Apendisitis Pada Anak

  • Uploaded by: Aulia Nadhiasari
  • 0
  • 0
  • February 2021
  • PDF

This document was uploaded by user and they confirmed that they have the permission to share it. If you are author or own the copyright of this book, please report to us by using this DMCA report form. Report DMCA


Overview

Download & View Apendisitis Pada Anak as PDF for free.

More details

  • Words: 4,668
  • Pages: 27
Loading documents preview...
REFRAT BEDAH ANAK

APENDISITIS AKUT PADA ANAK

OLEH : Aulia Nadhiasari G99142137

PEMBIMBING :

dr. Suwardi, SpB. SpBA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR MOEWARDI SURAKARTA 2016

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch (analog dengan Bursa Fabricus) yang membentuk produk immunoglobulin. Appendiks adalah suatu struktur kecil, berbentuk seperti tabung yang berkait menempel pada bagian awal dari sekum. Pangkalnya terletak pada posteromedial caecum. Pada Ileocaecal junction terdapat Valvula Ileocecalis (Bauhini) dan pada pangkal appendiks terdapat valvula appendicularis (Gerlachi). Panjang antara 7-10 cm, diameter 0,7 cm. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Appendiks terletak di kuadran kanan bawah abdomen. Tepatnya di ileosecum dan merupakan pertemuan ketiga taenia coli (taenia libera, taenia colica, dan taenia omentum). Dari topografi anatomi, letak pangkal appendiks berada pada titik Mc Burney, yaitu titik pada garis antara umbilicus dan SIAS kanan yang berjarak 1/3 dari SIAS kanan.1

Gambar 1. Anatomi Valvula Ileocecalis

Appendiks vermiformis disangga oleh mesoapendiks (mesenteriolum) yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale. Mesenteriolum berisi a. Apendikularis (cabang a.ileocolica). Orificiumnya

terletak 2,5 cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil.1

Gambar 2. Anatomi apendiks.11 Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan serosa. Appendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan appendiks. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat dan jaringan elastik membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe. Antara Mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes. Mukosa terdiri dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan sekum (inner circular layer). Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks. Taenia anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari appendiks.2 Appendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-8 yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal

dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi apendiks, yang akan berpindah dari medial menuju katup ileosekal.3 Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65 % kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apediks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.1 Jenis posisi1: 

Promontorik

:

ujung

appendiks

menunjuk

ke

arah

promontorium sacri 

Retrocolic

: appendiks berada di belakang kolon ascenden

dan biasanya retroperitoneal. 

Antecaecal



Paracaecal

: appendiks berada di depan caecum. : appendiks terletak horizontal di belakang

caecum. 

Pelvic descenden

: appendiks menggantung ke arah pelvis minor



Retrocaecal

: intraperitoneal atau retroperitoneal; appendiks

berputar ke atas ke belakang caecum.

Gambar 3. Posisi Apendiks Appendiks dipersarafi oleh parasimpatis dan simpatis. Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri appendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus thorakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada appendisitis bermula di sekitar umbilikus.1 Pendarahan appendiks berasal dari arteri Appendikularis , cabang dari a.Ileocecalis, cabang dari a. Mesenterica superior. A. Appendikularis merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, appendiks akan mengalami gangren.1

B. Fisiologi Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara appendiks tampaknya berperan pada patogenesis appendisitis.4 Dinding appendiks terdiri dari jaringan lymphe yang merupakan bagian dari sistem imun dalam pembuatan antibodi. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk appendiks, ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun

demikian, pengangkatan appendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfonodi di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh.4 Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu setelah lahir. Jumlahnya meningkat selama pubertas, dan menetap saat dewasa dan kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada jaringan lymphoid lagi di apendiks dan terjadi obliterasi lumen apendiks komplit.4

C. Etiologi Apendisitis akut dapat disebabkan oleh beberapa sebab terjadinya proses radang bakteria yang dicetuskan oleh beberapa faktor pencetus diantaranya Hiperplasia jaringan limfe, fekalith, tumor apendiks, dan cacing askaris yang menyumbat. Ulserasi mukosa merupakan tahap awal dari kebanyakan penyakit ini. namun ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya radang apendiks, diantaranya5 : 1. Faktor sumbatan (obstruksi) Faktor obstruksi merupakan faktor terpenting terjadinya apendisitis (90%) yang diikuti oleh infeksi. Sekitar 60% obstruksi disebabkan oleh hyperplasia jaringanlymphoid sub mukosa, 35% karena stasis fekal, 4% karena benda asing dan sebab lainnya 1% diantaranya sumbatan oleh parasit dan cacing. Obstruksi yang disebabkan oleh fekalith dapat ditemui pada bermacam-macam apendisitis akut diantaranya ; fekalith ditemukan 40% pada kasus apendisitis kasus sederhana, 65% pada kasus apendisitis akut ganggrenosa tanpa ruptur dan 90% pada kasus apendisitis akut dengan rupture.5 2. Faktor Bakteri Infeksi enterogen merupakan faktor pathogenesis primer pada apendisitis akut. Adanya fekolith dalam lumen apendiks yang telah

terinfeksi

memperburuk

dan

memperberat

infeksi,

karena

terjadi

peningkatan stagnasi feses dalam lumen apendiks, pada kultur didapatkan terbanyak ditemukan adalah kombinasi antara Bacteriodes fragililis dan E.coli,

lalu

Splanchicus,

lacto-bacilus,

Pseudomonas,

Bacteriodes

splanicus. Sedangkan kuman yang menyebabkan perforasi adalah kuman anaerob sebesar 96% dan aerob<10%.5 3. Kecenderungan familiar Hal ini dihubungkan dengan tedapatnya malformasi yang herediter dari organ, apendiks yang terlalu panjang, vaskularisasi yang tidak baik dan letaknya yang mudah terjadi apendisitis. Hal ini juga dihubungkan dengan kebiasaan makanan dalam keluarga terutama dengan diet rendah serat dapat memudahkan terjadinya fekolith dan mengakibatkan obstruksi lumen.5 4. Faktor ras dan diet Faktor ras berhubungan dengan kebiasaan dan pola makanan seharihari. Bangsa kulit putih yang dulunya pola makan rendah serat mempunyai resiko lebih tinggi dari negara yang pola makannya banyak serat. Namun saat sekarang, kejadiannya terbalik. Bangsa kulit putih telah merubah pola makan mereka ke pola makan tinggi serat. Justru Negara berkembang yang dulunya memiliki tinggi serat kini beralih ke pola makan rendah serat, memiliki resiko apendisitis yang lebih tinggi.5

D. Patofisiologi Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.6 Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang

diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen sekitar 60 cmH20. Manusia merupakan salah satu dari sedikit makhluk hidup yang dapat mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi gangrene atau terjadi perforasi.6 Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.6 Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.6 Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.6 Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.6

Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika

tidak

terbentuk

abses,

apendisitis

akan

sembuh

dan

massa

periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.6 Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.6 Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding apendiks, omentum, usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria, uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul peritonitis. Walaupun proses melokalisir sudah selesai tetapi masih belum cukup kuat menahan tahanan atau tegangan dalam cavum abdominalis, oleh karena itu pendeita harus benar-benar istirahat (bedrest).6 Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan mengalami eksaserbasi akut.6

E. Gejala Klinis Gambaran klinis yang sering dikeluhkan oleh penderita, antara lain6 1. Nyeri abdominal Nyeri ini merupakan gejala klasik appendisitis. Mula-mula nyeri dirasakan samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium atau sekitar umbilicus. Setelah beberapa jam nyeri berpindah dan menetap di abdomen kanan bawah (titik Mc Burney). Nyeri akan bersifat tajam dan lebih jelas letaknya sehingga berupa nyeri somatik setempat. Bila terjadi perangsangan peritonium biasanya penderita akan mengeluh nyeri di perut pada saat berjalan atau batuk. 2. Mual-muntah biasanya pada fase awal. 3. Nafsu makan menurun. 4. Obstipasi dan diare pada anak-anak. 5. Demam, terjadi bila sudah ada komplikasi, bila belum ada komplikasi biasanya tubuh belum panas. Suhu biasanya berkisar 37,5º-38,5º C Gejala appendisitis akut pada anak-anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bisa melukiskan rasa nyerinya. Karena gejala yang tidak spesifik ini sering diagnosis appendisitis diketahui setelah terjadi perforasi.6 Pada orang berusia lanjut gejalanya juga sering samar-samar saja, tidak jarang terlambat diagnosis. Akibatnya lebih dari separo penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi.6 Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut sekum dengan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.6

F. Pemeriksaan Fisik Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5°C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 1°C.6 1. Inspeksi Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendikuler.6 2. Palpasi Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis lokal yaitu6: 

Nyeri tekan di Mc. Burney



Nyeri lepas



Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietal. Pada appendiks letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak

ada, yang ada nyeri pinggang. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung 

Nyeri tekan kanan bawah pada tekanan kiri (Rovsing)



Nyeri kanan bawah bila tekanan di sebelah kiri dilepaskan (Blumberg)



Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk, mengedan. Appendisitis infiltrat atau adanya abses apendikuler terlihat dengan adanya penonjolan di perut kanan bawah.2

3. Auskultasi

Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat appendisitis perforata.6 Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan m. psoas lewat hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang meradang menempel di m.psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Dengan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang, pada apendisitis pelvika akan menimbulkan nyeri.6 Psoas sign. Nyeri pada saat paha kanan pasien diekstensikan. Pasien dimiringkan kekiri. Pemeriksa meluruskan paha kanan pasien, pada saat itu ada hambatan pada pinggul / pangkal paha kanan.6 Dasar anatomi dari tes psoas. Apendiks yang mengalami peradangan kontak dengan otot psoas yang meregang saat dilakukan manuver (pemeriksaan).6

Gambar 4. Tes Psoas sign

Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha pasien difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda bintang), menghasilkan rotasi femur kedalam.6 Dasar Anatomi dari tes obturator : Peradangan apendiks dipelvis yang kontak dengan otot obturator internus yang meregang saat dilakukan manuver.6

Gambar 5. Tes Obturator sign

Temuan pemeriksaan fisik pada anak-anak bisa bervariasi tergantung pada usia anak. Iritabilitas bisa menjadi satu-satunya tanda apendisitis pada neonatus. Pada anak yang lebih tua sering terlihat tidak nyaman atau menyendiri, lebih suka berbaring diam karena iritasi peritoneum. Remaja sering memiliki tanda klasik apendisitis.15 Kebanyakan anak-anak dengan apendisitis tidak demam atau subfebris. Pada pemeriksaan fisik umum biasanya didapati suhu 38 oC

atau lebih rendah, suhu yang berfluktuasi mungkin mengindikasikan adanya abses apendiks. Pada pemeriksaan fisik jantung dan paru dapat ditemukan takikardi dan takipnoe karena dehidrasi atau kesakitan.15 Pemerikasaan abdomen bertujuan untuk mencari kontraksi involunter dari muskulus rektus atau oblikus (tanda peritoneal). Pada awal apendisitis, anak mungkin tidak menunjukkan tanda peritoneal. Sementara, anak yang lebih muda lebih sering memiliki nyeri abdomen difus dan peritonitis, mungkin karena omentumnya belum berkembang dengan sempurna dan tidak dapat membungkus perforasi. Nyeri maksimal dapat ditemukan di titik McBurney pada abdomen kuadran kanan bawah. Dapat teraba massa jika apendiks sudah perforasi. Temuan fisik yang paling spesifik pada apendisitis adalah nyeri lepas, nyeri pada perkusi, dan tanda peritoneal. Walaupun nyeri abdomen kuadran kanan bawah ditemukan pada 96% pasien, ini bukan merupakan temuan spesifik. Kadang-kadang, nyeri abdomen kuadran kiri bawah menjadi keluhan utama pada pasien dengan situs inversus.16 Pada pasien dengan apendiks yang terletak di medial, dapat ditemukan nyeri tekan suprapubis. Pada pasien dengan apendiks yang terletak di lateral sering ditemukan nyeri pada daerah panggul kanan. Pada pasien dengan apendiks yang terletak di retrosekal bisa tidak ditemukan nyeri tekan sampai apendisitis sudah lanjut atau perforasi.15 Ditemukannya tanda Rovsing (nyeri pada abdomen kuadran kanan bawah setelah dilakukan palpasi atau perkusi pada abdomen bagian kiri) menunjukkan ada iritasi peritoneal.15

Untuk memeriksa tanda Psoas, baringkan anak miring ke kiri dan hiperekstensikan sendi panggul kanan. Ditemukannya nyeri (respon positif) mengindikasikan adanya massa inflamasi di atas otot psoas (apendisitis retrosekal). Untuk memeriksa tanda obturator, lakukan fleksi dan internal rotasi pada sendi paha kanan. Ditemukannya nyeri (respon positif) menunjukkan adanya massa inflamasi di atas daerah obturator (apendisitis pelvik). Cara lain yang dapat digunakan untuk menentukan adanya iritasi peritoneal antara lain dengan memerintahkan pasien sit up di tempat tidur, batuk, atau posisi berdiri dan jongkok begantian. Akan timbul nyeri yang mengindikasikan adanya iritasi peritoneum.15 Pada bayi laki-laki dan anak-anak kadang-kadang datang dengan keluhan inflamasi pada hemiskrotum karena migrasi cairan atau pus dari apendiks yang inflamasi melalui prosesus vaginalis yang patent.Sebagai tambahan, penting untuk dilakukan pemeriksaan rektal pada setiap pasien dengan gejala klinis yang tidak jelas, serta pemeriksaan pelvis pada perempuan yang mengeluhkan nyeri abdomen.16 Menurut Minkes (2013) Digital Rectal Examination (DRE) bermanfaat untuk menegakkan diagnosis yang tepat, khususnya pada anak-anak dengan apendisitis yang terletak di pelvis. Temuan klasik pemeriksaan ini adalah nyeri pada bagian kanan rektum. Dapat juga untuk memastikan adanya feses yang keras atau massa inflamasi.15 Namun, menurut Craig (2013) tidak ada bukti ilmiah bahwa DRE bermanfaat untuk menegakkan diagnosis apendisitis.16 G. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Laboratorium



Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus appendicitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi, Creaktif protein meningkat. Pada appendicular infiltrat, LED akan meningkat.7



Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di

dalam

urin.

Pemeriksaan

ini

sangat

membantu

dalam

menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hampir sama dengan appendisitis.7 2. Abdominal X-Ray Digunakan

untuk

melihat

adanya

fecalith

sebagai

penyebab

appendisitis. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.8 3. USG Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.7,8 4. Barium enema Suatu pemeriksaan x-ray dengan memasukkan barium ke colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari appendisitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis banding. Appendicogram memiliki sensitivitas dan tingkat akurasi yang tinggi sebagai metode diagnostik untuk menegakkan diagnosis appendisitis khronis. Dimana akan tampak pelebaran/penebalan dinding mukosa appendiks, disertai penyempitan lumen hingga sumbatan usus oleh fekalit.7 5. CT-scan

Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendisitis. Selain itu juga dapat menunjukkan komplikasi dari appendisitis seperti bila terjadi abses.8 6. Laparoscopi Suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukan dalam abdomen, appendiks dapat divisualisasikan secara langsung. Tehnik ini dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini didapatkan peradangan pada appendiks maka pada saat itu juga dapat langsung dilakukan pengangkatan appendiks.8

Pediatric Appendicitis Score Pada tahun 2002, untuk pertama kalinya Samuel membuat skor apendisitis khusus untuk anak-anak. Dari 1170 anak usia 4 – 15 tahun yang dirujuk ke ahli bedah anak dengan keluhan nyeri perut yang sugestif apendisitif, diteliti secara prospektif data demografi, gejala, tanda, pemeriksaan laboratorium, dan hasil pemeriksaan patologi dari apendektomi yang dilakukan oleh ahli bedah anak. Kemudian dilakukan analisis regresi linear multipel dari semua parameter hingga diperoleh delapan komponen sebagai komponen Pediatric Appendicitis Score (PAS). Kedelapan elemen tersebut beserta nilai diagnostiknya dipaparkan pada tabel berikut:12 Tabel 2.2. Pediatric Appendicitis Score12 Indikator Diagnostik

Nilai Skor

Nyeri saat batuk/ perkusi/ melompat

2

Penurunan nafsu makan Peningkatan suhu tubuh Mual/ muntah

1 1 1

Nyeri perut kuadran kanan bawah

2

Leukositosis lebih dari 10.000 Neutrofilia Migrasi nyeri Total

1 1 1 10

Penelitian prospektif yang dilakukan Bhatt pada 246 anak dengan menggunakan PAS menunjukkan bahwa jika digunakan cut-point tunggal (PAS 5) menghasilkan false positive dan false negative yang tinggi. Performa PAS meningkat bila digunakan dua cut-point.12 Dengan menggunakan strategi ini, negative appendectomy rate 4,4%.13 Penelitian prospektif yang dilakukan Obinna et al pada 112 anak menunjukkan bahwa PAS dapat digunakan selain sebagai alat diagnostik juga sebagai indikator prognosis apendisitis akut. Semakin tinggi nilai PAS, semakin besar pula kemungkinan terjadinya apendisitis komplikata. Anak dengan keluhan nyeri abdomen dengan PAS:13,14 •

PAS < 5 berisiko rendah untuk terjadi apendisitis. Anak dengan PAS < 5 dapat dirawat jalan. Namun, nyeri perut yang menetap atau adanya keluhan tambahan lain harus dievaluasi ulang.



PAS > 9 berisiko tinggi untuk terjadi apendisitis komplikata. Anak dengan PAS > 9 harus dioperasi apendektomi.



PAS 6 – 8 lebih sering dijumpai apendisitis sederhana. Anak dengan PAS 6 – 8 juga dioperasi apendektomi.

H. Diagnosis Banding 1. Gastroenteritis

Pada gastroenteritis, mual-muntah dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltik sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang menonjol dibandingkan dengan appendisitis.7 2. Limfadenitis mesenterica Biasanya didahului oleh enteritis atau gastroenteritis. Ditandai dengan nyeri perut yang samar-samar terutama disebelah kanan, dan disertai dengan perasaan mual-muntah.7 3. Ileitis akut Berkaitan dengan diare dan sering kali riwayat kronis, tetapi tidak jarang anorexia, mual, muntah. Jika ditemukan pada laparotomi, appendiktomi insidental diindikasikan utntuk menghilangkan gejala yang membingungkan.7 4. DHF Pada penyakit ini pemeriksaan darah terdapat trombositopeni, leukopeni, rumple leed (+), hematokrit meningkat.7 5. Peradangan pelvis Tuba fallopi kanan dan ovarium terletak dekat appendiks. Radang kedua organ ini sering bersamaan sehingga disebut salpingo-ooforitis atau adnecitis. Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini didapatkan riwayat kontak sexual. Suhu biasanya lebih tinggi daripada appendisitis dan nyeri perut bagian bawah lebih difus. Biasanya disertai dengan keputihan. Pada colok vaginal jika uterus diayunkan maka akan terasa nyeri.7 6. Kehamilan ektopik Ada riwayat terhambat menstruasi dengan keluhan yang tidak menentu. Jika terjadi ruptur tuba atau abortus di luar rahim dengan perdarahan akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin akan terjadi syok hipovolemik. Pada pemeriksaan colok vagina

didapatkan nyeri dan penonjolan di cavum Douglas, dan pada kuldosentesis akan didapatkan darah.7 7. Diverticulitis Meskipun diverculitis biasanya terletak di perut bagian kiri, tetapi kadang-kadang dapat juga terjadi di sebelah kanan. Jika terjadi peradangan dan ruptur pada diverticulum gejala klinis akan sukar dibedakan dengan gejala-gejala appendisitis.7 8. Batu ureter atau batu ginjal Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan gambaran yang khas. Hematuria sering ditemukan. Foto polos abdomen atau urografi intravena dapat memastikan penyakit tersebut.7

I. Tata Laksana Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan yang terbaik. Penundaan apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Insidensi appendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%. Pada appendisitis akut tanpa komplikasi tidak banyak masalah.7 Perjalanan patologis penyakit dimulai pada saat apendiks menjadi dilindungi oleh omentum dan gulungan usus halus didekatnya. Mula-mula, massa yang terbentuk tersusun atas campuran membingungkan bangunanbangunan ini dan jaringan granulasi dan biasanya dapat segera dirasakan secara klinis. Jika peradangan pada apendiks tidak dapat mengatasi rintanganrintangan sehingga penderita terus mengalami peritonitis umum, massa tadi menjadi terisi nanah, semula dalam jumlah sedikit, tetapi segera menjadi abses yang jelas batasnya.7 Urut-urutan patologis ini merupakan masalah bagi ahli bedah. Masalah ini adalah bilamana penderita ditemui lewat sekitar 48 jam, ahli bedah akan

mengoperasi untuk membuang apendiks yang mungkin gangrene dari dalam massa perlekatan ringan yang longgar dan sangat berbahaya, dan bilamana karena massa ini telah menjadi lebih terfiksasi dan vascular, sehingga membuat operasi berbahaya maka harus menunggu pembentukan abses yang dapat mudah didrainase.7 Massa apendiks terjadi bila terjadi apendisitis gangrenosa atau mikroperforasi ditutupi atau dibungkus oleh omentum dan atau lekuk usus halus. Pada massa periapendikular yang pendidingannya belum sempurna, dapat terjadi penyebaran pus keseluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti

peritonitis

purulenta

generalisata.

Oleh

karena

itu,

massa

periapendikular yang masih bebas disarankan segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut. Selain itu, operasi lebih mudah. Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang dengan pendindingan sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam, massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan apendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin. Bila terjadi perforasi, akan terbentuk abses apendiks. Hal ini ditandai dengan kenaikan suhu dan frekuensi nadi, bertambahnya nyeri, dan teraba pembengkakan massa, serta bertambahnya angka leukosit.6,10 Massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah pasien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik-baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.7 Pada periapendikular infiltrat, dilarang keras membuka perut, tindakan bedah apabila dilakukan akan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih-

lebih bila massa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut. Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau pun tanpa peritonitis umum.6 Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.6 Bila pada waktu membuka perut terdapat periapendikular infiltrat maka luka operasi ditutup lagi, apendiks dibiarkan saja. Terapi konservatif pada periapendikular infiltrat :7,10 1. Total bed rest posisi fawler agar pus terkumpul di cavum douglassi.

Gambar 6. Posisi Fawler

2. Diet lunak bubur saring 3. Antibiotika parenteral dalam dosis tinggi, antibiotik kombinasi yang aktif terhadap kuman aerob dan anaerob. Baru setelah keadaan tenang, yaitu sekitar 6-8 minggu kemudian, dilakukan apendiktomi. Kalau sudah terjadi abses, dianjurkan drainase saja dan apendiktomi dikerjakan setelah 6-8 minggu kemudian. Jika ternyata tidak ada keluhan atau gejala apapun, dan pemeriksaan jasmani dan laboratorium tidak menunjukkan tanda radang atau abses, dapat dipertimbangkan membatalkan tindakan bedah.7

Analgesik diberikan hanya kalau perlu saja. Observasi suhu dan nadi. Biasanya 48 jam gejala akan mereda. Bila gejala menjadi makin hebat, yang ditandai

dengan

terjadinya

perforasi

maka

harus

dipertimbangkan

appendiktomi. Batas dari massa sebaiknya diberi tanda (demografi) setiap hari. Biasanya pada hari ke5-7 massa mulai mengecil dan terlokalisir. Apabila massa tidak juga mengecil, tandanya telah terbentuk abses dan massa harus segera dibuka dan didrainase.7 Caranya dengan membuat insisi pada dinding perut sebelah lateral dimana nyeri tekan adalah maksimum (incisi grid iron). Abses dicapai secara ekstraperitoneal, bila apendiks mudah diambil, lebih baik diambil karena apendik ini akan menjadi sumber infeksi. Bila apendiks sukar dilepas, maka apendiks dapat dipertahankan karena jika dipaksakan akan ruptur dan infeksi dapat menyebar. Abses didrainase dengan selang yang berdiameter besar, dan dikeluarkan lewat samping perut. Pipa drainase didiamkan selama 72 jam, bila pus sudah kurang dari 100 cc/hari, drai dapat diputar dan ditarik sedikit demi sedikit sepanjang 1 inci tiap hari. Antibiotik sistemik dilanjutkan sampai minimal 5 hari post operasi. Pengecekan abses pada penderita dilakukan setiap hari dengan cara rectal toucher.7

Penderita periapendikular infiltrat diobservasi selama 6 minggu tentang : 

LED



Jumlah leukosit



Massa

Periapendikular infiltrat dianggap tenang apabila : 1. Anamesa : penderita sudah tidak mengeluh sakit atau nyeri abdomen 2. Pemeriksaan fisik :



Keadaan umum penderita baik, tidak terdapat kenaikan suhu tubuh (diukur rectal dan aksiler)



Tanda-tanda apendisitis sudah tidak terdapat



Massa sudah mengecil atau menghilang, atau massa tetap ada tetapi lebih kecil dibanding semula.



Laboratorium : LED kurang dari 20, Leukosit normal

Kebijakan untuk operasi periapendikular infiltrat : 1. Bila LED telah menurun kurang dari 40 2. Tidak didapatkan leukositosis 3. Tidak didapatkan massa atau pada pemeriksaan berulang massa sudah tidak mengecil lagi. Bila LED tetap tinggi ,maka perlu diperiksa 

Apakah penderita sudah bed rest total



Pemakaian antibiotik penderita



Kemungkinan adanya sebab lain.

J. Komplikasi Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus.6 Perforasi dapat menyebabkan timbulnya abses lokal ataupun suatu peritonitis generalisata. Tanda-tanda terjadinya suatu perforasi adalah :6 

Nyeri lokal pada fossa iliaka kanan berganti menjadi nyeri abdomen menyeluruh



Suhu tubuh naik tinggi sekali.



Nadi semakin cepat.



Defance Muskular yang menyeluruh



Bising usus berkurang



Perut distended

Akibat lebih jauh dari peritonitis generalisata adalah terbentuknya :6 1. Pelvic Abscess 2. Subphrenic absess 3. Intra peritoneal abses lokal.(4) Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian.7

K. Prognosis Dengan diagnosis yang akurat serta pembedahan tingkat mortalitas dan morbiditas penyakit ini sangat kecil. Keterlambatan diagnosis akan meningkatkan morbiditas dan mortalitas bila terjadi komplikasi. Serangan berulang dapat terjadi bila appendiks tidak diangkat.6

DAFTAR PUSTAKA 1. Van De Graaff. Human Anatomy 6th Ed.New York: Mc Graw Hill. 2001. 2. Gartner LP, Hiatt JL. Color Textbook of Histology 3rd Ed. Massachusets: Saunders. 2002. 3. Sadler TW. Langman’s Medical Embriology 9th Ed. New York: Mc Graw Hill. 2002. 4. Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology 11th Ed. Philadelphia: Saunders. 2006. 5. Bashin SK et al.Vermiform Appendix and Acute Appendicitis. JK Science. 2007. 6. De Jong W, Sjamsuhidajat R. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC. 2004. 7. Craig S. Appendicitis di http://emedicine.medscape.com/article/773895overview dikunjungi tanggal 8 Agustus 2016. 8. Humes DJ, Simpson J. Acute Appendicitis. BMJ. 2007 9. Khan I. Application of Alvarado Scoring System in Diagnosis of Acute Appendicitis. J Ayub Medical Collection. 2005. 10. Noor, UA., Putra, DA., Oktaviati, Syaiful, RA., Amaliah, R. 2011, Penatalaksanaan Appendisitis, Jakarta: Bedah Umum, Departemen Ilmu Bedah

FKUI/RSCM.

http://generalsurgery

fkui.blogspot.com/2011/05/penatalaksanaan-apendisitis.html. Dikunjungi 8 Agustus 2016. 11. Harnawati

AJ.

https://harnawatiaj.wordpress.com/category/1-atlas-

zone/page/2/. Dikunjungi 8 Agustus 2016.

12. Bhatt M. Prospective validation of the pediatric appendicitis score in a Canadian pediatric emergency department. Montreal. Thesis, McGill University. 2008 13. Wesson DE, Singer JI, Wiley JF. Acute appendicitis in children. http://www.uptodate.com/contents/acute-appendicitis-in-children-cli... Updated July 25, 2014. Diakses pada 8 Agustus 2016. 14. Obinna O, Adibe, Oliver J, et al. Severity of appendicitis corelates with the pediatric appendicitis score. Pediatr Surg Int. 2011;27:655-658. 15. Minkes

RK.

Pediatric

appendicitis.

Medscape

reference.

http://emedicine.medscape.com/article/926795. Updated April 25, 2013. Accessed December 2, 2013. 16. Craig

S.

Appendicitis.

Medscape

reference.

http://emedicine.medscape.com/article/773895. Updated November 25, 2013. Accessed December 2, 2013.

Related Documents

Apendisitis Pada Anak
February 2021 3
Askep Anak Apendisitis
January 2021 0
Plf Tortitolis Pada Anak
January 2021 0
Lp Diare Pada Anak
January 2021 5
Kejang Demam Pada Anak
March 2021 0

More Documents from "dilo"

Apendisitis Pada Anak
February 2021 3
Dops Ekg
March 2021 0
Teknik Merancang Bahan
February 2021 1
Kb 2 Kampuh.docx
February 2021 0
Dops Perawatan Diri Mandi
February 2021 1