteri

Pucat Lemah Menggigil

Robekan jalan lahir

Retensio plasenta

• •

Tali pusat putus akibat traksi berlebihan Inversio uteri akibat tarikan Perdarahan lanjutan

• • •

Uterus berkontaksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang (kontraksi hilang-timbul)

Tertinggalnya sebagian plasenta

Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis G E J A L A D A N TA N D A YA N G S E L A L U A D A

GEJALA DAN TA N D A YA N G KADANG-KADANG ADA

DIAGNOSIS

• • • • •

Uterus tidak teraba Lumen vagina terisi massa Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir) Perdarahan segera Nyeri sedikit atau berat

• •

Syok neurogenik Pucat dan limbung

Inversio uteri

• • •

Sub-involusi uterus Nyeri tekan perut bawah Perdarahan > 24 jam setelah persalinan. Perdarahan sekunder atau P2S. Perdarahan bervariasi (ringan atau berat, terus menerus atau tidak teratur) dan berbau (jika disertai infeksi)

• •

Anemia Demam

Perdarahan terlambat Endometritis atau sisa plasenta (terinfeksi atau tidak)



Perdarahan segera (Perdarahan intraabdominal dan / atau pervaginam Nyeri perut berat atau akut abdomen

• • •

Syok Nyeri tekan perut Denyut nadi ibu cepat

Robekan dinding uterus (Ruptura uteri



Retensio plasenta • Plasenta atau bagianbagiannya dapat tetap berada dalam uterus setelah bayi lahir • Sebab: plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan • Plasenta belum lepas: kontraksi kurang kuat atau plasenta adhesiva (akreta, inkreta, perkreta) • Terapi: stabilisasi tanda vital dan manual plasenta

Retensio Plasenta: Komplikasi • • • • •

Inversio Uteri Syok hipovolemik Perdarahan post partum Sepsis purpura Subinvolusi uteri

http://nationalwomenshealth.adhb.govt.nz/Portals/0/Documents/Policies/Retained%20Placenta%20Management_.pdf

371 Seorang pasien wanita bernama Ny. Flianta berusia 35 tahun P4A0. Pasien baru melahirkan di dukun pada usia kehamilan 39 minggu. Saat di dukun, suami pasien mengaku dukun mendorong perut pasien dari luar. Pasien mengalami perdarahan banyak disertai nyeri perut yang hebat. Pada pemeriksaan fisik TD 70/palpasi. Diagnosis pasien ini adalah… A. Plasenta Previa B. Solutio Plasenta C. Ruptur Uteri D. Plasenta Akreta E. Vasa previa

Analisa Soal • Pasien melahirkan di dukun dan dukun mendorong perut pasien dari luar. Pasien mengalami perdarahan banyak, nyeri perut hebat, dan penurunan tekanan darah (TD 70/palpasi)  kemungkinan mengalami rupture uteri. • Adanya riwayat dukun yang mendorong perut pasien menjadi faktor risiko kondisi ini. • Plasenta previa  perdarahan antepartum, darah merah segar, tanpa nyeri perut. • Solusio plasenta  perdarahan disertai nyeri perut, perut tampak tegang, DJJ sulit dideteksi • Plasenta akreta  perdarahan post partum, plasenta tidak lahir • Vasa previa  perdarahan disertai distress janin.

Ruptur Uteri • Definisi Ruptur Uteri – Lengkap: Laserasi berhubungan dengan kavum peritoneum – Tidak Lengkap: Laserasi dipisahkan dari kavum peritoneum oleh peritoneum viseralis/ ligamentum kardinale – Ruptur bekas SC: Pelepasan luka insisi lama + robekan selaput ketuban – Dehisensi jaringan parut bekas SC: Selaput ketuban tidak pecah

Ruptur Uteri: Etiologi • • • • •

Jaringan parut bekas SC (terbanyak) Riwayat kuretase atau perforasi uterus Trauma abdomen Persalinan lama akibat CPD Stimulasi berlebihan saat induksi (pematangan serviks mis. Misoprostol/ dinoprostone) • Peregangan uterus berlebihan • Neoplasma trofoblastik gestasional • Pelepasan plasenta manual yang sulit

Ruptur uteri • Ruptura uteri atau robeknya dinding rahim terjadi akibat terlampauinya daya regang miometrium. Pada bekas seksio sesarea, risiko terjadinya ruptura uteri lebih tinggi. • Diagnosis – Perdarahan intraabdominal, dengan atau tanpa perdarahan pervaginam – Nyeri perut hebat (dapat berkurang setelah ruptura terjadi) – Syok atau takikardia – Adanya cairan bebas intraabdominal – Hilangnya gerak dan denyut jantung janin – Bentuk uterus abnormal atau konturnya tidak jelas – Dapat didahului oleh lingkaran konstriksi (Bandl’s ring) – Nyeri raba/tekan dinding perut – Bagian-bagian janin mudah dipalpasi

Rupture uteri •

Complete/total uterine rupture: –

defined as a tear through all layers of the uterine wall, including the serosa and amniotic membranes. – it is associated with the following: • • • • •



Clinically significant uterine bleeding Fetal distress Protrusion or expulsion of the fetus and/or placenta into the abdominal cavity Need for prompt cesarean delivery Uterine repair or hysterectomy

Partial/incomplete uterine rupture: – defined as a tear in the muscular layers, with intact serosa or amniotic membranes



Risk Factor: – – – – – – –

Previous cesarean section (CS) incision or other uterine scars, uterine anomalies, grand multiparity, tumours, use of oxytocin, placenta percreta, and fetal anomalies are

Ruptur Uteri: Klasifikasi • Ruptur Uteri Tanpa Jaringan Parut – Ruptur Spontan • Terjadi pada uterus tanpa parut • Etiologi: persalinan lama, multiparitas, hidrosefalus, janin letak lintang, oksitosin dosis tinggi

• Ruptur Jaringan Parut Seksio Sesarea – Terjadi pada luka parut lama

• Ruptur Uteri Traumatik – Karena jatuh, kecelakaan (tabrakan dll), ruptur uteri violenta (misal pada versi ekstraksi letak lintang atau setelah ekstraksi cunam)

Ruptur Uteri: Mekanisme • Peregangan berlebihan dari uterus, kadang disertai pembentukan cincin retraksi patologis (Bandl)

• Lingkaran Bandl: fisiologis bila dijumpai 2-3 jari diatas simfisis  bila meninggi  waspada ruptura uteri iminens (RUI)

Ruptur Uteri: Gejala & Penemuan Klinis – Anamnesis & Inspeksi: Kesakitan, napas dangkal & cepat,takikardia, muntah ec rangsangan peritoneum, syok, kontraksi uterus hilang, defans muskular – Palpasi: Krepitasi pada kulit perut (emfisema subkutan), teraba bagian janin langsung dibawah kulit perut, nyeri tekan perut, Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik

– Auskultasi: DJJ sulit terdengar/ tidak terdengar – Pemeriksaan Dalam: Robekan dinding rahim teraba  teraba organ

Tatalaksana Umum – Berikan oksigen. – Perbaiki kehilangan volume darah dengan pemberian infus cairan intravena (NaCl 0,9% atau Ringer Laktat) sebelum tindakan pembedahan. – Jika kondisi ibu stabil, lakukan seksio sesarea untuk melahirkan bayi dan plasenta.

Tatalaksana Khusus – Jika uterus dapat diperbaiki dengan risiko operasi lebih rendah daripada histerektomi dan tepi robekan uterus tidak nekrotik, lakukan reparasi uterus (histerorafi) . Tindakan ini membutuhkan waktu yang lebih singkat dan menyebabkan kehilangan darah yang lebih sedikit dibanding histerektomi. – Jika uterus tidak dapat perbaiki, lakukan histerektomi subtotal. Jika robekan memanjang hingga serviks dan vagina, histerektomi total mungkin diperlukan

Tatalaksana Ruptur Uteri • Tindakan yang segera dilakukan memperbaiki keadaan umum pasien ( resusitasi cairan dan persiapan tranfusi ) dan persiapan tindakan SC dan laparotomi. • Tindakan definitif: – Histerorafia (bila tobekan melintang dan tidak mengenai daerah yang luas), atau – Histerektomi (bila robekan uterus mengenai jaringan yang sangat luas serta sudah banyak bagian yang nekrotik)

372 Seorang pasien perempuan bernama Ny. Arielita berusia 38 tahun G5P2A2 hamil 38 minggu datang dengan keluhan keluar darah hitam kental dari jalan lahir, nyeri perut menetap, gerakan janin hilang sejak 4 jam lalu. Sebelumny pasien terjatuh dengan posisi terduduk, pemeriksaan fisik tanda vital normal, perut tegang, DJJ tidak terdengar. Apa penyebab DJJ bayi hilang? A. Trauma janin B. Perdarahan janin C. Hipoksia janin D. Kongenital E. Virus

Analisa Soal • Pasien hamil 38 minggu, perdarahan gelap kental, nyeri perut, gerakan janin hilang, perut tampak tegang dan DJJ tidak terdengar  mengarahkan pada perdarahan antepartum ec solusio plasenta. Riwayat jatuh terduduk merupakan faktor risiko dari kondisi ini. • Solusio plasenta adalah kondisi dimana plasenta terdesak dan terlepas dari tempat perlekatannya. Hal ini menimbulkan janin kekurangan oksigen (hipoksia) sehingga menyebabkan DJJ menurun atau tidak terdengar. Karena itu pilihan yang tepat adalah opsi C.

Solusio Plasenta • Terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya • Diagnosis – Perdarahan kehitaman dan cair, syok tidak sesuai dengan jumlah darah keluar (tersembunyi), anemia berat, gawat janin/ hilangnya DJJ, uterus tegang dan nyeri

• Faktor Predisposisi – – – – – –

Hipertensi Versi luar Trauma abdomen Hidramnion Gemelli Defisiensi besi

Solusio Plasenta

Solusio Plasenta: Gambaran Klinis •

Solusio Placenta Ringan – Luas plasenta yang terlepas < 25% atau < 1/6 bagian (Jumlah perdarahan < 250 ml) – kadar fibrinogen plasma lebih dari 250 mg% – Tumpahkan darah yang keluar terlihat seperti pada haid, sukar dibedakan dari plasenta previa kecuali warna darah yang kehitaman – Komplikasi terhadap ibu dan janin belum ada

• Solusio Placenta Sedang – Luas plasenta yang terlepas 25-50% (Jumlah perdarahan 250 ml-1.000 ml – Kadar fibrinogen plasma 120-150 mg% – Gejala dan tanda sudah jelas: rasa nyeri pada perut yang terus menerus, denyut jantung janin menjadi cepat, hipotensi dan takikardia

• Solusio Placenta Berat – Luas plasenta yang terlepas > 50%, dan jumlah perdarahan > 1.000 ml – Gejala dan tanda klinik jelas: keadaan umum penderita buruk disertai syok, dan hampir semua janinnya telah meninggal. Komplikasi koagulopati dan gagal ginjal yang ditandai pada oliguri biasanya telah ada

Solusio Plasenta: Patofisiologi •

Perdarahan pada pemb. Darah plasenta/uterus  hematma pada desidua  plasenta terdesak dan terlepas



Perdarahan berlangsung teru karena otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya  hematoma retroplasenter bertambah besar  sebagian/ seluruh plasenta lepas dari dinding uterus



Sebagian darah akan menyusup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau mengadakan ektravasasi di antara serabut-serabut otot uterus



Apabila ektravasasinya berlangsung hebat,maka seluruh permukaan uterus akan berbercak biru atau ungu (uterus Couvelaire)  Perut terasa sangat tegang dan nyeri

• Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter  banyak trombosit akan masuk ke dalam peredaran darah ibu  pembekuan intravaskuler dimana-mana  menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen  hipofibrinogenemia  gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus tetapi juga pada alat-alat tubuh yang lainnya

373 Seorang pasien wanita bernama Ny. Sefiksim berusia 30 tahun G2P1A0 hamil 39 minggu datang ke dokter untuk pemeriksaan kehamilan. Pada pemeriksaan umum tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan ditemukan kala I fase aktif saat dilakukan pemeriksaan dalam didapatkan orbita dan teraba sinsiput pada bayi. Presentasi pada kasus tersebut adalah… A. Puncak kepala B. Belakang kepala C. Dahi D. Muka E. Bahu

Analisa Soal • Pasien hamil pada pemeriksaan dalam didapatkan orbita dan teraba sinsiput pada bayi, kemungkinan presentasi janin adalah presentasi dahi. • Tidak dipilih presentasi muka, karena pada presentasi muka, pemeriksaan dalam akan teraba muka, mulut, hidung dan pipi. • Presentasi puncak kepala  teraba UUB yang paling rendah, dan UUB sudah berputar ke depan • Presentasi belakang kepala  UUK teraba di segmen depan • Presentasi bahu  ketika bahu, lengan atau tangan keluar pertama pada saat partus

Verteks

Presentasi Dahi • Presentasi dahi adalah keadaan dimana kedudukan kepala berada diantara fleksi maksimal dan defleksi maksimal • Pada umumnya merupakan kedudukan yg sementara dan sebagian besar akan berubah menjadi presentasi muka atau belakang kepala • Penyebabnya CPD, janin besar, anensefal,tumor didaerah leher,multiparitas dan perut gantung

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi

Presentasi Dahi • Diagnosis pada periksa dalam dapat diraba sutura frontalis, pakal hidung dan lingkaran orbita. Mulut dan dagu tidak dapat diraba. • Biasanya penurunan dan persalinan macet. Konversi kearah verteks atau muka jarang terjadi. Persalinan spontan dapat terjadi jika bayi kecil atau mati dgn maserasi • Bila janin hidup lakukan SC • Bila janin mati, pembukaan belum lengkapSC • Bila pembukaan lengkaplakukan embriotomi

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi

Presentasi Muka • Disebabkan oleh terjadinya ekstensi yang penuh dari kepala janin . • Penolong akan meraba muka, mulut , hidung dan pipi • Etiologi: panggul sempit,janin besar,multiparitas,perut gantung,anensefal,tumor dileher,lilitan talipusat • Dagu merupakan titik acuan, sehingga ada presentasi muka dengan dagu anterior dan posterior • Sering terjadi partus lama. Pada dagu anterior kemungkinan persalinan dengan terjadinya fleksi.

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi

Presentasi Muka • Pada presentasi muka dengan dagu posterior akan terjadi kesulitan penurunan karena kepala dalam keadaan defleksi maksimal • Posisi dagu anterior, bila pembukaan lengkap : - lahirkan dengan persalinan spontan pervaginam - bila kemajuan persal lambat lakukan oksitosin drip - bila penurunan kurang lancar, lakukan forsep

Irmansyah, Frizar. Malpresentasi dan Malposisi

Presentasi Muka • Dalam kaitannya dengan simfisis pubis, maka presentasi muka dapat terjadi dengan mento anterior atau mento posterior. • Pada janin aterm dengan presentasi muka MENTO POSTERIOR, proses persalinan terganggu akibat bregma (dahi) tertahan oleh bagian belakang simfisis pubis. Dalam keadaan ini, gerakan fleksi kepala agar terjadi persalinan pervaginam menjadi terhalang, sehingga persalinan muka spontan per vaginam tidak terjadi

• Pada MENTO ANTERIOR , persalinan kepala per vaginam masih mungkin dapat berlangsung pervaginam melalui gerakan fleksi kepala

374 Seorang wanita bernama Ny. Ellie berusia 27 tahun G3P2A0 datang ke Puskesmas dengan keluhan keluar cairan darah sejak 4 jam yang lalu. Pasien sudah ada dorongan untuk mengedan. Pada pemeriksaan didapatkan pembukaan lengkap, Hodge IV. Pasien dipimpin untuk meneran lalu kepala lahir, tetapi bahu sulit lahir. Perasat yang dilakukan adalah… A. Ritgen B. Louvset C. Mc Robert D. Kristeller E. Klasik

Analisa Soal • Pasien keluar cairan darah sejak 4 jam, ada dorongan untuk mengedan, pembukaan lengkap, Hodge IV, lalu dipimpin untuk meneran dan kepala lahir, tetapi bahu sulit lahir  distosia bahu. • Perasat awal yang dilakukan adalah McRobert. • Perasat Louvset dan klasik  manuver untuk persalinan sungsang • Perasat ritgen  menekan bagian atas coccygeal untuk memperpanjang kepala saat persalinan dengan demikian dapat melindungi robekan perineum yang luas • Perasat kristeller  menekan uterus saat persalinan

Distosia Bahu • Keadaan dimana setelah kepala dilahirkan, bahu anterior tidak dapat lewat dibawah simfisis pubis • Kegagalan melahirkan bahu dengan metode biasa • Incidence • 1 to 2 per 1000 deliveries • 16 per 1000 deliveries of babies > 4000 g • Diagnosis: – Kesulitan melahrikan wajah dan dagu – “Turtle Sign”: kepala bayi melekat erat di vulva atau bahkan tertarik kembali – Kegagalan paksi luar kepala bayi – Kegagalan turunnya bahu

Manuver McRobert

Penekanan Suprasimfisis

Lift - McRobert’s Manoeuver

Manuever Mac Roberts •

• •

Maneuver ini terdiri dari melepaskan kaki dari penyangga dan melakukan fleksi sehingga paha menempel pada abdomen ibu. Tindakan ini dapat menyebabkan sacrum mendatar, rotasi simfisis pubis kearah kepala maternal dan mengurangi sudut inklinasi. Meskipun ukuran panggul tak berubah, rotasi cephalad panggul cenderung untuk membebaskan bahu depan yang terhimpit. Maneuver Mc Robert Fleksi sendi lutut dan paha serta mendekatkan paha ibu pada abdomen sebaaimana terlihat pada (panah horisontal). Asisten melakukan tekanan suprapubic secara bersamaan (panah vertikal)

375 Seorang pasien perempuan bernama Ny. Rusdiah berusia 25 tahun G1P0A0 Hamil 28 minggu datang dengan keluhan keluar darah dan lendir dari kemaluan. Pasien mengaku ada rasa nyeri perut seperti mulas. Pada pemeriksaan didapatkan TFU 28cm, his (+) 2 kali dalam 10 menit, pada pemeriksaan inspekulo didapatkan bukaan 3, tampak lendir dan darah. Diagnosis pasien ini adalah… A. G1P0A0 hamil 28 minggu kala II B. G1P0A0 hamil 28 minggu kala I fase aktif C. G1P0A0 hamil 28 minggu kala I fase laten D. G1P0A0 hamil 28 minggu dengan partus prematur iminens E. G1P0A0 hamil 28 minggu dengan KPD

Analisa Soal • Pasien hamil 28 minggu dengan keluhan keluar darah dan lendir dari kemaluan, nyeri perut mulas (+), TFU 28 cm, his (+) 2x/10 menit, pembukaan 3, tampak lendir darah  pasien sudah persalinan kala I fase laten. • Akan tetapi karena usia kehamilan pasien 28 minggu (<37 minggu) dengan tanda persalinan, maka diagnosis yang paling sesuai dengan kondisi pasien adalah pilihan D yaitu G1P0A0 hamil 28 minggu dengan partus prematur iminens.

Partus Prematurus • POGI (Semarang, 2008): persalinan preterm adalah persalinan yang terjadi pada usia kehamilan 22-37 minggu • (Wibowo, 1997): Kontraksi uterus yang teratur setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum 37 minggu dengan interval kontraksi 5-8 menit atau kurang + satu atau lebih tanda berikut: – Perubahan serviks yang progresif – Dilatasi serviks 2 cm atau lebih – Penipisan serviks 80 % atau lebih

Faktor Risiko & Diagnosis PPI Menurut Wijnyosastro (2010) dan Rompas (2004) Janin & Plasenta

Perdarahan trimester I, perdarahan antepartum, KPD, pertumbuhan janin terhambat, cacat kongenital, gemeli, polihidramnion

Ibu

DM, preeklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk uterus, riwayat partus preterm/abortus berulang, inkompetensi serviks, narkotika, trauma, perokok berat, kelainan imun/rhesus, serviks terbuka > pada 32 minggu, riwayat konisasi

Kriteria Diagnosis PPI (American College of Obstetricians and Gynecologists, 1997)

1.

Kontraksi yang terjadi dengan frekuensi 4x dalam 20 menit atau 8x dalam 60 menitplus perubahan progresif pada serviks

2.

Dilatasi serviks lebih dari 1 cm

3.

Pendataran serviks > 80%

376 Seorang pasien perempuan bernama Ny. Firdisa berusia 26 tahun P2A0 pasca melahirkan spontan 5 hari yang lalu dengan ruptur perineum dan dijahit oleh bidan. Saat ini pasien datang dengan keluhan keluar buang air besar dari vagina. Pada pemeriksaan fisik tanda vital TD 120/80 mmHg, Nadi 80 x/menit, P 16 x/menit S 37. Pemeriksaan lokalis tampak feses di vagina. Diagnosis pasien tersebut adalah… A. Fistula rektovagina B. Fistula uterovagina C. Fistula ureterovagina D. Abses rectum E. Prolaps uteri

Analisa Soal • Pasien post melahirkan dengan ruptur perineum dan sudah dijahit, datang dengan buang air besar dari vagina dan tampak feses di vagina  kemungkinan terdapat fistula rektovagina yang membuat adanya saluran antara rektum dengan vagina. • Fistula ureterovagina  buang air kecil dari vagina, pasien tidak dapat menahan BAK • Fistula uterovaginaltidak ada

Fistula rektovaginal • Derajat laserasi perineum – I : Laserasi pada epitel vagina atau kulit perineum saja – II : Melibatkan kerusakan pada otot-otot perineum, tetapi tidak melibatkan kerusakan sfingter ani – III: Kerusakan pada otot sfingter ani • 3a : robekan <50% sfingter ani eksterna • 3b: robekan >50% sfingter ani eksterna • 3c: robekan juga meliputi sfingter ani interna

– IV: Robekan stadium tiga disertai robekan mukosa rektum

Rectovaginal Fistula (RVF) • Vaginal or rectal operative procedures, especially those performed near the dentate line, may cause RVFs. • Traumatic injury (penetrating or blunt) and forceful coitus also have produced RVFs.

• A few patients are asymptomatic, but most report the passage of flatus or stool through the vagina, which is understandably distressing.

377 Seorang pasien perempuan bernama Ny. Tuti berusia 27 tahun G1P0A0 hamil 30 minggu datang ke puskesmas dengan keluhan buang air besar berdarah dan nyeri. Pada pemeriksaan fisik TD 110/70 mmHg Nadi 80 x/menit, P 12 x/menit. Pemeriksaan kehamilan dalam batas normal. Pemeriksaan rectal toucher teraba massa konsistensi kenyal padat di arah jam 3,7,dan 11. Tatalaksana yang tepat adalah… A. Diet Tinggi Serat B. Rubber Band Ligation C. Kompres Hangat D. Obat Topical E. Pembedahan

Analisa Soal • Pasien hamil 30 minggu, BAB berdarah dan nyeri, pemeriksaan RT teraba massa kenyal padat di area jam 3,7,11  kemungkinan ada hemoroid interna grade I. • Tatalaksana hemoroid pada ibu hamil adalah diet tinggi serat.

HEMOROID

Hemoroid interna dan eksterna dibatasi oleh linea dentata.

Hemoroid eksterna

Hemoroid Interna

Diluar anal canal, sekitar sphincter

Didalam anal canal

Gejala terjadi karena thrombosis

Gejala timbul karena perdarahan atau iritasi mukosa

Tidak dapat dimasukkan ke dalam anal canal

dapat dimasukkan ke dalam anal canal sampai grade III

Grading Hemoroid Interna (Banov, 1985) • Grade I hemorrhoids project into the anal canal and often bleed but do not prolapse • Grade II hemorrhoids may protrude beyond the anal verge with straining or defecating but reduce spontaneously when straining ceases (ie, return to their resting point by themselves) • Grade III hemorrhoids protrude spontaneously or with straining and require manual reduction (ie, require manual effort for replacement into the anal canal) • Grade IV hemorrhoids chronically prolapse and cannot be reduced; these lesions usually contain both internal and external components and may present with acute thrombosis or strangulation

ACG (American College of Gastroenterology Guideline Treatment for internal hemorrhoids by grade: • Grade I hemorrhoids – conservative medical therapy and avoidance of nonsteroidal anti- inflammatory drugs (NSAIDs) and spicy or fatty foods – Conservative therapy: • • • •



Increased fiber intake and adequate fluids  reducing both prolapse and bleeding Avoid straining and limit their time spent on the commode Topical and systemic analgesics; proper anal hygiene a short course of topical steroid cream

Grade II or III hemorrhoids – initially treated with nonsurgical procedures, rubber band ligation, sclerotherapy, and infrared coagulation – Rubber band Ligation is the treatment of choice for second- degree hemorrhoids, and it is a reasonable first-line treatment for third-degree hemorrhoids



Very symptomatic grade III and grade IV hemorrhoids – surgical hemorrhoidectomy, or stapled – Very symptomatic gr. III   continous bleeding, intractable pain, large hemoroid gr. III



Treatment of grade IV internal hemorrhoids or any incarcerated or gangrenous tissue requires prompt surgical consultation Wald A, Bharucha AE, Cosman BC, et al. ACG clinical guideline: management of benign anorectal disorders. Am J Gastroenterol. Aug 2014

378 Seorang pasien perempuan berusia 27 tahun P2A0 post partum 2 minggu yang lalu datang dengan keluhan keluar cairan bau dari kemaluan, pemeriksaan fisik HR meningkat suhu demam, abdomen teraba uterus 1 jari bawah pusat, inspekulo tampak cairan berwarna putih kekuningan mengalir keluar dari serviks, apa kemungkinan diagnosis pasien? A. Endometritis B. Atonia Uteri C. Retensio Plasenta D. Servisitis E. Bacterial vaginosis

Analisa Soal • Pasien post partum 2 minggu, keluar cairan bau dari kemaluan, disertai demam dan HR meningkat  mengarahkan adanya infeksi. • Pemeriksaan fisik lainnya uterus 1 jari bawah pusat, tampak cairan putih kekuningan mengalir dari serviks  kemungkinan infeksi post partum yaitu endometritis. • Subinvolusi yang terjadi pada pasien kemungkinan disebabkan oleh infeksi, bukan oleh gangguan tonus maupun sisa jaringan, sehingga pilihan B dan C tidak dipilih. • Pilihan D dan E tidak dipilih karena tidak spesifik berhubungan dengan persalinan.

Endometritis • Inflamasi pada lapisan endometrial uterus, dapat meluas hingga miometrium dan parametrium (metritis)

• Patogenesis • Kuman masuk kedalam luka endometrium (t.u bekas perlekatan plasenta)  leukosit >>  pus dan kontraksi otot • Dapat menghalangi involusi uterus

• Endometritis: hanya mengenai endometrium dan kelenjar glandular

Obstetri Patologi Edisi 2. Fakultas Kedokteran Univ Padjadjaran hal 188

http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview

Endometritis: Klasifikasi Pregnancy-related endometritis • Akut: Penyebab utama  Infeksi postpartum • Kronik: sisa hasil konsepsi, abortus elektif Endometritis unrelated to pregnancy (Pelvic Inflammatory Disease) • Akut: PID, prosedur ginekologik invasif • Kronik: Infeksi (chlamydia, TB, BV), AKDR http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview

Endometritis: Etiologi • Polimikroba, biasanya 2-3 mikroorganisme • Paling banyak: infeksi ancending dari flora normal vagina • Bakteri: Ureaplasma urealyticum,Peptostreptococcus, Gardnerella vaginalis, Bacteroides bivius, streptococcus grup B • Chlamydia: sering pada endometritis post partum • Enterococcus: pada 25% wanita yang menerima profilaksis sefalosporin • Herpes dan TB: kasus jarang http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview

Endometritis: Gejala dan Tanda • Gejala umum: Demam, nyeri perut bawah, lokia berbau busuk, perdarahan vagina abnormal, keputihan abnormal, dispareunia, disuria, malaise • Postpartum: demam dalam 36 jam setelah partus, menggigil, nyeri perut bawah, lokia berbau busuk, uterine tenderness • PID: nyeri perut bawah, keputihan, dispareunia, disuria, demam, nyeri adeneksa, gejala sistemik lain

• Infeksi chlamydia: tanpa gejala spesifik http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview

Endometritis: Faktor Risiko • Faktor risiko umum • AKDR, darah menstruasi, servisitis GO atau non GO, BV, bilas vagina, aktivitas seksual tidak aman

• Endometritis obstetrik • Mayor: SC, KPD lama, persalinan lama dengan VT sering, bimanual plasenta • Minor: pemberian kortikosteroid pada persalinan preterm, operasi lama, anestesi umum, anemia postpartum http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview

Endometritis Post Partum • Faktor Risiko • Mayor: SC, KPD lama, persalinan lama dengan VT sering, bimanual plasenta • Minor: pemberian kortikosteroid pada persalinan preterm, operasi lama, anestesi umum, anemia postpartum • kurangnya higiene pasien, • Kurangnya nutrisi

• Tanda dan Gejala : – – – – – –

demam di atas 380C dapat disertai menggigil, nyeri perut bawah, lokia berbau dan purulen, nyeri tekan uterus, subinvolusi uterus, dan dapat disertai perdarahan per vaginam hingga syok http://emedicine.medscape.com/article/254169-overview

Endometritis: Laboratorium • Leukositosis dengan left-shift (sulit dilihat pada postpartum karena leukositosis fisiologis) • Endometritis kronik  > 5 neutrofil pada pembesaran 400x di endometrium superfisial  > 1 plasma cells pada pembesaran (120x) pada stroma endometrium

http://emedicine.medscape.com/article/254169-workup

Endometritis: Terapi • Digunakan untuk endometritis post partum dan endometritis secara umum • Kombinasi klindamisin 900 mg dan gentamisin 2mg/kgBB IV/ 8 jam • Monoterapi: sefalosporin, penisilin spektrum luas, fluorokuinolon

• Profilaksis: Sefalosporin generasi II (cefazolin) http://emedicine.medscape.com/article/254169-treatment#d10

379 Seorang wanita Ny. Peninsula berusia 28 tahun hamil G1A0P0 hamil 39 mggu. Datang ke puskesmas dengan keluhan nyeri perut. Pemeriksaan dalam didapatkan pembukaan 3 penipisan 75% presentasi kepala, Bagian oksiput anterior. His 3 x 10 detik/10 menit. Dokter melakukan pemeriksaan ulang 3 kali tidak ada kemajuan. Faktor yang mungkin menjadi penyebab pad akondisi ini adalah… A. Malposisi B. Inersia uteri C. Malrotasi D. Inversio uteri E. CPD

Analisa soal • Pasien hamil 39 minggu, nyeri perut, pemeriksaan tampak pembukaan 3 cm, presentasi kepala, his 3x10 detik/10 menit. Pemeriksaan diulang 3 kali tidak ada kemajuan. • Penyebab persalinan macet kemungkinannya adalah power, passage, passenger. • Berdasarkan keterangan di soal, his pasien kurang dari normal dan tidak ada kemajuan setelah 3 kali pemeriksaan, maka kemungkinan penyebab persalinan macet adalah inersia uteri.

Distosia ec. Kelainan Tenaga • His Normal: mulai dari fundus menjalar ke korpus, dominasi di fundus dan disertai relaksasi yang merata • Jenis Kelainan His – Inersia Uteri (Kontraksi Uterus Hipotonik) • His lemah, pendek, jarang  tidak adekuat untuk mebuka serviks dan mendorong janin

– His terlalu kuat (Kontraksi Uterus Hipertonik) • His terlalu kuat dan terlalu efisien sehingga persalinan terlalu cepat

– Incoordinate uterine contraction • Tidak ada koordinasi antara kotraksi bagian atas, tengah dan bawah; tidak ada dominasi fundus

• Faktor predisposisi – Primigravida, terutama primi tua – Kelainan letak janin/disporposi fetopelviks – Peregangan rahim yang berlebihan: gemeli, hidramnion

Inersia Uteri: Tatalaksana 1. Periksa keadaan serviks, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian terbawah janin dan keadaan janin 2. Bila kepala sudah masuk PAP, anjurkan pasien untuk jalanjalan

3. Buat rencana untuk menentukan sikap dan tindakan yang akan dikerjakan misalnya pada letak kepala : a. Lakukan augmentasi persalinan misalnya dengan infus oksitosin b. Bila inersia uteri + CPD  seksio sesaria c. Bila semula his kuat  inersia uteri sekunder, ibu lemah, dan partus telah berlangsung lebih dari 24 jam (primi) dan 18 jam (multi) oksitosin drips tidak berguna  Selesaikan partus sesuai dengan hasil pemeriksaan dan indikasi obstetrik lainnya (Ekstrasi vakum, forcep dan seksio sesaria) Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu, WHO

Uterine Dysfunction • •

His Normal: mulai dari fundus menjalar ke korpus, dominasi di fundus dan disertai relaksasi yang merata Faktor predisposisi disfungsi uterus – Primigravida, terutama primi tua – Kelainan letak janin/disporposi fetopelviks – Peregangan rahim yang berlebihan: gemeli, hidramnion

1.

Hypotonic uterine dysfunction    

2.

more common no basal hypertonus uterine contractions have a normal gradient pattern the slight rise in pressure during a contraction is insufficient to dilate the cervix

Hypertonic uterine dysfunction or Incoordinate uterine contraction  

either basal tone is elevated or the pressure gradient is distorted complete asynchronism of the impulses originating in each cornu or a combination of these two

Treatment 1. Oxytocin infusion 2. Glucose infusion 3. Mobilization 4. Cervix dilatation – – – –

Prostaglandins Drotaverin + Opiates Paracervical block Epidural analgesia

5. Perineal relaxation – Pudendal block – Epidural analgesia – Spinal analgesia

380 Seorang pasien wanita bernama Ny. Cefat berusia 39 tahun datang bersama suami nya untuk konseling KB, pasien diketahui sudah mempunyai 3 orang anak, tidak ada riwayat penyakit yang dimiliki pasien sebelumnya, dari pemeriksaan tanda vital dan pemeriksaan fisik yang dilakukan didapatkan hasil yang normal. Apakah tujuan dari KB yang cocok untuk wanita tersebut? A. Menjarangkan kehamilan B. Menunda kehamilan C. Mencegah kehamilan D. Mengakhiri kesuburan E. Mencegah infeksi menular seksual

Analisa Soal • Pasien usia 39 tahun, sudah mempunyai 3 anak, datang untuk konseling KB. • Tujuan KB pada kondisi pasien bukan lagi untuk menjarangkan atau menunda kehamilan, karena dari segi usia dan jumlah anak, sudah tidak sesuai. • Tujuan KB pada pasien ini adalah untuk mencegah kehamilan. • Pilihan D tidak dipilih karena bukan merupakan salah satu tujuan kontrasepsi.

Konseling KB • Prinsip pelayanan kontrasepsi saat ini adalah memberikan kemandirian pada ibu dan pasangan untuk memilih metode yang diinginkan. • Pemberi pelayanan berperan sebagai konselor dan fasilitator, sesuai langkah-langkah di bawah ini. 1. Jalin komunikasi yang baik dengan ibu – Beri salam kepada ibu, tersenyum, perkenalkan diri Anda. – Gunakan komunikasi verbal dan non-verbal sebagai awal interaksi dua arah. – Tanya ibu tentang identitas dan keinginannya pada kunjungan ini. 2. Nilailah kebutuhan dan kondisi ibu – Tanyakan tujuan ibu berkontrasepsi dan jelaskan pilihan metode yang dapat diguakan untuk tujuan tersebut. – Tanyakan juga apa ibu sudah memikirkan pilihan metode tertentu. Buku pelayanan Kesehatan Ibu di Faskes Dasar dan Rujukan. 2013.

KB: Tujuan • Menunjang tercapainya kesehatan ibu dan bayi, karena kehamilan yang diinginkan dan berlangsung pada keadaan dan saat yang tepat, akan lebih menjamin keselamatan ibu dan bayi yang dikandungnya • Pelayanan KB bertujuan menunda, menjarangkan, atau membatasi kehamilan bila jumlah anak sudah cukup • Keluarga berencana termasuk dalam empat pilar upaya Safe Motherhood – Tujuan Safe Motherhood: Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu hamil, bersalin, nifas, di samping menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi  program KB memiliki peranan dalam menurunkan risiko kematian ibu melalui pencegahan kehamilan, penundaan usia kehamilan serta menjarangkan kehamilan (Depkes RI, 2000).

Vasektomi Permanen Tubektomi

IUD Berbantu Barrier

Kondom/ diafragma Spermisida

Metode Kontrasepsi

Sementara Implan MAL

Hormonal Alami

Pil/suntik

Pantang berkala Kondar

Senggama terputus

Kontrasepsi: Jenis • Metode Kontrasepsi Sederhana – Cara mencegah kehamilan dengan alat dan juga bisa tanpa alat • Tanpa alat: Senggama terputus dan sistem kalender • Menggunakan alat: Kondom, cream atau jelly

• Metode Modern/Metode Efektif – Permanen: Operasi steril baik pada laki-laki atau wanita (vasektomi dan tubektomi/ KB steril) – Non permanen (reversibel): pil, AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim), suntikan, dan norplant

381 Seorang pasien perempuan bernama Ny. Asabri berusia 27 tahun G1P0A0 hamil 30 minggu datang untuk kontrol kehamilan. Riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung pada diri sendiri dan keluarga tidak ada. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD 160/100. Pemeriksaan penunjang lainnya dalam batas normal, protein dalam urin (-), kolesterol normal. Apa tatalaksana yang tepat? A. Ramipril B. Metildopa C. Valsartan D. Lisinoprol E. Losartan

Analisa Soal • Pasien hamil 30 minggu, tanpa riwayat hipertensi sebelumnya, pemeriksaan TD 160/100, proteinuria negatif  mengarahkan pada hipertensi gestasional. • Tatalaksana pada hipertensi gestasional dengan TD sistolik ≥ 160 mmHg atau TD diastolik ≥ 110 mmHg adalah pemberian antihipertensi  pilihan utama: metildopa

Hipertensi Gestasional • Definisi – Hipertensi tanpa proteinuria yang timbul setelah kehamilan 20 minggu dan menghilang setelah persalinan

• Diagnosis – TD ≥140/90 mmHg – Tidak ada riwayat hipertensi sebelum hamil, tekanan darah kembali normal <12 minggu pasca salin – Tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes celup urin) – Tidak ada gangguan organ

• Tatalaksana Umum – Pantau TD, urin (untuk proteinuria), dan kondisi janin setiap minggu. – Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia ringan – Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin terhambat, rawat untuk penilaian kesehatan janin. – Beri tahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala preeklampsia dan eklampsia. – Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal. Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada

Tatalaksana Hipertensi Gestasional - Pantau tekanan darah, urin untuk proteinuria, dan kondisi janin setiap minggu - Jika TD sistolik ≥ 160 mmHg atau TD diastolik ≥ 110 mmHg  terapi antihipertensi seperti metildopa, nifedipine, labetalol - Jika tekanan darah meningkat tatalaksana sebagai preeklampsia - Kondisi janin memburuk atau pertumbuhan janin terhambatrawat untuk pemantauan kesehatan janin - Jika TD stabil bisa persalinan normal Sumber: Buku saku pelayanan kesehatan ibu di fasilitas kesehatan dasar dan rujukan WHO, 2013

Drug Doses For Oral Treatment Of Hypertension In Pregnancy

* The full hypotensive effect of an initial dose or adjustment of methyldopa may not occur until after 2 to 3 days of continuous use. ¶ Use of immediate release nifedipine (oral or sublingual) is not recommended because it may cause significant rapid decreases in blood pressure. Δ Chronic hydralazine doses above 100 mg daily are associated with an increased risk for developing lupus erythematosus, particularly in women and slow acetylators; ascertainment of acetylator status is recommended before increasing dose above 100 mg per day in many countries.

Antihipertensi dalam Kehamilan • DOC: Metildopa – Tidak mempengaruhi cardiac output atau aliran darah janin dan ginjal

• Labetalol – Dapat digunakan untuk tatalaksana preeklampsia dan hipertensi kronik pada kehamilan – Digunakan dalam waktu pendek (<6 minggu) pada trimester III

• Antagonis kalsium (nifedipine) – Dapat digunakan pada trimester akhir

• Hydralazine – Biasanya digunakan untuk terapi kombinasi dengan metildopa – Pemberian IV adalah DOC untuk tatalaksana akut pada hipertensi berat http://www.medscape.com/viewarticle/406535_6

Antihipertensi dalam Kehamilan • ACE inhibitor – Penggunaan pada trimester II dan III dapat menimbulkan IUGR, gagal ginjal, persistent patent ductus arteriosus, respiratory distress syndrome, fetal hypotensive syndrome, kematian prepartum

• Anti diuretik – Menurunkan volume plasma ibu, gangguan elektrolit

• Ca Channel Blocker (Verapamil) – Termasuk kategori C – Penggunaan harus hati-hati bila perfusi uteroplasenta terganggu

382 Perempuan usia 23 tahun G2P1A0 8 minggu datang ke IGD RS dengan keluhan nyeri pada perut bagian bawah sejak 12 jam yang lalu. Selain itu pasien juga mengeluh keluar darah berbentuk flek dari jalan lahir. Anak pertama pasien sekarang berusia 7 tahun, tidak ada riwayat penggunaan kontrasepsi. Tandatanda vital, TD 90/70 mmHg, Nadi 100x/menit, RR 24x/menit. Nyeri goyang porsio (+). Hasil pemeriksaan laboratorium Hb 9,7 mg/Dl, HCG (+). Mekanisme timbulnya nyeri pada pasien adalah… A. Perangsangan pada saraf pembawa nyeri dan viscera B. Darah yang mengiritasi peritoneum C. Pembesaran kantung kehamilan yang mendesak struktur sekitar D. Peregangan pada peritoneum pelvis E. Perforasi uterus

Analisa Soal • Pasien hamil 8 minggu dengan keluhan nyeri perut sejak 12 jam sebelunya, keluar darah berbentuk flek, nyeri goyang portio (+), Hb 9.7  mengarahkan pada kehamilan ektopik terganggu. • Pada kehamilan ektopik terganggu, kantung kehamilan yang ruptur menyebabkan adanya darah di ruang peritoneum. Darah akan merangsang reseptor nosiseptif kimia di peritoneum sehingga timbul nyeri. Paling tepat jawaban B. • Pilihan A tidak dipilih karena tidak spesifik menjelaskan proses nyeri pada KET.

Kehamilan Ektopik Terganggu • Kehamilan yang terjadi diluar kavum uteri • Gejala/Tanda: – Riwayat terlambat haid/gejala & tanda hamil – Akut abdomen – Perdarahan pervaginam (bisa tidak ada) – Nyeri goyang porsio – Keadaan umum: bisa baik hingga syok dan penurunan kesadaran – Kadang disertai febris

Neurologic basis for abdominal pain in Ectopic Pregnancy • Pain receptors in the abdomen respond to mechanical and chemical stimuli. • Stretch is the principal mechanical stimulus involved in visceral nociception, although distention, contraction, traction, compression, and torsion are also perceived • Visceral receptors responsible for these sensations are located on serosal surfaces, within the mesentery, and within the walls of hollow viscera. • Visceral mucosal receptors respond primarily to chemical stimuli, while other visceral nociceptors respond to chemical or mechanical stimuli. • Ectopic pregnancies usually occur in the fallopian tube, but sometimes within the cervical canal or a cesarean delivery scar. • Clinical manifestations are usually related to free blood in the peritoneal cavity due to extrauterine pregnancy rupture or bleeding, and vary depending upon the location

Implantasi embrio

Memicu inflamasi

edema

Pendesakan jaringan sekitar o/ kantung kehamilan

Perangsangan pada reseptor nosiseptif mekanik (stretch receptor)

nyeri

Kantung kehamilan ruptur

Darah merangsang reseptor nosiseptif chemical peritoneum

Nyeri berat

383 Seorang perempuan berusia 30 tahun dibawa oleh keluarganya ke IGD RS dengan keluhan perdarahan jalan lahir. Riwayat persalinan di tolong oleh dukun 1 jam yang lalu. Bayi lahir dengan berat badan 4200 gram. Pemeriksaan tanda vital didapatkan kesadaran pasien baik, TD 120/70 mmHg, FN 100 x/i, RR 20 x/i, dan T 37,2 C. Pemeriksaan fisik abdomen didapatkan TFU dua jari di bawah umbilikus dan kontraksi baik. Pemeriksaan vulvo vaginal didapatkan laserasi pada mukosa vagina, otot-otot perineum, sfingter ani eksterna hingga sfingter ani interna. Apakah diagnosis yang paling tepat pada kasus di atas ? A. Ruptur Perineum Grade I B. Ruptur Perineum Grade II C. Ruptur Perineum Grade III A D. Ruptur Perineum Grade III B E. Ruptur Perineum Grade III C

Analisa Soal • Pasien post partum per vaginam dengan berat bayi 4200 gram, mengalami perdarahan dari jalan lahir  perdarahan post partum. • TFU dua jari di bawah umbilikus, kontraksi baik  kemungkinan perdarahan akibat tissue dan tone dapat disingkirkan. • Ada laserasi mukosa vagina dan otot perineum, sfinger ani eksterna, hingga sfingter ani interna  ruptur perineum grade III C.

Ruptur Perineum

Manajemen Ruptur Perineum • Ruptur perineum harus segera diperbaiki untuk meminimalisir risiko perdarahan, edema, dan infeksi. Manajemen ruptur perineum untuk masing-masing derajatnya, antara lain sebagai berikut : – a. Derajat I • Bila hanya ada luka lecet, tidak diperlukan penjahitan. Tidak usah menjahit ruptur derajat I yang tidak mengalami perdarahan dan mendekat dengan baik. • Penjahitan robekan perineum derajat I dapat dilakukan hanya dengan memakai catgut yang dijahitkan secara jelujur (continuous suture) atau dengan cara angka delapan (figure of eight).

– b. Derajat II • Ratakan terlebih dahulu pinggiran robekan yang bergerigi, dengan cara mengklem masing-masing sisi kanan dan kirinya lalu dilakukan pengguntingan untuk meratakannya. • Setelah pinggiran robekan rata, baru dilakukan penjahitan luka robekan.

– c. Derajat III dan IV • Dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki dokter spesialis obstetric dan ginekologi.

384 Seorang perempuan bernama Ny. Jennifer berusia 28 tahun datang ke IGD rumah sakit dengan keluhan nyeri perut bawah sejak 1 minggu. Keluhan tersebut disertai demam. Pasien mengaku ada riwayat sering keputihan. Pada pemeriksaan ditemukan TD 120/80 mmHg, N 90 x/menit, T 39. Pemeriksaan fisik nyeri tekan suprapubik (+), nyeri goyang porsio (+). Pasien membawa hasil USG: ada sedikit cairan di cavum douglas. Apa terapi yang diberikan? A. Amoxicilin. B. Ciprofloxacin. C. Doxisiklin. D. Klindamisin. E. Eritromisin.

Analisa Soal • Pasien dengan keluhan nyeri perut bawah 1 minggu, demam, sering keputihan, nyeri tekan suprapubik dan nyeri goyang porsio, serta USG sedikit cairan di cavum douglas  mengarahkan pada PID. • Pada PID, temuan di USG antara lain adalah: penebalan dindin tuba falopii lebih dari 5 mm, septae inkomplit di dalam tuba, cairan di cul-de-sac, dan cogwheel sign. (sumber: AAFP)  temuan USG pada soal (cairan di cavum douglas) sesuai untuk kondisi PID. • Pada pasien tidak terdapat gejala sakit berat seperti demam tinggi, mual, muntah  termasuk kriteria outpatient  terapi yang diberikan adalah doksisiklin.

PELVIC INFLAMMATORY DISEASE • Infeksi pada traktus genital atas wanita yang melibatkan kombinasi antara uterus, ovarium, tuba falopi, peritonium pelvis, atau jaringan penunjangnya. • PID terutama terjadi karena ascending infection dari traktus genital bawah ke atas • Patogen: Dapat berupa penyakit akibat hubungan seksual atau endogen (Tersering: N. Gonorrhea & Chlamydia Trachomatis) • Faktor Risiko:    

Kontak seksual Riwayat penyakit menular seksual Multiple sexual partners IUD

PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012

Salphingitis •

Inflamasi pada tuba fallopi



Salphingitis akut biasanya disamakan dengan PID karena merupakan bentuk paling sering dari PID



Faktor Risiko – Instrumentasi pada serviks dan uteri (IUD, biopsi, D&C) – Perubahan hormonal selama menstruasi, menstruasi retrogard



Gejala dan Tanda – Spotting, dismenorea, dispareunia, demam, nyeri punggung bawah, sering BAK, mual dan muntah, nyeri goyang serviks



Diagnosis • •



Nyeri perut bawah, nyeri adneksa bilateral, nyeri goyang serviks Tambahan: suhu oral > 38.3 C, keputihan abnormal, peningkatan C rekative protein, adanya bukti keterlibatan N. gonorrhoeae atau C. trachomatis

Terapi – Rawat inap dengan antibiotik IV (cefoxitin dan doksisiklin) – Rawat jalan dengan cefotixin IM dan Doksisiklin oral – Operatif bila antibiotik gagal http://emedicine.medscape.com/article/275463-overview#a2

PID:Current concepts of diagnosis and management,Curr Infect Dis Rep, 2012

USG pada PID • USG banyak dilakukan untuk evaluasi PID. Gambaran PID pada pemeriksaan USG adalah: tuba falopii yang menebal, terisi cairan, dan gambaran seperti roda gigi (cogwheel sign). • Pada pasien dengan endometritis, USG akan menunjukkan gambaran cairan atau gas dalam ruang endometrium, penebalan yang heterogen, atau garis endometrium yang samar, namun penemuan ini pun tidak konsisten. • Bila terjadi abses tubo-ovarium, akan tampak kumpulan kistik multilocular berdinding tebal, disertai multiple fluid levels.

PID: Pengobatan • Harus berspektrum luas • Semua regimen harus efektif melawan N. gonorrhoeae dan C. trachomatis karena hasil skrining endoserviks yang negatif tidak menyingkirkan infeksi saluran reproduksi atas

• Rawat jalan atau rawat inap bergantung pada:      

Adanya emergensi (contoh; apendisitis) Pasien hamil Pasien tidak berespon baik terhadap antibiotik oral Pasien tidak memungkinkan untuk menoleransi antibiotik oral Pasien memiliki penyakit berat, mual-muntah, demam tinggi Pasien memiliki abses tubo-ovarian

http://www.cdc.gov/std/treatment/2010/pid.htm

Sexually active woman presenting with abnormal vaginal discharge, lower abdominal pain, OR dyspareunia

Uterine tenderness, OR Adnexal tenderness, OR Cervical motion tenderness on pelvic exam?

YES

NO

1) Perform NAAT for gonorrhea and chlamydia 2) Perform pregnancy testing 3) Perform vaginal microscopy if available 4) Offer HIV testing

See Vaginal Discharge algorithm, consider other organic causes

Empiric treatment for PID* if no other organic cause found (e.g. ectopic pregnancy, appendicitis)

Signs of severe illness (i.e. high fever, nausea/vomiting), OR Surgical emergency (e.g. appendicitis) not excluded, OR Suspected to have a tubo-ovarian abscess, OR Unable to tolerate or already failed oral antibiotics, OR Pregnant?

YES

NO

Inpatient PID treatment: Cefotetan 2g IV Q12 hours OR Cefoxitin 2g IV Q6 hours, PLUS Doxycycline 100mg PO/IV Q12 hours** (other regimens available****)

Outpatient PID treatment: Ceftriaxone 250mg IM x 1 dose PLUS Doxycycline 100mg PO BID x 14 days,** WITH OR WITHOUT Metronidazole 500mg PO BID x 14 days*** OR Cefoxitin 2g IM x 1 dose and Probenecid 1g PO x 1dose together PLUS Doxycycline 100mg PO BID X 14 days,** WITH OR WITHOUT Metronidazole 500mg PO BID x 14 days*** (other regimens available****) Response to treatment 72 hours later?

1) Hospitalize 24-48 hours to ensure response to treatment 2) Discharge on oral antibiotics to complete 14 day course

NO

YES

See Inpatient treatment

Continue treatment for 14 days

http://depts.washington.edu/handbook/syndromesFemale/ch8_pid.html

Pelvic Inflammatory Disease

http://www.cdc.gov/std/treatment/2010/pid.htm

PID Outpatient Therapy OR Cefoxitin 2 g IM in a OR Other parenteral single dose and third-generation Ceftriaxone 250 mg IM Probenecid, 1 g orally cephalosporin (e.g., in a single dose PLUS administered ceftizoxime or Doxycycline 100 mg concurrently in a single cefotaxime) PLUS orally twice a day for 14 dose PLUS Doxycycline Doxycycline 100 mg days WITH* or WITHOUT 100 mg orally twice a orally twice a day for 14 Metronidazole 500 mg day for 14 days WITH or days WITH* or WITHOUT orally twice a day for 14 WITHOUT Metronidazole 500 mg days Metronidazole 500 mg orally twice a day for 14 orally twice a day for 14 days days

CDC. 2015 & Uptodate 2017

PID Inpatient Therapy OR Clindamycin 900 mg IV every 8 hours PLUS Cefotetan 2 g IV OR Cefoxitin 2 g IV every 12 hours every 6 hours PLUS Gentamicin loading PLUS Doxycycline Doxycycline 100 mg dose IV or IM (2 100 mg orally or IV orally or IV every mg/kg), followed every 12 hours 12 hours by a maintenance dose (1.5 mg/kg) every 8 hours.

*The recommended third-generation cephalsporins are limited in the coverage of anaerobes. Therefore, until it is known that extended anaerobic coverage is not important for treatment of acute PID, the addition of metronidazole to treatment regimens with third-generation cephalosporins should be considered

CDC. 2015 & Uptodate 2017

385 Seorang pasien wanita bernama Ny. Ceftriaksin berusia 26 tahun sedang hamil anak kedua G2P1A0 hamil 40 minggu dirujuk bidan karena sudah 2 jam dipimpin meneran namun janin belum lahir, riwayat kelahiran sebelumnya usia anak 8 bulan, BBL 2200 gr. Perkiraan berat janin saat ini 3300 gr. Pemeriksaan: TD 120/80 mmHg, N 90 x/menit, presentasi kepala, pembukaan lengkap, Hodge 1-2. Apakah penyebab persalinan lama pada pasien ini? A. CPD B. Berat badan janin C. His Tidak Adekuat D. Malpresentasi E. Distosia bahu

Analisa Soal • Pasien hamil aterm sedang persalinan, sudah 2 jam dipimpin meneran tetapi janin belum lahir. Pembukaan lengkap, kepala Hodge 1-2, dan Berat janin bayi saat ini 3300 gram sementara berat janin sebelumnya 2200 gram  kemungkinan penyebab persalinan lama adalah CPD. • Tidak dipilih C, karena tidak ada keterangan his pada soal. • Pilihan B juga kurang spesifik menjelaskan kondisi pasien di soal (dimana berat bayi sebenarnya masih dalam rentang normal tetapi panggul ibu kemungkinan relatif sempit)  sehingga kurang tepat.

Cephalopelvic Disproportion • Bila kepala janin terlalu besar untuk ukuran panggul ibu • Etiologi – Herediter, diabetes, postmatur, multiparitas, malposisi janin, panggul sempit, panggul abnormal

• Gejala dan Tanda – USG menunjukkan ukuran janin yang besar, molase 2+

• Penanganan – Sectio caesarea

Panggul Sempit • Definisi – Anatomi: Panggul yang satu atau lebih ukuran diameternya berada di bawah angka normal sebanyak 1 cm atau lebih – Obstetri: Panggul yang satu atau lebih diameternya kurang sehingga mengganggu mekanisme persalinan normal

• Parameter – Penyempitan pintu tengah panggul lebih sering dibandingkan pintu atas panggul  apabila diameter interspinarum + diameter sagitalis posterior panggul tangah < 13,5 cm – Distansia interspinarum < 9,5 cm  curiga CPD – Penyempitan pintu bawah panggul  bila diameter distantia intertuberosum berjarak < 8 cm

Anatomi Panggul Parameter • Penyempitan pintu tengah panggul lebih sering dibandingkan pintu atas panggul  apabila diameter interspinarum + diameter sagitalis posterior panggul tangah < 13,5 cm

• Distansia interspinarum < 9,5 cm  curiga CPD • Penyempitan pintu bawah panggul  bila diameter distantia intertuberosum berjarak < 8 cm

Panggul Sempit: Tatalaksana • Konjugata vera 11 cm  dapat dipastikan partus biasa, dan bila ada kesulitan persalinan, pasti tidak disebabkan oleh faktor panggul – CV kurang dari 8,5 cm dan anak cukup bulan tidak mungkin melewati panggul tersebut – CV 8,5 – 10 cm dilakukan partus percobaan yang kemungkinan berakhir dengan partus spontan atau dengan ekstraksi vakum, atau ditolong dengan secio caesaria sekunder atas indikasi obstetric lainnya – CV = 6 -8,5 cm dilakukan SC primer – CV = 6 cm dilakukan SC primer mutlak

• Disamping hal-hal tersebut diatas juga tergantung pada : – His atau tenaga yang mendorong anak. – Besarnya janin, presentasi dan posisi janin – Bentuk panggul – Umur ibu dan anak berharga – Penyakit ibu

Indikasi Absolut SC

https://www.aerzteblatt.de/int/archive/article/171328/The-indications-for-and-risks-of-elective-cesarean-section

386 Seorang pasien wanita usia 40 tahun P6A1 datang dengan perdarahan. Sebelumnya pasien melahirkan anak ke 6 dengan berat 4300 gram dan plasenta lahir 40 menit kemudian. Pada palpasi teraba bulat berukuran sebesar bola pingpong. TTV: kesadaran somnolen, TD 60/40mmhg HR 130 x/I. Apakah tatalaksana yang tepat di lakukan? A. Stabilisasi Airway, Breathing, Circulation B. Reposisi Uterus C. Rujuk Sp.Og D. Rehidrasi Dan Pemberian Asam Traneksamat E. Injeksi Oksitosin

Analisa Soal • Pasien post melahirkan anak keenam dengan berat janin 4300 gram dan plasenta lahir 40 menit kemudian, mengalami perdarahan jalan lahir  perdarahan post partum. • Kesadaran somnolen, penurunan tekanan darah, peningkatan nadi  tanda syok akibat perdarahan • Tatalaksana kegawatdaruratan pada pasien ini adalah penilaian airway, breathing, dan circulation serta stabilisasi gangguan yang ditemui pada penilaian tersebut.

Hemorrhagia Post Partum Etiologi (4T dan I)

Pemeriksaan

• Tone (tonus) – atonia uteri



• Trauma – trauma traktus genital



– Bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uterus.



Melakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari : – Sisa plasenta dan ketuban. – Robekan rahim. – Plasenta suksenturiata.



• Inversio Uteri

Memeriksa plasenta dan ketuban: – lengkap atau tidak.

• Tissue (jaringan)- retensi plasenta • Thrombin – koagulopati

Palpasi uterus

Inspekulo : – untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang pecah.



Pemeriksaan laboratorium : – periksa darah, hemoglobin, clot observation test (COT), dan lain-lain.

Hemorrhagia Post Partum: Definisi • Definisi Lama – Kehilangan darah > 500 mL setelah persalinan pervaginam – Kehilangan darah > 1000 mL setelah persalinan sesar (SC)

• Definisi Fungsional – Setiap kehilangan darah yang memiliki potensial untuk menyebabkan gangguan hemodinamik

• Insidens – 5% dari semua persalinan

Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis G E J A L A D A N TA N D A YA N G S E L A L U A D A

G E J A L A & TA N D A YA N G KADANG-KADANG ADA

• •

Uterus tidak berkontraksi dan lembek Perdarahan setelah anak lahir (perdarahan pascapersalinan primer)

• • • •

Perdarahan segera • Darah segar yang mengalir segera setelah bayi • lahir • Uterus kontraksi baik Plasenta lengkap

• • •

Plasenta belum lahir setelah 30 menit Perdarahan segera (P3) Uterus kontraksi baik





Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap Perdarahan segera





DIAGNOSIS

Syok

Atonia uteri

Pucat Lemah Menggigil

Robekan jalan lahir

Retensio plasenta

• •

Tali pusat putus akibat traksi berlebihan Inversio uteri akibat tarikan Perdarahan lanjutan

• • •

Uterus berkontaksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang (kontraksi hilang-timbul)

Tertinggalnya sebagian plasenta

Hemorrhagia Post Partum: Diagnosis G E J A L A D A N TA N D A YA N G S E L A L U A D A

GEJALA DAN TA N D A YA N G KADANG-KADANG ADA

DIAGNOSIS

• • • • •

Uterus tidak teraba Lumen vagina terisi massa Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir) Perdarahan segera Nyeri sedikit atau berat

• •

Syok neurogenik Pucat dan limbung

Inversio uteri

• • •

Sub-involusi uterus Nyeri tekan perut bawah Perdarahan > 24 jam setelah persalinan. Perdarahan sekunder atau P2S. Perdarahan bervariasi (ringan atau berat, terus menerus atau tidak teratur) dan berbau (jika disertai infeksi)

• •

Anemia Demam

Perdarahan terlambat Endometritis atau sisa plasenta (terinfeksi atau tidak)



Perdarahan segera (Perdarahan intraabdominal dan / atau pervaginam Nyeri perut berat atau akut abdomen

• • •

Syok Nyeri tekan perut Denyut nadi ibu cepat

Robekan dinding uterus (Ruptura uteri



HPP: Tatalaksana 2 komponen utama: 1. Tatalaksana perdarahan obstetrik dan kemungkinan syok hipovolemik 2. Identifikasi dan tatalaksana penyebab utama

387 Seorang pasien wanita berusia 28 tahun datang dengan keluhan keluar cairan dari vagina terasa gatal dan perih sejak seminggu terakhir. Warna cairan kadang putih bercampur abu. Perut juga kadang terasa sakit. Pemeriksaan fisik TD 120/80 mmHg, N 80 x/menit, P 14 x/menit. Pemeriksaan penunjang ditemukan whiff test (+). Pengobatan yang tepat untuk kondisi pasien di atas adalah… A. Metronidazole dan metronidazole gel B. Ceftriaxone dan cefixime C. Azitromicin dan ceftriaxone D. Azitromicin dan cefime E. Eritromisin dan azitromisin

Analisa Soal • Adanya keluhan keluar cairan dari vagina, gatal, perih, berwarna putih abu, whiff test (+)  mengarahkan pada bacterial vaginosis. • Tatalaksana pada BV adalah metronidazole oral. – Sebenarnya terapi BV hanya metronidazole saja tanpa metronidazole gel. – Namun, karena dalam pilihan jawaban tidak ada yang sesuai lagi, tetap dipilih opsi A.

Bakterial Vaginosis • Bakterial vaginosis: polymicrobial clinical syndromemenyebabkan jumlah Lactobacillus sp. (flora normal vagina) menurun dan meningkatnya jumlah bakteri anaerob. • Etiologi utama: Gardnerella vaginalis, lainnya: Prevotella sp., Mobiluncus Sp., Mycoplasma, Bacteroides, Peptostreptococcus, Mycoplasma hominis, Ureaplasma urealyticum, Eubacterium, Fusobacterium, Veilonella, Streptococcus viridans, dan Atopobium vaginae •

Faktor resiko  BV berhubungan dengan seks multipartner  Douching  Jumlah lactobacillus (flora normal vagina) turun  Semakin sering berhubungan sekssemakin beresiko  Semakin jarang berhubungan sekssemakin rendah resiko

PPK PERDOSKI 2017

Bakterial Vaginosis: Pemeriksaan • Didapatkan keputihan yang homogen • Labia, introitas, serviks dapat normal maupun didapatkan tanda servisitis. • Keputihan biasanya terdapat banyak di fornix posterior • Dapat ditemukan gelembung pada keputihan • Pemeriksaan mikroskopis cairan keputihan harus memenuhi 3 dari 4 kriteria Amsel untuk menegakkan diagnosis bakterial vaginosis

Prinsip diagnosis • Kriteria Amsel:  Duh tubuh homogen putih keabuan

 Sediaan basah dengan larutan NaCI fisiologis atau sediaan apus dengan pewarnaan Gram ditemukan clue cells

Terpenuhi 3 dari 4

 pH vagina >4.5 Bakterial Vaginosis Whiff test (+): Duh tubuh berbau amis (fishy odor sebelum atau sesudah ditetesi KOH 10%)sebagai akibat dari pelepasan amina yang merupakan produk metabolisme bakteri

• Gold standard: Pemeriksaan Gram PPK PERDOSKI 2017

Tatalaksana (PPK Perdoski 2017) • Metronidazol 2x500 mg/hari selama 7 hari, ATAU • Metronidazol 2 gram per oral dosis tunggal, ATAU • Obat alternatif: Klindamisin 2x300 mg/hari per oral selama 7 hari • Catatan: Pasien dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi alkohol selama pengobatan dengan metronidazol berlangsung sampai 48 jam sesudahnya untuk menghindari disulfiram-like reaction4 http://emedicine.medscape.com/article/254342 & http://www.cdc.gov/std/tg2015/bv.htm

388 Seorang pasien perempuan bernama Ny. Sukiah berusia 22 tahun G1P0A0 hamil 34 minggu datang ke IGD rumah sakit diantar keluarganya dengan keluhan kejang 1 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluarga mengaku setelah kejang, pasien sadar. Selama ini tidak ada riwayat tekanan darah tinggi. Pemeriksaan tanda vital TD 180/110 mmHg, pemeriksaan urin ditemukan proteinuria +4. Apa terapi utama yang diberikan? A. O2 B. Mgso4 C. Nifedipin D. Metildopa E. Diazepam

Analisa Soal • Pasien hamil 34 minggu, kejang 1 jam smrs, setelah kejang sadar. Tidak ada riwayat hipertensi sebelumnya, pemeriksaan fisik TD 180/110 mmhg, proteinuria +4  preeclampsia berat dengan riwayat eklampsia. • Tatalaksana yang tepat adalah pemberian MgSO4.

Pre Eklampsia & Eklampsia: Kejang • Pencegahan dan Tatalaksana Kejang – Bila terjadi kejang perhatikan prinsip ABCD • MgSO4 – Eklampsia  untuk tatalaksana kejang – PEB  pencegahan kejang

Depkes RI. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Bakti Husada

• Syarat pemberian MgSO4: Terdapat refleks patella, tersedia kalsium glukonas, napas> 16x/menit, dan jumlah urin minimal 0,5 ml/kgBB/jam

389 Seorang pasien perempuan bernama Ny. Pipita berusia 29 tahun G1P0A0 hamil 28 minggu datang ke rumah sakit untuk kontrol kehamilan. Pemeriksaan tanda vital TD 110/80 mmHg, N 80 x/menit, P 16 x/menit. Pada pemeriksaan leopold TFU 27 cm, punggung kanan, presentasi bokong. DJJ 140 x/menit. Edukasi yang dapat disampaikan untuk pasien adalah... A. Kneckle position B. Lakukan versi luar pada minggu 37 C. Kembali USG 2 minggu lagi D. Rencanakan section caesaria E. Anjurkan senam hamil

Analisa Soal • Pasien hamil 28 minggu, pemeriksaan kehamilan TFU 27 cm, punggung kanan, presentasi bokong, DJJ 140 x/menit. Edukasi yang dapat disampaikan adalah lakukan versi luar pada minggu 37 – Versi luar di usia kehamilan 37 minggu lebih baik dibandingkan dengan metode ekspektan (menunggu)  karena itu pilihan C dan E tidak dipilih. – Versi luar menurunkan risiko persalinan sungsang sebesar 60% dan menurunkan risiko persalinan caesar sebesar 40% (sumber: uptodate “External Cephalic Version”)  pilihan D juga tidak dipilih.

• Kneckle position  tidak diketahui.

Versi Luar • Prosedur untuk melakukan perubahan presentasi janin melalui manipulasi fisik dari satu kutub ke kutub lain yang lebih menguntungkan bagi berlangsungnya proses persalinan pervaginam dengan baik

• Klasifikasi: – Berdasarkan arah pemutaran • Versi Sepalik : merubah bagian terendah janin menjadi presentasi kepala • Versi Podalik : merubah bagian terendah janin menjadi presentasi bokong

– Berdasarkan cara pemutaran • Versi luar (external version) • Versi internal ( internal version) • Versi Bipolar ( “Braxton Hicks” version)

Syarat Versi Luar • Janin dapat lahir pervaginam atau diperkenankan untuk lahir pervaginam (tak ada kontraindikasi) • Bagian terendah janin masih dapat dikeluarkan dari pintu atas panggul (belum enggage) • Dinding perut ibu cukup tipis dan lentur sehingga bagian-bagian tubuh janin dapat dikenali (terutama kepala) dan dapat dirasakan dari luar dengan baik • Selaput ketuban utuh • Pada parturien yang sudah inpartu : dilatasi servik kurang dari 4 cm dengan selaput ketuban yang masih utuh • Pada ibu yang belum inpartu : – Pada primigravida : usia kehamilan 34 – 36 minggu. – Pada multigravida : usia kehamilan lebih dari 38 minggu.

Indikasi dan Kontraindikasi Versi Luar •

Indikasi : – Letak bokong, Letak lintang, Letak kepala dengan talipusat atau tangan terkemuka, Penempatan dahi



Kontra indikasi : – Perdarahan antepartum. • Pada plasenta praevia atau plasenta letak rendah, usaha memutar janin dikhawatirkan akan menyebabkan plasenta lepas dari insersionya sehingga akan menambah perdarahan.

– Hipertensi. • Pada penderita hipertensi pada umumnya sudah terjadi perubahan pembuluh arteriole plasenta sehingga manipulasi eksternal dapat semakin merusak pembuluh darah tersebut sehingga terjadi solusio plasenta.

– Cacat uterus. • Jaringan parut akibat sectio caesar atau miomektomi pada mioma intramural merupakan locus minoris resistancea yang mudah mengalami ruptura uteri.

– Kehamilan kembar. – Primitua, nilai sosial anak yang tinggi atau riwayat infertilitas – Insufisiensi plasenta atau gawat janin

Versi Luar • Faktor yang menentukan keberhasilan: – Paritas. – Presentasi janin. – Jumlah air ketuban

• Faktor yang mempengaruhi terjadinya kegagalan – – – – – –

Bagian terendah janin sudah engage . Bagian janin sulit diidentifikasi (terutama kepala). Kontraksi uterus yang sangat sering terjadi. Hidramnion. Talipusat pendek. Kaki janin dalam keadaan ekstensi (“frank breech”)

Versi Luar • Kriteria Versi Luar dianggap gagal: – Ibu mengeluh nyeri saat dilakukan pemutaran.

– Terjadi gawat janin atau hasil NST memperlihatkan adanya gangguan terhadap kondisi janin. – Bagian janin tidak dapat diidentifikasi dengan baik oleh karena sering terjadi kontraksi uterus saat dilakukan palpasi. – Terasa hambatan yang kuat saat melakukan rotasi.

• Masalah kontroversial dalam tindakan versi luar : – Penggunaan tokolitik – Penggunaan analgesia epidural

Syarat Versi Luar: Komplikasi • Komplikasi Versi Luar – Solusio plasenta – Ruptura uteri – Emboli air ketuban – Hemorrhagia fetomaternal – Isoimunisasi – Persalinan Preterm – Gawat janin dan IUFD Sumber: American College of Obstetricians and Gynecologists : External Cephalic version. Practice Bulletin No 13, February 2000

390 Sepasang suami istri bernama Tn. Udin dan Ny. Imas masingmasing berusia 30 tahun dan 28 tahun datang ke dokter untuk berkonsultasi. Pasien sudah menikah selama 5 tahun tetapi belum memiliki anak. Saat dilakukan pemeriksaan, tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan terhadap istri. Suami memiliki kebiasaan merokok. Pemeriksaan penunjang apa yang disarankan pada pasien? A. Analisa Sperma B. Urin Rutin C. USG D. Darah Rutin E. Inspekulo

Analisa Soal • Sepasang suami istri datang untuk berkonsultasi, 5 tahun menikah belum memiliki anak  infertilitas primer. • Istri tidak ada kelainan, suami perokok. • Rokok  salah satu faktor risiko infertilitas. – Rokok dapat menyebabkan gangguan morfologi sperma  infertilitas pada pria.

• Untuk dapat memastikan, pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah analisa sperma.

Infertilitas • Infertilitas : – kegagalan suatu pasangan untuk mendapatkan kehamilan sekurangkurangnya dalam 12 bulan berhubungan seksual secara teratur tanpa kontrasepsi, atau biasa disebut juga sebagai infertilitas primer.



Infertilitas sekunder: – ketidakmampuan seseorang memiliki anak atau mempertahankan kehamilannya.

• Infertilitas idiopatik : – pasangan infertil yang telah menjalani pemeriksaan standar meliputi tes ovulasi, patensi tuba, dan analisis semen dengan hasil normal

• Fekunditas: kemampuan seorang perempuan untuk hamil. • Data dari studi yang telah dilakukan pada populas, kemungkinan seorang perempuan hamil tiap bulannya adalah sekitar 20 sampai 25% • Pada perempuan di atas 35 tahun, evaluasi dan pengobatan dapat dilakukan setelah 6 bulan pernikahan.

Faktor Resiko Infertilitas • Gaya Hidup

Faktor Laki – laki Infertilitas dapat juga disebabkan oleh faktor laki-laki, dan setidaknya sebesar 30-40% dari infertilitas disebabkan oleh faktor laki-laki, sehingga pemeriksaan pada laki-laki penting dilakukan sebagai bagian dari pemeriksaan infertilitas. • Fertilitas laki-laki dapat menurun akibat dari:11 – – – – – –

Kelainan urogenital kongenital atau didapat Infeksi saluran urogenital Suhu skrotum yang meningkat (contohnya akibat dari varikokel) Kelainan endokrin Kelainan genetik Faktor imunologi

Infertilitas pada Pria: Etiologi

https://www.andrologyaustralia.org/your-health/male-infertility/

Related Documents

To Ukmppd Part 1.pdf
February 2021 3
To Aipki Ukmppd
February 2021 0
Ak 1pdf
January 2021 1

More Documents from "Avicenna_MSC"